Anda di halaman 1dari 2

Nama : Ameilia Rizkiani Fauzan Zahrani

NIM : 021911133023
Kelas : A
Tugas Farmakologi II
Modul Imunoterapi: Antihistamine

1. Syok anafilaktik adalah suatu reaksi alergi yang timbul karena terpapar allergen dan
dinilai dapat mengancam nyawa. Kondisi ini ditandai dengan penurunan tekanan
darah dan kolaps sirkulasi. Syok anafilaktik relative jarang terjadi, prevalensinya
hanya sekitar 0,05-2%. Meski begitu, kondisi syok anafilaktik merupakan salah satu
kegawat-daruratan sehingga perlu mendapatkan penanganan yang tepat dan cepat.
(Pemayun & Suryana, 2019)
Pada syok anafilaktik, jantung sebagai sumber dan target pelepasan berbagai mediator
selama reaksi alergi ini terjadi. Sel mast yang diaktivasi oleh rangsangan allergen
ditemukan banyak pada arteri coroner dan pembuluh darah kecil intramural di
jantung. Mediator yang dihasilkan oleh sel mast dinilai mempengaruhi fungsi
ventrikuler, irama jantung, dan tekanan pada arteri coroner. (Pemayun & Suryana,
2019)
Drug of choice atau obat pilihan pertama untuk mengobati syok anafilaktik adalah
adrenalin. Obat ini akan meningkatkan tekanan darah, menyempitkan pembuluh darah
(vasokonstriktor), melebarkan bronkus (bronchodilator), dan meningkatkan aktivitas
otot jantung. Adrenalin bekerja pada reseptor adrenergic di seluruh tubuh. (Johnson &
Peebles, 2004)
Pemberian adrenalin dilakukan secara intramuskuler pada lengan atas atau sekitar lesi
pada sengatan serangga. Pemberian intramuskuler ini dinilai memiliki onset yang
lebih baik dan lebih cepat juga dibandingkan dengan pemberian subkutan. Dosisnya
adalah 0,5 ml larutan 1:1000 (0,3-0,5 mg) untuk orang dewasa dan 0,01 ml/kg BB
anak-anak. Pemberian ini dapat diulang beberapa kali tiap 5-15 menit, sampai tekanan
darah meningkat. (Johnson & Peebles, 2004)
2. Cimetidine merupakan obat antagonist reseptor H2. Obat ini dapat digunakan untuk
mengurangi sekresi asam lambung dengan menghambat pengikatan histamin secara
selektif pada reseptor H2, sehingga dapat menurunkan konsentrasi c-AMP yang
berperan dalam mekanisme pompa proton ion hydrogen. Selain itu, cimetidine juga
dapat digunakan untuk mengobati ulkus peptikum, GERD, dan dyspepsia persisten.
Cimetidine memiliki waktu paruh 2 jam. Dosisnya bervariasi antara 200-800 mg, dua
sampai 4 kali sehari, tergantung kondisi pasien. (Zulfikhar, Nurahmanto, & Oktora,
2019)
Cimetidine juga menghambat reseptor androgen. Hal ini akan menurunkan
konsentrasi hormone testosterone. Testosterone yang menurun dapat menimbulkan
peningkatan konsentrasi estrogen sehingga dapat menimbulkan gynecomastia
(Swerdloff et al., 2019). Selain itu, dosis tinggi cimetidine juga dapat meningkatkan
konsentrasi prolactin yang dapat menimbulkan galactorrhea dan impoten yang bersifat
reversible. (Pino & Azer, 2020)

Referensi:
1. Pemayun, T.P.D. & Suryana, K. 2019. Seorang penderita syok anafilaktik dengan
manifestasi takikardi supraventricular. Jurnal Penyakit Dalam Udayana, 3(2), pp. 41-
45
2. Johnson R.F. & Peebles R.S. 2004. Anaphylactic shock: pathophysiology,
recognition, and treatment. Semin Respir Crit Care Med. Dec;25(6):695-703. doi:
10.1055/s-2004-860983. PMID: 16088511.
3. Zulfikhar, M., Nurahmanto, D., & Oktora, L. 2019. Optimasi Hydroxypropyl
Methylcellulose dan Chitosan Pda Tablet Floating-Mucoadhesive Simetidin dengan
Metode Desain Faktorial. Jurnal Ilmiah Manuntung, 5(2), pp. 127-138
4. Swerdloff, R.S., Ng CM. 2019. Gynecomastia: Etiology, Diagnosis, and Treatment.
In: Feingold KR, Anawalt B, Boyce A, et al., editors. Endotext [Internet]. South
Dartmouth (MA): MDText.com, Inc.; 2000-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK279105/
5. Pino, M.A. & Azer S.A. 2020. Cimetidine. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island
(FL): StatPearls. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK544255/

Anda mungkin juga menyukai