Anda di halaman 1dari 36

PROPOSAL PENELITIAN

IDENTIFIKASI Entamoeba coli PADA ANAK BALITA STUNTING


DENGAN METODE PCR (Polymerase Chain Reaction)
DI KECAMATAN ENREKANG

Dilanjutkan Sebagai Syarat Dalam Meraih Sarjana Terapan Kesehatan (S.Tr. Kes)
Pada Program Studi Diploma Empat (D-IV) Teknologi laboratorium Medis
Fakultas Teknologi Kesehatan Universitas Mega Rezky Makassar.

WELNA SOUHUWAT
NIM: 173145353015

PROGRAM STUDI DIV TEKNOLOGI LABORATORIUM


MEDIS FAKULTAS TEKNOLOGI KESEHATAN
UNIVERSITAS MEGAREZKY
MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penuIis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segaIa berkat-Nya, rahmat-Nya, dan tuntunan-Nya seIama penuIis
menyeIesaikan proposaI ini.

Tak Iupa puIa penuIis mengucapkan banyak terima kasih kepada


kedua Orang tua, Yunus Markus Souhuwat dan Sarah Rachel Souhuwat
yang teIah banyak memberikan dorongan doa, moriI, dan materiI seIama
penyusunan skripsi ini.

OIeh karena itu, penuIis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. H. AIimuddin, SH., MH., M.Kn seIaku Pembina yayasan


pendidikan IsIam Universitas Megarezky
2. Ibu Hj. Suryani, SH.,MH seIaku ketua yayasan pendidikan IsIam
Universitas Megarezky
3. Bapak Prof.Dr.dr. AIi Aspar Mappahya, Sp.PD., Sp.JP(K) seIaku Rektor
Universitas MegaRezky
4. Ibu Prof.Dr. Asnah Marzuki, S.Si.,Apt seIaku ketua Dekan FakuItas
TekniIogi TeknoIogi ksehatan Universitas Megarezky
5. Ibu Nirmawati Angria, S.Si., M.Kes seIaku ketua Program Studi DipIoma
IV TeknoIogi Iaboratorium Medik Universitas Megarezky
6. Ibu Handayani H, S.Si.,M.Kes seIaku pembimbing I proposaI yang teIah
memberikan banyak waktu, tenaga, dan nasihat yang bermakna bagi
penuIis hingga bisa menyeIesaikan proposaI ini.
7. Ibu Nurlela seIaku pembimbing II yang teIah memberikan bimbingan dan
pengarahan kepada penuIis
8. Pak Carsel sebagai pembimbing akademik peneIiti, yang seIama masa
prekIinik teIah memberikan banyak waktu, tenaga, masukan, serta
bimbingan bagi penuIis daIam menyeIesaikan studinya.
9. Pak Ka,bah, S.Si.,M.Kes selaku penguji daIam peIaksanaan seminar
proposaI atas waktu dan masukan-masukan yang teIah diberikan.
10. Program Studi DIV TeknoIogi laboratorium FakuItas, TeknoIogi
Kesehatan Universitas Megarezky
11. Saudara-saudara sekandung dan sahabat-sahabat dekat penuIis
(BestFourGals) yang teIah memberikan bantuan moriI seIama
penyusunan skripsi ini.
12. Teman-teman angkatan penuIis di Program Studi DIV TeknoIogi
Iaboratorium Medik, FakuItas TeknIogi Kesehatan Universitas
Megarezky, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu
yang teIah membantu penuIis seIama penyusunan proposaI ini Semoga
segaIa bantuan dan bimbingan yang teIah diberikan kepada penuIis
berniIai pahaIa dari Tuhan Yang Maha Esa.
13. Sangat speciaI untuk anggota LudoGangs (Ocha dan Oji) serta Kak
Yuanro dan Trivena yang turut memberikan dorongan dan semangat
serta energi positif bagi penuIis.
PenuIis menyadari, bahwa adanya keterbatasan pengetahuan dan
pengaIaman dari penuIiis sehingga proposaI ini tidak Iuput dari ketidak
sempurnaan, muIai dari tahap persiapan sampai tahap penyeIesaian. Semoga
dapat menjadi bahan introspeksi dan motivasi bagi penuIis ke depannya.
Akhir kata, semoga yang penuIis Iakukan ini dapat bermanfaat dan
mendapat berkah dari Tuhan Yang Maha Esa.

Makassar, September 2021

PenuIis
DAFTAR ISI

SAMPUL..................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................4
C. Tujuan Penelitian..........................................................................................5
D. Manfaat Penelitian........................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................6
A. Tinjauan umum Stunting...........................................................................6
B. Tinjauan Umum Entamoeba coli............................................................11
C. Tinjauan Umum PCR (Polymerase Chain Reaction)..............................13
D. Relevansi Penelitian Sebelumnya...........................................................22
E. Kerangka Teori........................................................................................23
F. Kerangka Konsep....................................................................................24
G. Variabel Peneltian...................................................................................24
H. Defenisi Operasional...............................................................................24
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................25
A. Desain Penelitian....................................................................................25
B. Lokasi dan Waktu Penelitian...................................................................25
C. Populasi dan Sampel...............................................................................25
D. Kriteria Penelitian....................................................................................26
E. Instrumen dan Prosedur Kerja Penelitian................................................26
F. Alur penelitian.........................................................................................29
G. Teknik Pengumpulan Data......................................................................30
H. Teknik Analisis Data...............................................................................30
I. Etika Penelitian........................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Stunting adalah bentuk kegagalan pertumbuhan akibat akumulasi

ketidakcukupan nutrisi yang berlangsung lama mulai dari kehamilan

sampai usia 24 bulan. Keadaan ini diperparah dengan tidak terimbanginya

kejar tumbuh yang memadai. Indikator yang digunakan untuk

mengidentifikasi balita stunting yaitu berdasarkan indeks Tinggi badan

menurut umur (TB/U) menurut standar WHO child growth standart

dengan kriteria stunting jika nilai z score TB/U < -2 Standard Deviasi

(SD). Periode 0- 24 bulan merupakan periode yang menentukan kualitas

kehidupan sehingga disebut dengan periode emas. Periode ini merupakan

periode yang sensitif karena akibat yang ditimbulkan terhadap bayi pada

masa ini akan bersifat permanen dan tidak dapat dikoreksi. Untuk itu

diperlukan pemenuhan gizi yangkuat pada usia ini (Mitra,2015).

