Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) DAN


PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (PPnBM)

Oleh :
Nama : Novia Melati
NIM : 1701035041

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MULAWARMAN
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan penulis kemudahan sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya penulis tidak akan
sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah
curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan
syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu berupa
sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan makalah mata
kuliah Perpajakan II dengan judul “(Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pabrikan tembakau
(rokok), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pengusaha jasa biro perjalanan, Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) peredaran usaha tertentu, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) usaha
kendaraan bermotor bekas, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas usaha emas, Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Pertambahan Nilai Atas Barang Mewah (PPnBM) atas
penyerahan kepada pemungut PPN)”.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat
kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari
pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.
Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami mengucapkan mohon maaf
yang sebesar-besarnya.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada Bpk. Yunus Tetekonde,
SE., M.Si., Ak., CA., CPAI yang telah membimbing kami dalam mata kuliah Perpajakan II.

Samarinda, 05 Maret 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR.............................................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................................5
1.3 Tujuan..............................................................................................................................5

BAB II ISI
2.1 .......................................................................6
2.2 .................................................6
2.3 .................................................7
2.4 ...................................7
2.5 ..................................8
2.6 …………….8
2.7 ………...................9
2.8 ..............................................................................13
2.9 .......................................................13
2.10 ........................................................................... 13
2.11 ............................................................................13
2.12 ..........................................................................14
2.13 ...........................................................................14
2.14 …….......................................................................17

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan...................................................................................................................18
Daftar Pustaka..............................................................................................................19
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari
barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Dalam bahasa Inggris, PPN
disebut Value Added Tax (VAT) atau Goods and Services Tax (GST). PPN termasuk jenis pajak
tidak langsung, maksudnya pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan
penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan
langsung pajak yang ia tanggung.
Indonesia menganut sistem tarif tunggal untuk PPN, yaitu sebesar 10 persen. Dasar hukum
utama yang digunakan untuk penerapan PPN di Indonesia adalah Undang-Undang No. 8/1983
berikut revisinya, yaitu Undang-Undang No. 11/1994 dan Undang-Undang No. 18/2000.
Pengertian DPP dengan nilai lain, adalah:
1. untuk pemakaian sendiri dan pemberian cuma-cuma adalah harga jual/penggantian tidak
termasuk laba kotor;
2. untuk penyerahan media rekaman suara/gambar adalah perkiraan harga jual rata-rata;
3. untuk persediaan tersisa (likuidasi) dan aktiva yang tujuan semula tidak untuk dijual adalah
harga pasar wajar;
4. untuk jasa pengiriman paket adalah 1% (satu persen) dari Tagihan atau seharusnya dibayar.
Berdasarkan undang-undang yang berlaku di Indonesia, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
(PPnBM) merupakan pajak yang dikenakan pada barang yang tergolong mewah yang dilakukan
oleh produsen (pengusaha) untuk menghasilkan atau mengimpor barang tersebut dalam kegiatan
usaha atau pekerjaannya.
Dasar hukum pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah Undang-undang Nomor 18
Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
Terhadap penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) disamping dikenakan Pajak Pertambahan Nilai
sebagaimana telah disebut dalam Pasal 4 Undang-undang PPN dan PPnBM dikenakan juga Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Di makalah ini akan dibahas tentang pajak pertambahan nilai pabrikan tembakau (rokok), pajak
pertambahan nilai pengusaha jasa biro perjalanan, pajak pertambahan nilai peredaran usaha
tertentu, pajak pertambahan nilai usaha kendaraan bermotor bekas, pajak pertambahan nilai atas
usaha emas, pajak pertambahan nilai dan pajak pertambahan nilai atas barang mewah atas
penyerahan kepada pemungut ppn

