Anda di halaman 1dari 36

KEPERAWATAN JIWA

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN WAHAM

KELOMPOK 3
1. MUH. EFAN BAHRUL AHARI
2. SITI KUDUSIAH
3. ACHMAD SYA’RONI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


HAMZAR LOMBOK TIMUR JURUSAN KEPERAWATAN
2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
GANGGUAN ISI PIKIR : WAHAM

I. KAJIAN TEORI
A. PENGERTIAN

Proses berpikir itu meliputi proses pertimbangan (judgment), pemahaman


(comprehension), ingatan serta penalaran (reasoning). Proses berpikir yang normal
mengandung arus idea, symbol dan asosiasi yang terarah kepada tujuan dan yang
dibangkitkan oleh suatu masalah atau tugas dan yang menghantarkan kepada suatu
penyelesaian yang berorientasi kepada kenyataan.

Berbagai macam factor mempengaruhi proses berpikir itu, umpamanya factor


somatic (gangguan otak, kelelahan), factor psikologik (gangguan emosi, psikosa) dan
factor social (kegaduhan dan keadaan sosial yang lain) yang sangat mempengaruhi
perhatian atau konsentrasi si individu. Kita dapat membedakan tiga aspek proses
berpikir yaitu: bentuk pikiran, arus pikiran dan isi pikiran, ditambah dengan
pertimbangan.

1. Gangguan Bentuk Pikiran


Dalam kategori ganggauan bentuk pikiran termasuk semua penyimpangan
dari pemikiran rasional, logik, dan terarah kepada tujuan.

a. Dereisme atau pikiran dereistik


Titik berat pada tidak adanya sangkut paut terjadi antara proses
mental individu dan pengalamannya yang sedang berjalan. Proses mentalnya
tidak sesuai dengan atau tidak mengikuti kenyataan, logika, atau
pengalaman. Umpamanya seorang kepala kantor pemerintah pernah
mengatakan, “Seorang pegawai negeri dan seorang warga negara yang baik
harus kebal korupsi, biarpun gajinya tidak cukup, biarpun keluarganya
menderita; bila tidak tahan silakan keluar…”, atau seorang lain lagi, “Kita
harus memberantas perjudian dan pelacuran, karena hal-hal itu merupakan
‘exploitation de I’home parr I’home’; adalah ‘homo homini lupus’ adalah
‘machiavellisme’; karena itu kita harus mengikis habis segala bentuknya,
tanpa kecuali…”.

b. Pikiran otistik
Menandakan bahwa penyebab distorsi arus asosiasi ialah dari dalam
pasien itu sendiri dalam bentuk lamunan, fantasi, waham atau halusinasi.
Cara berpikir seperti ini hanya akan memuaskan keinginannya yang tak
terpenuhi tanpa memperdulikan keadaan sekitarnya; hidup dalam alam
pikirannya sendiri. Kadang-kadang istilah ini dipakai juga untuk pikiran
dereistik.

c. Bentuk pikiran yang non-realistik


Bentuk pikiran yang sama sekali tidak berdasarkan kenyataan,
umpamanya: menyelidiki sesuatu yang spektakuler dan revolusioner bila
ditemui; mengambil kesimpulan yang aneh serta tidak masuk akal
(merupakan gejala yang menonjol pada skizoprenia hebefrenik di samping
tingkah laku kekanak-kanakan). Dibedakan dari pikiran dereistik dan otistik
tapi kadang-kadang ketiga gangguan bentuk pikiran ini dijadikan satu
dengan salah satu istilah itu.

2. Gangguan Arus Pikiran

Gangguan arus pikiran yaitu tentang cara dan lajunya proses asosiasi dalam
pemikiran yang timbul dalam berbagai jenis:
a. Perseverasi
Berulang-ulang menceritakan suatu idea, pikiran atau tema secara
berlebihan. Seorang penulis pernah mendengar seorang pasien berkata,
”Nanti besok saya pulang, ya saya sudah kangen rumah, besok saya sudah
berada di rumah, sudah makan enak di rumah sendiri, ya pak dokter, satu
hari lagi nanti saya sudah bisa tidur di rumah, besok ayah akan datang
mengambil saya pulang…”.
b. Asosiasi longgar
Mengatakan hal-hal yang tidak ada hubungannya satu sama lain, umpama,
“saya mau makan. Semua orang dapat berjalan”. Bila ekstrim, maka akan
terjadi inkoherensi. Asosiasi yang sabgat longgar dapat silihat dari ucapan
seorang penderita seperti berikut ini, “….Saya yang menjalankan mobil kita
harus membikin tenaga nuklir dan harus minum es krim…”.
c. Inkoherensi
Gangguan dalam bentuk bicara, sehingga satu kalimat pun sudah sukar
ditangkap atau diikuti maksudnya. Suatu waham yang aneh mungkin
diterangkan secara incoherent. Inkoherensi itu boleh dikatakan merupakan
asosiasi yang longgar secara ekstrim. Seorang penulis pernah menerima surat
antara lain sebagai berikut, “Saya minta dijanji, tidur, lahir, dengan pakaian
lengkap untuk anak saya satu atau lebih menurut pengadilan Allah dengan
suami jodohnya yang menyinggung segala percobaan…”.
d. Kecepatan bicara
Untuk mengutarakan pikiran mungkin lambat sekali atau sangat cepat.
e. Benturan (blocking)
Jalan pikiran tiba-tiba berhenti atau berhenti di tengah sebuah kalimat.
Pasien tidak dapat menerangkan kenapa ia berhenti.
f. Logorea
Banyak bicara, kata-kata dikeluarkan bertubi-tubi tanpa control mungkin
coherent atau incoherent.
g. Pikiran melayang (flight of ideas)
Perubahan yang mendadak lagi cepat dalam pembicaran, sehingga suatu idea
yang belum selesai diceritakan sudah disusul oleh idea yang lain.
Umpamanya seorang pasien pernah bercerita, “Waktu saya datang ke rumah
sakit kakak saya baru mendapat rebewes, lalu untung saya pakai kemeja
biru, hingga pak dokter menanyakan bila sudah makan…”.
h. Asosiasi bunyi (clang association)
Mengucapkan perkataan yang mempunyai persamaan bunyi, umpamanya
pernah didengar, “Saya mau makan di Tarakan, seakan-akan berantakan”.
i. Neologisme
Membentuk kata-kata baru yang tidak dipahami oleh umum, misalnya “Saya
radiltu semua partimun”.
j. Irelevansi
Isi pikiran atau ucapan yang tidak ada hubungannya dengan pertanyaan atau
dengan hal yang sedang dibicarakan.
k. Pikiran berputar-putar (circumstantiality)
Menuju secara tidak langsung kepada idea pokok denga menambahakan
banyak hal yang remeh-remeh, yang menjemukan, dan yang tidak relevant.
l. Main-main dengan kata-kata
Menyajak (membuat sajak) secara tidak wajar. Umpamanya pernah seorang
penulis menerima sajak yang antara lain berbunyi:
Wahai jagoku yang tersembunyi
Meskipun kau jago
Tanpa kau hatiku sunyi
Tanpa kau hatiku mewangi
m. Afasi
Mungkin sensorik (tidak atau sukar mengerti bicara orang lain) atau motorik
(tidak dapat atau sukar berbicara), sering kedua-duanya sekaligus dan terjadi
karena kerusakan otak.