Menurut WHO 2013 dalam Lamid 2015 Penyebab masalah

stunting yaitu salah satunya akibat dari penundaan IMD, pemberian ASI

tidak eksklusif dan penyapihan ASI terlalu dini. Days state of the world’s

mothers 2012 menyatakan bahwa kejadian stunting dapat dipengaruhi oleh

kondisi pada masa 1000 hari kehidupan yaitu mulai dari janin berada

dalam satu perut atau ketika wanita dalam kondisi hamil sampai anak

tersebut berusia 2 tahun dan masa ini disebut dengan masa windows

critical karena pada masa ini terjadi perkembangan otak atau kecerdasan

1
dan pertumbuhan badan yang cepat sehingga pada masa ini jika tidak

diberikan asupan gizi yang cukup pada ibu hamil, tidak diberikan ASI

eksklusif dan pemberian MP-ASI yang kurang bergizi pada anak maka

berpotensi terjadinya stunting. Stunting yang terjadi pada anak 0-2 dan

berlanjut pada usia 3-6 akan tetap berisiko stunting pada usia pra-pubertas

(7-9) (Chirstin angelina,2018).

Pada tahun 2019, World Health Organization (WHO) melaporkan

lebih dari 1,5 milyar orang, atau 24% dari polulasi dunia terinfeksi dengan

cacing yanh ditularkan melalui tanah diseluuh dunia. > 267 juta anak usia

prasekolah dan > 568 juta anak usia sekolah tinggal di daerah dimana

parasit tersebut ditularkan secara intensif, dan membutuhkan perawatan

serta pencegahan penularan (WHO, 2019).

Prevalensi di dunia Secara global, pada tahun 2010 prevalensi anak

pendek sebesar 171 juta anak-anak di mana 167 juta kejadian terjadi di

negara berkembang. Prevalensi stunting pada anak menurun dari 39,7 ( 95

% CI: 38,1- 41,4) % pada tahun 1990 menjadi 26,7 (95 % CI; 24, 8 -28 ,7)

% pada tahun 2010 . Tren ini diperkirakan akan mencapai 21,8 (95 % CI:

19 ,8 -23 ,8) % atau 142 juta pada tahun 2020 (Mitra,2015).

Di Indonesia prevalensi stunting secara nasional tahun 2013 adalah

37,2% berarti terjadi peningkatan dibandingkan tahun 2010 (35,6%) dan

2007 (36,8%) berdasarkan pemantauan status gizi (PSG) pada tahun 2014

provinsi jawa timur memiliki prevalensi stunting sebesar 29%. Data dinas

kesehatan kota blitar tahun 2015 balita dalam kategori pendek sebanyak

2
605 anak (9,71%) dan balita sangat pendek sebanyak 96 anak (1,54%).

kecamatan sukorejo jumlah balita pendek sebanyak 57 anak (2,65%),

kecamatan kepanjen kidul jumlah balita pedek sebanyak 174 anak

(10,44%) dan balita sangat pendek 16 anak (0,96%) (Sri Mugiati,2018).

Berdasarkan hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) Kabupaten

Enrekang, prevalensi stunting pada tahun 2015 sebanyak 29,5% (5,75%

sangat pendek dan 23,75% pendek) yang berarti terjadi peningkatan pada

tahun 2016 menjadi 29,38% (12,15% sangat pendek dan 17,23% pendek).

Hasil data PSG menunjukkan bahwa dari 13 kecamatan di Kabupaten

Enrekang diketahui bahwa kecamatan yang memiliki prevalensi stunting

tertinggi pada tahun 2016 yaitu Kecamatan Baraka sebesar41,06% (pendek

) dari 1.437 balita. Bulan Februari tahun 2017, menunjukkan prevalensi

stunting sebesar 39,1% (10,9% sangat pendek dan 28,2% pendek) dari

1.537 balita.

PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan teknik amplifikasi

DNA dengan target gen tertentu. PCR menggunakan suhu yang bertingkat

dengan bantuan enzim taq polymerase untuk mengamplifikasi DNA.

Proses PCR menggunakan 1 pasang primer untuk amplifikasi DNA target.

PCR memiliki kelebihan sebagai alternative gold standar, apabila parasit

yang hidup tidak ditemukan didalam tubuh serta PCR dapat mendeteksi

DNA parasit dalam sampel yang berjumlah sedikit. Tetapi memiliki

kekurangan yaitu proses PCR harus diawali dengan preparasi sampel yang

cukup rumit dan reagen yang mahal, pemeriksaan dengan PCR tidak dapat

3
membedakan apakah parasit dalam tubuh masih hidup atau sudah mati

(Anis Nurwidayati, 2015).

Hasil penelitian (Tiwi Numrapi, dkk 2017), tentang infeksi cacing,

ISPA, dan PHBS pada remaja putri stunting dan non stunting di SMP

NEGERI 1 Nguter Kabupaten Sukoharjo, menjelaskan tidak ditemukan

adanya infeksi kecacingan.

Berdasarkan ulasan diatas, mendorong peneliti dalam melakukan

penelitian yang dapat dibedakan dengan penelitian yang telah dilakukan

sebelumnya, yaitu untuk mengidentifikasi Entamoeba coli pada anak

balita 1-5 tahun penderita stunting dengan metode PCR.

A. Rumusan Masalah

Apakah terdapat Entamoeba coli pada anak stunting menggunakan

metode PCR (Polymerase Chain Reaction) ?

B. Tujuan Penelitian.

Untuk mengetahui Entamoeba coli pada anak stunting dengan

mengunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction) ?

C. Manfaat Penelitian.

1. Bagi Peneliti

a. Merupakan sarana untuk melatih diri bagaimana cara dan proses

untuk berpikir ilmiah serta praktis sebagai penerapan ilmu

pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh selama pendidikan.

b. Menambah wawasan, pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman

dalam melakukan penelitian serta memperdalam pengetahuan

4
tentang Entamoeba coli pada anak stunting dengan menggunakan

metode PCR (Polymerase Chain Reaction)

2. Bagi Akademik

Menambah perbendarahan ilmu serta memberikan manfaat bagi

program studi DIV Teknologi Laboratorium Medik Universitas Mega

Rezky Makassar.

