KELAS : VIII A
NO : 17
JAKARTA – “A nation
without borders is not a
nation. Sayangnya selama ini
ada kecenderungan kita
bersikap indifferent terhadap
isu perbatasan,” demikian
disampaikan Duta Besar M
Wahid dalam acara Focus
Group Discussion (FGD)
bertajuk “Strategi
Pengembangan Potensi
Wilayah Perbatasan:
Penguatan Pemerintah Lokal
dalam Kerjasama
Internasional” (05/04).
Dalam konteks ini, Kementerian Luar Negeri selaku focal point hubungan luar negeri
berperan garda terdepan untuk mendorong potensi wilayah perbatasan, baik melalui
diplomasi bilateral dengan negara tetangga maupun melalui kerja sama sub regional
seperti Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle (IMT-GT) dan Brunei Darussalam-
Indonesia-Malaysia-Philippines East ASEAN Growth Area (BIMP-EAGA).
Dalam konteks bilateral, Kemlu memfokuskan upaya diplomasi pada penetapan garis
perbatasan yang masih, transnational crimes, danperlindungan WNI.
Dalam konteks kerja sama sub-regional, Kemlu mengkoordinir pemangku kepentingan yang
terdiri atas instansi pemerintah pusat, pemerintah daerah dan swasta untuk secara aktif
memanfaatkan forum tersebut.
Salah satu tantangan utama yang dihadapi dalam pengembangan potensi wilayah perbatasan
adalah konektivitas domestik dan integrasi ekonomi nasional Indonesia. Indonesia adalah
negara kepulauan yang sangat besar.
Karenanya, pembangunan infrastruktur darat, laut dan udara perlu menjadi prioritas
utama agar arus distribusi manusia dan barang bisa diefektifkan.
Selain itu perlu pula diprioritaskan sarana pendidikan untuk meningkatkan SDM masyarakat
perbatasan dan pembangunan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi.
“Kedaulatan bukan sesuatu yang given, namun merupakan sesuatu yang harus diperjuangkan.
Kedaulatan juga bukan hanya merupakan hak, namun terdapat kewajiban yang melekat untuk
mempertahankannya,” begitu menurut Kepala P3K2 Aspasaf.
Acara FGD dihadiri oleh wakil instansi pemerintah pusat dan pemerintah daerah selaku
pemangku kepentingan mengenai perbatasan, di antaranya Kemenko Polhukam, Sekretariat
Negara, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Luar Negeri, Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai, serta Pemprov Kalimantan Barat. Selain itu terdapat wakil dari Pusat Studi
ASEAN Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. (Sumber: BPPK P3K2
Aspasaf/Ed. VKH)