Anda di halaman 1dari 12

KARANGAN ILMIAH DENGAN BAHASA INDONESIA YANG BENAR DAN BAIK

2.1 Macam-macam Tulisan Ilmiah

Macam-macam karangan/tulisan ilmiah biasanya sangat dipengaruhi oleh isi, cara

penyajian, dan pemakaian bahasanya.. Gaya tulisan itu sangat memengaruhi sistematika dan

pemakaian bahasanya. Pada umumnya, tulisan/karangan dikelompokkan atas tulisan ilmiah

(nonfiksi) dan nonilmiah (fiksi). Dalam kaitan dengan teknik penyajian, tulisan nonfiksi

dibedakan atas tulisan ilmiah, tulisan ilmiah populer, dan tulisan populer.

Bahasa
Non-standar
Tulisan
Populer

Tulisan
Ilmiah
Populer
Bahasa Semi-
Tulisan
standar
Ilmiah

Bahasa
Standar

Tulisan fiksi cenderung menggunakan bahasa nonbaku. Hal itu terjadi karena tulisan jenis

ini memerlukan “kebebasan” dalam penuangan ide dan banyak digunakan bahasa dialog.

Sementara itu, tulisan populer dan ilmiah populer cenderung menggunakan bahasa semi ilmiah.

Hal itu dilakukan karena jenis tulisan ini lebih mementingkan kekomunikatifan yang berkaitan

dengan kebiasaan penggunaan bahasa sehari-hari di masyarakat. Pembaca tulisan jenis ini adalah
kalangan masyarakat umum. Akhirnya, tulisan ilmiah yang memiliki gengsi (prestise) tersendiri

tidak hanya mementingkan kekomunikatifan, tetapi juga kebenarannya. Tulisan jenis ini berlaku

di kalangan ilmuwan yang menjunjung tinggi nilai-nilai dan kaidah-kaidah yang baku yang

berlaku di kalangan akademisi. Untuk itu, tulisan ilmiah ini harus menggunakan bahasa

Indonesia akademik atau bahasa Indonesia baku (standar).

Ketiga jenis tulisan tersebut diwarnai oleh tiga macam ragam bahasa. Ragam standar

digunakan dalam tulisan ilmiah, ragam ilmiah populer memakai ragam semistandar, dan ragam

populer menggunakan bahasa nonstandar. Bahasa ragam standar selalu menggunakan bahasa

baku, ragam semistandar sebagian menggunakan bahasa baku, sedangkan ragam nonstandar

sebagian besar memakai bahasa tidak baku. Misalnya, pemakaian kata bilang, nggak, dan lu

adalah ciri ragam nonstandar, sedangkan pemakaian kata mengatakan, tidak, dan Anda/Saudara

adalah ciri bahasa standar. Sementara itu, ragam semistandar merupakan ragam bahasa peralihan

antara bahasa standar dan nonstandar.

2.2 Prinsip dan Syarat Karya Ilmiah

Seperti halnya dalam pemakaian bahasa, karya ilmiah itu selalu mementingkan
kebenarannya. Dalam kaitan tersebut, penyusunan karya ilmiah harus mengikuti prinsip dan
syarat tertentu, sehingga dapat memenuhi syarat sebagai karya ilmiah. Hal yang berbeda pada
karya nonilmiah (fiksi) yang mementingkan kepuasan batin penulislah yang sering tidak bisa
diatur dan tidak mau terkukung dalam aturan-aturan tertentu yang sering disebut kebebasan
imajinasi penulisnya.

Karya ilmiah harus mengikuti prinsip-prinsip yang baku, yaitu objektif, prosedural, dan
rasional. Objektif berarti setiap pernyataan harus berdasarkan data/fakta/otoritas; bukan imajinasi
atau interpretasi penulisnya. Data didapat dari studi empiris. Sumber data bisa pengamatan
(observasi); wawancara; atau studi pustaka. Prosedural berarti kerja ilmiah tersebut mengikuti
prosedur yang baku. Kemudian, rasional berarti pembahasan harus berdasarkan pemikiran yang
logis.

