DISUSUN OLEH :
Kelompok 1 :
1. Lia Shafira (A1D018042)
2. Ananda Putri Gita (A1D018044)
3. Anjaly Dewi Puspita (A1D018048)
4. Sintia Eunike (A1D018050)
5. Septia Noparis Fadhila (A1D018056)
6. Johannes Anju Simamora (A1D018067)
Dosen Pengampu :
Neni Murniati, M.Pd
Halaman i
PROFIL PENULIS
Halaman ii
4. Sintia Eunike A1D018050
5. Septia A1D018056
Noparis
Fadhila
6. Johannes A1D018067
Anju
Halaman iii
KATA PENGANTAR
Kelompok 1
DAFTAR ISI
Halaman iv
HALAMAN COVER i
PROFIL PENULIAS ii
KATA PENGANTAR iv
DAFTAR ISI v
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 3
1.2 Rumusan Masalah 6
BAB II PEMBAHASAN 7
2.1 Strategi Penilaian Sikap Terhadap Siswa Pada
Sistem Pembelajaran Daring 7
2.2 Proses Penilaian Sikap yang Dilakukan Guru
Selama Pembelajaran Daring 9
2.3 Kendala Penilaian Sikap yang dihadapi Guru
Saat Pembelajaran Daring 10
2.4 Proses Penilaian Daring Dinilai Akurat
Atau Tidak 12
BAB III PENUTUP 14
3.1 Kesimpulan 14
3.2 Saran 15
DAFTAR PUSTAKA 16
Halaman v
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah didasarkan pada prinsip-
prinsip sebagai berikut: Objektif, berarti penilaian berbasis
pada standar dan tidak dipengaruhi faktor subjektivitas
penilai. Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik dilakukan
secara terencana, menyatu dengan kegiatan pembelajaran,
dan berkesinambungan. Ekonomis, berarti penilaian yang
efisien dan efektif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan
pelaporannya. Transparan, berarti prosedur penilaian, kriteria
penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diakses
oleh semua pihak. Akuntabel, berarti penilaian dapat
dipertanggungjawabkan kepada pihak internal sekolah
maupun eksternal untuk aspek teknik, prosedur, dan hasilnya.
Edukatif, berarti mendidik dan memotivasi peserta didik dan
guru (Kemendikbud, 2013).
Penilaian yang diadakan guru bertujuan untuk
mengetahui sejauh mana peserta didik telah belajar dan
mencapai apa yang diinginkan guru untuk dipelajari peserta
didik mereka. Sementara pembelajaran menjamin bahwa
peserta didik mereka tersebut mempelajarinya. Untuk
terjadinya hal ini, penilaian-penilaian, tujuan-tujuan belajar,
dan strategi-strategi butuh untuk dirancang secara
berhubungan/memenuhi satu sama lain sehingga ketiga
komponen tersebut saling menguatkan satu sama lain.
Penilaian dan pembelajaran adalah dua kegiatan yang
saling mendukung, upaya peningkatan kualitas pembelajaran
dapat dilakukan melalui upaya perbaikan sistem
penilaian.Sistem pembelajaran yang baik akan menghasilkan
kualitas belajar yang baik. Kualitas pembelajaran ini dapat
dilihat dari hasil penilaiannya. Selanjutnya sistem penilaian
yang baik akan mendorong pendidik untuk menentukan
strategi mengajar yang baik dalam memotivasi peserta didik
untuk belajar yang lebih baik. Oleh karena itu, dalam upaya
peningkatan kualitas pendidikan diperlukan perbaikan sistem
penilaian yang diterapkan (Mardapi, 2004).
Penilaian hasil belajar merupakan komponen penting
dalam kegiatan pembelajaran. Upaya meningkatkan kualitas
pembelajaran dapat ditempuh melalui peningkatan kualitas
sistem penilaiannya. Instrumen pencapaian hasil belajar harus
memperhatikan perkembangan dan kemampuan siswa.
Kebanyakan guru menggunakan Penilaian berupa tes tulis.
Dengan penggunaan tes, berakibat tidak berkesan oleh siswa,
sehingga hasil belajar siswa rendah (Noor, 2020).
Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku siswa secara
nyata setelah dilakukan proses belajar mengajar yang sesuai
dengan tujuan pengajaran (Jihad, 2008). Penilaian hasil
belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil
belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu. Hal ini
mengisyaratkan bahwa objek yang dinilainya adalah hasil
belajar siswa. Pada hakikatnya hasil belajar siswa adalah
perubahan tingkahlaku, sebagai hasil belajar dalam
pengertian yang luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan
psikomotoris (Sudjana, 2010).
Indikator pencapaian hasil belajar dikembangkan oleh
guru dengan memperhatikan perkembangan dan kemampuan
setiap peserta didik. Setiap kompetensi dasar dapat
dikembangkan menjadi dua atau lebih indikator pencapaian
hasil belajar, hal ini sesuai dengan keluasan dan kedalaman
kompetensi dasar tersebut.Indikator-indikator pencapaian
hasil belajar dari setiap kompetensi dasar merupakan acuan
yang digunakan untuk melakukan penilaian (Suwandi, 2011).
Dengan menggunakan bentuk instrumen penilaian yang
berbeda pada pengajar dapat mempengaruhi hasil belajar
(nilai) seorang siswa. Dengan demikian, guru sepatut nya
menggunakan penilaian yang sesuai dengan kurikulum dan
metode sehingga pencapaian hasil belajar sesuai dengan
indikator.
Salah satu prinsip dasar yang harus senantiasa
diperhatikan dan dipegangi dalam rangka evaluasi hasil
belajar adalah prinsip kebualatan, dengan prinsip mana
evaluator dalam melaksanakan evaluasi hasil belajar dituntut
untuk mengevaluasi secara menyeluruh terhadapa peserta
didik, baik dari segi pemahamannya terhadap materi atau
bahan pelajaran yang diberikan (aspek kognitif),maupun dari
segi penghayatan (aspek afektif), dan pengamalannya (aspek
psikomotorik). Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup
kegiatan mental (otak). Menurut Bloom, segala upaya yang
menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah
kognitif, yaitu Pengetahuan (knowledge), Pemahaman
(comprehension), Penerapan (application), Analisis
(analysis), Sintesis (synthesis), dan Evaluasi (evaluation).
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan
nilai, sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya apabila
ia telah memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri
belajar afektif akan tampak pada siswa dalam berbagai
tingkah laku, seperti pehatiannya terhadap pelajaran fisika
maka ia akan meningkatkan kedisiplinannya terhadap bidang
fisika dan sains di sekolah. Ranah afektif berupa, Penerimaan
(receiving), Partisipasi (responding), Penilaian atau
penentuan sikap (valuing), Organisasi (organization),
Pembentukan pola hidup (characterization by a value or
value complex).Ranah Psikomotorik (psychomotoric
domain)merupakan ranah yang berkaitan dengan
keterampilan (skill) tau kemampuan bertindak setelah
seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Ranah
psikomotor adalah ranah yang berhubungan dengan aktivitas
fisik, misalnya lari, melompat, melukis, menari, memukul,
dan sebagainya.
Proses penilaian memiliki peran penting dalam
pendidikan, proses penilaian tersebut juga memiliki peran
penting bagi siswa, guru dan sekolah. Pentingnya penilaian
terhadap siswa yaitu untuk mengetahui sejauh mana siswa
telah berhasil mengikuti pelajaran yang diberikan oleh guru.
Apakah siswa merasa puas atau tidak puas atas hasil yang
diperolehnya. Bila hasilnya memuaskan akan menyenangkan
dan dapat memotivasi siswa untuk belajar lebih giat lagi
sementara bila hasil tidak memuaskan maka ia akan berusaha
agar penilaian berikutnya memperoleh hasil yang
memuaskan. Pentingnya penilaian terhadap guru yaitu agar
dapat mengetahui siswa mana yang sudah berhak melanjutkan
pelajarannya dan siswa mana yang belum berhasil menguasai
bahan, guru dapat mengetahui apakah materi yang diajarkan
sudah tepat bagi siswa atau belum, apabila materi tepat maka
diwaktu akan datang tidak perlu diadakan perubahan, guru
akan mengetahui metode yang digunakan sudah tepat atau
belum. Jika hasil yang diperoleh sebagian besar siswa
mendapatkan nilai bagus maka metode sudah tepat sebaliknya
bila sebagian besar hasil yang diperleh siswa buruk maka
metode yang digunakan harus dipertimbangkan kembali dan
kalau perlu diganti.Pentingnya penilaian terhdap sekolah
yaitu untuk mengetahui kondisi belajar yang diciptakan oleh
sekolah sesuai dengan harapan atau belum. Hasil belajar
merupakan cermin kualitas suatu sekolah, untuk mengetahui
tepat tidaknya kurikulum yang dipakai, untuk dapat
mengetahui kemajuan perkembangan penilaian dari tahun ke
tahun sehingga menjadi pedoman bagi sekolah untuk tindakan
selanjutnya (Setiadi, 2016).
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana strategi guru untuk melakukan penilaian
sikap terhadap siswa pada sistem pembelajaran daring?
2. Bagaimana proses penilaian sikap yang dilakukan guru
selama pembelajaran daring?
3. Apa kendala penilaian sikap yang dihadapi guru saat
pembelajaran
daring?
4. Apakah proses penilaian sikap pada pembelajaran daring
dinilai akurat atau tidak?
BAB II
PEMBAHASAN
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Guru dalam menilai sikap siswa tentunya dilihat dari
adanya sikap yang ditunjukkan oleh siswa selama
kegiatan pembelajaran hal ini dilihat dengan
memberikan tugas pada siswa dapat meningkatkan
sikap positif terhadap belajar dan pengalaman
belajarnya. Misalnya sikap jujur, bertanggungjawab,
disiplin, gigih, dan kepercayaan diri.
2. Guru dalam menilai sikap siswa tentunya dilihat dari
adanya sikap yang ditunjukkan oleh siswa selama
kegiatan pembelajaran. Sikap yang muncul dari
seorang siswa merupakan salah satu cara untuk
membantu para guru dalam proses penilaian sikap
dalam pembelajaran daring. Seperti siswa yang
mengerjakan tugas dengan jujur dan mengumpulkan
tugasnya dengan tepat waktu.
3. Kendala dalam melakukan penilaian sikap siswa
pada proses pembelajaran daring bahwa guru
mengalami kesulitan dalam menumbuhkan sikap
mandiri dan gemar membaca dalam diri siswa,
mengembangkan kepedulian lingkungan dan
kerjasama, kejujuran dan menghargai orang lain, dan
penilaian sikap disiplin dan tanggung jawab.
4. Proses penilaian sikap yang dilakukan secara daring
tidak akurat karena guru tidak bisa melihat secara
langsung sikap yang muncul selama proses
pembelajaran. Dalam pembelajaran daring ini penilaian
sikap dapat dilakukan oleh guru dengan beberapa
strategi salah satunya dengan melihat cara siswa
merespon tugas yang telah diberikan oleh guru melalui
media online, sikap jujur serta motivasi siswa dalam
belajar.
3.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian yang
telah diuraikan, pengkondisian belajar siswa ketika
pembelajaran daring berlangsung harus lebih
diperhatikan karena kesulitan dalam menilai sikap siswa
menagalami kesulitan maka dari itu penilaian sikap
siswa dilakukan dengan beberapa strategi salah satunya
seperti melihat cara siswa merespon tugas yang diberikan,
sikap jujur dan mengumpulkan tugas tepat waktu.
DAFTAR PUSTAKA
Jurnal
Pendidikan
MIPA
Volume 10. Nomor 2, Desember 2020
ISSN: 2088-0294
*wiwinoviati15@gmail.com
1. Pendahuluan
Permasalahan dunia sekarang yang sedang dilanda pandemi
Covid-19, sehingga tentunya berdampak bagi segala bidang tidak
terkecuali dalam bidang Pendidikan. Dunia pendidikan pun tidak
lepas dari tatanan kenormalan baru. Sejak awal pandemi ini muncul
dan menghambat pembelajaran tatap muka di ruang-ruang kelas,
model belajar dari rumah (BDR) menjadi kenormalan baru dalam
dunia pendidikan sehingga mengharuskan penggunaan teknologi
informasi khususnya internet. Menurut (Noviati 2020) Teknologi
informasi sangatlah berdampak pada Pendidikan di Indonesia
khususnya, misalnya dalam hal mendapat referensi terbaru dan ter
up to date bagi guru dalam hal materi maupun media pembelajaran.
Penerapan pembelajaran daring tentunya diiringi oleh
permasalahan baru dalam proses pembelajaran maupun dalam
mengevaluasi siswa. Permasalahan pembelajaran daring yang
diterapkan dalam era tatanan baru tentunya muncul terkait kesulitan
guru dalam mengevaluasi siswa terutama dalam menilai sikap siswa
selama pembelajaran daring. Karena pendidikan tidak hanya
mengajarkan pengetahuan saja tetapi juga pada penilaian sikap siswa
sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang diharapkan. Hal ini
didukung oleh (Ramdhayani, Ibrahim, and Madlazim 2017) bahwa
pendidikan tidak hanya membelajarkan pengetahuan kognitif dan
keterampilan saja melainkan yang paling penting adalah cara
menanamkan nilai-nilai untuk membentuk sikap positif siswa dan
mampu mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Tujuan pembelajaran ranah afektif adanya stimulus-respon
yang dapat membentuk sikap baru yang berorientasi pada nilai-nilai
karakter setiap individu. Penilaian ranah afektif merupakan sisi
kejiwaan siswa yang relative sulit untuk diukur (Alifah 2019). Upaya
penilaiaan sikap merupakan kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk
memperoleh informasi deskriptif mengenai perilaku siswa yang
meliputi penilaian sikap spiritual dan penilaian sikap sosial. Menurut
hasil penelitian (Zuhera, Habibah, and Mislinawati 2017) faktor
kesulitan yang
Jurnal Pendidikan MIPA
Vol. 10, No. 2, Desember 2020 https://doi.org/1
dialami guru dalam penilaian sikap yaitu keterbatasan waktu yang
dimiliki oleh guru. Didukung juga oleh (Retnawati 2016) bahwa
mayoritas yang dikeluhkan oleh guru adalah penilaian sikap Pada saat
mengajar, guru harus membagi waktu antara penyampaian materi,
pemberian tugas dan proses evaluasi. Hal inilah yang menyulitkan
guru dalam melakukan penilaian sikap siswa. Penilaian sikap siswa
harus dilakukan secara individu dan langsung bertatap muka.
Sehingga, keterbatasan waktu yang dimiliki menjadi penghambat bagi
guru. Apalagi penilaian sikap dengan adanya tatanan baru ini
mengharuskan guru melakukan pembelajaran daring, hal ini tentunya
menjadi kendala baru yang dialami guru dalam hal menilai sikap.