3. Gangguan Isi Pikiran


Gangguan isi pikiran: dapat terjadi baik pada isi pikiran non-verbal, maupun
pada isi pikiran yang diceritkan, misalnya:

1. Kegembiraan yang luar biasa (ectasy)


Kegembiraan yang luar biasa atau ekstasi dapat timbul secara mengambang
pada orang yang normal selama fase permulaan narkosa (anesthesia umum).
Boleh juga disebabkan oleh narkotika (feeling high atau fligh sebagai logat
para narkotik) atau kadang-kadang timbul sepintas lalu pada skizofrenia.
Semua mengatakan bahwa isi pikiran mereka itu tidak dapat diceritakan.
2. Fantasi
Ialah isi pikiran tentang suatu keadaan atau kejadian yang diharapkan atau
diinginkan, tetapi dikenal sebagai tidak nyata. Fantasi yang kreatif
menyiapkan si individu untuk bertindak sesudahnya: fntasi dalam lamunan
merupakan pelarian bagi keinginan yang tidak dapat dipenuhi. Pada
psedologia fantastika (psedologia fantastica) orang itu percaya akan
kebenaran fantasinya secara intermittent dan selama jangka waktu yang
cukup lama untuk bertindak sesuai dengan itu.
3. Fobia
Rasa takut yang irasional terhadap sesuatu benda atau keadaan yang tidak
dapat dihilangkan atau ditekan oleh pasien, biarpun diketahuinya bahwa hal
itu irasioanl adanya. Fobi itu dapat mengakibatkan kompulsi, umpamanya
fobi kotor atau fobi kuman menimbulkan kompulsi cuci-cuci tangan. Ini
perlu dibedakan dari kecemasan yang mengambang (“free-floating anxiety”)
atau kecemasan terhadap keadaan umum, nisalnya takut akan jatuh sakit,
takut gagal dalam usahanya.
4. Obsesi
Isi pikiran yang kukuh (persistent) timbul, biarpun tidak dikehendakinya,
dan diketahuinya bahwa hal itu tidak wajar atau tidak mungkin.
5. Preokupasi
Pikiran terpaku hanya pada sebuah idea saja, yang biasanya berhubungan
dengan keadaan yang bernada emosional yan kuat. Ini belum merupakan,
tetapi dapat menjadi obsesi.
6. Pikiran yang tidak memadai (inadequate)
Pikiran yang eksentrik, tidak cocok dengan banyak hal, terutama dalam
pergaulan dan pekerjaan seseorang.
7. Pikiran bunuh diri (suicidal thoughts/ideation)
Mulai dari kadang-kadang memikirkan hal bunuh diri sampai terus-menerus
memikirkan cara bagaiman ia dapat membunuh dirinya.
8. Pikiran hubungan (ideas of reference)
Pembicaraan orang lain, benda-benda atau sesuatu kejadian dihubungkannya
dengan dirinya.
9. Rasa terasing (alienasi)
Perasaan bahwa dirinya sudah menjadi lain, berbeda, asing.
10. Pikiran isolasi social (social isolation)
Rasa terisolasi, tersekat, terkunci, terpencil dari masyarakat; rasa ditolak,
tidak disukai oleh orang lain; rasa tidak enak bila berkumpul dengan orang
lain; lebih suka menyendiri.
11. Pikiran rendah diri
Merendahkan, menghinakan dirinya sendiri, menyalahkan dirinya tentang
suatu hal yang pernah atau tidak pernah dilakukannya.
12. Merasa dirugikan orang lain
13. Merasa dingin dalam bidang seksual
14. Rasa salah
15. Pesimisme
16. Sering curiga
17. Waham.
Keyakinan tentang suatu isi pikiran yang tidak sesuai dengan kenyataannya
atau tidak cocok dengan intelegensi dan latar belakang kebudayaannya,
biarpun dibuktika kemusyahilan hal itu.
18. Kekuatan yang tidak wajar tentang kesehatan fisiknya

Proses berpikir meliputi proses pertimbangan, pemahaman, ingatan serta


penalaran. Aspek proses berpikir dibedakan menjadi tiga bentuk yaitu bentuk pikiran,
arus pikiran, serta isi pikir. Gangguan isi terjadi pada isi pikiran non verbal diantaranya
adalah waham. Waham adalah keyakinan tentang suatu isi pikiran yang tidak sesuai
dengan kenyataannya atau tidak cocok dengan intelegensi dan latar belakang
kebudayaanya, walaupun dibuktikan kemustahilan hal itu. (Maramis, 2010, hal. 117).

Waham merupakan keyakinan yang salah yang tidak diyakini oleh orang lain
yang secara kokoh dipertahankan walaupun bertentangan dengan realitas. (Stuart, 2010,
hal. 236).

Menurut Kaplan dan Sadock (2010), waham adalah keyakinan yang palsu,
didasarkan pada kesimpulan yang salah tentang kenyataan eksternal, tidak sejalan
dengan intelegensia pasien dan latar belakang cultural.
David A Tomb (2010) mengemukakan bahwa waham merupakan suatu
keyakinan kokoh yang salah yang tidak sesuai dengan fakta dan keyakinan tersebut,
mungkin aneh dan tetap dipertahankan meskipun telah dipertahankan bukti-bukti yang
jelas untuk mengoreksinya. Waham sering ditemukan pada gangguan jiwa berat dan
beberapa bentuk waham spesifik sering ditemukan pada skizofrenia. Semakin akut
psikosis, semakin sering ditemukan waham disorganisasi dan waham tidak sitematis.
(hal. 27)

Waham dibangun atas unsur-unsur yang tidak berdasarkan logika, individu tidak
mau melepaskan wahamnya, walaupun telah tersedia cukup bukti-bukti yang objektif
tentang kebenaran itu. Biasanya waham digunakan untuk mengisi keperluan atau
keinginan-keinginan dari penderita itu sendiri. Waham merupakan suatu cara untuk
memberikan gambaran dari berbagai problem sendiri atau tekanan-tekanan yang ada
dalam kepribadian penderita biasanya:

1. Keinginan yang tertekan.


2. Kekecewaan dalam berbagai harapan.
3. Perasaan rendah diri.
4. Perasaan bersalah.
5. Keadaan yang memerlukan perlindungan terhadap
ketakutan.

