Anda di halaman 1dari 40

Simptomatologi Psikiatri

Simtomatologi psikiatri atau gejala-gejala gangguan jiwa merupakan hasil interaksi


yang kompleks antara unsur somatis, psikologis, dan sosial budaya; yang sebenarnya
menandakan dekompensasi proses adaptasi; dan terdapat terutapa pada pemikiran
(kognitif), perasaan (afektif), dan perilaku (psikomotor). Gejala-gejala ini ada yang
berupa gejala primer dan sekunder, gejala pokok dan tambahan, serta gejala positif
dan negatif.
GEJALA KOGNITIF
Adalah kemampuan untuk mengenal/mengetahui mengenai benda atau keadaan atau
situasi, yang dikaitkan dengan pengalaman pembelajaran dan kapasitas intelejensi
seseorang.

Termasuk

dalam

fungsi

kognisi

adalah;

memori/daya

ingat,

konsentrasi/perhatian, orientasi, kemampuan berbahasa, berhitung, visuospatial,


fungsi eksekutif, abstraksi dan taraf intelegensi.
1. Intelegensia
2. Orientasi
Adalah kemampuan individu untuk mengenali obyek atau situasi sebagaimana
adanya.
Dibedakan atas orientasi personal/orang, yaitu kemampuan untuk mengenali
orang orang yang sudah dikenalnya. Orientasi ruang/spatial, yaitu kemampuan
individu untuk mengenali tempat dimana ia berada. Orientasi waktu, yaitu
kemampuan individu untuk mengenali secara tepat waktu dimana individu
berada. Sesuai dengan ranah yang terganggu maka dibedakan gangguan
orientasi orang, tempat dan waktu. Gangguan orientasi sering terjadi pada
kerusakan organik di otak.
3. Proses pikir
a. Bentuk pikir
1) Austistik
2) Realistik
b. Isi pikir
Di sini yang terganggu adalah buah pikirannya/keyakinannya dan bukan cara
penyampaiannya. Dapat berupa miskin isi pikir, waham, obsesi, fobia, dan
lainlain.
1) Kemiskinan isi pikir: pikiran yang hanya menghasilkan sedkit informasi
dikarenakan ketidakjelasan, pengulangan yang kosong, atau frase yang
tidak dikenal.
2) Over valued idea atau over determined idea: pikiran dengan tafsiran yang
terlalu tinggi. Perhatian seluruhnya ditujukan ke arah satu topik atau

masalah dengan menekan segala perasaannya terhadap soal-soal tersebut.


Biasanya, ini berhubungan dengan keinginian-keinginan yang tersembunyi.
Jika ada pertimbangan yang menentang ini, maka semua tidak diluluskan
keluar dalam kesadaran.
3) Seluruh kepribadian dipengaruhi oleh perasaan dan pikiran tersebut.
Pikirang ini selalu dimaksudkan untuk membela diri, membela kelemahan
sendiri, atau membanggakan dirinya sendiri. Sebagai contoh adalah orang
yang sudah tua, untuk membela kelemahannya sendiri dalam pergaulan
sehari-hari selalu menyatakan, Kita dahulu sekolah susah, lebih susah dari
sekarang, Pelajaran dahulu lebih sempurna dari sekarang, Saya sudah
biasa bekerja dalam suasana tenang dan teratur, tapi semuanya sekarang
ini kacau.
4) Waham/delusi: satu perasaan keyakinan atau kepercayaan yang keliru,
berdasarkan simpulan yang keliru tentang kenyataan eksternal, tidak
konsisten dengan intelegensia dan latar belakang budaya pasien, dan tidak
bisa diubah lewat penalaran atau dengan jalan penyajian fakta.
5) Setiap waham memiliki lima sifat atau syarat tertentu, yakni:
Buah pikiran selalu mengenai diri sendiri (egosentris)
Selalu bertentangan dengan realitas
Selalu bertentangan dengan logika atau pikiran sehat
Penderita percaya 100% kepada kebenaran pikirannya
Tidak dapat diubah oleh orang lain sekalipun dengan jalan yang logis
dan rasional.
Jenis - jenis waham:
a) waham bizarre: keyakinan yang keliru, mustahil dan aneh (contoh:
makhluk angkasa luar menanamkan elektroda di otak manusia)
b) waham sistematik: keyakinan yang keliru atau keyakinana yang
tergabung dengan satu tema/kejadian (contoh: orang yang dikejar kejar polisi atau mafia)
c) waham nihilistik: perasaan yang keliru bahwa diri dan lingkungannya
atau dunia tidak ada atau menuju kiamat
d) waham somatik: keyakinan yang keliru melibatkan fungsi tubuh
(contoh: yakin otaknya meleleh)
e) waham paranoid: termasuk di dalamnya waham kebesaran, waham
kejaran/persekutorik,

waham

rujukan

(reference),

dan

waham

dikendalikan.
1. waham kebesaran: keyakinan atau kepercayaan, biasanya psikotik
sifatnya, bahwa dirinya adalah orang yang sangat kuat, sangat
berkuasa atau sangat besar.

2. waham kejaran (persekutorik): satu delusi yang menandai seorang


paranoid, yang mengira bahwa dirinya adalah korban dari usaha
untuk melukainya, atau yang mendorong agar dia gagal dalam
tindakannya. Kepercayaan ini sering dirupakan dalam bentuk
komplotan yang khayali, dokter dan keluarga pasien dicurigasi
bersama

sama

berkomplot

untuk

merugikan,

merusak,

mencederai, atau menghancurkan dirinya.


3. waham rujukan (delusion of reference): satu kepercayaan keliru
yang meyakini bahwa tingkah laku orang lain itu pasti akan
memfitnah, membahayakan, atau akan menjahati dirinya.
4. waham dikendalikan: keyakinan yang keliru bahwa keinginan,
pikiran, atau perasaannya dikendalikan oleh kekuatan dari luar.
Termasuk di dalamnya:
o thought withdrawal: waham bahwa pikirannya ditarik oleh
orang lain atau kekuatan lain
o thought insertion: waham bahwa pikirannya disisipi oleh orang
lain atau kekuatan lain
o thought broadcasting:

waham

bahwa

pikirannya

dapat

diketahui oleh orang lain, tersiar di udara


o thought control: waham bahwa pikirannya dikendalikan oleh
orang lain atau kekuatan lain
f)

waham cemburu: keyakinan yang keliru yang berasal dari cemburu


patologis tentang pasangan yang tidak setia

g) erotomania: keyakinan yang keliru, biasanya pada wanita, merasa


yakin bahwa seseorang sangat mencintainya
6) Obsesi: satu ide yang tegar menetap dan seringkali tidak rasional, yang
biasanya dibarengi satu kompulsi untuk melakukan suatu perbuatan, tidak
dapat

dihilangkan

dengan

usaha

yang

logis,

berhubungan

dengan

kecemasan.
7) Kompulsif: kebutuhan dan tindakan patologis untuk melaksanakan suatu
impuls, jika ditahan akan menimbulkan kecemasan, perilaku berulang
sebagai respons dari obsesi atau timbul untuk memenuhi satu aturan
tertentu.
8) Fobia: ketakutan patologis yang persisten, irasional, berlebihan, dan selalu
terjadi

berhubungan

dengan

stimulus

atau

situasi

spesifik

yang

mengakibatkan keinginan yang memaksa untuk menghindari stimulus


tersebut. Beberapa contoh di antaranya:

a) Fobia spesifik: ketakutan yang terbatas pada obyek atau situasi khusus
(contoh takut pada laba laba atau ular
b) Fobia sosial: ketakutan dipermalukan di depan publik seperti rasa takut
c)
d)
e)
f)
g)
h)
i)

untuk berbicara, tampil, atau makan di depan umum


Akrofobia: ketakutan berada di tempat yang tinggi
Agorafobia: ketakutan berada di tempat yang terbuka
Klaustrofobia: ketakutan berada di tempat yang sempit
Ailurofobia: ketakutan pada kucing
Zoofobia: ketakutan pada binatang
Xenofobia: ketakutan pada orang asing
Fobia jarum: ketakutan yang berlebihan menerima suntikan

c. Arus/progresi pikir
1) Word salad
2) Flight of Ideas, yaitu pikiran yang sangat cepat, verbalisasi berlanjut atau
permainan kata yang mengahsilkan perpindahan yang konstan dari satu ide
ke ide lainnya; ide biasanya berhubungan dan dalam bentuk yang tidak
parah, pendengar mungkin dapat mengikuti jalan pikirnya.
3) Perseverasi dan Verbegerasi. Di sini terjadi pengulangan terus-menerus dan
abnormal dari suatu pokok pikiran, suatu kalimat, atau suatu kata. Apabila
yang diulang berupa kalimat disebut perseverasi, sedangkan apabila yang
diulang berupa kata-kata disebut verbigerasi.
4) Circumstantiality, yaitu pembicaraan yang tidak langsung sehingga lambat
mencapai point yang diharapkan, tetapi seringkali akhirnya mencapai point
atau

tujuan

yang

diharapkan,

sering

diakibatkan

keterpakuan

yang

berlebihan pada detail dan petunjuk - petunjuk.


5) Tangensial, yaitu ketidakmampuan untuk mencapai tujuan secara langsung
dan seringkali pada akhirnya tidak mencapai point atau tujuan yang
diharapkan
6) Inkoherensi, yaitu pikiran yang secara umum tidak dapat kita mengerti,
pikiran atau kata keluar bersama - sama tanpa hubungan yang logis atau
tata bahasa tertentu hasil disorganisasi pikir
7) Asosiasi longgar, yaitu gangguan arus pikir dengan ide - ide yang berpindah
dari satu subyek ke subyek lain yang tidak berhubungan sama sekali; dalam
bentuk yang lebih parah disebut inkoherensia
8) Blocking, yaitu keadaan arus pikiran yang tiba-tiba terhenti; penderita tidak
dapat mengeluarkan sepatah kata pun; sesudah beberapa waktu (sesudah
keadaan ini hilang), arus pikiran dapat kembali seperti semula.
9) Reming, yaitu keadaan arus pikiran yang perlahan-lahan melemah dan
kemudian terhenti.
d.

Memori/daya ingat

Adalah proses penngelolaan informasi, meliputi perekaman penyimpanan


dan pemanggilan kembali. Terdapat beberapa jenis gangguan memori/daya
ingat, yaitu:
1) Amnesia: adalah ketidakmampuan untuk mengingat sebagian atau
seluruh pengalaman masa lalu. Amnesia dapat disebabkan oleh gangguan
organik di otak, misalnya; pada kontusio serebri. Namun dapat juga
disebabkan faktor psikologik misalnya pada gangguan stres pasca trauma
individu dapat kehilangan memori dari peristiwa yang sangat traumatis.
Berdasarkan waktu kejadian, amnesia dibedakan menjadi:
o Amnesia

anterograd,

yaitu

apabila

hilangnya

memori

terhadap

pengalaman/informasi setelah titik waktu kejadian. Misalnya; seorang


pengendara

motor

yang

mengalami

kecelakaan,

tidak

mampu

mengingat peristiwa peristiwa yang terjadi setelah kecelakaan.


o Amnesia
retrograd,
yaitu
hilangnya
memori
terhadap
pengalaman/informasi sebelum titik waktu kejadian. Misalnya, seorang
gadis yang terjatuh dari atap dan mengalami trauma kepala, tidak
mampu mengingat berbagai peristiwa yang terjadi sebelum kecelakaan
tersebut.
2) Paramnesia: Sering disebut sebagai ingatan palsu, yakni terjadinya
distorsi ingatan dari informasi/pengalaman yang sesungguhnya. Dapat
disebabkan oleh faktor organik di otak misalnya pada demensia. Namun
dapat juga disebabkan oleh faktor psikologik misalnya pada gangguan
disosiasi. Beberapa jenis paramnesia, antara lain:
o Konfabulasi: adalah ingatan palsu yang muncul

untuk

mengisi

kekosongan memori. Biasa terjadi pada orang dengan demensia.


o Deja Vu: adalah suatu ingatan palsu terhadap pengalaman baru.
Individu

merasa

sangat

mengenali

suatu

situasi

baru

yang

sesungguhnya belum pernah dikenalnya.


o Jamais Vu: adalah kebalikan dari Deja Vu, yaitu merasa asing terhadap
situasi yang justru pernah dialaminya.
3) Hiperamnesia: adalah ingatan yang mendalam dan berlebihan terhadap
suatu pengalaman
4) Screen memory: adalah secara sadar menutupi ingatan akan pengalaman
yang menyakitkan atau traumatis dengan ingatan yang lebih dapat
ditoleransi
5) Letologika: adalah ketidakmampuan yang bersifat sementara dalam
menemukan

kata

kata

yang

tepat

untuk

mendeskripsikan

pengalamannya. Lazim terjadi pada proses penuaan atau pada stadium


awal dari demensi.

Berdasarkan rentang waktu individu kehilangan daya ingatnya, dibedakan


menjadi:
a. Memori segera (immidiate memory): adalah kemampuan mengingat
peristiwa yang baru saja terjadi, yakni rentang waktu beberapa detik
sampai beberapa menit
b. Memori
baru
(recent

memory):

adalah

ingatan

terhadap

pengalaman/informasi yang terjadi dalam beberapa hari terakhir


c. Memori jangka menengah (recent past memory): adalah ingatan terhadap
peristiwa yang terjadi selama beberapa bulan yang lalu.
d. Memori jangka panjang: adalah ingatan terhadap peristiwa yang sudah
lama terjadi (bertahun tahun yang lalu)

e. Atensi/perhatian
Adalah usaha untuk mengarahkan aktivitas mental pada pengalaman tertentu.
Gangguan
perhatian meliputi ketidakmampuan memusatkan perhatian, mempertahankan
perhatian

ataupun

mengalihkan

perhatian.

Pada

gangguan

kesadaran

khususnya pada delirium ketiga ranah perhatian tersebut terganggu. Terdapat


beberapa jenis gangguan perhatian/konsentrasi, yaitu:
1) Distraktibilitas: adalah ketidak mampuan individu untuk memusatkan dan
mempertahankan perhatian. Konsentrasinya sangat mudah teralih oleh
berbagai stimulus yang terjadi disekitarnya. Lazim ditemui pada gangguan
cemas akut dan keadaan maniakal.
2) Inatensi selektif: adalah ketidakmampuan memusatkan perhatian pada
obyek

atau

kecemasan.

situasi tertentu,
Misalnya

seorang

biasanya
dengan

situasi yang membangkitkan


fobia

simplek

tidak

mampu

memusatkan perhatian pada obyek atau situasi yang memicu fobianya.