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan urain latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka penulis merumuskan hal-
hal yang akan diketahui dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana menentukan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas pabrikan tembakau (rokok) ?
2. Bagiaman menentukan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas pengusaha jasa biro perjalanan ?
3. Bagiaman menentukan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) nilai peredaran usaha tertentu ?
4. Bagiaman menentukan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) usaha kendaraan bermotor bekas ?
5. Bagiaman menentukan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas usaha emas ?
6. Bagiaman menentukan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Pertambahan Nilai atas
Barang Mewah (PPnBM) atas penyerahan kepada pemungut PPN ?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijabarkan, maka tujuan pembuatan makalah ini adalah
1. Untuk mengetahui penentuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas pabrikan tembakau (rokok)
2. Untuk mengetahui penentuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas pengusaha jasa biro
perjalanan
3. Untuk mengetahui penentuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) nilai peredaran usaha tertentu
4. Untuk mengetahui penentuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) usaha kendaraan bermotor
bekas
5. Untuk mengetahui penentuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas usaha emas ?
6. Untuk mengetahui penentuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Pertambahan Nilai
atas Barang Mewah (PPnBM) atas penyerahan kepada pemungut PPN ?

BAB II
ISI

2.1 Pajak Pertambahan Nilai Pabrikan Tembakau

Rokok adalah hasil olahan tembakau. Oleh karena itu, peraturan mengenai PPN rokok diatur
dalam peraturan yang membahas PPN atas hasil olahan tembakau. Pengertian hasil
tembakau adalah segala jenis olahan akhir tembakau yang juga diatur dalam UU No. 11
tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan UU no. 39 tahun 2007, yang
meliputi cerutu, sigaret, tembakau iris, rokok daun dan hasil pengolahan tembakau lainnya
dengan tidak memasukan bahan pengganti/bahan pembantu dalam pembuatannya.

Sedangkan, yang dimaksud dengan pengusaha/Importir hasil tembakau adalah:

1. Pengusaha pabrik hasil tembakau yang selanjutnya disebut sebagai produsen, orang
pribadi/badan hukum yang mengusahakan pabrik hasil tembakau dan memenuhi
persyaratan sebagai pengusaha pabrik sebagaimana dimaksud dalam UU no. 11 Tahun
1995 tentang cukai, yang telah diubah dengan Undang-undang No.39 tahun 2007.
2. Pengusaha penyalur hasil tembakau yang selanjutnya disebut pengusaha penyalur,
merupakan orang pribadi/ badan hukum yang menyalurkan/ menjual hasil tembakau
termasuk yang menjual secara eceran kepada konsumen akhir.
3. Importir barang kena cukai berupa hasil tembakau yang selanjutnya disebut importir
adalah orang pribadi. Badan hukum yang memasukan barang kena cukai berupa hasil
tembakau ke dalam daerah pabean.

2.2 Dasar Hukum Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pabrikan Tembakau Rokok

1. Keputusan Direktorat Jenderal Pajak Nomor Kep-103/PJ/2002 tentang pengenaan PPN


atas penyerahan hasil tembakau
2. Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 62/KMK.03/2002 Pasal 1:518
3. Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 62/KMK.03/2002 tentang “Dasar perhitungan,
pemungutan, dan penyeetoran PPN atas hasil tembakau” Pasal 2 Ayat 3.
2.3 Subjek dan Objek Pajak Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pabrikan Tembakau Rokok

2.3.1 Subjek Pajak Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pabrikan Tembakau Rokok

Subjek pajak terdiri atas :

1. Pengusaha pabrik hasil tembakau,yaitu badan hukum atau orang pribadi yang
mengusahakan pabrik hasil tembakau dan memenuhi persyaratan sebagai
pengusaha pabrik sebagaimana dimaksud dalam UU No. 11 Tahun 1995 tentang
Cukai.
2. Importir hasil tembakau, yaitu orang pribadi atau badan hukum yang melakukan
kegiatan memasukan hasil tembakau yang dibuat di luar negri ke dalam daerah
pabean.

2.3.2 Objek Pajak Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pabrikan Tembakau Rokok

Objek pajak meliputi :

1. Penyerahan hasil tembakau yang dibuat di dalam negri oleh pengusaha pabrik hasil
tembakau.
2. Penyerahan hasil tembakau yang dibuat di luar negri oleh importer hasil tembakau.

2.4 Penghitungan Pajak Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pabrikan Tembakau Rokok

Tarif efektif yang dikenakan atas penyerahan hasil tembakau ditetapkan sebesar 8,4%.
Dasar Pengenaan pajak untuk menghitung pajak yang terutang adalah:
a. Harga Jual Eceran yaitu harga jual kepada konsumen akhir yang didalamnya sudah
termasuk Cukai dan PPN.
b. 75% dari Harga Jual Eceran, dalam hal pemberian cuma-cuma.
c. 50% dari Harga Jual Eceran, dalam hal pemakaian sendiri.