Bertolak dari permasalahan tersebut maka penulis tertarik
untuk melakukan penelitian yaitu menganalisis penilaian sikap siswa
selama pembelajaran daring pada era tatanan baru. Hal ini bertujuan
untuk mengetahui bagaimana cara guru dalam mengakses penilaian
sikap siswa selama proses pembelajaran agar dapat menjadi refrensi
terhadap guru yang kesulitan dalam memberikan penilaian sikap
terhadap siswa.
2. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif melalui
pendekatan deskritif. Teknik pengambilan sampel menggunakan
Teknik purposive sampling yaitu teknik sampling nonrandom
sampling dimana peneliti menentukan pengambilan sampel dengan
cara menetapkan ciri-ciri khusus yang sesuai dengan tujuan penelitian
sehingga diharapkan dapat menjawab permasalahan penelitian.
Sampel penelitian yaitu 5 Guru Biologi SMA/MA di Sumbawa.
Teknik pengumpulan data menggunakan kuisioner terkait mengenai
analisis penilaian sikap siswa selama pembelajaran daring pada era
tatanan baru yang diisi oleh responden. Keabsahan data dalam
penelitian ini menggunakan triangulasi. Triangulasi adalah Teknik
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di
luar data sebagai pembanding. Pada penelitian ini penulis
menggunakan triangulasi sumber yaitu dengan mengecek data dari
4. Simpulan
DAFTAR PUSTAKA
Ade Mutiarawati. 2020. “Pengaruh Pendekatan Konstruktivisme
Terhadap Karakter Kepercayaan Diri Siswa
Dalam Pembelajaran Matematika Di SMPN 15 Kota
Bekasi.” JURNAL PENDIDIKAN MIPA. doi:
Jurnal Pendidikan MIPA
10.37630/jpm.v9i2.228.
Vol. 10, No. 2, Desember 2020 https://doi.org/1
Alifah, Fitriani Nur. 2019. “PENGEMBANGAN STRATEGI
PEMBELAJARAN AFEKTIF.” Tadrib: Jurnal
Pendidikan Agama Islam. doi: 10.19109/tadrib.v5i1.2587.
Arif Rahman. 2018. “Hubungan Motivasi Dan Sikap Siswa
Terhadap Prestasi Belajar Matematika Kelas VIII SMP Negeri
1 Wera.” JURNAL PENDIDIKAN MIPA. doi:
10.37630/jpm.v8i1.60.
Audina, Ise, Susetyo Susetyo, and M. Arifin. 2019. “PENILAIAN
SIKAP SISWA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA
INDONESIA OLEH GURU KELAS VII DI SMP NEGERI 1
KOTA BENGKULU.” Jurnal Ilmiah KORPUS. doi:
10.33369/jik.v2i2.6520.
Kusaeri, Kusaeri. 2019. “PENILAIAN SIKAP DALAM
PEMBELAJARAN MATEMATIKA.” JPM : Jurnal
Pendidikan Matematika. doi: 10.33474/jpm.v5i2.1588.
Mardiana, Harisa. 2020. “Lecturers’ Attitudes towards Online
Teaching in the Learning Process.” Register
Journal. doi: 10.18326/rgt.v13i1.77-98.
Mariamah, and Susantri. 2018. “Penerapan Model Accelerated
Learning Untuk Meningkatkan Motivasi
Belajar Siswa Kelas X4 SMAN 3 Kota Bima.” JURNAL
PENDIDIKAN MIPA. doi: 10.37630/jpm.v8i1.44.
Noviati, Wiwi. 2020. “Kesulitan Pembelajaran Online Mahasiswa
Pendidikan Biologi Di Tengah Pandemi
Covid19.” Jurnal Pendidikan MIPA.
Prawati, Siska. 2016. “Penerapan Metode Pemberian Tugas Untuk M
DISUSUN OLEH :
Kelompok 3B
1. Amabel Reynaldo A (A1D018035)
2. Anggun Tri Septi (A1D018036)
3. Erlince Sinaga (A1D018040)
4. Meliani Harahap (A1D018054)
5. Tulus N.A (A1D018062)
Dosen Pengampu : Neni Murniati, M.Pd
UNIVERSITAS BENG K UL U
2021
PROFIL PENULIS
1. Anggota 1
Nama : Amabel Reynaldo A
NPM : A1D018035
Semester/Kelas : VI/B
2. Anggota 2
Nama : Anggun Tri Septi
NPM : A1D018036
Semester/Kelas : VI/B
3. Anggota 3
Nama : Erlince Sinaga
NPM : A1D018040
Semester/Kelas : VI/B
4. Anggota 4
Nama : Meliani Harahap
NPM : A1D018054
Semester/Kelas : VI/B
5. Anggota 5
Nama : Tulus Nuzul Akbar
NPM : A1D018064
Semester/Kelas : VI/B
Halaman i
KATA PENGANTAR
Penulis
Halaman ii
DAFTAR ISI
PROFIL PENULIS...............................................................i
Kata Pengantar................................................................... ii
Daftar Isi…..........................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...........................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................1
1.3 Tujuan.......................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Cara Guru dalam Memberikan Penilaian Terhadap Siswa
dalam Proses Pembelajaran ................. ............... ..............3
2.2 Kesulitan Guru dalam Memberikan Penilaian Terhadap
Siswa dalam Proses Pembelajaran ......................................6
2.3 Upaya yang Dilakukan Guru dalam Mengatasi Kesulitan
Pemberian Nilai Terhadap Siswa Dalam Proses
Pembelajaran....................................................................7
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.................................................................8
3.2Saran...........................................................................8
DAFTAR PUSTAKA.............................................................9
LAMPIRAN............................................................................10
Halaman 4
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Halaman 6
1. Untuk mengetahui cara guru dalam memberikan penilaian
terhadap siswa dalam proses pembelajaran.
2. Untuk mengaetahui kesulitan guru dalam memberikan
penilaian terhadap siswa dalam proses pembelajaran.
3. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan guru dalam
mengatasi kesulitan pemberian nilai terhadap siswa dalam
proses pembelajaran ?
Halaman 7
BAB II
PEMBAHASAN
Halaman 12
a. Jujur
b. Disiplin
c. Tanggung Jawab
d. Santun
e. Peduli
f. Percaya Diri
g. Kerjasama
h. Teliti
i. Tekun
j. Bisa ditambahkan lagi dengan sikap-sikap lain yang
sesuai dengan kompetensi pembelajaran.
Halaman 13
Kendala lainnya dalam melakukan penilaian sikap
siswa adalah mengembangkan kepedulian lingkungan dan
kerjasama. Guru tidak dapat mengamati sikap siswa yang
berkaitan dengan kepedulian siswa terhadap lingkungan
dengan baik, hal ini dikarenakan sikap ini harus diamati
oleh guru saat siswa berada di luar kelas. Hal ini menjadi
kendala bagi guru dikarenakan jumlah siswa yang lebih
banyak dan membutuhkan waktu yang lama. Sikap
menghargai dan jujur juga sulit untuk ditetapkan secara
tepat. Hal ini dikarenakan sikap jujur tidak dapat diamati
secara langsung dan hanya dalam beberapa kali pengamatan
saja. Akan tetapi guru harus melakukannya secara rutin dan
konsisten. Guru mengalami kendala dalam mengarahkan
siswa untuk mendengarkan penjelasan dengan baik,
beberapa siswa terlihat tidak memperhatikan penjelasan
guru. Guru juga mengalami kendala dalam mengarahkan
siswa mengidentifikasi masalah, siswa belum dapat
mengidentifikasi permaslaahan yang terdapat pada materi
pelajaran Selain itu, guru juga terkendala dalam
mengarahkan siswa terlibat aktif dalam diskusi.
Halaman 15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan penulis
pada bab-bab sebelumnya, maka penulis menyimpulkan
sebagai berikut:
1.Guru memberikan penilaian terhadap sikap siswa dalam
proses pembelajaran berdasarkan kurikulum 2013 dengan
cara mengamati atau melakukan observasi secara langsung
terhadap sikap siswa pada saat proses belajar berlangsung.
2. Kesulitan guru dalam memberikan penilaian terhadap
sikap siswa dalam proses pembelajaran adalah keterbatasan
waktu, jumlah siswa yang banyak dalam satu kelas dan
sulitnya mengarahkan siswa untuk menanamkan sikap yang
baik sesuai dengan tujuan pembelajaran.
3. Upaya yang dilakukan guru dalam mengatasi kesulitan
pemberian nilai terhadap sikap siswa dalam proses
pembelajaran adalah dengan melakukan diskusi dengan orang
tua siswa, koordinasi dengan guru lainnya dan juga bertanya
dengan siswa lainnya untuk mendapatkan infromasi yang
rinci.
Halaman 16
3.2 Saran
Sebaiknya pada saat guru melakukan penilaian sikap
siswa harus melakukan kerjasama dengan orang tua.
Khususnya siswa yang memiliki sikap yang belum sesuai
dengan tujuan pembelajaran, Siswa yang lebih tertutup dan
tidak aktif di kelas. Kerjasama dengan orang tua dilakukan
agar anak bisa mendapatkan bimbingan langsung dari kedua
belah pihak, baik guru maupun orangtua.
Halaman 17
DAFTAR
PUSTAKA
DISUSUN OLEH :
Kelompok 3B
1. Yunita Yuliansi (A1D018036)
2. Syandhika Miranda P A (A1D018046)
3. Nadila Zakia Eni E P (A1D018052)
4. Alma Fadhila (A1D018053)
5. Susanti (A1D018064)
Dosen Pengampu : Neni Murniati, M.Pd
UNIVERSITAS BENGKULU
2021
PROFIL PENULIS
1. Anggota 1
Nama : Yunita Yuliansi
NPM : A1D018036
Semester/Kelas : VI/B
2. Anggota 2
Nama : Syandhika Miranda P
NPM : A1D018046
Semester/Kelas : VI/B
3. Anggota 3
Nama : Nadila Zakia Eni E P
NPM : A1D018052
Semester/Kelas : VI/B
4. Anggota 4
Nama : Alma Fadhila
NPM : A1D018053
Semester/Kelas : VI/B
5. Anggota 5
Nama : Susanti
NPM : A1D018064
Semester/Kelas : VI/B
Halaman i
KATA PENGANTAR
Kelompok 3B
Halaman ii
DAFTAR ISI
Halaman iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Subjek evaluasi pendidikan adalah orang yang melakukan
pekerjaan evaluasi pendidikan (Rahmat, 2019). Selain itu,
subjek evaluasi pendidikan (evaluator) adalah orang atau
pihak yang melakukan penilaian atau evaluasi terhadap hasil
pembelajaran peserta didik yang disesuaikan dengan
merujuk pada tujuan atau ketentuan dari pembelajaran itu
sendiri (Haryanto,2020). Subjek evaluasi untuk setiap tes,
ditentukan oleh aturan pembagian tugas atau ketentuan yang
berlaku.
Syarat untuk seseorang menjadi subjek evaluasi (penilai)
diantaranya yaitu, harus dapat memahami materi tentang
seluk-beluk materi pembelajaran yang akan dievaluasi.
Evaluator harus memiliki kemampuan untuk melaksanakan
evaluasi yang didukung oleh teori dan keterampilan praktik.
Yang kedua yaitu menguasai teknik atau menguasai cara-
cara digunakan di dalam melaksanakan evaluasi dalam
pembelajaran. Sehingga dalam melaksanakan tugas evaluasi
yang dimulai dari membuat rancangan kegiatan menyusun
instrumen, mengumpulkan data dan membuat laporan
penilaian (Suharsimi Arikunto, 1988).
Halaman 1
Seorang subjek evaluasi harus memiliki sikap objektif
dan cermat. Artinya tidak mudah dipengaruhi oleh keinginan
pribadi tidak memihak kepada satu orang saja, agar dapat
mengumpulkan data sesuai keadaannya yang selanjutnya.
Kemudian dapat mengambil kesimpulan sebagaimana diatur
oleh ketentuan yang harus diikuti serta cermat melihat celah
dan detail dari apa yang akan di evaluasi dalam
pembelajaran.
Sikap jujur dan dapat dipercaya juga harus dimiliki oleh
subjek evaluasi. Hal tersebut karena subjek evaluasi adalah
orang atau individu yang dipasrahkan oleh pembuat
kebijakan untuk menilai orang lain yang nantinya akan
memberikan penilaian kepada orang tersebut. Evaluator
harus jujur dan dapat dipercaya dalam memberikan penilaian
atau evaluasi sehingga nilai yang diberikan bersifat objektif
dan apa adanya. Sikap hati-hati dan bertanggung jawab pun
harus dimiliki oleh seorang subjek evaluasi. Didalam
melaksanakan pekerjaan evaluasi harus dengan penuh
pertimbangan, namun apabila kekeliruan yang diperbuat
berani menanggung resiko atas segala kesalahan dalam
memberikan penilian kepada contonya peserta didik
(Haryanto, 2020).
Subyek evaluasi pendidikan ada beberapa sasaran yang
dituju, yaitu jika sasaran evaluasinya adalah prestasi
Halaman 2
belajar, maka subyek evaluasinya adalah guru atau dosen
yang mengasuh mata pelajaran tertentu. Jika evaluasi yang
dilakukan itu sasarannya adalah sikap peserta didik, maka
subyek evaluasinya adalah guru atau petugas yang sebelum
melaksanakan evaluasi tentang sikap itu, terlebih dahulu
telah memperoleh pendidikan atau latihan megenai caracara
menilai sikap seseorang. Jika sasaran yang dievaluasi
kepribadian peserta didik, di mana pengukuran tentang
kepribadian itu dilakukan dengan menggunakan instrument
berupa tes yang sifatnya baku, maka subyek evaluasinya
adalah seorang psikolog, karena psikolog merupakan
seseorang yang memang telah dididik untuk menjadi tenaga
ahli yang professional di bidang psikologi (Pramana, 2018).
Jenis evaluasi pendidikan berdasarkan subjek evaluasi
ada dua jenis yaitu evaluasi internal dan evaluasi eksternal.
Evaluasi internal adalah evaluasi yang dilakukan oleh
orang dalam sekolah sebagai evaluator, misalnya
pengajar/guru untuk melaksanakan evaluasi tentang
prestasi belajar atau pencapaian dalam kelas. Evaluasi
eksternal adalah evaluasi yang dilakukan oleh orang luar
sekolah sebagai evaluator, misalnya orangtua, masyarakat
(Daryanto, 2017).
Halaman 3
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja kesulitan guru dalam memberikan penilaian
hasil belajar siswa pada kurikulum 2013 ?
2. Apa saja kesalahan guru yang biasanya terjadi dalam
pemberian nilai hasil belajar siswa pada kurikulum
2013 ?
3. Bagaimana upaya yang dilakukan guru dalam mengatasi
kesulitan pemberian nilai hasil belajar siswa pada
kurikulum 2013 ?
