Anda di halaman 1dari 60

SISTEM PENDIDIKAN SINGKAT (SINDIKAT)

MATERI NILAI-NILAI DASAR PERJUANGAN (NDP) HMI

Diajukan sebagai Prasyarat Mengikuti Training Senior Course


BPL HMI Cabang Tegal

Oleh
ABD. FIRMAN BUNTA

HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (HMI)


CABANG TERNATE
2018

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum...Wr...Wb.
Segala puji bagi Ilahi Sang pemilik Arasy dan kesempurnaan, muara segala
cinta bagi insan yang senantiasa merindukan-Nya. Tak lupa salam dan taslim
kepada junjungan alam Rasulullah SAW, semoga kita diberi syafaat untuk tetap
istiqamah memegang wasiatnya yaitu Al-Quran dan Al-Hadist sehingga
senantiasa berada dalam barisannya hingga akhir zaman nanti. Amin.
Penulisan dan penyusunan SINDIKAT (Sistem Pendidikan Singkat) Wajib
dan Pilihan ini, penulis ajukan adalah prasyarat penulis untuk Calon Peserta dalam
salah satu Training Informal di HMI, yaitu Senior Course (SC) yang
diselenggarakan oleh BPL HMI Cabang Tegal. Dengan ini, Penulsi secara pribadi
sangat berterima kasih kepada keluarga Besar HMI Cabang Ternate yang telah
memberikan antusias dan tekanan yang konstruktif dalam mengikuti jenjang
training ini,
Dalam penulisan SINDIKAT ini, kekurangan dan keserasian baik dari sisi
sistematika penulisan maupun uraian materi adalah seuatu yang tak terelakan.
Oleh karena itu, melalui prakata pengatar ini penulis berbesar hati menerima
segala saran argumentatif maupun kritikan dalam memperbaiki serta memotivasi
penulis di kemudian hari.

Billahi Taufik Walhidayah


Wassalamu’alaikum...Wr...Wb.

Ternate, Agustus 2018


Hormat Saya,

Abd. Firman Bunta

i
SISTEM PENDIDIKAN SINGKAT
(SINDIKAT)

Jenjang Training : Latihan Kader I


Materi : Nilai-Nilai Dasar Perjuangan (NDP) HMI
Alokasi Waktu : 8 (delapan) Jam

A. Tujuan Umum Pembelajaran


Peserta dapat memahami latar belakang perumusan dan kedudukan NDP serta
subtansi materi secara garis besar dalam organisasi.

B. Tujuan Khusus Pembelajaran


1. Peserta dapat menjelaskan sejarah perumusan NDP dan kedudukannya dalam
organisasi.
2. Peserta dapat menjelaskan hakikat sebuah kehidupan.
3. Peserta dapat menjelaskan hakikat kebenaran.
4. Peserta dapat menjelaskan hakikat penciptaan alam semesta.
5. Peserta dapat menjelaskan hakikat penciptaan manusia.
6. Peserta dapat menjelaskan hakikat masyarakat.
7. Peserta dapat menjalankan hubungan antara iman, ilmu dan amal.

C. Pokok Bahasan/ Sub Pokok Bahasan Materi Pembelajaran


1. Sejarah perumusan NDP dan kedudukan NDP dalam organisasi HMI.
1.1 Pengertian NDP.
1.2 Sejarah perumusan dan lahirnya NDP.
1.3 NDP sebagai kerangka global pemahaman Islam dalam konteks
organisasi HMI.
1.4 Hubungan antara NDP dan Mision HMI.
1.5 Metode pemahaman NDP, penjelasan hubungan antara iman, ilmu dan
amal.
2. Garis besar Materi NDP
2.1 Hakikat Kehidupan.
1. Analisa kebutuhan manusia.
2. Mencari kebenaran sebagai kebutuhan dasar manusia.
3. Islam sebagai sumber kebenaran.

1
2.2 Hakikat Kebenaran.
1. Konsep Tauhid La Ila Ha Illallah.
2. Eksistensi dan sifat-sifat Allah.
3. Rukun Iman sebagai upaya mencari kebenaran.
2.3 Hakikat Penciptaan Alam Semesta.
1. Eksistensi Alam.
2. Fungsi dan Tujuan Penciptaan Alam.
2.4 Hakikat-hakikat penciptaan Manusia.
1. Eksistensi manusia dan kedudukannya di antara mahkluk
lainnya.
2. Kesetaraan dan kedudukan manusia sebagai khalifah di muka
bumi.
3. Manusia sebagai hamba Allah.
4. Fitrah, kebebasan dan tanggung jawab manusia.
2.5 Hakikat Masyarakat.
1. Perlunya menegakkan keadilan dalam masyarakat.
2. Hubungan keadilan dan kemerdekaan.
3. Hubungan keadilan dan kemakmuran.
4. Kepemimpinan untuk menegakkan keadilan.
2.6 Hakikat Ilmu.
1. Ilmu sebagai jalan mencari kebenaran.
2. Jenis-jenis Ilmu.
3. Hubungan antara Iman, Ilmu dan Amal.

D. Metode Pembelajaran
1. Ceramah
2. Brainstorming
3. Brainwashing (Dekonstruksi)
4. Rekonstruksi
5. Diskusi
6. Resitasi

E. Media Pembelajaran
1. Papan Tulis
2. Leptop
3. Kertas
4. Spidol
5. Balpoint

2
6. Media penunjang lainnya.

F. Evaluasi
Penugasan dalam bentuk Resume dan Post Test

G. Langkah-langkah Pembelajaran
Kegiatan Pembelajaran Metode Alokasi
Pembelajaran Waktu
Kegiatan Pendahuluan
1. Pemateri masuk ruangan mengucap salam,
menanyakan keadaan, dan memastikan
kesiapan peserta sebelum memulai materi.
2. Pemateri memperkenal diri kepada peserta.
3. Pemateri mengarahkan agar peserta
menyepakati masuk pada materi, serta Brainstorming 30 menit
membuka tawaran dan menyepakati secara
bersama materi yang hendak akan dibahas.
4. Pemateri mendeskripsikan pentingnya
mengetahui kedudukan materi NDP HMI
dengan materi-materi sebelumnya guna
mengantarkan peserta dalam memasuki materi.

3
Kegiatan Inti
1. Pemateri mencoba membangun pemahaman
dasar peserta, melalui elaborasi;
a. Pemateri mengapresepsikan kepada peserta
dengan bertanya Apa itu Nilai?, apakah
Manusia membutuhkan Nilai?
b. Memberikan kesempatan kepada peserta Cermah & 30 Menit
untuk berpendapat. Brainstorming
c. Setelah itu, pemateri menyimpulkan
pendapat-pendapat peserta seputar
keterkaitan anatara Nilai dan Manusia
menjadi satu rangkaian jawaban.
2. Pemateri mencoba mengawali eksplorasi
materi melalui bahasan seputar Sejarah
perumusan NDP dan kedudukannya dalam
organisasi HMI dengan sub bahasan;
a. Pengertian NDP
b. Sejarah Perumusan dan Lahirnya NDP
Cermah 60 Menit
c. NDP sebagai kerangka Global Pemahaman
Islam dalam konteks organisasi HMI
d. Hubungan antara NDP dan Mission HMI
e. Kedudukan NDP dan organisasi
3. Sebelum menyampaikan Garis Besar Materi
NDP, Pemateri mencoba mendekontruksi
pemahaman peserta terkait Hakikat Hidup,
Pemahaman Kebenaran dan Hakikat
Penciptaan Alam Semesta dengan jalan
berdialog langsung dengan peserta dalam
bentuk pertanyaan; Cermah/
a. Mempertanyakan keberadaan Tuhan? Dkonstruksi 60 Menit
dengan mendeskripsikan bahwa,
sesungguhnya Tuhan tidak lain merupakan
produk hasil pemikiran manusia. Ia lahir
dari senuah konsepsi sandaran bagi

4
manusia dalam menggantungkan
kelangsungan hidupnya.
b. Selanjutnya, pemateri mengantarkan
pandangan-pandangan ateistik seputar teori
kemunculan agama menurut Karl Marx dan
Sigmund Freud, dan pandangan August
Comte.
c. Setelah menjelaskan, Pemateri mulai
menanyakan kepada peserta seberapa jauh
keyakinan peserta kepada Tuhannya, sejak
kapan peserta mulai beriman dan beragama?
Ataukah karena alasan keturunan sehingga
memeluk agama?.
d. Pemateri memberikan kesempatan kepada Brainstorming 20 Menit
peserta untuk menyampaikan pendapatnya.
e. Setelah usai, beberapa peserta Ceramah/ 40 Menit
menyampaikan pendapatnya, pemateri Diskusi
memulai kembali menjelaskan keberadaan
alam semesta dan muasal kemunculan ras
Manusia melalui pendekatan teori Big Bang,
dan teori Evolusi Charles Darwin (sambil
memperlihatkan video ilustrasi). Setelah
menyimak video ilustrasi tersebut, pemateri
menanyakan kembali, apakah Alam ini
ciptaan Tuhan?
f. Setelah mengamati psikologi peserta,
pemateri kembali menyimpulkan seolah
peserta memeluk agama karena faktor
keturunan.
4. Pemateri memulai merekontruksi pemahaman Ceramah/ 30 Menit
peserta dengan telebih dahulu merekontruksi Rekonstruksi
kepercayaan dengan jalan sanggahan terhadap

5
dekontruksi sebelumnya;
a. Argumen Ontogologis
b. Argumen Kosmologis
c. Argumen Teleologis
5. Setelah, peserta dapat memahami sikap
keperpihakan kepada adanya yang maha
Tinggi (Tuhan) adalah suatu yang niscaya,
Pemateri mengomunikasikan peserta dalam
suatu diskursus realitas kehidupan umat
manusia diperhadapkan dengan ragam klaim
kepercayaan dan kebenaran. Lantas,
pertanyaan mendasar Tuhan yang mana, yang
benar adanya.
6. Kemudian, pemateri mengarahkan dan
mengantarkan peserta kedalam pemahaman
aspek Esoteris (al-bawathin) dan aspek Ceramah/ 165 Menit
Eksoteris (al-dzawahir) dalam sebuah agama. Braisntorming
7. Setelah peserta mencermati gambaran tersebut,
Pemateri kemudian menjelaskan garis besar
materi NDP;
1) Hakikat Kehidupan.
1. Analisa kebutuhan manusia.
2. Mencari kebenaran sebagai kebutuhan
dasar manusia.
3. Islam sebagai sumber kebenaran.

2) Hakikat Kebenaran.
1. Konsep Tauhid La Ila Ha Illallah.
2. Eksistensi dan sifat-sifat Allah.
3. Rukun Iman sebagai upaya mencari
kebenaran.

3) Hakikat Penciptaan Alam Semesta.


1. Eksistensi Alam.
2. Fungsi dan Tujuan Penciptaan Alam.

4) Hakikat-hakikat penciptaan Manusia.

6
1. Eksistensi manusia dan kedudukannya di
antara mahkluk lainnya.
2. Kesetaraan dan kedudukan manusia
sebagai khalifah di muka bumi.
3. Manusia sebagai hamba Allah.
4. Fitrah, kebebasan dan tanggung jawab
manusia.

5) Hakikat Masyarakat.
1. Perlunya menegakkan keadilan dalam
masyarakat.
2. Hubungan keadilan dan kemerdekaan.
3. Hubungan keadilan dan kemakmuran.
4. Kepemimpinan untuk menegakkan
keadilan.

6) Hakikat Ilmu.
1. Ilmu sebagai jalan mencari kebenaran.
2. Jenis-jenis Ilmu.

7) Hubungan antara Iman, Ilmu dan Amal

Kegiatan Penutup
1. Setelah selesai proses kegiatan inti berupa Ceramah 30 Menit
penyajian materi, pemateri mencoba
membimbing peserta keadalam ranah
kesimpulan dengan menguarikan singkat
tentang Bab VIII NDP; Kesimpulan dan
Penutup.
2. Pemateri membimbing peserta dengan jalan Ceramah 10 Menit
memberikan motivasi kepada peserta agar
lebih dalam mengkaji dan memperdalam
pesan-pesan materi dalam NDP HMI.
3. Penugasan berupa resume. Resitasi 5 Menit
4. Salam penutup

Total Pelaksanaan Pembelajaran 480 Menit

7
H. Uraian Materi
1. Sejarah perumusan NDP dan kedudukan NDP dalam organisasi HMI.
1.1 Pengertian NDP
Nilai- nilai Dasar Perjuangan atau yang lebih dikenal dengan NDP HMI
adalah dokumen resmi organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), memegang
peranan penting sebagai pedoman dan penjelasan tentang peran HMI sebagai
organisasi perjuangan. Singkat kata, NDP merupakan hakikat perjuangan
kehidupan yang wajib tercermin dalam pribadi seorang kader HMI, baik dalam
pola pikir, pola sikap maupun pola laku dalam berorganisasi. NDP memuat
sekumpulan nilai tentang ajaran-ajaran pokok agama Islam, yaitu nilai-nilai
dasarnya sebagaimana tercantum dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Maka dari itu,
NDP sebagai acuan yang dapat dipedomani oleh kader HMI untuk mencapai Misi
organisasi.

1.2 Sejarah perumusan dan lahirnya NDP


Sebagai dokumen resmi organisasi kelahiran NDP HMI, tidak serta hadir
dalam ruang yang hampa kultural adanya. Ia lahir berdasarkan realitas historis
kondisi HMI pada tahun 1960-an belum memiliki sebuah buku pengangan yang
memuat tentang Islam secara komperehensif dan syumul (ajaran fundamental)
yang dapat dijadikan sebagai landasan perjuangan bagi kader-kader HMI. Atas
dasar kehendak dan pertimbangan objektif historis tersebut telah mendorong
tokoh pemikir HMI untuk merumusukan suatu dokomen organisasi yang
selayaknya menjadi perangkat “ideologi” yang akan menjadi spirit gerak
organisasi HMI.
Semangat kelahiran NDP sejatinya memiliki relasi dengan semangat
Kelahiran HMI yakni atas gejala Keislaman dan gelaja Keindonesiaan. 1 Tidak
terkecuali kelahiran gagasan NDP bermuara pada fakta psikologis dikalangan
kader HMI. Penulis menilai, menjelang kelahiran NDP, diperhadapkan dengan
tiga fakta objektiv yang dihadapi, baik seting sosial-politik ditubuh umat Islam

1
Baca Nurcholish Madjid “HMI Sebuah Gejala Keislaman dan Keindonesiaan” Kata
Pengantar, dalam Agussalim Sitompul, Pemikiran HMI dan Relevansinya dengan Sejarah
Perjuangan Bangsa Indonesia, (Jakarta: Misaka Galiza, 2008), hlm. vi.

