com
Abstrak
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas karena berkaitan dengan upaya
peningkatan praktik pembelajaran di kelas. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah multiteknik atau multiinstrumen, yaitu: observasi, pengukuran, dan
dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif kuantitatif. Data
yang diperoleh berupa hasil belajar dan observasi aktivitas diolah dengan menggunakan
analisis deskriptif kuantitatif namun terlebih dahulu diberi skoring dan ditabulasi, kemudian
dihitung frekuensi dan persentasenya untuk menjadi acuan dalam melakukan deskripsi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa; (1) Nilai hasil belajar siswa kelas VII MTs Negeri Palopo pada
siklus I sebanyak 20 siswa, terdapat sepuluh siswa atau 50% yang memenuhi KKM.
sedangkan pada siklus II meningkat dari 20 siswa terdapat 16 siswa atau 80% yang
memenuhi KKM; (2) Dengan demikian, hipotesis tindakan yang diajukan dalam penelitian ini
adalah bukti bahwa jika diterapkan model pembelajaran tongkat bicara maka hasil belajar
bahasa Indonesia siswa kelas VII MTs Negeri Palopo akan meningkat.
Kata kunci: Hasil Belajar, Bahasa Indonesia, Talking Stick
pengantar
Salah satu aset utama pembangunan adalah sumber daya manusia yang
berkualitas (Herwanti & Irwan, 2013). Upaya pemerintah untuk meningkatkan
kualitas bangsa melalui sistem pendidikan nasional (UU Nomor 20 Tahun 2003)
diarahkan pada pembinaan warga negara yang memiliki rasa cinta tanah air, rasa
kebangsaan yang kental, dan rasa solidaritas sosial. Sejalan dengan itu, iklim
belajar dan mengajar dapat menumbuhkan rasa percaya diri serta sikap dan
perilaku yang inovatif dan kreatif. Melihat pentingnya pembelajaran bahasa
Indonesia, maka inovasi pembelajaran bahasa Indonesia harus segera
dilaksanakan (Nasucha et al., 2015).
Keberhasilan siswa dalam mencapai hasil belajar yang baik dalam proses pembelajaran
merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan proses belajar mengajar bahasa Indonesia
(Friskilia & Winata, 2018; Kaso et al., 2021). Hingga saat ini kondisi pembelajaran bahasa
Indonesia belum sesuai dengan yang diharapkan, kritik dan sorotan masih mengemuka,
terutama setelah melihat hasil ujian nasional siswa, dimana terjadi penurunan kemampuan
kelulusan siswa, dan rendahnya prestasi belajar ditunjukkan .
Sementara itu, ujung tombak pendidikan bahasa Indonesia yang berkualitas sangat
bergantung pada kualitas guru, terutama dalam mengelola proses belajar mengajar di kelas
(Jatirahayu, 2013; Safitri, 2019). Guru merupakan salah satu komponen yang mempunyai
pengaruh yang cukup besar terhadap peningkatan kemampuan siswa. Gurulah yang
berhadapan langsung dengan siswa dalam proses pembelajaran untuk menciptakan suasana
belajar yang membuat siswa aktif dalam belajar.
Pengajaran bahasa pada usia sekolah dasar relatif lebih mudah dikelola jika guru memiliki
wawasan model pembelajaran yang disesuaikan dengan usia peserta didik (Abduh, 2014; Febrianto,
2019). Ada banyak pilihan model pengajaran sesuai dengan tingkat usia siswa yaitu usia dimana unsur
bermain masih mendominasi kehidupan sehari-hari siswa. Bagi siswa sekolah dasar baik kategori kelas
pemula maupun lanjutan, pembelajaran bahasa melalui metode permainan merupakan hal yang unik
dan menyenangkan. Anak yang banyak bermain akan meningkatkan kreativitasnya karena bermain
merupakan sarana untuk mengubah potensi dirinya.
Ketika seorang guru dapat memahami naluri siswa pada tingkat usianya, ia akan cepat mencapai
tujuan pembelajaran. Salah satu contoh pemahaman naluri anak adalah dengan menerapkan model
pembelajaran speaking stick karena menerapkan prinsip belajar sambil bermain sehingga siswa tidak
hanya belajar tetapi lebih dari itu dapat mengekspresikan kreativitasnya dan tentunya merasa senang
dan bahagia. Hal ini akan bermuara pada salah satu tujuan sekolah, yaitu mengembangkan aspek
intelektual dan fisik, sosial, emosional, dan aspek lainnya.
