Anda di halaman 1dari 8

Tersedia secara online Jurnal Pendidikan:

http://journal.um.ac.id/index.php/jptpp/ Teori, Penelitian, dan Pengembangan


EISSN: 2502-471X Volume: Nomor: Bulan-Tahun
DOAJ-SHERPA/RoMEO-Google Scholar-IPI Halaman:…..-…..

TUTURAN PERTANYAAN GURU


DALAM INTERAKSI KELAS
Istiqomah Nurzafira1, Nurhadi2, Martutik3
1-3
Pendidikan Bahasa Indonesia, Pascasarjana, Universitas Negeri Malang

INFO ARTIKEL ABSTRAK


Riwayat Artikel: Abstract: Teacher's questions in the learning process have an eventful role in building
classroom interaction. This research aims to describe the form, cognitive level, and
Diterima:Tgl-Bln-Thn function of the teacher's questions. The research was conducted with a descriptive
Disetujui:Tgl-Bln-Thn qualitative approach. The research data is the form of teacher question utterances. The
source of the data comes from the utterance of an Indonesian teacher at SMKN 2
Malang. This study identifies five the form of teacher's question, namely content,
Kata kunci: yes/no, rising intonation at the end of the sentence, alternative, declarative.
Thecognitive level of the question, that is remember, understand, apply, analyse,
Bentuk Pertanyaan inference, evaluate, create. The function of the teacher’s questions, namely knowing
Tingkat Kognitif Pertanyaan students’ knowledge, asking for information, exploring, relations, managerial, and
Fungsi Pertanyaan monologic discourse.
Guru
Interaksi Kelas
Abstrak:Pertanyaan guru di dalam proses pembelajaran memiliki peranan penting
dalam membangun interaksi kelas. Tujuan dari penelitian mengetahui bentuk, tingkat
kognitif, dan fungsi pertanyaan guru. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan
kualitatif deskriptif. Data penelitian berupa tuturan pertanyaan guru. Sumber data
berasal dari tuturan seorang guru Bahasa Indonesia SMKN 2 Malang. Hasil penelitian
mengenai bentuk pertanyaan terdiri dari lima bentuk, yaitu perihal, ya/tidak, intonasi
naik di akhir kalimat, alternatif,deklaratif. Tingkat kognitif pertanyaan ditemukan tujuh
tingkatan, yaitu, ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, inferensi, evaluasi, kreasi.
Fungsi pertanyaan guru, yaitu mengetahui pengetahuan siswa, meminta informasi,
meminta konfirmasi, menggali, relasi, manajerial, dan wacana monologis.
Alamat Korespondensi:
Istiqomah Nurzafira
Pendidikan Bahasa Indonesia
Pascasarjana Universitas Negeri Malang
Jalan Semarang No. 5, Malang, Jawa Timur
E-mail: isti.nurzafira@gmail.com

Kemampuan berkomunikasi guru sangat dibutuhkan untuk mencapai keberhasilan pembelajaran. Guru yang memiliki
kemampuan berkomunikasi dengan baik dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan hasil pembelajaran (Suyitno, dkk.,
2021). Selain itu, kemampuan berkomunikasi juga bermanfaat untuk memudahkan guru dalam menyampaikan informasi-
informasi dari materi pembelajaran (Deshmukh, dkk., 2019). Kemampuan berkomunikasi yang baik oleh guru dapat diamati
dari kualitas pertanyaan yang disampaikan. DeJarnette, dkk. (2020) menyatakan bahwa pengetahuan mengenai berbagai
pertanyaan yang diajukan guru memiliki potensi untuk menjadi sumber yang berharga bagi pendidikan dan pengembangan
profesional guru.
Guru merupakan seorang fasilitator di dalam proses pembelajaran. Peran guru memiliki dampak yang sangat besar
dalam meningkatkan aktivitas siswa (Vries, dkk. 2013; Huang, dkk. 2020). Salah satu peran yang dapat dilakukan guru adalah
memberikan pertanyaan yang efektif kepada siswa. Penggunaan pertanyaan yang tepat oleh guru dapat membangkitkan
pergerakan interaksi kelas di dalam proses pembelajan. Interaksi kelas tersebut dapat berupa aliran arus balik percakapan atau
turn taking yang dilakukan oleh guru dan siswa, khususnya dalam konteks pemberian pertanyaan guru.
Pertanyan guru memainkan peran penting dalam upaya membangun interaksi kelas serta membangun kemampuan dan
kebiasaan berpikir siswa di dalam proses pembelajaran. Penggunaan pertanyaan yang efektif oleh guru dapat ditinjau dari
bentuk pertanyaan yang diberikan guru. Bentuk pertanyaan yang diberikan oleh guru dapat mempengaruhu kualitas jawaban
yang diberikan oleh siswa. Stivers (2010) menyatakan bahwa bentuk pertanyaan dibagi menjadi tiga, yaitu pertanyaan ya/tidak,

