OLEH:
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
untuk mengidentifikasi dan menjaring pegawai yang dinilai memiliki potensi
dari sisi manajerial (managerial skill) untuk menduduki suatu jabatan tertentu
di kemudian hari (future responsibility).
3
Selain itu, validitas metode AC juga memiliki tingkat validitas yang jauh
lebih baik dibandingkan dengan metode yang lainnya dalam memprediksi
performance individu.
4
diandalkan 3) menghasilkan strategi dan tindakan pengembangan yang
spesifik dan terencana bagi pegawai 4) mengidentifikasi kebutuhan
pengembangan managerial pegawai.
5
yang ada di unit pusat. Anggaran menjadi salah satu kendalanya.
6
BAB II
PEMBAHASAN
Saat ini Badan POM merupakan salah satu instansi pemerintah yang
mulai menjalankan penilaian kompetensi dengan menggunakan metode AC
sebagai salah satu komponen seleksi terbuka untuk Jabatan Pimpinan Tinggi
Pratama (JPT), selain itu pemetaan kompetensi juga dilakukan kepada
seluruh Aparatur Sipil Negara dengan metode asessmen kuasi.
7
oleh asesor terlatih, berdasarkan multi-kriteria dalam beberapa simulasi
langsung terkait situasi kerja sesungguhnya. Setiap kriteria dalam AC harus
dapat diukur melalui lebih dari satu jenis simulasi. Suatu simulasi pun
harus dapat mengukur lebih dari satu kriteria. Asesor merupakan sebutan
bagi orang yang bertanggung jawab untuk mengamati dan mengevaluasi
perilaku peserta asesmen. Tugas utamanya merekam perilaku peserta
asesmen dalam simulasi dan menggunakan data tersebut untuk memberikan
rating pada setiap dimensi perilaku.
8
bahwa masing- masing metode mempunyai kelebihan dan kelemahan.
Kombinasi metode ini digunakan untuk memanfaatkan masing-masing
metode agar kelemahan dari salah satu jenis metode dapat diatasi
dengan penggunaan metode yang lain.
6. Adanya simulasi yang mencerminkan kondisi natural pada target
jabatan yang didesain untuk mengungkap perilaku yang menjadi
prasyarat pada target jabatan tersebut.
7. Dilakukan oleh sekelompok asesor terlatih untuk mengoptimalkan
objektifitas penilaian serta menekan bias (multi-asesor).
8. Adanya pelatihan terhadap asesor yang memastikan bahwa asesor
yang terlibat dapat menunjukkan kinerja sesuai dengan pedoman
pelaksanaan AC.
9. Adanya prosedur sistematis yang dilakukan para asesor untuk merekam
secara akurat observasi yang mereka lakukan terhadap perilaku spesifik
yang ditunjukkan kandidat. Prosedur pencatatan dapat berupa cek-list,
skala perilaku, maupun catatan tangan. Perekam audio maupun video
dapat digunakan sebagai alat bantu dalam proses AC.
10. Adanya integrasi data dari setiap perilaku partisipan yang didapatkan
melalui gabungan dari informasi yang dimiliki masing-masing asesor.
Dalam penilaian kinerja, khususnya bagi ASN penilaian terdiri dari 60%
Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) yang capaiannya berdasarkan pencapaian
target pegawai dan 40% berdasarkan penilaian perilaku yang terdiri dari 6
unsur, yaitu orientasi pelayanan, kerjasama, kepemimpinan, disiplin,
komitmen, dan integritas. Mengacu pada pernyataan di atas maka banyak
faktor mempengaruhi penilaian terhadap seseorang dalam capaian
kinerjanya, salah satunya yang dapat menjadikannya tidak obyektif adalah
penilaian perilaku dinilai oleh atasan langsung yang dimungkinkan adanya
subyektifitas. Sehingga benar apa yang disampaikan bahwa sumber data
yang kredibel dapat di peroleh dalam proses AC dengan catatan proses AC
dilakukan dengan memenuhi syarat multi methode dan multi rater.
10
seleksi, penempatan dan promosi. Feed Back dapat memberikan
pandangan lain bagi partisipan/individu bahwa AC saja tidak cukup untuk
pemetaan ataupun seleksi melainkan juga untuk memotivasi dan
memberdayakan peserta dalam mengembangkan kompetensinya, dan itu
menjadi salah satu tujuan Feed Back.