Prinsip belajar-mengajar sambil bermain juga merupakan cara bagi guru untuk
mencegah frustrasi siswa dalam proses belajar mengajar karena beragamnya bahan
bacaan yang harus dikuasai atau dihafal. Belajar sambil bermain berarti penyesuaian
antara materi pelajaran dan minat individu, mengurangi kemungkinan persaingan dan
pertentangan antar siswa.
Namun kenyataan di lapangan menunjukkan, khususnya bagi siswa kelas
VII MTs Negeri Palopo, bahwa hasil belajar mata pelajaran Bahasa Indonesia
masih jauh dari harapan ideal. Kemampuan kognitif siswa dalam menguasai
materi pembelajaran masih rendah, yang ditunjukkan dengan hasil evaluasi
prestasi belajar bahasa Indonesia, dimana terdapat 50% dari 20 siswa yang
nilainya tidak memenuhi kriteria ketuntasan minimal. Indikator lain menunjukkan
bahwa bahasa lisan siswa dalam komunikasi sehari-hari di sekolah belum
menunjukkan penggunaan bahasa Indonesia yang sesuai dengan konteks dan
standar. Selain itu, hasil observasi menunjukkan adanya kelesuan dan penurunan
vitalitas belajar siswa karena guru masih banyak menggunakan model
pembelajaran konvensional.
Berdasarkan uraian mengenai permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran bahasa Indonesia, maka
diperlukan model pembelajaran yang relevan untuk mengantarkan siswa mencapai tujuan pembelajaran sekaligus
menyelesaikan hasil belajar siswa yang rendah sehingga terjadi peningkatan. Salah satu model pembelajaran yang
ditawarkan adalah model tongkat bicara.
Model pembelajaran speaking stick dipilih karena membawa siswa belajar sambil
bermain sehingga alur belajarnya menarik bagi siswa. Pembelajaran model tongkat bicara
mirip dengan lomba lari estafet, dimana pertanyaan dimulai dari siswa yang diberikan
tongkat oleh guru, sedangkan kelanjutan pertanyaan ditentukan kepada siapa tongkat
diberikan oleh teman yang pertama kali menerima pertanyaan. dari guru.
Teori
Hasil Belajar Bahasa Indonesia
Berdasarkan Taksonomi Bloom, hasil belajar adalah perubahan perilaku yang dihasilkan dari
belajar, meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. (Deby, 2018; Sudewi dkk., 2014). Ketiga aspek
tersebut tidak berdiri sendiri tetapi merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, dan ketiga
aspek tersebut meliputi beberapa tingkatan, yaitu:
1) Aspek kognitif adalah kemampuan intelektual yang meliputi pengetahuan,
pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.
2) Aspek afektif adalah perasaan emosi atau nilai. Afektif memiliki tingkatan, yaitu: penerimaan,
tanggapan, penilaian, pengorganisasian, dan tindakan.
3) Aspek psikomotor adalah kemampuan yang mengutamakan gerakan perilaku yang melibatkan
pemahaman yang dimilikinya. Aspek psikomotorik memiliki tingkatan: persepsi, kesiapan,
respons, mekanisme, respons kompleks, penyesuaian, dan kreativitas.
Hasil belajar sebagai ukuran kemampuan kognitif (intelektual) siswa tidak terlepas
dari proses pembelajaran di kelas dan berbagai interaksi belajar lainnya. Pencapaian
hasil belajar biasanya diukur dengan melihat nilai yang diperoleh siswa sebagai output
dari proses belajar. Menurut Hamalik, hasil belajar adalah ketika seseorang telah belajar
akan terjadi perubahan perilaku orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu
dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. (Yudiari et al., 2015; Sukirman, 2016,Alfahmi ,
2014; Mustakim, 2020; Mutakin, 2015).
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah hasil yang
dicapai setiap individu setelah melakukan upaya untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan,
dan perilaku melalui pengalaman dan interaksi pendidikan. Namun jika dikaitkan dengan konteks
penelitian bahasa Indonesia tentunya hasil belajar yang dimaksud adalah hasil yang telah dicapai
siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia dengan menggunakan model pembelajaran speaking
stick. Hasil pembelajaran dapat dilihat pada kompetensi esensial dan indikator pembelajaran yang
tertuang dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
yang tongkatnya diberikan oleh teman yang pertama kali menerima pertanyaan dari guru. (Fajrin, 2018;
Pour et al., 2018).
metode
Jenis penelitian yang dipilih adalah penelitian tindakan kelas karena berkaitan dengan
peningkatan praktik pembelajaran di kelas. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah multiteknik atau multiinstrumen, yaitu observasi, pengukuran, dokumentasi.
Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif kuantitatif. Data yang diperoleh
berupa hasil belajar dan observasi aktivitas diolah dengan menggunakan analisis deskriptif
kuantitatif namun terlebih dahulu diberi skoring dan ditabulasi, kemudian dihitung frekuensi dan
persentasenya untuk menjadi acuan dalam melakukan deskripsi.
Siklus Refleksi I
Berdasarkan hasil observasi aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar
dan hasil tes belajar, dapat dicerminkan bahwa pada siklus I,
indikator keberhasilan tindakan belum terpenuhi karena hanya 50% siswa yang memenuhi
KKM. Rendahnya nilai tes hasil belajar siswa pada siklus I tidak lepas dari rendahnya
kemampuan siswa dalam menjawab soal teks/wacana; siswa belum menguasai ejaan dan
tanda baca secara optimal (seperti kapan menggunakan koma dan titik), dan kekakuan sistem
penulisan. Pencapaian ini tentunya tidak terlepas dari kurang memadainya kualitas kegiatan
belajar siswa yang secara positif dapat merangsang dan mendorong kemampuan belajarnya
menjadi lebih baik, seperti siswa kurang percaya diri untuk mengungkapkan pikiran atau
gagasannya dalam menjawab pertanyaan dari guru atau temannya. Selain itu, siswa tidak
berani bertanya untuk mengungkapkan permasalahan yang dihadapi dalam proses
pembelajaran, sehingga kemampuan mereka dalam memecahkan masalah yang berkaitan
dengan materi pembelajaran juga mudah. Indikator lain menunjukkan bahwa tingkat
partisipasi siswa dalam permainan tongkat bicara belum maksimal, dari 20 siswa yang terlibat
baik rata-rata hanya 50% siswa selama siklus I.
Oleh karena itu, sebagai bahan perbaikan untuk perencanaan dan pelaksanaan tindakan dalam siklus
II, pembelajaran dengan menggunakan permainan tongkat bicara diupayakan agar seluruh proses
bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan kognitif, psikomotor, dan afektif siswa. Hal ini
dilakukan dengan cara mengevaluasi tindakan guru sehingga dalam interaksi pembelajaran dapat
memotivasi dan mewadahi siswa untuk berani bertanya dan mengemukakan pendapat. Selain itu,
guru harus memberikan banyak contoh pemecahan masalah terkait pembelajaran teks/wacana.
Refleksi Siklus II
Berdasarkan hasil observasi aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar
dan nilai hasil belajar pada siklus II dapat dicerminkan bahwa pembelajaran
target pencapaian yang telah dirumuskan dan indikator keberhasilan tindakan dengan
model pembelajaran speaking stick telah terpenuhi sehingga penelitian ini dianggap
cukup pada siklus II.
Peningkatan nilai hasil belajar siswa pada siklus II tidak lepas dari koreksi dan
perbaikan yang dilakukan selama proses pembelajaran pada siklus II terutama dalam hal
efektivitas tindakan guru dalam pembelajaran yang harus berorientasi pada terwujudnya
mutu. interaksi belajar mengajar dengan model pembelajaran tongkat bicara. Pada siklus II,
salah satu hal yang mendapat perhatian guru adalah menerapkan prinsip motivasi yang lebih
kreatif dalam pembelajaran dan mendorong siswa untuk lebih fokus memahami teks/materi
wacana yang akan digunakan sebagai materi permainan tongkat bicara karena kunci penting
untuk kelancaran permainan tongkat bicara adalah kemampuan siswa dalam menjawab.
Soal-soal yang dilontarkan guru agar estafet tongkat estafet berjalan lancar juga.
Secara keseluruhan rata-rata persentase aktivitas belajar siswa atau aktivitas dalam pembelajaran
mengalami peningkatan positif dan secara umum dikategorikan sangat baik. Keadaan ini memang sangat
kondusif untuk mengembangkan kemampuan siswa sehingga terjadi peningkatan hasil belajar pada siklus II.
