Termasuk
dalam
fungsi
kognisi
adalah;
memori/daya
ingat,
waham
rujukan
(reference),
dan
waham
dikendalikan.
1. waham kebesaran: keyakinan atau kepercayaan, biasanya psikotik
sifatnya, bahwa dirinya adalah orang yang sangat kuat, sangat
berkuasa atau sangat besar.
sama
berkomplot
untuk
merugikan,
merusak,
waham
bahwa
pikirannya
dapat
dihilangkan
dengan
usaha
yang
logis,
berhubungan
dengan
kecemasan.
7) Kompulsif: kebutuhan dan tindakan patologis untuk melaksanakan suatu
impuls, jika ditahan akan menimbulkan kecemasan, perilaku berulang
sebagai respons dari obsesi atau timbul untuk memenuhi satu aturan
tertentu.
8) Fobia: ketakutan patologis yang persisten, irasional, berlebihan, dan selalu
terjadi
berhubungan
dengan
stimulus
atau
situasi
spesifik
yang
a) Fobia spesifik: ketakutan yang terbatas pada obyek atau situasi khusus
(contoh takut pada laba laba atau ular
b) Fobia sosial: ketakutan dipermalukan di depan publik seperti rasa takut
c)
d)
e)
f)
g)
h)
i)
c. Arus/progresi pikir
1) Word salad
2) Flight of Ideas, yaitu pikiran yang sangat cepat, verbalisasi berlanjut atau
permainan kata yang mengahsilkan perpindahan yang konstan dari satu ide
ke ide lainnya; ide biasanya berhubungan dan dalam bentuk yang tidak
parah, pendengar mungkin dapat mengikuti jalan pikirnya.
3) Perseverasi dan Verbegerasi. Di sini terjadi pengulangan terus-menerus dan
abnormal dari suatu pokok pikiran, suatu kalimat, atau suatu kata. Apabila
yang diulang berupa kalimat disebut perseverasi, sedangkan apabila yang
diulang berupa kata-kata disebut verbigerasi.
4) Circumstantiality, yaitu pembicaraan yang tidak langsung sehingga lambat
mencapai point yang diharapkan, tetapi seringkali akhirnya mencapai point
atau
tujuan
yang
diharapkan,
sering
diakibatkan
keterpakuan
yang
Memori/daya ingat
anterograd,
yaitu
apabila
hilangnya
memori
terhadap
motor
yang
mengalami
kecelakaan,
tidak
mampu
untuk
mengisi
merasa
sangat
mengenali
suatu
situasi
baru
yang
kata
kata
yang
tepat
untuk
mendeskripsikan
memory):
adalah
ingatan
terhadap
e. Atensi/perhatian
Adalah usaha untuk mengarahkan aktivitas mental pada pengalaman tertentu.
Gangguan
perhatian meliputi ketidakmampuan memusatkan perhatian, mempertahankan
perhatian
ataupun
mengalihkan
perhatian.
Pada
gangguan
kesadaran
atau
kecemasan.
situasi tertentu,
Misalnya
seorang
biasanya
dengan
simplek
tidak
mampu
subyektif
dengan
gambaran
seseorang
mengalami
atau
merasakan diri sendiri (atau tubuhnya) sebagai tidak nyata atau khayali
(asing, tidak dikenali)
2) Derealisasi: perasaan subyektif bahwa lingkungannya menjadi asing, tidak
nyata
3) Ilusi: satu persepsi yang keliru atau menyimpang dari stimulus eksternal
yang nyata. Ilusi dapat berupa ilusi akustik/auditorik, ilusi visual, ilusi
olfaktorik, ilusi gustatorik, ilusi taktil, atau campuran. Ilusi sering terdapat
pada keadaan afektif yang luar biasa, keingingan yang luar biasa, atau
dorongan dan impuls-impuls yang mendadak.
4) Halusinasi: persepsi atau tanggapan palsu, tidak berhubungan dengan
stimulus eksternal yang nyata; menghayati gejala - gejala yang dikhayalkan
sebagai hal yang nyata. Jenis - jenis halusinasi:
o halusinasi hipnagogik: persepsi sensorik keliru yang terjadi ketika mulai
jatuh tertidur, secara umum bukan tergolong fenomena patologis
o halusinasi hipnapompik: persepsi sensorik keliru yang terjadi ketika
seseorang mulai terbangun, secara umum bukan tergolong fenomena
patologis
o halusinasi auditorik: persepsi suara yang keliru, biasanya berupa suara
orang meski dapat saja berupa suara lain seperti musik, merupakan jenis
halusinasi yang paling sering ditemukan pada gangguan psikiatri
o halusinasi visual: persepsi penglihatan keliru yang dapat berupa bentuk
jelas (orang) atau pun bentuk tidak jelas (kilatan cahaya), sering kali
terjadi pada gangguan medis umum
o halusinasi penciuman: persepsi penghidu keliru yang seringkali terjadi
pada gangguan medis umum
o halusinasi pengecapan: persepsi pengecapan keliru seperti rasa tidak
enak sebagai gejala awal kejang, seringkali terjadi pada gangguan medis
umum
perasaan
yang
tidak
luap.
Sering
psikostimulansia
g.
Aleksitimia: adalah
menghayati
suasana
terjadi
pada
suatu
kondisi
perasaannya.
orang
yang
menggunakan
ketidakmampuan
Seringkali
individu
diungkapkan
zat
untuk
sebagai
i. Mood kosong: adalah kehidupan emosi yang sangat dangkal,tidak atau sangat
sedikit memiliki penghayatan suasana perasaan. Individu dengan mood
kosong
nyaris
kehilangan
keterlibatan
emosinya
dengan
kehidupan
Keadaan
delirium
sering
disertai
gangguan
persepsi
berupa
halusinasi atau ilusi. Biasanya orang dengan delirium akan sulit untuk
memusatkan, mempertahankan dan mengalihkan perhatian ( 3 P terganggu)
i. Kesadaran seperti mimpi (Dream like state): adalah gangguan kualitas
kesadaran yang terjadi pada serangan epilepsi psikomotor. Individu dalam
keadaan ini tidak menyadari apa yang dilakukannya meskipun tampak
seperti melakukan aktivitas normal. Perlu dibedakan dengan tidur berjalan
(sleep
walking)
yang
akan
tersadar
bila
diberikan
perangsangan
j. Twilight
state:
halusinasi.
keadaan
Seringkali
perubahan
terjadi
pada
kualitas
kesadaran
gangguan
kesadaran
yang
oleh
disertai
sebab
Stupor
Katatonia:
penurunan
aktivitas
motorik
secara
ekstrim,
d.
Flexibilitas cerea: keadaan sikap tubuh yang sedemikian rupa dapat diatur
Tilikan
Tilikan
Tilikan
Tilikan
derajat
derajat
derajat
derajat
metabolisme
oksidasi
glukosa.
Jaringan
otak
sangat
rentan
terhadap
perubahan oksigen dan glukosa darah, aliran darah berhenti 10 detik saja sudah
dapat menghilangkan kesadaran manusia. Berhenti dalam beberapa menit, merusak
permanen otak. Hipoglikemia yang berlangsung berkepanjangan juga merusak
jaringan otak (Prince dan Wilson, 2006).
Ketika lahir seorang bayi telah mempunyai 100 miliar sel otak yang aktif dan 900
miliar sel otak pendukung, setiap neuron mempunyai cabang hingg 10.000 cabang
otak
pada
minggu-minggu
pertama
lahir
diproduksi
250.000
neuroblast (sel saraf yang Belum matang), kecerdasan mulai berkembang dengan
terjadinya koneksi antar sel otak, tempat sel saraf bertemu disebut synapse, makin
banyak percabangan yang muncul, makin berkembanglah kecerdasan anak tersebut,
dan kecerdasan ini harus dilatih dan di stimulasi, tampa stimulasi yang baik, potensi
ini akan tersia-siakan (Liza, n.d.).