3. Bagi Masyarakat

Memberi informasi kepada masyarakat terutama pada ibu hamil

agar lebih mengetahui tentang stunting dan lebih menjaga kesehatan.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan umum Stunting

Stunting merupakan masalah gizi yang meyebabkan gangguan

pertumbuhan pada balita. Masalah ini muncul saat anak berusia 6-23 bulan,

kekurangan gizi pada usia dini akan dapat menyebabkan meningkatnya angka

kesakitan, kematian, dan postur tubuh tegolong pendek (Kartika,2017).

Stunting adalah masalah kekurangan gizi kronis karna pemberian makanan

yang kurang sesuai dengan gizi seimbang yang mengakibatkan asupan gizi

berkurang, sehingga menyebabkan terhambatnya pertumbuhan mental dan

pekembangan motorik (Putri,2020).

Stunting merupakan gangguan pertumbuhan fisik yang ditandai dengan

penurunan kecepatan pertumbuhan dan merupakan dampak dari

ketidakseimbangan gizi. Menurut World Health Organization (WHO) Child

Growth Standart, stunting didasarkan pada indeks panjang badan disbanding

umur (PB/U) atau tinggi badan disbanding umur (TB/U) dengan batas (z-

score) kurang dari -2 Sd. Stunting masih merupakan satu masalah gizi di

Indonesia yang belum terselesaikan. Stunting akan menyebabkan dampak

jangka panjang yaitu tenganggunya perkembangan fisik, mental, intelektual,

serta kognitif. Anak yang terkena stunting hingga usia 5 tahun akan sulit untuk

diperbaiki sehingga akan berlanjut hingga dewasa dan dapat meningkatkan

resiko keturunan dengan berat badan lahir yang rendah (BBLR) (Gladys
Apeiluana, 2018).

6
1. Epidemiologi

Menurut World Health Organization (WHO). Indonesia menjadi

urutan ketiga dengan prevalensi tertinggi di regional Asia Tenggara /

South- East Asia Regional (SEAR). Pada tahun 2005-2017 rata-rata

prevalensi balita stunting di Indonesia adalah 36,4% prevalensi balita

sangat pendek dan pendek 0-59 bulan di Indonesia tahun 2017 adalah

9,8% dan 19,8%. Kondisi ini meningkat dari tahun sebelumnya yaitu

prevalensi balita sangat pendek sebesar 8,5% dan balita pendek sebesar

19% Didapatkan dari data Riskedas bahwa kejadian stunting ada 30,8%

atau sekitar 7,3 juta anak di Indonesia menalmi stunting dengan sebanyak

19,3% atau 4,6 juta anak pendek, dan 11,5% atau 2,6 juta anak sangat

pendek (Kemenkes, 2018).

Gambar 2.1 Anak Stunting (Kemenkes, 2020)

7
2. Patofisiologi Stunting

Penyakit stunting sendiri memiliki beberapa tahapan dalam

patofisologi, yaitu :

a. Proses pertumbuhan dan perkembangan manusia, yang memakan waktu

hamper 20 tahun adalah fenomia yang kompleks, proses pertumbuhan

di bawah kendali genetik dan pengaruh lingkungan, yang beroperasi

pertumbuhan, satu atau yang lain mungkin merupakan pengaruh

dominan. Pada masa konsepsi , terdapat blueprint (cetak biru) genetik

mencakup potensi untuk mencapai ukuran dan bentuk dewasa tertentu.

Lingkungan mengubah potensi ini, ketika lingkungan netral, tidak

memberikan pengaruh negatif pada proses pertumbuhan, potensi

genetik dapat sepenuhnya diwujudkan. Namun demikian kemampuan

pengaruh lingkungan untuk mengubah potensi genetik tergantung pada

banyak faktor, termasuk waktu dimana mereka terjadi,kekuatan, durasi,

frekuensi kemunculannya dan usia serta jenis kelamin anak. Dalam hal

ini pertumbuhan dan perkembangan manusia, kelenjar endokrin yang

berperan penting adalah kelenjar hipofisis, yang terletak di bawah dan

sedikit di depan hipotalamus. Suplai darah yang kaya dalam

infundibulum, yang menghubungkan dua kelenjar, membawa hormone

pengatur dari hipotalamus ke kelenjar hipofisis. Hipofisis memiliki

lobus anterior. Lobus interior, atau adenohipofisis, melepaskan

hormone utama yang mengendalikan pertumnuhan dan perkembangan

manusia yaitu hormon pertumbuhan (Grow Hormon/GH) hormon

8
perangsang tiroid (Thyroid stimuilating Hormone) (TSH) proklatinn,

gonadotrofin (Luteinizing dan hormone perangsang folikel). Dan

hormone adrenocorticotropik (ACTH).

b. Hampir setengah abad yang lalu Neel dan Schull berpendapat bahwa

“konsep genetikharus menjadi bagian integral dan armamentarium dan

ahli epidemiologi modern”. “Genetika epidemiologis” yang

dibayangkan Neel dan Schull telah dikenal sebagai epidemiologi

genetic. Pendiri internasional Genetik Epidemilogi Society (IGES) pada

tahun 1992, james V. Nell, secara ringkas mendefenisikan epidemiologi

genetic sebagai, “studi komponen genetic dalam fenomena biologis

yang kompleks” Dari perspektif ini, epidemilogi genetic pertumbuhan

dan perkembangan dapat dianggap sebagai studi dasar-dasar genetic

dari ukuran, konfirmasi, dan status kematangan individu selama masa

kanak-kanak (Aryu Candra,2020).

c. Perawakan pendek yang disebabkan kerena genetic dikenal sebagai

familial short stature (perawakan pendek familial). Timggi badan orang

tua maupun pola pertumbuhan orang tua merupakan kunci untuk

mengetahui pola pertumbuhaan anak. Faktor genetic tidak tampak saat

lahir namun akan berfanifentasi setelah 2-3 tahun. Korelasi antara tinggi

anak dan midparental high (MPH) 0,5 saat usia 2 tahun dan menjadu

0,7 saat usia remaja. Perawakan pendek familial ditandai oleh

pertumbuhan yang selalu berada di bawah persentil. Kecepatan

pertumbuhan normal, usia tulang normal, tinggi badan orang tua atau

9
salah satu orang tua pendek dan tinggi di bawah persentil (Aryu

Candra,2020).

d. Perawakan pendek patologis dibedahkan menjadi proposional dan tidak

proposional. Perawakan pendek proposional meliputi malnutrisi,

penyakit infaksi/kronik dan kelainan endokrin seperti defisiensi

hormone pertumbuhan dan defisiensi IGF-1. Perawakan pendek tidak

proposional disebabkan oleh kelainan tulang seperti kondrodidtrifi,

dysplasia tulang. Turner, sindrom Prader-Willi, sindrom Down,

sindrom Kallmal, sindrom Mrfan dan sindrom Klinefelter (Aryu

Candra,2020).