Halaman 4
BAB II
PEMBAHASAN
Halaman 5
dilaksanakan sebelumnya. Aspek keterampilan merupakan
upaya penekanan pada bidang skill atau kemampuan,
misalnya kemampuan untuk mengemukakan opini
pendapat, berdiksusi/bermusyawarah, membuat berkas
laporan, serta melakukan presentasi. Aspek sikap
merupakan aspek tersulit untuk dilakukan penilaian oleh
guru. Sikap meliputi perangai sopan santun, adab dalam
belajar, sosial, absensi, dan agama. Kesulitan penilaian
dalam aspek ini banyak disebabkan karena guru tidak
setiap saat mampu mengawasi siswa-siswinya. Sehingga
penilaian yang dilakukan tidak begitu efektif (Kompasiana,
2016).
Subjek evaluasi dalam pendidikan terutama dalam
penilaian hasil belajar siswa dilakukan oleh seorang guru.
Permasalahan guru dalam memberikan penilaian hasil
belajar siswa, salah satunya yaitu guru merasa kesulitan
dalam melaksanakan penilaian pada kurikulum 2013.
Hampir semua guru tingkat SMA mengeluh masalah
penilaian pada kurikulum 2013 karena kebanyakan dari
guru kurang memahami serta kompetensi guru dalam
melakukan penilaian pun masih belum memadai
(Tempo.com, 2015). Guru SMA mengalami kesulitan
melakukan penilaian pada Kurikulum 2013 lantaran ada 4
aspek yang harus dinilai, yaitu aspek spiritualitas, sosial,
Halaman 6
pengetahuan dan keterampilan. Sulit bagi guru untuk
mengawasi siswa yang berjumlah rata-rata 35 orang dalam
satu kelasnya untuk melakukan penilaian. Akhirnya nilai
yang diberikan guru kepada siswa adalah tidak valid dan
tidak sesuai dengan hasil belajar siswa (Radarjambi.co.id,
2016).
Halaman 7
mengenai penilaian kurang dari 60 persen (Puspendik,
2014). Hasil yang sedikit berbeda ditemukan dari penelitian
Pusat Kurikulum dan Pembukuan, bahwa sebagian besar
guru cukup memahami bagaimana melakukan penilaian
hasil belajar siswa, meskipun guru masih mengalami
kesulitan dalam melakukan penilaian sikap khususnya pada
matapelajaran Matematika, Kimia, dan Bahasa Inggris
(Puskurbuk, 2015).
Kemampuan guru yang relatif rendah melakukan
penilaian antara lain disebabkan belum semua guru
mengikuti pelatihan Kurikulum 2013 dan pemerintah pun
mengadakan pelatihan yang hanya berfokus pada
pemahaman konsep kurikulum saja, akhirnya dari segi
penilaian terabaikan. Sebagian dari guru yang telah
mengikuti pelatihan pun menyatakan bahwa mereka masih
kurang paham sepenuhnya bagaimana melakukan penilaian
hasil belajar siswa pada Kurikulum 2013 hingga buku acuan
Kurikulum 2013 sebagai bahan untuk mengajar yang belum
terdistribusi dengan baik.
Halaman 8
Tabel 1. Hasil analisis kemampuan guru SMA
melakukan penilaian hasil belajar
(Mahdiansyah, 2018).
Sejumlah kesulitan guru SMA dalam melakukan
penilaian hasil belajar aspek sikap. Namun pada umumnya
guru tingkat SMA menggunakan waktu yang tersedia untuk
melakukan pengamatan perilaku siswa di dalam kelas yang
sangat terbatas yaitu hanya memiliki alokasi waktu dua jam
pelajaran per minggu. Kesulitan lain yang dihadapi yaitu
jumlah siswa di dalam suatu kelas terlalu banyak untuk
diamati, dan terdapat pula siswa yang tidak hadir di kelas
pada saat dilakukan penilaian sikap.
Guru SMA mengalami kesulitan dalam memberikan
skor yang adil dan representatif, membuat interpretasi sikap
yang akan dinilai, dan melakukan pengamatan dan penilaian
Halaman 9
pada setiap siswa dalam waktu yang bersamaan dengan
proses pembelajaran di kelas. Guru menghadapi kesuiltan
yang berbeda-beda dalam melakukan penilaian atas sikap
siswa dalam belajar. Saat guru mengarahkan siswa untuk
mengembangkan sikap sopan santun. Siswa yang masih
tergolong anak-anak, masih belum mampu memiliki sikap
sopan santun, bahkan terkadang siswa masih sering
membuat ribut di dalam kelas.
Permasalahan atau kesalahan yang sering dilakukan
guru SMA proses penilaian hasil belajar tidak akan berjalan
sesuai dengan yang diharapkan. Salah satu kesalahan yang
sering dilakukan oleh guru baik dalam pembelajaran
maupun dalam pemberian nilai berupa sikap tidak adil
(Deskriminatif). Dalam memberikan penilaian, guru harus
melakukannya secara adil, karena ini merupakan cermin dari
perilaku peserta didik yang merupakan wujud penghargaan
sesuai dengan usahanya selama proses pembelajaran
(Mulyasa, 2011). Kesalahan guru dalam penilaian di SMA
bisa terjadi karena belum memahami cara membuat
instrumen penilaian sikap. Ketidak pahaman guru dalam
membuat instrumen penilaian sikap terlihat dari instrument
penilaiannya yang masih salah. Guru mengalami
miskonsepsi antara instrumen penilaian dan rekapitulasi
nilai. Lembar observasi yang dibuatnya merupakan
Halaman 10
rekapitulasi nilai sikap dari semua kompetensi dasar dalam
satu tema (Enggarwati, 2015).
Halaman 11
Selain itu, guru juga melakukan kerjasama dengan orang tua.
Khususnya siswa yang memiliki sikap yang belum sesuai
dengan tujuan pembelajaran. Siswa yang lebih tertutup dan
tidak aktif di kelas. Kerjasama dengan orang tua dilakukan
agar anak bisa mendapatkan bimbingan langsung dari kedua
belah pihak, baik guru maupun orang tua (Zuhera, 2017).
Upaya guru untuk mengatasi kesulitan dalam
penilaian di SMA bisa dengan dengan (1) perencanaan
penilaian yang sesuai dengan kompetensi dan prinsip-prinsip
penilaian, (2) pelaksanaan penilaian yang profesional,
terbuka, edukatif, efektif, efisien dan (3) pelaporan hasil
penilaian yang objektif, akuntabel dan inofatif. Pelaksanaan
penilaian yang dilakukan oleh seorang guru dalam
kurikulum 2013 dapat dilakukan melalui proses
pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur
keterlaksanaan kurikulum 2013 melalui beberapa jenis
penilaian baik untuk menilai sikap, keterampilan, dan
pengetahuan dalam kurikulum 2013 tersebut diantaranya
dengan menggunakan penilaian otentik (Permendikbud
Nomor 66 tahun, 2013).
Halaman 12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan
bahwa kurikulum 2013 memiliki 3 aspek penilaian, yaitu
pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik) dan sikap
(afektif).
1. Kesulitan guru dalam memberikan penilaian hasil belajar
siswa pada kurikulum 2013, diantaranya jumlah siswa
yang terlalu banyak dalam satu kelas, guru merasa
kerepotan dalam mendeskripsikan hasil penilaian, waktu
yang tersedia dalam melakukan pengamatan perilaku sangat
terbatas dan memberikan nilai yang adil dan representatif.
2. Kesalahan guru yang biasanya terjadi dalam pemberian
nilai hasil belajar siswa pada kurikulum 2013, Guru
memberikan penilaian yang tidak objektif terhadap siswa,
Kebanyakan dari guru kurang memahami serta kompetensi
guru dalam melakukan penilaian pun masih belum
memadai, dan guru belum memahami cara membuat
instrumen penilaian sikap dan mengalami miskonsepsi
antara instrumen penilaian dan rekapitulasi nilai.
3. Upaya guru dalam mengatasi kesulitan dalam memberikan
penilian, yaitu perencanaan penilaian yang sesuai dengan
kompetensi dan prinsip-prinsip penilaian, pelaksanaan
Halaman 13
penilaian yang profesional, terbuka, edukatif, efektif,
efisien, pelaporan hasil penilaian yang objektif, akuntabel
dan inovatif dan melakukan diskusi dengan guru lainnya
(guru di kelas sebelumnya) dan orang tua siswa.
C. Saran
1. Guru sebagai pelaksana kegiatan dalam pembelajaran
seharusnya dapat memahami implementasi penilaiam
hasil belajar pada kurikulum 2013 dengan baik
2. Masih perlunya guru mengikuti pelatihan-pelatihan
kurikulum 2013 yang diadakan pemerintah khususnya
pada standar penilaian kurikulum 2013.
3. Proses penilaian pada kurikulum 2013 yang sudah
berjalan cukup baik sebaiknya dapat menjadi motivasi
bagi sekolah tersebut untuk terus meningkatkan kualitas
pendidikan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Halaman 14
DAFTAR PUSTAKA
Halaman 15
Pramana, I Nyoman., Putra, Ngakan Putu., Phalaguna BG,
Komang., Nugraha, Ketut Yogi. 2018. Evaluasi
Pendidikan. Bali : Beta Press
Puskurbuk, Balitbang Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (2015). Penelitian tentang Penilaian
Guru atas Hasil Belajar Siswa Pendidikan Menengah.
Puspendik, Balitbang, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (2014). Studi Implementasi Penilaian
pada Kurikulum 2013
Radajambi.co.id. 2016. Guru Sulit Memahami Penilaian
Kurikulum 2013
Rahmat. 2019. Evaluasi Pembelajaran Pendidika Agama
Islam. Yogyakarta : Bening Pustaka
Tempo.co. 2015. Kurikulum 2013, guru kesulitan beri nilai
murid.https://nasional.tempo.co/read/624118/kurikulu
m-2013-guru-kesulitan-beri-nilai-murid/full&view=ok
Zuhera, Yuni. Dkk. 2017. Kendala Guru Dalam Memberikan
Penilaian Terhadap Sikap Siswa Dalam Proses
Pembelajaran Berdasarkan Kurikulum 2013 di SD
Negeri 14 Banda Aceh. Jurnal Ilmiah Pendidikan
Guru Sekolah Dasar. FKIP Universitas Syiah Kuala
Halaman 16
LAMPIRAN
Halaman 17
Halaman 18
BOOKLET
“SASARAN EVALUASI DALAM PENDIDIKAN”
“KENDALA GURU DALAM MEMBERIKAN PENILAIAN SIKAP
DAN APLIKATIF SISWA PADA PROSES PEMBELAJARAN”
DISUSUN OLEH
Kelompok 4:
Intan Okta Delta A1D018037
Gracea Puspa A P A1D018043
Kori Jeselia A1D018047
Anisa Amaliah P A1D018065
Gabriella Manurung A1D018066
Dosen Pengampuh:
Neni Murniati, M.P
PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2021
Halaman 1
PROFIL ANGGOTA KELOMPOK
1. Anggota 1
Nama : Intan Okta Delta
NPM : A1D018037
Kelas :B
Semester : 6 (Enam)
2. Anggota 2
Nama : Gracea Puspa A P
NPM : A1D018043
Kelas :B
Semester : 6 (Enam)
3. Anggota 3
Nama : Kori Jeselia
NPM : A1D018047
Kelas :B
Semester : 6 (Enam)
Halaman 2
4. Anggota 4
Nama : Anisa Amaliah P
NPM : A1D018065
Kelas :B
Semester : 6 (Enam)
5. Anggota 5
Nama : Gabriella Manurung
NPM : A1D018066
Kelas :B
Semester : 6 (Enam)
Halaman 3
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Segala puji
dan syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Studi Kasus Evaluasi
Pembelajaran Biologi ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-
Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan laporan
studi kasus ini dengan baik. Laporan studi kasus ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Evaluasi Pembelajaran Biologi yang
diampu oleh Ibu Neni Murniati, M.Pd. Pada kesempatan kali ini,
penulis juga mengucapkan banyak terimakasih kepada Ibu Neni
Murniati, M.Pd yang telah membimbing serta memberikan banyak
saran kepada penulis.
Penulis tentu menyadari bahwa laporan studi kasus ini masih
jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta
kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik
serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya laporan studi
kasus ini nantinya dapat menjadi laporan studi kasus yang lebih baik
lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada laporan ini,
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Demikian, semoga
laporan studi kasus ini dapat bermanfaat, Terima kasih.
Bengkulu, Maret 2021
Kelompok 4
Halaman 4
DAFTAR ISI
COVER................................................................................................... 1
PROFIL ANGGOTA KELOMPOK ...................................................... 2
KATA PENGANTAR ............................................................................ 4
DAFTAR ISI .......................................................................................... 5
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 6
A. Latar Belakang............................................................................. 6
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 10
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................ 12
A. Kendala Guru dalam Memberikan Penilaian Sikap dan
Aplikatif Siswa pada Proses Pembelajaran ......................................... 13
B. Dampak dari Kendala Guru dalam Memberikan Penilaian
Sikap dan Aplikatif Siswa pada Hasil Belajar Siswa ......................... 15
C. Cara Mengatasi Permasalahan Kendala Guru dalam
Memberikan Penilaian Sikap dan Aplikatif Siswa pada Proses
Pembelajaran ....................................................................................... 16
BAB III PENUTUP ................................................................................ 18
A. Kesimpulan .................................................................................. 18
B. Saran ............................................................................................ 19
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 20
Halaman 5
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Objek atau sasaran evaluasi pendidikan ialah segala sesuatu
yang berkaitan dengan kegiatan atau proses pendidikan, yang
dijadikan titik pusat perhatian atau pengamatan, karena pihak penilai
(evaluator) ingin memperoleh informasi tentang kegiatan atau proses
pendidikan tersebut. Sasaran penilaian adalah segala sesuatu yang
menjadi titik pusat pengamatan karena penilaian (evaluator)
menginginkan infrmasi tentang sesuatu tersebut. Adapun sasaran
evaluasi pendidikan ini terbagi menjadi 3 yaitu input, transformasi
dan out put.
Yang pertama yaitu Input Merupakan suatu bentuk tes yang di
tinjau dari berbagai aspek. pribadi yang utuh dapat ditinjau dari
beberapa segi yang menghasilkan bermacam-macam bentuk tes yang
digunakan sebagai alat untuk mengukur aspek yang bersifat Rohani
mencakup empat hal (kemampuan, kepribadian, sikap dan
Intelegensi).
Aspek kognitif (kemampuan), Jika sebuah institusi
menginginkan output yang berguna bagi nusa dan bangsa maka
haruslah memperhatikan atau memilah-milah kemampuan dari
beberapa calon murid. Adapun tes yang di gunakan adalah tes
kemampuan. Kemampuan calon peserta didik yang akan mengikuti
Halaman 6
program pendidikan sebagai Taruna Akademi angkatan Laut tentu
harus dibedakan dengan kemampuan calon peserta didik yang akan
mengikuti program pendidikan pada sebuah perguruan tinggi agama
Islam adapun alat yang biasa digunakan dalam rangka mengevaluasi
kemampuan peserta didik itu adalah tes kemampuan (attitude tes).