Otak manusia, adalah organ yang unik dan dasyat, tempat diaturnya proses berfikir,
berbahasa, kesadaran, emosi dan kepribadian, secara garis besar, otak terbagi dalam
3 bagian besar, yaitu neokortek atau kortex serebri, system limbik dan batang otak,
yang berkerja secara simbiosis. Bila neokortex berfungsi untuk berfikir, berhitung,
memori, bahasa, maka sistek limbik berfugsi dalam mengatur emosi dan memori
emosional, dan batang otak mengarur fungsi vegetasi tubuh antara lain denyut
jantung, aliran darah, kemampuan gerak atau motorik, Ketiganya bekerja bersama
saling mendukung dalam waktu yang bersamaan, tapi juga dapat bekerja secara
terpisah (Liza, n.d.).
Otak manusia mengatur dan mengkoordinir gerakan, perilaku dan fungsi tubuh,
homeostasis seperti tekanan darah, detak jantung, suhu tubuh, keseimbangan cairan,
keseimbangan hormonal, mengatur emosi, ingatan, aktivitas motorik dan lain-lain.
Otak terbentuk dari dua jenis sel: yaitu glia dan neuron. Glia berfungsi untuk
menunjang dan melindungi neuron, sedangkan neuron membawa informasi dalam
bentuk pulsa listrik yang di kenal sebagai potensial aksi. Mereka berkomunikasi
dengan neuron yang lain dan keseluruh tubuh dengan mengirimkan berbagai macam
bahan kimia yang disebut neurotransmitter. Neurotransmitter ini dikirimkan pada
celah yang di kenal sebagai sinapsis. Neurotransmiter paling mempengaruhi sikap,
emosi, dan perilaku seseorang yang ada antara lain Asetil kolin, dopamin, serotonin,
epinefrin, norepinefrin. Fungsi masing masing neurotransmiter dapat dilihat dibawah
ini (Liza, n.d.).
Neurotransmiter Lokasi dan Fungsi Implikasi pada Gangguan Jiwa Kolinergik:
Asetil kolin
a. Sistem saraf otonom simpatis dan parasimpatis, terminal saraf presinapsis
parasimpatik, terminal postsinapsis
b. Sistem saraf pusat : korteks serebral, hipokampus, struktur limbik, basal ganglia
c. Fungsi : tidur, bangun persepsi nyeri, pergerakan memori
a. Meningkatkan derajat depresi
b. Menurunkan derajat penyakit alzeimer, korea hutington, penyakit parkinson.
Monoamin:
Norepinefrin
a. Sistem saraf otonom terminal saraf post sinapsis simpatis
b. Sistem saraf pusat: talamus, sistem limbik, hipokampus, serebelum, korteks serebri
c. Fungsi pernafasan, pikiran, persepsi, daya penggerak, fungsi kardiovaskuler, tidur
dan bangun
a. Menurunkan derajat depresi
b. Meningkatkan derajat mania, keadaan kecemasan, skizofrenia.
Dopamin
a. Frontal korteks, sistem limbik, basal ganglia, talamus, hipofisis posterior, medula
spinalis
b. Fungsi: pergerakan dan koordinasi, emosional, penilaian, pelepasan prolaktin
a. Menurunkan derajat penyakit parkinson dan depresi
b. Meningkatkan derajat mania dan skizofrenia
Serotonin
a. Hipotalamus, talamus, sistem limbik, korteks serebral, serebelum, medula spinalis
b. Fungsi : tidur, bangun, libido, nafsu makan, perasaan, agresi persepsi nyeri,
koordinasi dan penilaian
a. Menurunkan derajat depresi
b. Meningkatkan derajat kecemasan
Histamin Hipotalamus Menurunkan derajat depresi
Asam amino
GABA (Gamma Amino Butyric Acid)
a. Hipotalamus, ipocampus, korteks, serebelum, basal ganglia, medula spinalis, retina
b. Fungsi: kemunduran aktivitas tubuh Menurunkan derajat korea huntington,
gangguan ansietas, skizofrenia, dan berbagai jenis epilepsi
Glisin
a. Medula spinalis, batang otak
b. Fungsi: menghambat motor neuron berulang Derajat toksik/keracunan glycine
encephalopaty
spinalis
dan
menuju
hipotalamus.
Serotonin
bekerja
sebagai
bahan
penghambat jaras rasa sakit dalam medula spinalis, dan kerjanya di daerah sistem
syaraf yang lebih tinggi diduga untuk membantu pengaturan kehendak seseorang,
bahkan mungkin juga menyebabkan tidur (Guyton dan Hall, 1997).
Serotonin berasal dari dekarboksilasi triptofan, merupakan vasokontriksi kuat dan
perangsang kontraksi otak polos. Produksi serotonin sangat meningkat pada karsinoid
ganas penyakit yang ditandai sel-sel tumor penghasil serotonin yang tersebar luas
didalam jaringan argentafin rongga abdomen. Sistem respons fisiologik pada stress
akut dan kronik, terdapat respon fight and flight dimana berperan hormon epinefrin,
norepinefrin
dan
dopamin,
respon
terhadap
ancaman
meliputi
penyesuaian
perpaduan banyak proses kompleks dalam organ-organ vital seperti otak, sistem
kardiovaskular, otot, hati dan terlihat sedikit pada organ kulit, gastrointestinal dan
jaringan limfoid (Liza, n.d.).
Sistem norepinefrin dan sistem serotonin normalnya menimbulkan dorongan bagi
sistem limbik untuk meningkatkan perasaan seseorang terhadap rasa nyaman,
menciptakan rasa bahagia, rasa puas, nafsu makan yang baik, dorongan seksual yang
sesuai, dan keseimbangan psikomotor, tapi bila terlalu banyak akan menyebabkan
serangan mania. Yang mendukung konsep ini adalah kenyataan bahwa pusat-pusat
reward dan punishment di otak pada hipotalamus dan daerah sekitarnya menerima
sejumlah besar ujung-ujung saraf dari sistem norepinefrin dan serotonin (Guyton dan
Hall, 1997).
Pada pasien penyakit jiwa seperti skizofrenia terdapat berbagai keadaan yang diyakini
disebabkan oleh salah satu atau lebih dari tiga kemungkinan berikut:
o Terjadi hambatan terhadap sinyal-sinyal saraf di berbagai area pada lobus
prefrontalis atau disfungsi pada pengolahan sinyal-sinyal;
o Perangsangan yang berlebihan terhadap sekelompok neuron yang mensekresi
dopamin dipusat-pusat perilaku otak, termasuk di lobus frontalis, dan atau;
o Abnormalitas fungsi dari bagian-bagian penting pada pusat-pusat sistem
pengatur tingkah laku limbik di sekeliling hipokampus otak (Guyton dan Hall,
1997).
Dopamin telah diduga kemungkinan penyebab skizofrenia secara tidak langsung
karena banyak pasien parkison yang mengalami gejala skizofrenia ketika diobati
dengan obat yang disebut L-DOPA. Obat ini melepaskan dopamin dalam otak, yang
sangat bermanfaat dalam mengobati parkinson, tetapi dalam waktu bersaman obat
ini menekan berbagai bagian lobus prefrontalis dan area yang berkaitan dengan
lainnya. Telah diduga bahwa pada skizofrenia terjadi kelebihan dopamin yang
disekresikan oleh sekelompok neuron yang mensekresikan dopamin yang badan
selnya terletak tegmentum ventral dari mesensefalon, disebelah medial dan anterior
dari sistem limbik, khususnya hipokampus, amigdala, nukleus kaudatus anterior dan
sebagian lobus frefrontalis ini semua pusat-pusat pengatur tingkah laku yang sangat
kuat. Suatu alasan yang sangat kuat. Suatu alasan yang lebih meyakinkan untuk
mempercayai skizofrenia mungkin disebabkan produksi dopamin yang berlebihan
ialah
bahwa
obat-obat
yang
bersifat
efektif
mengobati
skizofrenia
seperti
dan
dorongan
motivasional.