3. Faktor Penyebab

Faktor penyebab terjadinya stunting mencakup kecukupan zat gizi

dalam jangka waktu panjang dan diperparah dengan terjadinya penyakit

infeksi secara terus menerus. Terganggunya proses pertumbuhan linier

tersebut mengakibatkan karena adanya adaptasi tubuh terhadap asupan

yang rendah dan mengakibatkan kecukupan zat gizi yang tidak adekuat,

sehingga proses metabolisme tubuh akan terganggu dan mengakibatkan

proses terbentuknya sel atau jaringan akan terhambat. Faktor lainnnya

yang mempengaruhi adalah sanitasi lingkungan. Yang berpengaruh buruk

jika tidak dianggap serius dan diperhatikan oleh ibu hamil dan anak

(Dewi,2017).

10
4. Gejala klinis

Masalah kurang gizi dan stunting merupakan dua masalah yang

saling berhubungan.Stunting pada anak yaitu dampak dari defisiensi

nutrien selama seribu hari pertama kehidupan.Hal ini menyebabkan

gangguan perkembangan fisik anak yang irreversible, sehingga

menyebabkan penurunan kemampuan kognitif dan motorik serta

penurunan performa kerja.Anak stunting memiliki rata-rata skor

Intelligence Quotient (IQ) sebelas poin lebih rendah dibandingkan rerata

skor IQ pada anak normal. Gangguan tumbuh kembang pada anak akibat

kekurangan gizi bila tidak mendapatkan intervensi sejak dini akan

berlanjut hingga dewasa. (Eko setiawa,2018)

B. Tinjauan Umum Entamoeba coli

1. Defenisi Entamoeba coli

Nama lain dari Entamoeba coli adalah Ameba coli, Endamoba horninis

dan Councilmania lafleuri. Entamoba coli tidak patogen, tetapi penting

untuk dapat dibedakan dari E. histolytica karena merupakan ameba yang

paling sering ditemukan hidup di dalam colon dan caecum manusia

11
2. Morfologi

Morfolologi E. coli sangat mirip dengan morfologi E. histolytica

yaitu memiliki dua bentuk utama dengan satu bentuk peralihan yaitu

bentuk tropozoit, bentuk prekista dan bentuk kista. Bentuk vegetatif

(trofozoit) E. coli ukurannya sebesar 15-50 μm serta mempunyai inti

entamoeba. Endoplasma mempunyai vakuola, mengandung bakteri dan

lain-lain. Bentuk ini tidak dapat dibedakan dari E. histolityca bentuk

minuta. Dalam tinja ukuran kista sebesar 10-31 μm dan biasanya berinti 2

dan 8. Yang berinti 2 mempunyai vakuola glikogen besar serta memiliki

benda khromatoid seperti jarum dengan ujung tajam.

3. Siklus Hidup dan Patogenesis

Siklus hidup Entamoeba coli menyerupai Entamoeba histolystica,

namun tanpa adanya penjalaran ekstraintestinal. Penularan terjadi karena

termakan bentuk kista melalui jalan yang sama dengan Entamoeba

histolystica. Infeksi Entamoeba histolystica bersifat asimtomatis dan non

pathogen. Namun parasite Entamoeba coli sering dijumpai bersamaan

dengan infeksi Entamoeba histolystica pada penderita amebiasis.

Diagnosis dilakukan dengan pemeriksaan tinja. Bentuk trofozoit

Entamoeba coli agak sukar dibedakan dengan bentuk prekista Entamoeba

histolystica. Kista mudah dibedakan bila telah memiliki lebih dari 4 inti.

12
C. Tinjauan Umum PCR (Polymerase Chain Reaction)

1. Definisi PCR (Polymerase Chain Reaction)

PCR merupakan metode molekular untuk menggandakan potongan

DNA hingga berjuta kali lipat dalam waktu yang relatif singkat.

Penggandaan tersebut tidak terlepas dari penggunaan enzim dan sepasang

primer bersifat spesifik terhadap DNA target yang akan dilipatgandakan.

Sehingga nantinya dapat digunakan untuk keperluan lain yang berkaitan

dengan DNA. Komponen-komponen yang harus ada dalam proses PCR

antara lain DNA cetakan yaitu potongan DNA yang akan dilipatgandakan,

primer yaitu suatu potongan atau sequencedari oligonukleotida pendek

yang digunakan untuk mengawali sintesis DNA, deoksiribonukleotida

trifosfat (dNTP), terdiri atas dATP, dCTP, dGTP, dTTP, dan enzim DNA

polimerase yaitu enzim yang melakukan katalisis reaksi sintesis rantai

DNA, dan senyawa buffer (Ahmad,2020).

2. Prinsip – Prinsip Polymerase Chain Reaction (PCR)

PCR memiliki tiga prinsip utama, yaitu :

a. Denaturasi

Selama proses denaturasi, DNA untai ganda akan membuka

menjadi dua untai tunggal. Hal ini disebabkan karena suhu

denaturasi yang tinggi menyebabkan putusnya ikatan hidrogen

diantara basa-basa yang komplemen. Pada tahap ini, seluruh reaksi

enzim tidak berjalan, misalnya reaksi polimerisasi pada siklus yang

13
sebelumnya. Denaturasi dilakukan antara suhu 90o–95oC (Elliwati

Hasibuan, 2015)

b. Annealing

Pada tahap penempelan primer (annealing), primer akan menuju

daerah yang spesifik yang komplemen dengan urutan primer. Pada

proses annealing ini, ikatan hidrogen akan terbentuk antara primer

dengan urutan komplemen pada templat. Proses ini dilakukan pada

suhu 50o–60oC. (Elliwati Hasibuan, 2015)

c. Extension

Umumnya, reaksi polimerisasi atau perpanjangan rantai ini, terjadi

pada suhu 72o C. Primer yang telah menempel tadi akan mengalami

perpanjangan pada sisi 3‟nya dengan penambahan dNTP yang

komplemen dengan templat oleh DNA polimerase. (Elliwati

Hasibuan, 2015)