1
2Jurnal Pendidikan, Vol..., No..., Bln Thn, Hal....-....

pertanyaan konten, dan pertanyaan alternatif. Berbagai bentuk pertanyaan tersebut digunakan oleh guru atas dasar tujuan yang
ingin diperoleh mengenai jawaban atau respons dari siswa.
Kualitas pertanyaan guru diharapkan mendorong siswa untuk dapat menggunakan kognitifnya. Guru hendaknya
memperhatikan kualitas pertanyaan, baik dari kualitas Low Order Thingking Skill (LOTS) maupun yang High Order Thingking
Skill (HOTS). Dalam proses pembelajaran, guru harus menyeimbangkan penggunaan pertanyaan kualitas rendah atau tinggi
guru (Swart, 2010). Furtak, dkk. (2018) menyatakan bahwa pemahaman siswa terhadap materi pelajaran yang telah
disampaikan dapat diketahui oleh guru dengan memperhatikan penggunaan kualitas pertanyaannya. Pengetahuan mengenai
tingkat kognitif pertanyaan guru dapat digunakan pedoman berdasarkan taksonomi Bloom yang dikembangkan oleh Anderson
& Krathwohl (2001). Mereka mengembangkan tingkat kognitif menjadi enam tingkatan, yakni ingatan, pemahaman, aplikasi,
analisis, evaluasi, dan cipta. Keenam tingkatan tersebut sekiranya telah dapat memuat secara lengkap mengenai kognitif
pertanyaan guru di dalam proses pembelajaran.
Tuturan pertanyaan guru kepada siswa memiliki berbagai tujuan dan fungsi. Kucuktepe (2010) menyatakan bahwa
pertanyaan dalam kegiatan pembelajaran dapat berfungsi dalam hal melibatkan siswa berpikir dan melihat pemahaman siswa
terhadap pembelajaran yang telah dilakukan. Dohrn & Dohn (2017) menyatakan bahwa fungsi pertanyaan guru, yaitu
mengetahui pemahaman siswa, permintaan, wacana monologis, klarifikasi, relasi, dan interaksi konteks. Dengan demikian,
pemberian pertanyaan oleh guru kepada siswa memiliki fungsinya masing-masing untuk mencapai suatu tujan dan memecahkan
suatu masalah.
Penggunaan berbagai pertanyaan dalam interaksi kelas dapat membantu guru memahami kondisi siswa dalam
memahami materi pembelajaran, mendengar pemikiran siswa, mendorong siswa agar tertarik dengan materi pembelajaran,
membangun antarhubungan pribadi dengan siswa, dan mengetahui keterlibatan siswa dalam kelas. Mengingat pentingnya
pertanyaan guru dalam interaaksi kelas, penelitian ini merupakan suatu hal yang penting untuk dilakukan. Adapun tujuan
penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bentuk pertanyaam guru, tingkat kognitif pertanyaan guru, dan fungsi pertanyaan
guru dalam interaksi kelas. Penelitian ini diharapkan dapat membantu para guru, kampus, dan pemerintah dalam
mempersiapkan guru yang berkompenten mengenai kemampuan berkomunikasi, khususnya penggunaan pertanyaan yang
efektif di dalam interaksi kelas.

METODE
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, guna mendeskripsikan secara detail dan utuh mengenai bentuk pertanyaan,
tingkat kognitif, serta fungsi pertanyaan dalam tuturan guru. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif yang
bertujuan untuk mendeskripsikan fenomena berbahasa yang terjadi secara alami. Kualitatif deskriptif digunakan untuk
mendeskripsikan fenomena tanpa ada intervensi dari peneliti dalam mengumpulkan data (Creswell, 2015). Data penelitian
berupa bentuk pertanyaan, tingkat kognitif, serta fungsi pertanyaan guru Bahasa Indonesia dalam interaksi kelas. Sumber data
penelitian seorang guru Bahasa Indonesia di SMK N 2 Malang.
Pengumpulan data dilakukan sebanyak lima kali pertemuan pada bulan Februari 2019. Instrumen utama penelitian, yakni
peneliti sebagai instrumen inti (human instrument). Adapun instrumen alat bantu dalam proses penelitian, seperti catatan
lapangan, smarthphone, serta panduan pengumpulan data. Teknik pengumpulan data terdiri dari simak bebas libat cakap, catat,
dan rekam. Adapun teknik analisis data menggunakan langkah-langkah yang diusulkan oleh (Creswell, 2015). Langkah
pertama, mengumpulkan data serta mentranskrip data yang telah direkam sesuai dengan tujuan penelitian. Kedua,
mengelompokkan data dan mempersiapkan untuk dianalisis. Ketiga, membaca ulang dan memastikan data sesuai dengan tujuan
penelitian. Keempat, melakukan kodefikasi data berdasarkan tujuan. Terahir, langkah kelima, menafsirkan dan mendeskripsikan
data.