Bagian
utama
sistem
limbik
adalah
bersama-sama
disebut
fungsi
vegetatif
otak
yang
berkaitan
erat
penting
dalam
psikologi.
Hal
ini
dikarenakan
ia
menjelaskan
tahap
perkembangan manusia mulai dari lahir hingga lanjut usia; satu hal yang tidak
dilakukan oleh Freud. Selain itu karena Freud lebih banyak berbicara dalam wilayah
ketidaksadaran manusia, teori Erikson yang membawa aspek kehidupan sosial dan
fungsi budaya dianggap lebih realistis.
Teori Erikson dikatakan sebagai salah satu teori yang sangat selektif karena
didasarkan pada tiga alasan. Alasan yang pertama, karena teorinya sangat
representatif
merupakan
dikarenakan
salah
menekankan
satu
pada
perkembangan
aspek
pentingnya
dalam
menggambarkan
memiliki
yang
atau
eksplisit
hubungan
mendekati
perubahan
lingkaran
secara
kaitan
kehidupan,
mengenai
dengan
kepribadian
yang
dan
terjadi
yang
usahanya
ego
manusia.
pada
setiap
ketiga/terakhir
dalam
yang
Kedua,
tahap
adalah
mengabungkan
pengertian klinik dengan sosial dan latar belakang yang dapat memberikan
kekuatan/kemajuan dalam perkembangan kepribadian didalam sebuah lingkungan.
Melalui teorinya Erikson memberikan sesuatu yang baru dalam mempelajari
mengenai perilaku manusia dan merupakan suatu pemikiran yang sangat maju guna
memahami persoalan/masalah psikologi yang dihadapi oleh manusia pada jaman
modern seperti ini. Oleh karena itu, teori Erikson banyak digunakan untuk
menjelaskan kasus atau hasil penelitian yang terkait dengan tahap perkembangan,
baik anak, dewasa, maupun lansia.
Erikson dalam membentuk teorinya secara baik, sangat berkaitan erat dengan
kehidupan pribadinya dalam hal ini mengenai pertumbuhan egonya. Erikson
berpendapat
bahwa
pandangan-pandangannya
sesuai
dengan
ajaran
dasar
psikoanalisis yang diletakkan oleh Freud. Jadi dapat dikatakan bahwa Erikson adalah
seorang post-freudian atau neofreudian. Akan tetapi, teori Erikson lebih tertuju pada
masyarakat dan kebudayaan. Hal ini terjadi karena dia adalah seorang ilmuwan yang
punya ketertarikan terhadap antropologis yang sangat besar, bahkan dia sering
meminggirkan masalah insting dan alam bawah sadar. Oleh sebab itu, maka di satu
pihak ia menerima konsep struktur mental Freud, dan di lain pihak menambahkan
dimensi sosial-psikologis pada konsep dinamika dan perkembangan kepribadian yang
diajukan oleh Freud. Bagi Erikson, dinamika kepribadian selalu diwujudkan sebagai
sehingga
berpendapat bahwa tiap tahap psikososial juga disertai oleh krisis. Perbedaan dalam
setiap komponen kepribadian yang ada didalam tiap-tiap krisis adalah sebuah
masalah yang harus dipecahkan/diselesaikan. Konflik adalah sesuatu yang sangat
vital dan bagian yang utuh dari teori Erikson, karena pertumbuhan dan perkembangan
antar personal dalam sebuah lingkungan tentang suatu peningkatan dalam sebuah
sikap yang mudah sekali terkena serangan berdasarkan fungsi dari ego pada setiap
tahap
Erikson percaya epigenetic principle akan mengalami kemajuan atau kematangan
apabila dengan jelas dapat melihat krisis psikososial yang terjadi dalam lingkaran
kehidupan setiap manusia yang sudah dilukiskan dalam bentuk sebuah gambar Di
mana gambar tersebut memaparkan tentang delapan tahap perkembangan yang
pada umumnya dilalui dan dijalani oleh setiap manusia secara hirarkri seperti anak
tangga. Di dalam kotak yang bergaris diagonal menampilkan suatu gambaran
mengenai adanya hal-hal yang bermuatan positif dan negatif untuk setiap tahap
secara berturut-turut. Periode untuk tiap-tiap krisis, Erikson melukiskan mengenai
kondisi yang relatif berkaitan dengan kesehatan psikososial dan cocok dengan sakit
yang terjadi dalam kesehatan manusia itu sendiri.
Seperti telah dikemukakan di atas bahwa dengan berangkat dari teori tahap-tahap
perkembangan psikoseksual dari Freud yang lebih menekankan pada dorongandorongan seksual, Erikson mengembangkan teori tersebut dengan menekankan pada
aspek-aspek perkembangan sosial. Melalui teori yang dikembangkannya yang biasa
dikenal dengan sebutan Theory of Psychosocial Development (Teori Perkembangan
Psikososial), Erikson tidak berniat agar teori psikososialnya menggantikan baik teori
psikoseksual Freud maupun teori perkembangan kognitif Piaget. Ia mengakui bahwa
teori-teori ini berbicara mengenai aspek-aspek lain dalam perkembangan. Selain itu di
sisi lain perlu diketahui pula bahwa teori Erikson menjangkau usia tua sedangkan teori
Freud dan teori Piaget berhenti hanya sampai pada masa dewasa.
Meminjam kata-kata Erikson melalui seorang penulis buku bahwa apa saja yang
tumbuh memiliki sejenis rencana dasar, dan dari rencana dasar ini muncullah bagianbagian, setiap bagian memiliki waktu masing-masing untuk mekar, sampai semua
bagian bersama-sama ikut membentuk suatu keseluruhan yang berfungsi. Oleh
karena
itu,
melalui
mengemukakan
delapan
bahwa
dalam
tahap
setiap
perkembangan
tahap
yang
terdapat
ada
Erikson
ingin
maladaption/maladaptif
(adaptasi keliru) dan malignansi (selalu curiga) hal ini berlangsung kalau satu tahap
tidak berhasil dilewati atau gagal melewati satu tahap dengan baik maka akan
tumbuh maladaption/maladaptif dan juga malignansi, selain itu juga terdapat
ritualisasi
yaitu
berinteraksi
dengan
pola-pola
tertentu
dalam
setiap
tahap
perkembangan yang terjadi serta ritualisme yang berarti pola hubungan yang tidak
menyenangkan. Menurut Erikson delapan tahap perkembangan yang ada berlangsung
dalam jangka waktu yang teratur maupun secara hirarkri, akan tetapi jika dalam
tahap sebelumnya seseorang mengalami ketidakseimbangan seperti yang diinginkan
maka pada tahap sesudahnya dapat berlangsung kembali guna memperbaikinya.
Delapan tahap/fase perkembangan kepribadian menurut Erikson memiliki ciri utama
setiap tahapnya adalah di satu pihak bersifat biologis dan di lain pihak bersifat sosial,
yang berjalan melalui krisis diantara dua polaritas. Adapun tingkatan dalam delapan
tahap perkembangan yang dilalui oleh setiap manusia menurut Erikson adalah
sebagai berikut :
Kedelapan tahapan perkembangan kepribadian dapat digambarkan dalam tabel
berikut ini :
Tahapan Perkembangan Kepribadian
Developmental Stage Basic Components
Infancy (0-1 thn)
Early childhood (1-3 thn)
Preschool age (4-5 thn)
School age (6-11 thn)
Adolescence (12-10 thn)
Young adulthood ( 21-40 thn)
Adulthood (41-65 thn)
Senescence (+65 thn) Trust vs Mistrust
Autonomy vs Shame, Doubt
Initiative vs Guilt
Industry vs Inferiority
Identity vs Identity Confusion
Intimacy vs Isolation
Generativity vs Stagnation
Ego Integrity vs Despair
1. Trust vs Mistrust (Kepercayaan vs Kecurigaan)
Masa bayi (infancy) ditandai adanya kecenderungan trust mistrust. Perilaku bayi
didasari oleh dorongan mempercayai atau tidak mempercayai orang-orang di
sekitarnya. Dia sepenuhnya mempercayai orang tuanya, tetapi orang yang dianggap
asing dia tidak akan mempercayainya. Oleh karena itu kadang-kadang bayi menangis
bila di pangku oleh orang yang tidak dikenalnya. Ia bukan saja tidak percaya kepada
orang-orang yang asing tetapi juga kepada benda asing, tempat asing, suara asing,
perlakuan asing dan sebagainya. Kalau menghadapi situasi-situasi tersebut seringkali
bayi menangis
Tahap ini berlangsung pada masa oral, kira-kira terjadi pada umur 0-1 atau 1 tahun.