Syarat- syarat karya ilmiah adalah komunikatif yang berarti harus mudah dimengerti oleh
pembacanya. Pembaca sebuah karya ilmiah tidak hanya orang yang menekuni bidang tertentu,
tetapi khalayak umum yang ingin mengetahui perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
sehingga karangan ilmiah menjadi bermanfaat ketika karya itu dibaca banyak orang. Syarat
lainnya adalah penggunaan bahasa baku. Dalam hal ini, penggunaan bahasa akan dapat
mendukung syarat komunikatif sebelumnya. Bahasa baku adalah bahasa standar yang memiliki
ciri, antara lain, sederhana, singkat, padat, pemakaian struktur baku, dan kata-kata baku (dengan
makna denotatif). Syarat berikutnya adalah bernalar yang berarti mengikuti alur berpikir menurut
logika atau setiap pernyataannya harus logis. Syarat lain adalah ekonomis

 Berdasarkan landasan teoritis yang kuat.


 Tulisan harus relevan dengan displin ilmu tertentu.
 Memiliki sumber rujukan mutakhir.
 Bertanggung jawab.

2.3 Langkah Penyusunan Tulisan Ilmiah


Ada tiga tahapan yang mesti dilalui dalam penyusunan tulisan ilmiah. Ketiga tahapan itu
adalah tahapan persiapan (prapenulisan), tahapan penulisan, dan tahapan penyuntingan (revisi).
Ketiga tahapan tersebut terlihat tumpang tindih dalam pembuatan tulisan pendek. Tahapan itu
akan dilalui dengan lebih teratur dalam penyusunan makalah atau tulisan yang lebih panjang
yang terdiri atas beberapa bab.
Kegiatan yang dilakukan pada tahapan persiapan adalah penentuan topik, pembatasan

topik (perumusan masalah), penentuan judul, penentuan tujuan, penentuan bahan, dan pembuatan

kerangka karangan. Tahapan ini pada prinsipnya merupakan tahapan penentuan topik yang

dipilih. Penentuan itu akan membatasi dan mengarahkan tulisan yang dibuat.

Penentuan topik merupakan pemilihan pokok persoalan (tema) sebuah tulisan. Topik itu
dapat diperoleh dari berbagai sumber, yaitu pengamatan, pengalaman, atau pernalaran (logika).
Dalam pemilihan topik tersebut perlu diperhatikan (1) manfaatnya, (2) cukup menarik, (3)
dikenal dengan baik, (4) bahannya dapat diperoleh, dan (5) tidak terlalu luas atau terlalu sempit.
Untuk mencapai topik yang cukup terbatas, khususnya sesuai dengan syarat (5) di atas,
perlu dilakukan pembatasan topik. Pembatasan itu bisa dilakukan melalui salah satu cara, yaitu
penempatan topik dalam sebuah diagram sebagai berikut.
Indonesia

sejarah kebudayaan kekayaan

fauna flora mineral


ikan udang mutiara

Setelah topik ditentukan dengan pembatasannya, dilanjutkan dengan perumusan judul


karangan. Judul itu merupakan “nama” karangan. Dalam perumusan ini perlu diperhatikan (1)
kesesuaian dengan topik (isi dan jangkauannya), (2) sebaiknya dinyatakan dalam frasa bukan
kalimat, (3) sesingkat mungkin, dan (4) sejelas mungkin (tidak dinyatakan dengan kata kiasan
dan tidak mengandung makna ganda).
Cara yang cukup sederhana dalam perumusan judul adalah dengan menjawab pertanyaan
masalah apa, mengapa/bagaimana, kapan, dan di mana (bila diperlukan). Akan tetapi, harus
diingat bahwa jawaban mengapa/bagaimana akan mendapatkan judul berupa kalimat. Untuk itu,
perlu dilakukan pengubahan kalimat tersebut menjadi kelompok kata/frasa dengan cara
pembendaan verba yang ada. Berikut ini adalah contoh judul tulisan ilmiah.
(1) “Pengembangan Industri Metanol di Pulau Bunyu Tahun 80-an”
(2) “Manfaat Desain Interior dalam Mendukung Kegunaan Perkantoran”
Selanjutnya, judul itu dilengkapi dengan tujuan penulisan dan bahan. Akhirnya, perlu
dibuatkan kerangka karangan (outline) walaupun karangan itu pendek. Kerangka karangan ini
berisi rencana kerja atau ketentuan pokok tentang perincian suatu topik sehingga penyusunan
karangan dijamin lebih logis dan teratur.
Dalam tahapan pembahasan (analisis), kerangka rangan itu dipakai sebagai pedoman kerja.