HASIL
Penelitian terkait tuturan pertanyaan guru dalam interaksi kelas terdiri dari bentuk pertanyaan, tingkat kognitif
pertanyaan, dan fungi pertanyaan. Masing-masing hasil temuan mengenai tiga hal tersebut dipaparkan dalam tabel 1. sebagai
berikut.
Nurzafira, Nurhadi, Martutik, Tuturan Pertanyaan Guru 3

Tabel 1.Hasil Temuan Penelitian Bentuk, Tingkat Kognitif, Fungsi Pertanyaan Guru

Bentuk Perihal Penanda ‘Apa’, ‘Siapa’, ‘Bagaimana’, ‘Gimana’, ‘Mana’, ‘Di Mana’,
Pertanyaan ‘Mengapa’, ‘Kenapa’, ‘Adalah’, ‘Berapa’, ‘Disebut’, ‘Dinamakan’,
‘Bernama’, ‘Namanya’, ‘Yang Mana’
Ya/Tidak Penanda ‘Ya’ dan Pelesapan Penanda ‘Ya/Tidak’
Intonasi Naik di Akhir Kalimat Frasa, Kalimat yang Berdiri Sendiri, Pemenggalan Kalimat, Pemenggalan
Suku Kata
Alternatif Jawaban Penegas Kata Tanya (sudah/belum, pernah/tidak, punya/tidak, dll) dan Kata
Penghubung (‘atau’, ‘apa’, ‘sama’, ‘dan’)
Deklaratif Kalimat Pernyataan dan Kalimat Pengingkaran
Tingkat Ingatan Mengidentifikasi, Menyatakan, Mengemukakan Informasi, Mendefinisikan,
Kognitif Melanjutkan Suku Kata, Menyebutkan, Menelusuri, Meninjau, Menerjemah,
Pertanyaan Dan Membaca
Pemahaman Mendefinisikan, Menjelaskan, Mencirikan, Merinci
Aplikasi Memberi Contoh, Mengimplementasi
Analisis Membandingkan, Mengurutkan, Mendiagnosis, Membedakan,
Mengorelasikan, Menelaah
Inferensi Menyimpulkan
Evaluasi Mempertimbangkan, Melacak, Mengarahkan
Kreasi Memprediksi, Merancang, Mencipta
Fungsi Mengetahui Pengetahuan Apersepsi, Akademik, Interaksi Konteks, Pengembangan Kosakata,
Pertanyaan Pengarahan Jawaban
Meminta Informasi Fakta, Akademik, Pendapat
Meminta Konfirmasi Penegasan, Diagnostik, Dan Echo (Pengulangan Respons)
Menggali Alasan, Menambah Kuantitas, Menambah Kualitas (Klarifikasi)
Relasi Sapaan, Pembuka Percakapan, Humor, Basa Basi
Manajerial Memerintah, Menasihati
Wacana Monologis Fakta Yang Telah Diketahui, Ekspresi Heran, Ekspresi Bingung, Verifikasi

Bentuk Pertanyaan Guru

Berdasarkan temuan penelitian, bentuk pertanyaan guru diperoleh sebanyak lima bentuk. Kelima bentuk tersebut,
yakni perihal, ya/tidak, intonasi naik di akhir kalimat, alternatif, dan deklaratif. Mengenai masing-masing bentuk tersebut
dijelaskan sebagai berikut.

Pertanyaan Perihal
Pertanyaanguru di bawah ini memiliki bentuk pertanyaan perihal berupa pola penanda kata ‘bagaimana’ berfokus di
awal kalimat. Bentuk pertanyaan tersebut dipaparkan sebagai berikut.

Guru : (Memotong pembicaraan siswa) Tidak dibacakan kembali. Bagaimana


perbandingan dari ketiga struktur jenis karya tulis ilmiah itu? (1)
Siswa : Berbeda. Ada yang rinci, ada yang tidak terlalu rinci, Pak (2)

Percakapan di atas terdapat dalam kegiatan inti proses pembelajaran. Topik pembicaraannya mengenai karya tulis
ilmiah. Tuturan (1) guru memberi pertanyaan kepada salah satu siswa mengenai perbandingan struktur dari tiga jenis karya
tulis ilmiah, (2) siswa menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru. Data tuturan (1) merupakan pertanyaan guru yang
memiliki bentuk perihal dengan pola penanda kata ‘bagaimana’berfokus di awal kalimat. Pola tersebut berupa kata tanya
‘bagaimana’ yang berada di awal tuturan pertanyaan guru. Penggunaan kata tanya tersebut oleh guru untuk
menanyakanperbandingan struktur dari masing-masing tiga jenis karya tulis ilmiah.

Pertanyaan Ya/Tidak
4Jurnal Pendidikan, Vol..., No..., Bln Thn, Hal....-....

Pertanyaanguru di bawah ini memiliki bentuk pertanyaan ya/tidakdenganpola penanda ‘ya’ diikuti partikel ‘kan’.
Adapun bentuk pertanyaan tersebut dipaparkan sebagai berikut.
Pertanyaan guru di bawah ini memiliki tingkat kognitif evaluasi dengan kata kerja melacak. Tingkat kognitif tersebut
di dalam pertanyaan guru dipaparkan sebagai berikut.

