Oleh
ABD. FIRMAN BUNTA
1
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum...Wr...Wb.
Segala puji bagi Ilahi Sang pemilik Arasy dan kesempurnaan, muara segala
cinta bagi insan yang senantiasa merindukan-Nya. Tak lupa salam dan taslim
kepada junjungan alam Rasulullah SAW, semoga kita diberi syafaat untuk tetap
istiqamah memegang wasiatnya yaitu Al-Quran dan Al-Hadist sehingga
senantiasa berada dalam barisannya hingga akhir zaman nanti. Amin.
Penulisan dan penyusunan SINDIKAT (Sistem Pendidikan Singkat) Wajib
dan Pilihan ini, penulis ajukan adalah prasyarat penulis untuk Calon Peserta dalam
salah satu Training Informal di HMI, yaitu Senior Course (SC) yang
diselenggarakan oleh BPL HMI Cabang Tegal. Dengan ini, Penulsi secara pribadi
sangat berterima kasih kepada keluarga Besar HMI Cabang Ternate yang telah
memberikan antusias dan tekanan yang konstruktif dalam mengikuti jenjang
training ini,
Dalam penulisan SINDIKAT ini, kekurangan dan keserasian baik dari sisi
sistematika penulisan maupun uraian materi adalah seuatu yang tak terelakan.
Oleh karena itu, melalui prakata pengatar ini penulis berbesar hati menerima
segala saran argumentatif maupun kritikan dalam memperbaiki serta memotivasi
penulis di kemudian hari.
i
SISTEM PENDIDIKAN SINGKAT
(SINDIKAT)
1
2.2 Hakikat Kebenaran.
1. Konsep Tauhid La Ila Ha Illallah.
2. Eksistensi dan sifat-sifat Allah.
3. Rukun Iman sebagai upaya mencari kebenaran.
2.3 Hakikat Penciptaan Alam Semesta.
1. Eksistensi Alam.
2. Fungsi dan Tujuan Penciptaan Alam.
2.4 Hakikat-hakikat penciptaan Manusia.
1. Eksistensi manusia dan kedudukannya di antara mahkluk
lainnya.
2. Kesetaraan dan kedudukan manusia sebagai khalifah di muka
bumi.
3. Manusia sebagai hamba Allah.
4. Fitrah, kebebasan dan tanggung jawab manusia.
2.5 Hakikat Masyarakat.
1. Perlunya menegakkan keadilan dalam masyarakat.
2. Hubungan keadilan dan kemerdekaan.
3. Hubungan keadilan dan kemakmuran.
4. Kepemimpinan untuk menegakkan keadilan.
2.6 Hakikat Ilmu.
1. Ilmu sebagai jalan mencari kebenaran.
2. Jenis-jenis Ilmu.
3. Hubungan antara Iman, Ilmu dan Amal.
D. Metode Pembelajaran
1. Ceramah
2. Brainstorming
3. Brainwashing (Dekonstruksi)
4. Rekonstruksi
5. Diskusi
6. Resitasi
E. Media Pembelajaran
1. Papan Tulis
2. Leptop
3. Kertas
4. Spidol
5. Balpoint
2
6. Media penunjang lainnya.
F. Evaluasi
Penugasan dalam bentuk Resume dan Post Test
G. Langkah-langkah Pembelajaran
Kegiatan Pembelajaran Metode Alokasi
Pembelajaran Waktu
Kegiatan Pendahuluan
1. Pemateri masuk ruangan mengucap salam,
menanyakan keadaan, dan memastikan
kesiapan peserta sebelum memulai materi.
2. Pemateri memperkenal diri kepada peserta.
3. Pemateri mengarahkan agar peserta
menyepakati masuk pada materi, serta Brainstorming 30 menit
membuka tawaran dan menyepakati secara
bersama materi yang hendak akan dibahas.
4. Pemateri mendeskripsikan pentingnya
mengetahui kedudukan materi NDP HMI
dengan materi-materi sebelumnya guna
mengantarkan peserta dalam memasuki materi.
3
Kegiatan Inti
1. Pemateri mencoba membangun pemahaman
dasar peserta, melalui elaborasi;
a. Pemateri mengapresepsikan kepada peserta
dengan bertanya Apa itu Nilai?, apakah
Manusia membutuhkan Nilai?
b. Memberikan kesempatan kepada peserta Cermah & 30 Menit
untuk berpendapat. Brainstorming
c. Setelah itu, pemateri menyimpulkan
pendapat-pendapat peserta seputar
keterkaitan anatara Nilai dan Manusia
menjadi satu rangkaian jawaban.
2. Pemateri mencoba mengawali eksplorasi
materi melalui bahasan seputar Sejarah
perumusan NDP dan kedudukannya dalam
organisasi HMI dengan sub bahasan;
a. Pengertian NDP
b. Sejarah Perumusan dan Lahirnya NDP
Cermah 60 Menit
c. NDP sebagai kerangka Global Pemahaman
Islam dalam konteks organisasi HMI
d. Hubungan antara NDP dan Mission HMI
e. Kedudukan NDP dan organisasi
3. Sebelum menyampaikan Garis Besar Materi
NDP, Pemateri mencoba mendekontruksi
pemahaman peserta terkait Hakikat Hidup,
Pemahaman Kebenaran dan Hakikat
Penciptaan Alam Semesta dengan jalan
berdialog langsung dengan peserta dalam
bentuk pertanyaan; Cermah/
a. Mempertanyakan keberadaan Tuhan? Dkonstruksi 60 Menit
dengan mendeskripsikan bahwa,
sesungguhnya Tuhan tidak lain merupakan
produk hasil pemikiran manusia. Ia lahir
dari senuah konsepsi sandaran bagi
4
manusia dalam menggantungkan
kelangsungan hidupnya.
b. Selanjutnya, pemateri mengantarkan
pandangan-pandangan ateistik seputar teori
kemunculan agama menurut Karl Marx dan
Sigmund Freud, dan pandangan August
Comte.
c. Setelah menjelaskan, Pemateri mulai
menanyakan kepada peserta seberapa jauh
keyakinan peserta kepada Tuhannya, sejak
kapan peserta mulai beriman dan beragama?
Ataukah karena alasan keturunan sehingga
memeluk agama?.
d. Pemateri memberikan kesempatan kepada Brainstorming 20 Menit
peserta untuk menyampaikan pendapatnya.
e. Setelah usai, beberapa peserta Ceramah/ 40 Menit
menyampaikan pendapatnya, pemateri Diskusi
memulai kembali menjelaskan keberadaan
alam semesta dan muasal kemunculan ras
Manusia melalui pendekatan teori Big Bang,
dan teori Evolusi Charles Darwin (sambil
memperlihatkan video ilustrasi). Setelah
menyimak video ilustrasi tersebut, pemateri
menanyakan kembali, apakah Alam ini
ciptaan Tuhan?
f. Setelah mengamati psikologi peserta,
pemateri kembali menyimpulkan seolah
peserta memeluk agama karena faktor
keturunan.
4. Pemateri memulai merekontruksi pemahaman Ceramah/ 30 Menit
peserta dengan telebih dahulu merekontruksi Rekonstruksi
kepercayaan dengan jalan sanggahan terhadap
5
dekontruksi sebelumnya;
a. Argumen Ontogologis
b. Argumen Kosmologis
c. Argumen Teleologis
5. Setelah, peserta dapat memahami sikap
keperpihakan kepada adanya yang maha
Tinggi (Tuhan) adalah suatu yang niscaya,
Pemateri mengomunikasikan peserta dalam
suatu diskursus realitas kehidupan umat
manusia diperhadapkan dengan ragam klaim
kepercayaan dan kebenaran. Lantas,
pertanyaan mendasar Tuhan yang mana, yang
benar adanya.
6. Kemudian, pemateri mengarahkan dan
mengantarkan peserta kedalam pemahaman
aspek Esoteris (al-bawathin) dan aspek Ceramah/ 165 Menit
Eksoteris (al-dzawahir) dalam sebuah agama. Braisntorming
7. Setelah peserta mencermati gambaran tersebut,
Pemateri kemudian menjelaskan garis besar
materi NDP;
1) Hakikat Kehidupan.
1. Analisa kebutuhan manusia.
2. Mencari kebenaran sebagai kebutuhan
dasar manusia.
3. Islam sebagai sumber kebenaran.
2) Hakikat Kebenaran.
1. Konsep Tauhid La Ila Ha Illallah.
2. Eksistensi dan sifat-sifat Allah.
3. Rukun Iman sebagai upaya mencari
kebenaran.
6
1. Eksistensi manusia dan kedudukannya di
antara mahkluk lainnya.
2. Kesetaraan dan kedudukan manusia
sebagai khalifah di muka bumi.
3. Manusia sebagai hamba Allah.
4. Fitrah, kebebasan dan tanggung jawab
manusia.
5) Hakikat Masyarakat.
1. Perlunya menegakkan keadilan dalam
masyarakat.
2. Hubungan keadilan dan kemerdekaan.
3. Hubungan keadilan dan kemakmuran.
4. Kepemimpinan untuk menegakkan
keadilan.
6) Hakikat Ilmu.
1. Ilmu sebagai jalan mencari kebenaran.
2. Jenis-jenis Ilmu.
Kegiatan Penutup
1. Setelah selesai proses kegiatan inti berupa Ceramah 30 Menit
penyajian materi, pemateri mencoba
membimbing peserta keadalam ranah
kesimpulan dengan menguarikan singkat
tentang Bab VIII NDP; Kesimpulan dan
Penutup.
2. Pemateri membimbing peserta dengan jalan Ceramah 10 Menit
memberikan motivasi kepada peserta agar
lebih dalam mengkaji dan memperdalam
pesan-pesan materi dalam NDP HMI.
3. Penugasan berupa resume. Resitasi 5 Menit
4. Salam penutup
7
H. Uraian Materi
1. Sejarah perumusan NDP dan kedudukan NDP dalam organisasi HMI.
1.1 Pengertian NDP
Nilai- nilai Dasar Perjuangan atau yang lebih dikenal dengan NDP HMI
adalah dokumen resmi organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), memegang
peranan penting sebagai pedoman dan penjelasan tentang peran HMI sebagai
organisasi perjuangan. Singkat kata, NDP merupakan hakikat perjuangan
kehidupan yang wajib tercermin dalam pribadi seorang kader HMI, baik dalam
pola pikir, pola sikap maupun pola laku dalam berorganisasi. NDP memuat
sekumpulan nilai tentang ajaran-ajaran pokok agama Islam, yaitu nilai-nilai
dasarnya sebagaimana tercantum dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Maka dari itu,
NDP sebagai acuan yang dapat dipedomani oleh kader HMI untuk mencapai Misi
organisasi.
