TINJAUAN PUSTAKA
K3 atau Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan semua yang ada pada ilmu
dan penerapannya untuk mencegah terjadinya suatu kejadian seperti kecelakaan,
penyakit yang terjadi akibat kejadian di tempat kerja, kebakaran, pencemaran
lingkungan dan lain sebagainya yang menyangkut kejadian di tempat kerja.
K3 atau Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan sebuah kondisi dan faktor
yang berdampak pada keselamatan dan kesehatan para ketenagakerjaan maupun
orang lain yang menyangkut atau yang berada di sekitar lingkungan pekerjaan
tersebut.
Dengan adanya K3, maka derajat semua pekerja harus ditingkatkan setinggi mungkin dan ini
berlaku untuk semua jenis dari suatu pekerjaan. Perusahaan harus melakukan tindakan untuk
pencegahan pada saat terjadi gangguan kesehatan yang terjadi pada pekerja yang disebabkan
oleh pekerjaan yang ia lakukan ditempat kerja yang sedang ia kerjakan.
B. Konvensi ILO ( International Labour Organization)
International Labour Organization (ILO) adalah lembaga Perserikatan Bangsa
Bangsa
yang dibentuk dengan tujuan menetapkan peraturan ketenagakerjaan internasional. ILO
mempunyai struktur tripartit dan diperintah oleh para perwakilan pemerintah, Pengusaha
dan pekerja. Prinsip-prinsip ketenagakerjaan diambil dari Konvensi dan Rekomendasi
ILO yang menetapkan standar ketenagakerjaan internasional untuk serangkaian subyek
yang terkait dengan dunia ketenagakerjaan, termasuk Hak asasi manusia di tempat kerja,
keselamatan dan kesehatan kerja, kebijakan Kerja dan pengembangan sumber daya
manusia.
Konvensi ILO merupakan perjanjian-perjanjian internasional, tunduk pada ratifiksi
negara-negara anggota. Hingga saat ini, ILO telah mengadopsi lebih dari 180 Konvensi
dan 190 Rekomendasi yang mencakup semua aspek dunia kerja. Standar-standar
ketenagakerjaan internasional ini memainkan peranan penting dalam penyusunan
perundangan nasional, kebijakan dan keputusan hukum dan dalam masalah perundingan
bersama. Indonesia merupakan negara pertama di Asia dan ke-lima di dunia yang telah
meratifikasi seluruh Konvensi pokok ILO. Sejak menjadi anggota tahun 1950, Indonesia
telah meratifikasi 18 konvensi.
Konvensi ILO berpengaruh sebagai alat untuk mengikat negara anggota yang telah
meratifikasi konvensi dengan tujuan agar kebijakan pengupahan di setiap negara anggota
diterapkan sesuai standar ketenagakerjaan international dan ILO berupaya mengawasi
penerapan standar ketenagakerjaan apabila ada pelanggaran terhadap konvensi dan
rekomendasi yang telah diratifikasi oleh negara anggota. Tetapi, pemerintah di Indonesia
membuat aturan pelaksananya baik dalam bentuk peraturan pemerintah, keputusan
menteri maupun juga dalam bentuk peraturan menteri. Kebijakan ini dilakukan
pemerintah untuk mewujudkan penghasilan yang dapat memenuhi penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan, tetapi pemerintah atau badan berwenang yang berkompeten di
Indonesia belum meratifikasi konvensi ILO No. 95 ini, perlindungan akan upah terhadap
buruh di Indonesia telah cukup untuk di buktikan oleh pemerintah. Hal ini dapat dilihat
dari pengertian upah oleh ILO di konvensi No.95 pasal 1 yang dengan Pasal 30 ayat 1
UU No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Kebijakan pengupahan yang ada masih bertumpu pada upah minimum yang
berlandaskan pada kebutuhan hidup layak buruh/pekerja lajang dengan masa kerja di
bawah satu tahun. Belum mencangkup mereka yang sudah bekerja di atas 1 (satu) tahun
dan berkeluarga. Perundingan kolektif sebagai alat perjuangan SB/SP untuk
meningkatkan upah dan kesejahteraan buruh, perannya masih sangat terbatas; bahkan
cenderung menurun kuantitas dan kualitasnya.