3) Kewaspadaan berlebih (hypervigilance): adalah pemusatan perhatian
yang berlebihan terhadap stimulus eksternal dan internal sehingga
penderita tampak sangat tegang.
f. Persepsi
Persepsi dalam arti luas mengandung arti pengertian, pemahaman, dan tafsiran
tentang suatu hal; sedangkan dalam arti sempit berarti tangkapan rangsang
dari luar oleh pancaindra. Persepsi normal berawal dari stimulasi reseptor
sensorik. Persepsi adalah daya mengenal barang, kualitas atau hubungan serta

perbedaan angara hal ini melalui proses mengamati, mengetahui, dan


mengartikan setelah pancaindranya mendapat rangsang. Persepsi merupakan
hasil interaksi antara dua pihak, yaitu satu pihak: rangsang sensorik yang
tertuju kepada individu itu, dan di pihak lain: faktor-faktor pengaruh yang
mengatur atau mengolah rangsang itu secara intrapsikis
Sebuah mental proses yang merupakan pengiriman stimulus fisik menjadi
informasi psikologis sehingga stimulus sensorik dapat diterima secara sadar.
Beberapa contoh gangguan persepsi:
1) Depersonalisasi: satu kondisi patologis yang muncul sebagai akibat dari
perasaan

subyektif

dengan

gambaran

seseorang

mengalami

atau

merasakan diri sendiri (atau tubuhnya) sebagai tidak nyata atau khayali
(asing, tidak dikenali)
2) Derealisasi: perasaan subyektif bahwa lingkungannya menjadi asing, tidak
nyata
3) Ilusi: satu persepsi yang keliru atau menyimpang dari stimulus eksternal
yang nyata. Ilusi dapat berupa ilusi akustik/auditorik, ilusi visual, ilusi
olfaktorik, ilusi gustatorik, ilusi taktil, atau campuran. Ilusi sering terdapat
pada keadaan afektif yang luar biasa, keingingan yang luar biasa, atau
dorongan dan impuls-impuls yang mendadak.
4) Halusinasi: persepsi atau tanggapan palsu, tidak berhubungan dengan
stimulus eksternal yang nyata; menghayati gejala - gejala yang dikhayalkan
sebagai hal yang nyata. Jenis - jenis halusinasi:
o halusinasi hipnagogik: persepsi sensorik keliru yang terjadi ketika mulai
jatuh tertidur, secara umum bukan tergolong fenomena patologis
o halusinasi hipnapompik: persepsi sensorik keliru yang terjadi ketika
seseorang mulai terbangun, secara umum bukan tergolong fenomena
patologis
o halusinasi auditorik: persepsi suara yang keliru, biasanya berupa suara
orang meski dapat saja berupa suara lain seperti musik, merupakan jenis
halusinasi yang paling sering ditemukan pada gangguan psikiatri
o halusinasi visual: persepsi penglihatan keliru yang dapat berupa bentuk
jelas (orang) atau pun bentuk tidak jelas (kilatan cahaya), sering kali
terjadi pada gangguan medis umum
o halusinasi penciuman: persepsi penghidu keliru yang seringkali terjadi
pada gangguan medis umum
o halusinasi pengecapan: persepsi pengecapan keliru seperti rasa tidak
enak sebagai gejala awal kejang, seringkali terjadi pada gangguan medis
umum

o halusinasi taktil: persepsi perabaan keliru seperti phantom libs (sensasi


anggota tubuh teramputasi), atau formikasi (sensasi merayap di bawah
kulit)
o halusinasi somatik: sensasi keliru yang terjadi pada atau di dalam
tubuhnya, lebih sering menyangkut organ dalam (juga dikenal sebagai
cenesthesic hallucination)
o halusinasi liliput: persepsi keliru yang mengakibatkan obyek terlihat lebih
kecil (micropsia)
GEJALA AFEKTIF
Emosi adalah suasana perasaan yang dihayati secara sadar , bersifat kompleks,
melibatkan pikiran, persepsi dan perilaku individu. Secara deskriptif fenomenologis
emosi dibedakan antara mood dan afek.
1. Mood, adalah suasana perasaan yang bersifat pervasif dan bertahan lama, yang
mewarnai persepsi seseorang terhadap kehidupannya.
a.
Mood eutimia: adalah suasana perasaan dalam rentang normal, yakni
individu mempunyai penghayatan perasaan yang luas dan serasi dengan
irama hidupnya.
b.
Mood hipotimia: adalah suasana perasaan yang secara pervasif diwarnai
dengan kesedihan dan kemurungan. Individu secara subyektif mengeluhkan
tentang kesedihan dan kehilangan semangat. Secara obyektif tampak dari
sikap murung dan perilakunya yang lamban.
c.
Mood disforia: menggambarkan suasana

perasaan

yang

tidak

menyenangkan. Seringkali diungkapkan sebagai perasaan jenuh, jengkel,


atau bosan.
d.
Mood hipertimia: suasana perasaan yang secara perfasif memperlihatkan
semangat dan kegairahan yang berlebihan terhadap berbagai aktivitas
kehidupan. Perilakunya menjadi hiperaktif dan tampak enerjik secara
berlebihan.
e.
Mood eforia: suasana perasaan gembira dan sejahtera secara berlebihan.
f. Mood ekstasia: suasana perasaan yang diwarnai dengan kegairahan yang
meluap

luap.

Sering

psikostimulansia
g.
Aleksitimia: adalah
menghayati

suasana

terjadi

pada

suatu

kondisi

perasaannya.

orang

yang

menggunakan

ketidakmampuan
Seringkali

individu

diungkapkan

zat

untuk
sebagai

kedangkalan kehidupan emosi. Seseorang dengan aleksitimia sangat sulit


untuk mengungkapkan perasaannya.
h.
Anhedonia: adalah suatu suasana perasaan yang diwarnai dengan
kehilangan minat dan kesenangan terhadap berbagai aktivitas kehidupan.

i. Mood kosong: adalah kehidupan emosi yang sangat dangkal,tidak atau sangat
sedikit memiliki penghayatan suasana perasaan. Individu dengan mood
kosong

nyaris

kehilangan

keterlibatan

emosinya

dengan

kehidupan

disekitarnya. Keadaan ini dapat dijumpai pada pasien skizofrenia kronis.


j. Mood labil: suasana perasaan yang berubah ubah dari waktu ke waktu.
Pergantian perasaan dari sedih, cemas, marah, eforia, muncul bergantian dan
tak terduga. Dapat ditemukan pada gangguan psikosis akut.
k.
Mood iritabel: suasana perasaan yang sensitif, mudah tersinggung, mudah
marah dan seringkali bereaksi berlebihan terhadap situasi yang tidak
disenanginya.
2. Afek adalah respons emosional saat sekarang, yang dapat dinilai lewat ekspresi
wajah, pembicaraan, sikap dan gerak gerik tubuhnya (bahasa tubuh). Afek
mencerminkan situasi emosi sesaat.
a.
Afek luas: adalah afek pada rentang normal, yaitu ekspresi emosi yang
luas dengan sejumlah variasi yang beragam dalam ekspresi wajah, irama
suara maupun gerakan tubuh, serasi dengan suasana yang dihayatinya.
b.
Afek menyempit: menggambarkan nuansa ekspresi emosi yang terbatas.
Intensitas dan keluasan dari ekspresi emosinya berkurang, yang dapat dilihat
dari ekspresi wajah dan bahasa tubuh yang kurang bervariasi.
c.
Afek menumpul: merupakan penurunan serius dari kemampuan ekspresi
emosi yang tampak dari tatapan mata kosong, irama suara monoton dan
bahasa tubuh yang sangat kurang.
d.
Afek mendatar: adalah suatu hendaya afektif berat lebih parah dari afek
menumpul. Ada keadaan ini dapat dikatakan individu kehilangan kemampuan
ekspresi emosi. Ekspresi wajah datar, pandangan mata kosong, sikap tubuh
yang kaku, gerakan gerakan sangat minimal, dan irama suara datar seperti
robot.
e.
Afek serasi: menggambarkan keadaan normal dari ekspresi emosi yang
terlihat dari keserasian antara ekspresi emosi dan suasana yang dihayatinya.
f. Afek tidak serasi: kondisi sebaliknya yakni ekspresi emosi yang tidak cocok
dengan suasana yang dihayati. Misalnya seseorang yang menceritakan
suasana duka cita tapi dengan wajah riang dan tertawa tawa.
g.
Afek labil: Menggambarkan perubahan irama perasaan yang cepat dan
tiba tiba, yang tidak berhubungan dengan stimulus eksternal.
GEJALA PSIKOMOTOR
1. Kesan Umum, berupa penampilan fisik dan penampilan psikis
2. Kesadaran

Kesadaran atau sensorium adalah suatu kondisi kesigapan mental individu


dalam menanggapi rangsang dari luar maupun dari dalam. Gangguan
kesadaran seringkali merupakan pertanda kerusakan organik pada otak.
Terdapat berbagai tingkatan kesadaran, yaitu:
a. Kompos mentis: adalah suatu derajat optimal dari kesigapan mental individu
dalam
b. menanggapi rangsang dari luar maupun dari dalam dirinya. Individu mampu
memahami apa yang terjadi pada diri dan lingkungannya serta bereaksi
secara memadai.
c. Apatia: adalah suatu derajat penurunan kesadaran, yakni individu berespons
lambat terhadap stimulus dari luar. Orang dengan kesadaran apatis tampak
tak acuh terhadap situasi disekitarnya.
d. Somnolensi: adalah suatu keadaan kesadaran menurun yang cenderung
tidur. Orang dengan kesadaran somnolen tampak selalu mengantuk dan
bereaksi lambat terhadap stimulus dari luar.
e. Sopor: adalah derajat penurunan kesadaran berat. Orang dengan kesadaran
sopor nyaris tidak berespons terhadap stimulus dari luar, atau hanya
memberikan respons minimal terhadap perangsangan kuat.
f. Koma: adalah derajat kesadaran paling berat. Individu dalam keadaan koma
tidak dapat bereaksi terhadap rangsang dari luar, meskipun sekuat apapun
perangsangan diberikan padanya.
g. Kesadaran berkabut: suatu perubahan kualitas kesadaran yakni individu
tidak mampu berpikir jernih dan berespons secara memadai terhadap situasi
di sekitarnya. Seringkali individu tampak bingung, sulit memusatkan
perhatian dan mengalmi disorientasi.
h. Delirium: suatu perubahan kualitas kesadaran yang disertai gangguan fungsi
kognitif yang luas. Perilaku orang yang dalam keadaan delirium dapat sangat
berfluktuasi, yaitu suatu saat terlihat gaduh gelisah lain waktu nampak
apatis.

Keadaan

delirium

sering

disertai

gangguan

persepsi

berupa

halusinasi atau ilusi. Biasanya orang dengan delirium akan sulit untuk
memusatkan, mempertahankan dan mengalihkan perhatian ( 3 P terganggu)
i. Kesadaran seperti mimpi (Dream like state): adalah gangguan kualitas
kesadaran yang terjadi pada serangan epilepsi psikomotor. Individu dalam
keadaan ini tidak menyadari apa yang dilakukannya meskipun tampak
seperti melakukan aktivitas normal. Perlu dibedakan dengan tidur berjalan
(sleep

walking)

yang

akan

tersadar

bila

diberikan

perangsangan

(dibangunkan), sementara pada dream like state penderita tidak bereaksi


terhadap perangsangan.

j. Twilight

state:

halusinasi.

keadaan

Seringkali

perubahan

terjadi

pada

kualitas

kesadaran

gangguan

kesadaran

yang
oleh

disertai
sebab

gangguan otak organik. Penderita seperti berada dalam keadaan separuh


sadar, respons terhadap lingkungan terbatas, perilakunya impulsif, emosinya
labil dan tak terduga.
3. Orientasi
Orientasi adalah suatu proses seseorang untuk menangkap atau mengerti
keadaan sekitarnya dan ia dapat melokalisir dirinya dalam hubungan dengan
sekitarnya tersebut. Macam-macam orientasi:
a. Orientasi personal (orientasi perorangan), yaitu kemampuan individu untuk
mengemukakan identitas diri sendiri dan orang lain di sekitarnya.
b. Orientasi temporal (orientasi waktu), yaitu kemampuan individu untuk
mengetahui hubungan masa, waktu, hari, tanggal, bulan, musim, atau
tahun, baik sekarang, yang lampau, ataupun yang akan datang.
c. Orientasi spasial (orientasi tempat), yaitu kemampuan individu untuk
mengetahui batasan ruang atau lokasi yang ditempati serta hubungannya
dengan ruang atau lokasi lain.
4. Sikap dan Tingkah Laku
Perilaku adalah ragam perbuatan manusia yang dilandasi motif dan tujuan
tertentu serta melibatkan seluruh aktivitas mental individu. Perilaku merupakan
respons total individu terhadap situasi kehidupan. Perilaku motorik adalah
ekspresi perilaku individu yang terwujud dalam ragam aktivitas motorik. Berikut
ini diuraikan berbagai ragam gangguan perilaku motorik yang lazim dijumpai
dalam praktek psikiatri, yaitu:
a.

Stupor

Katatonia:

penurunan

aktivitas

motorik

secara

ekstrim,

bermanifestasi sebagai gerakan yang lambat hingga keadaan tak bergerak


dan kaku seperti patung. Keadaan ini dapat dijumpai pada skizofrenia
katatonik
b. Furor katatonia: suatu keadaan agitasi motorik yang ekstrim, kegaduhan
motorik tak bertujuan, tanpa motif yang jelas dan tidak dipengaruhi oleh
stimulus eksternal. Dapat ditemukan pada skizofrenia katatonik, seringkali
silih berganti dengan gejala stupor katatonik.
c. Katalepsia: adalah keadaan mempertahankan sikap tubuh dalam posisi
tertentu dalam waktu lama. Individu dengan katalepsi dapat berdiri di atas
satu kaki selama berjam jam tanpa bergerak. Merupakan salah satu gejala
yang bisa ditemukan pada skizofrenia katatonik.

d.

Flexibilitas cerea: keadaan sikap tubuh yang sedemikian rupa dapat diatur

tanpa perlawanan sehingga diistilahkan seluwes lilin.


e. Akinesia: menggambarkan suatu kondisi aktivitas motorik yang sangat
terbatas, pada keadaan berat menyerupai stupor pada skizofrenia katatonik.
f. Bradikinesia: perlambatan gerakan motorik yang biasa terjadi pada
parkinsonisme atau penyakit parkinson. Individu memperlihatkan gerakan
yang kaku dan kehilangan respons spontan.
5. Insight/tilikan diri
Kemampuan seseorang untuk memahami sebab sesungguhnya dan arti dari
suatu situasi (termasuk di dalamnya dari gejala itu sendiri). Dalam arti luas,
tilikan sering disebut sebagai wawasan diri, yaitu pemahaman seseorang
terhadap kondisi dan situasi dirinya dalam konteks realitas sekitarnya. Dalam
arti sempit merupakan pemahaman pasien terhadap penyakitnya.
Tilikan terganggu artinya kehilangan kemampuan untuk memahami kenyataan
obyektif akan kondisi dan situasi dirinya. Jenis - jenis tilikan:
a.
b.
c.
d.