1
Baca Nurcholish Madjid “HMI Sebuah Gejala Keislaman dan Keindonesiaan” Kata
Pengantar, dalam Agussalim Sitompul, Pemikiran HMI dan Relevansinya dengan Sejarah
Perjuangan Bangsa Indonesia, (Jakarta: Misaka Galiza, 2008), hlm. vi.
8
maupun perdebatan ideologi dikalangan mahasiswa menjelang situasi bangsa di
era Perang Dingin.
Pertama, fakta psikologi ditubuh umat Islam disela-sela masa orde baru
diperhadapkan dengan sikap otoritas kepemimpinan yang memojokan umat Islam,
Disisi yang lain, menjelang 1960-an memasuki 1970-an ditubuh umat Islam
menghadapai pergolakan pemikiran Islam yang bergemuruh antara yang
menerima modernitas dan menolak adanya. Dari fakta kondisi ini, mengimpresi
adanya pembaharuan ditubuh umat Islam yang dimotori oleh beberapa tokoh
pemikir muda Islam, tak terkecuali tokoh-tokoh HMI semisal, Nurcholish Madjid
yang mencoba mengsosialisaikan pemikiran melalui gagasannya “Keharusan
Pembaruan Pemikiran Islam dan Masalah Integrasi Umat”.2
Kedua, pergolakan pertaruangan ideologi antara dua kutup yang menganut
varian individu melahirkan ideologi liberalisme-kapitalime dan varian sosialisme-
komunisme, sementara polarisasi ideologi politik masing-masing memiliki
pegangan yang utuh, misalnya PNI dengan landasan DBR (Dibawah Bendera
Revolusi) ala-Soekarno, Sosialime-Komunisme dengan landsan Das-Kapitalnya.
Akibat dari polarisasi ini, tak terkecuali di kalangan mahasiswa yang nota benge
Underbrower dari varian Ideologi tersebut memiliki pegangan sebagai landasan
perjuangannya.
Sementara itu, ditubuh HMI belum memiliki panduan yang memadai
membahas ideologi Islam secara komprehensif. Mengingat pentingya landasan
ideologi bagi para kader HMI, perlu adanya buku pedoman yang membahas
tentang Islam secara dasariyah. Atas dasar itulah Nurcholish Madjid teilhami
menuliskan buku saku yang menjadi pengangan para kader HMI. Mengenai
motivasi penulisan NDP, Nurcholish Madjid mencatat ada tiga fakta;
Pertama, belum adanya bacaan yang komprehensif dan sistematis tentang
Ideologi Islam, kecuali Islam dan Sosialisme-nya Tjokroaminoto yang saat itu
mulai dianggap kurang representatif. Kedua, Kecemburuaan Nurcholish Madjid
terhadap anak-anak muda Komunis yang memiliki buku Pustaka Kecul Markxis.
Ketiga, Nurcholish tertarik dengan buku kecil yang ditulis oleh Willy Eicher, The
2
Lihat, Nurcholish Madjid, Islam, Kemodernan dan Keindonesiaan, (Bandung: Mizan,
2013), hlm. 247.
9
Fundamental Values and Basic Demand of Democratic Socialism, yang
merupakan upaya reformulasi ideologi bagi partai Sosial Demokrat Jerman.3
Naskah NDP semula merupakan pengembangan dari risalah yang pernah
ditulis oleh Nurcholish Madjid (Cak Nur) 1965 berjudul Dasar-Dasar Islamisme.
Naskah ini mengalami perubahan setelah Cak Nur melakukan kunjungannya pada
tahun 1968 melalui beasiswa Council on Leader and Specialists (CLS) di USA.4
Disana ia berdialog dan mengamati dunia kemahasiswaan, usai dari Barat, ia
melanjutkan kunjungannya ke Timur-Tengah (Turki, Libanon, Syiria, Irak,
Kuwait, Saudi Arabia, Sudan, Mesir, dan Pakistan).
Kunjunagan yang dilakukan Nurcholish Madjid bermaksud untuk
menyaksikan sendiri bagaimana Islam dipraktekan di tanah asalnya. Namun,
kesimpulan dari perjalanaan tersebut, Cak Nur rupanya tidak mendapatkan
jawaban, sebaliknya Islam dipraktekan secara kaku dalam bentuka slogan-slogan
loyalistik dan cenderung kurang solutif terhadap problematika umat. Demikian
pula Indonesia, kondisinya tidak lebih sebagai bangsa mayoritas Muslim, namun
paling terakhir ter-arabkan, umat muslim Indonesia belum menghayati betul
ajaran Islam, dan malah terjerat dalam kondisi sosial-ekonomi yang
memprihatinkan berupa keterbelakangan: kemiskinan, kebodohan, kebencian
antar kelompok, ketidakadilan dan intoleransi.5
Berdasarkan fakta-fakta sosial yang dicermati Cak Nur dengan penuh
perenungan atas kunjungan yang dilaluinya dan kondisi mikro-sosiologi Umat
Muslim Indonesia tersebut menghendaki penyusunan NDP.6 Gagasan NDP
awalnya berupa kertas Kerja PB HMI yang disusun Cak Nur untuk dipersiapkan
dalam Kongres IX di Malang pada bulan Mei 1969, kemudian menghasilkan
rekomendasi kongres bahwa draf NDP perlu dilakukan penyempurnaan teks
melalui tiga orang; Cak Nur sendiri, Endang Saefudin Ansari dan Sakib Mahmud.
Pada Kongres X di Palembang 1971 teks tersebut disahkan dengan nama NDP
3
Buddy Munawar-Rachman (Ed), Ensiklopedi Nurcholish Madjid, Jilid 1, (Jakarta:
Democracy Project, 2011), hlm. vii-viii
4
Ahmad Gaus AF, Api Islam Nurcholish Madjid: Jalan Hidup Seorang Visioner (Jakarta:
Kompas, 2010), hlm. 62-63.
5
Azhari Akmal Tarigan, Islam Mazhab HMI, (Jakarta: Kultura, 2007), hlm. xi.
6
Awal penyusunan NDP semula menamainya sebagai NDI (Nilai-nilai Dasar Islam),
namun kekhawatiran Cak Nur terhadap klaim besarnya sehingga dari NDI dirubanh ke NDP yang
disesuaikan dengan aktivtas mahasiswa, lihat Azhari, ibid, hlm. xvii.
10
dan disosialisasikan ke seluruh Cabang-cabanng di Indonesia. Menjelang
beberapa tahun kemudian dekade 1980-an NDP dirubah namanya menjadi NIK
(Nilai Indentitas Kader) tanpa merubah isinya secara subtansi. Perubahan nama
NDP ke NIK disebabkan oleh pemberlakuan asas Pancasila diseluruh level
organisasi kemasyarakatan dan kemahasiwaan termasuk HMI melalui UU No. 5
Tahun 1986. Dalam peoses berlangsung setelah Kongres XXII tahun 1999 di
Jambi, Islam dikembalikan sebagai asas HMI, keadaan ini membawa perubahan
NIK kembali ke NDP sampai sekarang.
11
1.5 Kedudukan NDP dalam Organisasi HMI
Berpijak dari landasan kesejarahan NDP dan batang tubuh (matan) NDP.
Dapatlah dikatakan NDP, merupakan kumpulan nilai-nilai fundament yang
bersumber dari ayat-ayat Al-Quran tentang pandangan dunia (world view).
Sebagai pandangan dunia sekaligus ideologi bagi HMI, secara umum NDP
mencakup worldview (pemikiran universal teoretis tentang akidah/ushuludin)
maupun secara khusus sebagai ideologi (pemikiran universal praktis tentang
ibadah personal, dan perjuangan kemanuasiaan; serta berbagai nilai akhlak yang
menjadi dasar dari iman, ilmu dan amal).7
Sebagai ideologi, NDP menjadi rujukan lahirnya filsafat sosial yang
tercermin dalam gerak perjuangan HMI. Melalui tolak ukur ini, maka nilai-nilai
yang termaktup dalam NDP, nilai tauhid misalnya kemudian diterjemahkan dalam
bentuk indenpendensi HMI, pembebasan atau ketidaktundukan HMI terhadap
apapun selain kebenaran. Atau, nilai keadilan sosial yang menjadi rujukan bagi
HMI untuk melakukan perubahan, menjadi progres of idea menghadapi
kejumudan dan kondisi keumatan yang timpang. Demikianlah, dikatakan
kedudukan NDP sebagai Ideologi “pegangan” bagi kader HMI dalam memainkan
aktivitas organisasi.
7
Said Munirudin, Bintang ‘Arasy: Tafsir filosofis-Gnostik Tujuan HMI, (Aceh: MW-
KAHMI, 2017), hlm. 178.
8
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, (Jakarta: Paramadina, 2008), hlm.
26-27.
12
Kebutuhan manusia secara asasi adalah kebutuhan untuk berkepercayaan.
Namun, secara lahiriah, kebutuhan itu secara moril-materil terklasifikasi
menjadi kebutuhan-kebutuhan yang sesuai tingkatannya yakni kebutuhan
primer, sekunder, dan tersier. Baik yang berkaitan dengan lahir maupun batin,
yang pasti kebutuhan itu berangkat dari kecenderungan paling dasar manusia,
kepada sesuatu.
9
Argumen ini sebagaiman yang dinukil oleh Rudolf Otto, ia menyebutnya dengan
numinosum (kekuasaan Ilhai), lihat Romly, A.M, Fungsi Agama Bagi Manusia, (Jakarta: BRP,
2003), hlm. 7.; bandingkan dengan Nurcholish Madjid, Islam Doktrin,.Op.,Cit, hlm. xxvi.
10
Nurcholish Madjid, Islam Kemodernan,.Op.,Cit, hlm 72-72.
11
Qs. Al-Nahl/16: 36, Qs. Al-Rad/13:7, “Sesungguhnya Kami (Tuhan) telah mengutus
engkau (Muhammad) dengan kebenaran (al-haqq), sebagai pembawa kabar gembira dan
pembawa peringatan” Qs. Fathir/35: 24.
13
kepada Tuhan itu menjadi inti dan hakikat agama dan keagamaan yang benar
yakni al-Islam.