3. Komponen- Komponen PCR

Untuk melakukan proses PCR diperlukan komponen-komponen seperti

yang telah disebutkan di atas. Pada bagian ini akan dijelaskan secara rinci

kegunaan dari masing-masing komponen tersebut. (Darmo hadoyo,2001)

a. Templat DNA

Fungsi DNA templat di dalam proses PCR adalah sebagai cetakan

untuk pembentukan molekul DNA baru yang sama. Templat DNA ini

dapat berupa 2 1 Prinsip Umum dan Pelaksanaan Polymerase Chain

Reaction (PCR). (Darmo hadoyo,2001)

14
DNA kromosom, DNA plasmid ataupun fragmen DNA apapun

asal di dalam DNA templat tersebut mengandung fragmen DNA target

yang dituju. Penyiapan DNA templat untuk proses PCR dapat

dilakukan dengan menggunakan metode lisis sel ataupun dengan cara

melakukan isolasi DNA kromosom atau DNA plasmid dengan

menggunakan metode standar yang ada. Pemilihan metode yang

digunakan di dalam penyiapan DNA templat tergantung dari tujuan

eksperimen. Pembuatan DNA templat dengan menggunakan metode

lisis dapat digunakan secara umum, dan metode ini merupakan cara

yang cepat dan sederhana untuk pendedahan DNA kromosom ataupun

DNA plasmid. Prinsip metode lisis adalah perusakan dinding sel tanpa

harus merusak DNA yang diinginkan. Oleh karena itu perusakan

dinding sel umumnya dilakukan dengan cara memecahkan dinding sel

menggunakan buffer lisis. Komposisi buffer lisis yang digunakan

tergantung dari jenis sampel. Beberapa contoh buffer lisis yang biasa

digunakan mempunyai komposisi sebagai berikut: 5 mM Tris-Cl

pH8,5; 0,1 mM EDTA pH 8,5; 0,5 % Tween-20 dan 100 ug/mL

Proteinase-K (ditambahkan dalam keadaan segar). Buffer lisis ini

umumnya digunakan untuk jenis sampel yang berasal dari biakan, sel-

sel epitel dan sel akar rambut. Contoh lain dari buffer lisis adalah

buffer lisis K yang mempunyai komposisi sebagai berikut: buffer PCR

(50mM KCl, 10-20mM Tris-Cl dan 2,5mM MgCl2 ); 0,5 % Tween-20

dan 100 ug/mL Proteinase-K (ditambahkan dalam keadaan segar).

15
Buffer lisis K ini biasanya digunakan untuk melisis sampel yang

berasal dari sel darah dan virus.(Darmo hadoyo,2001)

Selain dengan cara lisis, penyiapan DNA templat dapat dilakukan

dengan cara mengisolasi DNA kromosom ataupun DNA plasmid

menurut metode standar yang tergantung dari jenis sampel asal DNA

tersebut diisolasi. Metode isolasi DNA kromosom atau DNA plasmid

memerlukan tahapan yang lebih kompleks dibandingkan dengan

penyiapan DNA dengan menggunakan metode lisis. Prinsip isolasi

DNA kromosom atau DNA plasmid adalah pemecahan dinding sel,

yang diikuti dengan pemisahan DNA kromosom / DNA plasmid dari

komponen-komponen lain. Dengan demikian akan diperoleh kualitas

DNA yang lebih baik dan murni. (Darmo hadoyo,2001)

b. Primer

Perancangan primer dapat dilakukan berdasarkan urutan DNA

yang telah diketahui ataupun dari urutan protein yang dituju. Data

urutan DNA atau protein bisa didapatkan dari database GenBank.

Apabila urutan DNA maupun urutan protein yang dituju belum

diketahui maka perancangan primer dapat didasarkan pada hasil

analisis homologi dari urutan DNA atau protein yang telah diketahui

mempunyai hubungan kekerabatan yang terdekat. Dalam melakukan

perancangan primer harus dipenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut:

16
1) Panjang primer

Di dalam merancang primer perlu diperhatikan panjang primer

yang akan dipilih. Umumnya panjang primer berkisar antara 18 –

30 basa. Primer dengan panjang kurang dari 18 basa akan

menjadikan spesifisitas primer rendah. Untuk ukuran primer yang

pendek kemungkinan terjadinya mispriming (penempelan primer di

tempat lain yang tidak diinginkan) tinggi, ini akan menyebabkan

berkurangnya spesifisitas dari primer tersebut yang nantinya akan

berpengaruh pada efektifitas dan efisiensi proses PCR. Sedangkan

untuk panjang primer lebih dari 30 basa tidak akan meningkatkan

spesifisitas primer secara bermakna dan ini akan menyebabkan

lebih mahal. (Darmo hadoyo,2001)

2) Komposisi primer.

Dalam merancang suatu primer perlu diperhatikan

komposisinya. Rentetan nukleotida yang sama perlu dihindari, hal

ini dapat menurunkan spesifisitas primer yang dapat

memungkinkan terjadinya mispriming di tempat lain. Kandungan

(G+C)) (% jumlah G dan C) sebaiknya sama atau lebih besar dari

kandungan (G+C) DNA target. Sebab primer dengan % (G+C)

rendah diperkirakan tidak akan mampu berkompetisi untuk

menempel secara efektif pada tempat yang dituju dengan

demikian akan menurunkan efisiensi proses PCR. Selain itu,

urutan nukleotitda pada ujung 3’ sebaiknya G atau C. Nukleotida

17
A atau T lebih toleran terhadap mismatch dari pada G atau C,

dengan demikian akan dapat menurunkan spesifisitas primer.

(Darmo hadoyo,2001).

3) Melting temperature (Tm)

Melting temperatur (Tm) adalah temperatur di mana 50 %

untai ganda DNA terpisah. Pemilihan Tm suatu primer sangat

penting karena Tm primer akan berpengaruh sekali di dalam

pemilihan suhu annealing proses PCR. Tm berkaitan dengan

komposisi primer dan panjang primer.Secara teoritis Tm primer

dapat dihitung dengan menggunakan rumus [2(A+T) +

4(C+G)]. Sebaiknya Tm primer berkisar antara 50 – 65 o C.