Tilikan
Tilikan
Tilikan
Tilikan

derajat
derajat
derajat
derajat

1: penyangkalan total terhadap penyakitnya


2: ambivalensi terhadap penyakitnya
3: menyalahkan faktor lain sebagai penyebab penyakitnya
4: menyadari dirinya sakit dan butuh bantuan namum tidak

memahami penyebab sakitnya


e. Tilikan derajat 5: menyadari penyakitnya dan faktor - faktor yang
berhubungan dengan penyakitnya namun tidak menerapkan dalam perilaku
praktisnya
f. Tilikan derajat 6 (sehat): menyadari sepenuhnya tentang situasi dirinya
disertai motivasi untuk mencapai perbaikan
Konsep Psikodinamik
Otak manusia mempunyai berat 2% dari berat badan orang dewasa (3 pon),
menerima 20 % curah jantung dan memerlukan 20% pemakaian oksigen tubuh dan
sekitar 400 kilokalori energi setiap harinya. Otak merupakan jaringan yang paling
banyak memakai energi dalam seluruh tubuh manusia dan terutama berasal dari
proses

metabolisme

oksidasi

glukosa.

Jaringan

otak

sangat

rentan

terhadap

perubahan oksigen dan glukosa darah, aliran darah berhenti 10 detik saja sudah
dapat menghilangkan kesadaran manusia. Berhenti dalam beberapa menit, merusak
permanen otak. Hipoglikemia yang berlangsung berkepanjangan juga merusak
jaringan otak (Prince dan Wilson, 2006).
Ketika lahir seorang bayi telah mempunyai 100 miliar sel otak yang aktif dan 900
miliar sel otak pendukung, setiap neuron mempunyai cabang hingg 10.000 cabang

dendrit yang dapat membangun sejumlah satu kuadrilion koneksi komunikasi.


Perkembangan

otak

pada

minggu-minggu

pertama

lahir

diproduksi

250.000

neuroblast (sel saraf yang Belum matang), kecerdasan mulai berkembang dengan
terjadinya koneksi antar sel otak, tempat sel saraf bertemu disebut synapse, makin
banyak percabangan yang muncul, makin berkembanglah kecerdasan anak tersebut,
dan kecerdasan ini harus dilatih dan di stimulasi, tampa stimulasi yang baik, potensi
ini akan tersia-siakan (Liza, n.d.).
Otak manusia, adalah organ yang unik dan dasyat, tempat diaturnya proses berfikir,
berbahasa, kesadaran, emosi dan kepribadian, secara garis besar, otak terbagi dalam
3 bagian besar, yaitu neokortek atau kortex serebri, system limbik dan batang otak,
yang berkerja secara simbiosis. Bila neokortex berfungsi untuk berfikir, berhitung,
memori, bahasa, maka sistek limbik berfugsi dalam mengatur emosi dan memori
emosional, dan batang otak mengarur fungsi vegetasi tubuh antara lain denyut
jantung, aliran darah, kemampuan gerak atau motorik, Ketiganya bekerja bersama
saling mendukung dalam waktu yang bersamaan, tapi juga dapat bekerja secara
terpisah (Liza, n.d.).
Otak manusia mengatur dan mengkoordinir gerakan, perilaku dan fungsi tubuh,
homeostasis seperti tekanan darah, detak jantung, suhu tubuh, keseimbangan cairan,
keseimbangan hormonal, mengatur emosi, ingatan, aktivitas motorik dan lain-lain.
Otak terbentuk dari dua jenis sel: yaitu glia dan neuron. Glia berfungsi untuk
menunjang dan melindungi neuron, sedangkan neuron membawa informasi dalam
bentuk pulsa listrik yang di kenal sebagai potensial aksi. Mereka berkomunikasi
dengan neuron yang lain dan keseluruh tubuh dengan mengirimkan berbagai macam
bahan kimia yang disebut neurotransmitter. Neurotransmitter ini dikirimkan pada
celah yang di kenal sebagai sinapsis. Neurotransmiter paling mempengaruhi sikap,
emosi, dan perilaku seseorang yang ada antara lain Asetil kolin, dopamin, serotonin,
epinefrin, norepinefrin. Fungsi masing masing neurotransmiter dapat dilihat dibawah
ini (Liza, n.d.).
Neurotransmiter Lokasi dan Fungsi Implikasi pada Gangguan Jiwa Kolinergik:
Asetil kolin
a. Sistem saraf otonom simpatis dan parasimpatis, terminal saraf presinapsis
parasimpatik, terminal postsinapsis
b. Sistem saraf pusat : korteks serebral, hipokampus, struktur limbik, basal ganglia
c. Fungsi : tidur, bangun persepsi nyeri, pergerakan memori
a. Meningkatkan derajat depresi
b. Menurunkan derajat penyakit alzeimer, korea hutington, penyakit parkinson.

Monoamin:
Norepinefrin
a. Sistem saraf otonom terminal saraf post sinapsis simpatis
b. Sistem saraf pusat: talamus, sistem limbik, hipokampus, serebelum, korteks serebri
c. Fungsi pernafasan, pikiran, persepsi, daya penggerak, fungsi kardiovaskuler, tidur
dan bangun
a. Menurunkan derajat depresi
b. Meningkatkan derajat mania, keadaan kecemasan, skizofrenia.
Dopamin
a. Frontal korteks, sistem limbik, basal ganglia, talamus, hipofisis posterior, medula
spinalis
b. Fungsi: pergerakan dan koordinasi, emosional, penilaian, pelepasan prolaktin
a. Menurunkan derajat penyakit parkinson dan depresi
b. Meningkatkan derajat mania dan skizofrenia
Serotonin
a. Hipotalamus, talamus, sistem limbik, korteks serebral, serebelum, medula spinalis
b. Fungsi : tidur, bangun, libido, nafsu makan, perasaan, agresi persepsi nyeri,
koordinasi dan penilaian
a. Menurunkan derajat depresi
b. Meningkatkan derajat kecemasan
Histamin Hipotalamus Menurunkan derajat depresi
Asam amino
GABA (Gamma Amino Butyric Acid)
a. Hipotalamus, ipocampus, korteks, serebelum, basal ganglia, medula spinalis, retina
b. Fungsi: kemunduran aktivitas tubuh Menurunkan derajat korea huntington,
gangguan ansietas, skizofrenia, dan berbagai jenis epilepsi
Glisin
a. Medula spinalis, batang otak
b. Fungsi: menghambat motor neuron berulang Derajat toksik/keracunan glycine
encephalopaty

Glutamat dan Aspartat


a. Sel-sel piramid/kerucut dari korteks, serebelum dan sistem sensori aferen primer,
hipocampus, talamus, hipotalamus, medula spinalis
b. Fungsi: menilai informasi sensori, mengatur berbagai motor dan reflek spinal
Menurunkan tingkat derajat yang berhubungan dengan gerakan motor spastik
Neuropeptida
Endorfin dan Enkefalin a. Hipotalamus , talamus, struktur limbik dan batang otak,
enkedalin juga ditemukan pada traktus gastrointestinal
b. Fungsi modulasi (mengatur) nyeri dan mengurangi peristaltik (enkefalin) Modulasi
aktivitas dopamin oleh opiod peptida dapat menumpukkan berbagai ikatan
terhadap gejala skizofrenia
Substansi P
a. Hipotalamus struktur limbik otak tengah, batang otak, talamus, basal ganglia, dan
medula spinalis, juga ditemukan pada traktus gastrointestinal dan kelenjar saliva
b. Fungsi: pengaturan nyeri Menurunkan derajat korea hutington
Somatostatin
a. Korteks serebral, hipokampus, talamus, basal ganglia, batang otak, medula spinalis
b. Fungsi: menghambat pelepasan norepinefrin, merangsang pelepasan serotonin,
dopamin dan asetil kolin
a. Menurunkan derajat penyakit alzeimer
b. Meningkatkan derajat korea hutington
Fungsi dopamin sebagai neururotransmiter kerja cepat disekresikan oleh neuronneuron yang berasal dari substansia nigra, neuron-neuron ini terutama berakhir pada
regio striata ganglia basalis. Pengaruh dopamin biasanya sebagai inhibisi. Dopamin
bersifat inhibisi pada beberapa area tapi juga eksitasi pada beberapa area. Sistem
norepinefrin yang bersifat eksitasi menyebar ke setiap area otak, sementara serotonin
dan dopamin terutama ke regio ganglia basalis dan sistem serotonin ke struktur garis
tengah (midline) (Guyton dan Hall, 1997).
Serotonin disekresikan oleh nukleus yang berasal dari rafe medial batang otak dan
berproyeksi disebahagian besar daerah otak, khususnya yang menuju radiks dorsalis
medula

spinalis

dan

menuju

hipotalamus.

Serotonin

bekerja

sebagai

bahan

penghambat jaras rasa sakit dalam medula spinalis, dan kerjanya di daerah sistem

syaraf yang lebih tinggi diduga untuk membantu pengaturan kehendak seseorang,
bahkan mungkin juga menyebabkan tidur (Guyton dan Hall, 1997).
Serotonin berasal dari dekarboksilasi triptofan, merupakan vasokontriksi kuat dan
perangsang kontraksi otak polos. Produksi serotonin sangat meningkat pada karsinoid
ganas penyakit yang ditandai sel-sel tumor penghasil serotonin yang tersebar luas
didalam jaringan argentafin rongga abdomen. Sistem respons fisiologik pada stress
akut dan kronik, terdapat respon fight and flight dimana berperan hormon epinefrin,
norepinefrin

dan

dopamin,

respon

terhadap

ancaman

meliputi

penyesuaian

perpaduan banyak proses kompleks dalam organ-organ vital seperti otak, sistem
kardiovaskular, otot, hati dan terlihat sedikit pada organ kulit, gastrointestinal dan
jaringan limfoid (Liza, n.d.).
Sistem norepinefrin dan sistem serotonin normalnya menimbulkan dorongan bagi
sistem limbik untuk meningkatkan perasaan seseorang terhadap rasa nyaman,
menciptakan rasa bahagia, rasa puas, nafsu makan yang baik, dorongan seksual yang
sesuai, dan keseimbangan psikomotor, tapi bila terlalu banyak akan menyebabkan
serangan mania. Yang mendukung konsep ini adalah kenyataan bahwa pusat-pusat
reward dan punishment di otak pada hipotalamus dan daerah sekitarnya menerima
sejumlah besar ujung-ujung saraf dari sistem norepinefrin dan serotonin (Guyton dan
Hall, 1997).
Pada pasien penyakit jiwa seperti skizofrenia terdapat berbagai keadaan yang diyakini
disebabkan oleh salah satu atau lebih dari tiga kemungkinan berikut:
o Terjadi hambatan terhadap sinyal-sinyal saraf di berbagai area pada lobus
prefrontalis atau disfungsi pada pengolahan sinyal-sinyal;
o Perangsangan yang berlebihan terhadap sekelompok neuron yang mensekresi
dopamin dipusat-pusat perilaku otak, termasuk di lobus frontalis, dan atau;
o Abnormalitas fungsi dari bagian-bagian penting pada pusat-pusat sistem
pengatur tingkah laku limbik di sekeliling hipokampus otak (Guyton dan Hall,
1997).
Dopamin telah diduga kemungkinan penyebab skizofrenia secara tidak langsung
karena banyak pasien parkison yang mengalami gejala skizofrenia ketika diobati
dengan obat yang disebut L-DOPA. Obat ini melepaskan dopamin dalam otak, yang
sangat bermanfaat dalam mengobati parkinson, tetapi dalam waktu bersaman obat
ini menekan berbagai bagian lobus prefrontalis dan area yang berkaitan dengan
lainnya. Telah diduga bahwa pada skizofrenia terjadi kelebihan dopamin yang
disekresikan oleh sekelompok neuron yang mensekresikan dopamin yang badan
selnya terletak tegmentum ventral dari mesensefalon, disebelah medial dan anterior
dari sistem limbik, khususnya hipokampus, amigdala, nukleus kaudatus anterior dan

sebagian lobus frefrontalis ini semua pusat-pusat pengatur tingkah laku yang sangat
kuat. Suatu alasan yang sangat kuat. Suatu alasan yang lebih meyakinkan untuk
mempercayai skizofrenia mungkin disebabkan produksi dopamin yang berlebihan
ialah

bahwa

obat-obat

yang

bersifat

efektif

mengobati

skizofrenia

seperti

klorpromazin, haloperidol, dan tiotiksen semuanya menurunkan sekresi dopamin pada


ujung-ujung syaraf dopaminergik atau menurunkan efek dopamin pada neuron yang
selanjutnya (Guyton dan Hall, 1997).
Kerusakan sedikit saja pada otak akan membawa dampak yang luar biasa pada
seseorang, seperti operasi otak, akibat stroke, pasien yang pernah mengalami stroke,
setelah sembuh banyak yang mengalami perubahan kepribadian. Otak yang pernah
mengalami perdarahan, trauma, misalnya seperti akibat stroke ataupun operasi
contohnya pada otak depan atau frontal bagian ventromedial akan timbul gejala si
pasien akan kehilangan moral, tatakrama, tidak bisa memdudukan diri pada posisi
semestinya. Istilah Limbik berarti perbatasan aslinya limbik digunakan untuk
menjelaskan struktur tepi sekeliling regio basal serebrum, dan pada perkembangan
selanjutnya diperluas artinya keseluruh lintasan neuronal yang mengatur tingkah laku
emosional

dan

dorongan

motivasional.