B. RENTANG RESPON
Rentang respon gangguan adaptif dan maladaptif dapat dijelaskan sebagai
berikut :
Rentang respon neurobiologis
Respon adaptif Respon maladaptif
 Pikiran logis dan  Kadang-kadang isi  Gangguan isi pikir
persepsi akurat pikir terganggu ilusi waham halusinasi
 Emosi konsisten  Reaksi emosional  Ketidakmampuan
dengan pengalaman ber-lebihan atau kurang untuk mengalami emosi
 Prilaku sesuai  Prilaku ganjil atau  Ketidakmampuan
dengan hubungan tidak lazim isolasi sosial
social

Rentang respon neurobiologis di atas dapat dijelaskan bila individu merespon


secara adaptif maka individu akan berpikir secara logis. Apabila individu berada pada
keadaan diantara adaptif dan maladaptif kadang-kadang pikiran menyimpang atau
perubahan isi pikir terganggu. Bila individu tidak mampu berpikir secara logis dan
pikiran individu mulai menyimpang maka ia akan berespon secara maladaptif dan ia
akan mengalami gangguan isi pikir : waham

C. PSIKOPATOLOGI

1. ETIOLOGI
a. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi dari perubahan isi pikir : waham kebesaran dapat
dibagi menjadi 2 teori yang diuraikan sebagai berikut :

1) Teori Biologis
a) Faktor-faktor genetik yang pasti mungkin terlibat dalam
perkembangan suatu kelainan ini adalah mereka yang memiliki
anggota keluarga dengan kelainan yang sama (orang tua, saudara
kandung, sanak saudara lain).
b) Secara relatif ada penelitian baru yang menyatakan bahwa
kelainan skizofrenia mungkin pada kenyataannya merupakan suatu
kecacatan sejak lahir terjadi pada bagian hipokampus otak.
Pengamatan memperlihatkan suatu kekacauan dari sel-sel pramidal di
dalam otak dari orang-orang yang menderita skizofrenia.
c) Teori biokimia menyatakan adanya peningkatan dari
dopamin neurotransmiter yang dipertukarkan menghasilkan gejala-
gejala peningkatan aktivitas yang berlebihan dari pemecahan
asosiasi-asosiasi yang umumnya diobservasi pada psikosis.

2) Teori Psikososial
a) Teori sistem keluarga Bawen dalam Lowsend (2010 : 147)
menggambarkan perkembangan skizofrenia sebagai suatu
perkembangan disfungsi keluarga. Konflik diantara suami istri
mempengaruhi anak. Penanaman hal ini dalam anak akan
menghasilkan keluarga yang selalu berfokus pada ansielas dan suatu
kondsi yang lebih stabil mengakibatkan timbulnya suatu hubungan
yang saling mempengaruhi yang berkembang antara orang tua dan
anak-anak. Anak harus meninggalkan ketergantungan diri kepada
orang tua dan anak dan masuk ke dalam masa dewasa, dan dimana
dimasa ini anak tidak akan mamapu memenuhi tugas perkembangan
dewasanya.
b) Teori interpersonal menyatakan bahwa orang yang mengalami
psikosis akan menghasilkan hubungan orang tua anak yang penuh
akan kecemasan. Anak menerima pesan-pesan yang membingungkan
dan penuh konflik dan orang tua tidak mampu membentuk rasa
percaya terhadap orang lain.
c) Teori psikodinamik menegaskan bahwa psikosis adalah hasil dari
suatu ego yang lemah. Perkembangan yang dihambat dan suatu
hubungan saling mempengaruhi antara orang tua, anak. Karena ego
menjadi lebih lemah penggunaan mekanisme pertahanan ego pada
waktu kecemasan yang ekstrim menjadi suatu yang maladaptif dan
perilakunya sering kali merupakan penampilan dan segmen diri
dalam kepribadian.

b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dari perubahan isi pikir : waham, yaitu :
1) Biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan neurobiologis yang
maladaptif termasuk gangguan dalam putaran umpan balik otak yang
mengatur perubahan isi informasi dan abnormalitas pada mekanisme
pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk
secara selektif menanggapi rangsangan.
2) Stres lingkungan
Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stres yang
berinterasksi dengan sterssor lingkungan untuk menentukan terjadinya
gangguan prilaku.
3) Pemicu gejala
Pemicu yang biasanya terdapat pada respon neurobiologis yang
maladaptif berhubungan dengan kesehatan lingkungan, sikap dan prilaku
individu, seperti : gizi buruk, kurang tidur, infeksi, keletihan, rasa
bermusuhan atau lingkungan yang penuh kritik, masalah perumahan,
kelainan terhadap penampilan, stres gangguan dalam berhubungan
interpersonal, kesepain, tekanan, pekerjaan, kemiskinan, keputusasaan
dan sebagainya.
2. TANDA DAN GEJALA
a. Data subyektif
Klien mengatakan tidak mampu mengambil/membuat keputusan, klien
mengatakan mempunyai kekuatan super dan maha kuasa, klien mengatakan
merasa takut dan perasaan tidak nyaman, merasa cemas, klien mengatakan
sulit untuk tidur, isi pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan.
b. Data obyektif
Usaha bunuh diri atau membunuh orang lain, menolak makan atau minum
obat, tidak ada perhatian terhadap asuhan mandiri, ekspresi muka
sedih/gembira, ketakutan, gerakan tidak terkontrol mudah tersinggung, isi
pembicaran tidak sesuai dengan kenyataan, tidak bias membedakan antara
yang nyata dengan yang tidak nyata, menghindar dari orang lain,
mendominasi pembicaraan, berbicara kasar, kegiatan keagamaan yang
berlebihan, kecurigaan terhadap orang lain, tindakan menyombongkan diri,
menyiksa orang lain secara psikologis, peningkatan aktivitas motorik, sukar
berinteraksi dengan orang lain.