(Darmo hadoyo,2001)

4) Interaksi primer-prime

Interaksi primer-primer seperti self-homology dan cross-

homology harus dihindari. Demikian juga dengan terjadinya

mispriming pada daerah lain yang tidak dikehendaki, ini semua

dapat menyebabkan spesifisitas primer menjadi rendah dan di

samping itu konsentrasi primer yang digunakan menjadi berkurang

selama proses karena terjadinya mispriming. Keadaan ini akan

berpengaruh pada efisiensi proses PCR. (Darmo hadoyo,2001)

18
5) dNTPs (deoxynucleotide triphosphates) dNTPs

merupakan suatu campuran yang terdiri atas dATP

(deoksiadenosin trifosfat), dTTP (deoksitimidin trifosfat) , dCTP

(deoksisitidin trifosfat) dan dGTP (deoksiguanosin trifosfat).

Dalam proses PCR dNTPs bertindak sebagai building block DNA

yang diperlukan dalam proses ekstensi DNA. dNTP akan

menempel pada gugus –OH pada ujung 3’ dari primer membentuk

untai baru yang komplementer dengan untai DNA templat.

Konsentrasi optimal dNTPs untuk proses PCR harus ditentukan.

(Darmo hadoyo,2001)

6) Buffer PCR dan MgCl2

Reaksi PCR hanya akan berlangsung pada kondisi pH tertentu.

Oleh karena itu untuk melakukan proses PCR diperlukan buffer

PCR. Fungsi buffer di sini adalah untuk menjamin pH medium.

Selain buffer PCR diperlukan juga adanya ion Mg2+, ion tersebut

berasal dari berasal MgCl2 .MgCl2 bertindak sebagai kofaktor

yang berfungsi menstimulasi aktivitas DNA polimerase. Dengan

adanya MgCl2 ini akan meningkatkan interaksi primer dengan

templat yang membentuk komplek larut dengan dNTP (senyawa

antara). Dalam proses PCR konsentrasi MgCl2 berpengaruh pada

spesifisitas dan perolehan proses. Umumnya buffer PCR sudah

mengandung senyawa MgCl2 yang diperlukan.Tetapi disarankan

sebaiknya antara MgCl2 dan buffer PCR dipisahkan supaya dapat

19
dengan mudah dilakukan variasi konsentrasi MgCl2 sesuai yang

diperlukan. (Darmo hadoyo,2001)

7) Enzim Polimerase DNA

Enzim polimerase DNA berfungsi sebagai katalisis untuk

reaksi polimerisasi DNA. Pada proses PCR enzim ini diperlukan

untuk tahap ekstensi DNA. Enzim polimerase DNA yang

digunakan untuk proses PCR diisolasi dari bakteri termofilik atau

hipertermofilik. Oleh karena itu enzim ini bersifat

termostabilsampai temperatur 95o C. Aktivitas polimerase DNA

bergantung dari jenisnya dan dari mana bakteri tersebut diisolasi

.Sebagai contoh adalah enzim Pfu polimerase (diisolasi dari bakteri

Pyrococcus furiosus) mempunyai aktivitas spesifik 10x lebih kuat

dibandingkan aktivitas spesifik enzim Taq polimerase (diisolasi

dari bakteri Thermus aquaticus).Penggunaan jenis polimerase DNA

berkaitan erat dengan buffer PCR yang dipakai. (Darmo

hadoyo,2001)

4. Tahapan-tahapan PCR (Polymerase Chain Reaction)

a. Ekstraksi

Digunakan metode boiling atau didihan, sebanyak 2 ose isolate

dimasukkan ke dalam tube 1,5 mL yang berisi PBS 1x 200 µl,

kemudian dipanaskan pada suhu 95oC selama 5 menit kemudian di

sentrifugasi 10.000 rpm selama 15 menit, selanjutnya dibuang sisa

supernatannya dan tambahkan 200 µl ddH2O. hasil ekstraksi

20
disimpan pada suhu -20oC jika tidak langsung digunakan untuk

template DNA.

b. Mix

Dilakukan amplifikasi hasil ekstraksi DNA, dalam 50 µl campuran

reaksi PCR terdiri dari : Kappa 2G Fast 25µl, primer forward 10

µl, primer reverse 10 µl, nuclease free water (ddH2O) 18 µl dan

template DNA 5 µl dihomogenkan. Tahap pencampuran bahan-

bahan tersebut dilakukan pada tabung PCR dalam rak tabung PCR-

coller agar DNA dan enzim yang digunakan tidak rusak. Campuran

tersebut kemudian di spin down.

c. Siklus

Selanjutnya proses PCR dimasukkan dalam mesin PCR

Thermocycler (GeneAmp PCR System 9700). Reaksi PCR terdiri

dari pradenaturasi 95ºC selama 5 menit, diikuti dengan 35 siklus

reaksi: denaturasi 95ºC selama 15 detik, anneling (penempelan

primer pada cetakan) 52ºC selama 15 detik, dan elongasi

(pemanjangan primer) pada suhu 72ºC selama 30 detik. Pada tahap

elongasi post-PCR pada suhu 72ºC selama 5 menit.

d. Elektroforesis

Hasil amplifikasi kemudian di elektroforesis dalam gel agarose 2%

yang terbuat dari agarose 4 gram, dilarutkan dalam 200 ml larutan

TBE (Tris Borate EDTA) 0,5X.Setelah larutan dipanaskan hingga

larut pada hotplate, ditunggu hingga agak dingin kemudian

21
ditambahkan 5 μl Ethidium Bromida (etBr).Gel yang telah

mengeras diletakkan dalam bak elektroforesis dan dialiri arus

listrik 100 volt selama 100 menit. Selanjutnya hasil elektroforesis

di baca dengan alat visualisasi Bio-rad Gel Doc transilluminator

(Jasmaunna,2020).

D. Relevansi Penelitian Sebelumnya

Hasil penelitian (Oki Irawati, dkk 2021), tentang Infeksi Cacing Nematoda

Usus Pada Anak Kelas 1 dan 2 Sekolah Dasar, ditemukan sampel yang positif

terinfeksi telur cacing nematode usus dengan persentase sebanyak 6,25% dan

terdapat 2 jenis telur cacing yang menginfeksi yaitu Ascaris lumbricoides dan

Trichuris trichiura.