Bagian

utama

sistem

limbik

adalah

hipotalamus dengan struktur berkaitan, selain mengatur prilaku emosional juga


mengatur kondisi internal tubuh seperti suhu tubuh, osmolalitas cairan tubuh, dan
dorongan untuk makan dan minum serta mengatur berat badan Fungsi internal ini
secara

bersama-sama

disebut

fungsi

vegetatif

otak

yang

berkaitan

erat

pengaturannya dengan perilaku. Bagaimana kerja Hipotalamus dan sistem limbik,


dalam Guyton diterangkan Fungsi Perilaku dari Hipotalamus dan Sistem Limbik
(Guyton dan Hall, 1997)
o Perangsangan pada hipotalamus lateral tidak hanya mengakibatkan timbulnya
rasa haus dan nafsu makan tapi juga besarnya aktivitas emosi binatang seperti
timbulnya rasa marah yang hebat dan keinginan berkelahi.
o Perasangan nukleus ventromedial dan area sekelilingnya bila dirangsang
menimbulkan rasa kenyang dan menurunkan nafsu makan dan binatang menjadi
tenang.
o Perangsangan pada zone tipis dari nuklei paraventrikuler yang terletak sangat
berdekatan dengan ventrikel ketiga (atau bila disertai dengan perangsangan
pada area kelabu dibagian tengah mesensefalon yang merupakan kelanjutan dari
bagian hipotalamus biasanya berhubungan dengan rasa takut dan reaksi
terhukum.
Teori Kepribadian dan Perkembangan Mental Psikologi

Banyak ahli menyampaikan teori kepribadian dan perkembangan jiwa manusia


sebagai awal pembentukan kepribadian dan perkembangan jiwa manusia sekarang.
Beberapa teori yang terkenal diantaranya teori Erik Erikson. Teori perkembangan
kepribadian yang dikemukakan Erik Erikson merupakan salah satu teori yang memiliki
pengaruh kuat dalam psikologi. Bersama dengan Sigmund Freud, Erikson mendapat
posisi

penting

dalam

psikologi.

Hal

ini

dikarenakan

ia

menjelaskan

tahap

perkembangan manusia mulai dari lahir hingga lanjut usia; satu hal yang tidak
dilakukan oleh Freud. Selain itu karena Freud lebih banyak berbicara dalam wilayah
ketidaksadaran manusia, teori Erikson yang membawa aspek kehidupan sosial dan
fungsi budaya dianggap lebih realistis.
Teori Erikson dikatakan sebagai salah satu teori yang sangat selektif karena
didasarkan pada tiga alasan. Alasan yang pertama, karena teorinya sangat
representatif
merupakan

dikarenakan
salah

menekankan

satu

pada

perkembangan

aspek

pentingnya

dalam

menggambarkan

memiliki

yang

atau

eksplisit

hubungan

mendekati

perubahan

lingkaran

secara

kaitan

kehidupan,
mengenai

dengan

kepribadian

yang
dan

terjadi
yang

usahanya

ego

manusia.

pada

setiap

ketiga/terakhir
dalam

yang
Kedua,
tahap
adalah

mengabungkan

pengertian klinik dengan sosial dan latar belakang yang dapat memberikan
kekuatan/kemajuan dalam perkembangan kepribadian didalam sebuah lingkungan.
Melalui teorinya Erikson memberikan sesuatu yang baru dalam mempelajari
mengenai perilaku manusia dan merupakan suatu pemikiran yang sangat maju guna
memahami persoalan/masalah psikologi yang dihadapi oleh manusia pada jaman
modern seperti ini. Oleh karena itu, teori Erikson banyak digunakan untuk
menjelaskan kasus atau hasil penelitian yang terkait dengan tahap perkembangan,
baik anak, dewasa, maupun lansia.
Erikson dalam membentuk teorinya secara baik, sangat berkaitan erat dengan
kehidupan pribadinya dalam hal ini mengenai pertumbuhan egonya. Erikson
berpendapat

bahwa

pandangan-pandangannya

sesuai

dengan

ajaran

dasar

psikoanalisis yang diletakkan oleh Freud. Jadi dapat dikatakan bahwa Erikson adalah
seorang post-freudian atau neofreudian. Akan tetapi, teori Erikson lebih tertuju pada
masyarakat dan kebudayaan. Hal ini terjadi karena dia adalah seorang ilmuwan yang
punya ketertarikan terhadap antropologis yang sangat besar, bahkan dia sering
meminggirkan masalah insting dan alam bawah sadar. Oleh sebab itu, maka di satu
pihak ia menerima konsep struktur mental Freud, dan di lain pihak menambahkan
dimensi sosial-psikologis pada konsep dinamika dan perkembangan kepribadian yang
diajukan oleh Freud. Bagi Erikson, dinamika kepribadian selalu diwujudkan sebagai

hasil interaksi antara kebutuhan dasar biologis dan pengungkapannya sebagai


tindakan-tindakan sosial. Tampak dengan jelas bahwa yang dimaksudkan dengan
psikososial apabila istilah ini dipakai dalam kaitannya dengan perkembangan. Secara
khusus hal ini berarti bahwa tahap-tahap kehidupan seseorang dari lahir sampai
dibentuk oleh pengaruh-pengaruh sosial yang berinteraksi dengan suatu organisme
yang menjadi matang secara fisik dan psikologis. Sedangkan konsep perkembangan
yang diajukan dalam teori psikoseksual yang menyangkut tiga tahap yaitu oral, anal,
dan genital, diperluasnya menjadi delapan tahap sedemikian rupa

sehingga

dimasukkannya cara-cara dalam mana hubungan sosial individu terbentuk dan


sekaligus dibentuk oleh perjuangan-perjuangan insting pada setiap tahapnya
Pusat dari teori Erikson mengenai perkembangan ego ialah sebuah asumpsi mengenai
perkembangan setiap manusia yang merupakan suatu tahap yang telah ditetapkan
secara universal dalam kehidupan setiap manusia. Proses yang terjadi dalam setiap
tahap yang telah disusun sangat berpengaruh terhadap Epigenetic Principle yang
sudah dewasa/matang. Dengan kata lain, Erikson mengemukakan persepsinya pada
saat itu bahwa pertumbuhan berjalan berdasarkan prinsip epigenetic. Di mana Erikson
dalam teorinya mengatakan melalui sebuah rangkaian kata yaitu :
(1) Pada dasarnya setiap perkembangan dalam kepribadian manusia mengalami
keserasian dari tahap-tahap yang telah ditetapkan sehingga pertumbuhan pada tiap
individu dapat dilihat/dibaca untuk mendorong, mengetahui, dan untuk saling
mempengaruhi, dalam radius soial yang lebih luas. (2) Masyarakat, pada prinsipnya,
juga merupakan salah satu unsur untuk memelihara saat setiap individu yang baru
memasuki lingkungan tersebut guna berinteraksi dan berusaha menjaga serta untuk
mendorong secara tepat berdasarkan dari perpindahan didalam tahap-tahap yang
ada.
Dalam bukunya yang berjudul Childhood and Society tahun 1963, Erikson membuat
sebuah bagan untuk mengurutkan delapan tahap secara terpisah mengenai
perkembangan ego dalam psikososial, yang biasa dikenal dengan istilah delapan
tahap perkembangan manusia. Erikson berdalil bahwa setiap tahap menghasilkan
epigenetic. Epigenetic berasal dari dua suku kata yaitu epi yang artinya upon atau
sesuatu yang sedang berlangsung, dan genetic yang berarti emergence atau
kemunculan. Gambaran dari perkembangan cermin mengenai ide dalam setiap tahap
lingkaran kehidupan sangat berkaitan dengan waktu, yang mana hal ini sangat
dominan dan karena itu muncul , dan akan selalu terjadi pada setiap tahap
perkembangan hingga berakhir pada tahap dewasa, secara keseluruhan akan adanya
fungsi/kegunaan kepribadian dari setiap tahap itu sendiri. Selanjutnya, Erikson

berpendapat bahwa tiap tahap psikososial juga disertai oleh krisis. Perbedaan dalam
setiap komponen kepribadian yang ada didalam tiap-tiap krisis adalah sebuah
masalah yang harus dipecahkan/diselesaikan. Konflik adalah sesuatu yang sangat
vital dan bagian yang utuh dari teori Erikson, karena pertumbuhan dan perkembangan
antar personal dalam sebuah lingkungan tentang suatu peningkatan dalam sebuah
sikap yang mudah sekali terkena serangan berdasarkan fungsi dari ego pada setiap
tahap
Erikson percaya epigenetic principle akan mengalami kemajuan atau kematangan
apabila dengan jelas dapat melihat krisis psikososial yang terjadi dalam lingkaran
kehidupan setiap manusia yang sudah dilukiskan dalam bentuk sebuah gambar Di
mana gambar tersebut memaparkan tentang delapan tahap perkembangan yang
pada umumnya dilalui dan dijalani oleh setiap manusia secara hirarkri seperti anak
tangga. Di dalam kotak yang bergaris diagonal menampilkan suatu gambaran
mengenai adanya hal-hal yang bermuatan positif dan negatif untuk setiap tahap
secara berturut-turut. Periode untuk tiap-tiap krisis, Erikson melukiskan mengenai
kondisi yang relatif berkaitan dengan kesehatan psikososial dan cocok dengan sakit
yang terjadi dalam kesehatan manusia itu sendiri.
Seperti telah dikemukakan di atas bahwa dengan berangkat dari teori tahap-tahap
perkembangan psikoseksual dari Freud yang lebih menekankan pada dorongandorongan seksual, Erikson mengembangkan teori tersebut dengan menekankan pada
aspek-aspek perkembangan sosial. Melalui teori yang dikembangkannya yang biasa
dikenal dengan sebutan Theory of Psychosocial Development (Teori Perkembangan
Psikososial), Erikson tidak berniat agar teori psikososialnya menggantikan baik teori
psikoseksual Freud maupun teori perkembangan kognitif Piaget. Ia mengakui bahwa
teori-teori ini berbicara mengenai aspek-aspek lain dalam perkembangan. Selain itu di
sisi lain perlu diketahui pula bahwa teori Erikson menjangkau usia tua sedangkan teori
Freud dan teori Piaget berhenti hanya sampai pada masa dewasa.
Meminjam kata-kata Erikson melalui seorang penulis buku bahwa apa saja yang
tumbuh memiliki sejenis rencana dasar, dan dari rencana dasar ini muncullah bagianbagian, setiap bagian memiliki waktu masing-masing untuk mekar, sampai semua
bagian bersama-sama ikut membentuk suatu keseluruhan yang berfungsi. Oleh
karena

itu,

melalui

mengemukakan

delapan

bahwa

dalam

tahap
setiap

perkembangan
tahap

yang

terdapat

ada

Erikson

ingin

maladaption/maladaptif

(adaptasi keliru) dan malignansi (selalu curiga) hal ini berlangsung kalau satu tahap
tidak berhasil dilewati atau gagal melewati satu tahap dengan baik maka akan
tumbuh maladaption/maladaptif dan juga malignansi, selain itu juga terdapat

ritualisasi

yaitu

berinteraksi

dengan

pola-pola

tertentu

dalam

setiap

tahap

perkembangan yang terjadi serta ritualisme yang berarti pola hubungan yang tidak
menyenangkan. Menurut Erikson delapan tahap perkembangan yang ada berlangsung
dalam jangka waktu yang teratur maupun secara hirarkri, akan tetapi jika dalam
tahap sebelumnya seseorang mengalami ketidakseimbangan seperti yang diinginkan
maka pada tahap sesudahnya dapat berlangsung kembali guna memperbaikinya.
Delapan tahap/fase perkembangan kepribadian menurut Erikson memiliki ciri utama
setiap tahapnya adalah di satu pihak bersifat biologis dan di lain pihak bersifat sosial,
yang berjalan melalui krisis diantara dua polaritas. Adapun tingkatan dalam delapan
tahap perkembangan yang dilalui oleh setiap manusia menurut Erikson adalah
sebagai berikut :
Kedelapan tahapan perkembangan kepribadian dapat digambarkan dalam tabel
berikut ini :
Tahapan Perkembangan Kepribadian
Developmental Stage Basic Components
Infancy (0-1 thn)
Early childhood (1-3 thn)
Preschool age (4-5 thn)
School age (6-11 thn)
Adolescence (12-10 thn)
Young adulthood ( 21-40 thn)
Adulthood (41-65 thn)
Senescence (+65 thn) Trust vs Mistrust
Autonomy vs Shame, Doubt
Initiative vs Guilt
Industry vs Inferiority
Identity vs Identity Confusion
Intimacy vs Isolation
Generativity vs Stagnation
Ego Integrity vs Despair
1. Trust vs Mistrust (Kepercayaan vs Kecurigaan)
Masa bayi (infancy) ditandai adanya kecenderungan trust mistrust. Perilaku bayi
didasari oleh dorongan mempercayai atau tidak mempercayai orang-orang di
sekitarnya. Dia sepenuhnya mempercayai orang tuanya, tetapi orang yang dianggap
asing dia tidak akan mempercayainya. Oleh karena itu kadang-kadang bayi menangis

bila di pangku oleh orang yang tidak dikenalnya. Ia bukan saja tidak percaya kepada
orang-orang yang asing tetapi juga kepada benda asing, tempat asing, suara asing,
perlakuan asing dan sebagainya. Kalau menghadapi situasi-situasi tersebut seringkali
bayi menangis
Tahap ini berlangsung pada masa oral, kira-kira terjadi pada umur 0-1 atau 1 tahun.
Tugas yang harus dijalani pada tahap ini adalah menumbuhkan dan mengembangkan
kepercayaan

tanpa

harus

menekan

kemampuan

untuk

hadirnya

suatu

ketidakpercayaan. Kepercayaan ini akan terbina dengan baik apabila dorongan oralis
pada bayi terpuaskan, misalnya untuk tidur dengan tenang, menyantap makanan
dengan nyaman dan tepat waktu, serta dapat membuang kotoron (eliminsi) dengan
sepuasnya. Oleh sebab itu, pada tahap ini ibu memiliki peranan yang secara kwalitatif
sangat menentukan perkembangan kepribadian anaknya yang masih kecil.
Apabila seorang ibu bisa memberikan rasa hangat dan dekat, konsistensi dan
kontinuitas kepada bayi mereka, maka bayi itu akan mengembangkan perasaan
dengan menganggap dunia khususnya dunia sosial sebagai suatu tempat yang aman
untuk didiami, bahwa orang-orang yang ada didalamnya dapat dipercaya dan saling
menyayangi. Kepuasaan yang dirasakan oleh seorang bayi terhadap sikap yang
diberikan oleh ibunya akan menimbulkan rasa aman, dicintai, dan terlindungi. Melalui
pengalaman dengan orang dewasa tersebut bayi belajar untuk mengantungkan diri
dan percaya kepada mereka. Hasil dari adanya kepercayaan berupa kemampuan
mempercayai lingkungan dan dirinya serta juga mempercayai kapasitas tubuhnya
dalam berespon secara tepat terhadap lingkungannya.
Sebaliknya, jika seorang ibu tidak dapat memberikan kepuasan kepada bayinya, dan
tidak dapat memberikan rasa hangat dan nyaman atau jika ada hal-hal lain yang
membuat ibunya berpaling dari kebutuhan-kebutuhannya demi memenuhi keinginan
mereka sendiri, maka bayi akan lebih mengembangkan rasa tidak percaya, dan dia
akan selalu curiga kepada orang lain.
Hal ini jangan dipahami bahwa peran sebagai orangtua harus serba sempurna tanpa
ada kesalahan/cacat. Karena orangtua yang terlalu melindungi anaknya pun akan
menyebabkan anak punya kecenderungan maladaptif. Erikson menyebut hal ini
dengan sebutan salah penyesuaian indrawi. Orang yang selalu percaya tidak akan
pernah mempunyai pemikiran maupun anggapan bahwa orang lain akan berbuat
jahat padanya, dan akan memgunakan seluruh upayanya dalam mempertahankan
cara pandang seperti ini. Dengan kata lain,mereka akan mudah tertipu atau
dibohongi. Sebaliknya, hal terburuk dapat terjadi apabila pada masa kecilnya sudah
merasakan ketidakpuasan yang dapat mengarah pada ketidakpercayaan. Mereka