Langkah pertama yang ditempuh dalam tahapan ini adalah pengumpulan data. Data itu bisa

berupa informasi yang didapat di koran, majalah, brosur, dan buku (kepustakaan). Di samping

pencarian informasi dari kepustakaan, juga dapat langsung terjun ke lapangan (laboratorium).

Data di lapangan dapat dikumpulkan melalui pengamatan (observasi), wawancara (interviu), atau

percobaan (eksperimen).

Jika data sudah lengkap, langkah berikutnya adalah penyeleksian dan pengorganisasian
data. Dalam hal ini, data itu harus diolah dan dianalisis sesuai dengan keperluan. Bila diperlukan,
dalam kegiatan ini juga dilakukan pengolahan statistik untuk penelitian yang bersifat kuantitatif.
Selanjutnya, sudah dapat dilakukan pengonsepan karangan ilmiah sesuai dengan urutan dalam
kerangka karangan yang telah ditetapkan.
Sebelum dilakukan pengetikan final, perlu dilakukan pemeriksaan (penyuntingan).
Mungkin ada bagian yang tumpang tindih atau ada penjelasan yang berulang-ulang. Buanglah
penjelasan yang tidak perlu atau tambahkan penjelasan yang diperlukan. Dalam kegiatan ini juga
dilakukan penyunyingan bahasa yang digunakan.

2.4 Sistematika Tulisan Ilmiah


Secara umum, tulisan ilmiah harus memuat tiga hal, yaitu pendahuluan, pembahasan, dan
penutup. Bagian pendahuluan berisi (a) latar belakang, (b) rumusan masalah, (c) tujuan dan
kegunaan, (d) hipotesis (kalau ada), (e) kerangka teori (bila perlu), (f) metodologi, dan (e)
jangkauan pembahasan. Bagian pembahasan merupakan inti pembicaraan. Bagian ini memuat
temuan-temuan yang diperoleh dalam penelitian tersebut. Temuan itu haruslah sesuai dengan
masalah yang telah dirumuskan dan mencukupi. Temuan itu harus diklasifikasikan dan
dideskripsikan sesuai dengan keperluan. Akhirnya, bagian penutup memuat simpulan dari
temuan yang diperoleh dan saran-saran yang bisa dikemukakan berkaitan dengan penelitian yang
telah dilakukan.
Unsur-unsur laporan tersebut perlu dilengkapi dengan unsur-unsur lain yang biasa
menyertai tulisan ilmiah. Unsur-unsur itu adalah halaman judul, halaman pengesahan (bila
perlu), kata pengantar, daftar isi, daftar tabel/lambang (kalau ada) yang ada pada awal tulisan.
Unsur lain yang disertakan setelah tulisan pokok adalah daftar pustaka dan lampiran-lampiran
(kalau perlu).

2.5 Bahasa Indonesia dalam Karangan Ilmiah


Beberapa ketentuan yang sepatutnya diperhatikan oleh penyusun karangan ilmiah agar
karangannya komunikatif adalah karangan itu harus memenuhi kriteria logis, sistematis, dan
lugas. Logis berarti bahwa keterangan yang dikemukakannya dapat ditelusuri alasan-alasannya
yang masuk akal. Sistematis berarti karangan itu disusun dalam satuan-satuan yang berurutan
dan saling berhubungan. Kemudian, karangan disebut lugas jika keterangan yang diuraikannya
disajikan dalam bahasa yang langsung menunjuk persoalan dan tidak berbunga-bunga.
Ciri-Ciri Bahasa Keilmuan Sebagai media karya ilmiah menurut Suriasumantri (1994 : 184 ) :