8
maupun perdebatan ideologi dikalangan mahasiswa menjelang situasi bangsa di
era Perang Dingin.
Pertama, fakta psikologi ditubuh umat Islam disela-sela masa orde baru
diperhadapkan dengan sikap otoritas kepemimpinan yang memojokan umat Islam,
Disisi yang lain, menjelang 1960-an memasuki 1970-an ditubuh umat Islam
menghadapai pergolakan pemikiran Islam yang bergemuruh antara yang
menerima modernitas dan menolak adanya. Dari fakta kondisi ini, mengimpresi
adanya pembaharuan ditubuh umat Islam yang dimotori oleh beberapa tokoh
pemikir muda Islam, tak terkecuali tokoh-tokoh HMI semisal, Nurcholish Madjid
yang mencoba mengsosialisaikan pemikiran melalui gagasannya “Keharusan
Pembaruan Pemikiran Islam dan Masalah Integrasi Umat”.2
Kedua, pergolakan pertaruangan ideologi antara dua kutup yang menganut
varian individu melahirkan ideologi liberalisme-kapitalime dan varian sosialisme-
komunisme, sementara polarisasi ideologi politik masing-masing memiliki
pegangan yang utuh, misalnya PNI dengan landasan DBR (Dibawah Bendera
Revolusi) ala-Soekarno, Sosialime-Komunisme dengan landsan Das-Kapitalnya.
Akibat dari polarisasi ini, tak terkecuali di kalangan mahasiswa yang nota benge
Underbrower dari varian Ideologi tersebut memiliki pegangan sebagai landasan
perjuangannya.
Sementara itu, ditubuh HMI belum memiliki panduan yang memadai
membahas ideologi Islam secara komprehensif. Mengingat pentingya landasan
ideologi bagi para kader HMI, perlu adanya buku pedoman yang membahas
tentang Islam secara dasariyah. Atas dasar itulah Nurcholish Madjid teilhami
menuliskan buku saku yang menjadi pengangan para kader HMI. Mengenai
motivasi penulisan NDP, Nurcholish Madjid mencatat ada tiga fakta;
Pertama, belum adanya bacaan yang komprehensif dan sistematis tentang
Ideologi Islam, kecuali Islam dan Sosialisme-nya Tjokroaminoto yang saat itu
mulai dianggap kurang representatif. Kedua, Kecemburuaan Nurcholish Madjid
terhadap anak-anak muda Komunis yang memiliki buku Pustaka Kecul Markxis.
Ketiga, Nurcholish tertarik dengan buku kecil yang ditulis oleh Willy Eicher, The

2
Lihat, Nurcholish Madjid, Islam, Kemodernan dan Keindonesiaan, (Bandung: Mizan,
2013), hlm. 247.

9
Fundamental Values and Basic Demand of Democratic Socialism, yang
merupakan upaya reformulasi ideologi bagi partai Sosial Demokrat Jerman.3
Naskah NDP semula merupakan pengembangan dari risalah yang pernah
ditulis oleh Nurcholish Madjid (Cak Nur) 1965 berjudul Dasar-Dasar Islamisme.
Naskah ini mengalami perubahan setelah Cak Nur melakukan kunjungannya pada
tahun 1968 melalui beasiswa Council on Leader and Specialists (CLS) di USA.4
Disana ia berdialog dan mengamati dunia kemahasiswaan, usai dari Barat, ia
melanjutkan kunjungannya ke Timur-Tengah (Turki, Libanon, Syiria, Irak,
Kuwait, Saudi Arabia, Sudan, Mesir, dan Pakistan).
Kunjunagan yang dilakukan Nurcholish Madjid bermaksud untuk
menyaksikan sendiri bagaimana Islam dipraktekan di tanah asalnya. Namun,
kesimpulan dari perjalanaan tersebut, Cak Nur rupanya tidak mendapatkan
jawaban, sebaliknya Islam dipraktekan secara kaku dalam bentuka slogan-slogan
loyalistik dan cenderung kurang solutif terhadap problematika umat. Demikian
pula Indonesia, kondisinya tidak lebih sebagai bangsa mayoritas Muslim, namun
paling terakhir ter-arabkan, umat muslim Indonesia belum menghayati betul
ajaran Islam, dan malah terjerat dalam kondisi sosial-ekonomi yang
memprihatinkan berupa keterbelakangan: kemiskinan, kebodohan, kebencian
antar kelompok, ketidakadilan dan intoleransi.5
Berdasarkan fakta-fakta sosial yang dicermati Cak Nur dengan penuh
perenungan atas kunjungan yang dilaluinya dan kondisi mikro-sosiologi Umat
Muslim Indonesia tersebut menghendaki penyusunan NDP.6 Gagasan NDP
awalnya berupa kertas Kerja PB HMI yang disusun Cak Nur untuk dipersiapkan
dalam Kongres IX di Malang pada bulan Mei 1969, kemudian menghasilkan
rekomendasi kongres bahwa draf NDP perlu dilakukan penyempurnaan teks
melalui tiga orang; Cak Nur sendiri, Endang Saefudin Ansari dan Sakib Mahmud.
Pada Kongres X di Palembang 1971 teks tersebut disahkan dengan nama NDP

3
Buddy Munawar-Rachman (Ed), Ensiklopedi Nurcholish Madjid, Jilid 1, (Jakarta:
Democracy Project, 2011), hlm. vii-viii
4
Ahmad Gaus AF, Api Islam Nurcholish Madjid: Jalan Hidup Seorang Visioner (Jakarta:
Kompas, 2010), hlm. 62-63.
5
Azhari Akmal Tarigan, Islam Mazhab HMI, (Jakarta: Kultura, 2007), hlm. xi.
6
Awal penyusunan NDP semula menamainya sebagai NDI (Nilai-nilai Dasar Islam),
namun kekhawatiran Cak Nur terhadap klaim besarnya sehingga dari NDI dirubanh ke NDP yang
disesuaikan dengan aktivtas mahasiswa, lihat Azhari, ibid, hlm. xvii.

10
dan disosialisasikan ke seluruh Cabang-cabanng di Indonesia. Menjelang
beberapa tahun kemudian dekade 1980-an NDP dirubah namanya menjadi NIK
(Nilai Indentitas Kader) tanpa merubah isinya secara subtansi. Perubahan nama
NDP ke NIK disebabkan oleh pemberlakuan asas Pancasila diseluruh level
organisasi kemasyarakatan dan kemahasiwaan termasuk HMI melalui UU No. 5
Tahun 1986. Dalam peoses berlangsung setelah Kongres XXII tahun 1999 di
Jambi, Islam dikembalikan sebagai asas HMI, keadaan ini membawa perubahan
NIK kembali ke NDP sampai sekarang.

1.3 NDP sebagai Kerangka Global Pemahaman Islam dalam Konteks


organisasi HMI.
Sebagai kerangka global pemahaman Islam, semangat kelahiran NDP
berhubungan dengan semangat kelahiarn HMI, yakni Islam sebagai jalan HMI,
memposisikan Islam sebagai sumber motivasi, pembenaran dan ukuran gerak bagi
langkah perjuangan organisasi. Semangat kesejarahan ini memberikan pengertian
bahwa dalam keadaan bagaimanapun HMI tidak dapat melepaskan keterikatannya
pada ajaran-ajaran Islam. Islam telah menjadi kodrat dan fitrah HMI sejak awal
kelahirannya. Demikian pula melalui NDP akan membentuk cara pandang dan
akan mengarakterisasi cara berpikir kader tentang Islam. Sehingga lewat NDP
HMI, kader HMI tidak akan berpikir kaku maupun hitam putih, tetapi mampu
berpikir secara dinamis, terbuka (prgres of idea) dan berorientasi pada
penyelesaian masalah.

1.4 Hubungan antara NDP dan Mision HMI.


NDP HMI sebagai landasan gerak (ideology) HMI setidaknya memuat misi
perjuangan HMI secara organisasi dan kader HMI secara personal. Dalam rangka
mentransformasikan nilai-nilai Islam kedalam realitas kehidupan, tidak lebih
untuk membebaskan manusia dari keterbelenggungan dalam bentuk apapun. Oleh
karena itu, dalam kaitannya dengan Mission HMI, NDP berfungsi sebagai filsafat
sosial HMI dalam membaca realitas disekelilingnya. Dengan filsafat sosial ini
diturunkan menjadi teori-teori sosial yang akan memberikan konsepsi yang jelas
pada arah gerak perubahan sosial yang dilakukan oleh HMI.

11
1.5 Kedudukan NDP dalam Organisasi HMI
Berpijak dari landasan kesejarahan NDP dan batang tubuh (matan) NDP.
Dapatlah dikatakan NDP, merupakan kumpulan nilai-nilai fundament yang
bersumber dari ayat-ayat Al-Quran tentang pandangan dunia (world view).
Sebagai pandangan dunia sekaligus ideologi bagi HMI, secara umum NDP
mencakup worldview (pemikiran universal teoretis tentang akidah/ushuludin)
maupun secara khusus sebagai ideologi (pemikiran universal praktis tentang
ibadah personal, dan perjuangan kemanuasiaan; serta berbagai nilai akhlak yang
menjadi dasar dari iman, ilmu dan amal).7
Sebagai ideologi, NDP menjadi rujukan lahirnya filsafat sosial yang
tercermin dalam gerak perjuangan HMI. Melalui tolak ukur ini, maka nilai-nilai
yang termaktup dalam NDP, nilai tauhid misalnya kemudian diterjemahkan dalam
bentuk indenpendensi HMI, pembebasan atau ketidaktundukan HMI terhadap
apapun selain kebenaran. Atau, nilai keadilan sosial yang menjadi rujukan bagi
HMI untuk melakukan perubahan, menjadi progres of idea menghadapi
kejumudan dan kondisi keumatan yang timpang. Demikianlah, dikatakan
kedudukan NDP sebagai Ideologi “pegangan” bagi kader HMI dalam memainkan
aktivitas organisasi.

2. Garis besar Materi NDP


2.1 Hakikat Kehidupan.
1) Analisa kebutuhan manusia.
Sebagai manusia, tentu memiliki serentetan nilai yang menjadi sandaran
sekaligus menjadi tujuan hidupnya. Sekalipun manusia itu beragama maupun
anti agama sama-sama menilai hidup ini cukup berharga, karena mengandung
makna dan tujuan hidup. Tujuan itu, dipeoleh seseorang semata-mata, karea ia
yakini cukup berharga dan untuk diperjuangkan, kalau perlu dengan
pengorbanan. Dengan demikian, keyakinan merupakan kebutuhan, dengan
keyakinnan itu akan melahirkan tata nilai yang menopang kehidupan.8

7
Said Munirudin, Bintang ‘Arasy: Tafsir filosofis-Gnostik Tujuan HMI, (Aceh: MW-
KAHMI, 2017), hlm. 178.
8
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, (Jakarta: Paramadina, 2008), hlm.
26-27.

12
Kebutuhan manusia secara asasi adalah kebutuhan untuk berkepercayaan.
Namun, secara lahiriah, kebutuhan itu secara moril-materil terklasifikasi
menjadi kebutuhan-kebutuhan yang sesuai tingkatannya yakni kebutuhan
primer, sekunder, dan tersier. Baik yang berkaitan dengan lahir maupun batin,
yang pasti kebutuhan itu berangkat dari kecenderungan paling dasar manusia,
kepada sesuatu.

2) Mencari kebenaran sebagai kebutuhan dasar manusia.


Dalam diri manusia terdapat potensi perasaan dan keyakinan seseorang
terhadap adanya yang maha tinggi yang tidak bisa dijangkau oleh manusia.
Oleh karena itu, manusia pada dasarnya mempunyai naluri untuk percaya pada
sesuatu “Tuhan” dan menyembah-Nya.9 Pandangan ini membawa pengertian
bahwa kepercayaan adalah sebuah kebutuhan yang mendasar bagi manusia.
Sejalan dengan itu, kepercayaan merupakan fitrah manusia untuk tunduk dan
patuh kepada sesuatu yang mutlak (hanifan muslima). Dengan fitrah
kemanusian itu, akan mengarahkan manusia untuk memposisikan kebenaran
sebagai dasar kebutuhannya.10

3) Islam sebagai sumber kebenaran.


Sebagai sistem kepercayaan, ketundukan dan kepasrahan (al-islam),
selainnya adalah nisbi belaka. Ketuhanan Yang Maha Esa adalah inti semua
agama yang benar. Sebagai sebuah din, baik Islam, Yahudi, maupaun Nasrani
adalah agama yang memiliki ajaran tauhid, yaitu ajaran tentang Ketuhanan
Yang Maha Esa melalui para rasul Tuhan.11 Semua agama yang dibawakan oleh
para nabi (khusunya yang dicontohkan oleh Nabi Ibrahim As) mengajarkan
manusia untuk berserah diri, tunduk, patuh dengan sepenuh hati, tulus dan
damai (islam) kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sikap berserah diri sepenuhnya

9
Argumen ini sebagaiman yang dinukil oleh Rudolf Otto, ia menyebutnya dengan
numinosum (kekuasaan Ilhai), lihat Romly, A.M, Fungsi Agama Bagi Manusia, (Jakarta: BRP,
2003), hlm. 7.; bandingkan dengan Nurcholish Madjid, Islam Doktrin,.Op.,Cit, hlm. xxvi.
10
Nurcholish Madjid, Islam Kemodernan,.Op.,Cit, hlm 72-72.
11
Qs. Al-Nahl/16: 36, Qs. Al-Rad/13:7, “Sesungguhnya Kami (Tuhan) telah mengutus
engkau (Muhammad) dengan kebenaran (al-haqq), sebagai pembawa kabar gembira dan
pembawa peringatan” Qs. Fathir/35: 24.

13
kepada Tuhan itu menjadi inti dan hakikat agama dan keagamaan yang benar
yakni al-Islam.
Nurcholish Madjid menambahkan, ber-islam bagi manusia adalah sesuatu
yang alami dan wajar. Konseskuensi dari sikap ber-islam menghasilkan bentuk
hubungan yang serasi antara manusia dan alam sekitar, karena alam sekitar
telah berserah diri serta tunduk patuh kepada Tuhan secara alami pula.12
Demikian, dapatlah dikatakan fitrah manusia sejalan dengan islam (sikap
kepatuhan ketundukan kepada sang Khalik).

2.2 Hakikat Kebenaran.


1) Konsep Tauhid La Ila Ha Illallah.
Sikap berserah diri kepada Tuhan (ber-islam), memberi konsekuensi logis
bahwa pengakuan yang tulus bahwa Tuhanlah satu-satunya sumber otoritas
yang serba mutlak. Pengakuan ini mengindakasikan bahwa Tuhan adalah
Wujud Mutlak, yang menjadi sumber semua wujud yang lain. Dalam
realitasnya, problem ketuhanan manusia bukanlah ateisme, melainkan
politesime. Sebab, ateisme dalam hal tertentu mereka pun “bertuhan”.13
Sebaliknya, probelm utama manusia justru adalah politeisme atau syirik, yakni
kepercayaan kepada sesuatu wujud-wujud lain yang dianggap bersifat
ketuhanan, meski lebih rendah dari pada Allah sendiri.
Karena problem utama manusia adalah politeisme, maka anjuran-anjuran al-
Quran ialah membebaskan manusia dari kebelengguan sikap Tuhan banyak itu.
Seruan al-Quran sebagaiman yang dikisahkan Nabi Muhammad saw dalam
mengemban tugas suci (risalah, mission sacree), membebaskan diri dari
berbagai kepercayaan palsu itu dan berpegang kepada kepercayaan yang
benar.14
Formulasi tawhid Islam dalam kalimat la ilaha illa Allah, menngindikasikan
negasi (al-nafy) dan afirmasi (al-isbat). La ilaha (tidak ada Tuhan), frasa yang
mengandung makna manusia diajak untuk membebaskan diri dari
kecenderungan memperturutkan hawa nafsunya atau belenggu kepercayaan

12
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin,.Op.,Cit, hlm. 4.
13
Qs. Al-Jatsiyah/54: 24.
14
Qs, Yusuf/12: 103-106

14
kepada hal-hal palsu (negasi). Sedangkan, illa Allah (kecuali Allah), memberi
penegasan (afirmasi) pemusatan kepercayaan hanya kepada yang benar, yakni
Allah, Tuhan yang haq.
Bagi Nurcholish Madjid, dari sikap tawhid, mengsimplifikasi adanya
pembebasan diri (self liberation), yakni membebaskan atau menghindarkan diri
dari sikap agnostik yang pada giliranya membuka diri dalam meneima
kebenaran. Dan pembebasan sosial (social liberation), yakni membebaskan diri
dari sikap taghut (tiranik) yang muncul dalam kehidupan sosial.15

2) Eksistensi dan sifat-sifat Allah.


Eksistensi Allah tidak ada batasnya. Artinya, Dia merupakan realitas
mutlak. Dia ada disegala sesuatu dalam ruang dan waktu. 16 Dia lebih dekat
dengan kita ketimbang urat leher kita sendiri.17 Sudah menjadi konsekuensi
sikap ber-islam kepada yang maha mutlak, Allah Tuhan Yang Maha Esa, adalah
Dzat atau Wujud yang tak terjangkau manusia. sebaliknya, jika Ia terjangkau
maka Ia bukan yang maha Mutlak lagi. Sebab, Allah tidak mempunyai padanan
dengan apa pun, dan tidak sebanding dengan siapa pun.18
Nurcholish Madjid memandang bahwa, Tuhan tidak dapat didefinisikan
dalam ukuran ruang dan Waktu. Mendefiniskan atau “mengetahui Tuhan”
terdapat kontradiksi dalam hal mengisyatkan penguasaan dan pembatasan
kepada Tuhan (Kebenaran Mutlak), karena itu mustahil adanya. 19 Dari
pernyataan ini mengindikasikan bahwa keterbatasan manusia (nisbi) tidak akan
mampu menjangkau sesuatu yang tidak ada batasnya. Cukup dengan mengenal
dan memahami sifat-sifat Allah.
Allah memiliki segala sifat yang menunjukan kesempurnaan, keperkasaan,
dan keindahan. Dalam Sifat-sifat-Nya itu, tak ada segi benar-benar yang
terpisah dari-Nya. Keterpisahan zat dari sifat-sifatnya satu sama lain merupakan
ciri khas keterbatasan eksistensi. Keterpisahan zat dan sifat-sifat tak mungkin

15
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin,.Op.,Cit, hlm. 80-81.
16
Qs. al-Baqarah/2: 115.
17
Qs. al-Baqarah/2: 186., Qs. al- Qaf/50:16.
18
Qs. al-Syura/42:11., Qs. al-Ikhlas/112:4.
19
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin,.Op.,Cit, hlm. 14.