akan berkembang pada arah kecurigaan dan merasa terancam terus menerus. Hal ini
ditandai dengan munculnya frustasi, marah, sinis, maupun depresi.
Pada dasarnya setiap manusia pada tahap ini tidak dapat menghindari rasa kepuasan
namun juga rasa ketidakpuasan yang dapat menumbuhkan kepercayaan dan
ketidakpercayaan. Akan tetapi, hal inilah yang akan menjadi dasar kemampuan
seseorang pada akhirnya untuk dapat menyesuaikan diri dengan baik. Di mana setiap
individu perlu mengetahui dan membedakan kapan harus percaya dan kapan harus
tidak percaya dalam menghadapi berbagai tantangan maupun rintangan yang
menghadang pada perputaran roda kehidupan manusia tiap saat.
Adanya perbandingan yang tepat atau apabila keseimbangan antara kepercayaan dan
ketidakpercayaan

terjadi

pada

tahap

ini

dapat

mengakibatkan

tumbuhnya

pengharapan. Nilai lebih yang akan berkembang di dalam diri anak tersebut yaitu
harapan dan keyakinan yang sangat kuat bahwa kalau segala sesuatu itu tidak
berjalan sebagaimana mestinya, tetapi mereka masih dapat mengolahnya menjadi
baik.
Pada aspek lain dalam setiap tahap perkembangan manusia senantiasa berinteraksi
atau saling berhubungan dengan pola-pola tertentu (ritualisasi). Oleh sebab itu, pada
tahap ini bayi pun mengalami ritualisasi di mana hubungan yang terjalin dengan
ibunya dianggap sebagai sesuatu yang keramat (numinous). Jika hubungan tersebut
terjalin dengan baik, maka bayi akan mengalami kepuasan dan kesenangan
tersendiri. Selain itu, Alwisol berpendapat bahwa numinous ini pada akhirnya akan
menjadi dasar bagaimana orang menghadapi/berkomunikasi dengan orang lain,
dengan penuh penerimaan, penghargaan, tanpa ada ancaman dan perasaan takut.
Sebaliknya, apabila dalam hubungan tersebut bayi tidak mendapatkan kasih sayang
dari seorang ibu akan merasa terasing dan terbuang, sehingga dapat terjadi suatu
pola kehidupan yang lain di mana bayi merasa berinteraksi secara interpersonal atau
sendiri dan dapat menyebabkan adanya idolism (pemujaan). Pemujaan ini dapat
diartikan dalam dua arah yaitu anak akan memuja dirinya sendiri, atau sebaliknya
anak akan memuja orang lain.
2. Otonomi vs Perasaan Malu dan Ragu-ragu
Masa kanak-kanak awal (early childhood) ditandai adanya kecenderungan autonomy
shame, doubt. Pada masa ini sampai batas-batas tertentu anak sudah bisa berdiri
sendiri, dalam arti duduk, berdiri, berjalan, bermain, minum dari botol sendiri tanpa
ditolong oleh orang tuanya, tetapi di pihak lain dia telah mulai memiliki rasa malu dan

keraguan dalam berbuat, sehingga seringkali minta pertolongan atau persetujuan dari
orang tuanya.
Pada tahap kedua adalah tahap anus-otot (anal-mascular stages), masa ini biasanya
disebut masa balita yang berlangsung mulai dari usia 18 bulan sampai 3 atau 4
tahun. Tugas yang harus diselesaikan pada masa ini adalah kemandirian (otonomi)
sekaligus dapat memperkecil perasaan malu dan ragu-ragu. Apabila dalam menjalin
suatu relasi antara anak dan orangtuanya terdapat suatu sikap/tindakan yang baik,
maka dapat menghasilkan suatu kemandirian. Namun, sebaliknya jika orang tua
dalam mengasuh anaknya bersikap salah, maka anak dalam perkembangannya akan
mengalami sikap malu dan ragu-ragu. Dengan kata lain, ketika orang tua dalam
mengasuh anaknya sangat memperhatikan anaknya dalam aspek-aspek tertentu
misalnya mengizinkan seorang anak yang menginjak usia balita untuk dapat
mengeksplorasikan

dan

mengubah

lingkungannya,

anak

tersebut

akan

bisa

mengembangkan rasa mandiri atau ketidaktergantungan. Pada usia ini menurut


Erikson bayi mulai belajar untuk mengontrol tubuhnya, sehingga melalui masa ini
akan nampak suatu usaha atau perjuangan anak terhadap pengalaman-pengalaman
baru yang berorientasi pada suatu tindakan/kegiatan yang dapat menyebabkan
adanya sikap untuk mengontrol diri sendiri dan juga untuk menerima control dari
orang lain. Misalnya, saat anak belajar berjalan, memegang tangan orang lain,
memeluk, maupun untuk menyentuh benda-benda lain.
Di lain pihak, anak dalam perkembangannya pun dapat menjadi pemalu dan raguragu. Jikalau orang tua terlalu membatasi ruang gerak/eksplorasi lingkungan dan
kemandirian, sehingga anak akan mudah menyerah karena menganggap dirinya tidak
mampu atau tidak seharusnya bertindak sendirian.
Orang tua dalam mengasuh anak pada usia ini tidak perlu mengobarkan keberanian
anak dan tidak pula harus mematikannya. Dengan kata lain, keseimbanganlah yang
diperlukan di sini. Ada sebuah kalimat yang seringkali menjadi teguran maupun
nasihat bagi orang tua dalam mengasuh anaknya yakni tegas namun toleran.
Makna dalam kalimat tersebut ternyata benar adanya, karena dengan cara ini anak
akan bisa mengembangkan sikap kontrol diri dan harga diri. Sedikit rasa malu dan
ragu-ragu, sangat diperlukan bahkan memiliki fungsi atau kegunaan tersendiri bagi
anak, karena tanpa adanya perasaan ini, anak akan berkembang ke arah sikap
maladaptif yang disebut Erikson sebagai impulsiveness (terlalu menuruti kata hati),
sebaliknya apabila seorang anak selalu memiliki perasaan malu dan ragu-ragu juga
tidak baik, karena akan membawa anak pada sikap malignansi yang disebut Erikson
compulsiveness. Sifat inilah yang akan membawa anak selalu menganggap bahwa

keberadaan mereka selalu bergantung pada apa yang mereka lakukan, karena itu
segala sesuatunya harus dilakukan secara sempurna. Apabila tidak dilakukan dengan
sempurna maka mereka tidak dapat menghindari suatu kesalahan yang dapat
menimbulkan adanya rasa malu dan ragu-ragu.
Jikalau dapat mengatasi krisis antara kemandirian dengan rasa malu dan ragu-ragu
dapat diatasi atau jika diantara keduanya terdapat keseimbangan, maka nilai positif
yang dapat dicapai yaitu adanya suatu kemauan atau kebulatan tekad. Meminjam
kata-kata dari Supratiknya yang menyatakan bahwa kemauan menyebabkan anak
secara bertahap mampu menerima peraturan hukum dan kewajiban.
Ritualisasi yang dialami oleh anak pada tahap ini yaitu dengan adanya sifat bijaksana
dan legalisme. Melalui tahap ini anak sudah dapat mengembangkan pemahamannya
untuk dapat menilai mana yang salah dan mana yang benar dari setiap gerak atau
perilaku orang lain yang disebut sebagai sifat bijaksana. Sedangkan, apabila dalam
pola pengasuhan terdapat penyimpangan maka anak akan memiliki sikap legalisme
yakni merasa puas apabila orang lain dapat dikalahkan dan dirinya berada pada pihak
yang menang sehingga anak akan merasa tidak malu dan ragu-ragu walaupun pada
penerapannya menurut Alwisol mengarah pada suatu sifat yang negatif yaitu tanpa
ampun, dan tanpa rasa belas kasih.
3. Inisiatif vs Kesalahan
Masa pra sekolah (Preschool Age) ditandai adanya kecenderungan initiative guilty.
Pada masa ini anak telah memiliki beberapa kecakapan, dengan kecakapankecakapan tersebut dia terdorong melakukan beberapa kegiatan, tetapi karena
kemampuan anak tersebut masih terbatas adakalanya dia mengalami kegagalan.
Kegagalan-kegagalan tersebut menyebabkan dia memiliki perasaan bersalah, dan
untuk sementara waktu dia tidak mau berinisatif atau berbuat.
Tahap ketiga ini juga dikatakan sebagai tahap kelamin-lokomotor (genital-locomotor
stage) atau yang biasa disebut tahap bermain. Tahap ini pada suatu periode tertentu
saat anak menginjak usia 3 sampai 5 atau 6 tahun, dan tugas yang harus diemban
seorang anak pada masa ini ialah untuk belajar punya gagasan (inisiatif) tanpa
banyak terlalu melakukan kesalahan. Masa-masa bermain merupakan masa di mana
seorang anak ingin belajar dan mampu belajar terhadap tantangan dunia luar, serta
mempelajari kemampuan-kemampuan baru juga merasa memiliki tujuan. Dikarenakan
sikap inisiatif merupakan usaha untuk menjadikan sesuatu yang belum nyata menjadi
nyata, sehingga pada usia ini orang tua dapat mengasuh anaknya dengan cara
mendorong anak untuk mewujudkan gagasan dan ide-idenya. Akan tetapi, semuanya

akan terbalik apabila tujuan dari anak pada masa genital ini mengalami hambatan
karena dapat mengembangkan suatu sifat yang berdampak kurang baik bagi dirinya
yaitu merasa berdosa dan pada klimaksnya mereka seringkali akan merasa bersalah
atau malah akan mengembangkan sikap menyalahkan diri sendiri atas apa yang
mereka rasakan dan lakukan.
Ketidakpedulian (ruthlessness) merupakan hasil dari maladaptif yang keliru, hal ini
terjadi saat anak memiliki sikap inisiatif yang berlebihan namun juga terlalu minim.
Orang yang memiliki sikap inisiatif sangat pandai mengelolanya, yaitu apabila mereka
mempunyai suatu rencana baik itu mengenai sekolah, cinta, atau karir mereka tidak
peduli terhadap pendapat orang lain dan jika ada yang menghalangi rencananya apa
dan siapa pun yang harus dilewati dan disingkirkan demi mencapai tujuannya itu.
Akan tetapi bila anak saat berada pada periode mengalami pola asuh yang salah yang
menyebabkan anak selalu merasa bersalah akan mengalami malignansi yaitu akan
sering berdiam diri (inhibition). Berdiam diri merupakan suatu sifat yang tidak
memperlihatkan suatu usaha untuk mencoba melakukan apa-apa, sehingga dengan
berbuat seperti itu mereka akan merasa terhindar dari suatu kesalahan.
Kecenderungan atau krisis antara keduanya dapat diseimbangkan, maka akan lahir
suatu kemampuan psikososial adalah tujuan (purpose). Selain itu, ritualisasi yang
terjadi pada masa ini adalah masa dramatik dan impersonasi. Dramatik dalam
pengertiannya dipahami sebagai suatu interaksi yang terjadi pada seorang anak
dengan memakai fantasinya sendiri untuk berperan menjadi seseorang yang berani.
Sedangkan impersonasi dalam pengertiannya adalah suatu fantasi yang dilakukan
oleh seorang anak namun tidak berdasarkan kepribadiannya. Oleh karena itu,
rangakain kata yang tepat untuk menggambarkan masa ini pada akhirnya bahwa
keberanian,

kemampuan

pemahaman

mengenai

untuk

bertindak

keterbatasan

dan

tidak

terlepas

kesalahan

dari

yang

kesadaran

pernah

dan

dilakukan

sebelumnya.

4. Kerajinan vs Inferioritas
Masa Sekolah (School Age) ditandai adanya kecenderungan industryinferiority.
Sebagai kelanjutan dari perkembangan tahap sebelumnya, pada masa ini anak sangat
aktif mempelajari apa saja yang ada di lingkungannya. Dorongan untuk mengatahui
dan berbuat terhadap lingkungannya sangat besar, tetapi di pihak lain karena
keterbatasan-keterbatasan kemampuan dan pengetahuannya kadang-kadang dia

menghadapi kesukaran, hambatan bahkan kegagalan. Hambatan dan kegagalan ini


dapat menyebabkan anak merasa rendah diri.
Tahap keempat ini dikatakan juga sebagai tahap laten yang terjadi pada usia sekolah
dasar antara umur 6 sampai 12 tahun. Salah satu tugas yang diperlukan dalam tahap
ini ialah adalah dengan mengembangkan kemampuan bekerja keras dan menghindari
perasaan rasa rendah diri. Saat anak-anak berada tingkatan ini area sosialnya
bertambah luas dari lingkungan keluarga merambah sampai ke sekolah, sehingga
semua aspek memiliki peran, misalnya orang tua harus selalu mendorong, guru harus
memberi perhatian, teman harus menerima kehadirannya, dan lain sebagainya.
Tingkatan ini menunjukkan adanya pengembangan anak terhadap rencana yang pada
awalnya hanya sebuah fantasi semata, namun berkembang seiring bertambahnya
usia bahwa rencana yang ada harus dapat diwujudkan yaitu untuk dapat berhasil
dalam belajar. Anak pada usia ini dituntut untuk dapat merasakan bagaimana rasanya
berhasil, apakah itu di sekolah atau ditempat bermain. Melalui tuntutan tersebut anak
dapat mengembangkan suatu sikap rajin. Berbeda kalau anak tidak dapat meraih
sukses karena mereka merasa tidak mampu (inferioritas), sehingga anak juga dapat
mengembangkan sikap rendah diri. Oleh sebab itu, peranan orang tua maupun guru
sangatlah penting untuk memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan anak pada usia
seperti ini. Kegagalan di bangku sekolah yang dialami oleh anak-anak pada umumnya
menimpa anak-anak yang cenderung lebih banyak bermain bersama teman-teman
dari pada belajar, dan hal ini tentunya tidak terlepas dari peranan orang tua maupun
guru dalam mengontrol mereka.
Kecenderungan maladaptif akan tercermin apabila anak memiliki rasa giat dan rajin
terlalu besar yang mana peristiwa ini menurut Erikson disebut sebagai keahlian
sempit. Di sisi lain jika anak kurang memiliki rasa giat dan rajin maka akan tercermin
malignansi yang disebut dengan kelembaman. Mereka yang mengidap sifat ini oleh
Alfred Adler disebut dengan masalah-masalah inferioritas. Maksud dari pengertian
tersebut yaitu jika seseorang tidak berhasil pada usaha pertama, maka jangan
mencoba lagi. Usaha yang sangat baik dalam tahap ini sama seperti tahap-tahap
sebelumnya adalah dengan menyeimbangkan kedua karateristik yang ada, dengan
begitu ada nilai positif yang dapat dipetik dan dikembangkan dalam diri setiap pribadi
yakni kompetensi.
Dalam lingkungan yang ada pola perilaku yang dipelajari pun berbeda dari tahap
sebelumnya, anak diharapkan mampu untuk mengerjakan segala sesuatu dengan
mempergunakan cara maupun metode yang standar, sehingga anak tidak terpaku
pada aturan yang berlaku dan bersifat kaku. Peristiwa tersebut biasanya dikenal