Tugas yang harus dijalani pada tahap ini adalah menumbuhkan dan mengembangkan
kepercayaan
tanpa
harus
menekan
kemampuan
untuk
hadirnya
suatu
ketidakpercayaan. Kepercayaan ini akan terbina dengan baik apabila dorongan oralis
pada bayi terpuaskan, misalnya untuk tidur dengan tenang, menyantap makanan
dengan nyaman dan tepat waktu, serta dapat membuang kotoron (eliminsi) dengan
sepuasnya. Oleh sebab itu, pada tahap ini ibu memiliki peranan yang secara kwalitatif
sangat menentukan perkembangan kepribadian anaknya yang masih kecil.
Apabila seorang ibu bisa memberikan rasa hangat dan dekat, konsistensi dan
kontinuitas kepada bayi mereka, maka bayi itu akan mengembangkan perasaan
dengan menganggap dunia khususnya dunia sosial sebagai suatu tempat yang aman
untuk didiami, bahwa orang-orang yang ada didalamnya dapat dipercaya dan saling
menyayangi. Kepuasaan yang dirasakan oleh seorang bayi terhadap sikap yang
diberikan oleh ibunya akan menimbulkan rasa aman, dicintai, dan terlindungi. Melalui
pengalaman dengan orang dewasa tersebut bayi belajar untuk mengantungkan diri
dan percaya kepada mereka. Hasil dari adanya kepercayaan berupa kemampuan
mempercayai lingkungan dan dirinya serta juga mempercayai kapasitas tubuhnya
dalam berespon secara tepat terhadap lingkungannya.
Sebaliknya, jika seorang ibu tidak dapat memberikan kepuasan kepada bayinya, dan
tidak dapat memberikan rasa hangat dan nyaman atau jika ada hal-hal lain yang
membuat ibunya berpaling dari kebutuhan-kebutuhannya demi memenuhi keinginan
mereka sendiri, maka bayi akan lebih mengembangkan rasa tidak percaya, dan dia
akan selalu curiga kepada orang lain.
Hal ini jangan dipahami bahwa peran sebagai orangtua harus serba sempurna tanpa
ada kesalahan/cacat. Karena orangtua yang terlalu melindungi anaknya pun akan
menyebabkan anak punya kecenderungan maladaptif. Erikson menyebut hal ini
dengan sebutan salah penyesuaian indrawi. Orang yang selalu percaya tidak akan
pernah mempunyai pemikiran maupun anggapan bahwa orang lain akan berbuat
jahat padanya, dan akan memgunakan seluruh upayanya dalam mempertahankan
cara pandang seperti ini. Dengan kata lain,mereka akan mudah tertipu atau
dibohongi. Sebaliknya, hal terburuk dapat terjadi apabila pada masa kecilnya sudah
merasakan ketidakpuasan yang dapat mengarah pada ketidakpercayaan. Mereka
akan berkembang pada arah kecurigaan dan merasa terancam terus menerus. Hal ini
ditandai dengan munculnya frustasi, marah, sinis, maupun depresi.
Pada dasarnya setiap manusia pada tahap ini tidak dapat menghindari rasa kepuasan
namun juga rasa ketidakpuasan yang dapat menumbuhkan kepercayaan dan
ketidakpercayaan. Akan tetapi, hal inilah yang akan menjadi dasar kemampuan
seseorang pada akhirnya untuk dapat menyesuaikan diri dengan baik. Di mana setiap
individu perlu mengetahui dan membedakan kapan harus percaya dan kapan harus
tidak percaya dalam menghadapi berbagai tantangan maupun rintangan yang
menghadang pada perputaran roda kehidupan manusia tiap saat.
Adanya perbandingan yang tepat atau apabila keseimbangan antara kepercayaan dan
ketidakpercayaan
terjadi
pada
tahap
ini
dapat
mengakibatkan
tumbuhnya
pengharapan. Nilai lebih yang akan berkembang di dalam diri anak tersebut yaitu
harapan dan keyakinan yang sangat kuat bahwa kalau segala sesuatu itu tidak
berjalan sebagaimana mestinya, tetapi mereka masih dapat mengolahnya menjadi
baik.
Pada aspek lain dalam setiap tahap perkembangan manusia senantiasa berinteraksi
atau saling berhubungan dengan pola-pola tertentu (ritualisasi). Oleh sebab itu, pada
tahap ini bayi pun mengalami ritualisasi di mana hubungan yang terjalin dengan
ibunya dianggap sebagai sesuatu yang keramat (numinous). Jika hubungan tersebut
terjalin dengan baik, maka bayi akan mengalami kepuasan dan kesenangan
tersendiri. Selain itu, Alwisol berpendapat bahwa numinous ini pada akhirnya akan
menjadi dasar bagaimana orang menghadapi/berkomunikasi dengan orang lain,
dengan penuh penerimaan, penghargaan, tanpa ada ancaman dan perasaan takut.
Sebaliknya, apabila dalam hubungan tersebut bayi tidak mendapatkan kasih sayang
dari seorang ibu akan merasa terasing dan terbuang, sehingga dapat terjadi suatu
pola kehidupan yang lain di mana bayi merasa berinteraksi secara interpersonal atau
sendiri dan dapat menyebabkan adanya idolism (pemujaan). Pemujaan ini dapat
diartikan dalam dua arah yaitu anak akan memuja dirinya sendiri, atau sebaliknya
anak akan memuja orang lain.
2. Otonomi vs Perasaan Malu dan Ragu-ragu
Masa kanak-kanak awal (early childhood) ditandai adanya kecenderungan autonomy
shame, doubt. Pada masa ini sampai batas-batas tertentu anak sudah bisa berdiri
sendiri, dalam arti duduk, berdiri, berjalan, bermain, minum dari botol sendiri tanpa
ditolong oleh orang tuanya, tetapi di pihak lain dia telah mulai memiliki rasa malu dan
keraguan dalam berbuat, sehingga seringkali minta pertolongan atau persetujuan dari
orang tuanya.
Pada tahap kedua adalah tahap anus-otot (anal-mascular stages), masa ini biasanya
disebut masa balita yang berlangsung mulai dari usia 18 bulan sampai 3 atau 4
tahun. Tugas yang harus diselesaikan pada masa ini adalah kemandirian (otonomi)
sekaligus dapat memperkecil perasaan malu dan ragu-ragu. Apabila dalam menjalin
suatu relasi antara anak dan orangtuanya terdapat suatu sikap/tindakan yang baik,
maka dapat menghasilkan suatu kemandirian. Namun, sebaliknya jika orang tua
dalam mengasuh anaknya bersikap salah, maka anak dalam perkembangannya akan
mengalami sikap malu dan ragu-ragu. Dengan kata lain, ketika orang tua dalam
mengasuh anaknya sangat memperhatikan anaknya dalam aspek-aspek tertentu
misalnya mengizinkan seorang anak yang menginjak usia balita untuk dapat
mengeksplorasikan
dan
mengubah
lingkungannya,
anak
tersebut
akan
bisa
keberadaan mereka selalu bergantung pada apa yang mereka lakukan, karena itu
segala sesuatunya harus dilakukan secara sempurna. Apabila tidak dilakukan dengan
sempurna maka mereka tidak dapat menghindari suatu kesalahan yang dapat
menimbulkan adanya rasa malu dan ragu-ragu.