Aspek psikomotor (kepribadian), Kepribadian adalah sesuatu
yang terdapat pada diri seseorang yang menampakkan bentuk nya
dari tingkah lakunya sebelum mengikuti program pendidikan tertentu
para calon peserta didik perlu terlebih dahulu di evaluasi
kepribadiannya masing masing sebab baik buruknya kepribadian
mereka secara psikologis akan dapat mempengaruhi keberhasilan
mereka dalam mengikuti program tertentu, evaluasi yang dilakukan
untuk mengetahui atau mengungkap kepribadian seseorang adalah
dengan jalan menggunakan tes kepribadian.
Sikap (attitude), Istilah yang mencerminkan rasa senang,
tidak senang atau perasaan biasa-biasa saja (netral) dari seseotrang
terhadap “sesuatu”. “sesuatu” itu bisa benda, kejadian, situasi, orang-
orang, atau kelompok. Dari penyataan tersebut, sikap merupakan
sesuatu hal rasa suka atau tidak suka yang muncul karena adanya
objek tertentu. Dilihat dari strukturnya, sikap terdiri atas tiga
komponen yaitu komponen kognitif, komponen afektif, dan
komponen konatif. Komponen kognitif berupa keyakinan seseorang
(behavior belief dan group belief), komponen afektif menyangkut
Halaman 7
aspek emosional, dan komponen konatif merupakan aspek
kecenderungan bertindak sesuai dengan sikapnya. Komponen afektif
atau aspek emosional biasanya berakar paling dalam sebagai
komponen sikap, yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh
yang mungkin mengubah sikap (Azwar, 2013:17-18).
Intelegensi. Inteligensi (kecerdasan intelektual) adalah salah
satu kemampuan mental, pikiran, atau intelektual dan merupakan
bagian dari proses-proses kognitif pada tingkatan yang lebih tinggi.
Dalam proses pendidikan inteligensi diyakini sebagai unsur penting
yang sangat menentukan keberhasilan belajar peserta didik. Namun
inteligensi merupakan salah satu aspek perbedaan individual yang
perlu dicermati. Setiap peserta didik memiliki inteligensi yang
berlainan. Ada anak yang mempunyai inteligensi tinggi, sedang, dan
rendah (Desmita, 2011: 53).
Yang kedua ada Transformasi. Untuk memperoleh hasil
pendidikan yang diharapkan maka harus ada unsur-unsur
transformasi yang dapat menjadi sasaran atau objek penilaian. Unsur-
unsur transformasi tersebut yaitu bahan pelajaran atau materi
pelajaran, metode mengajar dan teknik penilaian, sarana atau media
pendidikan dan sistem administrasi beserta Guru dan unsur-unsur
personal lainnya.
Bahan pelajaran atau materi pelajaran Bahan pelajaran
merupakan informasi, alat, dan teks yang diperlukan guru atau
Halaman 8
instruktur untuk perencanaan pembelajaran. Bahan ajar juga dapat
diartikan sebagai seperangkat materi yang disusun secara sistematis
baik tertulis maupun tidak tertulis sehingga tercipta lingkungan atau
suasana yang memungkinkan siswa untuk belajar.
Metode mengajar dan teknik penilaian. Metode pengajaran
suatu ilmu pengetahuan tentang motode yang dipergunakan dalam
pekerjaan mendidik. Atau bisa juga yang dimaksud metode mengajar
adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang di
pergunakan oleh seorang guru atau instruktur dan metode mengajar
yang digunakan untuk menyampaikan informasi berbeda dengan cara
yang ditempuh untuk memantapkan siswa dalam menguasai materi
pelajaran.
Sarana atau media pendidikan. Segala sesuatu yang dapat
dipakai sebagai alat untuk mencapai maksud atau tujuan dan
merupakan penunjang utama terselenggaranya suatu proses kegiatan
belajar dan mengajar dan Sistem administrasi. Sistem administrasi
kegiatan untuk mengumpulkan data, pengolahan data dan menyusun
perencanaan dengan administrasi sangat penting dalam transformasi.
Demikian juga dalam melakukan pengorganisasian dalam
menjalankan aktivitas organisasi diperlukan administrasi misalnya
administrasi keuangan, absensi siswa, guru dan kegiatan lainnya.
Guru dan unsur-unsur personal lainnya. Guru berperan untuk
mendidik, mengajar dan melatih/membimbing. Mendidik berarti
Halaman 9
meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup. Mengajar berarti
meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Melatih/Membimbing berarti mengembangkan keterampilan-
keterampilan peserta didik. Itulah sebabnya setiap guru perlu
menatap dirinya dan memahami konsep dirinya. Misalnya dalam
penampilan, guru harus mampu menarik simpati para siswanya,
karena bila seorang guru dalam penampilannya sudah tidak menarik,
maka kegagalan pertama adalah ia tidak akan dapat menanamkan
benih pengajarannya kepada para siswanya. Maka guru harus
memahami hal ini dan berusaha mengubah dirinya menjadi simpatik.
Demikian juga dalam hal kepribadian lainya.
Yang ketiga ada Output. Yang dimaksud output di sini adalah
lulusan yang dihasilkan dari sebuah sekolah. Penilain terhadap
lulusan suatu sekolah dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh
tingkat pencapain/prestasi belajar mereka selama mengikuti program.
Alat yang digunakan untuk mengukur pencapain ini disebut tes
pencapain atau achievement test.
Kecendrungan yang ada sampai saat ini di sekolah adalah
bahwa guru hanya menilai prestasi belajar aspek kognitif atau
kecerdasan saja. Akibatnya dapat kita saksikan, yakni bahwa para
lulusan hanya menguasai teori tetapi tidak terampil melakukan
pekerjaan keterampilan juga tidak mampu mengaplikasikan
pengetahuan yang sudah mereka kuasai.
Halaman 10
B. Rumusan Masalah
1. Apa kendala guru dalam memberikan penilaian sikap dan
aplikatif siswa pada proses pembelajaran?
2. Apakah dampak dari kendala guru dalam memberikan
penilaian sikap dan aplikatif siswa pada hasil belajar siswa?
3. Bagaimana cara mengatasi permasalahan kendala guru dalam
memberikan penilaian sikap dan aplikatif siswa pada proses
pembelajaran?
Halaman 11
BAB II
PEMBAHASAN
Penilaian sikap adalah penilaian yang dilakukan untuk
mengetahui sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, kondisi
pembelajaran, pendidik, dan sebagainya. Penilaian kompetensi sikap
dalam pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan yang dirancang
untuk mengukur sikap peserta didik sebagai hasil dari suatu program
pembelajaran. Penilaian sikap juga merupakan aplikasi suatu standar
atau sistem pengambilan keputusan terhadap sikap. Kegunaan utama
penilaian sikap sebagai bagian dari pembelajaran adalah retleksi
(cerminan) pemahaman dan kemajuan sikap peserta didik secara
individual (Saifudin, 2013).
Penilaian sikap ilmiah dalam pembelajaran sains sering
dikaitkan dengan sikap terhadap sains. Keduanya saling berbubungan
dan keduanya mempengaruhi perbuatan. Pada tingkat sekolah dasar
sikap ilmiah difokuskan pada ketekunan, keterbukaan, ketersediaan,
mempertimbangkan bukti dan ketersediaan membedakan fakta
dengan pendapat (Kartiasa, 1980). Penilaian hasil belajar Sains
dianggap lengkap jika mencakup aspek kognitif, afektif, dan
psikomotor. Sikap merupakan tingkah laku yang bersifat umum yang
menyebar tipis diseluruh hal yang dilakukan siswa. Tetapi sikap juga
merupakan salah satu yang berpengaruh pada hasil belajar siswa.
Halaman 12
Penilaian aplikatif adalah penilaian yang di lakukan untuk
melihat tingkat fleksibilitas anak. Dalam mengaplikasikan apapun yg
menjadi bidang keilmuan maupun bakat kompetensi, baik itu secara
hard skill maupun soft skill, sampai memiliki result yg jelas. Atau
secara singkatnya, dapat dikatakan bahwa penilaian aplikatif ini,
merupakan penilaian yang di berikan guru untuk melihat apakah
seorang anak tersebut suda mampu mengaplikasikan suatu teori yang
di berikan seorang guru ke dalam kehidupanya sehari-hari dan
trampil dalam pengaplikasian hal yang telah di pelajari (Daniel,
1992).
A. Kendala Guru dalam Memberikan Penilaian Sikap dan
Aplikatif Siswa pada Proses Pembelajaran
Adapun permasalahan ataupun kendala guru yang sering
terjadi dalam dalam memberikan penilaian sikap dan aplikatif siswa
pada proses pembelajaran. Yaitu, bahwa seorang guru tidak pernah
menggunakan jenis penilaian sikap ilmiah dan penilaian aplikatif. ini
karena memang tidak memahami bagaimana cara menyusun
instrumen dan cara penggunaannya dalam pembelajaran. Sikap
ilmiah ini adalah sikap tertentu yang diambil dan dikembangkan oleh
ilmuwan untuk mencapai hasil yang diharapkan (Iskandar, 1997).
Permasalahan yang kami sajikan tersebut berdasarkan studi
literatur jurnal yang berjudul “Analisis Pemahaman Dan
Halaman 13
Implementasi Penilaian Ipa Sekolah Dasar Di Kecamatan
Loura”. Adapun data yang di sajikan sebagi berikut:
Halaman 14
memasukkan sebagai bagian dalam penilaian secara keseluruhan.
Beberapa guru telah menerapkan pengetahuan dalam IPA untuk
mengembangkan suatu karya seperti perahu dari kertas, kincir angin,
lup sederhana dari bohlam dan beberapa karya lain, namun tidak
memahami kalau ternyata hal ini sudah merupakan aplikasi dari
pengetahuan yang sudah dipelajari dan perlu dinilai (Bele, 2017).
B. Dampak dari Kendala Guru dalam Memberikan Penilaian
Sikap dan Aplikatif Siswa pada Hasil Belajar Siswa
Adapun dampak dari permasalahan dampak dari kendala guru
dalam memberikan penilaian sikap dan aplikatif siswa pada hasil
belajar siswa tersebut yaitu bahwa para lulusan hanya menguasai
teori tetapi tidak terampil melakukan pekerjaan keterampilan, juga
tidak mampu mengaplikasikan pengetahuan yang mereka kuasai.
Lemahnya pembelajaran dan evaluasi terhadap aspek sikap ilmiah
ini, telah berdampak pada merosotnya akhlak para lulusan yang
selanjutnya berdampak pada merosotnya akhlak bangsa.
Permasalahan ini biasanya terjadi karena seorang guru hanya menilai
prestasi belajar aspek kognitif atau kecerdasan saja. Alatnya adalah
tes tertulis. Aspek keterampilan proses, apalagi aspek sikap ilmiah
dan aplikasi sangat langka dijamah oleh guru. Dalam pembelajaran
sains, sikap ilmiah sangat penting karena tiga faktor yakni bahwa
sikap mempengaruhi kesiapan mental pada anak, sikap bukanlah
Halaman 15
bawaan dari lahir serta sikap merupakan dampak yang dinamis dari
pengalaman (Martin, 2005)
Kenyataan ini juga terjadi dalam pembelajaran Sains di
sekolah dasar. Dalam implementasinya, pembelajaran sains SD masih
terfokus pada aspek produk sains saja yaitu muatan pengetahuan
yang harus dikuasai oleh siswa seperti sejumlah fakta dan konsep.
Aspek proses, sikap dan aplikasi sains belum sepenuhnya
dilaksanakan oleh guru. Hal ini dapat dilihat dari proses pembelajaran
dimana guru hanya berfokus pada pencapaian target ketuntasan
materi pada setiap semester guna memenuhi tuntutan kurikulum.
Selain itu, penilaian yang dilakukan untuk mengukur pencapaian
siswa masih terbatas pada aspek kognitif saja dan menjadi kriteria
keberhasilan siswa dalam mempelajari sains. Hal ini tentu
bertentangan dengan karakteristik sains yang berorientasi holistik,
baik pada penguasaan konsep sains, proses penemuan konsep sains
dan juga sikap ilmiah. Salah satu alasan yang paling mendasar
mengapa penilaian pada aspek sikap ilmiah dan ketrampilan proses
jarang diimplementasikan oleh para guru adalah masih kesulitan
dalam merumuskan instrumen baik aspek sikap ilmiah maupun aspek
keterampilan proses. Kesulitan ini diakibatkan karena minimnya
pemahaman guru terhadap kedua aspek tersebut.
Halaman 16
C. Cara Mengatasi Permasalahan Kendala Guru dalam
Memberikan Penilaian Sikap dan Aplikatif Siswa pada
Proses Pembelajaran
Pembahasan yang terakhir ini yaitu mengenai cara mengatasi
permasalahan kendala guru dalam memberikan penilaian sikap dan
aplikatif siswa pada proses pembelajaran tersebut, maka kita sebagai
calon guru maupuan sebagai seorang guru harus memahami,
menguasi dan menerapkan mata kuliah evaluasi pembelajaran yang
telah di dapat sebelum memasuki duni kerja sebagai seorang guru.
Calon guru dapat mempelajari dan mengimplementasikan ilmu yang
diperolehnya dalam dunia kerja terutama dalam mengevaluasi hasil
belajar siswa.
Dalam melaksanakan penilaian hasil belajar siswa, hendaknya
dilaksanakan secara komprehensif sesuai dengan ruang lingkup
evaluasi pembelajaran. Penilaian yang di lakukan harus secara
menyeluruh, Penilaian secara menyeluruh memiliki arti bahwa
penilaian tidak hanya ditujukan pada penguasaan salah satu aspek
tertentu saja, namun meliputi berbagai aspek. Terdapat tiga ranah
perilaku yang dapat dijadikan acuan dalam penilaian, sesuai yaitu
kognitif (cognitive domain), sikap ilmiah (affective domain) dan
keterampilan proses (psychomotor domain), maka penilaian dalam
pembelajaran harus meliputi ketiga aspek tersebut (DEPDIKNAS,
2006).
Halaman 17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan diatas, maka dapat menyimpulkan bahwa:
Halaman 18
belajar siswa, hendaknya dilaksanakan secara komprehensif
sesuai dengan ruang lingkup evaluasi pembelajaran.
B. Saran
Dari pembahasan yang telah dijelaskan, penulis
menyarankan kepada pembaca yang berprofesi sebagai guru
maupun sebagai calon guru agar dapat melakukan penilaian
hasil belajar secara komprehensif sesuai dengan ruang lingkup
evaluasi pembelajaran.
Halaman 19
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. (Edisi
Revisi). Jakarta: Bumi Aksara
Azwar S. 2013. Sikap Manusia: Teori Dan Pengukurannya.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Belle, Ferdinandus. 2017. Analisis Pemahaman Dan Implementasi
Penilaian Ipa Sekolah Dasar Di Kecamatan Loura. Jurnal
Pedagogika.
Daniel, Mueller. 1992. Mengukur Sikap Sosial Pegangan Untuk
Peneliti Dan Praktisi. Jakarta: Bumi Aksara
Desmita. 2011. Psikologi Perkembangan Peserta Didik, Panduan
Bagi Orang
Tua Dan Guru Dalam Memahami Psikologi Anak Usia SD, SMP,
Dan SMA. Bandung: Remaja Rosdakarya
DEPDIKNAS. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi.