Diskusi
Nilai hasil belajar bahasa Indonesia siswa kelas VII MTs Negeri Palopo dengan pembelajaran
model tongkat bicara pada siklus I menunjukkan nilai rata-rata sebesar 67,7. Sedangkan secara
individu, hanya sepuluh siswa atau 50% dari 20 siswa yang memenuhi kriteria ketuntasan minimal
(KKM) 70; mereka belum memenuhi KKM karena ketuntasannya belum mencapai 75% seluruh
siswa.
Rendahnya nilai hasil belajar siswa pada siklus I, jika dilihat berdasarkan aspek yang
dinilai tampak bahwa kelemahan umumnya terletak pada aspek rendahnya kemampuan
siswa dalam menjawab pertanyaan teks/wacana, siswa belum menguasai ejaan dan tanda
baca secara optimal. seperti kapan harus menggunakan koma dan titik), dan standar sistem
penulisan. Pencapaian ini memang tidak terlepas dari rendahnya aktivitas belajar siswa
selama proses pembelajaran speaking stick, menunjukkan bahwa rata-rata persentase
keaktifan siswa bertanya tentang hal-hal yang belum dipahami masih kurang yaitu 32,5%.
Demikian juga keberanian siswa untuk menjawab pertanyaan dari guru atau teman masih
sangat kurang, hanya 30%.
Kedua indikator ini menunjukkan bahwa tidak adanya upaya dari siswa untuk memecahkan masalah yang
dihadapi dalam bentuk bertanya sekaligus menunjukkan rendahnya tingkat kemampuan bahasa lain seperti
kemampuan berbicara bahasa lisan untuk mengungkapkan pendapat atau apa yang mereka ketahui terkait dengan
apa yang dikatakan guru atau siswa lain. Model tongkat bicara sebagai model permainan bahasa yang
menggunakan tongkat, menurut Suherman (2009: 17), dimaksudkan untuk melatih dan mengembangkan
keterampilan menyimak, keterampilan membaca, keterampilan berbicara, dan keterampilan menulis siswa dalam
pembelajaran bahasa Indonesia.
Rendahnya nilai hasil tes dan realisasi aktivitas belajar siswa pada siklus I dapat
mencerminkan kurangnya bimbingan dan pengawasan yang maksimal dari guru terhadap
kemampuan individu siswa dalam proses pembelajaran menggunakan model tongkat bicara.
Guru hanya menyelenggarakan pembelajaran dalam kelompok tanpa melihat aspek
perbedaan individu. Menurut Mulyasa (2007:97), syarat keberhasilan untuk meningkatkan
hasil belajar adalah “pembelajaran perlu lebih ditekankan pada pembelajaran individu
walaupun dilakukan secara klasikal, dalam pembelajaran perlu memperhatikan perbedaan
siswa”. .
Berdasarkan hal tersebut, pada siklus II, guru merevisi atau mengoreksi tindakan
untuk memberikan pengayaan individu dalam kelompok belajar siswa. Selain itu, salah
satu hal yang mendapat perhatian guru adalah menerapkan prinsip motivasi yang lebih
kreatif dalam belajar dan mendorong siswa untuk lebih fokus memahami teks/materi
wacana yang akan dijadikan materi permainan tongkat bicara karena kunci penting
kelancaran permainan tongkat bicara adalah kemampuan siswa dalam menjawab
pertanyaan. -pertanyaan yang dilontarkan guru agar estafet tongkat estafet berjalan
lancar juga. Pada siklus II hasil belajar siswa kelas VII MTs Negeri Palopo dengan
pembelajaran model tongkat bicara meningkat dengan rata-rata 80,15. Secara individual,
20 siswa yang memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM) juga meningkat menjadi 16
siswa atau 80%.
Peningkatan nilai hasil belajar pada siklus II tidak lepas dari koreksi dan perbaikan yang
dilakukan selama proses pembelajaran pada siklus II, terutama dalam hal efektivitas tindakan
guru dalam pembelajaran yang harus berorientasi pada terwujudnya kualitas pembelajaran.
interaksi belajar mengajar dengan model pembelajaran tongkat bicara. Upaya guru untuk
mendorong peningkatan aktivitas belajar siswa yang dapat melatih dan merangsang
peningkatan kemampuan belajar siswa juga membuahkan hasil yang wajar dalam
peningkatan aktivitas belajar siswa.