Adapun yang dimaksud dengan pemberian cuma-cuma dan pemakaian sendiri dalam Pasal
angka 5 dan 6 Keputusan Direktur Jenderal Pajak dirumuskan sebagai berikut:
a. Pemberian cuma-cuma adalah penyerahan hasil tembakau kepada pihak ketiga secara
cuma-Cuma.
b. Pemakaian sendiri adalah penyerahan hasil tembakau kepada pengusaha sendiri, pengurus
atau karyawan sendiri secara cuma-Cuma.

Dasar Pengenaan Pajak untuk menghitung PPN yang terutang atas penyerahan Jasa Makloon
adalah 10% x imbalan Jasa Makloon produksi hasil tembakau. Dalam pasal 6 Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-103/PJ./2002 dirumuskan bahwa imbalan jasa makloon
produksi tembakau adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh mitra produksi karena penyeraham jasa makloon.

2.5 Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pabrikan
Tembakau Rokok

1. Pemungutan dan penyetoran PPN dilakukan pada saat pembayaran cukai atas penebusan
pita cukai dengan cara penyetoran tunai kepada Bank Persepsi dan Surat Setoran Pajak.
2. Penyetoran dan pelaporan PPN yang terutang atas penyerahan hasil tembakau yang
dibuat di dalam negri atau hasil tembakau yang dibuat di luar negri dipungut dan disetor
oleh Pengusaha Pabrik hasil tembakau atas Importir hasil tembakau, termasuk sebagai
Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP, bersamaan pada saat
pembayaran Cukai atas penebusan pita cukai dengan cara penyetoran tunai kepada Bank
Persepsi dengan SSP.
3. PPN atas impor dan/ atau perolehan BKP dan/JKP dan mempunyai hubungan langsung
dengan kegiatan usaha dapat diperhitungkan dengan PPN yang harus disetor pada saat
pembayaran Cukai atas penebusan pita cukai pada Masa Pajak berikutnya.
4. Penyetoran pajak dilakukan dengan memakai formulir SSP yang bentuknya ditetapkan
oleh Direktur Jendral Pajak.
5. Untuk menetapkan jumlah yang disetor, Pengusaha Pabrik hasil tembakau dan Importir
hasil tembakau dapat memperhitungkan :
1. Kelebihan Pajak Masukan yang diperhitungkan dengan SPT Masa PPN Masa Pajak
sebelum masa dilakukan penebusan.
2. Nilai PPN atas pita cuka yang dikembalikan .
6. Perhitungan PPN harus dilaporkan dalam SPT Masa PPN.
7. Kelebihan Pembayaran PPN akibat adanya pengembalian pita cukai dapat diperhitungkan
dengan PPN yang harus disetor pada saat pembayaran Cukai atas penebusan pita cukai.
8. Kepala KPP wajib melakukan penelitian dan konfirmasi kemudian atas kebenaran Pajak
Masukan yang digunakan untuk melunasi PPN yang terutang atas penyerahan hasil
tembakau yang harus disetor.
9. Direktorat Jendral Bea dan Cukai melakukan pengawasan pelaksanaan penyetoran pajak
bersamaan dengan pengawasan pembayaran Cukainya.
10. Atas impor hasil tembakau yang dibuat di luar negri yang telah dilunasi PPN-nya tida lagi
dikenakan PPN Impor.

2.6 Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pengusaha Jasa Biro Perjalanan