Nurcholish Madjid menambahkan, ber-islam bagi manusia adalah sesuatu
yang alami dan wajar. Konseskuensi dari sikap ber-islam menghasilkan bentuk
hubungan yang serasi antara manusia dan alam sekitar, karena alam sekitar
telah berserah diri serta tunduk patuh kepada Tuhan secara alami pula.12
Demikian, dapatlah dikatakan fitrah manusia sejalan dengan islam (sikap
kepatuhan ketundukan kepada sang Khalik).
12
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin,.Op.,Cit, hlm. 4.
13
Qs. Al-Jatsiyah/54: 24.
14
Qs, Yusuf/12: 103-106
14
kepada hal-hal palsu (negasi). Sedangkan, illa Allah (kecuali Allah), memberi
penegasan (afirmasi) pemusatan kepercayaan hanya kepada yang benar, yakni
Allah, Tuhan yang haq.
Bagi Nurcholish Madjid, dari sikap tawhid, mengsimplifikasi adanya
pembebasan diri (self liberation), yakni membebaskan atau menghindarkan diri
dari sikap agnostik yang pada giliranya membuka diri dalam meneima
kebenaran. Dan pembebasan sosial (social liberation), yakni membebaskan diri
dari sikap taghut (tiranik) yang muncul dalam kehidupan sosial.15
15
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin,.Op.,Cit, hlm. 80-81.
16
Qs. al-Baqarah/2: 115.
17
Qs. al-Baqarah/2: 186., Qs. al- Qaf/50:16.
18
Qs. al-Syura/42:11., Qs. al-Ikhlas/112:4.
19
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin,.Op.,Cit, hlm. 14.
15
terjadi pada Wujud Mutlak, seperti Tauhid zat Allah. Tauhid Sifat-sifat Allah
merupakan dokrin Islam dan salah satu gagasan manusiawi yang paling bernilai.
20
Budhy Munawar-Rachman.,Op., Cit, hlm. 1020; bandingkan Nurcholish Madjid, Islam
Doktrin,.Op.,Cit, hlm. 74.
21
Qs. al-Zumar/39:5
22
Qs. al-Anbiya/21: 16., dan Qs. al-Dukhan/44: 38.
16
(grand desain). Alam bukanlah hasil suatu kesengajaan adanya. Alam
diciptakan dalam kondisi kesempurnaan. Semua yang ada ini begitu keadaanya
dan memenuhi suatu tujuan universal. Karena itulah Alam ini adalah benar-
benar suatu “kosmos”, kreasi yang tertip bukan suatu yang caos. 23
Keteretaruan yang penuh kesempurnaan dari penciptaan alam ini mestilah
dipandang sebagai konsekuensi logis atas sikap kepasrahan, ketundukan dan
kepatuhan alam kepada sang khaliknya (Pencipa) (ber-islam).24
23
Ismail Al-Faruqi, dalam Budhy Munawar-Rachman.,Op., Cit, hlm. 134.; bandingkan
dengan Qs Al-Mulk/67: 3-4.
24
Qs. al-Fushshilat/41:11.; Qs. al-Rad/13:15.; Qs. al-Isra/17: 44.
25
Qs. al-Sad/38 :27.
26
Murtadha Muthahhari, Manusia dan Alam Semesta: Konsepsi Islam tentang Jagad
Raya (Jakarta: Lentera Basritama, 2002), hlm. 56-57.
17
2.4 Hakikat-hakikat penciptaan Manusia.
1) Eksistensi manusia dan kedudukannya di antara mahkluk lainnya.
Manusia adalah puncak dari ciptaan Allah. Al-Quran diturunkan Allah
karena dan untuk manusia. Demikian juga alam semesta beserta isinya
diperuntungkan untuk manusia. Eksistensi manusia sebagai mahluk yang mulia
disisi Allah. Kedudukan manusia sebagai mahluk Tuhan yang tinggi (aswanu
taqwin).27 Karena kedudukan yang mulai itu, ia diangkat menjadi (wakil)
khalifah Allah di Bumi. Yang kelak ia akan dimintai pertanggung-jawabannya
baik di dunia maupun di Pengadilan Ilahi di akhirat kelak.
27
Qs. al-Tin/95:4
28
Qs. al-Baqarah/2: 30.
29
Nurcholish Madjid, Islam Agama Peradaban, (Jakarta: Paramadina, 2008), hlm. 157;
bandingkan dengan Nurcholish Madjid, Islam Kemodernan., Op.,Cit, hlm. 70.
30
Qs. al-An’am/6: 165
18
3) Manusia sebagai hamba Allah.
Untuk menjalankan kewajiban kekhalifaan itu manusia memiliki
keterbatasan (basyar) sebagai hamba Allah yang selalu taat kepada-Nya dalam
bentuk peribadatan. Prinsipil ini, merupakan pertimbangan kewajiban
kedudukannya. Berstatus sebagai hamba Allah, manusia berkewajiban untuk
selalu mengapdikan diri semata-mata kehadirat-Nya, dengan beribadah secara
ikhlas dengan tunduk dan patuh secara totalitas.31
31
Qs. al-Dzariyat/51:56.
32
Murtadha Muthahhari, Masyarakat dan Sejarah, (Yogyakarta: RasyanFikr Institute,
2015), hlm, 39-40.
19
merupkan manifestasi kemerdekaan individu melawan kemorosotan moral dan
kelemahan masyarakat.33
Dalam menegakan keadilan dalam masyarakat merupakan tindakan paling
mendekati taqwa.34 Menegakan keadilan dalam masyarakat itu adalah sifat
masyarakat yang beriman kepada Allah. Keadilan menjadi sendi moral dasar
bagi masyarakat dalam menopang peradaban manusia. Kemanusiaan yang
beradap hanya bisa ditempuh dengan keadilan.
33
Ibid, hlm. 26.
34
Qs. al-Nahl/16: 90., Qs al-Maidah/5:8
35
Nurcholis Madjid, Islam Kemodernan., Op.,Cit, hlm. 77.
20
4) Kepemimpinan untuk menegakkan keadilan.
Kepemimpinan dalam masyarakat adalah sarana dalam menegakan serta
merealisasikan keadilan. Salah satu otoritas kepemimpinan selalu berhadapan
dengan berbagai kelompok dalam masyarakat. Demikian menjadi pemimpin
haruslah bisa berdiri diatas semua golongan, karena itu diperlukan sifat
keadilan. Dalam al-Quran pun telah menegaskan agar menjadi saksi dengan
seadil-adilnya dalam suatu kaum.36 Seruan itu memberi pengertian, bahwa
selayaknya kepemimpinan ialah menjadi saksi dan penengah (ummah wasth)
dalam memutuskan segala perkara dalam kompleksitas masyarakat.
36
Qs al-Maidah/5:8
37
Amsal Bahtiar, Filsafat Ilmu, (Jakarta, 2013), hlm. 87-88.
38
Qs. al-Baqharah/2: 31-32
21
pengetahuan, membongkar seluruh rahasia alam yang selama ini
dianggap misteri.
Ilmu sebagai kerangka pengetahuan, tentu mengarahkan pada pencarian
kebenaran-kebenaran sesuai kaidah yang empirisistis dan rasionalistis. Oleh
karena itu, tentu ilmu adalah instrumen atau jalan dalam mencari kebenaran.
Allah pun mengatakan dalam firmannya, bahwa Allah akan meninggikan derat
orang-orang berilmu.39 Demikian, pencarain kebenaran melalui ilmu
pengetahuan adalah keharusan dalam menafsirkan alam semesta.
2) Jenis-jenis Ilmu.
Jenis-jenis ilmu sesuai struktur ilmu, menurut Ahmad tafsir adalah Ilmu
(sain) Kealaman (Astronomi, fisika, kimia, ilmu bumi, dan ilmu hayat), Ilmu
Sosial (sosiologi, antropologi, psikologi, ekonomi, politik), dan Ilmu
Humaniora (Seni, Hukum, Filsafat, Bahasa, Agama, dan Sejarah).
39
Qs. al-Mujadila/58:11.
22
Kerja-kerja kemanusiaan itu haruslah diperjuangan dan termanifestasi
kedalam perubahan dan perkembangan masyarakat dalam membangun budaya
dan peradaban. Tugas ini akan terlaksana dengan baik, apabila manusia
memiliki dan menguasai ilmu pengetahuan. Berilmu, haruslah disertai dengan
kerja kemanusiaan begitupun sebaliknya, agara mencapai kebahgiaan hidupnya.
Mempersembahkan karya-karya keilmuan dan hasil tekhnologi untuk
kemanusiaan adalah merupakan amal saleh yang angat diharagi oleh Allah.
Setiap manfaat yang diambil manusia dari karya seseoarang sehingga benar-
benar bermanfaat juga merupakan amal saleh. Dan penting untuk dicatat, bahwa
amal shaleh mestilah menjadi manivestasi dari iman dan ilmu. Dengan
demikian tugas hidup manusia menjadi sangat sederhana, yaitu, beriman,
berilmu dan beramal.40
40
Disadur dari, Bab VIII Kesimpuan dan Penutup NDP HMI, dalam Pengurus Besar
Himpunan Mahasiswa Islam, NDP HMI, (Jakarta: Yayasan Bina Insan Cita, 2015), hlm. 65.
23
Daftar Pustaka
AF, Ahmad Gaus. 2010. Api Islam Nurcholish Madjid: Jalan Hidup Seorang
Visioner. Jakarta: Kompas.
A.M, Romly. 2003. Fungsi Agama Bagi Manusia. Jakarta: BRP.
Kementrian Agama RI. 2012. Al-Qur’an Keluarga. Bandung: Fitrah Rabani
Bahtiar, Amsal. 2013. Filsafat Ilmu. Jakarta.
BPL PB HMI. 2016. Panduan Latihan Kader I Himpunan Mahasiswa Islam.
Bunta, Abd. Firman. 2018. Masyarakat Madani dalam Perspektif Nurcholsih
Madjid (Suatu Tinjauan dalam Etika Demokrasi. Skripsi tidak diterbitkan.
FKIP, Universitas Khairun.
Hasil-Hasil Kongres HMI Ke-XXVIII. 2013, Depok.
Hawking, Stephen W. 2016. Teori Segala Sesuatu: Asal-usul dan Kepunahan
Alam Semesta. Diterj. Ikhlasul Ardi Nugroho. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Lari, Sayid Mutjaba Musawi. 2002. Mengenal Tuhan dan Sifat-sifat-Nya. Jakarta:
Lentera Basritama.