Iskandar, S. M. 1997. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta:
BP3GSD Dirjen Dikti
Kartiasa, M. 1980. Sikap Ilmiah Sebagai Wahana Pengetahuan.
Jurnal Dipdiknas.Go.Id
Martin, R. Et Al.2005. Teaching Science For All Children: Inquiry
Method For Contructing Understanding-3 Ed. New York:
Pearson Education.
Halaman 20
Saifuddin, Azwar. 2013. Sikap Manusia Teori Dan Pengukurannya.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Sari, Dwi Ivayana. 2015. Evaluasi Pembelajaran. Jakarta. :E-Book
Halaman 21
ANALISIS PEMAHAMAN DAN IMPLEMENTASI PENILAIAN IPA SEKOLAH DASAR
DI KECAMATAN LOURA
ABSATRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan data tentang pemahaman guru terhadap
penilaian pembelajaran IPA secara komprehensif yang meliputi penilaian produk (kognitif),
penilaian ketrampilan proses, penilaian sikap ilmiah dan penilaian aplikatif, serta
implementasinya dalam proses pembelajaran. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
yang menggambarkan pemahaman guru terhadap penilaian pembelajaran IPA dan
implementasinya dalam pembelajaran. Pada tahap pertama, peneliti mengembangkan alat
pengumpul data yaitu berupa angket yang berisikan jenis-jenis penilaian dalam pembelajaran
IPA SD dan penerapannya dalam pembelajaran. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
seluruh responden paling sering menggunakan penilaian produk yakni penilaian yang
mengukur tingkat pemahaman siswa dari aspek kognitif. Penilaian jenis ini paling sering
digunakan karena dianggap mudah dan responden telah terbiasa dalam menyusun instrumen
penilaian ini. Sebagian responden mengungkapkan bahwa kadang-kadang mereka juga
melakukan penilaian ketrampilan proses yakni ketika siswa melakukan kegiatan tertentu dalam
pembelajaran seperti mendemonstrasikan atau melakukan eksperimen. Sedangkan penilaian
sikap ilmiah dan penilaian aplikatif tidak pernah dgunakan responden dalam pembelajaran
IPA. Hal ini disebabkan karena kurangnya pemahaman tentang kedua jenis penilaian tersebut
serta belum tersedianya instrumen penilaian untuk aspek sikap ilmiah dan aplikasi.
PENDAHULUAN
Setiap jenjang pendidikan baik jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah,
maupun pendidikan tinggi memiliki kurikulum tersendiri. Dalam Permendiknas no. 22 tahun
2006 disebutkan bahwa kurikulum SD/MI memuat 8 mata pelajaran, muatan lokal dan
pengembangan diri. Kedelapan mata pelajaran tersebut adalah Pendidikan Agama,
Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), Seni Budaya dan Ketrampilan (SBK) dan Pendidikan
KAJIAN TEORI
Kata “sains” biasa diterjemah dengan Ilmu Pengetahuan Alam yang berasal dari
natural science. Naturalartinya alamiah dan berhubungan dengan alam, sedangkan science
artinya ilmu pengetahuan. Jadi secara harafiah sains dapat diartikan sebagai Ilmu
Pengetahuan Alam atau ilmu yang mempelajari tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi di
alam. Penggunaan sains untuk menggantikan IPA ini dilakukan untuk membedakannya dari
pengertian social science, educational science, political science dan penggunaan kata science
lainnya.
Usman Samatowa (2011: 3) memberikan kesimpulan terhadap beberapa
pengertian sains yang dikemukakan para ahli bahwa sains adalah ilmu pengetahuan yang
mempunyai obyek dan menggunakan metode ilmiah. Obyek sains yang dimaksud dapat
berupa gejalah-gejalah alam dan juga kebendaan, sedangkan metode ilmiah merupakan
langkah-langkah sistematis dan teratur dalam upaya memperoleh data atau pengetahuan.
Sains yang didefinisikan sebagai ilmu tentang alam yang dalam bahasa indonesia disebut
dengan ilmu pengetahuan alam. Ilmu pengetahuan alam atau yang biasa disebut dengan
IPA dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu ilmu pengetahuan alam sebagai
proses, produk dan juga sikap.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut maka dapat di cermati bahwa terdapat
dua aspek penting dari hakikat sains yaitu proses/langkah-langkah yang ditempuh dalam
memahami alam (proses sains) dan pengetahuan atau produk sains yang dihasilkan berupa
fakta, konsep, prinsip dan teori. Kedua aspek ini harus didukung dengan sikap ilmiah
terutama sikap selama proses memahami alam dan sikap terhadap produk yang
dihasilkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sri Sulistyorini yang mengemukakan bahwa
pada hakikatnya, IPA dapat dipandang dari segi produk, proses dan dari segi
pengembangan sikap. Ketiga dimensi tersebut bersifat saling terkait. ini berarti bahwa
proses belajar mengajar IPA seharusnya mengandung ketiga dimensi tersebut (2007: 9).
Sebagai produk ilmiah, pengetahuan sains terdiri atas berbagai jenis. Terdapat
banyak klasifikasi jenis pengetahuan sains. Menurut Martin (2005: 21), scientific knowledge
consists primarily of facts, concepts, principles and theories. Ide-ide ini memiliki makna yang
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang menggambarkan pemahaman
guru terhadap penilaian pembelajaran IPA dan implementasinya dalam pembelajaran.
Pada tahap pertama, peneliti mengembangkan alat pengumpul data yaitu berupa angket
yang berisikanjenis-jenis penilaian dalam pembelajaran IPA SD dan penerapannya dalam
pembelajaran. Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar yang berada pada kecamatan
Loura dan kecamatan Kota Tambolaka. Kegiatan penelitian ini dilakukan pada bulan
Maret 2017. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru Sekolah Dasar yang
mengajar mata pelajaran IPA di kecamatan Loura dan kecamatan Kota Tambolaka.
Sedangkan yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah 15 guru sekolah dasar yang
berada di kecamatan Loura dan kecamatan Kota Tambolaka. Teknik pengumpulan data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik angket. Teknik ini dimaksudkan untuk
mendapatkan data tentang jeis penilaian yang paling sering digunakan guru dalam
pembelajaran IPA serta pemahaman guru IPA tentang jenis-jenis penilaian dalam
pembelajaran IPA SD. Penelitian ini menggunakan teknik analisis data yaitu teknik statistik
deskriptif kuantitatif.
16 15
14
12
10
8 6
6
4
2 0 0
0
PENILAIAN PENILAIAN PENILAIAN PENILAIAN
PRODUK KETRAMPILAN SIKAP ILMIAH APLIKATIF
(KOGNITIF) PROSES
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa
semua responden di yang mengajar mata pelajaran IPA SD di Kecamatan Loura telah
memahami dan menggunakan penilaian untuk aspek kognitif. 40 responden kadang-
kadang menggunakan penilaian ketrampilan proses dalam pembelajaran namun masih
terbatas pada aspek ketepatan melakukan percobaan dan keaktifan dalam kelompok.
Aspek lainnya dari ketrampilan proses seperti mengamati, mengklasifikasikan, mengukur,
mengkomunikasikan, meramalkan dan menyimpulkan tidak dilakukan penilaian karena
masih kurang memahami cara penyusunan instrumen dan penerapannya dalam proses
pembelajaran. Sedangkan pada aspek sikap ilmiah dan aplikasi, semua responden
mengungkapkan bahwa mereka tidak pernah mengimplementasikan dalam pembelajaran
IPA karena tidak memahami cara penyusunan instrumen dan penerapannya dalam proses
pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Bundu, P. (2006). Penilaian Ketrampilan Proses dan Sikap Ilmiah dalam Pembelajaran Sains
SD. Jakarta: Depdiknas.
Chiappetta, E. L. & Thomas R. Koballa, Jr. (2010). Science Instruction in the Middle and
Secondary Schools Developing Fundamental Knowledge and Skills Seventh ed.
USA: Pearson Education Inc
DEPDIKNAS. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 tentang
Standar Isi
Gega, P. C. (1997). Science Teaching in Elementary Education. New York. John Wiley &
Son.
Iskandar, S. M. (1997). Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: BP3GSD Dirjen Dikti
Kartono. (2012). Pengembangan Model Penilaian Sikap Ilmiah IPA bagi Mahasiswa PGSD.
Diambil pada tanggal 2 April 2016, dari eprints. uns. ac.
id/15202/1/Publikasi_Jurnal_(37). pdf.
Martin, R. et al. . (2005). Teaching Science For All Children: Inquiry Method For Contructing
Understanding-3 Ed. New York: Pearson Education.
Rezba, et al. . (1995). Learning ang Assesing Science Process Skills Third Ed. USA.
Kendal/Hunt Publishing Company.
Suastra, I. W. 2009. Pembelajaran Sains Terkini: Mendekatkan Siswa dengan Lingkungan
Alamiah dan Sosial Budayanya. Universitas Pendidikan Ganesha. Singaraja
Sulistyorini, S. (2007). Model Pembelajaran SAINS Sekolah Dasar dan Penerapannya
dalam KTSP. Semarang: Tiara Wacana.
Suma, dkk. 2001. “Penerapan Eksperimen Terbuka Terbimbing dalam Pembelajaran Fisika
Dasar pada Mahasiswa TPB Jurusan Pendidikan MIPA IKIP Negeri Singaraja”.
Laporan Penelitian. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.
Usman Samatowa. (2011). Pembelajaran SAINS di Sekolah Dasar. Jakarta: PT Indeks.
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 5
Melly Afdhalia Adha A1D018051
Rinu Fitaloka A1D018057
Gisela Ratna Indriani A1D018058
Jeni Marliyandari A1D018060
Refai A1D018061
Dosen Pengampu:
Neni Murniati, M.Pd
Halaman 1
PROFIL PENULIS
1. Anggota 1
Nama : Melly Afdhalia Adha
NPM : A1D018051
Semester/Kelas: 6 (Enam)/B
2. Anggota 2
Nama : Rinu Fitaloka
NPM : A1D018057
Semester/Kelas: 6 (Enam)/B
3. Anggota 3
Nama : Gisela Ratna Indriani
NPM : A1D018058
Semester/Kelas: 6 (Enam)/B
4. Anggota 4
Nama : Jeni Marliyandari
NPM : A1D018060
Semester/Kelas: 6 (Enam)/B
5. Anggota 5
Nama : Refa’i
NPM : A1D018061
Semester/Kelas: 6 (Enam)/B
Halaman 2
KATA PENGANTAR
Kelompok 5
Halaman 3
DAFTAR ISI
PROFIL PENULIS 2
KATA PENGANTAR 3
DAFTAR ISI 4
BAB I 6
PENDAHULUAN 6
A. Latar Belakang 6
B. Rumusan Masalah 8
BAB II 9
PEMBAHASAN 9
A. Prinsip Objektif Masih Berlaku Jika Ada Penambahan Nilai
Pada Siswa yang Nilainya Dibawah KKM 9
B. Sikap Sebagai Orang Tua Dalam Menghadapi Hasil Ujian
Siswa yang Masih Di Bawah KKM 10
BAB III 14
PENUTUP 14
A. KESIMPULAN 14
B. SARAN 15
DAFTAR PUSTAKA 16
Halaman 4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Prinsip evaluasi pembelajaran adalah panduan
dalam prosedur pengembangan evaluasi dalam usaha
perbaikanpembelajaran ditentukan oleh prinsip
evaluasi.Adapun prinsip-prinsip pelaksanaan evaluasi
pembelajaran adalah kontinuitas, komprehensif,
kooperatif, objektif, dan praktis (Dirman,2014). Pertama
yaitu prinsip kooperatif merupakan guru bekerja sama
dengan semua pihak seperti orangtua siswa, semua guru,
kepala sekolah dan siswa. Hal ini bertujuan agar
semuapihakmerasapuas dengan hasil evaluasi dan semua
pihak merasa dihargai.
Kedua yaitu prinsip kontinuitas dikenal dengan
istilah prinsip berkesinambungan. Prinsip ini dalam
evaluasi hasil belajar direalisasikan dalam bentuk
pelaksanaan evaluasi secara teratur dan sambung
menyambung dari waktu ke waktu. Keberadaan prinsip
bagi seorang guru atau dosen mempunyai makna yang
penting, karena prinsip evaluasi dapat menjadi petunjuk
bagi dirinya dan bisa merealisasikan evaluasi dengan cara
yang benar (Fitrianti, 2018).
Halaman 5
Evaluasi hasil belajar itu tidak boleh dilakukan
secara terpisah-pisah, melainkan harus dilaksanakan
secara utuh dan menyeluruh. Selanjutnya ketiga yaitu
prinsip keseluruhan atau menyeluruh dikenal dengan
istilah prinsip komprehensif (Sudijono,2006). Oleh
karena itu evaluasi hasil belajar dapat dikatakan
terlaksana dengan baik apabila evaluasi tersebut
dilaksanakan secara bulat, utuh atau menyeluruh. Maka
prinsip evaluasi komprehensif merupakan prinsip dengan
penilaian yang dapat mengungkap keseluruhan hasil
belajar peserta didik.
Keempat mengenai prinsip objektif, objektif secara
umum adalah keadaan sebenarnya tanpa dipengaruhi
pendapat atau pandangan pribadi (KBBI, 2016). Prinsip
objektif adalah suatu evaluasi dilakukan secara objektif,
berarti evaluasi didasarkan pada prosedur dan kriteria
yang jelas, tidak di pengaruhi subjektivitas dari penilai
(Sudijono,2006). Artinya evaluasi tersebut benar-benar
dari fakta yang sebenarnya tanpa dipengaruhi opini dari
penilaian orang lain. Prinsip objektif adalah salah satu
jenis pendekatan evaluasi yang memandang bahwa
kebenaran bias ditemukan apabila seseorang bias
menyingkirkan campur tangan manusia saat melakukan
Halaman 6
penelitian. Atau dengan kata lain, bisa mengambil jarak
dari objek yang diteliti.
Kelima yaitu prinsip praktis merupakan prinsip
yang kegiatannya mengarahkan pada hemat biaya, waktu
dan tenaga. Pada prinsip ini sangat menekankan
kemudahan guru untuk menyusun instrument penilaian
yang mudah oleh guru lain. Seiring dengan kepraktisan
tersebut, jangan sampai menghilangkan esensi evaluasi
pembelajaran itu sendiri yakni mencapai keoptimalan dari
tujuan belajar. Kepraktisan suatu evaluasi bermakna
bahwa kemudahan yang ada pada instrument evaluasi
baik dalam mempersiapkan, menggunakan,
menginterpretasi, memperoleh hasil belajar siswa dan
menyimpan data evaluasi(Arikunto,2004).
B. Rumusan Masalah
1. Apakah prinsip objektif masih berlaku jika ada
penambahan nilai pada siswa yang nilainya dibawah
KKM?