Kekhawatiran yang semakin meningkat tentang dampak sosial dari globalisasi
mendorong anggota ILO yaitu Perwakilan pemerintah, pengusaha dan pekerja di tingkat
internasional. Tahun 1995 ada empat kategori peraturan ketenagakerjaan, yang
disampaikan dalam delapan konvensi (yang disebut “konvensi utama”), yang harus
dianggap fundamental karena konvensi-konvensi ini melindungi hak-hak dasar para
pekerja. Keempat kategori ini adalah:
a. Kebebasan berserikat dan pengakuan secara efektif atas hak untuk melakukan
Perundingan bersama
b. Penghapusan segala bentuk kerja paksa atau kerja wajib
c. Penghapusan pekerja anak secara efektif
d. Penghapusan diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan
Melihat urgensitas perlindungan terhadap pekerja, International Labour Organization (ILO)
sebagai satu-satunya organisasi perburuhan internasional bertanggung jawab atas program
perlindungan hak-hak pekerja termasuk kecelakaan-kecelakaan atau penyakit yang timbul dari
kurangnya tingkat keamanan dan perhatian terhadap kesehatan pekerja. Menurut catatan ILO,
sekitar 85 persen kasus kecelakaan kerja merupakan akibat faktor manusia, lima belas persen
merupakan akibat faktor kondisi yang berbahaya.
Manusia memiliki berbagai macam kebutuhan di dalam hidup. Manusia bekerja untuk
memenuhi kebutuhan tersebut. Beragamnya jenis pekerjaan dan macam-macam resiko yang
dihadapi oleh pekerja dalam pekerjaannya menjadi salah satu faktor yang menjadi alasan
pentingnya tunjangan kecelakaan kerja. Selain itu, pekerja juga berperan penting dalam
kemajuan bangsa pada umumnya dan kemajuan perusahaan tempatnya bekerja sehingga harus
mendapatkan perlindungan yang memadai atas resiko-resiko yang mungkin terjadi.
Website ILO.org menyebutkan bahwa “ Every 15 seconds, a worker dies from a work-
related accident or disease. Every 15 seconds, 153 workers have a work-related accident. Every
day, 6,300 people die as a result of occupational accidents or work-related diseases – more than
2.3 million deaths per year. 317 million accidents occur on the job annually; many of these
resulting in extended absences from work “. Berdasarkan keterangan ini dapat dilihat bahwa
begitu banyak pekerja yang mengalami kecelakaan kerja menjadi alasan pentingnya pemberian
tunjangan kecelakaan kerja.
Semakin cepatnya pertumbuhan industrialisasi dan pembangunan, maka akan semakin
banyak tenaga kerja yang bekerja dalam hubungan kerja dan bekerja di bawah perintah orang
lain dengan menerima upah. Demikian juga masalah-masalah hubungan industrial serta
keselamatan dan kesehatan kerja akan semakin kompleks dan semakin menuntut perhatian.
Penggunaan teknologi dan peralatan maju semakin intensif dan meluas. Resiko kerja juga
semakin tinggi. Sebab itu pengamanan keselamatan kerja dan kesehatan kerja juga harus lebih
mantap.
BAGIAN I
RUANG LINGKUP DAN DEFINISI
Pasal 1
Pasal 2
1. Konvensi ini berlaku untuk semua pekerja di cabang kegiatan ekonomi yang
tercakup.
2. Anggota yang meratifikasi Konvensi ini dapat berkonsultasi pada tahap sedini
mungkin dengan organisasi perwakilan pengusaha dan pekerja yang
bersangkutan, tidak termasuk dalam penerapannya, sebagian atau seluruhnya,
kategori terbatas untuk pekerja berkaitan dengan adanya kesulitan tertentu.