Guru : Win win adalah? (1)


Siswa : Sama-sama menang (menjawab secara bersamaan) (2)
alasan dari jawaban yang diberikan siswa, (4) siswa tersebut mencoba memberikan alasan, (5) guru menanggapi
jawaban siswa dengan memberi koreksi terkait ejaan yang tepat di dalam surat lamaran, kemudian guru memberi pertanyaan
mengenai alasannya, tetapi tidak mendapat jawaban dari siswa. Adapun alasan mengani ejaan yang tepat di dalam surat lamaran
dijelaskan sendiri oleh guru, (6) siswa memberi respons terkait pernyataan guru.Tuturan guru pada data (5) merupakan
pertanyaan yang memiliki fungsi wacana monologis. Pola yang ditemukan fungsi wacana monologis berupa fakta yang telah
diketahui. Pertanyaan guru tersebut tidak membutuhkan informasi dari siswa, melainkan ilustrasi pemikirannya mengenai
alasan ejaan yang tepat di dalam surat lamaran. Selain itu, guru menjawab pertanyaannya sendiri dengan menjelaskan alasan
ejaan yang tepat untuk tertera dalam surat lamaran.

PEMBAHASAN
Pembahasan di bawah ini mengenai bentuk pertanyaan, tingkat kognitif, fungsi pertanyaan dalam interaksi kelas.
Adapun pembahasan mengenai tiga hal tersebut dipaparkan sebagai berikut.

Bentuk Pertanyaan Guru


Berdasarkan hasil penelitian, temuan bentuk pertanyaan guru terdiri dari lima bentuk. Kelima bentuk tersebut, yakni
perihal, ya/tidak, intonasi naik di akhir kalimat, alternatif, dan deklaratif. Bentuk pertanyaan guru sebagian besar menggunakan
pertanyaan perihal, sedangkan bentuk pertanyaan yang paling minim digunakan oleh guru berupa pertanyaan ya/tidak.
Mengenai lima bentuk tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, bentuk pertanyaan perihal. Bentuk pertanyaan perihal
merupakan sebuah pertanyaan yang membutuhkan respons berupa jawaban dari siswa, seperti penamaan, hal, ide, gagasan,
serta pendapat dari siswa. Bentuk pertanyaan ini biasanya memiliki penanda yang biasa diketahui dengan 5W+1 H. Menurut
Rofi’uddin (1994:73), bentuk pertanyaan perihal, yakni (1) kata apa (kah) pada awal atau akhir kalimat, (2) kata siapa (kah), (3)
dengan penambahan kata mengapa (kah), (4) kata berapa (kah), (5) kata mana (kah), (6) kata di mana, ke mana, dari mana
(kah), (7) kata bagaimana (kah), dan (7) kata kapan (kah). Di samping itu, temuan penelitian diperoleh mayoritas penegas kata
tanya yang digunakan guru berada di awal tuturan pertanyaan. Sanders dan Erickson (2018) menyatakan bahwa pemberian
penanda kata tanya di awal kalimat pertanyaan memiliki suatu gramatika yang jelas sebagai sinyal pemberian pertanyaan.
Kedua, bentuk pertanyaan ya/tidak. Bentuk pertanyaan ini biasa disebut dengan pertanyaan polarisasi sebab sifatnya
yang eksplisit atau secara langung (to the point) dari siswa.Pertanyaan termasuk bentuk ya/tidak apabila memiliki respons
berupa jawaban dari siswa berupa ‘ya’ atau ‘tidak’. Siregar (2008) menyatakan bahwa pertanyaan ya/tidak merupakan sebuah
interogatif dengan harapan penutur mendapat jawaban oleh mitra tutur, yaitu ‘ya’ atau ‘tidak’. Ketiga, bentuk pertanyaan
intonasi naik di akhir kalimat. Bentuk pertanyaan ini merupakan sebuah pertanyaan yang tidak memiliki penegas kata tanya,
tetapi memiliki intonasi naik di akhir kalimat dengan harapan guru mendapat respons atau jawaban dari siswa. Menurut Enfield
(2010), pertanyaan merupakan sebuah gabungan intonasi, tata bahasa, dan fungsi dari pertanyaan tersebut. Sejalan dengan
pendapat Sakhiyya (2013), penggunaan intonasi naik di akhir kalimat merupakan salah satu cara mengekspresikan tuturan
pertanyaan.
Keempat, bentuk pertanyaan alternatif. Bentuk pertanyaan tersebut merupakan pertanyaan yang memiliki alternatif
atau pilihan dalam menjawab pertanyaan guru.Willemsen, dkk. (2018) menyatakan bahwa pemberian pertanyaan otentik seperti
pertanyaan alternatif dapat memberi kesempatan kepada siswa untuk mempertimbangkan sesuatu dan memberikan kontribusi
terkait ide dan pengetahuan siswa tersebut. Kelima, bentuk pertanyaan deklaratif. Pertanyaan deklaratif merupakan sebuah
pertanyaan yang memiliki struktur pernyataan dan berharap mendapat respons dari mitra tutur. Heritage (2002)menyatakan
bahwa pemberian pertanyaan dapat disampaikan dengan kalimat yang dibentuk secara interogatif, selain itu juga dapat
Nurzafira, Nurhadi, Martutik, Tuturan Pertanyaan Guru 5