dengan istilah formal. Sedangkan pada pihak lain jikalau anak mampu mengerjakan
segala sesuatu dengan mempergunakan cara atau metode yang sesuai dengan
aturan yang ditentukan untuk memperoleh hasil yang sempurna, maka anak akan
memiliki sikap kaku dan hidupnya sangat terpaku pada aturan yang berlaku. Hal inilah
yang dapat menyebabkan relasi dengan orang lain menjadi terhambat. Peristiwa ini
biasanya dikenal dengan istilah formalism.
5. Identitas vs Kekacauan Identitas
Tahap kelima merupakan tahap adolesen (remaja), yang dimulai pada saat masa
puber dan berakhir pada usia 18 atau 20 tahun. Masa Remaja (adolescence) ditandai
adanya kecenderungan identity Identity Confusion. Sebagai persiapan ke arah
kedewasaan didukung pula oleh kemampuan dan kecakapan-kecakapan yang
dimilikinya dia berusaha untuk membentuk dan memperlihatkan identitas diri, ciri-ciri
yang khas dari dirinya. Dorongan membentuk dan memperlihatkan identitasdiri ini,
pada para remaja sering sekali sangat ekstrim dan berlebihan, sehingga tidak jarang
dipandang oleh lingkungannya sebagai penyimpangan atau kenakalan. Dorongan
pembentukan identitas diri yang kuat di satu pihak, sering diimbangi oleh rasa setia
kawan dan toleransi yang besar terhadap kelompok sebayanya. Di antara kelompok
sebaya mereka mengadakan pembagian peran, dan seringkali mereka sangat patuh
terhadap peran yang diberikan kepada masing-masing anggota.
Pencapaian identitas pribadi dan menghindari peran ganda merupakan bagian dari
tugas yang harus dilakukan dalam tahap ini. Menurut Erikson masa ini merupakan
masa yang mempunyai peranan penting, karena melalui tahap ini orang harus
mencapai tingkat identitas ego, dalam pengertiannya identitas pribadi berarti
mengetahui siapa

dirinya

dan bagaimana

cara

seseorang terjun ke

tengah

masyarakat. Lingkungan dalam tahap ini semakin luas tidak hanya berada dalam area
keluarga, sekolah namun dengan masyarakat yang ada dalam lingkungannya. Masa
pubertas terjadi pada tahap ini, kalau pada tahap sebelumnya seseorang dapat
menapakinya

dengan

baik

maka

segenap

identifikasi

di

masa

kanak-kanak

diintrogasikan dengan peranan sosial secara aku, sehingga pada tahap ini mereka
sudah dapat melihat dan mengembangkan suatu sikap yang baik dalam segi
kecocokan antara isi dan dirinya bagi orang lain, selain itu juga anak pada jenjang ini
dapat merasakan bahwa mereka sudah menjadi bagian dalam kehidupan orang lain.
Semuanya itu terjadi karena mereka sudah dapat menemukan siapakah dirinya.
Identitas ego merupakan kulminasi nilai-nilai ego sebelumnya yang merupakan ego
sintesis. Dalam arti kata yang lain pencarian identitas ego telah dijalani sejak berada

dalam tahap pertama/bayi sampai seseorang berada pada tahap terakhir/tua. Oleh
karena itu, salah satu point yang perlu diperhatikan yaitu apabila tahap-tahap
sebelumnya berjalan kurang lancar atau tidak berlangsung secara baik, disebabkan
anak tidak mengetahui dan memahami siapa dirinya yang sebenarnya ditengahtengah pergaulan dan struktur sosialnya, inilah yang disebut dengan identity
confusion atau kekacauan identitas.
Akan tetapi di sisi lain jika kecenderungan identitas ego lebih kuat dibandingkan
dengan kekacauan identitas, maka mereka tidak menyisakan sedikit ruang toleransi
terhadap masyarakat yang bersama hidup dalam lingkungannya. Erikson menyebut
maladaptif ini dengan sebutan fanatisisme. Orang yang berada dalam sifat
fanatisisme ini menganggap bahwa pemikiran, cara maupun jalannyalah yang terbaik.
Sebaliknya, jika kekacauan identitas lebih kuat dibandingkan dengan identitas ego
maka Erikson menyebut malignansi ini dengan sebutan pengingkaran. Orang yang
memiliki sifat ini mengingkari keanggotaannya di dunia orang dewasa atau
masyarakat akibatnya mereka akan mencari identitas di tempat lain yang merupakan
bagian dari kelompok yang menyingkir dari tuntutan sosial yang mengikat serta mau
menerima dan mengakui mereka sebagai bagian dalam kelompoknya.
Kesetiaan akan diperoleh sebagi nilai positif yang dapat dipetik dalam tahap ini,
jikalau antara identitas ego dan kekacauan identitas dapat berlangsung secara
seimbang, yang mana kesetiaan memiliki makna tersendiri yaitu kemampuan hidup
berdasarkan standar yang berlaku di tengah masyarakat terlepas dari segala
kekurangan, kelemahan, dan ketidakkonsistennya. Ritualisasi yang nampak dalam
tahap adolesen ini dapat menumbuhkan ediologi dan totalisme.
6. Keintiman vs Isolasi
Tahap pertama hingga tahap kelima sudah dilalui, maka setiap individu akan
memasuki jenjang berikutnya yaitu pada masa dewasa awal yang berusia sekitar 2030 tahun. Masa Dewasa Awal (Young adulthood) ditandai adanya kecenderungan
intimacy isolation. Kalau pada masa sebelumnya, individu memiliki ikatan yang kuat
dengan kelompok sebaya, namun pada masa ini ikatan kelompok sudah mulai
longgar. Mereka sudah mulai selektif, dia membina hubungan yang intim hanya
dengan orang-orang tertentu yang sepaham. Jadi pada tahap ini timbul dorongan
untuk membentuk hubungan yang intim dengan orang-orang tertentu, dan kurang
akrab atau renggang dengan yang lainnya.
Jenjang ini menurut Erikson adalah ingin mencapai kedekatan dengan orang lain dan
berusaha menghindar dari sikap menyendiri. Periode diperlihatkan dengan adanya

hubungan spesial dengan orang lain yang biasanya disebut dengan istilah pacaran
guna memperlihatkan dan mencapai kelekatan dan kedekatan dengan orang lain. Di
mana muatan pemahaman dalam kedekatan dengan orang lain mengandung arti
adanya kerja sama yang terjalin dengan orang lain. Akan tetapi, peristiwa ini akan
memiliki pengaruh yang berbeda apabila seseorang dalam tahap ini tidak mempunyai
kemampuan untuk menjalin relasi dengan orang lain secara baik sehingga akan
tumbuh sifat merasa terisolasi. Erikson menyebut adanya kecenderungan maladaptif
yang muncul dalam periode ini ialah rasa cuek, di mana seseorang sudah merasa
terlalu bebas, sehingga mereka dapat berbuat sesuka hati tanpa memperdulikan dan
merasa tergantung pada segala bentuk hubungan misalnya dalam hubungan dengan
sahabat, tetangga, bahkan dengan orang yang kita cintai/kekasih sekalipun.
Sementara dari segi lain/malignansi Erikson menyebutnya dengan keterkucilan, yaitu
kecenderungan orang untuk mengisolasi/menutup diri sendiri dari cinta, persahabatan
dan masyarakat, selain itu dapat juga muncul rasa benci dan dendam sebagai bentuk
dari kesendirian dan kesepian yang dirasakan.
Oleh sebab itu, kecenderungan antara keintiman dan isoalasi harus berjalan dengan
seimbang guna memperoleh nilai yang positif yaitu cinta. Dalam konteks teorinya,
cinta berarti kemampuan untuk mengenyampingkan segala bentuk perbedaan dan
keangkuhan lewat rasa saling membutuhkan. Wilayah cinta yang dimaksudkan di sini
tidak hanya mencakup hubungan dengan kekasih namun juga hubungan dengan
orang tua, tetangga, sahabat, dan lain-lain.
Ritualisasi yang terjadi pada tahan ini yaitu adanya afiliasi dan elitisme. Afilisiasi
menunjukkan

suatu

sikap

yang

baik

dengan

mencerminkan

sikap

untuk

mempertahankan cinta yang dibangun dengan sahabat, kekasih, dan lain-lain.


Sedangkan elitisme menunjukkan sikap yang kurang terbuka dan selalu menaruh
curiga terhadap orang lain.
7. Generativitas vs Stagnasi
Masa dewasa (dewasa tengah) berada pada posisi ke tujuh, dan ditempati oleh orangorang yang berusia sekitar 30 sampai 60 tahun. Masa Dewasa (Adulthood) ditandai
adanya kecenderungan generativity-stagnation. Sesuai dengan namanya masa
dewasa, pada tahap ini individu telah mencapai puncak dari perkembangan segala
kemampuannya. Pengetahuannya cukup luas, kecakapannya cukup banyak, sehingga
perkembangan individu sangat pesat. Meskipun pengetahuan dan kecakapan individu
sangat luas, tetapi dia tidak mungkin dapat menguasai segala macam ilmu dan

kecakapan,

sehingga

tetap

pengetahuan

dan

kecakapannya

terbatas.

Untuk

mengerjakan atau mencapai hal hal tertentu ia mengalami hambatan.


Apabila pada tahap pertama sampai dengan tahap ke enam terdapat tugas untuk
dicapai, demikian pula pada masa ini dan salah satu tugas untuk dicapai ialah dapat
mengabdikan diri guna keseimbangan antara sifat melahirkan sesuatu (generativitas)
dengan tidak berbuat apa-apa (stagnasi). Generativitas adalah perluasan cinta ke
masa depan. Sifat ini adalah kepedulian terhadap generasi yang akan datang. Melalui
generativitas akan dapat dicerminkan sikap memperdulikan orang lain. Pemahaman
ini sangat jauh berbeda dengan arti kata stagnasi yaitu pemujaan terhadap diri sendiri
dan sikap yang dapat digambarkan dalam stagnasi ini adalah tidak perduli terhadap
siapapun.
Maladaptif yang kuat akan menimbulkan sikap terlalu peduli, sehingga mereka tidak
punya waktu untuk mengurus diri sendiri. Selain itu malignansi yang ada adalah
penolakan, di mana seseorang tidak dapat berperan secara baik dalam lingkungan
kehidupannya akibat dari semua itu kehadirannya ditengah-tengah area kehiduannya
kurang mendapat sambutan yang baikHarapan yang ingin dicapai pada masa ini yaitu
terjadinya keseimbangan antara generativitas dan stagnansi guna mendapatkan nilai
positif yang dapat dipetik yaitu kepedulian. Ritualisasi dalam tahap ini meliputi
generasional dan otoritisme. Generasional ialah suatu interaksi/hubungan yang
terjalin secara baik dan menyenangkan antara orang-orang yang berada pada usia
dewasa dengan para penerusnya. Sedangkan otoritisme yaitu apabila orang dewasa
merasa memiliki kemampuan yang lebih berdasarkan pengalaman yang mereka alami
serta memberikan segala peraturan yang ada untuk dilaksanakan secara memaksa,
sehingga hubungan diantara orang dewasa dan penerusnya tidak akan berlangsung
dengan baik dan menyenangkan
8. Integritas vs Keputusasaan
Tahap terakhir dalam teorinya Erikson disebut tahap usia senja yang diduduki oleh
orang-orang yang berusia sekitar 60 atau 65 ke atas. Masa hari tua (Senescence)
ditandai adanya kecenderungan ego integrity despair. Pada masa ini individu telah
memiliki kesatuan atau intregitas pribadi, semua yang telah dikaji dan didalaminya
telah menjadi milik pribadinya. Pribadi yang telah mapan di satu pihak digoyahkan
oleh usianya yang mendekati akhir. Mungkin ia masih memiliki beberapa keinginan
atau tujuan yang akan dicapainya tetapi karena faktor usia, hal itu sedikit sekali
kemungkinan untuk dapat dicapai. Dalam situasi ini individu merasa putus asa.
Dorongan untuk terus berprestasi masih ada, tetapi pengikisan kemampuan karena

usia seringkali mematahkan dorongan tersebut, sehingga keputusasaan acapkali


menghantuinya.
Dalam teori Erikson, orang yang sampai pada tahap ini berarti sudah cukup berhasil
melewati tahap-tahap sebelumnya dan yang menjadi tugas pada usia senja ini adalah
integritas dan berupaya menghilangkan putus asa dan kekecewaan. Tahap ini
merupakan tahap yang sulit dilewati menurut pemandangan sebagian orang
dikarenakan mereka sudah merasa terasing dari lingkungan kehidupannya, karena
orang pada usia senja dianggap tidak dapat berbuat apa-apa lagi atau tidak berguna.
Kesulitan tersebut dapat diatasi jika di dalam diri orang yang berada pada tahap
paling tinggi dalam teori Erikson terdapat integritas yang memiliki arti tersendiri yakni
menerima hidup dan oleh karena itu juga berarti menerima akhir dari hidup itu
sendiri. Namun, sikap ini akan bertolak belakang jika didalam diri mereka tidak
terdapat integritas yang mana sikap terhadap datangnya kecemasan akan terlihat.
Kecenderungan terjadinya integritas lebih kuat dibandingkan dengan kecemasan
dapat

menyebabkan

maladaptif

yang

biasa

disebut

Erikson

berandai-andai,

sementara mereka tidak mau menghadapi kesulitan dan kenyataan di masa tua.
Sebaliknya, jika kecenderungan kecemasan lebih kuat dibandingkan dengan integritas
maupun secara malignansi yang disebut dengan sikap menggerutu, yang diartikan
Erikson sebagai sikap sumaph serapah dan menyesali kehidupan sendiri. Oleh karena
itu, keseimbangan antara integritas dan kecemasan itulah yang ingin dicapai dalam
masa usia senja guna memperoleh suatu sikap kebijaksanaan.