Jikalau dapat mengatasi krisis antara kemandirian dengan rasa malu dan ragu-ragu
dapat diatasi atau jika diantara keduanya terdapat keseimbangan, maka nilai positif
yang dapat dicapai yaitu adanya suatu kemauan atau kebulatan tekad. Meminjam
kata-kata dari Supratiknya yang menyatakan bahwa kemauan menyebabkan anak
secara bertahap mampu menerima peraturan hukum dan kewajiban.
Ritualisasi yang dialami oleh anak pada tahap ini yaitu dengan adanya sifat bijaksana
dan legalisme. Melalui tahap ini anak sudah dapat mengembangkan pemahamannya
untuk dapat menilai mana yang salah dan mana yang benar dari setiap gerak atau
perilaku orang lain yang disebut sebagai sifat bijaksana. Sedangkan, apabila dalam
pola pengasuhan terdapat penyimpangan maka anak akan memiliki sikap legalisme
yakni merasa puas apabila orang lain dapat dikalahkan dan dirinya berada pada pihak
yang menang sehingga anak akan merasa tidak malu dan ragu-ragu walaupun pada
penerapannya menurut Alwisol mengarah pada suatu sifat yang negatif yaitu tanpa
ampun, dan tanpa rasa belas kasih.
3. Inisiatif vs Kesalahan
Masa pra sekolah (Preschool Age) ditandai adanya kecenderungan initiative guilty.
Pada masa ini anak telah memiliki beberapa kecakapan, dengan kecakapankecakapan tersebut dia terdorong melakukan beberapa kegiatan, tetapi karena
kemampuan anak tersebut masih terbatas adakalanya dia mengalami kegagalan.
Kegagalan-kegagalan tersebut menyebabkan dia memiliki perasaan bersalah, dan
untuk sementara waktu dia tidak mau berinisatif atau berbuat.
Tahap ketiga ini juga dikatakan sebagai tahap kelamin-lokomotor (genital-locomotor
stage) atau yang biasa disebut tahap bermain. Tahap ini pada suatu periode tertentu
saat anak menginjak usia 3 sampai 5 atau 6 tahun, dan tugas yang harus diemban
seorang anak pada masa ini ialah untuk belajar punya gagasan (inisiatif) tanpa
banyak terlalu melakukan kesalahan. Masa-masa bermain merupakan masa di mana
seorang anak ingin belajar dan mampu belajar terhadap tantangan dunia luar, serta
mempelajari kemampuan-kemampuan baru juga merasa memiliki tujuan. Dikarenakan
sikap inisiatif merupakan usaha untuk menjadikan sesuatu yang belum nyata menjadi
nyata, sehingga pada usia ini orang tua dapat mengasuh anaknya dengan cara
mendorong anak untuk mewujudkan gagasan dan ide-idenya. Akan tetapi, semuanya
akan terbalik apabila tujuan dari anak pada masa genital ini mengalami hambatan
karena dapat mengembangkan suatu sifat yang berdampak kurang baik bagi dirinya
yaitu merasa berdosa dan pada klimaksnya mereka seringkali akan merasa bersalah
atau malah akan mengembangkan sikap menyalahkan diri sendiri atas apa yang
mereka rasakan dan lakukan.
Ketidakpedulian (ruthlessness) merupakan hasil dari maladaptif yang keliru, hal ini
terjadi saat anak memiliki sikap inisiatif yang berlebihan namun juga terlalu minim.
Orang yang memiliki sikap inisiatif sangat pandai mengelolanya, yaitu apabila mereka
mempunyai suatu rencana baik itu mengenai sekolah, cinta, atau karir mereka tidak
peduli terhadap pendapat orang lain dan jika ada yang menghalangi rencananya apa
dan siapa pun yang harus dilewati dan disingkirkan demi mencapai tujuannya itu.
Akan tetapi bila anak saat berada pada periode mengalami pola asuh yang salah yang
menyebabkan anak selalu merasa bersalah akan mengalami malignansi yaitu akan
sering berdiam diri (inhibition). Berdiam diri merupakan suatu sifat yang tidak
memperlihatkan suatu usaha untuk mencoba melakukan apa-apa, sehingga dengan
berbuat seperti itu mereka akan merasa terhindar dari suatu kesalahan.
Kecenderungan atau krisis antara keduanya dapat diseimbangkan, maka akan lahir
suatu kemampuan psikososial adalah tujuan (purpose). Selain itu, ritualisasi yang
terjadi pada masa ini adalah masa dramatik dan impersonasi. Dramatik dalam
pengertiannya dipahami sebagai suatu interaksi yang terjadi pada seorang anak
dengan memakai fantasinya sendiri untuk berperan menjadi seseorang yang berani.
Sedangkan impersonasi dalam pengertiannya adalah suatu fantasi yang dilakukan
oleh seorang anak namun tidak berdasarkan kepribadiannya. Oleh karena itu,
rangakain kata yang tepat untuk menggambarkan masa ini pada akhirnya bahwa
keberanian,
kemampuan
pemahaman
mengenai
untuk
bertindak
keterbatasan
dan
tidak
terlepas
kesalahan
dari
yang
kesadaran
pernah
dan
dilakukan
sebelumnya.
4. Kerajinan vs Inferioritas
Masa Sekolah (School Age) ditandai adanya kecenderungan industryinferiority.
Sebagai kelanjutan dari perkembangan tahap sebelumnya, pada masa ini anak sangat
aktif mempelajari apa saja yang ada di lingkungannya. Dorongan untuk mengatahui
dan berbuat terhadap lingkungannya sangat besar, tetapi di pihak lain karena
keterbatasan-keterbatasan kemampuan dan pengetahuannya kadang-kadang dia
dengan istilah formal. Sedangkan pada pihak lain jikalau anak mampu mengerjakan
segala sesuatu dengan mempergunakan cara atau metode yang sesuai dengan
aturan yang ditentukan untuk memperoleh hasil yang sempurna, maka anak akan
memiliki sikap kaku dan hidupnya sangat terpaku pada aturan yang berlaku. Hal inilah
yang dapat menyebabkan relasi dengan orang lain menjadi terhambat. Peristiwa ini
biasanya dikenal dengan istilah formalism.
5. Identitas vs Kekacauan Identitas
Tahap kelima merupakan tahap adolesen (remaja), yang dimulai pada saat masa
puber dan berakhir pada usia 18 atau 20 tahun. Masa Remaja (adolescence) ditandai
adanya kecenderungan identity Identity Confusion. Sebagai persiapan ke arah
kedewasaan didukung pula oleh kemampuan dan kecakapan-kecakapan yang
dimilikinya dia berusaha untuk membentuk dan memperlihatkan identitas diri, ciri-ciri
yang khas dari dirinya. Dorongan membentuk dan memperlihatkan identitasdiri ini,
pada para remaja sering sekali sangat ekstrim dan berlebihan, sehingga tidak jarang
dipandang oleh lingkungannya sebagai penyimpangan atau kenakalan. Dorongan
pembentukan identitas diri yang kuat di satu pihak, sering diimbangi oleh rasa setia
kawan dan toleransi yang besar terhadap kelompok sebayanya. Di antara kelompok
sebaya mereka mengadakan pembagian peran, dan seringkali mereka sangat patuh
terhadap peran yang diberikan kepada masing-masing anggota.