disampaikan ke dalam bentuk pertanyaan deklaratif. Chłopicki (2019) menyatakan bahwa pertanyaan deklaratif dianggap
sebagai bentuk pertanyaan tidak resmi yang mempunyai struktur sintaksis pernyataan dan intonasi pertanyaan.

Tingkat Kognitif Pertanyaan Guru


Berdasarkan hasil penelitian, kognitif pertanyaan yang digunakan oleh guru, yakni ingatan, pemahaman, aplikasi,
analisis, inferensi, evaluasi dan kreasi. Guru mayoritas menggunakan pertanyaan dengan tingkat kognitif rendah, yakni ingatan.
Sejalan dengan temuan penelitian Sunardi (2016) mengenai kualitas pertanyaan guru di Indonesia, guru yang diteliti berjumlah
empat orang dan secara garis besar keseluruhan pertanyaan guru tersebut menggunakan pertanyaan dalam kualitas kognitif yang
rendah. Penelitian mengenai kualitas pertanyaan guru di Malaysia oleh Sardareh, dkk. (2014), mendapatkan temuan bahwa guru
yang diteliti berjumlah tiga orang dengan periode tahun yang berbeda-beda dalam subjek penelitiannya secara keseluruhan
menggunakan pertanyaan dengan kognitif rendah. Adapun pembahasan mengenai tujuh tingkat kognitif pertanyaan adalah
sebagai berikut.
Pertama, pertanyaan tingkat kognitif ingatan. Pertanyaan guru yang memiliki tingkat kognitif ingatan merupakan
tingkat terendah di dalam ranah kognitif. Pertanyaan ini menuntut siswa agar mengingat sebuah fakta atau pengetahuan yang
telah dimiliki sebelumnya. Pranowo & Tobing (2017) menyatakan bahwa kognitif pada tingkatan ini merupakan tingkat
permulaan dalam mengenal sebuah fakta atau materi, tetapi belum memahami secara mendalam terkait fakta tersebut. Perlu
diperhatikan, kognitif ingatan merupakan sebuah kegiatan yang bermakna dan salah satu sebagai pemecah masalah bukan
sekedar kesengajaan dalam menghafal sebuah materi atau pengetahuan (Arievitch, 2020). Walaupun demikian, pertanyaan
ingatan merupakan salah satu hal yang mendasar dalam membangun pengetauan siswa. Virranmäki, dkk. (2020) menyatakan
bahwa penggunaan kognitif ingatan merupakan sebuah syarat yang harus dimiliki siswa terkait sebuah pengetahuan dasar untuk
melanjutkan pemahaman pada ranah kognitif selanjutnya yang lebih kompleks. Kedua, pertanyaan tingkat kognitif pemahaman.
Kognitif pemahaman dalam pertanyaan guru memiliki satu tingkatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kognitif ingatan.
Pertanyaan pemahaman yang diberikan oleh guru dapat membuat siswa untuk menggunakan kognitif pemahamannya dalam
memaknai sebuah pengetahuan atau informasi yang telah dimiliki sebelumnya. Menurut Omar, dkk. (2012), kognitif
pemahaman merupakan tingkatan untuk memahami sebuah informasi. Sejalan dengan pendapat Milawati & Suryati (2019),
kognitif pemahaman pada pertanyaan guru menuntut siswa dalam memahami informasi, menafsirkan sebuah ide, dan
menerjemahkan pengetahuan ke dalam bentuk kata-kata siswa sendiri.
Ketiga, pertanyaan tingkat kognitif aplikasi. Kognitif aplikasi merupakan tingkat ketiga dalam ranah kognitif atau
tingkat akhir dari jenis kualitas LOTS. Pertanyaan guru dengan kognitif aplikasi membuat siswa mengimplementasi materi yang
telah diketahui ke dalam situasi yang nyata atau kehidupan siswa sehari-hari. Menurut Igbaria (2013), penggunaan kognitif
aplikasi dalam pertanyaan menuntut kemampuan siswa terkait penggunaan materi yang telah diberikan untuk menerapkannya
ke dalam situasi yang konkret. Adapun penerapan yang dimaksud tersebut, seperti teori, konsep, aturan, metode (Meida,
Zulaeha, & Alimah, 2019).Keempat, pertanyaan tingkat kognitif analisis.Pertanyaan guru dengan kognitif analisis dapat
membuat siswa mengumpulkan beberapa informasi atau pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya untuk dapat menentukan
pola dan mencari hubungannya. Adapun pertanyaan ini secara tidak langsung menuntut siswa untuk memecah sebuah
fakta/informasi menjadi bagian-bagian ke arah yang lebih sederhana agar masing-masing bagian tersebut dapat dianalisis
(Omar, dkk. 2012). Menurut Widana (2017), tingkatan kognitif keempat, yakni analisis mengharuskan siswa untuk memberi
spesifikasi atau penajaman terkait berbagai aspek, membandingkan, mengorganisir, menguraikan, dan mencari makna yang
tersirat.
Kelima, pertanyaan tingkat kognitif inferensi. Omar, dkk. (2012) menyatakan bahwa kognitif pada tingkat ini menuntut
siswa agar menggabungkan atau mengintegrasikan berbagai informasi dengan menyusun informasi-informais tersebut menjadi
satu kesatuan. Pertanyaan inferensi menuntut siswa untuk menyimpulkan sesuatu berdasarkan berbagai informasi yang telah
diketahui sebelumnya terkait materi pembelajaran. Menurut San Jose (2016), tingkat inferensi membuat siswa dalam menjawab
pertanyaan dengan menggunakan kognitifnya untuk menarik kesimpulan dari serangkaian fakta atau bukti. Sejalan dengan
pendapat Ramadhana, dkk. (2018), pertanyaan inferensi menuntut kemampuan siswa untuk menarik sebuah simpulan
berdasarkan dari berbagai informasi.Keenam, pertanyaan tingkat kognitif evaluasi. Pertanyaan guru dengan kognitif evaluasi
dapat mengetahui kualitas pengetahuan siswa di dalam kelas, seperti interpretasi, pendapat, keputusan, dan keyakinan siswa
6Jurnal Pendidikan, Vol..., No..., Bln Thn, Hal....-....