15
terjadi pada Wujud Mutlak, seperti Tauhid zat Allah. Tauhid Sifat-sifat Allah
merupakan dokrin Islam dan salah satu gagasan manusiawi yang paling bernilai.

3) Rukun Iman sebagai upaya mencari kebenaran.


Iman secara generiknya mengandung makna percaya. Akan tetapi keimanan
manusia bukan sebatas percaya bahwa Tuhan itu Ada. Nurcholish Madjid
menegaskan bahwa, beriman ialah mempercayai Tuhan dan menaruh
kepercayaan kepada Tuhan, Apa pun yang dianugrahkan Allah kepada kita
harus diterima dengan ridha. Misalnya, percaya kepada Allah, tetapi mencakup
pula pengertian yang benar tentang siapa Allah yang kita percayai itu, dan
bagaimana kita bersikap kepada-Nya serta kepada objek selain Dia.20 Dalam
pengertian ini menegaskan adanya keyakinan manusia kepada kebenaran
Mutlak, Allah.
Sejalan dengan itu, dalam Islam terdapat Rukun Iman yang menjadi fondasi
keyakinan manusia kepada kebenaran islam. Keyakinan kepada yang Haq
(Allah) berada dalam posisi yang utama sebelum percaya Kepada adanya
Malaikat, Kitab, Rasul, Hari Kiamat, serta Qadha‟ dan Qadar. Rukun Iman
tersebut asebagai penegasan kepada Kebenaran mutlak yang beimplikasi
langsung kepada Keimanan.

2.3 Hakikat Penciptaan Alam Semesta.


1) Eksistensi Alam.
Dengan adanya alam semesta ini membuktikan adanya sang Pencipta,
(Allah). Ketertatanan alam yang serba teratur menunjukan adanya eksistensi
yang haqq, yakni benar dan nyata serta baik. Karena alam semesta ini
diciptakan oleh Allah “dengan haqq”,21 tidak dicipatkan Tuhan secara “main-
main”22 dan tidaklah secara “palsu”.
Dari pandangan tersebut memberi pengertian bahwa penciptaan alam
semesta tidaklah secara kebetulan maupun sia-sia, melainkan adanya rancangan

20
Budhy Munawar-Rachman.,Op., Cit, hlm. 1020; bandingkan Nurcholish Madjid, Islam
Doktrin,.Op.,Cit, hlm. 74.
21
Qs. al-Zumar/39:5
22
Qs. al-Anbiya/21: 16., dan Qs. al-Dukhan/44: 38.

16
(grand desain). Alam bukanlah hasil suatu kesengajaan adanya. Alam
diciptakan dalam kondisi kesempurnaan. Semua yang ada ini begitu keadaanya
dan memenuhi suatu tujuan universal. Karena itulah Alam ini adalah benar-
benar suatu “kosmos”, kreasi yang tertip bukan suatu yang caos. 23
Keteretaruan yang penuh kesempurnaan dari penciptaan alam ini mestilah
dipandang sebagai konsekuensi logis atas sikap kepasrahan, ketundukan dan
kepatuhan alam kepada sang khaliknya (Pencipa) (ber-islam).24

2) Fungsi dan Tujuan Penciptaan Alam.


Eksistensi dari alam sebagaimana keteraturanya, sudah tentu memiliki
hikmah maupuan tujuan.25 Konsepsi Tauhid merupakan fakta bahwa alam
semesta ada berkat suatu kehendak arif, dan bahwa sistem alam semesta
ditegakkan diatas rahmat dan kemurahan hati dan segala yang baik. Tujuannya
membawa segala yang ada menuju kesempurnaannya sendiri. Konsepsi tauhid
artinya, alam semesta ini “sumbunya satu” dan “orbitnya satu”. Artinya adalah
bahwa alam semesta ini “dari Allah” dan “akan kembali kepadanya”.
Muthahhari menandaskan, bahwa segala wujud di dunia ini harmonis, dan
evolusinya menuju ke pusat yang sama. Segala yang diciptakan tidak ada yang
sia-sia, dan bukan tanpa tujuan. Dunia ini dikelola dengan serangkaian sistem
yang pasti yang dikenal sebagai “hukum (sunnah) Allah”. Diantara makhluk
yang ada, manusia memiliki martabat yang khusus, tugas khusus, dan misi
khusus. Manusia bertanggung-jawab untuk memajukan dan menyempurnakan
dirinya, dan juga bertanggung-jawab untuk memperbarui masyarakatnya. Dunia
ini adalah sekolah. Allah memberikan balasan kepada siapapun berdasarkan niat
dan upaya konkretnya.26

23
Ismail Al-Faruqi, dalam Budhy Munawar-Rachman.,Op., Cit, hlm. 134.; bandingkan
dengan Qs Al-Mulk/67: 3-4.
24
Qs. al-Fushshilat/41:11.; Qs. al-Rad/13:15.; Qs. al-Isra/17: 44.
25
Qs. al-Sad/38 :27.
26
Murtadha Muthahhari, Manusia dan Alam Semesta: Konsepsi Islam tentang Jagad
Raya (Jakarta: Lentera Basritama, 2002), hlm. 56-57.

17
2.4 Hakikat-hakikat penciptaan Manusia.
1) Eksistensi manusia dan kedudukannya di antara mahkluk lainnya.
Manusia adalah puncak dari ciptaan Allah. Al-Quran diturunkan Allah
karena dan untuk manusia. Demikian juga alam semesta beserta isinya
diperuntungkan untuk manusia. Eksistensi manusia sebagai mahluk yang mulia
disisi Allah. Kedudukan manusia sebagai mahluk Tuhan yang tinggi (aswanu
taqwin).27 Karena kedudukan yang mulai itu, ia diangkat menjadi (wakil)
khalifah Allah di Bumi. Yang kelak ia akan dimintai pertanggung-jawabannya
baik di dunia maupun di Pengadilan Ilahi di akhirat kelak.

2) Kesetaraan dan kedudukan manusia sebagai khalifah di muka bumi.


Dalam kisah drama kosmis, kejatuhan Adam dari surga merupakan grand
desain Ilahi dalam penobatan manusia sebagai penguasa bumi, yang bertugas
membangun dan mengembangkan bumi ini atas nama Allah, yakni dengan
penuh tanggung jawab kepada Allah. Keududukannya sebagai penguasa, wakil,
mandataris (khalifah) Allah.28 Penugasan ialah membangun kehidupan di bumi
dengan sebaik-baiknya (islah-al-ard), itulah tugas uatam kekhalifaan manusia,
yaitu tugas memprogramkan kehidupan yang layak dan proposional berkenaan
dengan Ridha Allah.29
Kekhalifaan manusia mempunyai implikasi prinsipil yang luas. Disebabkan
dalam melaksanakan tugas suci itu, akan dimintai pertanggung jawabannya.
Kewajiaban bertindak dengan penuh tanggung jawab itu merupakan titik mula
moralitas manusia sebagai mahluk moral (mempertimbangkan kegiatan
hidupnya dalam kreteria baik buruk).30 Dengan demikian kesetaraan dalam
kedudukan kekhalifaan manusia terletak pada pertimbangan kewajibannya
sebagai mahluk moral.

27
Qs. al-Tin/95:4
28
Qs. al-Baqarah/2: 30.
29
Nurcholish Madjid, Islam Agama Peradaban, (Jakarta: Paramadina, 2008), hlm. 157;
bandingkan dengan Nurcholish Madjid, Islam Kemodernan., Op.,Cit, hlm. 70.
30
Qs. al-An’am/6: 165

18
3) Manusia sebagai hamba Allah.
Untuk menjalankan kewajiban kekhalifaan itu manusia memiliki
keterbatasan (basyar) sebagai hamba Allah yang selalu taat kepada-Nya dalam
bentuk peribadatan. Prinsipil ini, merupakan pertimbangan kewajiban
kedudukannya. Berstatus sebagai hamba Allah, manusia berkewajiban untuk
selalu mengapdikan diri semata-mata kehadirat-Nya, dengan beribadah secara
ikhlas dengan tunduk dan patuh secara totalitas.31

4) Fitrah, kebebasan dan tanggung jawab manusia.


Dengan posisi yang sangat mulia, sebagai ‘abdun dan khalifah, manusia
telah dibekali kondisi alami, bahwa asasinya sebagai manusia, yaitu fitrah.
Manusia ingin berada dalam keadaan suci dan cenderung pada kebenaran
(hanif). Ini selalu dipancarkan oleh kalbunya yang selalu merindukan kebaikan,
kebenaran dan kesucian. Sehingga dibalik fitrah kemanusiaan yang cenderung
suci itu manusia diberi tanggung jawab oleh Tuhan dengan
kemerdekaan/kebebasan Individunya untuk selalu berbuat kebaikan, kebenaran
dan kesucian agar tetap menjaga fitrah kemanusiaannya.

2.5 Hakikat Masyarakat.


1) Perlunya menegakkan keadilan dalam masyarakat.
Kehidupan untuk menjalani fitrah kemanusiaan itu, keberadaan masyarakat
merupakan keberadaan kolektif manusia, kehidupan kolektifnya adalah sarana
yang telah dipilih oleh fitrah manusia demi meraih kesempuranaan ultimatnya.
Karena itu, pada dasarnya manusia bersifat sosial. Sosialitas manusia dan
semangat kolektifnya merupakan sifat esensialnya yang dibawa sejak lahir. 32
Perjanjian tauhid kedalam fitrah manusia sebagaimana yang dijelaskan
dalam al-Quran (Qs. al-Araf/7: 172-173), fitrah itu tidak ada masalah paksaan,
ajaran al-Quran seutuhnya berpijak pada rasa tanggungjawab terhadap diri
sendiri dan masyarakat. Menyuruh kebaikan dan mencegah kemungkaran

31
Qs. al-Dzariyat/51:56.
32
Murtadha Muthahhari, Masyarakat dan Sejarah, (Yogyakarta: RasyanFikr Institute,
2015), hlm, 39-40.

19
merupkan manifestasi kemerdekaan individu melawan kemorosotan moral dan
kelemahan masyarakat.33
Dalam menegakan keadilan dalam masyarakat merupakan tindakan paling
mendekati taqwa.34 Menegakan keadilan dalam masyarakat itu adalah sifat
masyarakat yang beriman kepada Allah. Keadilan menjadi sendi moral dasar
bagi masyarakat dalam menopang peradaban manusia. Kemanusiaan yang
beradap hanya bisa ditempuh dengan keadilan.

2) Hubungan keadilan dan kemerdekaan.


Karena keadilan adalah suatu keharusan dalam masyarakat. Tiadanya
keadilan akan memberi ancaman terhadap kelangsungan hidup masyarakat dan
bangsa. Sikap berimbang dan fair (keadilan) kepada sesama manusia
melahirkan konsekuensi logis terhadap sikap menerima dengan ketulusan akan
adanya pluralisme sosial, yang dijiwai oleh sikap saling menghargai dalam
hubungan antar pribadi dan kelompok anggota masyarakat.35 Dengan adanya
pengakuan kemajemukan invidu-individu dalam masyarakat, maka
kemerdekaan secara asasi akan terbangun melalui sikap keadilan itu.

3) Hubungan keadilan dan kemakmuran.


Keadilan sejalan dengan prinsip kemanusiaan universal. Artinya dengan
keadilan itu, persamaan manusia (egalitarianisme) akan terbangun. Karena
didasari oleh semangat kolektivitas masyarakat sebagai konsekuensi dari
fitrahmya. Dengan keadilan itu pula, membawa implikasi prinsipil dalam
realitas kehidupan dalam menampilkan persaudaraan baik dalam bentuk
keadilan distribusi pendapatan maupun persamaan yang menghendaki setiap
individu harus memiliki kesempatan yang sama dalam akses-akses ekonomi.
Karena prinsip persamaan itulah kemakmuran tercipta.

33
Ibid, hlm. 26.
34
Qs. al-Nahl/16: 90., Qs al-Maidah/5:8
35
Nurcholis Madjid, Islam Kemodernan., Op.,Cit, hlm. 77.

20
4) Kepemimpinan untuk menegakkan keadilan.
Kepemimpinan dalam masyarakat adalah sarana dalam menegakan serta
merealisasikan keadilan. Salah satu otoritas kepemimpinan selalu berhadapan
dengan berbagai kelompok dalam masyarakat. Demikian menjadi pemimpin
haruslah bisa berdiri diatas semua golongan, karena itu diperlukan sifat
keadilan. Dalam al-Quran pun telah menegaskan agar menjadi saksi dengan
seadil-adilnya dalam suatu kaum.36 Seruan itu memberi pengertian, bahwa
selayaknya kepemimpinan ialah menjadi saksi dan penengah (ummah wasth)
dalam memutuskan segala perkara dalam kompleksitas masyarakat.

2.6 Hakikat Ilmu.


Ilmu pada prinsipnya, merupakan usaha untuk mengorganisasikan dan
mengsistematisasikan (common sence) pengetahuan yang diperoleh dari
pengalaman dan pengamatan kehidupan sehari-sehari, yang dilakukan melalui
pendekatan berbagai metode. Ilmu dapat juga, merupakan metode berpifikir
secara objektif, dengan tujuan untuk menggambarkan dan memberi makna
terhadap dunia faktual, melaui lukisan dan keterangan yang lengkap dan
konsisten mengenai hal-hal yang dipelajarinya dalam dimensi ruang dan waktu
sejauh jangkauan panca indra manusia.37

1) Ilmu sebagai jalan mencari kebenaran.


Dalam pandangan Al-Qur’an, ilmu merupakan keistimewaan yang dimiliki
manusia dan menjadikannya unggul terhadap makhluk-makhluk lain dalam
rangka menjalankan fungsi-fungsi kekhalifahannya.38 Kontribusi terpenting dari
al-Qur’an terhadap perkembangan ilmu pengetahuan adalah motivasi yang
diberikannya kepada manusi untuk menggunakan akal pikirannya dalam
kerangka memahami ayat-ayat Allah dengan cara melakukan observasi terhadap
fenomena alam. Ilmu pengetahuan yang dihasilkan tersebut diharapakan dapat
menambah keimanan kepada Allah SWT. Dengan kebenaran-kebenaran yang
sifatnya relative itu, manusia harus mampu mencari penguatnya dengan ilmu

36
Qs al-Maidah/5:8
37
Amsal Bahtiar, Filsafat Ilmu, (Jakarta, 2013), hlm. 87-88.
38
Qs. al-Baqharah/2: 31-32

21
pengetahuan, membongkar seluruh rahasia alam yang selama ini
dianggap misteri.
Ilmu sebagai kerangka pengetahuan, tentu mengarahkan pada pencarian
kebenaran-kebenaran sesuai kaidah yang empirisistis dan rasionalistis. Oleh
karena itu, tentu ilmu adalah instrumen atau jalan dalam mencari kebenaran.
Allah pun mengatakan dalam firmannya, bahwa Allah akan meninggikan derat
orang-orang berilmu.39 Demikian, pencarain kebenaran melalui ilmu
pengetahuan adalah keharusan dalam menafsirkan alam semesta.

2) Jenis-jenis Ilmu.
Jenis-jenis ilmu sesuai struktur ilmu, menurut Ahmad tafsir adalah Ilmu
(sain) Kealaman (Astronomi, fisika, kimia, ilmu bumi, dan ilmu hayat), Ilmu
Sosial (sosiologi, antropologi, psikologi, ekonomi, politik), dan Ilmu
Humaniora (Seni, Hukum, Filsafat, Bahasa, Agama, dan Sejarah).

3. Hubungan antara Iman, Ilmu dan Amal.


Tuhan sebagai tujuan akhir mengandung arti bahwa akhir di mana semua
kaitan finalistic mengarah dan berhenti. Dia adalah tujuan akhir bagi segala
kehendak dan keinginan. Iman bukan hanya percaya atas pengakuan tentang
keberdaan Allah. Jika makna iman hanya sekedar percaya, iblispun sebenarnya
percaya kepada Allah. Yang lebih penting dari iman itu adalah kerelaan dalam
menerima konsekuensi-konsekuensinya. Sikap mengandung makna bahwa
sikap kita kepada Allah untuk mengenal “siapa” Allah, dan sikap kita
berperilaku kepadanya dan wujud-wujud lain selain Dia.
Iman yang benar adalah iman yang tidak membelenggu kebebaan manusia.
Pada tempatnyalah manusia harus menyadari dengan benar posisinya sebagai
khalifah fi al-ard (wakil Tuhan di bumi) yang bertugas untuk memakmurkan
bumi dengan memanfaatkan dan memelihara alam untuk kepentingan seluruh
makhluk, baik manusia maupun mahluk lain di alam sekitar. Tugas kekhalifaan
ini haruslah dimaknai sebagi kerja kemanusiaan universal yang dilaksanakan
dengan penuh kesadaran dan rasa tanggung jawab.