Madjid, Nurcholish. 2008. Islam Doktrin dan Peradaban. Jakarta: Paramadina
----------------------. 2013. Islam, Kemodernan dan Keindonesiaan. Bandung:
Mizan
----------------------. 2008. Islam Agama Peradaban. Jakarta: Paramadina
Munirudin, Said. 2017. Bintang ‘Arasy: Tafsir filosofis-Gnostik Tujuan HMI.
Aceh: MW-KAHMI.
Muthahari, Murtadha. 2002. Manusia dan Alam Semesta: Konsepsi Islam tentang
Jagad Raya. Jakarta: Lentera Basritama
------------------------. 2015. Masyarakat dan Sejarah. Yogyakarta: RausyanFikr
Institute.
Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam. 2015. NDP HMI. Jakarta: Yayasan
Bina Insan Cita.
Pals, Daniel. L. 2001. Dekonstruksi Kebenaran Kritik Tujuh Teori. Diterj. Inyiak
Ridwan Muzir dan M. Syukuri. Yogyakarta: IRCiSoD.
Rachman, Buddy Munawar (Ed). 2011. Ensiklopedi Nurcholish Madjid, Jilid I,
II, III, IV. Jakarta: Democracy Project.
Sitompul, Agussalim. 2008. Pemikiran HMI dan Relevansinya dengan Sejarah
Perjuangan Bangsa Indonesia. Jakarta: Misaka Galiza.
Sudarmojo, Agus Haryo. 2013. History of Earth: Menyikapi Keajaiban Bumi
dalam Al-Quran. Yogyakarta: Bunyan.
Tarigan, Azhari Akmal. 2007. Islam Mazhab HMI. Jakarta: Kultura.
--------------------------. 2018. Nilai-nilai Dasar Perjuangan HMI: Teks,
Interpretasi dan Kontekstualisasi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Yusuf, Danial Iskandar. 2011. Kompilasi NDP. Bogor: HMI Cabang Bogor.
24
SISTEM PENDIDIKAN SINGKAT (SINDIKAT)
MATERI SEJARAH PERJUANGAN HMI
Oleh
ABD. FIRMAN BUNTA
25
SISTEM PENDIDIKAN SINGKAT
(SINDIKAT)
1
c. Gagasan dan visi perjuangan sosial budaya
d. Komitmen ke-Islaman dan ke-Bangsaan sebagai dasar
Perjuangan HMI
5. Dinamika sejarah Perjuangan HMI dalam Sejarah perjuangan Bangsa
a. HMI dalam fase perjuangan fisik
b. HMI dalam fase pertumbuhan dan Konsolidasi Bangsa
c. HMI dalam fase transisi Orde Lama dan orde baru
d. HMI dalam fase pembangunan dan Modernisasi Bangsa
e. HMI dalam fase pasca Orde Baru
f. HMI dalam fase Reformasi sampai Sekarang
D. Metode Pembelajaran
7. Metode Ceramah (Preaching Method)
8. Metode Ceramah Plus
9. Metode Diskusi (Discussion Method)
10. Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving Method)
11. Metode Resitasi (Recitation Method)
E. Model Pembelajaran
1. Curah Pendapat/Tanya Jawab (Brainstorming)
2. Kopertaf Jigsaw
3. GI (Groub Investigation)
4. Scramble (Mencocokan Jawaban)
5. LAPS (Logan Avenue Problem Solving)-Heruistik
F. Media Pembelajaran
7. Papan Tulis
8. Kartu Memo
9. Karton Manila
10. Leptop
11. Kertas
12. Spidol
2
13. Balpoint
14. Media penunjang lainnya.
G. Evaluasi
Penugasan dalam bentuk Resume dan Post Test
H. Langkah-langkah Pembelajaran
Kegiatan Pembelajaran Metode & Model Alokasi
Pembelajaran Waktu
Kegiatan Pendahuluan
5. Pemateri masuk ruangan mengucap salam,
menanyakan keadaan, dan memastikan
kesiapan peserta dalam menerima materi.
6. Pemateri menyampaikan materi yang
hendak diberikan serta menyampaikan
tujuan umum dan tujuan khusus yang Cermah Plus & 30 menit
hendak dicapai dalam materi tersebut. Brainstorming
7. Pemateri menyampaikan apresepsi kepada
peserta tentang materi Sejarah Perjuangan
HMI (dalam bentuk pertanyaan “kenapa
harus materi ini?”) setelah itu pemateri
mengarahkan peserta untuk
mengeksplorasi aspresepsi tersebut.
8. Pemateri menjelaskan kedudukan materi
Sejarah Perjuangan HMI sebagai jawaban
hasil eksplorasi apresepsi sebelumnya
guna mengantarkan peserta dalam
memasuki materi Sejarah Perjuangan HMI
Kegiatan Inti
8. Pemateri mencoba membangun
pemahaman dasar peserta:
3
a. Mengeksplor pemahaman peserta
dengan menanyakan kepada peserta
“Apa yang kalian pahami tentang
sejarah? Dan apa manfaat dari Cermah & 30 Menit
memperlajari sejarah? ”. Brainstorming
b. Memberikan kesempatan kepada
peserta untuk berpendapat.
c. Setelah itu, pemateri menyimpulkan
pendapat-pendapat peserta seputar
sejarah dan manfaat mempelajari
sejarah menjadi satu rangkaian
jawaban.
4
2) Gagasan Pembaharuan Pemikiran
ke-Islaman
3) Gagasan dan visi perjuangan sosial
budaya
4) Komitmen ke-Islaman dan ke-
Bangsaan sebagai dasar Perjuangan
HMI
10. Sebelum masuk dalam sub pokok bahasan Diskusi 20 Menit
Dinamika sejarah Perjuangan HMI dalam
sejarah bangsa Indonesia, pemateri
mencoba mengarahkan peserta dengan
membagi peserta kedalam 6 kelompok.
11. Setelah itu, pemateri memberikan bahan
ajar berupa, kartu memo dan copy-an
materi tentang Dinamika sejarah
Perjuangan HMI dalam sejarah bangsa
Indonesia yang dibagi kedalam 6 topik sub
pokok bahasan, yakni kelompok (1) HMI
dalam fase perjuangan fisik, kelompok (2)
HMI dalam fase pertumbuhan dan
Konsolidasi Bangsa, kelompok (3) HMI
dalam fase transisi Orde Lama dan orde
baru, kelompok (4) HMI dalam fase
pembangunan dan Modernisasi Bangsa,
kelompok (5) HMI dalam fase pasca Orde
Baru, dan kelompok (6) HMI dalam fase
Reformasi sampai Sekarang
12. Pemateri mengarahkan masing-masing Diskusi & IG, 40 Menit
kelompok peserta untuk menelaah, Jigsaw
mengindentifikasi serta mendiskusikan
sesama anggota kelompok mengenai fase-
fase peristiwa penting dalam perjuangan
5
HMI.
13. Pemateri mencoba mengkomunikasikan
hasil telaah masing-masing kelompok
dengan jalan, membimbing peserta
menyusun laporan hasil telaah masing-
masing kelompok tentang dinamika
sejarah Perjuangan HMI. Laporan hasil Diskusi & IG, 90 Menit
penelahan berupa displai yang dituliskan Jigsaw, Scramble
melalui kartu memo. Selanjutnya,
pemateri membimbing setiap kelompok
untuk menyajikan hasil telaah di depan
ruangan dengan metode short card
(mengurutkan kartu). Setelah itu, Kegiatan
penyajian secara bergantian antara
kelompok mulai dari kelompok 1-6,
dengan jalan memajang hasil telaah
(displai) di papan tulis dan di dinding
ruangan dan kelompok lain dapat
berkomentar mengenai hasil penelahan
sajian kelompok.
Kegiatan Penutup
Setelah selesai proses kegiatan inti berupa
penyajian materi, pemateri mencoba
membimbing peserta keadalam ranah
kesimpulan materi dan evaluasi serta
memberikan motivasi dengan jalan, sebagai
berikut:
1. Menyimpulkan pokok bahasan materi Ceramah &
bersama peserta. Brainstorming 20 Menit
2. Melakukan refleksi pembelajaran melalui
berbagai cara tanya jawab tentang materi Ceramah, Problem
6
yang telah disajikan baik berupa manfaat Solving Method & 40 Menit
pembelajaran, apa perubahan sikap yang LAPS
perlu dilakukan oleh Kader HMI.
3. Mengevaluasi pemahaman peserta seputar
topik dinamika sejarah Perjuangan HMI Resitasi & 30 Menit
dalam sejarah perjuangan Bangsa melalui Scramble
metode make a mact (mencari pasangan
kartu memo berupa pernyataan dan
jawaban dan
4. Penugasan berupa resume.
5. Memberikan motivasi kepada peserta
kaitannya peranan penting mengetahui
lebih dalam sejarah HMI.
I. Uraian Materi
Pendahuluan
Manusia sebagai mahluk budaya ia dapat menentukan ruang geraknya
terhadap pengaruh-pengaruh di sekelilingya. Dengan itu pula, ia mengahasilkan
tindakan-tindakan atau aksi yang rasional sebagai landasan pijaknya, baik dalam
tatanan sosial maupun politik yang pada gilirannya membentuk kebudayaan.
Dalam realitasnya, aktivitas dan tindakan manusia disemangati oleh keberadaan
koletif manusia dalam kehidupan masyarakat, sebagai sarana yang dipilih oleh
fitrah manusia demi meraih kesempurnaan ultimatnya. Semangat kolektif
manusia dibentuk oleh sejarahnya. Oleh karena itu, sejarah membentuk budaya
manusia, kepribadian dan ego hakikinya. Pada kaitan inilah masing-masing
individu manusia mempunyai karakteristik khas yang akan membentuk
kerpribadin budaya serta peradaban melalui kelaziman sejarahnya.
7
Sejarah sebagai sumber pengetahuan tidaklah serta merta terjadi secara
kebetulan melainkan sejarah memiliki ketentuan yang dikehendaki oleh manusia.