Pencapaian identitas pribadi dan menghindari peran ganda merupakan bagian dari
tugas yang harus dilakukan dalam tahap ini. Menurut Erikson masa ini merupakan
masa yang mempunyai peranan penting, karena melalui tahap ini orang harus
mencapai tingkat identitas ego, dalam pengertiannya identitas pribadi berarti
mengetahui siapa
dirinya
dan bagaimana
cara
seseorang terjun ke
tengah
masyarakat. Lingkungan dalam tahap ini semakin luas tidak hanya berada dalam area
keluarga, sekolah namun dengan masyarakat yang ada dalam lingkungannya. Masa
pubertas terjadi pada tahap ini, kalau pada tahap sebelumnya seseorang dapat
menapakinya
dengan
baik
maka
segenap
identifikasi
di
masa
kanak-kanak
diintrogasikan dengan peranan sosial secara aku, sehingga pada tahap ini mereka
sudah dapat melihat dan mengembangkan suatu sikap yang baik dalam segi
kecocokan antara isi dan dirinya bagi orang lain, selain itu juga anak pada jenjang ini
dapat merasakan bahwa mereka sudah menjadi bagian dalam kehidupan orang lain.
Semuanya itu terjadi karena mereka sudah dapat menemukan siapakah dirinya.
Identitas ego merupakan kulminasi nilai-nilai ego sebelumnya yang merupakan ego
sintesis. Dalam arti kata yang lain pencarian identitas ego telah dijalani sejak berada
dalam tahap pertama/bayi sampai seseorang berada pada tahap terakhir/tua. Oleh
karena itu, salah satu point yang perlu diperhatikan yaitu apabila tahap-tahap
sebelumnya berjalan kurang lancar atau tidak berlangsung secara baik, disebabkan
anak tidak mengetahui dan memahami siapa dirinya yang sebenarnya ditengahtengah pergaulan dan struktur sosialnya, inilah yang disebut dengan identity
confusion atau kekacauan identitas.
Akan tetapi di sisi lain jika kecenderungan identitas ego lebih kuat dibandingkan
dengan kekacauan identitas, maka mereka tidak menyisakan sedikit ruang toleransi
terhadap masyarakat yang bersama hidup dalam lingkungannya. Erikson menyebut
maladaptif ini dengan sebutan fanatisisme. Orang yang berada dalam sifat
fanatisisme ini menganggap bahwa pemikiran, cara maupun jalannyalah yang terbaik.
Sebaliknya, jika kekacauan identitas lebih kuat dibandingkan dengan identitas ego
maka Erikson menyebut malignansi ini dengan sebutan pengingkaran. Orang yang
memiliki sifat ini mengingkari keanggotaannya di dunia orang dewasa atau
masyarakat akibatnya mereka akan mencari identitas di tempat lain yang merupakan
bagian dari kelompok yang menyingkir dari tuntutan sosial yang mengikat serta mau
menerima dan mengakui mereka sebagai bagian dalam kelompoknya.
Kesetiaan akan diperoleh sebagi nilai positif yang dapat dipetik dalam tahap ini,
jikalau antara identitas ego dan kekacauan identitas dapat berlangsung secara
seimbang, yang mana kesetiaan memiliki makna tersendiri yaitu kemampuan hidup
berdasarkan standar yang berlaku di tengah masyarakat terlepas dari segala
kekurangan, kelemahan, dan ketidakkonsistennya. Ritualisasi yang nampak dalam
tahap adolesen ini dapat menumbuhkan ediologi dan totalisme.
6. Keintiman vs Isolasi
Tahap pertama hingga tahap kelima sudah dilalui, maka setiap individu akan
memasuki jenjang berikutnya yaitu pada masa dewasa awal yang berusia sekitar 2030 tahun. Masa Dewasa Awal (Young adulthood) ditandai adanya kecenderungan
intimacy isolation. Kalau pada masa sebelumnya, individu memiliki ikatan yang kuat
dengan kelompok sebaya, namun pada masa ini ikatan kelompok sudah mulai
longgar. Mereka sudah mulai selektif, dia membina hubungan yang intim hanya
dengan orang-orang tertentu yang sepaham. Jadi pada tahap ini timbul dorongan
untuk membentuk hubungan yang intim dengan orang-orang tertentu, dan kurang
akrab atau renggang dengan yang lainnya.
Jenjang ini menurut Erikson adalah ingin mencapai kedekatan dengan orang lain dan
berusaha menghindar dari sikap menyendiri. Periode diperlihatkan dengan adanya
hubungan spesial dengan orang lain yang biasanya disebut dengan istilah pacaran
guna memperlihatkan dan mencapai kelekatan dan kedekatan dengan orang lain. Di
mana muatan pemahaman dalam kedekatan dengan orang lain mengandung arti
adanya kerja sama yang terjalin dengan orang lain. Akan tetapi, peristiwa ini akan
memiliki pengaruh yang berbeda apabila seseorang dalam tahap ini tidak mempunyai
kemampuan untuk menjalin relasi dengan orang lain secara baik sehingga akan
tumbuh sifat merasa terisolasi. Erikson menyebut adanya kecenderungan maladaptif
yang muncul dalam periode ini ialah rasa cuek, di mana seseorang sudah merasa
terlalu bebas, sehingga mereka dapat berbuat sesuka hati tanpa memperdulikan dan
merasa tergantung pada segala bentuk hubungan misalnya dalam hubungan dengan
sahabat, tetangga, bahkan dengan orang yang kita cintai/kekasih sekalipun.
Sementara dari segi lain/malignansi Erikson menyebutnya dengan keterkucilan, yaitu
kecenderungan orang untuk mengisolasi/menutup diri sendiri dari cinta, persahabatan
dan masyarakat, selain itu dapat juga muncul rasa benci dan dendam sebagai bentuk
dari kesendirian dan kesepian yang dirasakan.
Oleh sebab itu, kecenderungan antara keintiman dan isoalasi harus berjalan dengan
seimbang guna memperoleh nilai yang positif yaitu cinta. Dalam konteks teorinya,
cinta berarti kemampuan untuk mengenyampingkan segala bentuk perbedaan dan
keangkuhan lewat rasa saling membutuhkan. Wilayah cinta yang dimaksudkan di sini
tidak hanya mencakup hubungan dengan kekasih namun juga hubungan dengan
orang tua, tetangga, sahabat, dan lain-lain.
Ritualisasi yang terjadi pada tahan ini yaitu adanya afiliasi dan elitisme. Afilisiasi
menunjukkan
suatu
sikap
yang
baik
dengan
mencerminkan
sikap
untuk
kecakapan,
sehingga
tetap
pengetahuan
dan
kecakapannya
terbatas.
Untuk
menyebabkan
maladaptif
yang
biasa
disebut
Erikson
berandai-andai,
sementara mereka tidak mau menghadapi kesulitan dan kenyataan di masa tua.
Sebaliknya, jika kecenderungan kecemasan lebih kuat dibandingkan dengan integritas
maupun secara malignansi yang disebut dengan sikap menggerutu, yang diartikan
Erikson sebagai sikap sumaph serapah dan menyesali kehidupan sendiri. Oleh karena
itu, keseimbangan antara integritas dan kecemasan itulah yang ingin dicapai dalam
masa usia senja guna memperoleh suatu sikap kebijaksanaan.
SKIZOFRENIA PARANOID
SKIZOFRENIA
Pengertian Skizofrenia.
Menurut Nevid, dkk (2005) skizofrenia adalah gangguan psikotik menetap yang
mencakup gangguan pada perilaku, pikiran, emosi dan persepsi. Menurut Kaplan, dkk
(2010), skizofrenia adalah gangguan psikotik yang kronik, pada orang yang
mengalaminya tidak dapat menilai realitas dengan baik dan pemahaman diri buruk.
Skizofrenia dengan onset masa anak-anak pada pengertiannya adalah sama dengan
skizofrenia pada masa remaja dan masa dewasa. Walaupun jarang, skizofrenia pada
anak-anak prapubertal ada sekurangnya dua hal berikut: halusinasi, waham, bicara
atau perilaku yang jelas terdisorganisasi, dan menarik diri yang parah sekurangkurangnya satu bulan. Disfungsi sosial dan akademik harus ada, dan tanda gangguan
harus menetap terus-menerus selama sekurangnya enam bulan. (Kaplan, dkk 2010).