terkait materi pelajaran. Pertanyaan ini biasanya diberikan oleh guru untuk memeriksa jawaban yang diberikan siswa
berdasarkan pertanyaan guru sebelumnya, selain itu guru dapat menentukan kekuatan dan kelemahan informasi yang diberikan
siswa tersebut. San Jose (2016) menyatakan bahwa penalaran evaluasi bertujuan untuk menanyakan kredibilitas sumber
mengenai klaim dari informasi yang diberikan. Siswa telah mengetahui konsekuensi dalam memutuskan sesuatu untuk
menjawab pertanyaan guru berupa evaluasi. Menurut Widana (2017), evaluasi menuntut kemampuan siswa dalam
menggunakan logika dan penalaran dalam mengambil sebuah keputusan.
Ketujuh, pertanyaan kualitas HOTS dengan tingkat kognitif kreasi. Tingkatan kreasi merupakan sebuah tingkat
tertinggi di dalam ranah kognitif. Tingkatan ini merupakan hasil revisi Anderson & Krathwohl (2001). Menurut Maulia, dkk.
(2018), revisi dari taksonomi bloom memiliki pencapaian hingga tingkat mencipta yang dapat dijadikan sebagai indikator dalam
mengukur suatu ketercapaian pola pikir yang kritis dan kreatif berdasarkan tujuan pembelajaran. Pertanyaan guru dengan
kognitif kreasi menuntut siswa untuk menyusun rencana dalam memecahkan masalah, selain itu siswa harus membuat sebuah
gagasan atau ide baru berdasarkan hasil pemikiran mereka. Menurut Ramadhana, dkk. (2018), suatu hal dikategorikan dalam
ranah kreasi apabila menuntut kemampuan seseorang dalam memunculkan sebuah rencana atau saran dalam memecahkan suatu
masalah. Sejalan dengan pendapat tersebut, Virranmäki, dkk. (2020) menyatakan bahwa tingkat kognitif kreasi membutuhkan
pemikiran untuk mensintesis informasi atau fakta yang tersebar dipadukan menjadi sesuatu yang utuh dan orisinal.