Pandangan ini mengisyarakat kepada kita bahwa manusia sebagai pengendali
terhadap berbagai perubahan sejarah yang ada, oleh karena itu membaca sejarah
meberikan pelajaran kepada umat manusia dalam mengungkap peristiwa yang
memiliki relasi terhadap akhlak atau etika manusia dalam satu tatanan
peradabannya.41
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) merupakan organisasi kemahasiswaan
yang tertua di bangsa ini hampir ¾ abad usianya. Sudah tentu dari ukuran usia
organisasi ini, memiliki sketsa peranan yang kursial dalam mengemban misi
sejarahnya tidak lain adalah misi Keumatan dan Kebangsaan. Salah satu daya
tarik dan kekuatan organisasi ini terletak pada kelahirannya. Kelahiran HMI, pada
saat yang sama berada ditengah-tengah suasana psikologi umat Islam dan Bangsa
dalam mempertahankan kemerdekaan dan mengusir penjajahan kembali klonial
atas Indonesia. Pada posisi inilah HMI menegaskan eksistensinya dalam
menghadapi kondisi umat dan bangsa. Ketegasan posisi HMI saat itu terlihat
dalam cakupan tujuan awal berdirinya HMI, yakni “Mempertahankan negara
Republik Indonesia dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia, dan Menegakan
dan mengembangkan Agama Islam”.42
Dari catatan awal berdirinya HMI memperlihatkan kepada kita adanya setting
sosial-politik bangsa yang menghendaki serta menginginkan organisasi ini berdiri.
Jika dipahami benar dari narasi dua tujuan organisasi ini menandaskan semangat
pembaharuan yang membedakan HMI dengan organisasi kemahasiswaa
sebelumnya. Dengan demikian prinsip historis tersebut menyinari setiap nafas dan
dinamika organisasi ini berjalan hingga bertahan sampai saat ini.
Membaca sejarah perjuangan HMI meberikan sinyaleman maupun perhatian
serius pada Kader HMI utamanya dalam memahami posisi-posisi serta
peranannya dalam mengemban kehidupannya di bangsa ini. Paling tidak, dengan
adanya stimulus ini memberikan kesadarn historis dan kesadaran organisatoris
41
Ayutullah Murtadha Muthahhari, Pengantar Epistemologi Islam, (Jakarta: Sadra Press,
2010), hlm. 94-95.
42
Agussalim Sitompul, Sejarah Perjuangan Himpunan Mahasiswa Islam (1947-1975),
Cet. Ke-II, (Jakarta: CV Misaka Galiza, 2008), hlm. 14.
8
bagi kader-kader HMI. Dengan demikian, dalam pembahasan ini akan membahas
bagaimana latar belakang berdirinya HMI?, bagaimana gagasan dan visi Pendirian
HMI?, dan bagaimana dinamika fase-fase perjuangan HMI dalam sejarah
Bangsa?.
43
Ali Syariati, Ummah & Imamah, Cet. Ke-III, (Yogyakarta: Rausyanfikr Institute,
2014), hlm. 67.
44
Muhammad In’am Esha, Percikan Filsafat Sejarah & Peradaban Islam, (Malang: UIN
Maliki Press, 2011), hlm. 15-16.
9
Sejarah ditulis berdasarkan sumber-sumber atau data sejarah. Sumber atau
data sejarah dapat dibedakan kedalam beberapa kategori, yaitu; (1) dari segi
bahan, ada dua yakni, sumber tertulis berupa dokumen-dokumen, dan sumber
tidak tertulis berupa artefak dan sumber lisan; recent events (berdasarkan ingatan
orang) dan remote events (peristiwa yang tipis kemungkikan terjadinya). Dan (2)
dari segi urutan penyampaian atau asal; sumber primer (apa yang disampaikan
oleh pelaku dan atau saksi mata), dan sumber sekunder.45
45
Ibid, hlm. 16-19.
46
Qs. Al-Hasyr/59: 18; Qs. Al-Ahzab/33: 21.
10
B. Misi Kelahiran Islam
1. Masyarakat Arab Pra-Islam
Secara sosiologis masyarakat Arap sebelum Islam hadir merupakan struktur
masyarakat yang dibangun atas dasar semangat kesukuan yang tinggi ‘ashabiyah’.
Dengan sikap ini membawa karekteristik masyarakat yang eklusif yang pada
giliranya menimbulkan chauvinime yang mendalam, yakni cara pandang yang
menganggap kelompok atau suku lain sebagai musuh yang hendak dimusnahkan,
sehingga pola masyarakat Arap dimasa itu indentik dengan konflik antar suku
yang tak terelakan.47
Atas kondisi seperti itu masyarakat Arab dinilai sebagai kehidupan jahilia,
suatu terma yang diterjemahkan dengan “zaman kepicikan” atau “zaman
kebiadaban”.48 Namun perlu diperhatikan ke-jahilia-an masyarakat Arab ketika
itu bukan berarti mereka tidak berpengetahuan atau tidak memiliki kebudayaan
sama sekali, melainkan mereka yang menentang kebenaran. Dengan demikian,
kehidupan jahilia masyarakat Arab adalah gambaran masyarakat yang
membangkang kebenaran.49
Demikianlah gambaran masyarakat Arab pra Islam, masyarakat yang
berkebudayaan diberbagai aspek, tetapi kode etik kehidupan yang mengalami
dekadensi moral baik paganisme50 maupun mengaku monotheisme; mereka syirik
dibidang akidah, dan mengabaikan nilai-nilai martabat kemanusiaan. Inilah yang
menjadi titik tekan dakwa Nabi Muhammad saw untuk membangun masyarakat
47
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Cet. Ke-23, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011)
hlm. 11.
48
Dalam Al-Quran dilukiskan tentang ciri kehidupan kejahiliaan, yakni pertama, mereka
yang mementingkan diri sendiri dan menyangka yang tidak benar kepada Allah (Qs. Ali Imran/3:
154). Kedua, mereka yang memberlakukan hukum atas dasar kekuatan bukan atas dasar keadilan
(Qs. Al-Maidah/5: 50). Ketiga, mereka yang berperilaku beremewah-mewahan (berhias diri) dan
melakukan kemaksiatan (Qs. Al-Ahzab/33:33). Keempat, mereka yang selalu merasa benar sendiri
dengan sikap penuh kesombongan (Qs. Al-Fath/48/26).
49
Suyuthi Pulungan, Prinsip-prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah ditinjau dari
Pandangan Al-Quran, (Yogyakarta: Ombak, 2014), hlm. 54.
50
Sikap keyakinan keagamaan bangsa Arab sebelum Islam yang mencampurbaurkan
dengan takhayul dan kemusrikan atau sikap menyekutukan Allah. Sikap Kepercayaan ini disebut
agama Watsaniyah, yakni agama yang mempersyarikatkan Allah dengan mengadakan
penyembahan berhala. Lihat, Susmihara, Sejarah Peradaban Islam, (Yogyakarta: Ombak, 2013),
hlm. 71-72; bandingkan dengan, Sebab Jazirah Bertahan pada Paganism dalam Muhammad
Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, diterj. Ali Audah, (Jakarta: Lintera Antar Nusa, 1990),
hlm. 81-84.
11
bertauhid, berakhlakula-karimah dengan menjunjun tinggi nilai-nilai kemanusiaan
atau masyarakat ber-madaniyah.
51
Philip K. Hitti, Dunia Arab, terj. Usuludin Hutagalung dan Sihombing, (Bandung:
Sumur Bandung, 1970), hlm. 34.
52
Ibid.
12
tahun di Makkah saat kabilah-kabilah diseluruh tanah Arab melaksankan ibadah
Haji. Peristiwa tersebut terus berjalan hingga membawa pada suatu kontelasi
politik Makkah yang pada gilirannya beliau melakukah hijrah ke Yastrib
berdasarkan wahyu yang diturunkan.53
b. Fase Madinah
Periode kenabian di fase Madinah ini lebih ditekankan pada fasse pembinaan
masyarakat. Dari sanalah Islam menyinari ruang peradaban zaman. Keunggulan
Islam pada fase ini terletak pada kedudukan Nabi Muhammad saw, disatu pihak
beliau berkedudukan sebagai Rasul, dipihak lain Muhammad berkedudukan
sebagai pemimpin politik umat.54 Kedudukan Muhammad sebagai pemimpin
umat di Madinah terlihat ketika beliau berhasil mendudukan masyarakat Madinah
(semula Yastrib) dengan meletakan fondasi kehidupan politik melalui noktah
kesepakatan yang kita kenal dengan Piagam Madinah (Shaifah Al-Madinah).55
Tindakan pembinaan masyarakat yang dilakukan Nabi di Madinah tidak
hanya dibidang aqidah, tetapi juga menyangkut masalah politik, ekonomi, maupun
sosial budaya. Pada fase ini ajaran lebih berorientasi pada hukum kemasyarakatan
(muamallah). Visi Islam pada fase ini merupakan perjuangan mewujud-
nyatakatan kualitas-kualitas pribadi muslim dalam tatanan masyarakat
berdasarkan budi pekerti luhur atau tatanan sosial teratur dan sopan (beradab,
peradaban).56
Akibat keberhasilan Muhammad di Madinah itu membawa ancaman terhadap
kedudukan Islam di Madinah, ancaman tersebut terlihat pada terjadinya beberapa
peperangan bersama kaum Quraish yang dilakoni Muhammad demi
mempertahankan umat dan eksistensi Islam dimadinah, sebut saja perang Badr,
Uhud, Ahzab, Khandaq dan beberpa perang lainnya.
53
Suyuthi Pulungan, Op.,Cit, hlm. 60-61.
54
Abd. Firman Bunta, Fase Madinah (Sebuah Telaah Geneologi Pusaka Islam), (Artikel,
disampaikan pada diskusi Forum Pembaruan HMI Cabang Ternate 2017), hlm. 4.
55
Melalui Piagam Madinah ini, telah menyajikan kepada umat manusia sebuah contoh
pertama kali tatanan sosial-politik mengenal pendelegasian wewenang dan kehidupan berkonstitusi
dalam masyarakat yang heterogen hendak membangun masyarakat politik yang inklusif. Lihat
Nurcholish Madjid dkk, Islam Universal, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), hlm. 205.
56
Nurcholish Madjid, Islam dan Doktrin Peradaban, Cet. Ke-VI, (Jakarta: Paramadina,
2008), hlm. 343.
13
Demikianlah fase kenabian Rasulullah, dapatlah disimpulkan bahwa latar
belakang sosial budaya masyarakat Arab yang ditandai dengan kehidupan jahilia
semacam itu, kehadiran Nabi Muhammad saw mengemban tugas suci (mission
sacree) untuk menyampaikan seruan kepada umat manusia agar membebaskan
diri dari berbagai kepercayaan yang palsu hendak berpegang teguh kepada
kepercayaan yang benar. Sehingga tugas suci tersebut dilambangkan dalam dua
tahap perjuangan Nabi saw; 13 tahun pertama (fase Makkah) lebih berupa
perjuangan menanamkan berbagai kualitas pribadi berdasarkan Iman kepada
Allah, Tuhan Yang Maha Esa (tawhid), dan 10 tahun kedua (fase Madinah)
sebagai perjuangan mewujud-nyatakan kualitas pribadi itu dalam tatanan
masyarakat berdasarkan budi pekerti yang luhur (masyarakat ber-madaniyah).