39
Qs. al-Mujadila/58:11.

22
Kerja-kerja kemanusiaan itu haruslah diperjuangan dan termanifestasi
kedalam perubahan dan perkembangan masyarakat dalam membangun budaya
dan peradaban. Tugas ini akan terlaksana dengan baik, apabila manusia
memiliki dan menguasai ilmu pengetahuan. Berilmu, haruslah disertai dengan
kerja kemanusiaan begitupun sebaliknya, agara mencapai kebahgiaan hidupnya.
Mempersembahkan karya-karya keilmuan dan hasil tekhnologi untuk
kemanusiaan adalah merupakan amal saleh yang angat diharagi oleh Allah.
Setiap manfaat yang diambil manusia dari karya seseoarang sehingga benar-
benar bermanfaat juga merupakan amal saleh. Dan penting untuk dicatat, bahwa
amal shaleh mestilah menjadi manivestasi dari iman dan ilmu. Dengan
demikian tugas hidup manusia menjadi sangat sederhana, yaitu, beriman,
berilmu dan beramal.40

40
Disadur dari, Bab VIII Kesimpuan dan Penutup NDP HMI, dalam Pengurus Besar
Himpunan Mahasiswa Islam, NDP HMI, (Jakarta: Yayasan Bina Insan Cita, 2015), hlm. 65.

23
Daftar Pustaka

AF, Ahmad Gaus. 2010. Api Islam Nurcholish Madjid: Jalan Hidup Seorang
Visioner. Jakarta: Kompas.
A.M, Romly. 2003. Fungsi Agama Bagi Manusia. Jakarta: BRP.
Kementrian Agama RI. 2012. Al-Qur’an Keluarga. Bandung: Fitrah Rabani
Bahtiar, Amsal. 2013. Filsafat Ilmu. Jakarta.
BPL PB HMI. 2016. Panduan Latihan Kader I Himpunan Mahasiswa Islam.
Bunta, Abd. Firman. 2018. Masyarakat Madani dalam Perspektif Nurcholsih
Madjid (Suatu Tinjauan dalam Etika Demokrasi. Skripsi tidak diterbitkan.
FKIP, Universitas Khairun.
Hasil-Hasil Kongres HMI Ke-XXVIII. 2013, Depok.
Hawking, Stephen W. 2016. Teori Segala Sesuatu: Asal-usul dan Kepunahan
Alam Semesta. Diterj. Ikhlasul Ardi Nugroho. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Lari, Sayid Mutjaba Musawi. 2002. Mengenal Tuhan dan Sifat-sifat-Nya. Jakarta:
Lentera Basritama.
Madjid, Nurcholish. 2008. Islam Doktrin dan Peradaban. Jakarta: Paramadina
----------------------. 2013. Islam, Kemodernan dan Keindonesiaan. Bandung:
Mizan
----------------------. 2008. Islam Agama Peradaban. Jakarta: Paramadina
Munirudin, Said. 2017. Bintang ‘Arasy: Tafsir filosofis-Gnostik Tujuan HMI.
Aceh: MW-KAHMI.
Muthahari, Murtadha. 2002. Manusia dan Alam Semesta: Konsepsi Islam tentang
Jagad Raya. Jakarta: Lentera Basritama
------------------------. 2015. Masyarakat dan Sejarah. Yogyakarta: RausyanFikr
Institute.
Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam. 2015. NDP HMI. Jakarta: Yayasan
Bina Insan Cita.
Pals, Daniel. L. 2001. Dekonstruksi Kebenaran Kritik Tujuh Teori. Diterj. Inyiak
Ridwan Muzir dan M. Syukuri. Yogyakarta: IRCiSoD.
Rachman, Buddy Munawar (Ed). 2011. Ensiklopedi Nurcholish Madjid, Jilid I,
II, III, IV. Jakarta: Democracy Project.
Sitompul, Agussalim. 2008. Pemikiran HMI dan Relevansinya dengan Sejarah
Perjuangan Bangsa Indonesia. Jakarta: Misaka Galiza.
Sudarmojo, Agus Haryo. 2013. History of Earth: Menyikapi Keajaiban Bumi
dalam Al-Quran. Yogyakarta: Bunyan.
Tarigan, Azhari Akmal. 2007. Islam Mazhab HMI. Jakarta: Kultura.
--------------------------. 2018. Nilai-nilai Dasar Perjuangan HMI: Teks,
Interpretasi dan Kontekstualisasi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Yusuf, Danial Iskandar. 2011. Kompilasi NDP. Bogor: HMI Cabang Bogor.

24
SISTEM PENDIDIKAN SINGKAT (SINDIKAT)
MATERI SEJARAH PERJUANGAN HMI

Diajukan sebagai Prasyarat Mengikuti Training Senior Course


BPL HMI Cabang Tegal

Oleh
ABD. FIRMAN BUNTA

HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (HMI)


CABANG TERNATE
2018

25
SISTEM PENDIDIKAN SINGKAT
(SINDIKAT)

Jenjang Training : Latihan Kader I


Materi : Sejarah Perjuangan HMI
Alokasi Waktu : 8 (delapan) Jam

A. Tujuan Umum Pembelajaran


Peserta dapat memahami Sejarah dan dinamika Perjuangan HMI

B. Tujuan Khusus Pembelajaran


1. Peserta dapat menjelaskan latar belakang berdirinya HMI
2. Peserta dapat mejelaskan gagasan dan visi Pendirian HMI
3. Peserta dapat mengklasifikasi fase-fase Perjuangan HMI

C. Pokok Bahasan/ Sub Pokok Bahasan Materi Pembelajaran


1. Pengantar Ilmu Sejarah
a. Pengertian Ilmu Sejarah
b. Manfaat dan kegunaan mempelajari Sejarah
2. Misi kelahiran Islam
a. Masyarakat Arab pra-Islam
b. Periode Kenabian Muhammad SAW
Fase Makkah
Fase Madinah
3. Latar belakang berdirinya HMI
a. Kondisi Islam di Dunia
b. Kondisi Islam di Indonesia
c. Kondisi Perguruan Tinggi dan Mahasiswa Islam
d. Saat berdirinya HMI
4. Gagasan dan Visi Pendiri HMI
a. Sosok Lafran Pane
b. Gagasan Pembaharuan Pemikiran ke-Islaman

1
c. Gagasan dan visi perjuangan sosial budaya
d. Komitmen ke-Islaman dan ke-Bangsaan sebagai dasar
Perjuangan HMI
5. Dinamika sejarah Perjuangan HMI dalam Sejarah perjuangan Bangsa
a. HMI dalam fase perjuangan fisik
b. HMI dalam fase pertumbuhan dan Konsolidasi Bangsa
c. HMI dalam fase transisi Orde Lama dan orde baru
d. HMI dalam fase pembangunan dan Modernisasi Bangsa
e. HMI dalam fase pasca Orde Baru
f. HMI dalam fase Reformasi sampai Sekarang

D. Metode Pembelajaran
7. Metode Ceramah (Preaching Method)
8. Metode Ceramah Plus
9. Metode Diskusi (Discussion Method)
10. Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving Method)
11. Metode Resitasi (Recitation Method)

E. Model Pembelajaran
1. Curah Pendapat/Tanya Jawab (Brainstorming)
2. Kopertaf Jigsaw
3. GI (Groub Investigation)
4. Scramble (Mencocokan Jawaban)
5. LAPS (Logan Avenue Problem Solving)-Heruistik

F. Media Pembelajaran
7. Papan Tulis
8. Kartu Memo
9. Karton Manila
10. Leptop
11. Kertas
12. Spidol

2
13. Balpoint
14. Media penunjang lainnya.

G. Evaluasi
Penugasan dalam bentuk Resume dan Post Test

H. Langkah-langkah Pembelajaran
Kegiatan Pembelajaran Metode & Model Alokasi
Pembelajaran Waktu
Kegiatan Pendahuluan
5. Pemateri masuk ruangan mengucap salam,
menanyakan keadaan, dan memastikan
kesiapan peserta dalam menerima materi.
6. Pemateri menyampaikan materi yang
hendak diberikan serta menyampaikan
tujuan umum dan tujuan khusus yang Cermah Plus & 30 menit
hendak dicapai dalam materi tersebut. Brainstorming
7. Pemateri menyampaikan apresepsi kepada
peserta tentang materi Sejarah Perjuangan
HMI (dalam bentuk pertanyaan “kenapa
harus materi ini?”) setelah itu pemateri
mengarahkan peserta untuk
mengeksplorasi aspresepsi tersebut.
8. Pemateri menjelaskan kedudukan materi
Sejarah Perjuangan HMI sebagai jawaban
hasil eksplorasi apresepsi sebelumnya
guna mengantarkan peserta dalam
memasuki materi Sejarah Perjuangan HMI

Kegiatan Inti
8. Pemateri mencoba membangun
pemahaman dasar peserta:

3
a. Mengeksplor pemahaman peserta
dengan menanyakan kepada peserta
“Apa yang kalian pahami tentang
sejarah? Dan apa manfaat dari Cermah & 30 Menit
memperlajari sejarah? ”. Brainstorming
b. Memberikan kesempatan kepada
peserta untuk berpendapat.
c. Setelah itu, pemateri menyimpulkan
pendapat-pendapat peserta seputar
sejarah dan manfaat mempelajari
sejarah menjadi satu rangkaian
jawaban.

9. Memulai materi dengan menjelaskan topik


sebagai berikut:
a. Pengantar Ilmu Sejarah
1) Pengertian Ilmu Sejarah
2) Manfaat dan kegunaan
mempelajari Sejarah
b. Misi kelahiran Islam
1) Masyarakat Arab pra-Islam
2) Periode Kenabian Muhammad Saw
 Fase Makkah
 Fase Madinah Cermah & 120 Menit
c. Latar belakang berdirinya HMI Brainstorming
1) Kondisi Islam di Dunia
2) Kondisi Islam di Indonesia
3) Kondisi Perguruan Tinggi dan
Mahasiswa Islam
4) Saat berdirinya HMI
d. Gagasan dan Visi Pendiri HMI
1) Sosok Lafran Pane

4
2) Gagasan Pembaharuan Pemikiran
ke-Islaman
3) Gagasan dan visi perjuangan sosial
budaya
4) Komitmen ke-Islaman dan ke-
Bangsaan sebagai dasar Perjuangan
HMI
10. Sebelum masuk dalam sub pokok bahasan Diskusi 20 Menit
Dinamika sejarah Perjuangan HMI dalam
sejarah bangsa Indonesia, pemateri
mencoba mengarahkan peserta dengan
membagi peserta kedalam 6 kelompok.
11. Setelah itu, pemateri memberikan bahan
ajar berupa, kartu memo dan copy-an
materi tentang Dinamika sejarah
Perjuangan HMI dalam sejarah bangsa
Indonesia yang dibagi kedalam 6 topik sub
pokok bahasan, yakni kelompok (1) HMI
dalam fase perjuangan fisik, kelompok (2)
HMI dalam fase pertumbuhan dan
Konsolidasi Bangsa, kelompok (3) HMI
dalam fase transisi Orde Lama dan orde
baru, kelompok (4) HMI dalam fase
pembangunan dan Modernisasi Bangsa,
kelompok (5) HMI dalam fase pasca Orde
Baru, dan kelompok (6) HMI dalam fase
Reformasi sampai Sekarang
12. Pemateri mengarahkan masing-masing Diskusi & IG, 40 Menit
kelompok peserta untuk menelaah, Jigsaw
mengindentifikasi serta mendiskusikan
sesama anggota kelompok mengenai fase-
fase peristiwa penting dalam perjuangan

5
HMI.
13. Pemateri mencoba mengkomunikasikan
hasil telaah masing-masing kelompok
dengan jalan, membimbing peserta
menyusun laporan hasil telaah masing-
masing kelompok tentang dinamika
sejarah Perjuangan HMI. Laporan hasil Diskusi & IG, 90 Menit
penelahan berupa displai yang dituliskan Jigsaw, Scramble
melalui kartu memo. Selanjutnya,
pemateri membimbing setiap kelompok
untuk menyajikan hasil telaah di depan
ruangan dengan metode short card
(mengurutkan kartu). Setelah itu, Kegiatan
penyajian secara bergantian antara
kelompok mulai dari kelompok 1-6,
dengan jalan memajang hasil telaah
(displai) di papan tulis dan di dinding
ruangan dan kelompok lain dapat
berkomentar mengenai hasil penelahan
sajian kelompok.

Kegiatan Penutup
Setelah selesai proses kegiatan inti berupa
penyajian materi, pemateri mencoba
membimbing peserta keadalam ranah
kesimpulan materi dan evaluasi serta
memberikan motivasi dengan jalan, sebagai
berikut:
1. Menyimpulkan pokok bahasan materi Ceramah &
bersama peserta. Brainstorming 20 Menit
2. Melakukan refleksi pembelajaran melalui
berbagai cara tanya jawab tentang materi Ceramah, Problem

6
yang telah disajikan baik berupa manfaat Solving Method & 40 Menit
pembelajaran, apa perubahan sikap yang LAPS
perlu dilakukan oleh Kader HMI.
3. Mengevaluasi pemahaman peserta seputar
topik dinamika sejarah Perjuangan HMI Resitasi & 30 Menit
dalam sejarah perjuangan Bangsa melalui Scramble
metode make a mact (mencari pasangan
kartu memo berupa pernyataan dan
jawaban dan
4. Penugasan berupa resume.
5. Memberikan motivasi kepada peserta
kaitannya peranan penting mengetahui
lebih dalam sejarah HMI.

Total pelaksanaan Pembelajaran 480 Menit


(8 Jam)

I. Uraian Materi

Pendahuluan
Manusia sebagai mahluk budaya ia dapat menentukan ruang geraknya
terhadap pengaruh-pengaruh di sekelilingya. Dengan itu pula, ia mengahasilkan
tindakan-tindakan atau aksi yang rasional sebagai landasan pijaknya, baik dalam
tatanan sosial maupun politik yang pada gilirannya membentuk kebudayaan.
Dalam realitasnya, aktivitas dan tindakan manusia disemangati oleh keberadaan
koletif manusia dalam kehidupan masyarakat, sebagai sarana yang dipilih oleh
fitrah manusia demi meraih kesempurnaan ultimatnya. Semangat kolektif
manusia dibentuk oleh sejarahnya. Oleh karena itu, sejarah membentuk budaya
manusia, kepribadian dan ego hakikinya. Pada kaitan inilah masing-masing
individu manusia mempunyai karakteristik khas yang akan membentuk
kerpribadin budaya serta peradaban melalui kelaziman sejarahnya.

7
Sejarah sebagai sumber pengetahuan tidaklah serta merta terjadi secara
kebetulan melainkan sejarah memiliki ketentuan yang dikehendaki oleh manusia.
Pandangan ini mengisyarakat kepada kita bahwa manusia sebagai pengendali
terhadap berbagai perubahan sejarah yang ada, oleh karena itu membaca sejarah
meberikan pelajaran kepada umat manusia dalam mengungkap peristiwa yang
memiliki relasi terhadap akhlak atau etika manusia dalam satu tatanan
peradabannya.41
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) merupakan organisasi kemahasiswaan
yang tertua di bangsa ini hampir ¾ abad usianya. Sudah tentu dari ukuran usia
organisasi ini, memiliki sketsa peranan yang kursial dalam mengemban misi
sejarahnya tidak lain adalah misi Keumatan dan Kebangsaan. Salah satu daya
tarik dan kekuatan organisasi ini terletak pada kelahirannya. Kelahiran HMI, pada
saat yang sama berada ditengah-tengah suasana psikologi umat Islam dan Bangsa
dalam mempertahankan kemerdekaan dan mengusir penjajahan kembali klonial
atas Indonesia. Pada posisi inilah HMI menegaskan eksistensinya dalam
menghadapi kondisi umat dan bangsa. Ketegasan posisi HMI saat itu terlihat
dalam cakupan tujuan awal berdirinya HMI, yakni “Mempertahankan negara
Republik Indonesia dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia, dan Menegakan
dan mengembangkan Agama Islam”.42
Dari catatan awal berdirinya HMI memperlihatkan kepada kita adanya setting
sosial-politik bangsa yang menghendaki serta menginginkan organisasi ini berdiri.
Jika dipahami benar dari narasi dua tujuan organisasi ini menandaskan semangat
pembaharuan yang membedakan HMI dengan organisasi kemahasiswaa
sebelumnya. Dengan demikian prinsip historis tersebut menyinari setiap nafas dan
dinamika organisasi ini berjalan hingga bertahan sampai saat ini.
Membaca sejarah perjuangan HMI meberikan sinyaleman maupun perhatian
serius pada Kader HMI utamanya dalam memahami posisi-posisi serta
peranannya dalam mengemban kehidupannya di bangsa ini. Paling tidak, dengan
adanya stimulus ini memberikan kesadarn historis dan kesadaran organisatoris

41
Ayutullah Murtadha Muthahhari, Pengantar Epistemologi Islam, (Jakarta: Sadra Press,
2010), hlm. 94-95.
42
Agussalim Sitompul, Sejarah Perjuangan Himpunan Mahasiswa Islam (1947-1975),
Cet. Ke-II, (Jakarta: CV Misaka Galiza, 2008), hlm. 14.