Fungsi Pertanyaan Guru


Pertanyaan guru kepada siswa sebagian besar memiliki fungsi untuk mendapat respons verbal dari siswa, selain itu
juga pertanyaan guru ditemukan untuk mendapat respons non verbal berupa tindakan dari siswa. Oleh sebab itu, pertanyaan
guru tidak terlepas dari pemahaman konteks yang dilakukan oleh pelaku tutur, yaitu guru dan siswa. Berdasarkan temuan
penelitian, fungsi pertanyaan guru terdiri dari mengetahui pengetahuan meminta informasi, meminta konfirmasi, menggali,
relasi, manajerial, dan wacana monologis. Pembahasan mengenai tujuh fungsi tersebut adalah sebagai berikut.
Pertama, fungsi mengetahui pengetahuan. Penggunaan fungsi mengetahui pengetahuan siswa merupakan salah satu
alat yang dapat dijadikan sebagai evaluasi dalam proses pembelajaran. Menurut Albu (2015), sebagian besar fungsi pertanyaan
yang diberikan guru kepada siswa, yakni untuk menentukan keikutsertaan siswa mengikuti informasi materi yang telah
disampaikan oleh guru ketika proses pembelajaran. Perlu diperhatikan, pertanyaan berfungsi mengetahui pengetahuan siswa
tidak dapat digunakan sebagai alat bukti terkait kurangnya pengetahuan siswa tersebut, tetapi harus adanya tindak lanjut untuk
mengungkap batasan dan capaian pengetahuan yang dimiliki oleh mereka. Kedua, fungsi meminta informasi. Guru tidak
mengetahui informasi tersebut mengenai jawaban yang akan diberikan siswa. Menurut Prastio, dkk. (2019), tuturan pertanyaan
hakikatnya bertujuan menanyakan sesuatu untuk mendapat sebuah informasi dari mitra tutur. Perlu diperhatikan dalam fungsi
pertanyaan ini tidak ada tanggapan atau jawaban dari siswa yang benar atau salah, artinya guru tidak melakukan sebuah
evaluasi, namun guru dapat mendorong siswa lebih lanjut untuk menanggapi satu sama lain. Willemsen, dkk. (2018)
menyatakan bahwa tanggapan yang diperoleh dari siswa tidak dapat dikategorikan benar atau salah karena berada dalam
domain pemikiran siswa tersebut.
Ketiga, fungsi meminta konfirmasi. Konfirmasi dalam pertanyaan guru tersebut untuk mencari tahu kebenaran atau
fakta guna meyakinkan guru mengenai sesuatu, selain itu untuk mengonfirmasi terkait hal yang terasa ambigu bagi guru.
Menurut Anggraeni (2021), pertanyaan guru dengan fungsi meminta konfirmasi ini biasanya digunakan untuk mencari
kepastian mengenai sesuatu, seperti jawaban yang sebelumnya diberikan oleh siswa, dan konfirmasi pemahaman siswa.
Keempat, fungsi menggali. Pertanyaan guru dengan fungsi menggali digunakan untuk menyelidiki pernyataan atau jawaban
yang telah diberikan sebelumnya oleh siswa, selain itu juga untuk mendapatkan banyak informasi terkait pengetahuan siswa.
Menurut Faizah, Utomo, dan Arifin (2018), fungsi pertanyaan menggali adalah membuat siswa lebih mendalami materi atau
gagasan pokok melalui pertanyaan lanjutan yang diberi oleh guru. Dampak positif bagi siswa, yakni mendapat sebuah
pencerahan mengenai pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan materi yang sedang dipelajari. Sedangkan dampak positif
bagi guru dapat mengetahui presentase kemajuan pemahaman siswa mengenai materi yang berasal dari respons verbal berupa
jawaban yang diberikan siswa.
Kelima, fungsi relasi. Fungsi relasi dalam pertanyaan guru terhadap siswa meningkatkan hubungan antara guru dan
siswa sebagaimana konsep manusia sosial. Dohrn dan Dohn (2017) menyatakan bahwa fungsi pertanyaan ini untuk
Nurzafira, Nurhadi, Martutik, Tuturan Pertanyaan Guru 7

menciptakan hubungan sosial antara guru dan siswa. Pertanyaan dengan fungsi relasi tidak terkait dengan konten akademik.
Keenam, fungsi manajerial. Dalam memahami fungsi pertanyaan manajerial biasanya harus memperhatikan konteks ketika
pertanyaan guru diberikan. Fungsi tersebut dalam pertanyaan guru digunakan untuk memandu tingkah langku siswa dalam
mengorganisasikan situasi kelas sehingga anggota kelas merasa tenang dan nyaman. Ernst-Slavit & Pratt (2017) menyatakan
bahwa fungsi pertanyaan ini untuk mengarahkan kembali tindakan dan perilaku siswa.Ketujuh, fungsi wacana monologis.
Pertanyaan wacana monologis atau retoris merupakan pertanyaan yang tidak memiliki harapan berupa jawaban atau informasi
dari mitra tutur. Dohrn dan Dohn (2017) menyatakan bahwa fungsi pertanyaan wacana monologis untuk mengilustrasikan
pemikiran guru ketika merenungkan masalah atau menyorot proses pemikirannya.