Apabila dicermati dari misi kelahiran Islam ini mengantarkan kita pada
pengetahuan secara holistik dan komprehensif bahwa kehadiran Islam yang
dibawakan Nabi saw secara historis sosiologis tidak hadir dalam konteks
masyarakat yang hampa, melainkan kelahiran Islam berada pada ruang interaksi
dinamis dengan kondisi di sekelilingnya. Dengan demikian Islam muncul sebagai
upaya masif untuk meberikan jawaban terhadap problem-problem kemanusiaan
baik yang menyangkut dengan perihal Aqidah, maupun keyakinan sosial, politik,
ekonomi yang sedang melingkupi masyarakat Arab saat itu. Oleh karena itu Islam
dibangun tidak serta merta tanpa proses melainkan sintesisnya secara gradual,
bertahap dan berproses kurang lebih 23 tahun.
Pengetahuan tentang misi kelahiran Islam ini memiliki peranan penting,
setidaknya wahana kita memahami bahwa hadirnya Islam memberikan konstribusi
yang signifikan terhadap perkembangan kehidupan peradaban umat manusia.
Titik tekannya adalah pengetahuan kita tentang membandingkan pendeskripsian
masyarakat Arab sebelum dan setelah kelahiran Islam.
14
kebangsaan sebagai mission sacre yang diembankannya. Pada prinsipnya relasi
nilai Islam tersebut menandaskan tradisi Islam Profetik, yakni tradisi Islam yang
dihidupkan pada saat kenabian dan pengwahyuan Islam, yang merujuk pada
wujud kualitas kesalehan inividual maupun kesalehan sosial. Dengan demikian
membaca latar belakang berdirinya HMI tidak lain adalah upaya yang masif
menjadikan Islam sebagai panduan untuk melakukan pembebasan terhadap segala
bentuk realitas yang anti kemanusiaan.
Secara umum latar belakang berdirinya HMI diantaranya; situasi Negara
Republik Indonesia, situasi Umat Islam Indonesia, dan situasi dunia perguruan
tinggi dan kemahasiswaan.57
57
Mengenai faktor-faktor yang melatarbelakangi berdirinya HMI diteliti oleh Agussalim
Sitompul melalui Desertase doktorlanya tahun 2001, ia menyimpulkan bahwa latar belakang
berdirinya HMI, terdiri dari 8 faktor, yakni: (1) Penjajahan Belanda atas Indonesia dan tuntutan
perang kemerdekaan, (2) Kesenjangan dan Kejumudan ummat Islam dalam pengetahuan,
pemahaman, dan penghayatan serta pengamalan ajaran Islam, (3) Kebutuhan akan pemahaman,
penghayatan keagamaan, (4) Munculnya polarisasi politik, (5) Berkembangnya paham dan ajaran
Komunis, (6) Kedudukan perguruan tinggi dan dunia kemahasiswaan yang sangat strategis, (7)
Kemajemukan bangsa Indonesia, (8) Tuntutan modernisasi dan tantangan masa depan. Namun
secata subtansial terdapat 3 faktor latar belakang berdirinya HMI sebagaimana diterangkan diatas.
Lihat, Agussalim Sitompul, Menyatu dengan Umat Menyatu dengan Bangsa: Pemikiran
Keislaman-Keindonesiaan HMI (1947-1977), (Jakarta: Misaka Galiza, 2008), hlm. 36-90;
Agussalim Sitompul, Op,.Cit, hlm, vii, 5-10.
58
Susmihara, Op.,Cit, hlm. 321; bandingkan dengan Badri Yatim, Op.,Cit, hlm. 169-170.
15
Kedikdayaan dunia Eropa (Barat) atas Klonialisme melalui sarana teknologi
perkapalan yang diperoleh dari pengetahuan Islam telah membuka terobosan
terhadap jalur laut dalam mengiringi perdagangan demi memperlancar misi
Klonialis. Keberhasilan bangsa Barat menguasai bangsa-bangsa muslim termasuk
Nusantara dipelopori oleh Conquistador Protugis dibawah laksmana panglima
Alfonso de Albuquerque menguasai India (1510) dan Malaka (1511). Mengusung
misi Klonialis sebagaimana seruan Thordesial Agrement (1494) yang disemangati
dengan penyebaran Zending Katolik diutuslah Francisco Serrao (1512) untuk
menguasai wilayah Timur Nusantara tepatnya di Maluku. Selaian memperoleh
keuntungan rempah-rempah yang dibutuhkan dipasaran Eropa, kehadiran
Conquistador (Perampasan Negeri) tersebut berhasrat untuk menghancurkan
Eksistensi Islam di Nusantara.59
Disisi lain, hasrat dunia Barat terhadap Islam dipupuk oleh misi reconquista
(penaklukan kembali) akibat zaman gemiliang Andalusia. Fenomena tersebut
didalangi untuk membebaskan diri dari ketergantungan Ekonomi mereka kepada
dunia Islam yang saat itu menguasai ekonomi dan perdagangan dunia. Akibat hal
serupa, maka latar belakang Klonialis perasaan anti Islam menjadi semangat
reconquista yang ingin mengkrintenisasikan orang-orang Islam secara paksa.60
Demikian semangat Klonial terhadap Islam, sementara ditubuh umat Islam
mengalami masa kegelapan (aukulfarung) atau kejumudan dan keterbelakangan
dari cara berfikir. Situasi umat Islam dunia saat itu, terbagi menjadi berbagai
golongan yang hanya berangkat dari masalah khilafiah, yang pada akhirnya
berdampak pada melemahnya kekuatan Islam.61 Akibat dari keterbelangkang
umat Islam ini, pada abad-abad 19 memasuki abad 20, munculah gerakan-gerakan
pembaruan Islam di negeri-negeri kantong Islam yang dikuasi oleh Barat.
Gerakan ini bermaksud menentang keterbatasan seseorang melaksanakan ajaran
Islam secara benar dan untuh yang berlandaskan pada al-Quaran dan Hadist.
Adapun tujuan dari kelahiran gerakan pembaruan ini, yaitu: (1) membangun
kembali masyarakat Islam dan memulihkan reformasi Islam dan reformulasi
59
M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, (Jakarta: Serambi, 2001), hlm.
61-68; Bandingkan dengan Harry Nachrawi, Klonialisme di Indonesia, (Ternate: Yayasan Kieraha,
2015), hlm. 24-26.
60
Nurcholish Madjid, Indonesia Kita, (Jakarta: Paramadina, 2004), hlm. 18-19.
61
Susmihara, Op.,Cit, hlm. 320-321
16
ajaran Islam, dan (2) menyingkirkan imperialisme Eropa di Dunia Islam untuk
memperoleh otonomi dan kemerdekaan. Gerakan ini dipelopori Jamaludin al-
Afgani di Mesir (1838-1897), Muhammad Abduh (1849-1905), Muhammad Ibnu
Abdul Wahab (Wahabisme) di Saudi Arabia (1703-1787), Sayyid Ahmad Khan di
India (1817-1898), Muhammad Iqbal di Pakistan (1876-1938).62
62
Haedar Nashir, Islam Syariat: Reproduksi Salafiyah Ideologis di Indonesia, (Bandung:
Mizan, 2013), hlm. 151-157
63
Agussalim Sitompul, Menyatu dengan Umat....,Op.,Cit, hlm. 41-52.
64
Semangat perlawanan ini yang kita kenal peritiwa lima hari pertempuran di Semarang,
di Padang 15 oktober 1945, pertempuran Kota Baru Yogyakarta 7 oktober 1945, pertempuran 10
17
Sementara situasi dan kondisi makrososiologi (keadaan dan tingkat
pemahaman, serta pengamalan ajaran Islam) umat Islam Indonesia dapat
digolongkan menjadi tiga golongan; pertama, golongan alim ulama dan pengikut-
pengikutnya, golongan ini mengenal dan mempraktekan Islam sebagaimana
dimasa Nabi Muhammad saw, baik dari sisi kebiasaan Rasullulah maupun dari
sisi kebudayaan Arab tanpa memperhatikan waktu dan tempat dizaman mereka.
Kedua, golongan alim ulama yang berhaluan mistik, golongan memandang
kehidupan ini hanyalah kepentingan akhirat, bahkan menilai kemiskinan dan
penderitaan salah satu tujuan menyatu dengan Tuhan. Ketiga, golongan kecil,
golongan ini mencoba menyusaikan diri dengan kemajuan zaman, selaras dengan
wujud dan hakikat agama Islam, golongan ini berusaha ajaran Islam benar-benar
dapat dilaksankan dalam kehidupan masyarakat Indonesia.65
Keadaaan makrososiologi ditubuh umat Islam Indonsia dalam realitasnya
golongan pertama dan kedua yang paling dominan. Akibat kurangnya
pengetahuan, pemahaman, penghayatan serta pengamalam ajaran Islam, sehingga
munculah anggapan bahwa agama Islam tidak dapat mengikuti tuntutan zaman.
Adapun golongan kecil ini terdiri dari pemuda-pemuda yang sedang menuntut
ilmu pengetahuan di Perguruan Tinggi. Dari embrio golongan inilah munculah
percikan-percikan pemikiran untuk mendirikan HMI.
November 1945 di Surabaya, yang semunya itu dilandasi dengan doktrin Jihad fil Sabilillah. Lihat,
Agussalim, Sejarah...,Op.,Cit, hlm. 5.
65
Agussalim Sitompul, Citra HMI, (Jakarta: Rakasta Samasta, 2008), hlm 5-7;
Bandigakn dengan Agussalim Sitompul (ed), HMI mengayuh diantara Cita dan Kritik, (Jakarta:
Misaka Gliza, 2008), hlm. 3-5.
18
depan. Karena itulah, perguruan tinggi sangat rentan dan mendorong sebagian
kelompok tertentu dalam menjalankan aksi kepentingannya.
Menjelang kehadiran HMI, ada dua faktor dominan yang mewarnai atmosfir
dunia kemahasiswaan di perguruan tinggi. Pertama, sisem pendidikan yang
diterapakan adalah sistem pendidikan Barat yang bercorak sekularisme dengan
menjauhkan nilai agama dalam setiap aspek kehidupan. Kedua, adanya
oraganisasi kemahasiswaan yang berhaluan Komunis, yakni; Perserikatan
Mahasiswa Yogyakarta (PMY) dan Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI) di Solo.