3. Setiap anggota yang meratifikasi konvensi ini akan mencantumkan, dalam laporan
pertama penerapan konvensi yang diajukan berdasarkan Pasal 22 Konstitusi
Organisasi Perburuhan Internasional, beberapa kategori pekerja terbatas yang 5
mungkin telah dikecualikan sesuai dengan paragraf 2 pasal ini, memberikan
alasan untuk pengecualian tersebut, dan harus mengindikasikan dalam laporan
selanjutnya adanya setiap kemajuan terhadap penerapan yang lebih luas.
Pasal 3
BAGIAN II
PRINSIP KEBIJAKAN NASIONAL
Pasal 4
1. Setiap Anggota wajib, dalam hal kondisi dan praktik nasional, dan dengan
berkonsultasi dengan perwakilan pengusaha dan pekerja yang paling representatif,
merumuskan, menerapkan dan secara berkala meninjau kebijakan nasional yang
koheren mengenai keselamatan kerja, kesehatan kerja dan lingkungan kerja.
2. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk mencegah kecelakaan dan cedera pada
kesehatan yang timbul dari, terkait dengan atau terjadi dalam keseluruhan kerja,
dengan meminimalkan, sejauh dapat dilakukan secara wajar, penyebab bahaya yang
melekat pada lingkungan kerja.
Pasal 5
Pasal 7
Situasi mengenai keselamatan dan kesehatan kerja dan lingkungan kerja harus
ditinjau ulang pada interval yang sesuai, baik secara keseluruhan atau dalam hal area
tertentu, dengan maksud untuk mengidentifikasi masalah utama, mengembangkan
metode yang efektif untuk menangani dan memprioritaskan tindakan, dan mengevaluasi
hasil.
BAGIAN III
AKSI DI TINGKAT NASIONAL
Pasal 8
Setiap negara anggota, menurut undang-undang atau peraturan atau metode lain yang
sesuai dengan kondisi dan praktik nasional dan dengan berkonsultasi dengan organisasi
perwakilan pengusaha dan pekerja terkait, melakukan langkah-langkah yang mungkin
diperlukan untuk memberlakukan pasal 4 konvensi ini.
Pasal 9
1. Penegakan hukum dan peraturan tentang keselamatan dan kesehatan kerja dan
lingkungan kerja harus dilengkapi dengan sistem pemeriksaan yang memadai dan
tepat.
2. Sistem penegakan hukum harus memberikan hukuman yang memadai atas
pelanggaran undang-undang dan peraturan.
Pasal 10
Pasal 11
Pasal 12
Tindakan harus diambil, sesuai dengan hukum dan praktik nasional, dengan maksud
memastikan bahwa mereka yang merancang, memproduksi, mengimpor, menyediakan
atau memindahkan mesin, peralatan atau bahan untuk digunakan dalam pekerjaan.
(a) Meyakininya, sejauh dapat dilakukan secara wajar, mesin, peralatan atau bahan tidak
memberikan bahaya terhadap keselamatan dan kesehatan pada orang-orang yang
menggunakannya dengan benar;
(b) Menyediakan informasi mengenai instalasi dan penggunaan mesin dan peralatan yang
benar dan penggunaan zat yang benar, dan informasi tentang bahaya mesin dan peralatan
dan sifat-sifat berbahaya dari bahan kimia dan fisika dan biologi atau produk, serta
petunjuk tentang bagaimana bahaya yang diketahui harus dihindari.
(c) Melakukan studi dan penelitian atau mengikuti pengetahuan ilmiah dan teknis yang
diperlukan untuk mematuhi subayat (a) dan (b) dari pasal ini.