SKIZOFRENIA PARANOID
SKIZOFRENIA
Pengertian Skizofrenia.
Menurut Nevid, dkk (2005) skizofrenia adalah gangguan psikotik menetap yang
mencakup gangguan pada perilaku, pikiran, emosi dan persepsi. Menurut Kaplan, dkk
(2010), skizofrenia adalah gangguan psikotik yang kronik, pada orang yang
mengalaminya tidak dapat menilai realitas dengan baik dan pemahaman diri buruk.
Skizofrenia dengan onset masa anak-anak pada pengertiannya adalah sama dengan
skizofrenia pada masa remaja dan masa dewasa. Walaupun jarang, skizofrenia pada
anak-anak prapubertal ada sekurangnya dua hal berikut: halusinasi, waham, bicara
atau perilaku yang jelas terdisorganisasi, dan menarik diri yang parah sekurangkurangnya satu bulan. Disfungsi sosial dan akademik harus ada, dan tanda gangguan
harus menetap terus-menerus selama sekurangnya enam bulan. (Kaplan, dkk 2010).
Skizofrenia biasanya berkembang pada masa remaja akhir atau dewasa awal, tepat
pada saat orang mulai keluar dari keluarga menuju ke dunia luar (Cowan & Kandel,
Harrop & Trower), dikutif Nevid, dkk (2005). Orang yang mengidap skizofrenia semakin

lama semakin terlepas dari masyarakat. Mereka gagal untuk berfungsi sesuai peran
yang diharapkan sebagai pelajar, pekerja, atau pasangan, dan keluarga serta
komunitas mereka menjadi kurang toleran terhadap perilaku mereka yang
menyimpang. Gangguan ini biasa berkembang pada akhir masa remaja atau awal usia
20 tahun lebih, pada masa dimana otak sudah mencapai kematangan yang penuh.
Pada sekitar tiga dari empat kasus, tanda-tanda pertama dari skizofrenia tampak pada
usia 25 tahun (Keith, Regier & Rae) dikutif Nevid, dkk (2005).
Skizofrenia adalah penyakit yang mempengaruhi lingkup yang luas dari proses
psikologis, mencakup kognisi, afek, dan perilaku. Orang-orang dengan skizofrenia
menunjukkan kemunduran yang jelas dalam fungsi pekerjaan dan sosial. Mereka
mungkin mengalami kesulitan mempertahankan pembicaraan, membentuk
pertemanan, mempertahankan pekerjaan, atau memperhatikan kebersihan pribadi
mereka. Namun demikian tidak ada satu pola perilaku yang unik pada skizofrenia,
demikian pula tidak ada satu pola perilaku yang selalu muncul pada penderita
skizofrenia. Penderita skizofrenia mungkin menunjukkan waham, masalah dalam
pikiran asosiatif, dan halusinasi, pada satu atau lain waktu, namun tidak selalu semua
tampil pada saat bersamaan. Juga terdapat perbedaan ragam atau jenis skizofrenia,
dicirikan pada pola-pola perilaku yang berbeda (Navid, dkk, 2005).
Dalam beberapa kasus, skizofrenia menyerang manusia usia muda antara 15 hingga
30 tahun, tetapi serangan kebanyakan terjadi pada usia 40 tahun ke atas. Skizofrenia
bisa menyerang siapa saja tanpa mengenal jenis kelamin, ras, maupun tingkat sosial
ekonomi. Diperkirakan penderita skizofrenia sebanyak 1 % dari jumlah manusia yang
ada di bumi.
Skizofrenia tidak bisa disembuhkan sampai sekarang. Tetapi dengan bantuan Psikiater
dan obat-obatan, skizofrenia dapat dikontrol. Pemulihan memang kadang terjadi,
tetapi tidak bisa diprediksikan. Dalam beberapa kasus, penderita menjadi lebih baik
dari sebelumnya. Keringanan gejala selalu nampak dalam 2 tahun pertama setelah
penderita diobati, dan berangsur-angsur menjadi jarang setelah 5 tahun pengobatan.
Pada umur yang lanjut, di atas 40 tahun, kehidupan penderita skizofrenia yang diobati
akan semakin baik, dosis obat yang diberikan akan semakin berkurang, dan frekuensi
pengobatan akan semakin jarang.Peranan Psikolog juga sangat penting dan
mendukung penanganan penderita skizofrenia melalui psikotherapy dengan CBT :
Cognitive Behavior Therapy yang menggunakan berbagai teknik yang terdiri dari 25
macam teknik. Ada serangkaian teknik terapi CBT menurut beberapa tokoh sebagai
berikut :
1) Book
dan
Randal
(2002),
merekomendasikan
farmakoterapi
yang
dikombinasikan dengan psikoterapi, yakni Cognitive Behavioral Therapy.
Komponen Terapi Kognitif Perilaku yang direkomendasikannya antara lain :
exposure, restrukturisasi kognitif, latihan relaksasi, dan pelatihan keterampilan
sosial.
2) Feeney (2004), dalam 31 sesi terapinya menggunakan beberapa tehnik yakni:
self-monitoring, restrukturisasi kognitif, relaksasi otot dan latihan pernafasan,
exposure dan parodoxical intention.
3) Halford, Doolan, dan Eadie (2002), dalam mengatasi gangguan kecemasan dan
depresi menggunakan psikoedukasi, mengajarkan strategi manajemen
kecemasan, restrukturisasi kognitif, latihan relaksasi, pelatihan keterampilan
komunikasi, penjadwalan aktivitas yang menyenangkan, dan exposure.
4) Karp dan Dugas (2003), menggunakan psikoedukasi, training problem solving,
role play, kognitif re-evaluasi, fade-out dan relaps prevention. Tentunya disertai
dengan masa follow-up setelah dua bulan pasca terapi. Semuanya terlaksana
dalam 16 sesi terapi, selama 20 minggu.
5) Rector, Kocovski, dan Ryder (2006) untuk mengatasi kecemasan sosial dan
ketidaknyamanan terhadap orang lain menerapkan beberapa elemen tretmen,

yakni: restrukturisasi kognitif atau downward arrow, exposure, pengurangan


perilaku aman, dan pelatihan keterampilan sosial.
6) Suryaningrum (2006), menggunakan relaksasi, restrukturisasi kognitif, role-play
dan in-vivo exposure dalam Cognitive Behavioral Therapy.
7) Westra dan Pheonix (2003) dalam penelitiannya terhadap dua gangguan
kecemasan (salah satunya adalah pobia sosial), menggunakan psikoedukasi,
latihan pernafasan, identifikasi pemikiran negatif dan exposure. Westra dan
Pheonix juga menambahkan terapi peningkatan motivasi untuk klien yang
berulangkali mengalami kegagalan dalam menjalani terapi.
Kesimpulan, skizofrenia merupakan salah satu dari diagnosis gangguan jiwa menurut
Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ-III) dengan kode F20.
Suatu sindrom dengan variasi penyebab banyak belum diketahui dan perjalanan
penyakit tidak selalu bersifat kronik atau luas, serta jumlah akibat yang tergantung
pada pertimbangan pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya. Skizofrenia pada
umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari
pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar atau tumpul. Kesadaran yang
jernih dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran
kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.
Simtom Skizofrenia.
Simtom skizofrenia dibagi menjadi 2 kelompok gejala yaitu : simtom positif dan
simtom negatif.
Simtom Positif
Simtom positif meliputi; waham, halusinasi, dan katatonik.
Menurut Durand, dkk (2007) simtom positif skizofrenia merupakan tanda-tanda yang
lebih jelas dari psikosis. Ini termasuk pengalaman delusi dan halusinasi yang
menganggu. Pembicaraan yang tidak terorganisasi menjelaskan terjadinya proses
pembicaraan menyimpang karena adanya masalah pada organisasi ide dan perkataan
yang tidak dipahami oleh orang lain. Delusi merupakan keyakinan salah yang
biasanya melibatkan kesalahan interpretasi pada persepsi atau pengalaman.
Halusinasi merupakan gangguan persepsi yang membuat seseorang dapat melihat
sesuatu atau mendengar suara yang tidak ada sumbernya, bisa berupa halusinasi
pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecapan dan perabaan. (Diagnostic and
Statistik Manual of Mental Disorder / DSM-IV TR, 2000).
Delusi adalah gejala psikotik yang melibatkan gangguan isi pikiran dan adanya
keyakinan yang kuat, yang merupakan misrepresentasi dari kenyataan (Durand, dkk,
2007). Waham atau delusi, yaitu kesalahan dalam menilai diri sendiri, atau keyakinan
tentang isi pikirannya padahal tidak sesuai dengan kenyataan. Atau kenyataan yang
telah terpaku/terpancang kuat dan tidak dapat dibenarkan berdasarkan fakta dan
kenyataan tetapi tetap dipertahankan. Jika disuruh membuktikan berdasarkan akal
sehatnya, tidak bisa. Atau disebut juga kepercayaan yang palsu dan sudah tidak
dapat dikoreksi. Penyesatan pikiran (delusi) adalah kepercayaan yang kuat dalam
menginterpretasikan sesuatu yang kadang berlawanan dengan kenyataan. Misalnya,
pada penderita skizofrenia, lampu trafik di jalan raya yang berwarna merah kuning
hijau, dianggap sebagai suatu isyarat dari luar angkasa. Beberapa penderita
skizofrenia berubah menjadi seorang paranoid. Mereka selalu merasa sedang diamatamati, diintai, atau hendak diserang.
Kegagalan berpikir mengarah kepada masalah dimana penderita skizofrenia tidak
mampu memproses dan mengatur pikirannya. Kebanyakan penderita tidak mampu
memahami hubungan antara kenyataan dan logika. Karena penderita skizofrenia tidak
mampu mengatur pikirannya membuat mereka berbicara secara serampangan dan
tidak bisa ditangkap secara logika. Ketidakmampuan dalam berpikir mengakibatkan
ketidakmampuan mengendalikan emosi dan perasaan. Hasilnya, kadang penderita

skizofrenia tertawa sendiri atau berbicara sendiri dengan keras tanpa memperdulikan
sekelilingnya. Semua itu membuat penderita skizofrenia tidak bisa memahami siapa
dirinya, tidak berpakaian, dan tidak bisa mengerti apa itu manusia. Dia juga tidak bisa
mengerti kapan dia lahir, dimana dia berada, dan sebagainya.
Waham kebesaran adalah waham peningkatan kemampuan, kekuatan, pengetahuan,
identitas, atau hubungan khusus dengan dewa atau orang terkenal. Waham
merupakan anggapan tentang orang yang hypersensitif, dan mekanisme ego spesifik,
reaksi formasi dan penyangkalan. Klien dengan waham, menggunakan mekanisme
pertahanan reaksi formasi, penyangkalan dan proyeksi. Pada reaksi formasi,
digunakan sebagai pertahanan melawan agresi, kebutuhan, ketergantungan dan
perasaan cinta. Kebutuhan akan ketergantungan ditransformasikan menjadi
kemandirian yang kokoh. Penyangkalan, digunakan untuk menghindari kesadaran
akan kenyataan yang menyakitkan. Proyeksi digunakan untuk melindungi diri dari
mengenal impuls yang tidak dapat diterima di dalam dirinya sendiri. Hypersensitivitas
dan perasaan inferioritas, telah dihipotesiskan menyebabkan reaksi formasi dan
proyeksi, waham kebesaran dan superioritas. Waham juga dapat muncul dari hasil
pengembangan pikiran rahasia yang menggunakan fantasi sebagai cara untuk
meningkatkan harga diri mereka yang terluka. Waham kebesaran merupakan regresi
perasaan maha kuasa dari anak-anak, dimana perasaan akan kekuatan yang tidak
dapat disangkal dan dihilangkan (Kaplan, dkk, 2010).
Macam-macam waham :
a) Waham kejar, yaitu keyakinan bahwa orang lain atau lingkungan memusuhi
atau mencurigai dirinya. Misalnya merasa ada orang yang ingin membunuhnya,
memata-matai, atau membicarakan kejelekannya.
b) Waham kebesaran (grandeur), yaitu keyakinan bahwa dirinya mempunyai
kekuatan, kekuasaan, kedudukan, kekayaan berlimpah, pendidikan tinggi, atau
kepandaian yang luar biasa. Misalnya seseorang yakin bahwa dirinya seorang
raja.
c) Waham nihilistik, yaitu penyangkalan terhadap keberadaan dirinya atau
lingkungan. Misalnya yakin bahwa dia sendiri sudah mati, dunia ini tidak ada,
dan sebagainya.
d) Waham keagamaan, yaitu keyakinan yang berhubungan dengan keagamaan.
Misalnya merasa dirinya seorang nabi; merasa dalam waktu 10 hari akan terjadi
kiamat di suatu tempat.
e) Waham dosa, yaitu keyakinan pada dirinya bahwa ia telah melakukan dosa yang
sangat besar dan tidak mungkin terampuni, karenanya ia bertanggung jawab
atas kejadian-kejadian tertentu. Misalnya kematian orang tua diyakini akibat
dosa yang diperbuatnya.
f) Waham pengaruh, yaitu keyakinan bahwa pikiran, emosi, atau tingkah lakunya
dipengaruhi oleh kekuatan dari luar yang tidak terlihat atau ghaib.
g) Waham somatik atau hipokondrik, yaitu keyakinan bahwa keadaan tubuhnya
sudah tidak mungkin benar atau sakit. Misalnya yakin bahwa ususnya telah
busuk, di perutnya ada gajah, dan sebagainya.
h) Waham sakit, yaitu keyakinan bahwa seluruh atau sebagian tubuhnya sedang
dilanda penyakit yang kronis.
i) Waham hubungan, yaitu interpretasi yang salah dari pembicaraan, kejadian,
atau gerak-gerik yang dirasakan berhubungan langsung dengan dirinya.
j) Halusinasi adalah gejala-gejala psikotik dari gangguan perseptual di mana
berbagai hal dilihat, didengar, atau diindra meskipun hal-hal itu tidak riil atau
benar-benar ada (Durand, dkk, 2007).
Macam-macam halusinasi :
a) Halusinasi Pendengaran, misalnya; mendengar suara-suara yang berbisik,
melengking, mendesir, bising, atau kata-kata. Ada suara terdengar ditelinga,

b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
i)
j)
k)

l)

sehingga terlihat bertengkar atau berbicara sendiri dengan suara tersebut.