Hasil penelitian (Gracia Victoria, dkk, 2021), tentang PKM dan Balita

Stunting di Puskesmas Waai, Kabupaten Maluku Tengah, ditemukan 7

sampel yang menunjukan hasil positif Ascaris lumbricoides dari 26 sampel

yang diperiksa.

22
E. Kerangka Teori

Stunting

Pertumbuhan 1. Sanitasi Buruk


linear 2. Asupan Gizi Buruk

1. Inflamasi Saluran Cerna
Saluran Cerna 2. Malabsorbsi Zat Gizi

Entamoeba coli

23
F. Kerangka Konsep

`
Faktor Penyebab
Stunting
Ascaris lumbricoides

Variabel Independent Variabel Dependent

G. Variabel Peneltian

Variable yang tedapat pada penelitian ini, yaitu variable bebas (independen)

dan variable terikat (dependent). Dimana variable bebas yaitu faktor

penyebab Ascaris lumbricoides dan varabel terikat yaitu stunting.

H. Defenisi Operasional

1. Stunting merupakan kondisi dimana tinggi badan anak lebih pendek dari

tinggi badan anak yang sewajarnya hal ini dikarenakan karena terjadi

kekurangan gizi mengakibatkan kegagalan pertumbuhan yang mana di

mulai sejak masa kehamilan hingga anak berusia 2 tahun.

2. Ascaris lumbricoides merupakan cacing bulat besar yang biasanya

bersarang dalam usus halus.

3. Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan suatu teknik dalam biologi

molekuler untuk mengamplifikasi atau menggandakan sejumlah kecil

DNA secara invitro yang melibatkan beberapa tahap yang berulag (siklus)

dan pada setiap siklus terjadi duplikasi jumlah target DNA untai ganda

sampai jutaan kopi fragmen DNA.

24
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan desain penelitian

deskriptif. Pada penelitian ini, peneliti akan melihat apakah terdapat

Entamoeba coli pada sampel anak balita stunting menggunakan metode PCR.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Pengambilan sampel direncanakan bertempat di Puskesmas Enrekang dan

Penelitian bertempat di RS UNHAS.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan direncanakan dari bulan Juli – Agustus..

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah anak yang menderita stunting.

2. Sampel

Jumlah sampel yang harus terpenuhi pada penelitian ini

menggunakan rumus Lemeshow :

Za2 . p . q
n=
d2

Dimana :

p = Populasi = 0,02

q = 1 – p = 1 – 0,02 = 0,98

25
Za = 1,96 (tingkat kepercayaan)

d = 5% (tingkat kegagalan) = 0,05

n = jumlah sampel yang dicari

1,96 2 . 0,02. 0,98


Makan= =30,11
0,052

n=30,11

Berdasarkan rumus tersebut di dapatkan jumlah sampel sebesar 30,11.

Dalam penelitian ini jumlah sampel tersebut akan dibulatkan menjadi 30

sampel. Sampel dalam penelitian ini yaitu sebanyak 30 sampel darah

pasien anak stunting.

D. Kriteria Penelitian

1. Kriteria Inklusi

a. Pasien rawat jalan anak balita 1-5 tahun penderita stunting.

b. Pasien yang bersedia diambil sampelnya

1. Kriteria Ekslusi

a. Pasien yang tidak setuju diambil sampelnya.

b. Anak yang sehat

E. Instrumen dan Prosedur Kerja Penelitian

1. Instrumen

Alat-alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah spoit,

turniquet, kapas alkohol,Sentrifus Vortex, Mikropipet (1000μl, 10μl,

200μl), Pot Sampel, Tabung Eppendorf bersekrup steril 1,5 ml dan 0,5 ml

26
steril, Water Bath Shaker, Tip Aerosol steril 30μl (Gilson), Tip Aerosol

steril 20μl (Art), Tip steril (1000μl, 10μl, 200μl), Freezer, Kulkas, Rak

Tabung Eppendorf, Tabung Vial PCR, Therma Cycler PCR (Hybaid

Omn-E), UV Gel dock, Tangki larutan penyangga elektroda (Mupid +α),

Microwave (Sanyo), Erlenmeyer 250 ml, Sisir gel, Cetakan gel, dan

Tabung ukur 100 ml.

Bahan-bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu darah

anak balita stunting, kit ekstraksi (spin colomn), Ethanol absolute, buffer

PCR, primer forward, (5’ GGAGGTTTTTGGGTCTTTGG 3’), primer

reverse (5’ CCAAACAAGGTAGCCAACCA 3’), larutan loading dye,

aquadest steril, gel agarosa 2%, Ethidium bromide, Marker 100 bp

Ladder, primer Forward dan Reverse, dNTPs (deoxynucleisida trifosfat),

ddH2O, enzim,buffer dan dNTP biasanya sudah bersatu pada kit yang

kita order, dalam hal ini yang biasanya kita gunakan adalah: platinum

PCR supermix dan invitrogen.

2. Prosedur Kerja Penelitian

a. Pengambilan Sampel

Pertama, jelaskan prosedur pada ibu pasien dan meminta

persetujuan tindakan, siapkan alat yang diperlukan. Berikan

wadah steril pada ibu pasien, dan jelaskan cara pengumpulan

sampel pada ibu pasien agar sampel yang ditampung tidak

terkontaminasi dengan urin. Setelah itu beri label pada wadah

yang telah terisi sampel.

27
b. Ekstraksi DNA

Ditambahkan 200 ul Ethanol vortex selama 10 detik. masukkan

kedalam GS Column dalam 2 ml collection Tube . Sentrifuge

14.000 – 16.000 rpm selam 1 menit buang cairan pada collection

tube, kemudian tambahkan 400 ul W1 Buffer, Sentrifuge 14.000 –

16.000 rpm selama 30 detik.buang cairan pada collection tube,

tambahkan 600 ul Wash Buffer Sentrifuge 14.000 – 16.000 rpm

selam 30 detik. Ganti collection tube dengan yang baru,

sentrifuge dengan kecepatan 14.000 – 16.000 rpm selam 3 menit,

lalu pindahkan GS Column ke tabung ependorf steril,tambahkan

100 ul Elution Buffer yang sebelumnya telah dipanaskan.

sentrifuge dengan kecepatan 14.000 – 16.000 rpm selam 30 detik

Cairan yang terdapat pada tabung ependorf merupakan DNA

produk yang siap untuk di PCR.

c. Pembuatan DNA Market.