Skizofrenia biasanya berkembang pada masa remaja akhir atau dewasa awal, tepat
pada saat orang mulai keluar dari keluarga menuju ke dunia luar (Cowan & Kandel,
Harrop & Trower), dikutif Nevid, dkk (2005). Orang yang mengidap skizofrenia semakin
lama semakin terlepas dari masyarakat. Mereka gagal untuk berfungsi sesuai peran
yang diharapkan sebagai pelajar, pekerja, atau pasangan, dan keluarga serta
komunitas mereka menjadi kurang toleran terhadap perilaku mereka yang
menyimpang. Gangguan ini biasa berkembang pada akhir masa remaja atau awal usia
20 tahun lebih, pada masa dimana otak sudah mencapai kematangan yang penuh.
Pada sekitar tiga dari empat kasus, tanda-tanda pertama dari skizofrenia tampak pada
usia 25 tahun (Keith, Regier & Rae) dikutif Nevid, dkk (2005).
Skizofrenia adalah penyakit yang mempengaruhi lingkup yang luas dari proses
psikologis, mencakup kognisi, afek, dan perilaku. Orang-orang dengan skizofrenia
menunjukkan kemunduran yang jelas dalam fungsi pekerjaan dan sosial. Mereka
mungkin mengalami kesulitan mempertahankan pembicaraan, membentuk
pertemanan, mempertahankan pekerjaan, atau memperhatikan kebersihan pribadi
mereka. Namun demikian tidak ada satu pola perilaku yang unik pada skizofrenia,
demikian pula tidak ada satu pola perilaku yang selalu muncul pada penderita
skizofrenia. Penderita skizofrenia mungkin menunjukkan waham, masalah dalam
pikiran asosiatif, dan halusinasi, pada satu atau lain waktu, namun tidak selalu semua
tampil pada saat bersamaan. Juga terdapat perbedaan ragam atau jenis skizofrenia,
dicirikan pada pola-pola perilaku yang berbeda (Navid, dkk, 2005).
Dalam beberapa kasus, skizofrenia menyerang manusia usia muda antara 15 hingga
30 tahun, tetapi serangan kebanyakan terjadi pada usia 40 tahun ke atas. Skizofrenia
bisa menyerang siapa saja tanpa mengenal jenis kelamin, ras, maupun tingkat sosial
ekonomi. Diperkirakan penderita skizofrenia sebanyak 1 % dari jumlah manusia yang
ada di bumi.
Skizofrenia tidak bisa disembuhkan sampai sekarang. Tetapi dengan bantuan Psikiater
dan obat-obatan, skizofrenia dapat dikontrol. Pemulihan memang kadang terjadi,
tetapi tidak bisa diprediksikan. Dalam beberapa kasus, penderita menjadi lebih baik
dari sebelumnya. Keringanan gejala selalu nampak dalam 2 tahun pertama setelah
penderita diobati, dan berangsur-angsur menjadi jarang setelah 5 tahun pengobatan.
Pada umur yang lanjut, di atas 40 tahun, kehidupan penderita skizofrenia yang diobati
akan semakin baik, dosis obat yang diberikan akan semakin berkurang, dan frekuensi
pengobatan akan semakin jarang.Peranan Psikolog juga sangat penting dan
mendukung penanganan penderita skizofrenia melalui psikotherapy dengan CBT :
Cognitive Behavior Therapy yang menggunakan berbagai teknik yang terdiri dari 25
macam teknik. Ada serangkaian teknik terapi CBT menurut beberapa tokoh sebagai
berikut :
1) Book
dan
Randal
(2002),
merekomendasikan
farmakoterapi
yang
dikombinasikan dengan psikoterapi, yakni Cognitive Behavioral Therapy.
Komponen Terapi Kognitif Perilaku yang direkomendasikannya antara lain :
exposure, restrukturisasi kognitif, latihan relaksasi, dan pelatihan keterampilan
sosial.
2) Feeney (2004), dalam 31 sesi terapinya menggunakan beberapa tehnik yakni:
self-monitoring, restrukturisasi kognitif, relaksasi otot dan latihan pernafasan,
exposure dan parodoxical intention.
3) Halford, Doolan, dan Eadie (2002), dalam mengatasi gangguan kecemasan dan
depresi menggunakan psikoedukasi, mengajarkan strategi manajemen
kecemasan, restrukturisasi kognitif, latihan relaksasi, pelatihan keterampilan
komunikasi, penjadwalan aktivitas yang menyenangkan, dan exposure.
4) Karp dan Dugas (2003), menggunakan psikoedukasi, training problem solving,
role play, kognitif re-evaluasi, fade-out dan relaps prevention. Tentunya disertai
dengan masa follow-up setelah dua bulan pasca terapi. Semuanya terlaksana
dalam 16 sesi terapi, selama 20 minggu.
5) Rector, Kocovski, dan Ryder (2006) untuk mengatasi kecemasan sosial dan
ketidaknyamanan terhadap orang lain menerapkan beberapa elemen tretmen,
skizofrenia tertawa sendiri atau berbicara sendiri dengan keras tanpa memperdulikan
sekelilingnya. Semua itu membuat penderita skizofrenia tidak bisa memahami siapa
dirinya, tidak berpakaian, dan tidak bisa mengerti apa itu manusia. Dia juga tidak bisa
mengerti kapan dia lahir, dimana dia berada, dan sebagainya.
Waham kebesaran adalah waham peningkatan kemampuan, kekuatan, pengetahuan,
identitas, atau hubungan khusus dengan dewa atau orang terkenal. Waham
merupakan anggapan tentang orang yang hypersensitif, dan mekanisme ego spesifik,
reaksi formasi dan penyangkalan. Klien dengan waham, menggunakan mekanisme
pertahanan reaksi formasi, penyangkalan dan proyeksi. Pada reaksi formasi,
digunakan sebagai pertahanan melawan agresi, kebutuhan, ketergantungan dan
perasaan cinta. Kebutuhan akan ketergantungan ditransformasikan menjadi
kemandirian yang kokoh. Penyangkalan, digunakan untuk menghindari kesadaran
akan kenyataan yang menyakitkan. Proyeksi digunakan untuk melindungi diri dari
mengenal impuls yang tidak dapat diterima di dalam dirinya sendiri. Hypersensitivitas
dan perasaan inferioritas, telah dihipotesiskan menyebabkan reaksi formasi dan
proyeksi, waham kebesaran dan superioritas. Waham juga dapat muncul dari hasil
pengembangan pikiran rahasia yang menggunakan fantasi sebagai cara untuk
meningkatkan harga diri mereka yang terluka. Waham kebesaran merupakan regresi
perasaan maha kuasa dari anak-anak, dimana perasaan akan kekuatan yang tidak
dapat disangkal dan dihilangkan (Kaplan, dkk, 2010).
Macam-macam waham :
a) Waham kejar, yaitu keyakinan bahwa orang lain atau lingkungan memusuhi
atau mencurigai dirinya. Misalnya merasa ada orang yang ingin membunuhnya,
memata-matai, atau membicarakan kejelekannya.
b) Waham kebesaran (grandeur), yaitu keyakinan bahwa dirinya mempunyai
kekuatan, kekuasaan, kedudukan, kekayaan berlimpah, pendidikan tinggi, atau
kepandaian yang luar biasa. Misalnya seseorang yakin bahwa dirinya seorang
raja.
c) Waham nihilistik, yaitu penyangkalan terhadap keberadaan dirinya atau
lingkungan. Misalnya yakin bahwa dia sendiri sudah mati, dunia ini tidak ada,
dan sebagainya.
d) Waham keagamaan, yaitu keyakinan yang berhubungan dengan keagamaan.