2. Bagaimana sikap sebagai orang tua dalam menghadapi
hasil ujian siswa yang masih di bawah KKM?
Halaman 7
BAB II
PEMBAHASAN
A. Prinsip Objektif Masih Berlaku Jika Ada
Penambahan Nilai Pada Siswa yang Nilainya
Dibawah KKM
Objektif secara umum adalah keadaan sebenarnya tanpa
dipengaruhi pendapat atau pandangan pribadi . Objektivitas
adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang
diberikan anggota. Prinsip objektivitas mengharuskan anggota
bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak
berprasangka serta bebas dari benturan kepentingan atau di
bawah pengaruh pihak lain.
pada Di era covid-19 ini sangat mempengaruhi tingkat
kesulitan guru dalam memberikan nilai dari masing-masing
siswanya. Tidak hanya kemampuan kognitif dari guru
melainkan dari sikap siswa yang akan di pertimbangakan pula.
Namun kenyataannya masih ada guru dalam hal ini masih
mempertimbangkan dengan ada embel-embel kasihan.
Dilansir Dalam sumber berita kompas pada Sabtu 20
juni 2020 dinilai seorang guru masi menerapkan rasa iba
terhadap seorang murid saat pemberian nilai rapot. Hal ini
menjadi dilema pendidikan untuk mengukur kemampuan siswa.
Dengan adanya hal tersebut perlulah suatu penilaian secara
Objektif agar keadialan terhadap siswa di sama ratakan.
Halaman 8
Namun, tetap dengan pertimbangan bukan dengan
pertimbangan rasa kasihan melainkan dibantu dengan penilaian
afektif dan psikomotorik.
Menjelang Ujian Nasional (UN) kementerian
pendidikan mengeluarkan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020
tentang Pelaksanaan Pendidikan dalam Masa Darurat Covid-19
yang membatalkan pelaksanaan UN tahun 2020. Dalam surat
edaran ini pun disampaikan bahwa dalam pelaksanaan Ujian
Akhir Semester (UAS), dalam hal ini adalah Ulangan Kenaikan
Kelas (UKK), tidak perlu mengukur ketuntasan capaian
kurikulum secara menyeluruh. Artinya tidak perlu mengukur
ketuntasan (KKM). Masalah tuntas tidaknya itu tidak perlu lagi.
Sebab belajarnya pun sudah tak menentu. Tapi tidak
menyarankan untuk menggunakan prinsip kasihan di dalamnya.
Hal ini jelas pemerintah memiliki keadilan dengan
mempertimbangan suatu keadaan. KKM tidak menjadi faktor
utama kenaikan kelas dikarenakan keadaan yang tidak
mendukung bukan karena iba terhadap siswa yang stres dengan
adanya keharusan melampaui KKM. Prinsip objektif harus di
terapkan di dalam proses pembelajaran ini demi pendidikan
indonesia yang lebih maju.
Halaman 9
B. Sikap Sebagai Orang Tua Dalam Menghadapi Hasil
Ujian Siswa yang Masih Di Bawah KKM
Kooperatif adalah semua pihak merasa puas dan dengan
hasil evaluasi dan semua pihak merasa di hargai. Pada prinsip
ini memiliki kasus yaitu saat pembagian rapot orangtua tidak
terima jika nilai anaknya dibawah KKM. Maka dari itu guru
dan orangtua harus bekerja sama dan memiliki kewajiban
pertama dalam pendidikan seorang siswa karena prinsip
kooperatif mengarah pada kerjasama guru dan orangtua siswa
mengenai evaluasi hasil belajar siswa
Permasalahan yang lagi marak terjadi adalah masa
pandemi ini kualitas pendidikan mengharuskan berjalan secara
daring. Diambil dari sumber berita Kompas pada Sabtu, 20 Juni
2020 pembagian rapor sekolah telah dilaksanakan dan orangtua
telah menerima laporan hasil belajar untuk semester genap,
sekaligus pernyataan naik atau tidaknya siswa yang
bersangkutan (Togatorop,2020). Maka kasus ini berkaitan
dengan prinsip kooperatif mengarah pada kerjasama guru dan
orangtua siswa mengenai evaluasi hasil belajar siswa dan
prinsip objektif yang didasarkan prosedur penilaian
menggunakan KKM yang tidak boleh bersifat subjektif baik
pengaruh guru ataupun orangtua siswa.
Halaman 10
Berdasarkan data kelas pembelajaran daring pada
pandemi covid19, adanya siswa yang tuntas dan tidak tuntas
KKM sebagai berikut.
Halaman 11
belajar siswa masih kurang, hal ini disebabkan karena guru
banyak memberikan ceramah sehingga siswa masih kurang
aktif dalam pembelajaran. Dengan demikian,
makaakandilakukanperbaikandalampelaksanaan proses
pembelajaran padasiklus II agar hasil belajar siswa meningkat.
Hal-hal yang perlu dilakukan untuk memperbaiki proses
pembelajaran pada siklus berikutnya antara lain dengan cara:
Halaman 12
Pada masa pandemi ini, orangtua dan siswa berada di
rumah sebaiknya orangtua harus berperan aktif dalam
memberikan semangat kepadapeserta didik agar terus belajar
dan harus memberikan motivasi kepada peserta didik saat
mengerjakan tugas dirumah sehingga ada perkembangan
signifikan pada nilai hasil evaluasi belajar.
Pada kasus ini penting seorang guru menerapkan sikap
kooperatif dalam pemberian nilai. Prinsip kooperatif guru
dalam pemberian nilai harus lah berdasarkan pertimbangan
seperti keadaan sekarang masih dalam masa covid-19. Dimana,
keadaan sekarang siswa tidak dapat belajar secara maksimal
seperti keadaan normal. Keadaan sekarang dalam pembelajaran
siswa dalam proses adaptasi. Wajar bila dalam pembelajaran
mengalami penurunan kualitas pemebelaharaan. Dalam hal ini
solusi tang tepat untuk meminimalisir kasus ini adanya
toleransi yang tepat oleh seorang guru untuk dapat membangun
pemblajran sekondusif mungkin, walaupun keadaan sekarang
yang pembelajran secara online.
Halaman 13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat di simpulkan bahwa:
1. Sikap orangtua yang kurang kooperatif dengan hasil
belajar siswa yang masih di bawah KKM berkaitan
dengan prinsip kooperatif mengarah pada kerjasama
guru dan orangtua siswa mengenai evaluasi hasil
belajar siswa danprinsip objektif yang didasarkan
prosedur penilaian menggunakan KKM yang tidak
boleh bersifat subjektif baik pengaruh guru ataupun
orangtua siswa.
2. Guru dan orangtua memiliki kewajiban pertama
dalam pendidikan seorang siswa, sebagian besar dari
waktu yang ada dihabiskan di lingkungan keluarga
sedangkan sekolah adalah tempat pembinaan
lanjutan dari seorang siswa. Kerjasama guru dan
orang tua sebagai prinsip kooperatif bertujuan agar
tidak ada perbedaan prinsip yang mencolok diantara
kedua lingkungan tersebut yang dapat
mengakibatkan keraguan pendirian dan sikap pada
siswa. Ketidakpuasan orangtua sebagai pihak yang
terlibat terhadap penilaian mempengaruhi prinsip
kooperatif.
Halaman 14
B. Saran
Dari pembahasan yang telah di jelaskan penulis
memberikan saran kepada pembaca agar melakukan
evaluasi pembelajaran dengan penerapan prinsip
kooperatif dan prinsip objektif guna mendapatkan hasil
pembelajaran yang sesuai dengan prinsip-prinsip
evaluasi.
Halaman 15
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S &Jabar.2004. Evaluasi Program Pendidikan.
Jakarta: Bumi Aksara.
Dirman dan Cicih Juarsih. 2014.Penilaian dan Evaluasi dalam
Rangka Implementasi Standar Proses Pendidikan Siswa.
Jakarta: Rineka Cipta.
Fitrianti, Leni. 2018. Prinsip Kontinuitas Dalam Evaluasi
Proses Pembelajaran. Jurnal Pendidikan Vol 10
No.1(Diakses pada tanggal 21 Febuari 2021)
KBBI.2016.KamusBesarBahasa Indonesia (KBBI).
http//kbbi.web.id/pusat (diakses 21 Februari 2021)
Kementerian Pendidikan danKebudayaan. SuratEdaran Nomor
4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pendidikan dalam
Masa Darurat Covid19.
Permatasari, Cecillia dan Nafiah. 2020. Peningkatan Hasil
Belajar Melalui Media Aplikasi Zoom Meeting Pada
Siswa Kelas Iv Sdn Mojoroto 4 Kediri.Journal National
Conference For Ummah Vol 1 No 2 (Diakses pada 1
Maret 2021)
Sudijono, Anas. 2006. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada.
Togatorop, Sarianto. “Rasa Kasihan, Racun Dalam Penilaian
Ujian Siswa.” Kompas. Sabtu, 20 Juni 2020.
Halaman 16
LAMPIRAN KASUS BERITA
https://www.kompasiana.com/sarianto/5eef75a9097f36231536ec22/rasa-kasihan-racun-dalam-
penilaian-ujian-siswa?page=1
Sontak ramai pula sosial media postingan hasil pencapaian proses belajar selama
semester ini. Tidak hanya siswa, orang tua pun turut meramaikan arus posting
prestasi anak-anaknya. Begitulah masyarakat kita sangat antusias dengan
pembagian rapor.
Terlebih situasi pandemi yang mengharuskan anak-anak belajar dari rumah. Dan
banyak juga orang tua yang turut membantu anak-anaknya belajar dari rumah.
Sehingga mereka pun sangat penasaran dengan hasil belajar yang diberikan guru.
Tampaknya mereka penasaran guru memberi nilai berapa atas usaha mereka
membantu anak-anak mereka belajar dari rumah.
Dari sekian banyak postingan yang saya perhatikan, ada salah satu postingan yang
cukup menarik buat saya. Postingan dari salah seorang guru, mengajar di SMP dan
juga merupakan orang tua. Saya tidak tahu apakah postingannya mengenai guru
anaknya, atau mengenai rekannya guru di sekolah atau bagi guru lain di sekolah
lain. Yang pasti postingannya ditujukan kepada guru. Postingannya kira-kira
seperti ini, "Ya ampun, dalam situasi pandemi seperti ini masih tega ngasi nilai
anak di bawah KKM? Apa gak punya hati? Coba anak anda yang diberi nilai
dibawah KKM, apa bisa terima?" Kira-kira begitu. Saya kira-kira saja, saya tak
mengingat kalimat persisnya.
KKM itu singkatan dari Kriteria Ketuntasan Minimum, artinya nilai terendah yang
harus dicapai anak untuk dapat dikatakan telah menuntaskan pelajaran. KKM ini
disusun oleh guru dengan proses perhitungan yang lumayan panjang, bukan
sebagai angka yang dibuat-buat dan asal jadi.
Kembali ke isi postingan tadi. Cukup menggelitik buat saya. Karena saya banyak
kali menemukan praktek seperti itu dalam penilaian. Menggunakan prinsip
"KASIHAN". Bolehkah? Kalau pertanyaannya boleh atau tidak, maka silahkan
menyimak penjelasananya.
Prinsip Penilaian
Menurut Permen ini, bahwa penilaian hasil belajar peserta didik harus
dilaksanakan dengan prinsip: Objektif, Terpadu, Ekonomis, Transparan, Akuntabel
dan Edukatif. Boleh dibaca sekali lagi jika kurang jelas. Sudah? Kalau sudah, maka
pertanyaan saya, adakah KASIHAN di dalamnya? Tidak. Jadi tidak ada prinsip
kasihan, jangan ditambah-tambahin.
Mengapa bisa terjadi kasihan? Banyak faktor. Salah satunya adalah budaya
ketimuran kita yang sangat sosialis. Apa kaitannya? Kita sangat suka tolong
menolong. Tetangga atau oran-orang dekat kita kesusahan pastilah kita bantu.
Orang yang tidak kita kenal saja pun terkadang kita bantu.
Prinsip ini yang dibawakan dalam penilaian. Kasihan, anak sudah capek berusaha.
Kasihan, anak mengalami situasi yang sulit. Kasihan, kasihan dan banyak kasihan
lainnya. Bukan tidak boleh kasihan kepada orang lain, namun melakukan penilaian
dengan berlandaskan pada rasa kasihan jelas-jelas melanggar permendikbud.
Saat teringat pada sebuah penggalan adegan film The Freedom Writers, saat
seorang siswa mendapat nilai F dalam mata pelajarannya. Siswa tersebut mendapat
nilai F karena situasi keluarganya yang sedang kacau, kakaknya masuk penjara
akibat pergaulan yang buruk dan situasi ini membuatnya sulit untuk konsentrasi
belajar. Menarik bagaimana Miss G, wali kelasnya, mengajak siswa tersebut bicara
empat mata dan langsung to the point. Tidak ada prinsip kasihan dalam menilai. F
tetaplah F.
Apakah Miss G tidak kasihan. Tentu dia kasihan. Tapi tidak dengan
menggunakan rasa kasihan untuk menyulap nilai. Tapi memberi kesempatan
kepada siswa tadi melakukan ujian lagi dengan lebih dulu belajar lebih baik, walau
pun situasinya sulit untuk belajar, sampai nilainya menjadi baik. Praktik seperti ini
dinakaman Remidi dalam pendidikan kita.
Miss G mengajarkan bahwa kasihan tidak akan menjadikan siswanya memiliki
karakter yang kuat. Tidak dapat mengandalkan belas kasihan untuk memperoleh
nilai. Belum tentu juga orang lain akan kasihan kepada kita.
Miss G boleh saja dengan rasa kasihan untuk memberikan nilai sebatas tuntas,
namun tidak, ia tetap berpegang bahwa nilai siswa harus menggambarkan
usahanya. Hasil tidak akan menghianati usaha
Surat edaran ini menjadi patokan bahwa dalam UKK, anak tidak lagi harus tuntas,
sebab untuk remidi pun sudah sulit. Jadi jika nilai anak tidak tuntas pun, menurut
saya tidak jadi masalah.
Mengapa masih ada nilai anak yang belum tuntas? Banyak faktor. Saya mencoba
menganalogikakan. UKK dirancang untuk mendorong kegiatan yang bermakna di
tengah pandemi. Maksudnya, soal UKK lebih diarahkan kepada kegiatan yang
dapat memperkaya pengetahuan dan keterampilan siswa di masa pandemi.
Jadi tidak lagi diarahkan pada menilai pengetahuan dan keterampilan menguasai
materi di dalam kurikulum. Artinya sudah dimudahkan. Lalu ada siswa yang tidak
mengerjakannya, atau mengerjakannya pun tidak dengan baik. Maka kembalilah ke
prinsip penilaian tadi. Tentu hasilnya pun tidak mencapai apa yang diharapkan.
Walau pun sudah dimudahkan.