8
bagi kader-kader HMI. Dengan demikian, dalam pembahasan ini akan membahas
bagaimana latar belakang berdirinya HMI?, bagaimana gagasan dan visi Pendirian
HMI?, dan bagaimana dinamika fase-fase perjuangan HMI dalam sejarah
Bangsa?.

A. Pengantar Ilmu Sejarah


1. Pengertian Ilmu Sejarah
Kenyataan sehari-hari istilah Ilmu Sejarah dan fakta sejarah seolah kita
menganggapnya sama, namun nyatanya berbeda, karena itu memahami kedua
istilah ini penting untuk ditelusuri. Ilmu sejarah adalah ilmu yang berusaha
mengungkap hukum-hukum keilmuan, serta menemukan kaitan sebab-musebab
yang terjadi pada berbagai peristiwa kemanusiaan di sepanjang masa lalu hingga
kini. Sedangkan fakta dan peristiwa sejarah yang ada pada masa lalu itu
merupakan objek ilmu sejarah.43
Ada adigum bahwa sejarah adalah peristiwa masa lalu, tetapi peristiwa masa
lalu belum tentu ia adalah sejarah. Dari pemahaman ini menandaskan bahwa tidak
semua peristiwa masa lalu dapat dikatakan sebagai sejarah atau peristiwa sejarah.
Peristiwa masa lalu manusia dapat dikatakan sebagai sejarah apa bila, dikaitkan
dengan suatu konteks historis yang menjadi perhatian sejarahwan melalui
penyelidikan dan analisis. Dengan demikian, dapatlah dikatakan sejarah adalah
rekontruksi gambaran masa lalu dalam karya sejarawan.
In’am Esha mencatat, bahwa sejarah dapat dibedakan ada sejarah yang tidak
disadari (sejarah potensial) dan sejarah yang disadari (sejarah aktual). Sejarah
yang disadari atau sejarah aktual inilah yang menjadi objek kajian. Sementara
Objek kajian sejarah yang membedakan dengan ilmu pengetahuan sosial seperti
sosiologi, psikologi dan antropologi ialah terletak pada objek formalnya yaitu
manusia (man), waktu (time), dan tempat (space). Dengan demikian disebutkan
sejarah mengkaji tindakan, perilaku, peristiwa dan/atau kejadian manusia dalam
dimensi masa lampau dan tempat tertentu. 44

43
Ali Syariati, Ummah & Imamah, Cet. Ke-III, (Yogyakarta: Rausyanfikr Institute,
2014), hlm. 67.
44
Muhammad In’am Esha, Percikan Filsafat Sejarah & Peradaban Islam, (Malang: UIN
Maliki Press, 2011), hlm. 15-16.

9
Sejarah ditulis berdasarkan sumber-sumber atau data sejarah. Sumber atau
data sejarah dapat dibedakan kedalam beberapa kategori, yaitu; (1) dari segi
bahan, ada dua yakni, sumber tertulis berupa dokumen-dokumen, dan sumber
tidak tertulis berupa artefak dan sumber lisan; recent events (berdasarkan ingatan
orang) dan remote events (peristiwa yang tipis kemungkikan terjadinya). Dan (2)
dari segi urutan penyampaian atau asal; sumber primer (apa yang disampaikan
oleh pelaku dan atau saksi mata), dan sumber sekunder.45

2. Manfaat Mepelajari Sejarah


Manfaat dari mempelajari sejarah tidak lain adalah sebagai sumber
pengetahuan yang memberikan pelajaran terhadap perkembangan umat manusia
dari suatu masa ke masa yang lain. Menurut In’am Esha, membaca sejarah dalam
perspektif filsafat kita melakukan dialog historis artinya kita dapat melakukan
dialog dengan kejadian masa lalu dan sekaligus mendialogkan dengan realitas
aktual saat ini. Dalam al-Quran pun mengajurkan pentingnya mempelajari sejarah
sebagai perhatian masa depan umat manusia.46
Paling tidak dengan mempelajari sejarah memberikan manfaat edikatif, yakni
melalui sejarah manusia dapat mengambili beberapa pelajaran dari peristiwa-
peristiwa masa lalu baik sebagi suri tauladan, makna hidup maupun sebagi ilmu
pengetahuan. Manfaat sosial, yakni dengan sejarah kelangsungan hidup sebuah
masyarakat dapat dipertahankan, indentitasnya dapat dikenali dan dilestarikan.
Dan manfaat prediktif dapat memberikan pandangan-pandangan dalam rangka
kebaikan manusia di masa depan.
Dengan demikian dapatlah ditarik kesimpulan manfaat atau kegunaan
mempelajari sejarah perjuangan HMI memberikan nilai edukatif bagi kader HMI
berupa keiktiaran kita dimasa lalu HMI sebagai standar etik atau suri tauladan
pelajaran dalam menjalankan misi organisasai yang perlu dipertahankan sebagai
indentitas kesejarahan HMI, yakni sebagai kader umat dan kader bangsa melalui
trilogi wawasannya antara wawasan keislaman, keindonesiaan dan
kemahasiswaan.

45
Ibid, hlm. 16-19.
46
Qs. Al-Hasyr/59: 18; Qs. Al-Ahzab/33: 21.

10
B. Misi Kelahiran Islam
1. Masyarakat Arab Pra-Islam
Secara sosiologis masyarakat Arap sebelum Islam hadir merupakan struktur
masyarakat yang dibangun atas dasar semangat kesukuan yang tinggi ‘ashabiyah’.
Dengan sikap ini membawa karekteristik masyarakat yang eklusif yang pada
giliranya menimbulkan chauvinime yang mendalam, yakni cara pandang yang
menganggap kelompok atau suku lain sebagai musuh yang hendak dimusnahkan,
sehingga pola masyarakat Arap dimasa itu indentik dengan konflik antar suku
yang tak terelakan.47
Atas kondisi seperti itu masyarakat Arab dinilai sebagai kehidupan jahilia,
suatu terma yang diterjemahkan dengan “zaman kepicikan” atau “zaman
kebiadaban”.48 Namun perlu diperhatikan ke-jahilia-an masyarakat Arab ketika
itu bukan berarti mereka tidak berpengetahuan atau tidak memiliki kebudayaan
sama sekali, melainkan mereka yang menentang kebenaran. Dengan demikian,
kehidupan jahilia masyarakat Arab adalah gambaran masyarakat yang
membangkang kebenaran.49
Demikianlah gambaran masyarakat Arab pra Islam, masyarakat yang
berkebudayaan diberbagai aspek, tetapi kode etik kehidupan yang mengalami
dekadensi moral baik paganisme50 maupun mengaku monotheisme; mereka syirik
dibidang akidah, dan mengabaikan nilai-nilai martabat kemanusiaan. Inilah yang
menjadi titik tekan dakwa Nabi Muhammad saw untuk membangun masyarakat

47
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Cet. Ke-23, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011)
hlm. 11.
48
Dalam Al-Quran dilukiskan tentang ciri kehidupan kejahiliaan, yakni pertama, mereka
yang mementingkan diri sendiri dan menyangka yang tidak benar kepada Allah (Qs. Ali Imran/3:
154). Kedua, mereka yang memberlakukan hukum atas dasar kekuatan bukan atas dasar keadilan
(Qs. Al-Maidah/5: 50). Ketiga, mereka yang berperilaku beremewah-mewahan (berhias diri) dan
melakukan kemaksiatan (Qs. Al-Ahzab/33:33). Keempat, mereka yang selalu merasa benar sendiri
dengan sikap penuh kesombongan (Qs. Al-Fath/48/26).
49
Suyuthi Pulungan, Prinsip-prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah ditinjau dari
Pandangan Al-Quran, (Yogyakarta: Ombak, 2014), hlm. 54.
50
Sikap keyakinan keagamaan bangsa Arab sebelum Islam yang mencampurbaurkan
dengan takhayul dan kemusrikan atau sikap menyekutukan Allah. Sikap Kepercayaan ini disebut
agama Watsaniyah, yakni agama yang mempersyarikatkan Allah dengan mengadakan
penyembahan berhala. Lihat, Susmihara, Sejarah Peradaban Islam, (Yogyakarta: Ombak, 2013),
hlm. 71-72; bandingkan dengan, Sebab Jazirah Bertahan pada Paganism dalam Muhammad
Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, diterj. Ali Audah, (Jakarta: Lintera Antar Nusa, 1990),
hlm. 81-84.

11
bertauhid, berakhlakula-karimah dengan menjunjun tinggi nilai-nilai kemanusiaan
atau masyarakat ber-madaniyah.

2. Periode Kenabian Muhammad SAW


a. Fase Makkah
Ditengah-tengah setting sosial-religius masyarakat Arab pra Islam itulah,
Muhammad dilahirkan pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun Gajah bertepatan
dengan tanggal 20 April 571 M. Sejak kecil kelahiran Muhammad sudah memiliki
sifat-sifat yang dapat dipercaya, oleh suku Kuraish menyebutnya al-Amin. Pada
usia ke 25 Muhammad menikah dengan Khadijah. Aktivitas yang selalu dilakukan
Muhammad dimasa pernikahnnya tidak lain ia sering berkontemplasi memikirkan
tentang keadaan masyarakat Arab yang kian terpuruk tepatnya di luar kota
Makkah di Gua Hira.51
Diusia 40 tahun, aktivtas Muhammad sebagimana biasanya selalu
memikirkan kondisi sosial yang mengitari beliau lantaraan kesangsian yang
timbul dalam benak dan kerinduan akan kebenaran, disaat yang sama tepatnya 17
Ramadhan tepat dengan tanggal 6 Agustus 610. Disitulah Muhammad, menerima
wahyu pertama dengan seruan “Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menjadikan
kamu! (Qs. Al-Alaq/96:1)”. Dengan peristiwa tersebut menandakan Muhammad
diangkat menjadi rasul Allah. Secara gradual melalui kontemplasi tersebut
turunlah seruan-seruan Wahyu yang menganjurkan beliau untuk menyampaikan
dakwah. Seruan atau ajaran yang dibawah oleh Nabi Muhammad saw adalah
serupa dengan ajaran nabi-nabi sebelumnya, yakni ajaran tentang ke-Tauhid-an.52
Ajakan atau seruan-seruan yang dibawakan oleh Nabi Muhammad
mengajarkan tentang perubahan-perubahan yang mendasar pada diri seorang
manusia berupa penanaman kualitas pribadi yang kokoh tidak lain adalah soal
akidah atau keimanan sebagai fondasi yang fundamental dalam kehidupan
bermasyarakat, tidak lebih soal persamaan hak antara laki-laki dan perempuan,
suku bangsa, dimata Allah sama, yang membedaknnya hanyal ketaqwaan manusia
itu. Aktivitas dakwah atau seruan ini terus dilakukan oleh Muhaamad hingga tiap

51
Philip K. Hitti, Dunia Arab, terj. Usuludin Hutagalung dan Sihombing, (Bandung:
Sumur Bandung, 1970), hlm. 34.
52
Ibid.

12
tahun di Makkah saat kabilah-kabilah diseluruh tanah Arab melaksankan ibadah
Haji. Peristiwa tersebut terus berjalan hingga membawa pada suatu kontelasi
politik Makkah yang pada gilirannya beliau melakukah hijrah ke Yastrib
berdasarkan wahyu yang diturunkan.53

b. Fase Madinah
Periode kenabian di fase Madinah ini lebih ditekankan pada fasse pembinaan
masyarakat. Dari sanalah Islam menyinari ruang peradaban zaman. Keunggulan
Islam pada fase ini terletak pada kedudukan Nabi Muhammad saw, disatu pihak
beliau berkedudukan sebagai Rasul, dipihak lain Muhammad berkedudukan
sebagai pemimpin politik umat.54 Kedudukan Muhammad sebagai pemimpin
umat di Madinah terlihat ketika beliau berhasil mendudukan masyarakat Madinah
(semula Yastrib) dengan meletakan fondasi kehidupan politik melalui noktah
kesepakatan yang kita kenal dengan Piagam Madinah (Shaifah Al-Madinah).55
Tindakan pembinaan masyarakat yang dilakukan Nabi di Madinah tidak
hanya dibidang aqidah, tetapi juga menyangkut masalah politik, ekonomi, maupun
sosial budaya. Pada fase ini ajaran lebih berorientasi pada hukum kemasyarakatan
(muamallah). Visi Islam pada fase ini merupakan perjuangan mewujud-
nyatakatan kualitas-kualitas pribadi muslim dalam tatanan masyarakat
berdasarkan budi pekerti luhur atau tatanan sosial teratur dan sopan (beradab,
peradaban).56
Akibat keberhasilan Muhammad di Madinah itu membawa ancaman terhadap
kedudukan Islam di Madinah, ancaman tersebut terlihat pada terjadinya beberapa
peperangan bersama kaum Quraish yang dilakoni Muhammad demi
mempertahankan umat dan eksistensi Islam dimadinah, sebut saja perang Badr,
Uhud, Ahzab, Khandaq dan beberpa perang lainnya.

53
Suyuthi Pulungan, Op.,Cit, hlm. 60-61.
54
Abd. Firman Bunta, Fase Madinah (Sebuah Telaah Geneologi Pusaka Islam), (Artikel,
disampaikan pada diskusi Forum Pembaruan HMI Cabang Ternate 2017), hlm. 4.
55
Melalui Piagam Madinah ini, telah menyajikan kepada umat manusia sebuah contoh
pertama kali tatanan sosial-politik mengenal pendelegasian wewenang dan kehidupan berkonstitusi
dalam masyarakat yang heterogen hendak membangun masyarakat politik yang inklusif. Lihat
Nurcholish Madjid dkk, Islam Universal, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), hlm. 205.
56
Nurcholish Madjid, Islam dan Doktrin Peradaban, Cet. Ke-VI, (Jakarta: Paramadina,
2008), hlm. 343.

13
Demikianlah fase kenabian Rasulullah, dapatlah disimpulkan bahwa latar
belakang sosial budaya masyarakat Arab yang ditandai dengan kehidupan jahilia
semacam itu, kehadiran Nabi Muhammad saw mengemban tugas suci (mission
sacree) untuk menyampaikan seruan kepada umat manusia agar membebaskan
diri dari berbagai kepercayaan yang palsu hendak berpegang teguh kepada
kepercayaan yang benar. Sehingga tugas suci tersebut dilambangkan dalam dua
tahap perjuangan Nabi saw; 13 tahun pertama (fase Makkah) lebih berupa
perjuangan menanamkan berbagai kualitas pribadi berdasarkan Iman kepada
Allah, Tuhan Yang Maha Esa (tawhid), dan 10 tahun kedua (fase Madinah)
sebagai perjuangan mewujud-nyatakan kualitas pribadi itu dalam tatanan
masyarakat berdasarkan budi pekerti yang luhur (masyarakat ber-madaniyah).
Apabila dicermati dari misi kelahiran Islam ini mengantarkan kita pada
pengetahuan secara holistik dan komprehensif bahwa kehadiran Islam yang
dibawakan Nabi saw secara historis sosiologis tidak hadir dalam konteks
masyarakat yang hampa, melainkan kelahiran Islam berada pada ruang interaksi
dinamis dengan kondisi di sekelilingnya. Dengan demikian Islam muncul sebagai
upaya masif untuk meberikan jawaban terhadap problem-problem kemanusiaan
baik yang menyangkut dengan perihal Aqidah, maupun keyakinan sosial, politik,
ekonomi yang sedang melingkupi masyarakat Arab saat itu. Oleh karena itu Islam
dibangun tidak serta merta tanpa proses melainkan sintesisnya secara gradual,
bertahap dan berproses kurang lebih 23 tahun.
Pengetahuan tentang misi kelahiran Islam ini memiliki peranan penting,
setidaknya wahana kita memahami bahwa hadirnya Islam memberikan konstribusi
yang signifikan terhadap perkembangan kehidupan peradaban umat manusia.
Titik tekannya adalah pengetahuan kita tentang membandingkan pendeskripsian
masyarakat Arab sebelum dan setelah kelahiran Islam.