Tanda dan gejala yang dihasilkan atas penggolongan waham (Standar


Asuhan Keperawatan Jiwa RSJP Bogor di kutip oleh RSJP Banjarmasin, 2010)
yaitu :
1. Waham dengan perawatan
minimal
a. Berbicara dan berperilaku sesuai dengan realita.
b. Bersosialisasi dengan orang lain.
c. Mau makan dan minum.
d. Ekspresi wajah tenang.
2. Waham dengan perawatan parsial
a. Iritable.
b. Cenderung menghindari orang lain.
c. Mendominasi pembicaraan.
d. Bicara kasar.
3. Waham dengan perawatan total
a. Melukai diri dan orang lain.
b. Menolak makan / minum obat karena takut diracuni.
c. Gerakan tidak terkontrol.
d. Ekspresi tegang.
e. Iritable.
f. Mandominasi pembicaraan.
g. Bicara kasar.
h. Menghindar dari orang lain.
i. Mengungkapkan keyakinannya yang salah berulang kali.
j. Perilaku bazar.
3. FASE-FASE WAHAM
Menurut Yosep (2010), proses terjadinya waham meliputi 6 fase, yaitu :
a. Fase of human need
Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhan-kebutuhan klien baik secara
fisik maupun psikis. Secara fisik klien dengan waham dapat terjadi pada
orang-orang dengan status sosial dan ekonomi sangat terbatas. Biasanya
klien sangat miskin dan menderita. Keinginan ia untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya mendorongnya untuk melakukan kompensasi yang salah. Ada juga
klien yang secara sosial dan ekonomi terpenuhi tetapi kesenjangan antara
realiti dengan self ideal sangat tinggi.

b. Fase lack of self esteem


Tidak adanya pengakuan dari lingkungan dan tingginya kesenjangan
antara self ideal dengan self reality (keyataan dengan harapan) serta
dorongan kebutuhan yang tidak terpenuhi sedangkan standar lingkungan
sudah melampaui kemampuannya.

c. Fase control internal external


Klien mencoba berpikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau apa-apa yang
ia katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan tidak sesuai
dengan keyataan, tetapi menghadapi keyataan bagi klien adalah suatu yang
sangat berat, karena kebutuhannya untuk diakui, kebutuhan untuk dianggap
penting dan diterima lingkungan menjadi prioritas dalam hidupnya, karena
kebutuhan tersebut belum terpenuhi sejak kecil secara optimal. Lingkungan
sekitar klien mencoba memberikan koreksi bahwa sesuatu yang dikatakan
klien itu tidak benar, tetapi hal ini tidak dilakukan secara adekuat karena
besarnya toleransi dan keinginan menjaga perasaan. Lingkungan hanya
menjadi pendengar pasif tetapi tidak mau konfrontatif berkepanjangan
dengan alasan pengakuan klien tidak merugikan orang lain.

d. Fase environment support


Adanya beberapa orang yang mempercayai klien dalam lingkungannya
menyebabkan klien merasa didukung, lama kelamaan klien menganggap
sesuatu yang dikatakan tersebut sebagai suatu kebenaran karena seringnya
diulang-ulang. Dari sinilah mulai terjadinya kerusakan kontrol diri dan tidak
berfungsinya norma (super ego) yang ditandai dengan tidak ada lagi
perasaan dosa saat berbohong. 

e. Fase comforting
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta
menganggap bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan
mendukungnya. Keyakinan sering disertai halusinasi pada saat klien
menyendiri dari lingkungannya. Selanjutnya klien sering menyendiri dan
menghindari interaksi sosial (isolasi sosial).

f. Fase improving
Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap waktu
keyakinan yang salah pada klien akan meningkat. Tema waham yang
muncul sering berkaitan dengan traumatik masa lalu atau kebutuhan-
kebutuhan yang tidak terpenuhi (rantai yang hilang). Waham bersifat
menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi waham dapat menimbulkan ancaman
diri dan orang lain.

4. JENIS-JENIS WAHAM
Waham terbagi atas beberapa jenis, yaitu :
a. Waham Kejar
Individu merasa dirinya dikejar-kejar oleh orang lain atau sekelompok orang
yang bermaksud berbuat jahat kepada dirinya, sering ditemukan pada klien
dengan stres anektif tipe depresi dan gangguan organik.
b. Waham Kebesaran
Penderita merasa dirinya paling besar, mempunyai kekuatan, kepandaian
atau kekayaan yang luar biasa, misalnya adalah ratu adil dapat membaca
pikiran orang lain, mempunyai puluhan rumah, dll.
c. Waham Somatik
Perasaan mengenai berbagai penyakit yang berada pada tubuhnya sering
didapatkan pada tubuhnya.
d. Waham Agama
Waham dengan tema agama, dalam hal ini klien selalu meningkatkan
tingkah lakunya yang telah ia perbuat dengan keagamaan.
e. Waham Curiga
Individu merasa dirinya selalu disindir oleh orang-orang sekitarnya sehingga
ia merasa curiga terhadap sekitarnya.
f. Waham Intulistik
Bahwa sesuatu yang diyakini sudah hancur atau bahwa dirinya atau orang
lain sudah mati, sering ditemukan pada klien depresi.
g. Waham Berdosa
Timbul perasaan bersalah yang luar biasa dan merasakan suatu dosa yang
besar. Penderita percaya sudah selayaknya ia di hukum berat. 
h. Waham Cemburu
Selalu cemburu pada orang lain.

i. Waham Pengaruh
Yaitu pikiran, emosi dan perbuatannya diawasi atau dipengaruhi oleh orang
lain atau kekuatan.

5. SUMBER KOPING
Ada beberapa sumber koping individu yang harus dikaji yang dapat
berpengaruh terhadap gangguan otak dan prilaku kekuatan dalam sumber koping
dapat meliputi seperti : modal intelegensi atau kreativitas yang tinggi. Orang tua
harus secara aktif mendidik anak-anaknya, dewasa muda tentang keterampilan
koping karena mereka biasanya tidak hanya belajar dan pengamatan. Sumber
keluarga dapat berupa pengetahuan tentang penyakit, finansial yang cukup,
ketersediaan waktu dan tenaga dan kemampuan untuk memberikan dukungan secara
berkesinambungan.