 Reprodukif artinya bahwa maksud yang ditulis oleh penulisnya diterima dengan makna
yang sama oleh pembaca.
 Tidak ambigu, artinya tidak bermakna ganda akibat penulisnya kurang menguasai materi
atau kurang mampu menyusun kalimat dengan subyek dan predikat yang jelas.
 Tidak emotif, artinya tidak melibatkan aspek perasaan penulis. Hal yang diungkapkan
harus rasional tanpa diberi tambahan pendapat subyektif dan emosional penulisnya. Oleh
karena itu tulisan ilmiah harus bersifat jelas, objektif, dan tidak berlebih-lebihan.
 Penggunaan bahasa baku dalam ejaan, kata, kalimat dan paragraf. Penulis harus
mempergunakan bahasa dengan mengikuti kaidah tatabahasa agar hasil tulisan tidak
mengandung salah tafsir bagi pembaca.
 Penggunaan istilah keilmuan. Penulis karya ilmiah harus mempergunakan istilah-istilah
keilmuan bidang tertantu sebagai bukti penguasaan penulis terhadap ilmu tertentu yang
tidak dikuasai oleh penulis pada bidang ilmu yang lain.
 Bersifat denotatif artinya penulis dalam karya ilmiah harus mengguanakan istilah atau
kata yang hanya memiliki satu makna. Hal ini dilakukan untuk menjaga konsistiensi
tulisan sehingga tidak membingungkan pembaca.
 Rasional artinya penulis harus menonjolkan keruntutan pikiran yang logis, alur pemikiran
yang lancar, dan kecermatan penulisan.
 Menggunakan kalimat pasif dan tidak menggunakan kata ganti orang I/II

Sehubungan dengan pemakaian bahasa Indonesia dalam karangan ilmiah, berikut ini
dibahas penggunaan bahasa baku dan beberapa kesalahan yang masih sering ditemukan.
Penggunaan bahasa baku itu meliputi (a) penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan (EYD), (b) penggunaan kata, (c) dan penggunaan kalimat efektif.

(a) Penggunaan EYD


Kesalahan yang masih sering ditemukan dalam penggunaan EYD, seperti di bawah ini.

Tidak Baku Baku


Meletusnya krakatau. Meletusnya Krakatau
1.2. Masalah. 1.2 Masalah
majalah “Tempo” majalah Tempo
Maha Tahu Mahatahu
seAsia Tenggara se-Asia Tenggara
10 Nopember 1945 10 November 1945
lahir dan bathin lahir dan batin
tradisionil tradisional
aktip, aktifitas aktif, aktivitas
kwalitas kualitas
disini di sini
antar negara Asia antarnegara Asia
ketidak puasan ketidakpuasan
sub ordinasi subordinasi
selat Sunda Selat Sunda
Perang Dunia keII Perang Dunia II (ke-2)

(b) Penggunaan Kata


Tidak Baku Baku
mengenyampingkan mengesampingkan
mensukseskan menyukseskan
menterjemahkan menerjemahkan
kait-mengkait kait-mengait
membom mengebom

(c) Penggunaan Kalimat


Tidak Efektif Efektif
Dalam bab ini menelusuri sejarah Dalam bab ini ditelusuri sejarah
masa lalu. masa lalu.
Bab ini menelusuri sejarah masa lalu.
Walaupun prinsip asuransi itu seder- Walaupun prinsip asuransi itu se-
hana, tetapi pekerjaannya sangat rumit. derhana, pekerjaannya sangat rumit.
Contoh hewan Wallace, seperti babi Contoh hewan Wallace adalah babi
rusa dan anoa (sapi kate). rusa dan anoa (sapi kate).

Selain hal tersebut di atas, penyusunan karangan ilmiah hendaknya juga memperhatikan
penyusunan paragraf yang baik, yaitu memenuhi syarat kesatuan, koherensi, dan
pengembangan.
Karangan ilmiah merupakan salah satu bentuk karangan nonfiksi. Untuk itu, haruslah
disusun dengan mengikuti kriteria penyusunan karangan yang baku. Paling tidak ada dua hal
yang perlu diperhatikan dalam penyusunan karangan ilmiah. Pertama, topik yang dibahas adalah
faktual. Kedua, cara penyajian yang serius/formal. Untuk itu, dalam penyajiannya haruslah
memperhatikan kriteria logis, sistematis, dan lugas.
2.6 Penampilan Kutipan
Dalam penulisan karya ilmiah, rujuk-merujuk atau kutip-mengutip merupakan hal yang
lazim dilakukan. Hal itu dianjurkan karena perujukan dan pengutipan akan membantu
perkembangan ilmu. Namun, perkembangan ilmu tidak hanya terjadi lewat persetujuan terhadap
penulis terdahulu. Mempertanyakan, menggugat, atau menolak pendapat atau temuan orang lain
sambil mengemukakan hal-hal baru juga memberi kontribusi besar dalam pengembangan ilmu.
Pengutipan tulisan lain dapat dilakukan dengan membuat parafrasa atau menggunakan kata-kata
sendiri. Informasi tentang sumber yang diperlukan adalah nama penulis, tahun terbit atau
penyiaran, dan nomor halaman (untuk sumber yang berupa buku). Sumber rujukan ditulis di
antara tanda kurung sebagai keterangan tambahan dalam teks.
Perlu dicatat, ada konvensi/aturan dalam penampilan kutipan. Aturan tersebut diuraikan
berikut ini dengan contohnya di dalam kotak.
(1) Jika nama penulis masuk di dalam teks, hanya angka tahun dan halaman (kalau ada) yang
dituliskan di dalam kurung. Angka tahun dan angka halaman dipisahkan dengan titik dua.

