Anda di halaman 1dari 3

NAMA : HESTY SAFITRI

KELAS : VIII A
NO : 17

Jaga Kedaulatan Negara, Kemlu RI: Hormati Local Wisdom dan


Kembangkan Potensi Perbatasan
Selasa, 08 April 2014

JAKARTA – “A nation
without borders is not a
nation. Sayangnya selama ini
ada kecenderungan kita
bersikap indifferent terhadap
isu perbatasan,” demikian
disampaikan Duta Besar M
Wahid dalam acara Focus
Group Discussion (FGD)
bertajuk “Strategi
Pengembangan Potensi
Wilayah Perbatasan:
Penguatan Pemerintah Lokal
dalam Kerjasama
Internasional” (05/04).

Acara ini diselenggarakan oleh Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Kawasan


Asia Pasifik dan Afrika (P3K2 Aspasaf), Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan
(BPPK), Kementerian Luar Negeri. Sebagai pembicara dalam acara tersebut adalah Drs. H.
Kafrawi Bakhtiar MSI, Asisten Deputi Pengelolaan Infrastruktur Ekonomi dan Kesra, Badan
Nasional Pengelola Perbatasan, Drs. Krisman Manurung MM, Asisten Deputi Urusan Daerah
Perbatasan Kementerian  Pembangunan Daerah Tertinggal, Drs. Arto Suryodipuro MA,
Direktur Kerja Sama Intra Kawasan Asia Pasifik dan Afrika, Kemlu, Duta
Besar Josef Berty Fernandez, serta Bapak Arisman, Direktur Eksekutif Pusat Studi ASEAN
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Ketidakpedulian terhadap perbatasan dikhawatirkan sangat minim, khususnya dikaitkan


dengan kesenjangan ekonomi antara masyarakat Indonesia di perbatasan dengan negara
tetangga. Selain itu masalah perbatasan juga akan bersinggungan dengan isu politik dan
keamanan, di antaranya potensi konflik akibat sengketa perbatasan maupun isu transnational
crimes.

Dalam konteks ini, Kementerian Luar Negeri selaku focal point hubungan luar negeri
berperan garda terdepan untuk mendorong potensi wilayah perbatasan, baik melalui
diplomasi bilateral dengan negara tetangga maupun melalui kerja sama sub regional
seperti Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle (IMT-GT) dan Brunei Darussalam-
Indonesia-Malaysia-Philippines East ASEAN Growth Area (BIMP-EAGA).
Dalam konteks bilateral, Kemlu memfokuskan upaya diplomasi pada penetapan garis
perbatasan yang masih, transnational crimes, danperlindungan WNI.

Dalam konteks kerja sama sub-regional, Kemlu mengkoordinir pemangku kepentingan yang
terdiri atas instansi pemerintah pusat, pemerintah daerah dan swasta untuk secara aktif
memanfaatkan forum tersebut.

Salah satu tantangan utama yang dihadapi dalam pengembangan potensi wilayah perbatasan
adalah konektivitas domestik dan integrasi ekonomi nasional Indonesia. Indonesia adalah
negara kepulauan yang sangat besar.
Karenanya, pembangunan infrastruktur darat, laut dan udara perlu menjadi prioritas
utama agar arus distribusi manusia dan barang bisa diefektifkan.

Selain itu perlu pula diprioritaskan sarana pendidikan untuk meningkatkan SDM masyarakat
perbatasan dan pembangunan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi.

Poin penting lainnya adalah perlunya mengubah mindset mengenai perbatasan, bahwa


perbatasan adalah halaman belakang suatu negara.Apabila terjadi perubahan paradigma, dari
halaman belakang menjadi halaman depan suatu negara maka perbatasan akan lebih banyak
menerima perhatian.

“Kedaulatan bukan sesuatu yang given, namun merupakan sesuatu yang harus diperjuangkan.
Kedaulatan juga bukan hanya merupakan hak, namun terdapat kewajiban yang melekat untuk
mempertahankannya,” begitu menurut Kepala P3K2 Aspasaf.

Tantangan lainnya dalam pembangunan perbatasan yang mengemuka dalam acara diskusi


adalah masih minimnya koordinasi antar institusi pemerintah di Indonesia yang menangani
perbatasan. Selama ini berbagai Kementerian dan Lembaga Pemerintah sudah menangani
masalah perbatasan, namun koordinasi masih dapat ditingkatkan. Untuk itu, pembentukan
Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) diharapkan dapat menjadi penyelesaian
masalah tersebut.

Guna memastikan keberhasilan pembangunan wilayah perbatasan, narasumber Duta


Besar Josef Berty  menyampaikan perlunyamemahami local wisdom sehingga mengurangi
kemungkinan terjadinya kesalahpahaman.

“Bangun masyarakat perbatasan dengan hati. Pemerintah RI harus mengetahui local


wisdom masyarakat perbatasan sehingga upaya pembangunan yang dilakukan
oleh pemerintah tepat sasaran dan tidak sia-sia. Kalau perlu melibatkan sosiolog dan
antropolog dalam merumuskan kebijakan pembangunan perbatasan,” demikian penegasan 
Duta Besar Berty.
Mantan Duta Besar RI untuk negara Peru yang pernah bertugas sebagai Kepala Badan
Perbatasan Provinsi Papua tersebut menambahkan, pengembangan wilayah perbatasan juga
harus disesuaikan dengan kondisi setempat agar efektif dan tepat guna. Selain itu
pembangunan harus dilakukan dengan memberdayakan pemerintah lokal. Dalam hal ini
pemerintah pusat juga harus tetap berperan melakukan pengawasan dengan langsung turun ke
lapangan untuk mengontrol pembangunan yang telah dilakukan.

Acara FGD dihadiri oleh wakil instansi pemerintah pusat dan pemerintah daerah selaku
pemangku kepentingan mengenai perbatasan, di antaranya Kemenko Polhukam, Sekretariat
Negara, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Luar Negeri, Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai, serta Pemprov Kalimantan Barat. Selain itu terdapat wakil dari Pusat Studi
ASEAN Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. (Sumber: BPPK P3K2
Aspasaf/Ed. VKH)

Anda mungkin juga menyukai