PPn atas jasa biro perjalanan diatur dalam Surat Edaran DIrjen Pajak Nomor SE-
18/PJ.3/1989. PPn Jasa Biro Perjalanan merupakan salah satu perhitungan PPn yang
menggunakan DPP dengan nilai lain. Kegiatan usaha Perusahaan Perjalanan pada dasarnya
dapat dikelompokan menjadi sebagai berikut :
1. Kegiatan yang dilakukan oleh Biro Perjalanan Umum yang antara lain terdiri atas :
a. Membuat dan menjual produk Biro Perjalanan Umum sendiri yang berupa Paket
Wisata. Komponen dari Paket Wisata terdiri atas tiket pesawat, akomodasi termasuk
mkaan,angkutan darat/laut,jasa tour atau tour service (terdiri atas: menjemput dan
mengantar tamu atau meeting service, mengurus dokumen re-ekspor brang atau
handling service, dan jasa pendamping/penunjuk jalan atau guide service serta
tontonan atau performance service).
b. Menjualkan produk pihak lain seperti Paket Wisata luar negri, tiket pesawat, kapal,
dan mfngurus dokumen perjalanan dan sebagainya.
c. Mengorganisir konferensi atau Professional Conference Organizer (PCO)
2. Kegiatan Agen Perjalanan yang dapat berupa ;
a. Menjual produk pihak lain seperti menjual Paket Wisata dalam maupun luar negri,
tiket pesawat,angkutan lautmaupun kereta api dan sebagainya.
b. Mengurus dokumen perjalanan dan sebagainya.

2.7 Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pengusaha Jasa Biro Perjalanan
Berikut ini cara menghitung PPN Pengusaha Biro Perjalanan :

PPN terutang = Tarif x Dasar Pengenaan Pajak

Keterangan : - Tarif adalah 10% (sepuluh persen)


- Dasar Pengenaan Pajak = 10% x nilai penggantian
- Nilai penggantian merupakan sejumlah uang termasuk semua biaya yang
diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan jasa,
tidak termasuk pajak yang dipungut menurut Undang-Undang PPN dan
potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.

2.8 Penyetoran dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pengusaha Jasa Biro
Perjalanan
PPN terutang pada saat penagihan atau saat penerbitan invoice, yang sekaligus berfungsi
sebagai Faktur Pajak. PPN harus disetor selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya
setelah diterbitkannya invoice tersebut. Pelaporan PPn dilakukan dengan menyampaikan
SPT Masa PPn adalah selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah
diterbitkannya invoice

2.9 Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Atas Peredaran Usaha Tertentu


Pengusaha Kena Pajak dengan jumlah predaran tertentu dapat menggunkan pedoman
perhitungan pengkreditan Pajak Masukan. Selanjutnya wajib menggunakan SPT Masa PPN
1111 DM. PKP dengan jumlah peredaran tertentu adalah PKP yang mempunyai predaran
usaha dalam satu tahun buku tidak melebihi Rp 1.800.000.000 ( satu miliar delapan ratus
juta rupiah) (PMK 74/PMK.03/2010). Ada pun syarat bagi PKP tersebut adalah :
1. Mempunyai predaran usaha dalam dua tahun buku sebelumnya tidak melebihi Rp
1.800.000.000 ( satu miliar delapan ratus juta rupiah) untuk setiap tahun buku atau
2. Wajib Pajak yang baru dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan pedoman perhitungan pengkreditan Pajak


Masukan wajib beralih menggunakan mekanisme pengkreditan Pajak Masukan terhadap
Pajak Keluaran mulai masa pajak berikutnya setelah peredaran usahanya melebihi Rp
1.800.000.000

2.10 Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Atas Peredaran Usaha Tertentu
PPN yang wajib disetor setiap bulan dihitung dengan cara Pajak Keluaran dikurangi Pajak
Masukan yang dapat dikreditkan.

1. PPN disetor = Pajak Keluaran – Pajak Masukan


2. Pajak Keluaran = Tarif x Dasar Pengenaan Pajak
- Tarif = 10%
- Dasar Pengenaan Pajak = Jumlah Predaran Usaha
3. Pajak Masukan (untuk penyerahan JKP) = 60% x Pajak Keluaran
4. Pajak Masukan (untuk penyerahan BKP) = 70% x Pajak Keluaran

Hitungan tersebut dapat diformulasikan sebagai berikut :


1. PPNdisetor untuk penyerahan BKP = Pajak Keluaran – Pajak Masukan
= (10%xDPP) – (70% x(10% x DPP))

PPNdisetor untuk penyerahan BKP = 3% x Dasar Pengenaan Pajak

2. PPNdisetor untuk penyerahan JKP = Pajak Keluaran – Pajak Masukan


= (10%xDPP) – (60% x(10% x DPP))

PPNdisetor untuk penyerahan JKP = 4% x Dasar Pengenaan Pajak

Anda mungkin juga menyukai