Dalam kaitan itu, Wiryawan (2003:25—40) berpendapat bahwa akar masalahnya terdapat
pada kurangnya pendampingan yang dilakukan pihak sekolah terhadap siswa.

(2) Jika nama penulis yang dirujuk tidak merupakan bagian dari teks, nama belakangnya dan
tahun dituliskan dalam kurung. Nama penulis dan angka tahun dipisahkan dengan titik dua.

Pemanfaatan kamus untuk menulis karya ilmiah sangatlah penting (Zulbahri, 2005:10—
13; band. Moeliono, 1989:173).

(3) Jika ada dua penulis, perujukan dilakukan dengan cara menyebut nama belakang kedua
penulis tersebut. Di antara kedua nama itu dituliskan kata dan walaupun penulisnya orang asing
atau sumbernya berbahasa asing.

Teka-teki silang ternyata dapat menjadi sarana bantu yang sangat efektif dalam
pengajaran kosakata (Ridwan dan Maulana, 2006:19—21). Hal itu juga didukung oleh
hasil penelitian Sumerta dan Tantra (2008:46—50).

(4) Jika penulisnya lebih dari dua orang, penulisan rujukan dilakukan dengan cara menulis nama
pertama penulis tersebut dan diikuti dengan dkk. (dan kawan-kawan).

Teka-teki silang ternyata dapat menjadi sarana bantu yang sangat efektif dalam
pengajaran kosakata (Ridwan dan Maulana, 2006:19—21). Hal itu juga didukung oleh
hasil penelitian Sumerta dan Tantra (2008:46—50).

(5) Jika nama penulis tidak terdapat pada sumber, yang dicantumkan dalam rujukan adalah
nama lembaga yang menerbitkan, nama dokumen yang diterbitkan, atau nama media (koran,
majalah, dan sebagainya) yang memuatnya.

Untuk karya
(Departemen terjemahan,
Pendidikan perujukan
Nasional, dilakukan dengan cara menyebutkan nama
2008:10--20)
(Peraturan Pemerintah N0. IV, 2007)
(Kompas, 2008: 1, kolom 4)

(6) Jika merujuk dua sumber atau lebih yang ditulis oleh penulis yang sama, maka nama
penulisnya disebut sekali saja, sedangkan angka tahun beserta halaman disebutkan
berturut-turut dari tahun yang lebih awal dengan dipisahkan oleh tanda titik koma.

Teka-teki silang ternyata dapat menjadi sarana bantu yang sangat efektif dalam
pengajaran kosakata (Ridwan dan Maulana, 2006:19—21). Hal itu juga didukung
oleh hasil penelitian Sumerta dan Tantra (2008:46—50).

(7) Jika merujuk sesuatu dari tulisan orang yang dimuat pada buku orang lain dan
tulisan asli tidak ditemukan, selain nama penulis asli perlu juga dicantumkan nama
penulis yang memuat rujukan itu. Nanti dalam daftar pustaka, sumber yang
disebutkan adalah buku yang memuat rujukan asli itu.

Aberto dalam Suu (1919) disebutkan bahwa …..

(8) Kutipan yang panjangnya lebih dari tiga baris, atau berisi lebih dari empat puluh kata ditulis
tanpa tanda kutip secara terpisah dari teks yang mendahului dan ditempatkan menjorok ke dalam
dengan spasi tunggal.

Pada tulisannya yang sangat penting itu Smith (1990: 276) menarik kesimpulan sebagai
berikut:
The 'placebo effect', which had been verified in previous studies, disappeared
when behavior were studied in this manner. Furthermore, the behaviors were
never exhibited again, even when reel drugs were administered. Earlier studies
were clearly premature in attributing the results to a placebo effect.

