Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah
sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota DPR, anggota
DPRD, Presiden dan Wakil Presiden dan untuk memilih anggota
DPD, yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasaia,
jujur dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia Tahun 1945.
Pemilu merupakan kegiatan politik yang sangat kompleks.
Sebuah kompetisi politik ketat yang tidak hanya melibatkan ideologi
dan kepentingan partai politik dan calon, tetapi juga emosi masa
pemilih. Selain untuk menyalurkan aspirasi rakyat pemilu juga
bertujuan membentuk pemerintahan. Untuk menyederhanakan
kompleksitas tersebut sekaligus mendapatkan pemahaman yang
komprehensif, Pemilu bisa dilihat dari empat sisi: aktor, sistem,
manajemen, dan penegakan hukum.
selain menerima laporan, Bawaslu juga melakukan kajian
atas laporan dan temuan pelanggaran, serta meneruskan temuan
dan laporan dimaksud kepada institusi yang berwenang. Jika
laporan yang diterima oleh Bawaslu mengandung unsur pidana,
Bawaslu meneruskan laporan tersebut kepada instansi yang
berwenang untuk diselesaikan sesuai dengan hukum acara pidana
yang ditentukan oleh Peraturan Pemilu. Berdasarkan peraturan
pemilu, batas waktu pelaporan yang ditentukan adalah tujuh hari
sejak perbuatan dilakukan. Jika pelaporan adanya dugaan tindak
pidana dilakukan sebelum lewat dari batas waktu yang ditentukan,
laporan akan diterima oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan
selanjutnya akan dilakukan pengkajian terhadap laporan tersebut.
Dalam hal laporan tersebut mengandung unsur pidana, bawaslu
meneruskan laporan tersebut kepada penyidik dalam waktu paling
lama 1x24 jam sejak laporan tersebut diputuskan sebagai tindak
pidana Pemilu. Proses penyidikan dilakukan oleh penyidik Polri
dalam jangka waktu selama-lamanya 14 hari terhitung sejak
diterimanya laporan dari Bawaslu. Jadi, 14 hari sejak diterimanya
laporan dari Bawaslu, pihak penyidik harus menyampaikan hasil
penyidikan beserta berkas perkara kepada Penuntut Umum Jika
hasil penyidikan dianggap belum lengkap, maka dalam waktu
paling lama tiga hari penuntut umum mengembalikan berkas
perkara kepada penyidik kepolisian disertai dengan petunjuk untuk
melengkapi berkas.
Kepada Penuntut Umum. Maksimal lima hari sejak berkas
diterima, PU melimpahkan berkas perkara kepada pengadilan.
Untuk memudahkan proses pemeriksaan terhadap adanya dugaan
pelanggaran pidana Pemilu, Bawaslu, Kepolisian dan Kejaksaan
telah membuat kesepahaman bersama dan telah membentuk
sentra penegakkan hukum terpadu (Sentra Penegakkan Hukum
Terpadu (Gakkumdu)).
Secara garis besar bahwa apabila Badan Pengawas Pemilu
(Bawaslu) yang melakukan pengawasan atau menerima laporan
menemukan adanya dugaan pelanggaran pemilu, hal itu
disampaikan kepada penyidik Kepolisian yang harus melakukan
proses penyidikan dan melimpahkan kepada Penuntut Umum.
Dalam kasus pelanggaran pidana Pemilihan Umum (Pemilu) ini
Penuntut Umum akan melimpahkan berkas perkara kepada
pengadilan negeri untuk diadili dan diputuskan oleh hakim khusus .
Penindakan merupakan serangkaian proses penangan
pelanggaran yang berasal dari Temuan/Laporan untuk
ditindaklanjuti oleh instansi yang berwenang.
Badan Pengawas Pemilihan Umum Kabupaten selanjutnya
disebut Bawaslu Kabupaten adalah badan untuk mengawasi
Penyelenggaraan Pemilu di wilayah kabupaten. Bawaslu
kabupaten khususnya divisi Hukum dan Penindakan Pelanggaran
mempunyai tugas penegakan hukum yaitu melakukan penindakan
terhadap dugaan pelanggaran pada penyelenggaraan Pemilihan
Umum.
Bawaslu kabupaten Lamandau mempunyai tugas untuk
melakukan penindakan terhadap dugaan pelanggaran Pemilihan
Umum di wilayah Kabupaten Lamandau. Wilayah Hukum Bawaslu
Kabupaten Lamandau terdiri dari 8 Kecamatan yaitu Kecamatan
Bulik, Sematu Jaya, Menthobi Raya, Bulik Timur, Belantikan Raya,
Lamandau, Batang Kawa dan Delang.
Pada Penyelenggaran Pemilu Tahun 2019, Bawaslu
Kabupaten Lamandau menangani 1 (satu) Temuan Tindak Pidana
Pemilu yang direkomendasikan kepada Pihak Terkait yaitu
Kepolisian Resort Lamandau. Namiun hasil rekomendasi
selanjutnya tidak dapat dinaikan ke proses Penuntutan karena
pada saat Pembahasan ke 3 tidak ada kesepakatan, sehingga
terhadap Temuan Tindak Pidana Pemilu dihentikan dengan
dikeluarkannya SP3 oleh Kepolisian Resort Lamandau melalui
Gakkumdu Kabupaten Lamandau.

B. IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka rumusan
masalahnya sebagai berikut :
1. Bagaimana peranan Sentra Gakkumdu dalam Penanganan
tindak pidana Pemilu Tahun 2019;
2. Apa Hambatan yang dihadapi Sentra Gakkumdu dalam
Penanganan tindak pidana Pemilu Tahun 2019;
3. Bagaimana cara mengatasi Hambatan yang dihadapi Sentra
Gakkumdu dalam Penanganan tindak pidana Pemilu Tahun
2019.

C. DASAR HUKUM
1. Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan
Umum;
2. Peraturan Bawaslu Nomor 7 Tahun 2018 tentang
Penanganan Temuan dan Laporan Pelanggaran Pemilihan
Umum.

D. ANALISIS HUKUM
- Bahwa berdasarkan Pasal 103 huruf a Undang-undang
Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum
menyatakan:“Bawaslu Kabupaten/Kota berwenang: a.
menerima dan menindaklanjuti laporan yang berkaitan
dengan dugaan pelanggaran terhadap pelaksanaan
peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai
Pemilu”
- Selanjutnya Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) Perbawaslu Nomor
7 Tahun 2018 tentang Penanganan Temuan dan Laporan
Dugaan Pelanggaran Pemilu menyatakan bahwa :
1) Dugaan Pelanggaran Pemilu berasal dari Temuan atau
Laporan.
2) Bawaslu, Bawaslu Provinsi dan/atau Bawaslu
Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Panwaslu
Kelurahan/ Desa, Panwaslu LN, dan/atau Pengawas
TPS wajib melakukan penindakan terhadap dugaan
pelanggaran Pemilu”.
- Bahwa menurut Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) Perbawaslu
Nomor 7 Tahun 2018 tentang Penanganan Temuan dan
Laporan Dugaan Pelanggaran Pemilu menyatakan bahwa :
1. Pengawas Pemilu melakukan pengawasan pada setiap
tahapan Penyelenggaraan Pemilu;
2. Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) yang terdapat dugaan pelanggaran Pemilu
disampaikan dan diputuskan dalam rapat pleno
Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota,
Panwaslu Kecamatan, atau Panwaslu LN sebagai
Temuan dugaan pelanggaran yang dituangkan dalam
formulir Model B.2.
- Bahwa ketentuan Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2) Perbawaslu
Nomor 7 Tahun 2018 tentang Penanganan Temuan dan
Laporan Dugaan Pelanggaran Pemilu yang menyatakan
sebagai berikut :
1. Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota,
Panwaslu Kecamatan, atau Panwaslu LN memutuskan
untuk menindaklanjuti atau tidak menindaklanjuti
Temuan atau Laporan Dugaan Pelanggaran Pemilu,
paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah Temuan atau
Laporan Dugaan Pelanggaran diterima dan
diregistrasi”;
2. Dalam hal Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu
Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, atau Panwaslu
LN memerlukan keterangan tambahan mengenai tindak
lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
keterangan tambahan dan kajian dilakukan paling lama
14 (empat belas) hari kerja setelah Temuan dan
Laporan diterima dan diregistrasi;
- Bahwa ketentuan Pasal 20 ayat (1) Perbawaslu Nomor 31
Tahun 2018 Tentang Sentra Penegakan Hukum Terpadu
menyatakan sebagai berikut:
“(1) Pengawas Pemilu bersama dengan Penyidik dan
Jaksa paling lama 1x24 (satu kali dua puluh empat) jam
melakukan Pembahasan pertama terhitung sejak tanggal
temuan atau laporan diterima dan diregistrasi oleh
Pengawas Pemilu”.
- Bahwa ketentuan Pasal 23 ayat (1) Perbawaslu Nomor 31
Tahun 2018 Tentang Sentra Penegakan Hukum Terpadu
menyatakan sebagai berikut :
“(1) Pengawas Pemilu bersama dengan Penyidik dan
Jaksa melakukan Pembahasan kedua paling lama 14
(empat belas) hari kerja sejak temuan atau laporan
diterima dan diregistrasi oleh pengawas Pemilu”.
- Bahwa Pasal 523 Jo. Pasal 280 ayat (1) huruf j Undang-
undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum,
dimana ketentuan Pasal 523 Undang – Undang Nomor 7
Tahun 2017 berbunyi sebagai berikut :
“Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye
Pemilu yang dengan sengaja menjanjikan atau
memberikan uang atau materi lainnya sebagai
imbalan kepada peserta Kampanye Pemilu secara
langsung ataupun tidak langsung sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 280 ayat (1) huruf j dipidana
dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan
denda paling banyak Rp24.OOO.OOO,OO (dua puluh
empat juta rupiah).”.

- Dan Pasal 280 Ayat (1) huruf j Undang-undang Nomor 7


Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum berbunyi sebagai
berikut :
Pelaksana, peserta, dan Tim Kampanye dilarang: j.
“Menjanjikan atau memberikan uang atau materi
lainnya kepada peserta Kampanye pemilu”
E. KESIMPULAN DAN SARAN
Sistem penanganan tindak pidana pemilu masih membutuhkan
pembenahan agar dapat diterapkan dengan baik dan efektif untuk
menjadi salah satu instrumen mewujudkan pemilu yang jujur dan adil
serta berintegritas. Tanpa melakukan itu, sistem penanganan tindak
pidana pemilu akan selalu jalan di tempat dan tidak akan berhasil.
Untuk menopang perwujudan pemilu yang jujur dan adil Perbaikan
sistem penanganan meliputi:
1. Perbaikan regulasi;
2. Penguatan kapasitas dan profesionalisme penegak
hukum pemilu;
3. Peningkatan kesadaran hukum seluruh pemangku
kepentingan pemilu.

Anda mungkin juga menyukai