Nilai informasi yang diberikan dalam feed back dapat digunakan untuk
mendorong, mengarahkan, memperbaiki dan mengatur upaya dan hasil
kerja karena di dalamnya berisi peta sukses individu. Karena sifatnya
11
sebagai informasi, maka feed back harus disampaikan secara netral dan
tidak menimbulkan reaksi yang bersifat emosional. Dari definisi di atas dapat
ditarik garis merah bahwa Feed Back adalah suatu aktivitas yang dilakukan
pihak lain berupa penyampaian informasi mengenai status dan kualitas
dari beberapa aspek kinerja aktual individu terhadap suatu standar
kerja/performance yang diharapkan.
Tidak hanya sisi positif yang diperoleh dari proses feed back, dalam
12
penerapannya feed back dapat memberikan dampak negatif ataupun tidak
selalu menyenangkan terutama pada proses feed back yang di dalamnya
terjadi dialog interpersonal dan memiliki resiko untuk menimbulkan
menghasilkan emosi negatif yang menghambat proses pembelajaran
(Kozlowski, 2012). Hal ini dapat dicontohkan apabila assesse sudah
memiliki prasangka terhadap assessor yang mendampinginya untuk
proses feed back sehingga hal ini menghambatnya dalam menerima
penjelasan yang pada akhirnya menghambat proses pembelajaran.
Kluger dan DeNisi (1996) bahkan menyatakan bahwa feed back dapat
memberikan efek negatif rata-rata sebesar 38%. feed back yang tidak
menyenangkan dapat berujung pada sikap negatif, kurangnya penerimaan
terhadap hasil feed back dan keengganan untuk memperbaiki perilaku
berdasarkan Feed Back yang diterima. Feed back harus dibangun atas
informasi yang menggambarkan permasalahan, tantangan, ide dan peluang
yang ada (Kozlowski, 2012).
13
terhadap organisasi (Leung, Su dan Moris, 2001).
15
back didasarkan pada sumber data yang kredibel. Terakhir, feed back
disampaikan dengan cara yang penuh perhatian.
Asesor dapat dilibatkan dalam pemberian feed back, untuk itu setiap
asesor dapat diberikan pelatihan yang memadai untuk meningkatan
keterampilan dalam memberikan sesi feed back yang mendetail harus
diberikan. Asesor yang terlibat juga harus memiliki kemahiran dalam semua
aspek yang berlangsung dalam proses AC.
Dalam feed back proses tatap muka atau komunikasi dua arah
menjadi level kontak yang tinggi, yang menuntut asesor untuk dapat
membangun hubungan yang didasari rasa percaya dan empati. Selain
16
dituntut memberikan feed back yang bersifat positif dan negatif dengan
menyampaikan bukti-bukti perilaku yang didapatkan dari hasil AC, para
asesor juga dituntut untuk mempertahankan dan meningkatkan harga diri
dari partisipan yang kemudian menjadi dasar untuk memotivasi partisipan
agar terlibat dalam rencana aksi tertentu sesuai dengan rekomendasi yang
diberikan.
Tujuan dalam melakukan feed back harus jelas dan informasi yang
diberikan dapat disampaikan dengan bahasa yang lugas dan mudah
dipahami oleh assesse, dengan mengetahui kelebihan dan kekurangan
diharapkan assesee dapat menentukan langkah-langkah untuk
pengembangan diri untuk memenuhi level kompetensi yang dipersyaratkan.
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Feed back merupakan salah satu aktivitas yang memiliki nilai kunci
dalam keberhasilan dari suatu proses AC dengan tujuan pengembangan
kompetensi. Feed back dapat ibaratkan kaca bagi assesse, dengan melihat
kapasitas dan kompetensi dirinya diharapkan ada perubahan bagi assesse
untuk mengembangkan diri ke arah yang lebih baik, baik untuk tujuan
organisasi ataupun untuk kepentingnnya sendri.
18
B. Rekomendasi/Saran
19
ataupun via online (skype, video call), feed back secara tertulis dengan
surat resmi, email ataupun chatting.
DAFTAR PUSTAKA
Centers. England;Burlington
Kompetensi.Jakarta
20
The Ken Blanchard Companies.2007.Giving Feedback Facilitation
Instruction.Escondido,California-USA.
Publishers.
21