Anda di halaman 1dari 1

Patofisiologi gangguan tidur masih belum diketahui secara pasti, namun beberapa mekanisme

neurobologis dan psikologis telah diajukan. Salah satu model yang digunakan untuk menjelaskan
patofisiologi gangguan tidur adalah model neurokognitif. Model ini menerangkan bahwa faktor
predisposisi, presipitasi, perpetuasi, dan neurokognitif adalah faktor-faktor yang mendasari
berkembangnya insomnia dan menjadikannya gangguan kronik.

Model lain yang bisa digunakan untuk adalah model psychobiologic inhibition, yang menunjukkan
bahwa tidur yang baik membutuhkan otomatisasi dan plastisitas. Otomatisasi artinya bahwa inisiasi
tidur dan maintenance tidur bersifat involunter, yang dikendalikan oleh homeostatis dan regulasi
sirkadian. Plastisitas adalah kemampuan sistem tubuh untuk mengakomodasi berbagai kondisi
lingkungan. Pada kondisi normal, tidur terjadi secara pasif (tanpa atensi, niat, atau usaha). Situasi hidup
yang penuh dengan stres bisa memicu berbagai respon arousal fisiologis dan psikologis, yang
menimbulkan inhibisi terhadap de-arousal yang berhubungan dengan tidur dan menimbulkan gejala
gangguan tidur. [6,7]

Diagnosis gangguan tidur bisa ditegakkan berdasarkan kriteria dalam PPDGJ-III atau DSM-5.

Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Untuk menegakkan diagnosis gangguan tidur, maka semua penyebab organik gangguan tidur harus
disingkirkan. Anamnesis dilakukan untuk mengetahui secara detail bentuk gangguan tidur yang dialami
(onset, durasi, dan kebiasaan tidur), riwayat gangguan medis, dan riwayat gangguan psikiatri. Selain itu,
riwayat konsumsi obat atau zat dan makanan juga perlu digali. Informasi tidak hanya didapatkan dari
pasien saja, namun juga dari pasangan dan kerabat pasien.

Anamnesis juga perlu menggali adanya penyakit psikiatri yang mendasari gangguan tidur, misalnya
schizophrenia dan depresi. Penting untuk melihat kecenderungan pasien melukai diri sendiri atau orang
lain, dan juga menggali adanya gejala psikosis.

Pemeriksaan fisik perlu dilakukan untuk menyingkirkan penyebab biologis sebagai etiologi gangguan
tidur. Pemeriksaan yang dapat dilakukan mencakup pemeriksaan tanda vital, patensi jalan napas, dan
pemeriksaan neurologi. [9]

Anda mungkin juga menyukai