Anda di halaman 1dari 3

Beni Candra Irawan

XI IPS 2
Sejarah Peminatan

Dampak Kolonialisme dan Imperialisme pada ekonomi dan politik, sosial dan budaya,
seni dan sastra, serta pendidikan.

 Dampak Pendidikan

Dampak pada pendidikan dapat dilihat dari adanya sekolah-sekolah Kristen yang tersebar di berbagai
wilayah, seperti Minahasa dan Jawa.Dampak lain adalah munculnya beberapa orang pribumi yang
mengenyam pendidikan sampai gelar doktor di Belanda, salah satunya yakni Hoesein Djajadiningrat.

Perkembangan pendidikan ini juga didukung dengan dibukanya sekolah tinggi tingkat universitas
tanpa memandang ras di Indonesia yaitu:

 Technische Hogeschool atau “sekolah tinggi teknik” di Bandung.


 Rechtshoogeschool atau “sekolah tinggi hukum.”
 Geneeskundige Hogeschool atau “sekolah tinggi kedokteran.”

Adanya gagasan untuk menyelenggarakan pendidikan modern untuk golongan pribumi atau
bumiputera dan Eropa. Beberapa sekolah yang didirikan adalah:

 Sekolah Rendah Eropa atau Europeesche Lagere School (ELS).


 Sekolah Bumiputera atau Hollandsch inlandsche School (HIS)
 Sekolah Desa atau Volkschool atau disebut juga dengan Sekolah Rakyat Sekolah Lanjutan atau
Vervolgschool.

Selain itu juga ada sekolah menengah umum dan kejuruan yang didirikan, seperti:

 MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs).


 AMS (Algemene Middelbare School) Hogere Burger School.
 (HBS) Sekolah Pengajaran Perniagaan.
 Sekolah Pengajaran Pertanian.
 Sekolah Hakim Tinggi.
 Dampak Sosial-Budaya

Dalam buku Sejarah Perekonomian Indonesia (1996) oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
RI, salah satu dampak kolonialisme dan imperialisme bidang ekonomi yaitu munculnya kongsi dagang
yang memonopoli perekonomian. Kongsi dagang tersebut adalah VOC, yang memberikan
dampak seperti:

 VOC menguasai komoditi-komoditi ekspor yang sesuai dengan permintaan pasar di


Eropa.

 Munculnya sistem ekonomi kapitalisme di dalam tatanan agraria Indonesia, khususnya


pada masa Politik Pintu terbuka.

 Dampak Politik

Bidang Politik Pada masa pemerintahan kolonialisme dan imperialisme memunculkan adanya
sistem dualisme yakni pemerintahan Eropa dan Pemerintahan pribumi. Misalnya di pemerintahan
Daendels, orang Eropa memimpin sebagai residen yang memimpin karesidenan dan asisten residen yang
mengepalai afdeling (setingkat kabupaten). Di mana orang pribumi memimpin sebagai bupati yang
menjadi pemimpin kabupaten dan dibantu oleh seorang patih, wedana yang memimpin distrik, hingga
asisten wedana yang memimpin desa-desa.

 Dampak Sosial dan Budaya

Terciptanya kasta dalam masyarakat, dengan bangsa Eropa dianggap sebagai yang tertinggi,
disusul oleh Asia, Timur Jauh, serta pribumi

 Terjadinya penindasan dan pemerasan secara kejam. Tradisi yang dimiliki oleh bangsa
Indonesia, seperti ikatan tradisi,upacara dan tata cara yang berlaku dalam lingkungan
istana menjadi sangat sederhana, bahkan cenderung dihilangkan. Hilangnya kekuasaan
tradisional akibat dihilangnya status raja oleh Belanda dan digantikan sebagai pegawai
pemerintahannya.

 Berpindahnya fokus masyarakat pada bidang sosial budaya akibat hilangnya perann
politik dari para penguasa dan tradisi tersebut secara perlahan-lahan digantikan oleh
tradisi pemerintah Belanda.

 Daerah Indonesia saat itu masih banyak bergantung pada aktivitas di tepi laut sehingga
perubahan aktivitas perdagangan berdampak pada kehidupan di pedalaman.
Kemunduran perdagangan di laut secara tak langsung menimbulkan budaya feodalisme
di pedalaman. Di bawah prinsip feodalisme, rakyat pribumi dipaksa untuk tunduk/patuh
pada tuan tanah Barat/Timur Asing dan masuknya agama Katolik dan Protestan.
 Dampak Seni dan Sastra

Seni sastra pada masa perjuangan melawan kolonialisme dan imperialisme juga memiliki
peranan yang sangat penting. Karya-karya sastra yang lahir pada masa itu menyuarakan
ketidakadilan yang dialami oleh para pribumi karena kolonialisme dan imperialisme yang
dilakukan oleh bangsa Belanda ke luar Hindia Belanda, termasuk ke negara Belanda sendiri.

Karya-karya sastra pada masa itu juga membangkitkan semangat kemerdekaan bagi para
pembacanya. Beberapa sastrawan pada masa itu dan karya sastra mereka adalah sebagai
berikut:

 Eduard Douwes Dekker: Max Havelaar

 Mas Marco Kartodikromo: Student Hidjo dan Rasa Merdeka

 Soewarsih Djojopoespito: Manusia Bebas

Anda mungkin juga menyukai