(9) Apabila dalam mengutip langsung ada kata atau kalimat yang dibuang, bagian itu harus
diganti dengan tiga titik.

"Semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah ... diharapkan
sudah melaksanakan kurikulum baru awal tahun depan" (Manan, 2003: 278).

2.7 Penulisan Daftar Pustaka


Konvensi penyusunan daftar pustaka sebetulnya bervariasi menurut bidang ilmu dan
lembaga penganjurnya. Variasi itu biasa disebut sebagai gaya selingkung atau house style. Cara
di bawah ini dianjurkan oleh Badan Bahasa.
(1) Sumber Rujukan yang Berupa Buku
”Buku” di sini adalah bacaan ilmiah yang diterbitkan secara tidak berkala. Penulisnya
bisa satu orang atau lebih yang membahas satu pokok masalah. Jika sebuah buku memuat
banyak tulisan (dengan topik yang berbeda) dari seorang penulis atau lebih, penghimpunnya
disebut penyunting atau editor yang berfungsi sebagai penyelaras bahasa dan isi tulisan.
Pencantuman nama penulis dimulai dengan nama belakang (diketik lengkap), diikuti
dengan tanda koma dan nama depannya, dan diakhiri dengan tanda titik. Diikuti dengan tahun
terbit, diakhiri dengan tanda titik. Selanjutnya, judul buku diketik dengan huruf miring; semua
ditulis dengan huruf kecil, kecuali huruf pertama setiap kata dalam judul, subjudul, dan kata
tugas (preposisi, konjungsi, dan sebagainya) yang tidak berada di awal judul atau subjudul,
diakhiri dengan tanda titik. Diikuti kota tempat penerbit (dan negara bagiannya, jika ada)
diakhiri dengan tanda titik dua. Dilanjutkan dengan nama penerbit dan diakhiri dengan tanda
titik.
Koentjaraningrat. 1983. Bunga Rampai Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan.
Jakarta: Gramedia.
Rifai, Mien A. 2005. Pegangan Gaya Penulisan, Penyuntingan, dan Penerbitan Karya-
karya Ilmiah Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Jika ada beberapa buku ditulis oleh orang yang sama dalam tahun terbit yang berbeda, urutan
dibuat dari tahun terbit yang lebih awal.
Teeuw, A. 1980. Tergantung pada Kata. Jakarta: Pustaka Jaya.
Teeuw, A. 1983. Membaca dan Menilai Sastra. Jakarta: Gramedia.

Jika penulis buku itu dua orang atau lebih, maka nama keduanya harus dituliskan juga.
Nama penulis pertama disusun terbalik seperti yang telah diuraikan di atas, sedangkan nama
penulis kedua ditulis dengan susunan normal. Kedua nama dipisahkan dengan kata dan.

Wellek, Rene dan Austin Warren. 1977. Theory of Literature. Middlesex: Pinguin
Books Ltd.

Jika buku itu merupakan kumpulan tulisan, nama penyuntingnya ditulis seperti aturan di
atas, tetapi ditambahkan keterangan sebagai penyunting di dalam kurung: (peny,) atau (ed.) yang
dapat dipilih salah satu dan digunakan secara konsisten. Label (ed.) lebih luas pemakaiannya.
Bagus, I Gusti Ngurah (ed.). 1987. Punya. Denpasar: Pustaka Sidhanta
Bila buku yang menjadi sumber rujukan adalah buku terjemahan, penulis aslinya harus
dicantumkan terlebih dahulu seperti contoh yang diberikan di atas. Nama penerjemahnya ditulis
sesudahnya.
Budianta, Melani. 1989. Teori Kesusastraan, diterjemahkan dari Theory of
Literature karya Rene Wellek dan Austin Warren. Jakarta: Gramedia

(2) Sumber Rujukan Berupa Artikel dalam Buku Kumpulan Tulisan


Sebuah buku sering merupakan kumpulan tulisan. Jika hanya satu artikel di dalamnya
yang menjadi sumber rujukan, nama editor dan judul buku yang memuatnya juga perlu disebut.
Hasan, M.Z. 1990. ”Karakteristik Penelitian Kualitalif.” Dalam (Ed.),
Pengembangun Penelitian Kualitatif dalam Bidang Bahasa dan Sastra dan
Sastra (hlm. 12-25). Malang: HISKI Komisariat Malang dan YA3.