Akibat dari dua faktor ini mengilhami dinamika sosial-budaya-politk yang
memojokan aspirasi Islam dan umat Islam di dunia perguruan tinggi. Sehingga
menimbulkan dua hal yang mendasar, yakni krisis keseimbangan pengetahuan
antara pemenuhan dunia dan akhirat, dan menimbulkan ancaman umat Islam
dimasa depan. Hakikatnya kedua ancaman ini sangatlah bertentangan dengan
ajaran Islam yang tidak memisahkan antara pengetahuan dunia dan akhirat.66
Disi yang lain, akibat dari sikap organisasi kemahasiswaan yang banyak
didominasi kelompok politik dalam melanggengkan kepentingannya, sehingga
terlihat gerakan kemahasiswa yang beraveliasi dengan kepentingan kekuasaan
yang ada (non-indenpent). Fenomena ini terlihat dalam munculnya polarisasi
politik Bangsa di Ibu Kota negara Yogyakarta di tahuan 1946 memasuki awal
1947, yang ditandai oleh polarisasi antar pihak Partai Sosialis Vs. Partai
Masyumi-PNI. Salah satu perncermatan politik saat itu ialah Partai sosialis
memiliki jaringan kelompok mahasiswa PMY dan SMI.67 Menyadari fenomena
perguruan tinggi dan kemahasiswaan tersebut, kelahiran organisasi
kemahasiswaan yang indenpenden dan berwawasan kegamaan adalah suatu
keniscayaan dalam memupuk masa depan umat dan bangsa.
19
memiliki proses panjang terhadap interaksi yang dinamis diseklilingya melalui
kontemplasi yang lakoni Nabi saw. Begitu pun, berdirinya HMI melalui
kontemplasi atas fakta-fakta peristiwa panjang secara selektif dan intensif Lafran
Pane mengamati perkembangan proses sosial-politik dan budaya umat dan bangsa
sebelum HMI berdiri. Artikulasi dan akumulasi dari berbagai realitas yang timbul
ditengah-tengah kehidupan Indonesia sebagaimana 3 kondisi garis besar diatas
munculah pemikiran berdirinya HMI.
Gagasan mendirikan HMI sebenarnya telah timbul dalam benak sang
pemrakarsa sejak bulan November 1946, sekalipun konsulidasi gagasan belum
mendapat respon positif di kalangan mahasiswa STI, justru menunai tantangan
silih berganti baik kritikan maupun cemohan. Tidak sedikit pun mengurung
semngat revolusioner diri sang Lafran Pane melakukan konsulidasi mendirikan
HMI. Usaha-usaha Lafran Pane terhadap mahasiswa dilaksanakan melalui upaya-
upaya persuasif dalam memperkenalkan organisasi HMI yang hendak didirkan di
mesjid-mesjid usai shalat. Dengan semakin mendesaknya tuntutan pendirian
organisasi HMI ini, awal 1947 Lafran Pane bertekad tidak boleh tidak organisasi
HMI haruslah segera berdiri.68
Mengiringi tekad mendirikan organisasi HMI, ketika itu bersamaan dengan
jam mata kuliah Tafsir Bapak Husain Yahya, Lafran Pane bermaksud meminta
izin guna dilangsungkannya rapat pembentukan serta deklarasi pendirian
organisasi HMI. Tepat dihari rabu pon 1878, 14 Rabiul Awal 1366 H, bertepatan
dengan tanggal 5 februari 1947, disalah satu ruangan Kuliah STI di jalan
Setiodiningratan 30 (sekarang Jl. P. Senopati 30), masuklah mahasiswa Lafran
Pane yang dalam prakatanya dalam memimpin rapat antara lain mengatakan;
"Hari ini adalah pembentukan organisasi Mahasiswa Islam, karena persiapan
yang diperlukan sudah beres. Yang mau menerima HMI sajalah yang diajak
untuk mendirikan HMI, dan yang menentang biarlah terus menentang, toh tanpa
mereka organisasi ini bisa berdiri dan berjalan".69
Disela-sela usai rapat, Lafran Pane bersama beberapa mahasiswa 70 dalam
rapat tersebut mengambil keputusan, sebagai berikut:
68
Agussalim Sitompul, Sejarah...Op.,Cit, hlm. 12.
69
Ibid, hlm. 12-13.
70
Beberapa mahasiswa yang hadir dalam rapat tersebut dicatat sebagai pendiri-pendiri
HMI dalam peristiwa bersejarah 5 Februari 1947, mereka adalah mahasiswa STI tingkat 1, mereka
20
1. Hari Rabu Pon 1878, 14 Rabiulawal 1366 H, bertepatan dengan tanggal 5
Februari 1947, menetapkan berdirinya organisasi “Himpunan Mahasiswa
Islam” disingkat HMI, yang bertujuan: (a) Mempertahankan Negara Republik
Indonesia dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia, dan (b) Menegakkan dan
mengembangkan ajaran Agama Islam
2. Mengesahkan Anggaran Dasar HMI. Adapun Anggaran Rumah Tangga akan
dibuat kemudian.
3. Membentuk Pengurus HMI, dengan susunan:
Ketua : Lafran Pane
Wakil Ketua : Asmin Nasution
Penulis I : Anton Timur Jailani
Penulis II : Karnoto Zarkasyi
Bendahara I : Dahlan Husain
Bendahara II : Maosaroh Hilal
Anggota : Suwali, Yusdi Ghozali, Mansyur.
4. Sekretariat HMI dipusatkan di Asrama Mahasiswa, Jalan Setiodiningratan 5
(Jl. P. Senopati 5, sekolah Asisten Apoteker- sekarang).71
itu adalah: 1) Lafran Pane, 2) Karnoto Zarkkasyi (Amarawa), 3) Dahlan Husain (Palembang), 4)
Maisaroh Hilal (Singapura), 5) Suwali, 6) Yusdi Ghozali (Semarang), 7) Mansyur, 8) Siti Zainah
Palembang, 9) M. Anwar (Malang), 10) Hasan Basri, 11) Marwan, 12) Zulkarnaen, 13) Tayeb
Razak (Jakarta), 14) Toha Mashudi, 15) Bidron Hadi (Yogyakarta). Lihat, Agussalim Sitompul,
Sejarah...Op.,Cit, hlm. 15-17.
71
Ibid, hlm. 13-14.
72
Lihat, reaksi-reaksi terhadap kelahiran HMI, dalam Agussalim Sitompul, Ibid, 21-23.
73
Lafran Pane dilabelkan sebagai pemrakarsa serta pendiri HMI ditelusuri dan diteliti
dalam sejarah HMI dan disahkan melalui Ketetapan Kongres XI di Bogor pada 23-30 Mei 1974.
Lihat, Agussalim, ibid, hlm. 162.
21
1. Sosok Lafran Pane74
Lafran Pane adalah anak ke enam dari Sutan Pangurabaan Pane, lahir di
Padang Sidempuan, Kampung Pangurabaan, Kecamatan Sipirok, Kabupaten
Tapanuli Selatan, Sumatra Utara. Ia lahir dari backround keluarga yang agamis
dan nasionalis, ayahnya salah seorang pendiri Muhammadiyah di Sipirok 1921
sementara kakeknya adalah seorang ulama Syekh Badurahman Pane. Sejak
ditanah kelahirannya ia dipupuk dengan pemahaman agama bahkan dibangku
pendidikanya dirintis melalui Pesntren sampai tahun 1937 ia melanjutkan
pendididkannya dibatavia disanalah ia banyak pengalaman yang merintis dirinya
sebagai seorang yang peka terhadap keadaan sekelilingya.
Desember 1946 ia pindah ke Yogyakrta sebab Ibu Kota Negara dipindahkan
ke Yogyakarta, secara otomatis STI dipindahkan ke Yogyakarta. Disanalah
perkembangan wawasan Lafran Pane semakin pesat saat kuliah di STI dan banyak
belajar bersama dosen-dosennya di STI, antara lain KH. Abdul Kahar Muzzakir,
Husain Yahya, dan H.M. Rasyidi. Lafran tekun memperlajari buku-buku agama
Islam, sehingga apa yang dipikirkannya didapatkan dengan pengamatan dan
penyeledikannya terhadap realitas sosial-budaya dizamannya. Ia pun bertambah
yakin bahwa Islam merupakan pedoman hidup yang kaffah. Ditahun 1948 ia
pindah ke AIP Universitas Gajah Mada dan tercatat sebagai alumnus pertama
dalam meraih gelar kesarjanaan tepatnya awal 1953.
22
Islam, seperti Jamiat Khair (1905), Syarikat Islam (1912), Muhammadiyah
(1912), Al-Irsyad (1913), Persatuan Islam (1923) dan NU (1926).75
Dengan demikian, pengetahuan, pemahaman, penghayatan serta pengamalan
ajaran agama Islam adalah suatu keniscayaan dalam memacu kemajuan umat
Islam. Dengan adanya gagasan pembaruan pemikiran Keislaman diharapkan
kesenjangan dan kejumudan pengetahuan, pemhaman, penghayatan dan
pengamalan ajaran Islam dapat dilaksanakan sesui dengan ajaran Islam. Tugas
suci (mission sacre) umat Islam adalah mengajak umat manusia kepada kebenaran
Ilahi dan kewajiban umat Islam adalah menciptakan masyarakat adil makmur
secara material dan spritual.
Atas dasar psikologi umat Islam Indonesia dan tuntutan pembaruan pemikiran
Islam, sosok pemuda Lafran Pane menghendaki berdirinya organisasi HMI
sebagai wadah mahasiswa yang mempunyai kemampuan dan selalu menginginkan
inovasi atau pembaharuan dalam segala bidang, termasuk pemahaman dan
penghayatan ajaran Islam.76 Apabila dicermati dari sang Inisiator berdirinya HMI,
bahwasanya kemunculan HMI merupakan proses kesinambungan perjuangan
umat Islam melalui upaya menemukan pesan Islam dalam konteks perkembangan
sosial budaya dan masyarakat (semangat Pembaruan Pemikiran Islam).
75
Mujamil Qomar, Fajar Baru Islam Indonesia, (Bandung: Mizan, 2012), hlm. 81.
76
Lihat ungkapan Lafran Pane dalam menginisiasi berdirinya HMI dalam Agussalim
Situmpul, Pemikiran HMI dan Relevansinya dengan Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia,
(Jakarta: Misaka Galiza, 2008), hlm. 18.