C. Latar Belakang Berdirinya HMI


Berdasarkan titik tekan misi kelahiran Islam, yang dapat ditangkap adalah
prinsip dan nilai dari kemunculan Islam yang dibawakan Nabi saw dengan tugas
suci (mission sacre) yang diemban memiliki relasi dengan misi kelahiran
organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), yakni misi keumatan dan

14
kebangsaan sebagai mission sacre yang diembankannya. Pada prinsipnya relasi
nilai Islam tersebut menandaskan tradisi Islam Profetik, yakni tradisi Islam yang
dihidupkan pada saat kenabian dan pengwahyuan Islam, yang merujuk pada
wujud kualitas kesalehan inividual maupun kesalehan sosial. Dengan demikian
membaca latar belakang berdirinya HMI tidak lain adalah upaya yang masif
menjadikan Islam sebagai panduan untuk melakukan pembebasan terhadap segala
bentuk realitas yang anti kemanusiaan.
Secara umum latar belakang berdirinya HMI diantaranya; situasi Negara
Republik Indonesia, situasi Umat Islam Indonesia, dan situasi dunia perguruan
tinggi dan kemahasiswaan.57

1. Kondisi Islam di Dunia


Runutan peristiwa panjang ditubuh umat Islam dunia, tidak lain adalah
terjadinya kemunduran menjelang kelahiran HMI, ketimbang dunia Barat
mengalami kemajuan pesat akibat dari etos keilmuan Islam yang mengimpresi
adanya gerakan renaisance, reformasi dan rasionalisme di Eropa. Kebangkitan
dunia Barat diwarnai dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi
sementara dunia Islam mengalami kemunduran. Kemunduran umat Islam (abad
17-18) tidak lebih adalah, sikap taglid (kejumudan berfikir) ditubuh umat Islam
yang hanya melihat kejayaan masa lalu ketimbang berorientasi kepada masa
depan (ijtihad). Kemajuan bangsa Barat disemangati pula dengan mengkuilidasi
atau penjajahan atas dunia Islam. Kenyataan itu dilihat dari kejatuhan beberapa
daerah daerah kekuasan Islam ketangan Barat, seperti Mesir diduduki oleh
Napoloen Bonaparte dari Prancis 1798, anak benua India bahkan Asia Tenggara.58

57
Mengenai faktor-faktor yang melatarbelakangi berdirinya HMI diteliti oleh Agussalim
Sitompul melalui Desertase doktorlanya tahun 2001, ia menyimpulkan bahwa latar belakang
berdirinya HMI, terdiri dari 8 faktor, yakni: (1) Penjajahan Belanda atas Indonesia dan tuntutan
perang kemerdekaan, (2) Kesenjangan dan Kejumudan ummat Islam dalam pengetahuan,
pemahaman, dan penghayatan serta pengamalan ajaran Islam, (3) Kebutuhan akan pemahaman,
penghayatan keagamaan, (4) Munculnya polarisasi politik, (5) Berkembangnya paham dan ajaran
Komunis, (6) Kedudukan perguruan tinggi dan dunia kemahasiswaan yang sangat strategis, (7)
Kemajemukan bangsa Indonesia, (8) Tuntutan modernisasi dan tantangan masa depan. Namun
secata subtansial terdapat 3 faktor latar belakang berdirinya HMI sebagaimana diterangkan diatas.
Lihat, Agussalim Sitompul, Menyatu dengan Umat Menyatu dengan Bangsa: Pemikiran
Keislaman-Keindonesiaan HMI (1947-1977), (Jakarta: Misaka Galiza, 2008), hlm. 36-90;
Agussalim Sitompul, Op,.Cit, hlm, vii, 5-10.
58
Susmihara, Op.,Cit, hlm. 321; bandingkan dengan Badri Yatim, Op.,Cit, hlm. 169-170.

15
Kedikdayaan dunia Eropa (Barat) atas Klonialisme melalui sarana teknologi
perkapalan yang diperoleh dari pengetahuan Islam telah membuka terobosan
terhadap jalur laut dalam mengiringi perdagangan demi memperlancar misi
Klonialis. Keberhasilan bangsa Barat menguasai bangsa-bangsa muslim termasuk
Nusantara dipelopori oleh Conquistador Protugis dibawah laksmana panglima
Alfonso de Albuquerque menguasai India (1510) dan Malaka (1511). Mengusung
misi Klonialis sebagaimana seruan Thordesial Agrement (1494) yang disemangati
dengan penyebaran Zending Katolik diutuslah Francisco Serrao (1512) untuk
menguasai wilayah Timur Nusantara tepatnya di Maluku. Selaian memperoleh
keuntungan rempah-rempah yang dibutuhkan dipasaran Eropa, kehadiran
Conquistador (Perampasan Negeri) tersebut berhasrat untuk menghancurkan
Eksistensi Islam di Nusantara.59
Disisi lain, hasrat dunia Barat terhadap Islam dipupuk oleh misi reconquista
(penaklukan kembali) akibat zaman gemiliang Andalusia. Fenomena tersebut
didalangi untuk membebaskan diri dari ketergantungan Ekonomi mereka kepada
dunia Islam yang saat itu menguasai ekonomi dan perdagangan dunia. Akibat hal
serupa, maka latar belakang Klonialis perasaan anti Islam menjadi semangat
reconquista yang ingin mengkrintenisasikan orang-orang Islam secara paksa.60
Demikian semangat Klonial terhadap Islam, sementara ditubuh umat Islam
mengalami masa kegelapan (aukulfarung) atau kejumudan dan keterbelakangan
dari cara berfikir. Situasi umat Islam dunia saat itu, terbagi menjadi berbagai
golongan yang hanya berangkat dari masalah khilafiah, yang pada akhirnya
berdampak pada melemahnya kekuatan Islam.61 Akibat dari keterbelangkang
umat Islam ini, pada abad-abad 19 memasuki abad 20, munculah gerakan-gerakan
pembaruan Islam di negeri-negeri kantong Islam yang dikuasi oleh Barat.
Gerakan ini bermaksud menentang keterbatasan seseorang melaksanakan ajaran
Islam secara benar dan untuh yang berlandaskan pada al-Quaran dan Hadist.
Adapun tujuan dari kelahiran gerakan pembaruan ini, yaitu: (1) membangun
kembali masyarakat Islam dan memulihkan reformasi Islam dan reformulasi

59
M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, (Jakarta: Serambi, 2001), hlm.
61-68; Bandingkan dengan Harry Nachrawi, Klonialisme di Indonesia, (Ternate: Yayasan Kieraha,
2015), hlm. 24-26.
60
Nurcholish Madjid, Indonesia Kita, (Jakarta: Paramadina, 2004), hlm. 18-19.
61
Susmihara, Op.,Cit, hlm. 320-321

16
ajaran Islam, dan (2) menyingkirkan imperialisme Eropa di Dunia Islam untuk
memperoleh otonomi dan kemerdekaan. Gerakan ini dipelopori Jamaludin al-
Afgani di Mesir (1838-1897), Muhammad Abduh (1849-1905), Muhammad Ibnu
Abdul Wahab (Wahabisme) di Saudi Arabia (1703-1787), Sayyid Ahmad Khan di
India (1817-1898), Muhammad Iqbal di Pakistan (1876-1938).62

2. Kondisi Negara Republik Indonesia dan Umat Islam Indonesia


Membaca realitas sosiologis-religius mayoritas masyarakat Indonesia pada
umumnya beragama Islam, oleh karena itu maju mundurnya bangsa ini tergantung
saham besar tanggung jawab umat Islam terhadap masa depan peradaban
Indonesia. Sehingga realitas objektif penjajahan akibat Klonialis sudah tentu
membawa dampak terhadap psikologi umat Islam Indonesia. Menjelang kelahiran
HMI situasi negara Republik Indonesia berada ditengah-tengah kecamukanya
Klonialis belanda ingin menguasai kembali Indonesia, sementa pola pikir umat
Islam berada pada reruntuhan bangunan kebudayaan Barat.
Kenyataan historis kedatangan bangsa-bangsa Klonial (Protugis, Spanyol,
Inggris dan Belanda) telah membawa akumulasi misi Klonial sebagaimana
diterangkan dimuka, yakni kekuasaan, kekayaan dan misii teologi kristen. Akibat
dari kekuasaan Klonial yang bercokol di Nusantara saat itu berdampak secara
totalitas terhadap sendi kehidupan bangsa Indonesia, diantaranya aspek politik,
pemerinthan, hukum, pendidikan, ekonomi, kebudayaan bahkan aspek
keagamaan.63
Konstelasi pergolakan politik dunia internasional akibat perang dunia II,
pihak sekutu memenangkan pertempuran perang dunia. Konsekuensi yang dapat
dilihat Indonesia menjadi sasaran perebutan pihak sekutu melalui hasrat Klonial
Belanda dengan memboncengi Inggris dibawah pimpinan Letjend. Sir Philip
Christison dan tiga divisi bala tentara Belanda mendarat kembali di Jakarta 29
september 1945. Peristiwa kebangsaan tersebut memicu lahirnya peperangan
dalam mempertahankan harkat kemanusiaan dan kemerdekaan Indonesia.64

62
Haedar Nashir, Islam Syariat: Reproduksi Salafiyah Ideologis di Indonesia, (Bandung:
Mizan, 2013), hlm. 151-157
63
Agussalim Sitompul, Menyatu dengan Umat....,Op.,Cit, hlm. 41-52.
64
Semangat perlawanan ini yang kita kenal peritiwa lima hari pertempuran di Semarang,
di Padang 15 oktober 1945, pertempuran Kota Baru Yogyakarta 7 oktober 1945, pertempuran 10

17
Sementara situasi dan kondisi makrososiologi (keadaan dan tingkat
pemahaman, serta pengamalan ajaran Islam) umat Islam Indonesia dapat
digolongkan menjadi tiga golongan; pertama, golongan alim ulama dan pengikut-
pengikutnya, golongan ini mengenal dan mempraktekan Islam sebagaimana
dimasa Nabi Muhammad saw, baik dari sisi kebiasaan Rasullulah maupun dari
sisi kebudayaan Arab tanpa memperhatikan waktu dan tempat dizaman mereka.
Kedua, golongan alim ulama yang berhaluan mistik, golongan memandang
kehidupan ini hanyalah kepentingan akhirat, bahkan menilai kemiskinan dan
penderitaan salah satu tujuan menyatu dengan Tuhan. Ketiga, golongan kecil,
golongan ini mencoba menyusaikan diri dengan kemajuan zaman, selaras dengan
wujud dan hakikat agama Islam, golongan ini berusaha ajaran Islam benar-benar
dapat dilaksankan dalam kehidupan masyarakat Indonesia.65
Keadaaan makrososiologi ditubuh umat Islam Indonsia dalam realitasnya
golongan pertama dan kedua yang paling dominan. Akibat kurangnya
pengetahuan, pemahaman, penghayatan serta pengamalam ajaran Islam, sehingga
munculah anggapan bahwa agama Islam tidak dapat mengikuti tuntutan zaman.
Adapun golongan kecil ini terdiri dari pemuda-pemuda yang sedang menuntut
ilmu pengetahuan di Perguruan Tinggi. Dari embrio golongan inilah munculah
percikan-percikan pemikiran untuk mendirikan HMI.

3. Kondisi dunia Perguruan Tinggi


Perguruan tinggi merupakan sarana candradimuka keilmuan bagi para
mahasiswa dalam menuntun Ilmu pengetahuan. Selain itu, perguruan tinggi
memiliki peranan penting dalam menopang perubahan-perubahan yang tentu lebih
baik dari keadaan sebelumnya. Begitu penting posisi perguruan tinggi sebagai
sentral kebudayaan dan pembaruan, maka banyak golongan maupun pihak yang
ingin menguasai posisi perguruan tinggi. Selain posisinya yang strategis disanalah
terdapat mahasiswa yang kelak menjadi pemimpin-pemimpin bangsa di masa

November 1945 di Surabaya, yang semunya itu dilandasi dengan doktrin Jihad fil Sabilillah. Lihat,
Agussalim, Sejarah...,Op.,Cit, hlm. 5.
65
Agussalim Sitompul, Citra HMI, (Jakarta: Rakasta Samasta, 2008), hlm 5-7;
Bandigakn dengan Agussalim Sitompul (ed), HMI mengayuh diantara Cita dan Kritik, (Jakarta:
Misaka Gliza, 2008), hlm. 3-5.

18
depan. Karena itulah, perguruan tinggi sangat rentan dan mendorong sebagian
kelompok tertentu dalam menjalankan aksi kepentingannya.
Menjelang kehadiran HMI, ada dua faktor dominan yang mewarnai atmosfir
dunia kemahasiswaan di perguruan tinggi. Pertama, sisem pendidikan yang
diterapakan adalah sistem pendidikan Barat yang bercorak sekularisme dengan
menjauhkan nilai agama dalam setiap aspek kehidupan. Kedua, adanya
oraganisasi kemahasiswaan yang berhaluan Komunis, yakni; Perserikatan
Mahasiswa Yogyakarta (PMY) dan Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI) di Solo.
Akibat dari dua faktor ini mengilhami dinamika sosial-budaya-politk yang
memojokan aspirasi Islam dan umat Islam di dunia perguruan tinggi. Sehingga
menimbulkan dua hal yang mendasar, yakni krisis keseimbangan pengetahuan
antara pemenuhan dunia dan akhirat, dan menimbulkan ancaman umat Islam
dimasa depan. Hakikatnya kedua ancaman ini sangatlah bertentangan dengan
ajaran Islam yang tidak memisahkan antara pengetahuan dunia dan akhirat.66
Disi yang lain, akibat dari sikap organisasi kemahasiswaan yang banyak
didominasi kelompok politik dalam melanggengkan kepentingannya, sehingga
terlihat gerakan kemahasiswa yang beraveliasi dengan kepentingan kekuasaan
yang ada (non-indenpent). Fenomena ini terlihat dalam munculnya polarisasi
politik Bangsa di Ibu Kota negara Yogyakarta di tahuan 1946 memasuki awal
1947, yang ditandai oleh polarisasi antar pihak Partai Sosialis Vs. Partai
Masyumi-PNI. Salah satu perncermatan politik saat itu ialah Partai sosialis
memiliki jaringan kelompok mahasiswa PMY dan SMI.67 Menyadari fenomena
perguruan tinggi dan kemahasiswaan tersebut, kelahiran organisasi
kemahasiswaan yang indenpenden dan berwawasan kegamaan adalah suatu
keniscayaan dalam memupuk masa depan umat dan bangsa.

4. Saat Berdirinya HMI


Kelahiran atau berdirinya HMI bukanlah melalui kondisi ruang yang hampa,
melainkan berdirinya organisasi ini melalui ruang dialektika terhadap situasi dan
kondisi secara dinamis. Pencermatan ini, sebagaimana penulis tandaskan dimuka
bahwa kelahiran HMI memiliki relasi terhadap misi kelahiran Islam tidak lain
66
Agussalim Situmpul, Menyatu dengan Umat....,Op.,Cit, hlm. 70.
67
Ibid, hlm. 62.