(3) Sumber Rujukan Berupa Artikel dalam Jurnal, Majalah, atau Koran
Karya ilmiah ringkas, berupa artikel, yang dimuat dalam media berkala, seperti jurnal,
majalah, atau koran dapat juga menjadi sumber rujukan. Dalam hal ini tidak dicantumkan nama
editor atau redaktur, melainkan nama media yang dicetak miring disertai dengan nomor edisi dan
halaman tempat artikel itu dimuat. Sementara itu, judul artikel itu ditulis di antara tanda kutip.

Bower. G.H. 1981. “Mood and Memory.” American Psychologist, 36, 139-148.
Hanafi, A. 1989. “Partisipasi dalam Siaran Pedesaan dan Pengadopsian Inovasi.”
Forum Penelitian, 1 (1): 33-47.

(4) Sumber Rujukan Berupa Skripsi, Tesis, atau Disertasi


Skripsi, tesis, atau disertasi adalah karya ilmiah yang dibuat untuk memperoleh
kualifikasi gelar tertentu dan pada lembaga pendidikan tertentu pula. Jika tidak diterbitkan, judul
ditulis di antara tanda petik, diikuti dengan pernyataan skripsi, tesis, atau disertasi tidak
diterbitkan, nama kota tempat perguruan tinggi, dan nama fakultas serta nama perguruan tinggi.
Kalau sudah diterbitkan, skripsi, tesis, atau disertasi diperlakukan seperti buku terbitan yang
diuraikan di atas.
Ardial, 1995. ”Pengaruh Informasi dan Pendidikan terhadap Pemahaman Ibu dalam
Penggunaun ASI.” Tesis. Bandung: Universitas Padjadjaran.
Subekti, Ahmad. 1990. “Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Pasca-Reformasi”.
Disertasi. Yogyakarta: Pascasarjana UGM.
(5) Sumber Rujukan Berupa Makalah
Tulisan singkat, yang biasa disebut makalah, yang disajikan dalam forum ilmiah juga
dapat dijadikan sumber. Forum ilmiah yang dimaksud adalah seminar, simposium, penataran,
lokakarya, dan sebagainya. Dalam hal ini, judul makalah ditulis di antara tanda petik, diikuti
dengan pernyataan di forum apa makalah itu disajikan, berikut nama penyelenggara, tempat, dan
waktu penyelenggaraan.
Karim, Z. 1987. Tata Kota di Negara-negara Berkembang. Makalah disajikan
dalam Seminar Tata Kota, BAPPEDA Jawa Timur, Surabaya, 1-2 September.
Makalah untuk forum ilmiah kadang-kadang diterbitkan sebagai artikel, baik dalam
kumpulan tulisan maupun dalam media berkala, seperti jurnal, majalah, atau koran. Jika dapat
menemukannya, seyogianya artikel yang diterbitkan itulah yang dijadikan sumber rujukan alih-
alih yang masih berupa makalah. Cara penulisan dalam daftar pustaka seperti penulisan artikel
yang telah diuraikan di atas.

(6) Rujukan Berupa Artikel Jurnal dari Internet


Nama penulis ditulis seperti rujukan dari bahan cetak, diikuti secara berturut-turut oleh
tahun, judul artikel, nama jurnal (dicetak miring) dengan diberi keterangan dalam kurung
(online), volume dan nomor, dan diakhiri dengan alamat sumber rujukan tersebut disertai dengan
keterangan kapan diakses, di antara tanda kurung.
Kumaidi. 1998. Pengukuran Bekal Awal Belajar dan Pengembangan
Tesnya. Jurnal Ilmu Pendidikan, (Online), Jilid 5, No. 4.
(http://www.malang.ac.id, diakses 20 Januari 2000).

(7) Jika rujukan artikel dalam jurnal dari internet, maka dimulai dengan menuliskan nama
penulis, tahun, judul artikel di dalam tanda kutif, nama jurnal ditulis miring, volume dan nomor
dan diakhiri dengan alamat sumber rujukan disertai dengan keterangan kapan diakses yang
diletakkan di dalam kurung.
Hidayat, Mohamad. 1992. “Pemilu di Indonesia”Jurnal Politik”, Vol. I
Nomor 2.www.jurpol.com.id.(10 Mei 2007.

Anda mungkin juga menyukai