Anda di halaman 1dari 2

Nama :Dwi Ayu Wulandari

NPM : 180210190031

Tanggapan puisi sunda kuno teks PRR dan Sa

Teks PRR:

Setelah sebelumnya di jelaskan pada pertemuan hari ini sampai pada baris ke 40, yang saya
amati dalam diskusi kali ini yaitu banyak kata yang memiliki kesamaan dengan naskah atau
wawacan sebelumnya yaitu teks carita parahyangan. Seperti pada kata “seuweu” yang berarti
di usir.Untuk kodikologi teks PRR ini tentu berbentuk puisi atau sajak dan tidak jauh dari
epos ramayana yang berasal dari india. Teks ini di tulis di atas lontar menggunakan bahasa
sunda kuno serta untuk keberadannya sendiri berada di museum sri baduga dan koleksi
museum kabuyutan ciburuy kabupaten garut.Naskah ini ditulis pada abad ke XVI masehi atau
abad ke-16 dan merupakan karya sastra sunda kuno.Banyak yang sudah melakukan penelitian
ini sebelumnya dan tentu menjadi bahan refrensi kita untuk belajar.

Untuk ciri-ciri dari puisi sunda kuno sendiri sudah di jelaskan sebelumnya yaitu adanya
variasi bahasa, kemudian tidak terikat oleh guru gatra dan guru lagu, meskipun di dalam teks
PRR ada yang memiliki guru lagi sama tetapi itu masih wajar.Untuk silabenya sendiri
mungkin di batasa dari 8-12 silabe, hal itu menurut para ahli kodikologi dan peneliti naskah
sunda kuno.Ada beberapa proses morfologis yang terjadi dalam puisi ini salah satunya yaitu
pengurangan suku kata yang tercermi pada kata “adiing” yang memiliki kalimat sempurna
“adi aing” hal ini menunjukan bahwa proses penyederhanaan kata sudah ada sejak dahulu dan
di gunakan tanpa memandang jenis teks sunda kuno.Penggunaan gelar juga tercermin pada
kata “sanghiang” yang memiliki arti kata sandang yang di berikan untuk benda-benda
keramat atau memiliki kedudukan yang sangat penting.

Isi dari teks ini yaitu mengisahkan peperangan yang terjadi antara dua putra kerajaan yaitu
Putra Rama Raja lenkgawati dan putra Rawana raja lengkapura setelah rawana gugur dan
rama moksa.Diawal puisi berisi tentang harapan atau keinginan yang selalu di panjatkan
siang dan malam. Di buka dengan kata “ongkarana” yang memiliki makna fiksi dari tradisi
masa lampau atau bisa di katakan sebagai mukadimah atau pembukaan.Di dalam
pembukaannya sendiri lebih mengenalkan kepada keturunan keluarga dan suasana atau
kondisi zaman itu. Di sisi lain suatu tanda alam juga tersurat dari beberapa kata ungkapan
yang ada seperti :
piri-piri nu bihari,

manak-manak nu beuheula,

metukeun carita ageung

piri-piri Manondari,

manak-manak sang Rawana.

Pupulihkeun sang Sombali[h],

Sabuat ta hujan poyan,

téka metu angin ribut,

téka ceudeum téka ceukreum,

ketug lini tujuh kali,

samagaha tengah poé.

Tanggapan Teks SA

Naskah Sri ajnyana(SA) banyak yang sudah diterjemahkan dalam bentuk transliterasi bahasa
inggris, hal ini merupakan suntingan dari a.teuw sebagai lanjutan dari Noorduyn yang belum
sempat menerbitkan bukunya.Ada dua bentuk transliterasi dari teks ini .Versi pertama yang
merupakan draft trasnliterasi dan terjemahan dalam bahasa belanda yang belum lengkap
beserta berbagai cataan dan rujukannya.Versi yang kedua, merupakan draft dalam dua lajur
yaitu transiterasi dan terjemahan dalam bahasa inggris yang lengkap.Naskah ini tersimpan di
PNRI dan banyak menimbulkan polemik mengenai keberadaan naskah ini, ada yanng
mengatakan hilang ada pula yang mengatakan tidak lengkap.

Isi dari teks SA sendiri memiliki kesamaan dengan cerita orang islam yaitu nabi adam, ketika
nabi adam melakukan satu kesalahan beliau di hukum oleh allah s.w.e untuk turun ke bumi
dan melepas semua kenikmatan yang beliau terima selama ini. Beliau mendapat hukuman
untuk menjalani kehidupan sebagai makhluk di bumi.Dalam carita SA menceritakan seorang
adik yang membuat dosa kemudian mengalami pembuangan atau hukuman untuk menjalani
kehidupan di tengah bumi yaitu dekat gunung merbabu.

Anda mungkin juga menyukai