Menilai sejatinya butuh idealisme. Saya pernah berhadapan dengan siswa yang
minta dikasihani padahal sudah saya permudah ulangannya. Namun tidak mau
berusaha da lebih meminta dikasihani. Menilai dengan rasa kasihan dapat merusak
mentalitas anak. Anak-anak akan mengasihani diri sendiri. Anak-anak akan
mengandalkan rasa kasihan, tidak lagi sungguh-sungguh.
Akan seperti apa generasi ini jika mengandalkan rasa kasihan. Selalu minta
dikasihani. Lama-lama akan seperti pengemis yang mengais rejeki bertarung di
antara rasa kasihan. Guru harus idealis dalam menilai. Sebab dari situ anak-anak
akan terbangun untuk tidak mengandalkan rasa kasihan dalam belajar.
BOOKLET
“ALAT EVALUASI YANG DIGUNAKAN DALAM PENDIDIKAN”
KENDALA KEEFEKTIFAN ALAT EVALUASI PENUGASAN DAN TES DALAM
PEMBELAJARAN DARING ATAU ONLINE
Disusun Oleh:
Kelompok : 6 (Enam)
UNIVERSITAS BENGKULU
2021
PROFIL PENULIS
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat-Nya sehingga
kita masih diberikan nikmat dan kesehatan dan ketenangan belajar hingga saat ini, terutama
kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Berikut ini, penulis mempersembahkan sebuah makalah yang berjudul “Kendala
Keefektifan Alat Evaluasi Penugasan Dan Tes Dalam Pembelajaran Daring Atau Online”.
Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah dengan dosen pengampu Neni
Murniati, M.Pd. Penulis mengharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca semua,
terutama bagi penulis sendiri.
Dengan demikian, tak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada para pembaca.
Semoga Allah memberkahi makalah ini sehingga benar-benar bermanfaat.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Alat Evaluasi, Fungsi Alat Evaluasi Dan Jenis Alat Evaluasi
Pembelajaran ................................................................................................................ 4
2.2 Kendala Guru Dalam Melakukan Evaluasi Penugasan Saat Pembelajaran Daring
2.3 Strategi Guru Dalam Mengembangkan Alat Evaluasi Penugasan Online Berbasis
2.4 Keefektifan Alat Evaluasi Berupa Tes Lisan Dan Uraian Untuk Mengetahui
iv
BAB I
PENDAHULUAN
3
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Alat Evaluasi, Fungsi Alat Evaluasi, dan Jenis Alat Evaluasi
Alat evaluasi hasil belajar adalah serangkaian alat yang digunakan untuk melakukan
proses evaluasi hasil belajar. Alat evaluasi yang digunakan meliputi alat ukur beserta
kunci jawaban dan pedoman penskorannya. Alat evaluasi yang dikembangkan dalam
penelitian ini adalah soal tes uraian beserta kunci jawaban dan pedoman penskorannya.
Ada beberapa istilah yang sering digunakan dalam pembahasan tentang evaluasi yaitu
pengukuran, penilaian, assessment dan appraisal (Arikunto, 2013).
Dalam kegiatan evaluasi, fungsi alat juga untuk memperoleh hasil yang lebih baiik
sesuai dengan kenyataan yang di evaluasi. Ada dua teknik yang di evaluasi, yaitu teknik
non tes dan teknik tes. Macam-macam fungsi alat evaluasi pembelajaran yaitu, sebagai
alat pengukur ketercapaian tujuan mata pelajaran, sebagai alat pengukur tujuan proses
belajar megajar, mengetahui kelemahan siswa dan dapat menyelesaikan kesulitan belajar
siswa, menempatkan siswa sesuai dengan bakat dan minatnya serta kemampuan siswa,
dan untuk guru BP, dapat mendata permasalahan yang dihadapi siswa dan alternatif
bimbingan dan penyuluhannya (Sudiono,2005).
Jenis Alat Evaluasi Tes, terdiri dari alat tes dan alat non-tes. Tes merupakan alat atau
prosedur yang dipergunakan dengan bentuk tugas atau suruhan yang harus dilaksanakan.
Kemudian dapat pula berupa pertnyaan-pertanyaan atau soal yang harus dijawab
(Elis,dkk.2014). Alat evaluasi tes dibagi menjadi: tes tertulis, tes lisan, dan tes perbuatan
(performace test). Pada Tes tertulis peserta didik harus memberikan jawaban tertulis.
Jenis tes tertulis secara umum dapat dikelompokkan menjadi tes subjektif berupa tes
uraian dan objektif berupa tes pilihan pilihan ganda.
2. Kendala Guru Dalam Melakukan Evaluasi Penugasan Saat Pembelajaran Daring
Atau Online
Keterbatasan pemahaman guru terhadap pemanfaatan aplikasi online berbasis tes dan
penugasan menjadi salah satu kendala utama yang dialami guru. Dengan kata lain guru
membutuhkan adanya kegiatan peningkatan kompetensi guru dalam mengevaluasi
pembelajaran daring melalui pemberdayaan aplikasi berbasis tes dan penugasan online
yang efektif, fleksibel dan efisien untuk digunakan. Aplikasi berbasis tes dan penugasan
online yang dipilih berdasarkan analisis kebutuhan ialah quizizz. Oleh sebab itu,
pelaksanaan kegiatan pengabdian masyarakat terkait kompetensi guru dalam melakukan
4
evaluasi pembelajaran daring atau online sangat perlu mempertimbangkan kebutuhan dan
manfaatnya (Pagarra, 2020).
Kendala guru saat pemberian penugasan untuk evaluasi pembelajaran, yaitu Pertama,
peserta didik kurang aktif dan tertarik dalam mengikuti pembelajaran daring meskipun
mereka didukung dengan fasilitas yang memadai dari segi ketersediaan perangkat
komputer, handphone atau gadget, dan jaringan internet. Kurangnya kepedulian akan
pentingnya literasi dan pengumpulan tugas portofolio, sering menghambat jalannya BDR.
Tugas yang seharusnya di kumpulkan dalam tenggang waktu satu minggu sering molor
menjadi dua minggu. Karena tidak semua siswa memiliki gadget, solusi untuk guru
adalah dapat melakukan kunjungan ke rumah-rumah siswa setiap seminggu sekali atau
seminggu sekali.
Kedua, peserta didik tidak memiliki perangkat handphone/gadget yang digunakan
sebagai media belajar daring, kalaupun ada, itu milik orangtua mereka. Jika belajar
daring, mereka harus bergantian menggunakannya dengan orang tua, dan mendapat
giliran setelah orang tua pulang kerja. Ada yang pulang di siang hari, sore hari, bahkan
malam hari. Sementara itu umumnya jadwal pembelajaran daring di sekolah dilakukan
mulai pagi hari hingga siang hari.
Ketiga, sejumlah peserta didik tinggal di wilayah yang tidak memiliki akses internet.
Mereka tidak dapat menerima tugas yang disampaikan oleh guru baik melalui whatsapp
atau kelas maya. Solusi yang dapat ditawarkan wakni dengan siswa diminta datang ke
sekolah untuk menerima materi dan mengerjakan tugas harian. Tugas harian dikerjakan
pada buku tugas yang nantinya dikumpulkan setiap akhir pekan, akhir bulan, maupun
saat pelaksanaan PAS sesuai dengan ketentuan guru kelas. Untuk tugas yang berupa
video presentasi, foto tugas kerajinan tangan dikirimi melalui whatsappbagi siswa
yang tidak memiliki gadget tugas video atau pun foto jawaban dapat dititipkan
kepada teman untuk dikirimkan melalui whatsapp.
Keempat, mengingat perjalanan BDR (Belajar Dari Rumah) sudah berlangsung sekitar
enam bulan sejak pertengahan Maret 2020. Menurut beberapa peserta didik, terlalu lama
BDR membuat mereka malas dan membosankan (Asmuni, 2020). Hal tersebut membua
kendala dalam pembelajaran.
3. Strategi Guru Dalam Mengembangkan Evaluasi Berbasis Tes Dan Penugasan
Online Pada Pembelajaran Daring
Di masa pandemi covid-19, guru ditantang untuk mengupayakan pembelajaran tetap
terlaksana namun dengan menyesuaikan kebijakan yang berlaku yakni belajar dan
berkerja dari rumah. Menurut (Wahyudi, Rufiana & Nurhidayah, 2020) agar tercipta
5
pembelajaran jarak jauh yang efektif, guru perlu perlu melakukan persiapan secara
menyeluruh dari berbagai pihak. Yang paling utama dilakukan adalah bagaimana
mempersiapkan metode pembelajaran dan metode asesmen yang digunakan. Hal ini
sejalan dengan pendapat Junedi et al (2020), bahwa kemampuan guru sangat menunjang
keberhasilan pembelajaran abad 21. Kemampuan guru yang dimaksud ialah mengajar,
membimbing, menilai, menggunakan alat bantu pengajaran serta keterampilan lainnya
yang berkaitan dengan 4 kompetensi guru. Dengan kata lain, pelaksanaan pendidikan
membutuhkan kualitas komponennya yang memadai salah satunya terkait penilaian
(assessment).
Keterbatasan pemahaman guru terhadap pemanfaatan aplikasi online berbasis tes dan
penugasan menjadi salah satu kendala utama yang dialami guru. Dengan kata lain guru
membutuhkan adanya kegiatan peningkatan kompetensi guru dalam mengevaluasi
pembelajaran daring melalui pemberdayaan aplikasi berbasis tes dan penugasan online
yang efektif, fleksibel dan efisien untuk digunakan. Aplikasi berbasis tes dan penugasan
online yang dipilih berdasarkan analisis kebutuhan ialah quizizz. Oleh karena itu,
pelaksanaan kegiatan pengabdian masyarakat terkait kompetensi guru dalam
mengevaluasi pembelajaran daring atau online perlu mempertimbangkan kebutuhan dan
manfaatnya (Pagarra, 2020).
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 23 Tahun 2016 tentang
Standar Penilaian Pendidikan menjelaskan bahwa penilaian Pendidikan pada pendidikan
dasar dan pendidikan menengah terdiri atas penilaian hasil belajar oleh pendidik, satuan
pendidikan, dan pemerintah. Penilaian hasil belajar oleh pendidik bertujuan untuk
memantau dan mengevaluasi proses, kemajuan belajar, dan perbaikan hasil belajar
peserta didik secara berkesinambungan. Penilaian hasil belajar dimulai dengan
merencanakan penilaian, Menyusun instrumen, melaksanakan penilaian, mengolah dan
memanfaatkan, serta melaporkan hasil penilaian (Arikunto, 2013).
Salah satu aplikasi berbasis tes dan penugasan online yang dapat digunakan guru
dalam mengembangkan assessment pembelajaran adalah quizizz. Menurut Noor (2013),
quizizz dapat sebagai stimulan yang bersifat “fun” tapi tetap “learning” yang dapat
menyegarkan ingatan, menarik, dan memberikan kesan yang baik dalam memori otak
siswa. Menurut Basuki & Hidayati (2019), quizizz merupakan salah satu dari berbagai
macam aplikasi yang mengagumkan dalam bentuk kuis berbasis game. Menurut Zuhriyah
& Pratolo (2020), selain meningkatkan minat peserta didik, quizizz juga memfasilitasi
student engagement. Adapun Razali et al (2020) mengemukakan bahwa quizizz dikemas
dalam bentuk gamifikasi. Gamifikasi merupakan salah satu dari 8 kriteria pembelajaran
6
abad 21 dengan pendekatan heutagogy learning. Penggunaan aplikasi quizziz dalam
mengembangkan evaluasi berbasis tes dan penugasan online mampu memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk menjawab soal berdasarkan kecepatannya sendiri,
diperkuat dengan strategi pembelajaran/kegiatan instruksional yang tepat, quizizz mampu
meningkatkan belajar aktif, motivasi, dan prestasi akademik.
4. Efektivitas Alat Evaluasi Tes Lisan dan Uraian Pada Kemampuan Belajar Peserta
Didik Dalam Pembelajaran Daring
Efektivitas instrumen tes lisan pada pemahaman peserta didik terhadap pembelajaran
daring atau online. Penyusunan tes lisan dimasa pandemic covid juga cocok digunakan.
Guru bisa melakukan tatap muka virtual dengan siswa menggunakan teknologi
informasi. Dalam video converence, guru bisa langsung memberikan tes dan siswa
langsung menjawab secara lisan (Arinta,dkk.2020)
Hal tersebut juga terjadi pada mahasiswa semester II. Saat peneliti menawarkan
bentuk tes yang akan dilakuka untuk penilaian hasil belajar, sebagian besar mahasiswa
lebih memilih bentuk tes tertulis karena merasa tidak percaya diri. Akibat dari tidak
percaya diri dapat menyebabkan rasa gugup yang pada akhirnya menghambat kinerja
otak, sehingga semua materi yang telah dipelajari menjadi hilang. Namun, untuk
kalangan mahasiswa lain yang selalu aktif selama proses pembelajaran, mereka lebih
memilih menggunakan bentuk tes lisan. Selain menghindari kecurangan, alasan yang
diberika diantaranya karena mahasiswa merasa ada banyak hal yang ingin diungkapkan
melalui jawaban secara lisan dan sulit untuk dituangkan dalam bentuk tulisan (Itsna,
dkk. 2019)
Tes lisan merupakan suatu bentuk tes yang menuntut jawaban dari peserta didik dalam
bentuk bahasa lisan. Peserta didik akan mengucapkan jawaban dengan kata-katanya
sendiri sesuai dengan pertanyaan ataupun perintah yang diberikan. Dalam sistem evaluasi
yang dilakukan dosen pada mahasiswa ini, ada beberapa guru yang menggunakan model
tes lisan ini, baik digunakan pada waktu UTS maupun UAS. Namun secara umum bentuk
tes lisan ini digunakan pada saat ujian akhir atau UAS. Menurut dosen yang
bersangkutan, menggunakan bentuk ujian lisan ini lebih praktis dan mampu mengukur
kemampuan mahasiswa secara langsung. Selain itu juga mampu meminimalisir
kecurangan dalam ujian. Serta bisa membuat peserta didik benar-benar mempelajari,
memahami atau menghapal materi yang akan di ujikan secara lisan. Teknik tes lisan ini
digunakan secara daring/ online dengan menggunakan zoom meeting agar dosen bisa
melihat kelancaran pengucapan jawaban dari peserta didik tersebut.
7
Secara umum tes lisan memiliki keunggulan dan kelemahan. Adapun keunggulan tes
lisan adalah sebagai berikut : seorang guru dapat mengetahui langsung kemampuan
peserta didik dalam mengemukakan pendapat, tidak perlu menyusun soal secara terurai,
tetapi cukup mencatat pokokpokok persoalannya saja. kemungkinan peserta didik
menerka-nerka dan berspekulasi dapat dihindari, dapat digunakan untuk menilai
kepribadian dan kemampuan penguasaan pengetahuan peserta didik, karena dilakukan
secara face to face, tepat untuk mengukur kecakapan tertentu, seperti kemampuan
membaca, menghafal oleh peserta didik, pendidik dapat mengatahui secara langsung hasil
tes seketika. Adapun kelemahan tes lisan adalah sebagai berikut: Jika hubungan antar
pengetes dan yang dites kurang baik, dapat menggangu objektifitas hasil tes, keadaan
emosional peserta didik sangat dipengaruhi oleh kehadiran pribadi pendidik yang di
hadapnya, sifat penggugup pada yang dites dapat menggangu kelancaran jawaban yang
diberikan, membutuhkan waktu yang lama untuk melaksanakannya sehingga tidak
ekonomis, kebebasan peserta didik dalam menjawab pertanyaan menjadi berkurang.