19
memiliki proses panjang terhadap interaksi yang dinamis diseklilingya melalui
kontemplasi yang lakoni Nabi saw. Begitu pun, berdirinya HMI melalui
kontemplasi atas fakta-fakta peristiwa panjang secara selektif dan intensif Lafran
Pane mengamati perkembangan proses sosial-politik dan budaya umat dan bangsa
sebelum HMI berdiri. Artikulasi dan akumulasi dari berbagai realitas yang timbul
ditengah-tengah kehidupan Indonesia sebagaimana 3 kondisi garis besar diatas
munculah pemikiran berdirinya HMI.
Gagasan mendirikan HMI sebenarnya telah timbul dalam benak sang
pemrakarsa sejak bulan November 1946, sekalipun konsulidasi gagasan belum
mendapat respon positif di kalangan mahasiswa STI, justru menunai tantangan
silih berganti baik kritikan maupun cemohan. Tidak sedikit pun mengurung
semngat revolusioner diri sang Lafran Pane melakukan konsulidasi mendirikan
HMI. Usaha-usaha Lafran Pane terhadap mahasiswa dilaksanakan melalui upaya-
upaya persuasif dalam memperkenalkan organisasi HMI yang hendak didirkan di
mesjid-mesjid usai shalat. Dengan semakin mendesaknya tuntutan pendirian
organisasi HMI ini, awal 1947 Lafran Pane bertekad tidak boleh tidak organisasi
HMI haruslah segera berdiri.68
Mengiringi tekad mendirikan organisasi HMI, ketika itu bersamaan dengan
jam mata kuliah Tafsir Bapak Husain Yahya, Lafran Pane bermaksud meminta
izin guna dilangsungkannya rapat pembentukan serta deklarasi pendirian
organisasi HMI. Tepat dihari rabu pon 1878, 14 Rabiul Awal 1366 H, bertepatan
dengan tanggal 5 februari 1947, disalah satu ruangan Kuliah STI di jalan
Setiodiningratan 30 (sekarang Jl. P. Senopati 30), masuklah mahasiswa Lafran
Pane yang dalam prakatanya dalam memimpin rapat antara lain mengatakan;
"Hari ini adalah pembentukan organisasi Mahasiswa Islam, karena persiapan
yang diperlukan sudah beres. Yang mau menerima HMI sajalah yang diajak
untuk mendirikan HMI, dan yang menentang biarlah terus menentang, toh tanpa
mereka organisasi ini bisa berdiri dan berjalan".69
Disela-sela usai rapat, Lafran Pane bersama beberapa mahasiswa 70 dalam
rapat tersebut mengambil keputusan, sebagai berikut:

68
Agussalim Sitompul, Sejarah...Op.,Cit, hlm. 12.
69
Ibid, hlm. 12-13.
70
Beberapa mahasiswa yang hadir dalam rapat tersebut dicatat sebagai pendiri-pendiri
HMI dalam peristiwa bersejarah 5 Februari 1947, mereka adalah mahasiswa STI tingkat 1, mereka

20
1. Hari Rabu Pon 1878, 14 Rabiulawal 1366 H, bertepatan dengan tanggal 5
Februari 1947, menetapkan berdirinya organisasi “Himpunan Mahasiswa
Islam” disingkat HMI, yang bertujuan: (a) Mempertahankan Negara Republik
Indonesia dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia, dan (b) Menegakkan dan
mengembangkan ajaran Agama Islam
2. Mengesahkan Anggaran Dasar HMI. Adapun Anggaran Rumah Tangga akan
dibuat kemudian.
3. Membentuk Pengurus HMI, dengan susunan:
Ketua : Lafran Pane
Wakil Ketua : Asmin Nasution
Penulis I : Anton Timur Jailani
Penulis II : Karnoto Zarkasyi
Bendahara I : Dahlan Husain
Bendahara II : Maosaroh Hilal
Anggota : Suwali, Yusdi Ghozali, Mansyur.
4. Sekretariat HMI dipusatkan di Asrama Mahasiswa, Jalan Setiodiningratan 5
(Jl. P. Senopati 5, sekolah Asisten Apoteker- sekarang).71

Dipihak lain, kehadiran organisasi HMI, mendapat tantangan dan reaksi-


reaksi. Polemik itu datang dari oragnisasi mahasiswa diantaranya; pertama, PMY
(Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta), bersidat ideologis dengan tudingan bahwa
HMI sebagai pemecah belah kekuatan dan persatuan mahasiswa. Kedua, GPII
(Gerakan Pemuda Islam Indonesia), dan MASYUMI reaksi yang dialamatkan
kepada HMI sebagai pemecah belah mahasiswa dan umat Islam. Ketiga, PII
(Pelajar Islam Indonesia), HMI dianggap dan status HMI di kalangan umat Islam
masi di sangsikan.72

D. Visi Pendirian HMI


Kemunculan pemikiran mendirikan organisasi HMI secara visinya tidak bisa
dilepaskan dari cerminan pemikiran Lafran Pane sebagai pemrakarsa HMI. 73 Oleh
karena itu membaca latar belakang pemikiran berdirinya HMI, paralel dengan
kenyatan sosio-psikologis latar belangkan pemikiran Lafran Pane.

itu adalah: 1) Lafran Pane, 2) Karnoto Zarkkasyi (Amarawa), 3) Dahlan Husain (Palembang), 4)
Maisaroh Hilal (Singapura), 5) Suwali, 6) Yusdi Ghozali (Semarang), 7) Mansyur, 8) Siti Zainah
Palembang, 9) M. Anwar (Malang), 10) Hasan Basri, 11) Marwan, 12) Zulkarnaen, 13) Tayeb
Razak (Jakarta), 14) Toha Mashudi, 15) Bidron Hadi (Yogyakarta). Lihat, Agussalim Sitompul,
Sejarah...Op.,Cit, hlm. 15-17.
71
Ibid, hlm. 13-14.
72
Lihat, reaksi-reaksi terhadap kelahiran HMI, dalam Agussalim Sitompul, Ibid, 21-23.
73
Lafran Pane dilabelkan sebagai pemrakarsa serta pendiri HMI ditelusuri dan diteliti
dalam sejarah HMI dan disahkan melalui Ketetapan Kongres XI di Bogor pada 23-30 Mei 1974.
Lihat, Agussalim, ibid, hlm. 162.

21
1. Sosok Lafran Pane74
Lafran Pane adalah anak ke enam dari Sutan Pangurabaan Pane, lahir di
Padang Sidempuan, Kampung Pangurabaan, Kecamatan Sipirok, Kabupaten
Tapanuli Selatan, Sumatra Utara. Ia lahir dari backround keluarga yang agamis
dan nasionalis, ayahnya salah seorang pendiri Muhammadiyah di Sipirok 1921
sementara kakeknya adalah seorang ulama Syekh Badurahman Pane. Sejak
ditanah kelahirannya ia dipupuk dengan pemahaman agama bahkan dibangku
pendidikanya dirintis melalui Pesntren sampai tahun 1937 ia melanjutkan
pendididkannya dibatavia disanalah ia banyak pengalaman yang merintis dirinya
sebagai seorang yang peka terhadap keadaan sekelilingya.
Desember 1946 ia pindah ke Yogyakrta sebab Ibu Kota Negara dipindahkan
ke Yogyakarta, secara otomatis STI dipindahkan ke Yogyakarta. Disanalah
perkembangan wawasan Lafran Pane semakin pesat saat kuliah di STI dan banyak
belajar bersama dosen-dosennya di STI, antara lain KH. Abdul Kahar Muzzakir,
Husain Yahya, dan H.M. Rasyidi. Lafran tekun memperlajari buku-buku agama
Islam, sehingga apa yang dipikirkannya didapatkan dengan pengamatan dan
penyeledikannya terhadap realitas sosial-budaya dizamannya. Ia pun bertambah
yakin bahwa Islam merupakan pedoman hidup yang kaffah. Ditahun 1948 ia
pindah ke AIP Universitas Gajah Mada dan tercatat sebagai alumnus pertama
dalam meraih gelar kesarjanaan tepatnya awal 1953.

2. Gagasan Pembaharuan Pemikiran Keislaman


Gagasan pembaruan pemikiran dalam Islam bertolak dari kondisi psikologi
umat Islam yang cenderung taqliq sehingga membawa umat kedalam sikap
kemunduran dan keterbelakangan. Tujuan dari gerakan-gerakan pembaruan dalam
Islam pada umumnya tidak lain menggebrak kebekuan pemikiran yang mengakar
dalam tubuh umat Islam. Fenomena tersebut mewarnai gerakan-gerakan
pemikiran Islam di abad-abad 18-19 dan di Indonesia terlihat kemunculannya di
awal abad 20. Kemuculan pembaruan pemikiaran Islam di Indonesia merupakan
strategi perjuangan membebaskan masyarakat dari penjajah. Kenyataan itu,
ditandai oleh berdirinya organisasi-organisasi yang diprakarsai oleh tokoh-tokoh
74
Sekilas tentang Biografi Lafran Pane ini disadur dari Hariqo Wibawa Satria, Lafran
Pane, Posisi dan Perannya Untuk Indonesia, (Artikel tidak diterbitkan, 2016), hlm. 2-7.

22
Islam, seperti Jamiat Khair (1905), Syarikat Islam (1912), Muhammadiyah
(1912), Al-Irsyad (1913), Persatuan Islam (1923) dan NU (1926).75
Dengan demikian, pengetahuan, pemahaman, penghayatan serta pengamalan
ajaran agama Islam adalah suatu keniscayaan dalam memacu kemajuan umat
Islam. Dengan adanya gagasan pembaruan pemikiran Keislaman diharapkan
kesenjangan dan kejumudan pengetahuan, pemhaman, penghayatan dan
pengamalan ajaran Islam dapat dilaksanakan sesui dengan ajaran Islam. Tugas
suci (mission sacre) umat Islam adalah mengajak umat manusia kepada kebenaran
Ilahi dan kewajiban umat Islam adalah menciptakan masyarakat adil makmur
secara material dan spritual.
Atas dasar psikologi umat Islam Indonesia dan tuntutan pembaruan pemikiran
Islam, sosok pemuda Lafran Pane menghendaki berdirinya organisasi HMI
sebagai wadah mahasiswa yang mempunyai kemampuan dan selalu menginginkan
inovasi atau pembaharuan dalam segala bidang, termasuk pemahaman dan
penghayatan ajaran Islam.76 Apabila dicermati dari sang Inisiator berdirinya HMI,
bahwasanya kemunculan HMI merupakan proses kesinambungan perjuangan
umat Islam melalui upaya menemukan pesan Islam dalam konteks perkembangan
sosial budaya dan masyarakat (semangat Pembaruan Pemikiran Islam).

3. Gagasan dan Visi Perjuangan Sosial Budaya


Kemajemukan bangsa Indonesia merupakan realitas sosial-budaya bangsa
yang sudah menjadi ciri khas yang menonjol. Namun kemajemukan atau
keanekaragaman itu mesti dipahami sebagai kekayaan dan modal utama (social
capital) yang merupakan hukum sunnatulah. Kemajemukan tersebut harusla
paralel dengan saham besar dalam membangun kesatuan bangsa. Ditengah-tengah
pluralitas agama, mayoritas bangsa Indonesia adalah agama Islam karena itulah
umat Islam memili visi besar terhadap saham tanggung jawabnya dalam menopan
serta memacu pembangunan bangsa Indonesia yang majemuk.

75
Mujamil Qomar, Fajar Baru Islam Indonesia, (Bandung: Mizan, 2012), hlm. 81.
76
Lihat ungkapan Lafran Pane dalam menginisiasi berdirinya HMI dalam Agussalim
Situmpul, Pemikiran HMI dan Relevansinya dengan Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia,
(Jakarta: Misaka Galiza, 2008), hlm. 18.

23
Dinamika kemajemukan sosial budaya sangat rentan terhadap disintegrasi
bangsa. Keadaan seperti itu, mengehendaki adanya visi kesatuan yang
disemangati oleh pengetahuan yang mendalam tentang realitas bangsa. Kondisi
ancaman bahaya disintegrasi bangsa pasca kemerdekaan dan kondisi umat Islam
yang terbelakang dalam bidang pendidikan, Lafran Pane mebidani lahirnya
sebuah organisasi HMI sebagai wadah calon-calon Intelektual Muslim Indonesia
yang disemangati oleh pengethuan yang integral antara ilmu pengetahuan agama
dan ilmu pengetahuan umum begitupun sebaliknya.77 Semangat keseimbangan
tersebut merupakan langkah utama dalam visi pendirian oraganisasi HMI,
sebagaiman tujuan utama didirkannya HMI, tidak lain adalah prisip keseimbangan
tersebut menjadi perekat dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa
Indonesia.

4. Komitmen Keislaman dan Kebangsaan Sebagai dasar Perjuangan


HMI
Landasan komitmen Keislaman dan Kebangsaan HMI sudah terlihat sejak
awal berdirinya HMI dengan menegaskan tujuan tersebuat sebagai misi yang
diemban HMI, yaitu (a) Mempertahankan Negara Republik Indonesia dan
mempertinggi derajat rakyat Indonesia, dan (b) Menegakkan dan mengembangkan
ajaran Agama Islam. Dari buah gagasan ini memberi gambaran bahwa HMI
adalah gejala Islam dan gejala Indonesia terpadu secara utuh, dalam
mengeekspresi keislamannya, HMI telah sekaligus menyatakan keindonesiaanya,
demikian sebaliknya. Sebagaiman yang dikatakan Nurcholish Madjid bahwa:
Komitmen kepada keindonesiaan merupakan kelanjutan dari sistem
keimanannya: HMI mengindonesia karena hendak mengejawantahkan nilai-
nilai luhur yang diserapnya dari ajaran-ajaran agama. Maka dalam mengislam
dalam wadah yang dikaruniakan Tuhan kepadanya, yaitu tanah air
Indonesia.78

Dari ungkapan Nurcholis Madjid meberikan gambaran secara jelas komitmen


Keislaman dan Keindonesiaan yang melekat pada HMI sejak kelahirannya sampai
sekarang. Ketika HMI didirikan, HMI memiliki tiga wawasan dengan sembilan

77
Agussalim Sitompul, HMI Mengayuh... Op.,Cit, hlm. 42.
78
Lihat Nurcholish Madjid “HMI sebuah Gejala Keislaman dan Keindonesiaan”, dalam
Agussalim Sitompul, Pemikiran HMI...Op.,Cit, hlm. vii.

24
pemikiran awalnya yang menjadi watak dan karakteristik HMI. Adapun
karakteristik HMI, pertama Wawasan Keindonesiaan, yang terlihat dalam
rumusan tujuan yang pertama, yakni “Mempertahankan negara kesatuan
Republik Indonesia dan menganggat derajat Rakyat Indonesia”, memuat lima
pemikiran, 1) Aspek politik, membebaskan bangsa Indonesia dari belenggu
penjajahan, 2) Aspek pendidikan, mencerdaskan kehidupan bangsa, 3) Aspek
ekonomi, mensejaterakan kehidupan rakyat, 4) Aspek budaya, membangun
budaya yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia, 5) Aspek hukum,
membangun hukum yang sesuai dengan kepentingan pribumi.
Kedua Wawasan Keislaman, terlihat dalam rumusan tujuan yang kedua
yakni “Menegakan dan mengembangkan ajaran Agama Islam”, memuat tiga
pemikiran, 1) Pengamalan ajaran Agama Islam secara utuh dan benar sesuai
dengan tuntunan Al-Quran dan Hadist, 2) Keharusan pembaharuan pemikiran
Islam, 3) Pelaksanaan dan pengembangan dakwah Islam. Dan ketiga, karena
HMI adalah organisasi kemahasiswaan maka memiliki Wawasan
Kemahasiswaan, yang berorientasi keilmuan, dengan kewajiban menuntut dan
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, bagi terwujudnya intelektual
Islam.79
Dengan demikian karakteristik serta komitmen Keislaman dan Keindonesiaan
menjadi visi HMI dan dasar perjuangan HMI dalam mengembang kehidupannya
dibangsa ini. Sebagai organisasi Kader, wujud nyata perjuangan HMI dalam
komitmen keumatan dan kebangsaan adalah melakukakn perkaderan yang ingin
menciptakan kader berkualitas insan cita yang mampu menjadi pemimpin masa
depan yanag amanah mewujudkan masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah.

E. Dinamika Sejarah Perjuangan HMI dalam Sejarah Kebangsaan80


1. Fase Konsolidasi Spiritual (November 1946- 5 Februasi 1947)
Bermula dari latar belakang munculnya pemikiran dan berdirinya HMI serta
kondisi objektif yang mendorongnya, maka rintisan untuk mendirikan HMI

79
Agussalim Situmpul dalam Hariqo Wibawa Satria, Lafran Pane Jejak Hayat dan
Pemikirannya, (Jakarta: Lingkar, 2011), 209-210.
80
Garis besar fase-fase perjuangan HMI, penulis menyadur dari Agussalim Sitompul,
Sejarah...Op.,Cit, hlm. 26; bandingkan dengan Pengurus HMI Cabang Ciputat, Basic Training:
Panduang untuk Kader HMI, (Ciputat: Bidang PA HMI Cabang Ciputat, 2016), hlm. 5-14

25
muncul di bulan november 1946. Sekian permasalahan dari latar belakang
berdirinya HMI merupakan kenyataan yang harus ditanggulangi dan dijawab
secara kongkrit serta menunjukan apa sebenarnya islam itu. Maka pembaharuan
pemikiran dikalangan umat islam bangsa indonesia suatu keniscayaan. Dengan
adanya dukungan yang cukup, konsolidasi tersebut dimulai dari para mahasiswa
STI, STT dan BPT Gajah Mada.81

2. Fase berdiri dan Pengokohan (5 Februari 1947 - 30 November 1947)


Selama lebih kurang 9 (sembilan) bulan, reaksi-reaksi terhadap kelahiran HMI
barulah berakhir. Masa 9 bulan itu dipergunakan untuk menjawab berbagai reaksi
dan tantangan yang datang silih berganti, sehingga mengokohkan eksistensi HMI
dan dapat berdiri tegak dan kokoh. Langkah yang dilakukan adalah dengan
adanya aktivitas ceramah-ceramah ilmiah dan kesenian. Selain itu, mendirikan
Cabang-cabang baru seperti Klaten, Solo dan Yogyakarta. Demi
menkonsulidasikan HMI di kalangan mahasiswa BPT Gajah Mada, maka dibulan
Agustus 1947 diadalah reshuffle pengurus mengantikan posisi Lafran Pane
sebagai ketua umum digantikan oleh H.M. Mintaredja. Dan di Yogyakrta
diadakan Kongres I HMI tepatnya pada tanggal 30 November 1947.