Sebanyak 25 µl DNA 100 bp ladder dimasukkan kedalam

tube berisi 1 ml Blue Juice Loading Dye, dan dicampur untuk

marker Label tube dicopot dan diganti menjadi marker.

d. Persiapan Running Elektroforesis

Gel yang telah beku dimasukkan ke dalam elektroforesis

dan direndam dalam larutan TAE 0,5x Sebanyak 25 μl

amplification hasil PCR ( Kontrol Positif, Kontrol negative,

sampel) ditambah dengan 2 μl Blue Juice Loading Dye (tanpa

28
marker), dicampur dan dimasukkan ke dalam sumur-sumur gel

sebanyak 10 μl. Pada lubang pertama tambahkan 10 ul DNA

leader 100 bp dimasukkan kedalam sumur di dekat Kontrol

positif.

e. Running Elektroforesis

Elektroforesis dihidupkan dan dijalankan dari muatan

negative (katode) ke muatan positif (anode) pada 100 A dan 120

menit Setelah elektroforesis dilihat pita yang terbentuk. Apabila

pita sejajar dengan kontrol positif berarti hasil positif.

F. Alur penelitian

Pengumpulan sampel
feses

Ekstraksi Sampel
Pemeriksaan PCR

Elektroforesis
Hasil

Pembahasan
Analisis Data
Kesimpulan

29
G. Teknik Pengumpulan Data

Pada penilitian ini pengumpulan data dilakukan melalui teknik

autometik untuk melihat hasil nematoda usus pada pasien anak balita

stunting.

H. Teknik Analisis Data

Anlisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

deskriptif yaitu pemeriksaan anak balita stunting pada sampel darah dengan

metode PCR, untuk melihat nematoda usus pada anak balita stunting

I. Etika Penelitian

1. Sebelum melakukan penelitian maka peneliti akan meminta izin pada

pihak RS UNHAS.

2. Setiap Subjek akan dijamin kerahasiannya atas data yang diperoleh dari

hasil tes dengan tidak menuliskan nama pasien, tetapi hanya berupa inisal

3. Penelitian akan dilakukan secara jujur, hati-hati, profesional, berperikemanusiaan,

dan memperhatikan faktor-faktor ketepatan, keseksamaan, kecermatan, intimitas,

psikologis serta perasaan religius subyek penelitian.

4. Peneliti melaksanakan penelitian sesuai dengan prosedur penelitian guna

mendapatkan hasil yang bermanfaat semaksimal mungkin bagi subyek

peneliti

30
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad,2020. “Analis Molekuler Mutasi Gen Ace (angiotensin converting enzim)


pada penderita Depresi Di Rumah Sakit jiwa Dadi Makassar Sulawesi
selatan” Program Studi DIV Teknologi Laboratorium medis Fakultas
Teknologi Kesehatan Universitas Megarezky.
Amir,2015, Permasalahan Anak Pendek (Stunting) dan Intervensi untuk
Mencegah Terjadinya Stunting (Suatu Kajian Kepustakaan)
Anis Nurwidayati, 2015. “Aplikasi Teknik Diagnosis Schistomiasis Berbabis
Molekuler”
Atica ramadhani putri, 2020. Aspek pola asu, pola makan dan pendapatan
keluarga pada kejadian stunting.
Candra Aryu, 2020. “Epidemiologi Stunting”. Fakultas Kedokteran. Universitas
Diponegoro.
Christin angelina f,dkk,2018. faktor kejadian stunting balita berusia 6-23 bulan di
provinsi lampung
Darmo handoyo dan Ari rudiretna,2001. Prinsip umum dan pelaksanaan
polymerase chain reaction (PCR), pusat studi bioteknologi, Universitas
surabaya.
Eko setiawan,dkk,2018. Faktor – faktor yang berhubungan dengan kejiadian
stunting pada anak usia 24-59 bulan di wilayah kerja puskesmas andalas
kecamatan padang timur kota padang.
Elliwati Hasibuan, 2015. “Peranan Teknik Polymerase Chain Reaction (PCR)
Terhadap Perkembangan Ilmu Pengetahuan.”
Enggar Kartika Dewi danTriska Susila Nindya,2017. Hubungan Tingkat
Kecukupan Zat Besi Dan Seng Dengan Kejadian Stunting Pada Balita 6-
23 Bulan.
Gracia Victoria, dkk, 2021. “PKM dan Balita Stunting di Puskesmas Perawatan
Waai, Kabupaten Maluku Tengah.”
Imansyah, 2010.Ascariasis, Fakultas Kedokteran, Universitas Syiah Kuala.
Irawati Oki, dkk. 2021 “Infeksi Cacing Nematoda Usus Pada Anak Kelas 1 dan 2
Sekolah Dasar”. Fakultas Biologi. Universitas Medan Area.
Irviani Anwar Ibrahim, dkk. 2019 “Analisis determinan kejadian Growth failure
(Stunting) pada anak balita usia 12-36 bulan di wilayah pegunungan desa
Bontongan Kecamatan Baraka Kabupaten Enrekang,”
Jasmaunna, 2020. Deteksi Mutasi Gen GYRB dari Isolat Klinis Mycobacterium
tuberculosis Resistensi Terhadap Ofloksasin Dengan Teknik Sekuensing,
Universitas Megarezky, Makassar
Kemenkes, 2018. “Profil Kesehatan Indonesia Indonesia”
Kemenkes, 2018. “Situasi Balita Pendek (Stunting) di Indonesia”
Kemenkes, 2020. “Bersama Dalam Pencegahan Stunting.”
Mitra, 2015. “Permasalahan Anak Pendek (Stunting) dan Intervensi Untuk
MencegahTerjadimya Stunting. Pekanbaru.”
Numrapi Tiwi, dkk. 2017 “Infeksi Cacing, ISPA dan PHBS Pada Remaja Putri
Stunting dan Non Stunting di SMP NEGERI 1 Nguter Kabupaten
Sukoharjo”. Jawa Tengah
Putu Desy Yustinadewi, dkk. 2018.”Teknik Perancangan Primer Untuk Sekuen
Gen MDR-1 Varian 1199 Pada Sampel Buffycoat Pasien Anak Dengan
LLA, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Udayana”
Sri Mugianti, dkk, 2018. “Faktor Penyebab Anak Stunting Usia 25-60 Bulan di
Kecamatan Sukorejo, Kota Blitar.”
World Health Organization, 2019

Anda mungkin juga menyukai