(Ngalim Purwanto, 2004).
Untuk mengatasi kelemahan tersebut, sebaiknya seorang pendidik akan melakukan tes
lisan, perlu dipersiapkan : Pertanyaan banyak dan klasifikasikan menurut urutan pokok
bahasan, tingkat kesukaran soal dan setiap peserta didik diberi waktu yang sama, jumlah
soal sama, tingkat kesukaran sama. Menyiapkan lembar penilaian yang mencakup aspek
yang ditanyakan dan tingkat kesukaran soal. Menggunakan norma atau standar penilaian
yang memperhitungkan faktor tebakan yang bersifat spekulatif. Selain itu, seorang guru
harus membuat situasi yang menyenangkan dan tidak tegang, agar siswa bisa lebih tenang
dan mudah mengingat apa yang telah mereka hafalkan.
Tes uraian menurut Wiersma dan Juers (1999), Essay items provide the students with
an opportunity to organize, analyze, and synthesize ideas. Its potential for measuring
higher – level or complex learning outcomes. Butir tes uraian memberi kesempatan
kepada peserta didik untuk menyusun menganalisis dan mensintesis ide-ide dan
mengembangkan sendiri argumen serta menuliskannya dalam bentuk yang tersusun. Tes
uraian adalah butir soal yang menuntut siswa untuk menyusun, merumuskan, dan
mengemukakan sendiri jawabannya menurut kata-katanya sendiri secara bebas. Tes
uraian adalah bentuk tes dengan pertanyaan atau tugas yang menjawabnya memerlukan
ekspresi pemikiran peserta didik.
Tes uraian merupakan bentuk tes yang butir-butirnya berupa suatu pertanyaan atau
permintaan yang menghendaki jawaban yang berupa uraianuraian yang relatif panjang.
Bentuk-bentuk pertanyaan tersebut berupa berupa menjelaskan, membandingkan,
8
menginterpretasikan dan mencari perbendaan. Tes ini bisa digunakan untuk mengungkap
bagaimana peserta didik mengingat, memahami, mengorganisasikan gagasannya dengan
cara mengemukakan atau mengekspresikan gagasan ke dalam bentuk tulisan dengan
meggunakan katakatanya sendiri.
Tes uraian banyak digunakan untuk mengukur kemampuan yang lebih tinggi dalam
aspek kognitif, seperti menggunakan, menganalisis, menilai dan berpikir kreatif, sebab
melalui tes tipe ini peserta didik diajak untuk dapat menerangkan, mengungkapkan,
menciptakan, membandingkan, maupun menilai suatu objek evaluasi. tes ini kurang
cukup untuk mengukur aspek materi pelajaran yang pernah disampaikan. Akan tetapi, tes
uraian menyediakan kebebasan kepada peserta didik dalam menentukan responsnya
terhadap materi yang ditanyakan. Peserta didik menyusun, menggunakan bahasanya
sendiri dan pengetahuan yang telah dimilikinya dalam menformulasikan jawaban yang
disusunnya.
Ciri utama tes uraian yaitu : Setiap peserta ujian menyusun jawabannya sendiri dengan
meminimalkan hambatan yang akan timbul, Peserta didik menggunakan bahasa dan kata-
katanya sendiri dalam menjawab pertanyaan (biasanya menggunakan tulisan tangan
sendiri atau mungkin juga ketikan komputer), Pertanyaan yang diajukan lebih bersifat
umum dan sangat sedikit jumlahnya, serta kurang mewakili semua bahan atau materi
belajar, Peserta didik mengemukakan jawabannya dengan bermacam kelengkapan dan
ketelitian, sesuai dengan kondisi masing-masing.
Tes hasil belajar bentuk uraian, memiliki beberapa keelebihan yaitu: Pembuatannya
mudah dan cepat, dapat mencegah timbulnya spekulasi oleh peserta ujian, dapat
mengevaluasi dan mengukur tingkat kedalaman dan penguasaan peserta ujian dalam
memahami materi yang ditanyakan dalam tes tersebut, memacu peserta didik untuk
mengemukakan pendapat, Peserta ujian tidak menerka-nerka, Ketepatan dan kebenaran
testee dapat dilihat dari kalimat-kalimatnya.
Adapun kelemahan dari tes hasil belajar bentuk uraian yaitu: Materi yang dicakup
tidak luas, cara mengoreksi jawaban soal tes uraian cukup sulit dan diperlukan waktu
yang lama, Guru sering terkecoh dalam memberikan nilai dan Ada kecendurungan guru
untuk memberikan nilai, Jawaban tidak bisa dikoreksi oleh orang lain kecuali
penyusunnya, Daya ketetepatan mengukur (validitas) dan daya kestabilan mengukur
(reliabilitas) yang dimiliki tes uraian rendah. Sehingga kurang dapat diandalkan sebagai
alat pengukuran hasil belajar yang baik, Kurangnya kemampuan peserta didik dalam
memahami isi atau kkurang konsisten dalam menerjemahkan suatu utir, sehingga tes
yang diberikan tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
9
Seorang guru atau pendidik dalam membuat soal tes uraian harus memperhatikan
beberapa hal yaitu: Setiap soal dalam pembuatannya harus direncanakan dengan baik
serta diarahkan untuk menguji salah satu tujuan pembelajaran. Tapi bukan berarti satu
soal hanya mengarah pada satu tujuan pembelajaran. Setiap pertanyaan dirumuskan
secara tepat, jawabannya singkat dan bukan pertanyaannya yang sangat umum. Hal ini
dapat mengurai daya pembeda dan reliabilitas pertanyaan yang disusun Waktu yang
disediakan sesuai dengan tuntutan yang dikehendaki. Semua pertanyaan harus mewakili
semua materi yang sudah di sampaikan. Oleh karena itu, penyusunan soal dilakukan
sesuai dengan kisi-kisi yang dibuat.
Berdasarkan perbandingan antara alat evaluasi berupa tes lisan dan tes uraian diatas,
masing-masing alat evaluasi tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan. Tinggal
bagaimana seorang guru mengimplementasikan alat evaluasi tersebut. Mengenai
kekurangan yang ada pada alat evaluasi diatas, kami juga sudah menuliskan beberapa
cara untuk menghindari kelemahan yang ada pada alat evaluasi tersebut.
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Alat evaluasi hasil belajar adalah serangkaian alat yang digunakan untuk melakukan
proses evaluasi hasil belajar. Alat evaluasi yang digunakan meliputi alat ukur beserta kunci
jawaban dan pedoman penskorannya. Dalam kegiatan evaluasi, fungsi alat juga untuk
memperoleh hasil yang lebih baiik sesuai dengan kenyataan yang di evaluasi. Ada dua teknik
yang di evaluasi, yaitu teknik non tes dan teknik tes. Keterbatasan pemahaman guru terhadap
pemanfaatan aplikasi online berbasis tes dan penugasan menjadi salah satu kendala utama
yang dialami guru. Dengan kata lain guru membutuhkan adanya kegiatan peningkatan
kompetensi guru dalam mengevaluasi pembelajaran daring melalui pemberdayaan aplikasi
berbasis tes dan penugasan online yang efektif, fleksibel dan efisien untuk digunakan.
Efektivitas instrumen tes lisan pada pemahaman peserta didik terhadap pembelajaran
daring atau online. Penyusunan tes lisan dimasa pandemic covid juga cocok digunakan. Guru
bisa melakukan tatap muka virtual dengan siswa menggunakan teknologi informasi. Tes
uraian merupakan bentuk tes yang butir-butirnya berupa suatu pertanyaan atau permintaan
yang menghendaki jawaban yang berupa uraianuraian yang relatif panjang. Bentuk-bentuk
pertanyaan tersebut berupa berupa menjelaskan, membandingkan, menginterpretasikan dan
mencari perbendaan. Tes ini bisa digunakan untuk mengungkap bagaimana peserta didik
mengingat, memahami, mengorganisasikan gagasannya dengan cara mengemukakan atau
mengekspresikan gagasan ke dalam bentuk tulisan dengan meggunakan katakatanya sendiri.
3.2 Saran
3.2.1. Dari pengamatan yang sudah dilakukan penulis dan pembahasan yang sudah dijelaskan,
penulis memberikan saran kepada pembaca untuk melakukan evaluasi pembelajaran dengan
menggunakan alat evaluasi penugasan dengan quiz dan tes lisan beserta uraian dalam
pembelajaran daring atau online untuk mengetahui hasil belajar siswa.
3.2.2. Sebaiknya dalam penelitian literatur selanjutnya harus bisa ditambahkan lagi materi dan
permasalahan atau kendala yang lebih banyak lagi agar bisa mendapatkan hasil yang
maksimal.
11
DAFTAR PUSTAKA
Anas Sudijono. (2007). Pengantara Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT: Raja Grafindo
Persada
Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta
Arikunto, S & Safruddin, C. (2013). Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara
Arinta, Rara, dkk. (2020). Pelatihanpembuatan instrumen tes pada pembelajaran berbasis
daring pada guru smp negeri 27 bandar lampung. Jurnal Pengabdian dan
Pemberdayaan Masyarakat, Vol.5, No.2 137-14
Asmuni. (2020). Problematika Pembelajaran Daring di Masa Pandemi Covid-19 dan Solusi
Pemecahannya. Jurnal Paedagogy Vol. 07 No. 04 (Diakses tanggal 15 Maret 2020)
Basuki, Y., & Hidayati, Y. (2019). Kahoot! or Quizizz: the Students’ Perspectives. January
Elis, Ratna dan. Rusdiana. (2014). Evaluasi pembelajaran. Bandung : Pustaka Setia
Itsna, Oktaviyanti dan Awal Nur (2019) korelasi antara hasil tes lisan dengan hasil tes tertulis
pada mahasiswa pgsdunram. Jurnal Ilmu Pendidikan Vol. 2, No.1 9-19
Junedi, B., Mahuda, I., & Kusuma, J. W. (2020). Optimalisasi Keterampilan Pembelajaran
Abad 21 Dalam Proses Pembelajaran Pada Guru MTs Massaratul Mut’allimin
Banten. Transformasi: Jurnal Pengabdian Masyarakat, 16 (1), 63–72 (Diakses 8
Maret 2021)
Noor, S. (2013). Penggunaan Quizizz Dalam Penilaian Pembelajaran Pada Materi Ruang
Lingkup Biologi Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas X.6 SMA 7
Banjarmasin. Jurnal Analisis Pendapatan Dan Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga
Petani, 53(9), 1689–1699
Razali, N., Nasir, N. A., Ismail, M. E., Sari, N. M., & Salleh, K. M. (2020). Gamification
Elements in Quizizz Applications: Evaluating the Impact on Intrinsic and Extrinsic
Student’s Motivation. IOP Conference Series: Materials Science and Engineering,
917(1) (Diakses 8 Maret 2021)
Seftiani, Indah. (2019). Alat Evaluasi Pembelajaran Interaktif Kahoot pada Mata Pelajaran
Bahasa Indonesia di Era Revolusi Industri 4.0. Bengkulu: Universitas Bengkulu.
Jurnal Bahasa Indonesia Vol. 01 (02) (Diakses 22 Februari 2021)
Sudiono, Anas. (2005). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : PT. Grafindo Persada
Wahyudi, Rufiana, I.S., & Nurhidayah, D. A. (2020). Quizizz : Alternatif Penilaian di Masa
Pandemi Covid-19. Jurnal Pendidikan 8(2), 95–108 (Diakses 8 Maret 2021).
Zuhriyah, S., & Pratolo, B. W. (2020). Exploring students’ views in the use of quizizz
as an assessment tool in english as a foreign language (efl) class. Universal Journal of
Educational Research, 8(11), 5312–5317 (Diakses 8 Maret 2021).
13
LAMPIRAN
14
Jurnal Publikasi Pendidikan | Volume 10 Nomor 3, 2020| 261
Hamzah Pagarra1, Patta Bundu2, Muhammad Irfan3, Hartoto4, Siti Raihan5. Peningkatan Kompetensi Guru Dalam Mengevaluasi… ,
halaman 260-265
Jurnal Publikasi Pendidikan | Volume 10 Nomor 3, 2020| 263
Gambar 1. Foto Pelaksanaan Kegiatan Pengabdian dengan Mitra Guru-guru KKG Gugus I Kec.Pallangga,
Kab.Gowa, Makassar (Lokasi: SD Center Mangali)
Hamzah Pagarra1, Patta Bundu2, Muhammad Irfan3, Hartoto4, Siti Raihan5. Peningkatan Kompetensi Guru Dalam Mengevaluasi… ,
halaman 260-265
Jurnal Publikasi Pendidikan | Volume 10 Nomor 3, 2020| 264
p/transformasi/article/view/1963
Kunandar. (2013). Penilaian Autentik
(Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik
Berdasarkan Kurikulum 2013). Suatu
Pendekatan Praktis Disertai Dengan
Contoh. Rajawali Press.
Noor, S. (2013). Penggunaan Quizizz Dalam
Penilaian Pembelajaran Pada Materi
Ruang Lingkup Biologi Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas
X.6 SMA 7 Banjarmasin. Analisis
Pendapatan Dan Tingkat Kesejahteraan
Rumah Tangga Petani, 53(9), 1689–1699.
Pratiwi, F., Adrianto, S., & Arianto, A. (2018).
Sistem Pengolahan Data Nilai Siswa
Berstandar Kurikulum 2013 Di SMP
Negeri 2 Dumai. SATIN - Sains Dan
Teknologi Informasi, 4(1), 80.
https://doi.org/10.33372/stn.v4i1.291
Razali, N., Nasir, N. A., Ismail, M. E., Sari, N.
M., & Salleh, K. M. (2020). Gamification
Elements in Quizizz Applications:
Evaluating the Impact on Intrinsic and
Extrinsic Student’s Motivation. IOP
Conference Series: Materials Science and
Engineering, 917(1).
https://doi.org/10.1088/1757-
899X/917/1/012024
Wahyudi, Rufiana, I. S., & Nurhidayah, D. A.
(2020). Quizizz : Alternatif Penilaian di
Masa Pandemi Covid-19. 8(2), 95–108.
Zuhriyah, S., & Pratolo, B. W. (2020).
Exploring students’ views in the use of
quizizz as an assessment tool in english as
a foreign language (efl) class. Universal
Journal of Educational Research, 8(11),
5312–5317.
https://doi.org/10.13189/ujer.2020.08113
2
Hamzah Pagarra1, Patta Bundu2, Muhammad Irfan3, Hartoto4, Siti Raihan5. Peningkatan Kompetensi Guru Dalam Mengevaluasi… ,
halaman 260-265