3. Fase Perjuangan Fisik / Bersenjata (1947 - 1949)


Sejak berdirinya HMI, telah menegakan komitmen kebangsaannya, maka
konsekuensinya dalam masa perang kemerdekaan, HMI terjun kegelanggang
pertempuran melawan agresi meliter Belanda membantu Pemerintah, langsung
memegang senjata bedil dan bambu runcing, sebagai staff, penerangan,
penghubung. Untuk menghadapi pemberontakkan PKI di Madiun 18 September
1948, Ketua PPMI/ Wakil Ketua PB HMI Ahmad Tirtosudiro membentuk Corps
Mahasiswa (CM), dengan Komandan Hartono dan wakil Komandan Ahmad
Tirtosudiro, ikut membantu Pemerintah menumpas pemberontakkan PKI di
Madiun, dengan mengerahkan anggota CM ke gunung-gunung, memperkuat
aparat pemerintah. Di fase ini juga berlangsungnya Kongres Muslimin II di
Yogyakarta pada bulan September-Desember 1947, dengan salah satu

81
Agussalim Sitompul, Pemikiran HMI...Op.,Cit, hlm. 33-34.

26
keputusannya adalah hanya ada satu organisasi mahasiswa Islam (HMI), yang
bercabang di tiap-tiap kota yang berada di sekolah tinggi.

4. Fase Pembinaan dan Pengembangan HMI (1950-1963)


Selama perjuangan fisik bersenjata urusan internal organisasi terabaikan,
seiring dengan pengakuan kedaulatan Indonesia, 27 Desember 1949, banyak
mahasiswa yang melanjutkan kuliahnya di Yogyakarta. Sejak tahun 1950
dilaksankanlah usaha-usaha konsolidasi internal organisasi. Disadari bahwa
konsolidasi organisasi. Bulan Juli 1951 kedudukan PB HMI dipindahkan dari
Yogyakarta ke Jakarta. Adapun usaha-usaha konsulidasi intern organisasi HMI,
diantaranya; (1) Pembentukan Cabang-cabang baru, (2) Menerbitkan majalah
Media (1 Agustus 1954), (3) 7 kali Kongres, (4) Pengesahan atribut HMI;
lambang, bendera, muts, dan Hymne HMI, (5) merumuskan Tafsir Asas HMI, (6)
pengesahan Kepribadian HMI, (7) Pembentukan Badko, (8) Menetapkan metode
Training HMI, (9) Pembentukan lembaga-lembaga HMI di Bidang ektern, (10)
pendaya gunaan PPMI, (11) menghadapi pemili 1955, (12) penegasan
Indenpendensi HMI (13) mendesak Pemerintah agar mengeluarkan UU Perguruan
Tinggi (14) tuntutan agar pelaksanaan pendidikan Agama sejak SR sampai PT,
(15) mengeluarkan konsep tentang “peranan Agama dalam Pembangunan, dll.
Selain urusan internal organisasi, fase ini ditandai pula gejolak tatanan politik
Pemerintahan Soekarno yang memberi peluang besar terhadap PKI melalui
cetusan Manifes Moskow (program mengkomuniskan Indonesia (1957)). Akibat
dari polarisasi politik pemerintahan memaksakan diri Partai Masyumi dibubarkan
(1960). Untuk menghadapi polarisasi politik saat itu, HMI lewat Kongres V di
Medan 1957, mengeluarkan dua sikap; (a) Haram hukumnya menganut paham
dan ajaran Komunis karena bertentangan dengan Islam, (b) menuntut Islam
sebagai dasar Negara.

5. Fase Tantangan I (1964 - 1965)


Dendam sejarah PKI kepada HMI merupakan sebuah tantangan tersendiri bagi
HMI. Setelah agitasi-agitasinya berhasil membubarkan Masyumi dan GPII, PKI
menganggap HMI adalah kekuatan ketiga ummat Islam. Begitu berhasratnya PKI

27
dan membubarkan HMI, melalui Kongres II CGMI (1961) untuk mengkulidasi
HMI secara terbuka bersama Ormas politik maupun Ormawa, diantaranya; PKI.
PARTINDO, PNI, dan 43 partai lainya. Pada maret 1965 dibentukalah panitia
Aksi Pembubaran HMI yang terdiri dari CGMI, GMNI, IPPI, GRMINDO, GMD,
MMI, PM, PR, PPI dan APPI.
Sementara Generasi Muda Islam (GEMUIS), membentuk solidaritas
Pembelaan HMI yang terdiri dari pemuda, pelajar dan mahasiswa Islam, sebagai
titik perjuangan umat Islam Indonesia. Usaha-usaha yang gigih oleh kaum
Komunis dalam membubarkan HMI ternyata tidak menjadi kenyataan, dan
sejarahpun telah membeberkan dengan jelas siapa yang kontra revolusi, PKI
dengan puncak aksi pada tanggal 30 September 1965 telah membuatnya sebagai
salah satu organisasi terlarang.

6. Fase Kebangkitan HMI sebagai Pejuang Orde Baru dan Pelopor


Kebangkitan 66 (1966 - 1968)
HMI sebagai sumber insani Bangsa turut mempelopori tegaknya Orde
Baru untuk menghapuskan orde lama yang sarat dengan ketotaliterannya. Usaha-
usaha itu tampak antara lain HMI melalui Wakil Ketua PB Mari'ie Muhammad
memprakasai Kesatuan Aksi Mahasiswa (KAMI) 25 Oktober 1965 yang bertugas
antara lain : 1) Mengamankan Pancasila. 2) Memperkuat bantuan kepada ABRI
dalam penumpasan Gestapu/ PKI. Selain itu mempelopori gerakan Tritura (10
Januari 1966): bubarkan PKI, retool Kabinet, dan Turunkan harga. Akhir dari
gerakan tersebut PKI dibubarkan pada 12 Maret 1966. Serta mengusung Kabinet
AMPERA (Amanat Penderitaan Rakyat) beberapa Alumni HMI masuk dalam
Kabinet Pemenrintahan.

7. Fase Partsipasi dalam Pembangunan (1969)


Setelah Orde Baru mantap, Pancasila dilaksanakan secara murni serta
konsekuen (meski hal ini perlu kajian lagi secara mendalam), maka sejak tanggal
1 April 1969 dimulailah Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). HMI pun
sesuai dengan 5 aspek pemikirannya turut pula memberikan sumbangan serta
partisipasinya dalam era awal pembagunan. Bentuk-bentuk partisipasi HMI baik

28
anggotanya maupun yang telah menjadi alumni meliputi diantaranya: 1)
partisipasi dalam pembentukan suasana, situasi dan iklim yang memungkinkan
dilaksanakannya pembangunan, 2) partisipasi dalam pemberian konsep-konsep
dalam berbagai aspek pemikiran 3) partisipasi dalam bentuk pelaksana langsung
dari pembangunan.

8. Fase Pergolakan dan Pembaharuan Pemikiran (1970 - 1998 )


Suatu ciri khas yang dibina oleh HMI, diantaranya adalah kebebasan berpikir
dikalangan anggotanya, karena pada hakikatnya timbulnya pembaharuan karena
adanya pemikiran yang bersifat dinamis dari masing-masing individu sebagai
jawaban terhadap berbagai masalah untuk memenuhi kebutuhan kontemporer.
Pergolakan pemikiran HMI ini muncul pada tahun 1970, tat kala Nurcholish
Madjid menyampaikan ide Pembahruannya dengan gagasannya “Keharusan
pembaharuan Pemikiran dalam Islam dan masalah integrasi Umat”. Sementara di
sisi lain, timpbulan perbedaan interpretase pemikiran, tercual dalam bentuk
persoalan negara Islam, Islam kaffah sampai pada persoalan dasar HMI dari
Islam menjadi Pancasila. Sehingga berimplikasi pada gejolak Intern Oragnisasi
HMI yang melahirkan perpecahan di tubuh HMI antara DIPO dan MPO.

9. Fase Reformasi (Mei 1998-2000)


Dalam mengusung Reformasi upaya-upaya kontruktif yang dibangun HMI
dalam mengiringi sikap pemerintahan Orde Baru dan reformasi melalui sikap
koreksi dan kritikan serta sumbangsi gagasan HMI. Pertama, terlihat pada
penyampaian M. Yahya Zaini Ketua Umum PB HMI dalam sambutan pembukaan
Kongres 20 HMI di Jakarta (1995) sebagai penilai HMI, bahwa pembangunan
ekonomi tidak berbanding lurus dengan pembanunan politik. Kedua, oleh Taufik
Hidayat Ketua Umum PB HMI dalam menyambut ulang tahun Emas 50 th HMI
(1997), mengenai keperpihkan HMI dan sikap HMI menentang kekuasaan yang
korup dan menyeleweng. Ketiga, gagasan mengenai Reformasi yang disampaikan
oleh Anas Urbaningrum Ketua Umum PB HMI dalam sambutan Dies Natalis
HMI yang ke 51 dan 52 (1998 dan 1999). Keempat, M. Fahrudian Ketua Umum

29
PB HMI dalam sambutan Dies Natalis HMI yang ke 51 “Merajut Kekuatan
Oposisi Mengembangkan Demokrasi Membangun Peradaban Baru Indonesia”.

10. Fase Tantangan II (2000-2006)


Tantangan HMI dalam fase kedua ini lebih dilekatkan pada maslaah
eksistensi dan keberadaan HMI baik tantangan intern maupun tantang ekstern.
Tantang intern yang dihadapai HMI antara lain; (1) menurunya minat mahasiswa
baru bergabung di HMI diberbagai Perguruan Tinggi, (2) masalah relenvansi
pemikiran-pemikiran HMI dalam mengatasi persoalan bangsa, (3) masalah peran
HMI dalam pengambil inisiator terdepan (avant grade). (4) keefektivitas HMI
dalam memecahkan masalah bangsa ketimbang oraganisasi lain.Sementara
tantangan eksternal HMI lebih mengarah pada posisi regenerasi HMI serta
ancaman menghadapi tatanagan abad 21 yang lebih kompleksitas baik ilmu
pengetahuan dan teknologi, kerawanan aqidah, persoalan umat Islam maupun
kedudukan perguruan tinggi dan kemahasiswaan.

11. Fase Kebangkitan Kembali HMI (2006-Sekarang)


Kebangkitan HMI dalam fase ini berpijak dari situasi fenomenas yang
dihadapai HMI dalam fase tantanganya sebagaimana yang disinyalir oleh
sejarawan HMI dalam karyanya 44 Indikator Kemuduran HMI. Pada kaitan inilah
secara psikologi membawa umpan balik terhadap sikap kesadaran individu dan
kolektif dikalangan Kader maupun Alumni HMI bahwa dalam tubuh HMI mutlak
adanya perubahan-perubahan yang mesti dilakoni HMI baik dari aspek
pembaharuan maupun kritik secara terbuka kedalam intern organisasi mulai dari
tingakatan PB HMI sampai pada tingkatan Komisariat dalam memacu mission
sacre yang diemban oleh segenap keluarga besar HMI. Dengan demikian, sikap
akan kesadaran historis adalah suatu keniscayaan di tubuh HMI.

30
Daftar Pustaka

Esha, Muhammad In’am. 2011. Percikan Filsafat Sejarah & Peradaban Islam.
Malang: UIN-Maliki Press
Haekal, Muhammad Husain. 1990. Sejarah Hidup Muhammad. Diterj. Ali Audah.
Jakarta: Lintera Antar Nusa.
Hitti, Philip. K. 1970. Dunia Arab. Diterj. Usuludin Hutagulung. Bandung: Sumur
Bandung.
Istarani. 2011. 58 Model Pembelajaran Inovatif. Medan: Media Persada.
Kementrian Agama RI. 2012. Al-Qur’an Keluarga. Bandung: Fitrah Rabani
Madjid, Nurcholish, dkk. 2007. Islam Universal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Madjid, Nurcholish. 2008. Islam Doktrin dan Peradaban. Jakarta: Paramadina
----------------------. 2004. Indonesia Kita. Jakarta: Paramadina
Muthahari, Murtadha. 2010. Pengantar Epistemologi Islam. Jakarta: Sadra Press.
------------------------. 2015. Masyarakat dan Sejarah. Yogyakarta: RausyanFikr
Institute
Nachrawi, Harry. 2015. Klonialisme di Indonesia. Ternate: Yayasan Kieraha.
Nashir, Haedar. 2013. Islam Syariat: Reproduksi Salafiyah Ideologis di Indonesia.
Bandung: Mizan.
Pengurus HMI Cabang Ciputat. 2016 Basic Training: Panduang untuk Kader HMI.
Ciputat: Bidang PA HMI Cabang Ciputat.
Pulungan, Suyuthi. 2014. Prinsip-prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah
ditinjau dari Pandangan Al-Quran. Yogyakarta: Ombak.
Ricklefs, M.C. 2001. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Jakarta: Serambi.
Satria, Hariqo Wibawa. 2001 Lafran Pane Jejak Hayat dan Pemikirannya.Jakarta:
Lingkar.
Sitompul, Agussalim. 2008. Sejarah Perjuangan HMI (1947-1975). Jakarta: Misaka
Galiza.
-------------------------. 1982. HMI dalam Pandangan Seorang Pendeta. Jakarta:
Gunung Agung.
--------------------------. 2008. Citra HMI. Jakarta: Misaka Galiza.
--------------------------. 2008. Menyatu dengan Umat Menyatu dengan Bangsa
Pemikiran Keislaman-Keindonesiaan (1947-1997). Jakarta: Misaka Galiza.
--------------------------. 2008. Pemikiran HMI dan Relevansi dengan Sejarah
Perjuangan Bangsa Indonesia. Jakarta: Misaka Galiza.
Syariati, Ali. 2014. Ummah dan Imamah. Yogyakrta: Rausyan Fikr.
Susmihara. 2013. Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta: Ombak
Yatim, Badri. 2011. Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta: Ombak
Wata Takbier. 2013. Ngeteh di Ruang Tamu NDP. Jakarta: Tomanurung.
BPL PB HMI. 2016. Panduan Latihan Kader I Himpunan Mahasiswa Islam.

Artikel dan Website


Bunta, Abd. Firman. 2017. Fase Madinah (Sebuah Telaah Geneologi Pusaka Islam),
Artikel tidak diterbitkan, disampaikan pada diskusi Forum Pembaruan HMI
Cabang Ternate.
Satria, Hariqo Wibawa. 2016. Lafran Pane, Posisi dan Perannya Untuk Indonesia.
Artikel tidak diterbitkan.
Rusdi Mustapa. (Ketika) Belajar Sejarah menjadi Asik. ((On-line)
http://www.kompasiana.com, diakses pada tanggal 07 Juni 2018)

31
FORMULIS PESERTA
SENIOR COURSE (SC) TINGKAT NASIONAL
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM CABANG TEGAL

A. RIWAYAT PRIBADI
Nama : Abd. Firman Bunta
Tempat dan Tanggal Lahir: Lede, 12 Agustus 1995
No Telp/ WA : 082187984462
E-mail : abd.firman.bunta@gmail.com
Alamat : Kel. Akehuda, Kec. Ternate Utara,
Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara.
Asal Cabang/Badko : HMI Cabang Ternate/
Badko. Maluku-Maluku Utara
Asal Komisariat : HMI Komisariat FKIP Unkhair

B. RIWAYAT PENDIDIKAN
Jenjang Kampus Tahun/masuk
Sarjana 1 Universitas Khairun 2013

C. RIWAYAT TRAINING
Jenjang Training Cabang Tahun
LK 1 HMI Komisariat FKIP Cabang Ternate 2013
LK 2 HMI Cabang Manado 2016

D. PENGALAMAN ORGANISASI
Internal HMI
No Struktuktur Kepemimpinan Jabatan Periode
1 HMI Komisaraiat FKIP Kabid PPPA 2015-2016
2 HMI Komisaraiat FKIP Sekretaris Umum 2016-2017

1
Eksternal HMI

No Struktuktur Kepemimpinan Jabatan Periode


1 PANWALU-M Ketua 2015
2 BEM FKIP Unkhair Kabid PAO 2015-2016
3 HMT Kota Ternate Sekretaris Umum 2016-2017

E. MOTIVASI MENGIKUTI TRAINING SENIOR COURSE


1. Untuk memahami lebih dalam mengenai keinstrukturan secara profesionalisme di
HMI
2. Untuk menelaah lebih dalam anjuran-anjuran pedoman Perkaderan HMI
3. Untuk mengemban wawasan pengetahuan Ke-HMI-an secara personal dan
mengembangkannya secara organisasi

Ternate, Agustus 2018


Hormat Saya,

Abd. Firman Bunta

Anda mungkin juga menyukai