SIMPULAN
Pertanyaan guru kepada siswa dalam interaksi kelas dapat membuat siswa membagikan pengetahuan mereka,
mendiskusikan lebih lanjut terkait ide, mengetahui kualitas pemahaman siswa, serta mengaktifkan interaksi dalam proses
pembelajaran. Pertanyaan guru terserbut disampaikan ke dalam berbagai bentuk. Adapun temuan mengenai bentuk pertanyaan,
yaitu perihal, ya/tidak, intonasi naik di akhir kalimat, alternatif, dan deklaratif. Mayoritas bentuk pertanyaan guru dalam hasil
penelitian memiliki bentuk pertanyaan perihal. Semua bentuk pertanyaan guru tersebut disesuaikan dengan kegunaan dan
harapan guru mengenai jawaban yang akan diberikan siswa. Jawaban dari siswa tersebut dapat berupa penjelasan secara rinci
(terbuka) atau singkat (otentik/tertutup).
Pertanyaan guru ditinjau dari tingkat kognitifnya dapat dikategorikan menjadi dua hal, yaitu LOTS (ingatan,
pemahaman, aplikasi) dan HOTS (analisis, inferensi, evaluasi, kreasi). Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar pertanyaan
guru memiliki kualitas LOTS. Pertanyaan dengan kualitas LOTS menuntut siswa untuk mengingat materi atau fakta yang telah
diketahui sebelumnya. Adapun pertanyaan HOTS dapat membangkitkan pemikiran siswa ke arah yang lebih kritis sebab
jawabannya harus membutuhkan kognitif yang tinggi berdasarkan hasil pemikiran siswa itu sendiri. Walaupun demikian,
pertanyaan guru dengan kualitas LOTS merupakan sebuah pondasi atau dasar dari pemikiran siswa untuk menuju pengetahuan
yang lebih kompleks. Oleh sebab itu, kedua kualitas pertanyaan di atas memiliki dampak positif masing-masing dalam
mencapai tujuan pembelajaran.
Fungsi pertanyaan guru dalam interaksi kelas ditemukan sejumlah tujuh fungsi, yaitu mengetahui pengetahuan siswa,
meminta informasi, meminta konfirmasi, menggali, relasi, manajerial, dan wacana monologis. Mayoritas pertanyaan guru
memiliki fungsi mengetahui pengetahuan siswa. Adapun fungsi pertanyaan guru dalam interaksi kelas memiliki dua sifat, yaitu
akademik (mengetahui pengetahuan siswa, meminta konfirmasi, menggali, wacana monologis) dan nonakademik (relasi,
manajerial, wacana monologis). Fungsi pertanyaan guru yang bersifat akademik merupakan pertanyaan yang terkait dengan
kognitif/pengetahuan materi pelajaran. Sedangkan, fungsi pertanyaan guru dengan fungsi nonakademik merupakan pertanyaan
yang tidak memiliki konten materi pelajaran, seperti memperkuat hubungan antara guru dan siswa dan mengatur pergerakan
situasi kelas.
Hasil penelitian ini dapat dijadikan guru sebagai tambahan pedoman guna keterampilan pedagogik mengenai pertanyaan
yang akan diberikan kepada siswa. Pemberian pertanyaan guru merupakan suatu cara untuk membantu guru dalam mencapai
tujuan pembelajaran. Oleh sebab itu, pertanyaan guru merupakan suatu hal yang perlu diperhatikan di dalam interaksi kelas.
Bagi pihak lainnya, yakni peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengembangkan dari tujuan penelitian ini yang masih memiliki
kaitan dengan tuturan pertanyaan guru atau siswa. Peneliti selanjutnya disarankan juga dapat melakukan penelitian serupa
dengan subjek guru yang memiliki mata pelajaran berbeda-beda.

DAFTAR RUJUKAN
Albu, G. (2015). The Teacher and the Questions of Students: Case Study. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 187, 34–39.
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2015.03.007
Anderson, L. W., & Krathwohl, D. R. (2001). A Taxonomy for Learning, Teaching and Assessing, a Bridged Edition. Boston, MA: Allyn and
Bacon.
Anggraeni, A. W. (2021). Pertanyaan Guru dalam Interaksi Kelas Autis. Malang: Universitas Negeri Malang.
Arievitch, I. M. (2020). Reprint of: The vision of Developmental Teaching and Learning and Bloom’s Taxonomy of educational objectives.
Learning, Culture and Social Interaction, 27(June), 100473. https://doi.org/10.1016/j.lcsi.2020.100473
Chłopicki, W. (2019). Declarative Questions in Polish Student Conversations. Journal of Pragmatics, (xxxx).
https://doi.org/10.1016/j.pragma.2019.03.003
8Jurnal Pendidikan, Vol..., No..., Bln Thn, Hal....-....

Creswell, J. W. (2015). Penelitian Kualitatif & Desain Riset (3rd ed.; S. Z. Qudsy, ed.). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
DeJarnette, A. F., Wilke, E., & Hord, C. (2020). Categorizing mathematics teachers’ questioning: The demands and contributions of teachers’
questions. International Journal of Educational Research, 104(October), 101690. https://doi.org/10.1016/j.ijer.2020.101690
Deshmukh, R. S., Zucker, T. A., Tambyraja, S. R., Pentimonti, J. M., Bowles, R. P., & Justice, L. M. (2019). Early Childhood Research
Quarterly Teachers ’ use of questions during shared book reading : Relations to child responses. Early Childhood Research Quarterly,
49, 59–68. https://doi.org/10.1016/j.ecresq.2019.05.006

Anda mungkin juga menyukai