Penggolongan Mekanisme Koping
Berdasarkan penggolongannya dibagi menjadi 2 (dua) (Stuart dan Sundeen,
2010) yaitu :
1. Mekanisme koping adaptif
Adalah mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan,
belajar dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah berbicara dengan orang lain,
memecahkan masalah secara efektif, teknik relaksasi, latihan seimbang dan
aktivitas konstruktif.
2. Mekanisme koping maladaptive
Adalah mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah
pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkungan.
Kategorinya adalah makan berlebihan / tidak makan, bekerja berlebihan,
menghindar.
Mekanisme pertahanan ego sering disebut sebagai mekanisme pertahanan
mental. Adapun mekanisme pertahanan ego adalah sebagai berikut :
1. Kompensasi
Proses seseorang memperbaiki penurunan citra diri dengan tegas menonjolkan
keistimewaan atau kelebihan yang dimiliki.
2. Penyangkalan (denial)
Menyatakan tidak setuju terhadap realitas dengan mengingkari realitas tersebut.
Bila individu menyangkal kenyataan, maka dia menganggap tidak ada atau
menolak pengalaman yang tidak menyenangkan (sebenarnya mereka sadari
sepenuhnya) dengan maksud melindungi diri.
3. Pemindahan (displacement)
Pengalihan emosi yang semula ditujukan pada seseorang atau benda lain yang
biasanya netral atau lebih sedikit mengancam dirinya. Misalnya : Seorang
pemuda bertengkar dengan pacarnya dan sepulangnya ke rumah marah pada
adiknya.
4. Disosiasi
Pemisahan suatu kelompok proses mental atau perilaku dari kesadaran atau
identitasnya. Keadaan dimana terdapat dua atau lebih kepribadian pada diri
seorang individu. Misalnya : Seorang laki-laki yang dibawa ke ruang emergensi
karena mengamuk ternyata tidak mampu menjelaskan kembali kejadian tersebut
(ia lupa sama sekali)
5. Identifikasi (identification)
Proses dimana seseorang untuk menjadi seseorang yang ia kagumi berupaya
dengan menirukan pikiran-pikiran, perilaku dan selera orang tersebut.
6. Intelektualisasi (intelectualization)
Pengguna logika dan alasan yang berlebihan untuk menghindari pengalaman
yang mengganggu perasaannya. Dengan intelektualisasi, manusia dapat
mengurangi hal-hal yang pengaruhnya tidak menyenangkan, dan memberikan
kesempatan untuk meninjau permasalah secara obyektif.
7. Introjeksi (Introjection)
Suatu jenis identifikasi yang kuat dimana seseorang mengambil dan melebur
nilai-nilai dan kualitas seseorang atau suatu kelompok ke dalam struktur egonya
sendiri, merupakan hati nurani. Contoh : Rasa benci atau kecewa terhadap
kematian orang yang dicintai dialihkan dengan cara menyalahkan diri sendiri.
8. Isolasi
Pemisahan unsur emosional dari suatu pikiran yang mengganggu dapat bersifat
sementara atau berjangka lama.
9. Proyeksi
Pengalihan buah pikiran atau impuls pada diri sendiri kepada orang lain
terutama keinginan, perasaan emosional dan motivasi yang tidak dapat
ditoleransi. Teknik ini mungkin dapat digunakan untuk mengurangi kecemasan
karena dia harus menerima kenyataan akan keburukan dirinya sendiri. Contoh :
Seorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual
terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut
mencoba merayunya
10. Rasionalisasi
Rasionalisasi dimaksudkan sebagai usaha individu mencari alasan yang dapat
diterima secara sosial untuk membenarkan atau menyembunyikan perilakunya
yang buruk. Rasionalisasi juga muncul ketika individu menipu dirinya sendiri
dengan berpura-pura menganggap yang buruk adalah baik, atau yang baik
adalah yang buruk. 
11. Reaksi formasi
Individu mengadakan pembentukan reaksi ketika berusaha menyembunyikan
motif dan perasaan sebenarnya, dan menampilkan ekspresi wajah yang
berlawanan. Dengan cara ini individu dapat menghindarkan diri dari kecemasan
yang disebabkan oleh keharusan menghadapi ciri pribadi yang tidak
menyenangkan. Misalnya: Kebencian dibuat samar dengan menampilkan sikap
penuh kasih saying
12. Regresi
Regresi merupakan respon yang umum bagi individu bila berada dalam situasi
frustrasi, setidak-tidaknya pada anak-anak. Dapat pula terjadi bila individu yang
menghadapi tekanan kembali lagi kepada metode perilaku yang khas individu
yang berusia lebih muda. Misalnya :  anak yang baru memperoleh adik,akan
memperlihatkan respons mengompol padahal sudah lama tidak dilakukannya.
13. Represi
Represi didefinisikan sebagai upaya individu menyingkirkan frustrasi, konflik
batin, mimpi buruk, dan sejenisnya yang menimbulkan kecemasan. Bila represi
terjadi, hal-hal yang mencemaskan itu tidak akan memasuki kesadaran walaupun
masih tetap ada pengaruhnya terhadap perilaku. Misalnya : individu lebih sering
menekankan pada kejadian yang membahagiakan dan enggan menekankan yang
tidak membahagiakan
14. Pemisahan (splitting)
Sikap mengelompokkan orang  atau keadaan hanya sebagai semuanya baik atau
semuanya buruk; kegagalan untuk memadukan nilai-nilai positif dan negatif di
dalam diri sendiri.
15. Sublimasi
Mengganti keinginan atau tujuan yang terhambat dengan cara yang dapat
diterima oleh masyarakat. Impuls yang berasal dari Id yang sukar disalurkan
karena mengganggu individu atau masyarakat, oleh karena itu impuls harus
dirubah bentuknya agar  tidak merugikan individu/masyarakat sekaligus
mendapatkan pemuasan. Misalnya : Impuls agresif disalurkan ke olah raga,
usaha-usaha yang bermanfaat
16. Supresi
Supresi merupakan proses pengendalian diri yang terang-terangan ditujukan
menjaga agar impuls dan dorongan yang ada tetap terjaga. Misalnya : Individu
sewaktu-waktu mengesampingkan ingatan yang menyakitkan agar dapat menitik
beratkan kepada tugas.
17. Undoing
Meniadakan pikiran-pikiran, impuls yang tidak baik, seolah-olah menghapus
suatu kesalahan. Misalnya : Seorang ibu yang menyesal karena telah memukul
anaknya akan segera memperlakukannya penuh dengan kasih saying
18. Fiksasi 
Dalam menghadapi kehidupannya individu dihadapkan pada situasi menekan
yang membuatnya frustrasi dan cemas, sehingga individu tersebut merasa tidak
sanggup menghadapinya dan membuat perkembangan normalnya terhenti
sementara atau selamanya. Individu menjadi terfiksasi pada satu tahap
perkembangan karena tahap berikutnya penuh dengan kecemasan.
Misalnya :  Individu sangat tergantung dengan individu lain merupakan salah
satu contoh pertahan diri dengan fiksasi, kecemasan menghalanginya untuk
menjadi mandiri

19. Menarik Diri 


Reaksi ini merupakan respon umum dalam mengambil sikap. Bila individu
menarik diri, dia memilih untuk tidak mengambil tindakan. Biasanya respons ini
disertai dengan depresi dan sikap apatis. 
20. Mengelak 
Bila individu merasa diliputi oleh stres yang lama, kuat dan terus menerus,
individu cenderung mencoba mengelak. Bisa secara fisik mengelak atau
menggunakan metode yang tidak langsung. 
21. Fantasi 
Dengan berfantasi pada yang mungkin menimpa dirinya, individu merasa
mencapai tujuan dan dapat menghindari dirinya dari peristiwa yang tidak
menyenangkan,  menimbulkan kecemasan dan mengakibatkan frustrasi. Individu
yang sering melamun kadang menemukan bahwa kreasi lamunannya lebih
menarik dari pada kenyataan sesungguhnya. Bila fantasi ini dilakukan
proporsional dan dalam pengendalian kesadaraan yang baik, maka fantasi
menjadi cara sehat untuk mengatasi stress
22. Simbolisasi
Menggunakan benda atau tingkah laku sebagai simbol pengganti keadaan atau
hal yang sebenarnya Misalnya : Seorang anak remaja selalu mencuci tangan
untuk menghilangkan kecemasannya.
23. Konversi
Adalah transformasi konflik emosional ke dalam bentuk gejala-gejala jasmani.
Misalnya : Mahasiswa yang tidak mengerjakan tugas-tugasnya tiba-tiba sakit
sehingga tidak masuk kuliah