Misalnya merasa dirinya seorang nabi; merasa dalam waktu 10 hari akan terjadi
kiamat di suatu tempat.
e) Waham dosa, yaitu keyakinan pada dirinya bahwa ia telah melakukan dosa yang
sangat besar dan tidak mungkin terampuni, karenanya ia bertanggung jawab
atas kejadian-kejadian tertentu. Misalnya kematian orang tua diyakini akibat
dosa yang diperbuatnya.
f) Waham pengaruh, yaitu keyakinan bahwa pikiran, emosi, atau tingkah lakunya
dipengaruhi oleh kekuatan dari luar yang tidak terlihat atau ghaib.
g) Waham somatik atau hipokondrik, yaitu keyakinan bahwa keadaan tubuhnya
sudah tidak mungkin benar atau sakit. Misalnya yakin bahwa ususnya telah
busuk, di perutnya ada gajah, dan sebagainya.
h) Waham sakit, yaitu keyakinan bahwa seluruh atau sebagian tubuhnya sedang
dilanda penyakit yang kronis.
i) Waham hubungan, yaitu interpretasi yang salah dari pembicaraan, kejadian,
atau gerak-gerik yang dirasakan berhubungan langsung dengan dirinya.
j) Halusinasi adalah gejala-gejala psikotik dari gangguan perseptual di mana
berbagai hal dilihat, didengar, atau diindra meskipun hal-hal itu tidak riil atau
benar-benar ada (Durand, dkk, 2007).
Macam-macam halusinasi :
a) Halusinasi Pendengaran, misalnya; mendengar suara-suara yang berbisik,
melengking, mendesir, bising, atau kata-kata. Ada suara terdengar ditelinga,
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
i)
j)
k)
l)
Halusinasi selalu terjadi saat rangsangan terlalu kuat dan otak tidak mampu
menginterpretasikan dan merespon pesan atau rangsangan yang datang. Penderita
skizofrenia mungkin mendengar suara-suara atau melihat sesuatu yang sebenarnya
tidak ada, atau mengalami suatu sensasi yang tidak biasa pada tubuhnya. Auditory
hallucinations, gejala yang biasanya timbul, yaitu penderita merasakan ada suara dari
dalam dirinya. Kadang suara itu dirasakan menyejukkan hati, memberi kedamaian,
tapi kadang suara itu menyuruhnya melakukan sesuatu yang sangat berbahaya,
seperti bunuh diri.
Perilaku pasien yang teramati : menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara, gerakan mata yang cepat, respon
verbal yang lamban, diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan.
Condemning (secara umum halusinasi menjijikkan). Karakteristik : pengalaman
sensori bersifat menjijikkan dan menakutkan, orang yang berhalusinasi mulai merasa
kehilangan kendali dan berusaha untuk menjauhkan dirinya dari sumber yang
dipersepsikan, individu mungkin merasa malu karena pengalaman sensorinya dan
menarik diri dari orang lain (nonpsikotik).
Perilaku pasien yang teramati : peningkatan saraf otonom yang menunjukan ansietas
misalnya peningkatan nadi, pernapasan dan tekanan darah, penyempitan
kemampuan konsentrasi, dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin
kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realitas. Controling
(pengalaman sensori menjadi penguasa). Orang yang berhalusinasi menyerah untuk
melawan pengalaman halusinasinya dan membiarkan halusinasi menguasai dirinya,
isi halusinasi dapat berupa permohonan, individu mungkin mengalami kesepian jika
pengalaman sensori tersebut berakhir. Perilaku pasien yang teramati : lebih
TERAPI
Ganguan jiwa skizofrenia adalah salah satu penyakit yang cenderung berlanjut
(kronis, menahun). Oleh karenanya terapi pada skizofrenia memerlukan waktu
relatif lama berbulan bahkan bertahun, hal ini dimaksudkan untuk menekan sekecil
mungkin kekambuhan (relapse). Terapi yang dimaksud meliputi terapi dengan
obat-obatan anti Skizofrenia (psikofarmaka), psikoterapi, terapi psikososial dan
terapi psikorelegius (Hawari, 2003).
a. Psikofarmaka
Adapun obat psikofarmaka yang ideal yaitu yang memenuhi syarat-syarat antara
lain sebagai berikut :
1) Dosis rendah dengan efektivitas terapi dalam waktu relatif singkat.
2) Tidak ada efek samping, kalaupun ada relatif kecil.
3) Dapat menghilangkan dalam waktu relatif singkat gejala positif maupun negatif
skizofrenia.
4) Lebih cepat memulihkan fungsi kognitif (daya pikir dan daya ingat).
5) Tidak menyebabkan kantuk.
6) Memperbaiki pola tidur.
7) Tidak menyebabkan habituasi, adiksi, dan dependensi.
8) Tidak menyebabkan lemas otot.
9) Kalau mungkin pemakaiannya dosis tunggal (single dose).
Jenis obat psikofarmaka dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu
golongan generasi pertama (typical) dan golongan generasi kedua
(atypical).
1) Termasuk golongan generasi pertama misalnya : Chlorpromazine HCL (Largactil),
Trifluoperazine HCL (Stelazine), Thioridazine HCL (Melleril), Haloperidol (Haldol,
Serenace).
2) Termasuk golongan generasi kedua misalnya : Risperidone (Risperdal), Clozapine
(Clozaril), Quetiapine (Serquel), Olanzapine (Zyprexa).
b. Psikoterapi
Terapi kejiwaan atau psikoterapi pada penderita skizofrenia, baru dapat diberikan
apabila penderita dengan terapi psikofarmaka sudah mencapai tahapan di mana
kemampuan menilai realitas (Reality Testing Ability/RTA) sudah kembali pulih dan
pemahaman diri (insight) sudah baik. Psikoterapi diberikan dengan catatan bahwa
penderita masih tetap mendapat terapi psikofarmaka.
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan dan latar belakang penderita
sebelum sakit (Pramorbid), adapun macam psikoterapi adalah sebagai berikut :
1) Psikoterapi Suportif, dimaksudkan untuk memberikan dorongan, semangat dan
motivasi agar penderita tidak putus asa dan semangat juangnya (fighting spirit)
dalam menghadapi hidup ini tidak kendur dan menurun.
2) Psikoterapi Re-edukatif, dimaksudkan untuk memberikan pendidikan ulang yang
maksudnya memperbaiki kesalahan pendidikan di waktu lalu.
3) Psikoterapi Re-konstruktif, dimaksudkan untuk memperbaiki kembali (rekonstruksi) kepribadian yang telah mengalami keretakan menjadi pribadi utuh
seperti semula sebelum sakit.
4) Psikoterapi Kognitif, dimaksudkan untuk memulihkan kembali fungsi kognitif
(daya pikir dan daya ingat) rasional sehingga penderita mampu membedakan
nilai-nilai moral etika, mana yang baik dan buruk.
5) Psikoterapi Psiko-dinamik, dimaksudkan untuk menganalisa dan menguraikan
proses dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan seseorang jatuh sakit dan
upaya untuk mencari jalan keluarnya.
6) Psikoterapi Perilaku, dimaksudkan untuk memulihkan gangguan perilaku yang
terganggu (maladatif) menjadi perilaku yang adaptif (mampu menyesuaikan
diri).
7) Psikoterapi keluarga, dimaksudkan untuk memulihkan hubungan penderita
dengan keluarganya.
c. Terapi Psikososial
Terapi psikososial dimaksudkan penderita agar mampu kembali beradaptasi
dengan lingkungan sosial sekitarnya dan mampu merawat diri, mampu mandiri
tidak tergantung pada orang lain, sehingga tidak menjadi beban bagi keluarga dan
masyarakat.
d. Terapi Psikoreligius
Terapi keagamaan (psikoreligius) terhadap penderita Skizofrenia dimaksudkan
gejala patologis dengan pola sentral keagamaan dapat diluruskan, dengan
demikian keyakinan atau keimanan penderita dapat dipulihkan kembali di jalan
yang benar.