23
Dinamika kemajemukan sosial budaya sangat rentan terhadap disintegrasi
bangsa. Keadaan seperti itu, mengehendaki adanya visi kesatuan yang
disemangati oleh pengetahuan yang mendalam tentang realitas bangsa. Kondisi
ancaman bahaya disintegrasi bangsa pasca kemerdekaan dan kondisi umat Islam
yang terbelakang dalam bidang pendidikan, Lafran Pane mebidani lahirnya
sebuah organisasi HMI sebagai wadah calon-calon Intelektual Muslim Indonesia
yang disemangati oleh pengethuan yang integral antara ilmu pengetahuan agama
dan ilmu pengetahuan umum begitupun sebaliknya.77 Semangat keseimbangan
tersebut merupakan langkah utama dalam visi pendirian oraganisasi HMI,
sebagaiman tujuan utama didirkannya HMI, tidak lain adalah prisip keseimbangan
tersebut menjadi perekat dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa
Indonesia.
77
Agussalim Sitompul, HMI Mengayuh... Op.,Cit, hlm. 42.
78
Lihat Nurcholish Madjid “HMI sebuah Gejala Keislaman dan Keindonesiaan”, dalam
Agussalim Sitompul, Pemikiran HMI...Op.,Cit, hlm. vii.
24
pemikiran awalnya yang menjadi watak dan karakteristik HMI. Adapun
karakteristik HMI, pertama Wawasan Keindonesiaan, yang terlihat dalam
rumusan tujuan yang pertama, yakni “Mempertahankan negara kesatuan
Republik Indonesia dan menganggat derajat Rakyat Indonesia”, memuat lima
pemikiran, 1) Aspek politik, membebaskan bangsa Indonesia dari belenggu
penjajahan, 2) Aspek pendidikan, mencerdaskan kehidupan bangsa, 3) Aspek
ekonomi, mensejaterakan kehidupan rakyat, 4) Aspek budaya, membangun
budaya yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia, 5) Aspek hukum,
membangun hukum yang sesuai dengan kepentingan pribumi.
Kedua Wawasan Keislaman, terlihat dalam rumusan tujuan yang kedua
yakni “Menegakan dan mengembangkan ajaran Agama Islam”, memuat tiga
pemikiran, 1) Pengamalan ajaran Agama Islam secara utuh dan benar sesuai
dengan tuntunan Al-Quran dan Hadist, 2) Keharusan pembaharuan pemikiran
Islam, 3) Pelaksanaan dan pengembangan dakwah Islam. Dan ketiga, karena
HMI adalah organisasi kemahasiswaan maka memiliki Wawasan
Kemahasiswaan, yang berorientasi keilmuan, dengan kewajiban menuntut dan
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, bagi terwujudnya intelektual
Islam.79
Dengan demikian karakteristik serta komitmen Keislaman dan Keindonesiaan
menjadi visi HMI dan dasar perjuangan HMI dalam mengembang kehidupannya
dibangsa ini. Sebagai organisasi Kader, wujud nyata perjuangan HMI dalam
komitmen keumatan dan kebangsaan adalah melakukakn perkaderan yang ingin
menciptakan kader berkualitas insan cita yang mampu menjadi pemimpin masa
depan yanag amanah mewujudkan masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah.
79
Agussalim Situmpul dalam Hariqo Wibawa Satria, Lafran Pane Jejak Hayat dan
Pemikirannya, (Jakarta: Lingkar, 2011), 209-210.
80
Garis besar fase-fase perjuangan HMI, penulis menyadur dari Agussalim Sitompul,
Sejarah...Op.,Cit, hlm. 26; bandingkan dengan Pengurus HMI Cabang Ciputat, Basic Training:
Panduang untuk Kader HMI, (Ciputat: Bidang PA HMI Cabang Ciputat, 2016), hlm. 5-14
25
muncul di bulan november 1946. Sekian permasalahan dari latar belakang
berdirinya HMI merupakan kenyataan yang harus ditanggulangi dan dijawab
secara kongkrit serta menunjukan apa sebenarnya islam itu. Maka pembaharuan
pemikiran dikalangan umat islam bangsa indonesia suatu keniscayaan. Dengan
adanya dukungan yang cukup, konsolidasi tersebut dimulai dari para mahasiswa
STI, STT dan BPT Gajah Mada.81
81
Agussalim Sitompul, Pemikiran HMI...Op.,Cit, hlm. 33-34.
26
keputusannya adalah hanya ada satu organisasi mahasiswa Islam (HMI), yang
bercabang di tiap-tiap kota yang berada di sekolah tinggi.
27
dan membubarkan HMI, melalui Kongres II CGMI (1961) untuk mengkulidasi
HMI secara terbuka bersama Ormas politik maupun Ormawa, diantaranya; PKI.
PARTINDO, PNI, dan 43 partai lainya. Pada maret 1965 dibentukalah panitia
Aksi Pembubaran HMI yang terdiri dari CGMI, GMNI, IPPI, GRMINDO, GMD,
MMI, PM, PR, PPI dan APPI.
Sementara Generasi Muda Islam (GEMUIS), membentuk solidaritas
Pembelaan HMI yang terdiri dari pemuda, pelajar dan mahasiswa Islam, sebagai
titik perjuangan umat Islam Indonesia. Usaha-usaha yang gigih oleh kaum
Komunis dalam membubarkan HMI ternyata tidak menjadi kenyataan, dan
sejarahpun telah membeberkan dengan jelas siapa yang kontra revolusi, PKI
dengan puncak aksi pada tanggal 30 September 1965 telah membuatnya sebagai
salah satu organisasi terlarang.
28
anggotanya maupun yang telah menjadi alumni meliputi diantaranya: 1)
partisipasi dalam pembentukan suasana, situasi dan iklim yang memungkinkan
dilaksanakannya pembangunan, 2) partisipasi dalam pemberian konsep-konsep
dalam berbagai aspek pemikiran 3) partisipasi dalam bentuk pelaksana langsung
dari pembangunan.
29
PB HMI dalam sambutan Dies Natalis HMI yang ke 51 “Merajut Kekuatan
Oposisi Mengembangkan Demokrasi Membangun Peradaban Baru Indonesia”.
30
Daftar Pustaka
Esha, Muhammad In’am. 2011. Percikan Filsafat Sejarah & Peradaban Islam.
Malang: UIN-Maliki Press
Haekal, Muhammad Husain. 1990. Sejarah Hidup Muhammad. Diterj. Ali Audah.
Jakarta: Lintera Antar Nusa.
Hitti, Philip. K. 1970. Dunia Arab. Diterj. Usuludin Hutagulung. Bandung: Sumur
Bandung.
Istarani. 2011. 58 Model Pembelajaran Inovatif. Medan: Media Persada.
Kementrian Agama RI. 2012. Al-Qur’an Keluarga. Bandung: Fitrah Rabani
Madjid, Nurcholish, dkk. 2007. Islam Universal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Madjid, Nurcholish. 2008. Islam Doktrin dan Peradaban. Jakarta: Paramadina
----------------------. 2004. Indonesia Kita. Jakarta: Paramadina
Muthahari, Murtadha. 2010. Pengantar Epistemologi Islam. Jakarta: Sadra Press.
------------------------. 2015. Masyarakat dan Sejarah. Yogyakarta: RausyanFikr
Institute
Nachrawi, Harry. 2015. Klonialisme di Indonesia. Ternate: Yayasan Kieraha.
Nashir, Haedar. 2013. Islam Syariat: Reproduksi Salafiyah Ideologis di Indonesia.
Bandung: Mizan.
Pengurus HMI Cabang Ciputat. 2016 Basic Training: Panduang untuk Kader HMI.
Ciputat: Bidang PA HMI Cabang Ciputat.
Pulungan, Suyuthi. 2014. Prinsip-prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah
ditinjau dari Pandangan Al-Quran. Yogyakarta: Ombak.
Ricklefs, M.C. 2001. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Jakarta: Serambi.
Satria, Hariqo Wibawa. 2001 Lafran Pane Jejak Hayat dan Pemikirannya.Jakarta:
Lingkar.
Sitompul, Agussalim. 2008. Sejarah Perjuangan HMI (1947-1975). Jakarta: Misaka
Galiza.
-------------------------. 1982. HMI dalam Pandangan Seorang Pendeta. Jakarta:
Gunung Agung.
--------------------------. 2008. Citra HMI. Jakarta: Misaka Galiza.
--------------------------. 2008. Menyatu dengan Umat Menyatu dengan Bangsa
Pemikiran Keislaman-Keindonesiaan (1947-1997). Jakarta: Misaka Galiza.
--------------------------. 2008. Pemikiran HMI dan Relevansi dengan Sejarah
Perjuangan Bangsa Indonesia. Jakarta: Misaka Galiza.
Syariati, Ali. 2014. Ummah dan Imamah. Yogyakrta: Rausyan Fikr.
Susmihara. 2013. Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta: Ombak
Yatim, Badri. 2011. Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta: Ombak
Wata Takbier. 2013. Ngeteh di Ruang Tamu NDP. Jakarta: Tomanurung.
BPL PB HMI. 2016. Panduan Latihan Kader I Himpunan Mahasiswa Islam.
31
FORMULIS PESERTA
SENIOR COURSE (SC) TINGKAT NASIONAL
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM CABANG TEGAL
A. RIWAYAT PRIBADI
Nama : Abd. Firman Bunta
Tempat dan Tanggal Lahir: Lede, 12 Agustus 1995
No Telp/ WA : 082187984462
E-mail : abd.firman.bunta@gmail.com
Alamat : Kel. Akehuda, Kec. Ternate Utara,
Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara.
Asal Cabang/Badko : HMI Cabang Ternate/
Badko. Maluku-Maluku Utara
Asal Komisariat : HMI Komisariat FKIP Unkhair
B. RIWAYAT PENDIDIKAN
Jenjang Kampus Tahun/masuk
Sarjana 1 Universitas Khairun 2013
C. RIWAYAT TRAINING
Jenjang Training Cabang Tahun
LK 1 HMI Komisariat FKIP Cabang Ternate 2013
LK 2 HMI Cabang Manado 2016
D. PENGALAMAN ORGANISASI
Internal HMI
No Struktuktur Kepemimpinan Jabatan Periode
1 HMI Komisaraiat FKIP Kabid PPPA 2015-2016
2 HMI Komisaraiat FKIP Sekretaris Umum 2016-2017
1
Eksternal HMI