D. PENATALAKSANAAN
Perawatan dan pengobatan harus secepat mungkin dilaksanakan karena,
kemungkinan dapat menimbulkan kemunduran mental. Tetapi jangan memandang klien
dengan waham pada gangguan skizofrenia ini sebagai pasien yang tidak dapat
disembuhkan lagi atau orang yang aneh dan inferior bila sudah dapat kontak maka
dilakukan bimbingan tentang hal-hal yang praktis. Mesikpun klien tidak sembuh
sempurna, dengan pengobatan dan bimbingan yang baik dapat ditolong untuk bekerja
sederhana di rumah ataupun di luar rumah. Keluarga atau orang lain di lingkungan klien
diberi penjelasan (manipulasi lingkungan) agar mereka lebih sabar menghadapinya.
1. Penatalaksanaan Keperawatan

Penatalaksanaan keperawtan diberikan agar klien tidak mengasingkan diri


karena dapat membentuk kebiasaan yangkurang baik akibat waham yang dialami.
Terapi yang diberikan dianjurkan meliputi kegiatan-kegiatan permainan ataupun
latihan bersama, seperti terapi modalitas yang terdiri dari :

a. Terapi aktivitas
1) Terapi musik
Terapi difokuskan untuk mengoptimalkan fungsi mendengar dan
menikmati jenis music yang disukai klien sembari relaksasi, memainkan
alat musik, dan bernyanyi.

2) Terapi seni
Focus pada pengekspresian perasaan klien melalui berbagai kegiatan seni
seperti menggambar/melukis, seni rupa, dan lain-lain

3) Terapi menari
Focus pada pengekspresian perasaan melalui bahasa tubuh.

4) Terapi relaksasi
Klien belajar dan mempraktikkan teknik relaksasi dalam kelompok.
Adapun gunanya untuk membuat klien lebih tenang, lebih fresh, dan
meningkatkan partisipasi dan kesenangan klien dalam kehidupan.

b. Terapi sosial (sosialisasi)


Klien belajar berkomunikasi dan berinteraksi dengan klien lain sesuai
dengan realita.

c. Terapi kelompok (group therapy)


1) Kelompok terapeutik (therapeutic group).
2) Terapi aktivitas kelompok (adjunctive group activity therapy). (Keliat,
2010).

d. Terapi lingkungan
Suasana rumah sakit dibuat seperti suasana dalam keluarga (home like
atmosphere).
2. Farmakoterapi

Tatalaksana pengobatan skizofrenia paranoid mengacu pada penatalaksanaan


skizofrenia secara umum menurut Townsend (2010), Kaplan dan Sadock (2010)
antara lain :
a. Anti Psikotik
Jenis- jenis obat antipsikotik antara lain :
1) Chlorpromazine
Untuk mengatasi psikosa, premidikasi dalam anestesi, dan mengurangi
gejala emesis. Untuk gangguan jiwa, dosis awal : 3×25 mg, kemudian
dapat ditingkatkan supaya optimal, dengan dosis tertinggi : 1000 mg/hari
secara oral.
2) Trifluoperazine
Untuk terapi gangguan jiwa organik, dan gangguan psikotik menarik diri.
Dosis awal : 3×1 mg, dan bertahap dinaikkan sampai 50 mg/hari.
3) Haloperidol
Untuk keadaan ansietas, ketegangan, psikosomatik, psikosis,dan mania.
Dosis awal : 3×0,5 mg sampai 3 mg.

Obat antipsikotik merupakan obat terpilih yang mengatasi gangguan


waham. Pada kondisi gawat darurat, klien yang teragitasi parah, harus diberikan
obat antipsikotik secara intramuskular. Sedangkan jika klien gagal berespon
dengan obat pada dosis yang cukup dalam waktu 6 minggu, anti psikotik dari
kelas lain harus diberikan. Penyebab kegagalan pengobatan yang paling sering
adalah ketidakpatuhan klien minum obat. Kondisi ini harus diperhitungkan oleh
dokter dan perawat. Sedangkan terapi yang berhasil dapat ditandai adanya suatu
penyesuaian sosial, dan bukan hilangnya waham pada klien.

b. Anti Parkinson
1) Triheksipenydil (Artane), untuk semua bentuk parkinsonisme, dan untuk
menghilangkan reaksi ekstrapiramidal akibat obat. Dosis yang digunakan
: 1-15 mg/hari
2) Difehidamin, dosis yang diberikan : 10- 400 mg/hari

c. Anti Depresan
1) Amitriptylin, untuk gejala depresi, depresi oleh karena ansietas, dan
keluhan somatik. Dosis : 75-300 mg/hari.
2) Imipramin, untuk depresi dengan hambatan psikomotorik, dan depresi
neurotik. Dosis awal : 25 mg/hari, dosis pemeliharaan : 50-75 mg/hari.

d. Anti Ansietas
Anti ansietas digunakan untuk mengotrol ansietas, kelainan
somatroform, kelainan disosiatif, kelainan kejang, dan untuk meringankan
sementara gejala-gejala insomnia dan ansietas. Obat- obat yang termasuk anti
ansietas antara lain:
1) Fenobarbital : 16-320 mg/hari
2) Meprobamat : 200-2400 mg/hari
3) Klordiazepoksida : 15-100 mg/hari

3. Psikoterapi

Elemen penting dalam psikoterapi adalah menegakkan hubungan saling


percaya. Terapi individu lebih efektif dari pada terapi kelompok. Terapis tidak boleh
mendukung ataupun menentang waham, dan tidak boleh terus-menerus
membicarakan tentang wahamnya. Terapis harus tepat waktu, jujur dan membuat
perjanjian seteratur mungkin. Tujuan yang dikembangkan adalah hubungan yang
kuat dan saling percaya dengan klien. Kepuasan yang berlebihan dapat
meningkatkan kecurigaan dan permusuhan klien, karena disadari bahwa tidak semua
kebutuhan dapat dipenuhi. Terapis perlu menyatakan pada klien bahwa keasyikan
dengan wahamnya akan menegangkan diri mereka sendiri dan mengganggu
kehidupan konstruktif. Bila klien mulai ragu-ragu dengan wahamnya, terapis dapat
meningkatkan tes realitas.
Sehingga terapis perlu bersikap empati terhadap pengalaman internal klien,
dan harus mampu menampung semua ungkapan perasaan klien, misalnya dengan
berkata : “Anda pasti merasa sangat lelah, mengingat apa yang anda lalui, “tanpa
menyetujui setiap mis persepsi wahamnya, sehingga menghilangnya ketegangan
klien. Dalam hal ini tujuannya adalah membantu klien memiliki keraguan terhadap
persepsinya. Saat klien menjadi kurang kaku, perasaan kelemahan dan
inferioritasnya yang menyertai depresi, dapat timbul. Pada saat klien membiarkan
perasaan kelemahan memasuki terapi, suatu hubungan terapeutik positif telah
ditegakkan dan aktifitas terpeutik dapat dilakukan.