BAGIAN IV
TINDAKAN PADA TINGKAT UPAYA PELAKSANAAN
Pasal 16
Pasal 17
Kapan pun dua atau lebih upaya pelaksanaan melibatkan kegiatan yang dilakukan
secara bersamaan di satu tempat kerja, mereka harus berkolaborasi dalam
menerapkan persyaratan konvensi ini.
Pasal 18
Pasal 19
Pasal 20
Kerja sama antara manajemen dan pekerja dan/atau perwakilan mereka dalam
upaya pelaksanaan tersebut merupakan elemen penting dari tindakan organisasi dan
tindakan lain yang diambil sesuai dengan pasal 16 sampai 19 konvensi ini.
Pasal 21
Langkah-langkah keselamatan dan kesehatan kerja tidak melibatkan pengeluaran
yang ditanggung pekerja.
BAGIAN V
KETENTUAN AKHIR
Pasal 22
Konvensi ini tidak merevisi konvensi atau rekomendasi ketenagakerjaan
internasional manapun.
Pasal 23
Pasal 24
Pasal 25
1. Anggota yang telah meratifikasi konvensi ini dapat menarik diri setelah sepuluh tahun
sejak tanggal konvensi ini mulai berlaku, dengan sebuah undang-undang yang
disampaikan kepada Direktur Jenderal Kantor Perburuhan Internasional untuk
didaftarkan. Penarikan diri tersebut baru akan berlaku satu tahun setelah tanggal
pendaftarannya.
2. Setiap anggota yang telah meratifikasi konvensi ini dan yang tidak, dalam tahun
setelah berakhirnya jangka waktu sepuluh tahun yang disebutkan dalam paragraf
sebelumnya, melaksanakan hak penarikan diri sebagaimana diatur dalam pasal ini,
akan terikat pada periode sepuluh tahun lagi dan, setelah itu, dapat menarik diri dari
konvensi ini pada saat berakhirnya jangka waktu sepuluh tahun sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam pasal ini.
Pasal 26
1. Direktur Jenderal Kantor Perburuhan Internasional (ILO) harus memberitahukan
kepada semua anggota Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) tentang
pendaftaran semua ratifikasi dan penarikan diri yang disampaikan kepadanya oleh
anggota ILO.
2. Ketika memberitahukan kepada anggota ILO tentang pendaftaran ratifikasi kedua
yang disampaikan kepadanya, Direktur Jenderal harus mengarahkan perhatian
dari anggota organisasi tersebut mengenai tanggal di mana konvensi tersebut akan
mulai berlaku.
Pasal 27
Pasal 28
Pasal 29
1. Jika konferensi mengadopsi sebuah konvensi baru yang merevisi konvensi ini
secara keseluruhan atau sebagian, kecuali jika konvensi baru tersebut menetapkan
lain:
(a) Ratifikasi oleh anggota dari konvensi revisi yang baru harus dilakukan secara
langsung dengan penarikan diri segera dari konvensi ini, terlepas dari ketentuan
pasal 25 di atas, serta kapan konvensi revisi yang baru mulai berlaku.
(b) Sejak tanggal konvensi revisi yang baru mulai berlaku, konvensi ini tidak lagi
terbuka untuk diratifikasi oleh para anggota.
2. Konvensi ini akan tetap berlaku dalam bentuk dan isinya yang aktual bagi
anggota yang telah meratifikasinya namun belum meratifikasi konvensi revisi
Dapus :
https://upp.ac.id/blog/pengertian-dan-definisi-k3-keselamatan
https://spkep-spsi.org/2021/01/13/konvensi-ilo-no-155-tentang-keselamatan-dan-kesehatan-
kerja/#:~:text=KONVENSI%20ILO%20NO.%20155%20TENTANG%20KESELAMATAN
%20DAN%20KESEHATAN%20KERJA,-by%20PP%20SPKEP&text=Pengusaha%20di
%20wajibkan%20untuk%20memastikan,dan%20tanpa%20resiko%20terhadap%20kesehatan.
https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilo-
jakarta/documents/legaldocument/wcms_181933.pdf