Mendengar suara yang berasal dari bagian atau dari dalam tubuh sendiri.
Mendengar suara dari suatu tempat dekat atau jauh. Mendengar suara-suara
yang menyuruh untuk melakukan sesuatu.
Halusinasi Penglihatan, misalnya; melihat sesuatu kejadian menakutkan atau
mengerikan. Melihat kilatan cahaya, melihat sebuah bentuk tertentu, misal ular
besar, bidadari, malaikat, hewan buas dan lain sebagainya.
Halusinasi Penciuman, misalnya; seolah-olah merasa mencium bau sesuatu.
Merasa mencium bau kemenyan, sampah, kotoran, wangi-wangian disekitar
kemanapun bergerak.
Halusinasi Pengecapan, misalnya; seolah-olah merasa mengecap sesuatu.
Merasa lidah terlalu pahit, panas, asam, asin atau manis.
Halusinasi Perabaan, misalnya; seolah-olah merasa diraba, disentuh, ditiup,
disinari, atau ada sesuatu yang bergerak di kulitnya.
Halusinasi Kinestik, misalnya; seolah-olah badan bergerak dalam sebuah ruang.
Anggota badan bergerak-gerak tanpa berhenti.
Halusinasi Viseral, misalnya; ada perasaan tertentu dalam tubuh.
Halusinasi Hipnagogik, misalnya; merasa terjadi sesuatu dimana tepat
sebelumnya tertidur, persepsi atau tanggapan sensorik yang bekerja salah.
Halusinasi Hipnopompik, misalnya; halusinasi (mendengar atau melihat
sesuatu) yang terjadi atau dialami tepat sebelum terbangun dari tidur.
Halusinasi Histerik, misalnya; sering timbul konflik emosional, marah-marah,
sedih, tertawa-tawa tanpa sebab yang jelas.
Depersonalisasi, misalnya; perasaan aneh tentang diri sendiri. Perasaan bahwa
kepribadian sudah tidak seperti dulu lagi, tidak menurut kenyataan. Merasa
seperti diluar badan atau sebagian tubuh sudah bukan kepunyaan diri sendiri
lagi.
Derealisasi, misalnya; perasaan aneh tentang lingkungan sekitar dan tidak
menuruti kenyataan. Perasaan terhadap sesuatu yang dialami seperti mimpi.

Halusinasi selalu terjadi saat rangsangan terlalu kuat dan otak tidak mampu
menginterpretasikan dan merespon pesan atau rangsangan yang datang. Penderita
skizofrenia mungkin mendengar suara-suara atau melihat sesuatu yang sebenarnya
tidak ada, atau mengalami suatu sensasi yang tidak biasa pada tubuhnya. Auditory
hallucinations, gejala yang biasanya timbul, yaitu penderita merasakan ada suara dari
dalam dirinya. Kadang suara itu dirasakan menyejukkan hati, memberi kedamaian,
tapi kadang suara itu menyuruhnya melakukan sesuatu yang sangat berbahaya,
seperti bunuh diri.
Perilaku pasien yang teramati : menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara, gerakan mata yang cepat, respon
verbal yang lamban, diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan.
Condemning (secara umum halusinasi menjijikkan). Karakteristik : pengalaman
sensori bersifat menjijikkan dan menakutkan, orang yang berhalusinasi mulai merasa
kehilangan kendali dan berusaha untuk menjauhkan dirinya dari sumber yang
dipersepsikan, individu mungkin merasa malu karena pengalaman sensorinya dan
menarik diri dari orang lain (nonpsikotik).
Perilaku pasien yang teramati : peningkatan saraf otonom yang menunjukan ansietas
misalnya peningkatan nadi, pernapasan dan tekanan darah, penyempitan
kemampuan konsentrasi, dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin
kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realitas. Controling
(pengalaman sensori menjadi penguasa). Orang yang berhalusinasi menyerah untuk
melawan pengalaman halusinasinya dan membiarkan halusinasi menguasai dirinya,
isi halusinasi dapat berupa permohonan, individu mungkin mengalami kesepian jika
pengalaman sensori tersebut berakhir. Perilaku pasien yang teramati : lebih

cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya daripada


menolaknya, kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain, rentang perhatian
hanya beberapa menit atau detik, gejala fisik dan kecemasan berat seperti
berkeringat, tremor, ketidakmampuan mengikuti petunjuk.
Pengalaman sensori mungkin menakutkan jika individu tidak mengikuti perintah,
halusinasi bisa berlangsung dalam beberapa jam atau hari apabila tidak ada
intervensi terapeutik. Perilaku pasien yang teramati : perilaku menyerang atau teror
seperti panik, sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain,
kegiatan fisik merefleksikan isi halusinasi seperti amuk, agitasi, menarik diri, atau
kataton, tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang.
Katatonik adalah salah satu jenis skizofrenia yang ditandai dengan hendaya yang jelas
dalam perilaku motorik dan perlambatan aktivitas yang berkembang menjadi stupor
namun mungkin berubah secara tiba-tiba menjadi fase agitasi. Orang-orang dengan
skizofrenia katatonik mungkin dapat menunjukkan bentuk perangai atau seringai yang
tidak biasa, atau mempertahankan postur yang aneh, tampak kuat selama berjamjam meskipun tungkai mereka menjadi kaku atau membengkak. Ciri yang
mengejutkan namun kurang umum adalah waxy flexibility, yang menampilkan posisi
tubuh yang tetap, sebagaimana posisi yang telah dipaparkan oleh orang lain terhadap
mereka. Mereka tidak akan merespons pertanyaan atau komentar selama masa
tersebut, yang dapat berlangsung selama berjam-jam. Bagaimanapun sesudahnya
mereka mungkin mengatakan mendengar apa yang dikatakan oleh orang lain selama
masa itu (Nevid, dkk, 2005).
Simtom Negatif
Simtom negatif meliputi; perubahan proses pikir, gangguan emosi, kemauan, dan
otisme. Menurut Durand, dkk (2007) simtom negatif terdiri dari avolition, alogia,
anhedonia, afek datar, disorganized speech dan inappropriate.
1. Avolition adalah sikap apati atau ketidakmampuan untuk memulai atau
mempertahankan kegiatan-kegiatan penting.
2. Alogia adalah defisiensi dalam jumlah atau isi pembicaraan, gangguan yang
sering terlihat pada penderita skizofrenia.
3. Anhedonia adalah ketidakmampuan untuk mengalami kesenangan, yang terkait
dengan beberapa gangguan suasana perasaan dan gangguan skizofrenik.
4. Afek datar adalah tingkah laku yang tampak tanpa emosi (termasuk cara
berbicara yang tanpa nada dan tatapan mata kosong) saat ia mestinya
bereaksi.
5. Disorganized Speech (disorganisasi dalam pembicaraan). Gaya bicara yang
sering terlihat pada penderita skizofrenia, termasuk inkoherensi dan ketiadaan
pola logika yang wajar.
6. Inappropriate affect (afek yang tidak pas). Ekspresi emosional yang tidak sesuai
dengan situasinya.
Tipe Skizoprenia.
Skizofrenia dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu simplek, hebefrenik, katatonik,
paranoid, tak terinci, residual (Maslim, 2000).
Skizofrenia Paranoid.
Skizofrenia paranoid merupakan salah satu tipe dari enam jenis skizofrenia dalam
Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ-III) diberi kode diagnosis
F20.0. Skizofrenia Paranoid merupakan gangguan psikotik yang merusak yang dapat
melibatkan gangguan yang khas dalam berpikir (delusi), persepsi (halusinasi),
pembicaraan, emosi dan perilaku. Keyakinan irasional bahwa dirinya seorang yang
penting (delusi grandeur) atau isi pikiran yang menunjukkan kecurigaan tanpa sebab
yang jelas, seperti bahwa orang lain bermaksud buruk atau bermaksud

mencelakainya. Para penderita skizofrenia tipe paranoid secara mencolok tampak


berbeda karena delusi dan halusinasinya, sementara keterampilan kognitif dan afek
mereka relatif utuh. Mereka pada umumnya tidak mengalami disorganisasi dalam
pembicaraan atau afek datar. Mereka biasanya memiliki prognosis yang lebih baik
dibandingkan penderita tipe skizofrenia lainnya, Durand, dkk (2007).
Ciri utama skizofrenia tipe paranoid ini adalah adanya waham yang mencolok atau
halusinasi auditorik dalam konteks terdapatnya fungsi kognitif dan afek yang relatif
masih terjaga, sedangkan katatonik relatif tidak menonjol. Waham biasanya adalah
waham kejar atau waham kebesaran, atau keduanya, tetapi waham dengan tema lain
(misalnya waham cemburu, keagamaan, atau somatisasi) mungkin juga muncul.
Halusinasi juga biasanya berkaitan dengan tema wahamnya, (Arif, 2006).
Kriteria Diagnostik Skizofrenia Paranoid.
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia yaitu harus ada sedikitnya satu
gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih, bila
gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) :
1) Thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema
dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya.
Thought insertion or withdrawal = isi pikiran yang asing dari luar masuk
ke dalam pikirannya (insertion) atau pikirannya diambil keluar oleh
sesuatu dari luar dirinya (withdrawal), dan Thought broadcasting = isi
pikirannya tersiar ke luar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya.
2) Delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar, atau delusion of influence = waham tentang
dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar, atau delusion
of passivity = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap
sesuatu kekuatan dari luar, (tentang dirinya = secara jelas merujuk ke
pergerakan tubuh atau anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau
penginderaan khusus). Delusional perception= pengalaman inderawi
yang tak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya
bersifat mistik atau mukjizat.
3) Halusinasi auditorik : suara halusinasi yang berkomentar secara terus
menerus terhadap perilaku pasien, atau mendiskusikan perihal pasien di
antara mereka sendiri (di antara berbagai suara yang berbicara), atau
jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
4) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal
keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di
atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau
berkomunikasi dengan mahluk asing dari dunia lain).
Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
1) Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan
(over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama
berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus.
2) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak
relevan, atau neologisme.
3) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi
tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme,
dan stupor.
4) Simtom-simtom negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang,
dan respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang

mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya


kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak
disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika.
Sebagai tambahan halusinasi atau waham harus menonjol : suara-suara
halusinasi yg mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi
auditorik. Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual,
atau lain-lain perasaan tubuh, halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang
menonjol. Waham hampir setiap jenis, seperti ; waham dikendalikan, waham
kejar, waham curiga yang paling khas. Gangguan afektif, dorongan kehendak
dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara relatif tidak menonjol.
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
prodromal).
Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal
behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak
berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri (self-absorbed attitude), dan penarikan
diri secara sosial.

TERAPI
Ganguan jiwa skizofrenia adalah salah satu penyakit yang cenderung berlanjut
(kronis, menahun). Oleh karenanya terapi pada skizofrenia memerlukan waktu
relatif lama berbulan bahkan bertahun, hal ini dimaksudkan untuk menekan sekecil
mungkin kekambuhan (relapse). Terapi yang dimaksud meliputi terapi dengan
obat-obatan anti Skizofrenia (psikofarmaka), psikoterapi, terapi psikososial dan
terapi psikorelegius (Hawari, 2003).
a. Psikofarmaka
Adapun obat psikofarmaka yang ideal yaitu yang memenuhi syarat-syarat antara
lain sebagai berikut :
1) Dosis rendah dengan efektivitas terapi dalam waktu relatif singkat.
2) Tidak ada efek samping, kalaupun ada relatif kecil.
3) Dapat menghilangkan dalam waktu relatif singkat gejala positif maupun negatif
skizofrenia.
4) Lebih cepat memulihkan fungsi kognitif (daya pikir dan daya ingat).
5) Tidak menyebabkan kantuk.
6) Memperbaiki pola tidur.
7) Tidak menyebabkan habituasi, adiksi, dan dependensi.
8) Tidak menyebabkan lemas otot.
9) Kalau mungkin pemakaiannya dosis tunggal (single dose).
Jenis obat psikofarmaka dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu
golongan generasi pertama (typical) dan golongan generasi kedua
(atypical).
1) Termasuk golongan generasi pertama misalnya : Chlorpromazine HCL (Largactil),
Trifluoperazine HCL (Stelazine), Thioridazine HCL (Melleril), Haloperidol (Haldol,
Serenace).
2) Termasuk golongan generasi kedua misalnya : Risperidone (Risperdal), Clozapine
(Clozaril), Quetiapine (Serquel), Olanzapine (Zyprexa).
b. Psikoterapi
Terapi kejiwaan atau psikoterapi pada penderita skizofrenia, baru dapat diberikan
apabila penderita dengan terapi psikofarmaka sudah mencapai tahapan di mana
kemampuan menilai realitas (Reality Testing Ability/RTA) sudah kembali pulih dan

pemahaman diri (insight) sudah baik. Psikoterapi diberikan dengan catatan bahwa
penderita masih tetap mendapat terapi psikofarmaka.
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan dan latar belakang penderita
sebelum sakit (Pramorbid), adapun macam psikoterapi adalah sebagai berikut :
1) Psikoterapi Suportif, dimaksudkan untuk memberikan dorongan, semangat dan
motivasi agar penderita tidak putus asa dan semangat juangnya (fighting spirit)
dalam menghadapi hidup ini tidak kendur dan menurun.
2) Psikoterapi Re-edukatif, dimaksudkan untuk memberikan pendidikan ulang yang
maksudnya memperbaiki kesalahan pendidikan di waktu lalu.
3) Psikoterapi Re-konstruktif, dimaksudkan untuk memperbaiki kembali (rekonstruksi) kepribadian yang telah mengalami keretakan menjadi pribadi utuh
seperti semula sebelum sakit.
4) Psikoterapi Kognitif, dimaksudkan untuk memulihkan kembali fungsi kognitif
(daya pikir dan daya ingat) rasional sehingga penderita mampu membedakan
nilai-nilai moral etika, mana yang baik dan buruk.
5) Psikoterapi Psiko-dinamik, dimaksudkan untuk menganalisa dan menguraikan
proses dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan seseorang jatuh sakit dan
upaya untuk mencari jalan keluarnya.
6) Psikoterapi Perilaku, dimaksudkan untuk memulihkan gangguan perilaku yang
terganggu (maladatif) menjadi perilaku yang adaptif (mampu menyesuaikan
diri).
7) Psikoterapi keluarga, dimaksudkan untuk memulihkan hubungan penderita
dengan keluarganya.
c. Terapi Psikososial
Terapi psikososial dimaksudkan penderita agar mampu kembali beradaptasi
dengan lingkungan sosial sekitarnya dan mampu merawat diri, mampu mandiri
tidak tergantung pada orang lain, sehingga tidak menjadi beban bagi keluarga dan
masyarakat.
d. Terapi Psikoreligius
Terapi keagamaan (psikoreligius) terhadap penderita Skizofrenia dimaksudkan
gejala patologis dengan pola sentral keagamaan dapat diluruskan, dengan
demikian keyakinan atau keimanan penderita dapat dipulihkan kembali di jalan
yang benar.

Anda mungkin juga menyukai