4. Terapi Keluarga

Pemberian terapi perlu menemui atau mendapatkan keluarga klien, sebagai


sekutu dalam proses pengobatan. Keluarga akan memperoleh manfaat dalam
membantu ahli terapi dan membantu perawatan klien.

II. TEORI ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN


ISI PIKIR : WAHAM
A. Pengkajian
1. Pengumpulan Data
Hal-hal yang perlu dikaji pada klien dengan gangguan isi pikir : waham
kebesaran yaitu :
1. Data Subjektif
Klien merasa dirinya sebagai orang besar, mempunyai kekuatan,
kepandaian yang luar biasa, misalnya dapat membaca atau membawa
pikiran orang lain, dialah ratu adil.
2. Data Objektif
Klien kadang-kadang tampak panik, tidak mampu untuk berkonsentrasi,
waham atau ide-ide yang salah, ekspresi muka kadang sedih kadang
gembira, tidak mampu membedakan khayalan dengan kenyataan, sering
tidak memperlihatkan kebersihan diri, gelisah, tidak bisa diam
(melangkah bolak-balik), mendominasi pembicaraan, mudah
tersinggung, menolak makan dan minum obat, menjalankan kegiatan
agama secara berlebihan atau tidak sama sekali melakukannya, merusak
diri-sendiri dan orang lain serta lingkungannya, jarang mengikuti atau
tidak mau mengikuti kegiatan-kegiatan sosial, sering terbangun pada dini
hari, penampilan kurang bersih.

B. Pohon masalah

Risiko Perilaku Kekerasan Akibat

Kerusakan Komunikasi Verbal

Gangguan isi pikir : Core problem


Waham Kebesaran

Kerusakan interaksi sosial

Penyebab
Harga diri rendah
Koping Individu tidak efektif

C. Diagnosa Keperawatan
Perubahan isi pikir : waham kebesaran
C. INTERVENSI
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN GANGGUAN ISI PIKIR: WAHAM

Nama Klien : ................................................ Diagnosa Medis : ...............................................


No RM : ................................................ Ruangan : ................................................
Tgl No Diagnosa Perencanaan
Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional
Diagnosa Keperawatan
Gangguan isi TUM : 1. Setelah interaksi 1.1 Bina hubungan saling percaya Kepercayaan
pikir : waham Klien dapat klien: dengan menggunakan prinsip dari klien
mengontrol a. Mau menerima komunikasi terapeutik: merupakan
wahmnya kehadiran perawat a. Beri salam hal yang
di sampingnya b. Perkenalkan diri, tanyakan mutlak serta
TUK 1 : b. Mengatakan mau nama serta nama panggilan akan
Klien dapat menerima bantuan yang disukai memudahkan
membina perawat c. Jelaskan tujuan interaksi dalam
hubungan saling c. Tidak d. Yakinkan klien dalam melakukan
percaya dengan menunjukkan keadaan aman dan perawat pendekatan
perawat tanda-tanda curiga siap menolong dan dan tindakan
d. Mengijinkan mendampinginya keperawatan
duduk disamping e. Yakinkan bahwa kepada klien.
kerahasiaan klien akan tetap Dengan
terjaga adanya saling
f. tunjukkan sikap terbuka dan percaya
jujuran diharapkan
g. Perhatikan kebutuhan dasar klien dapat
dan beri bantuan untuk terbuka
memenuhinya dengan
1.2 Beri kesempatan untuk perawat dan
mengungkapkan perasaannya mau
1.3 Sediakan waktu untuk menceritakan
mendengarkan klien masalahnya.

TUK 2: 2. Setelah interaksi 2. Bantu klien untuk Untuk me-


Klien dapat klien: mengungkapkan perasaan dan ngidentifikasi
mengidentifikasi a. Klien pikirannya permasalah-an
perasaan yang menceritakan ide- a. Diskusikan dengan klien dan pera-saan
muncul secara ide dan perasaan pengalaman yang dialami yang terjadi
berulang dalam yang muncul selama ini termasuk dan dirasakan
pikiran klien secara berulang hubungan dengan orang klien saat ini.
dalam pikirannya yang berarti,
lingkungannya kerja,
sekolah,dsb.
b. Dengarkan pernyataan
klien dengan empati tanpa
dukungan atau menentang
pernyataan wahamnya.
c. Katakana perawat dapat
memahami apa yang
diceritakan klien.
TUK 3: 3. Setelah interaksi 3. Bantu klien untuk Mengidentifi-
Klien dapat klien: mengidentifikasi kebutuhan kasi faktor –
mengidentifikasi a. Dapat yang tidak terpenuhi serta faktor yang
stressor atau menyebutkan kejadian yang menjadi factor mencetuskan
pencetus kejadian- pencetus wahamnya waham yang
wahamnya kejadian sesuai 3.1 diskusikan dengan klien dialami dan
(triggers factor) dengan urutan tentang kejadian-kejadian menggali
waktu serta traumatic yang menimbulkan perasaan
harapan/ rasa takut, ansietas, maupun klien.
kebutuh-an dasar perasaan tidak dihargai
yang tidak 3.2 Diskusikan kebutuhan /
terpenuhi harapan yang belum terpenuhi
seperti : harga 3.3 Diskusikan dengan klien cara-
diri, rasa aman, cara mengatasi kebutuhan yang
dsb. tidak terpenuhi dan kejadian
b. Dapat yang traumatic.
menyebutkan 3.4 Diskusikan dengan klien
hubungan antara apakah ada halusinasi yang
kejadian meningkatkan pikiran/ perasaan
traumatis/ yang terkait wahamnya.
kebutuhan tidak 3.5 Diskusikan dengan klien antara
terpenuhi dengan kejadian-kejadian tersebut
wahamnya. dengan wahamnya.
TUK 4: 4. Setelah interaksi 4. Bantu klien mengidentifikasi Agar klien
Klien dapat klien: menyebutkan keyakinanya yang salah tentang dapat me-
mengidentifikasi perbedaan situasi yang nyata (bila klien ngendalikan
wahamnya pengalaman nyata sudah siap) diri apabila
dengan pengalaman a. Diskusikan dengan klien wahamnya
wahamnya. pengalaman wahamnya muncul.
tanpa berargumentasi
b. Katakan kepada klien akan
keraguan perawat terhadap
pernyataan klien
c. Diskusikan dengan klien
respon perasaan terhadap
wahamnya
d. Diskusikan frekuensi,
intensitas, dan durasi
terjadinya waham
e. Bantu klien membedakan
situasi nyata dengan situasi
yang dipersepsikan salah
oleh klien
TUK 5: 5. Setelah interaksi: 5.1 Diskusikan dengan klien Meminimal-
Klien dapat klien menjelaskan pengalaman-pengalaman kan akibat
mengidentifikasi gangguan fungsi yang tidak menguntungkan yang mungkin
konsekuensi dari hidup sehari-hari sebagai akibat dari wahamnya timbul akibat
wahamnya yang diakibatkan ide- seperti : waham
ide/fikirannya yang a. Hambatan dalam tersebut.
tidak sesuai dengan berinteraksi dengan
kenyataan seperti: keluarga
a. Hubungan dengan b. Hambatan dalam
keluarga berinteraksi dengan orang
b. Hubungan dengan lain
orang lain c. Hambatan dalam melakukan
c. Aktivitas sehari- aktivitas sehari- hari
hari d. Perubahan dalam prestasi
d. Pekerjaan kerja/ sekolah
e. Sekolah 5.2 Ajak klien melihat bahwa
f. Prestasi,dsb waham tersebut adalah
masalah yang membutuhkan
bantuan dari orang lain
5.3 Diskusikan dengan klien
orang/ tempat ia minta
bantuan apabila wahamnya
timbul/ sulit dikendaliakan
TUK 6 : 6. Setelah interaksi 6.1 Diskusikan hobi/ aktivitas Waham yang
Klien dapat klien: klien yang disukainya timbul pada
melakukan tekhnik melakukan aktivitas 6.2 Anjurkan klien memilih dan dirinya dapat
distraksi sebagai yang konstruktif melakukan aktivitas yang diminimal-kan
cara menghentikan sesuai dengan membutuhkan perhatian dan
pikiran yang minatnya yang dapat keterampilan fisik
terpusat pada mengalihkan focus 6.3 Ikutsertakan klien dalam
wahamnya klien dari wahamnya aktivitas fisik yang
membutuhkan perhatian
sebagai pengisi waktu luang
6.4 Libatkan klien dalam TAK
orientasi realita
6.5 Bicara dengan klien topic-
topik yang nyata
6.6 Anjurkan klien untuk
bertanggung jawab secara
personal dalam
mempertahankan/
meningkatkan kesehatan dan
pemulihannya
6.7 Beri penghargaan bagi setiap
upaya klien yang positif
TUK 7 : 7.1 Setelah interaksi 7.1 Diskusikan pentingnya peran Memaksimalk
Klien mendapat keluarga dapat serta keluarga sebagai an dukungan
dukungan keluarga menjelaskan pendukung untuk mengatasi dari pihak
tentang : waham keluarga.
a. Pengertian 7.2 Diskusikan potensi keluarga
waham untuk membantu klien
b. Tanda dan gejala mengatsi waham
waham 7.3 Jelaskan pada keluarga tentang
c. Penyebab dan :
akibat waham a. Pengertian waham
d. Cara merawat b. Tanda dan gejala waham
klien waham c. Penyebab dan akibat waham
7.2 Setelah interaksi d. Cara merawat klien waham
keluarga dapat 7.4 Latih keluarga cara merawat
mempraktekan klien waham
cara merawat klien 7.5 Tanyakan perasaan keluarga
waham setelah mencoba cara yang
telah dilatihkan
7.6 Beri pujian kepada keluarga
atas keterlibatannya
merawat klien di Rumah
Sakit
TUK 8 : 8.1 Setelah interaksi 8.1 Diskusikan dengan klien Sebagai upaya
Klien dapat klien menyebutkan, tentang manfaat dan kerugian yang
memanfaatkan a. Manfaat minum tidak minum obat, nama, dilakukan
obat dengan baik obat warna, dosis, cara, efek terapi dalam upaya
b. Kerugian tidak dan efek samping penggunaan penyembuh-
minum obat obat an
c. Nama, warna, 8.2 Pantau klien saat penggunaan
dosis, efek terapi obat
dan efek a. Beri pujian jika klien
samping obat menggunakan obat dengan
8.2 Setelah iteraksi klien benar
mendemonstrasikan 8.3 Diskusikan akibat berhenti
penggunaan obat minum obat tanpa konsultasi
dengan benar dengan dokter
8.3 Setelah interaksi a. Anjurkan klien untuk
klien menyebutkan konsultasi kepada dokter/
akibat berhenti perawat jika terjadi hal-hal
minum obat tanpa yang tidak diinginkan
konsultasi dokter
D. Implementasi
Merupakan tahap pelaksanaan rencana tindakan yang telah ditentukan dengan
maksud agar kebutuhan klien terpenuhi secara optimal. dalam pelaksanaan disesuaikan
dengan rencana keperawatan dan kondisi klien.
Pelaksanaan adalah tahap pelaksananan terhadap rencana tindakan keperawatan
yang telah ditetapkan untuk perawat bersama pasien. Implementasi dilaksanakan sesuai
dengan rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu juga dibutuhkan ketrampilan
interpersonal, intelektual, teknikal yang dilakukan dengan cermat dan efisien pada
situasi  yang tepat dengan  selalu memperhatikan keamanan fisik dan psikologis. Setelah
selesai implementasi, dilakukan dokumentasi yang meliputi intervensi yang sudah
dilakukan dan bagaimana respon pasien.

D. Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah melakukan intervensi pada klien dengan perubahan
isi pikir : waham kebesaran yaitu :

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat

2. Klien dapat mengidentifikasi perasaan yang muncul secara berulang dalam


pikiran klien

3. Klien dapat mengidentifikasi stressor atau pencetus wahamnya (triggers factor)

4. Klien dapat mengidentifikasi wahamnya

5. Klien dapat mengidentifikasi konsekuensi dari wahamnya

6. Klien dapat melakukan tekhnik distraksi sebagai cara menghentikan pikiran yang
terpusat pada wahamnya

7. Klien mendapat dukungan keluarga

8. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik


DAFTAR PUSTAKA

Aziz R, dkk. Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang: RSJD Dr. Amino
Gondoutomo. 2010

Keliat, Budi Anna dan Akemat. 2012. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.
Jakarta : EGC

Nurarif, Amin Huda. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : Mediaction

Stuart, G.W. 2010. Buku Saku Keperawatan Jiwa (Edisi 5). Jakarta : EGC

Tim Direktorat Keswa. Standart asuhan keperawatan kesehatan jiwa. Edisi 1. Bandung:
RSJP.2010

Townsend M.C. Diagnosa keperawatan pada keperawatan psikiatri; pedoman untuk


pembuatan rencana keperawatan. Jakarta: EGC. 2010

Anda mungkin juga menyukai