Secara umum rata-rata persentase aktivitas belajar siswa mengalami peningkatan yang
cukup baik, seperti antusias siswa dalam belajar dengan memperhatikan informasi dan penjelasan
guru dalam pembelajaran berbicara tongkat meningkat pada kategori sangat baik, siswa yang
aktif bertanya selama pembelajaran tongkat bicara juga mengalami peningkatan kategori sangat
baik setelah sebelumnya sangat rendah, siswa yang aktif menjawab pertanyaan yang diajukan
oleh guru atau teman juga mengalami peningkatan dalam kategori sedang setelah sebelumnya
dikategorikan sangat rendah, siswa yang membaca teks/wacana dari permainan tongkat bicara
juga meningkat dengan kategori sangat baik, siswa yang aktif mengikuti permainan tongkat
bicara juga meningkat dengan kategori sangat baik,dan siswa yang mencatat kesimpulan materi
pembelajaran juga mengalami peningkatan dalam kategori baik.
Peningkatan persentase keaktifan siswa dalam pembelajaran model talk stick menunjukkan
adanya peningkatan minat belajar yang dapat disebabkan karena siswa merasa senang belajar
dengan model ini. Sejalan dengan teori yang dikemukakan sebelumnya dalam tinjauan pustaka,
salah satu manfaat model pembelajaran talk stick adalah mengajak siswa bermain sambil bermain
sehingga alur belajar menarik bagi siswa. Pembelajaran model tongkat bicara mirip dengan lomba
lari estafet, dimana pertanyaan dimulai dari siswa yang diberikan tongkat oleh guru, sedangkan
kelanjutan pertanyaan ditentukan kepada siapa tongkat diberikan oleh teman yang pertama kali
menerima pertanyaan. dari guru.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh pada siklus II yaitu peningkatan nilai hasil belajar siswa setelah
melalui rangkaian pembelajaran dengan menggunakan model tongkat bicara membuktikan relevansinya dengan
teori yang dikemukakan oleh Suherman (2009: 17) bahwa model tongkat bicara adalah model permainan bahasa
menggunakan tongkat. Model ini dimaksudkan untuk melatih dan mengembangkan keterampilan menyimak,
keterampilan membaca, keterampilan berbicara, dan keterampilan menulis siswa dalam pembelajaran bahasa
Indonesia. Dengan demikian, penerapan model tongkat bicara dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia
terbukti efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa khususnya keterampilan membaca dan menulis.
Kesimpulan
Hasil belajar siswa kelas VII MTs Negeri Palopo pada siklus I sebanyak 20
siswa atau 50% memenuhi KKM, sedangkan pada siklus II terdapat
sebanyak 16 siswa atau 80% dari 20 siswa yang memenuhi KKM. Dengan demikian,
hipotesis tindakan yang diajukan dalam penelitian ini membuktikan bahwa jika
diterapkan model pembelajaran tongkat bicara maka hasil belajar bahasa Indonesia
siswa kelas VII MTs Negeri Palopo akan meningkat.
Referensi
Abduh, M. 2014. Evaluasi Pembelajaran Tematik di lihat dari Hasil Belajar Siswa.
Jurnal Studi Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Indonesia, 2(1). https://
www.learntechlib.org/p/209377/
Alfahmi, AM 2014. Penrapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS (Think Pair Share)
untuk meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPS di Sekolah Dasar.
Jurnal Penelitian Pendidikan Guru Sekolah Dasar, 2(2), 1–11.
Widya, Ceni. 2017.Pembelajaran Nilai-Nilai Kehidupan yang
Terkandung dalam Teks Cerita Rakyat (Hikayat) Menggunakan Metode Talking Stick
Pada Siswa Kelas X SMAN 1 Rancaekek Tahun Pelajaran 2016/2017 [Lainnya, FKIP
Unpas]. http://fkip.unpas.ac.id/
Deby. 2018. Penggunaan taksonomi Bloom dalam Pembelajaran Keterampilan Menyimak
Bermuatan Pendidikan Karakter Profetik untuk Mengukur Keberhasilan Hasil Belajar
Mahasiswa. Pertemuan ilmiah bahasa dan sastra indonesia (PIBSI), 601–620.
Mirajati, Desi. 2010.Penerapan Model Pembelajaran Talking Stick dengan Teknik Story
Telling dalam peningkatan kemampuan Menceritakan Pengalaman Orang Lain Siswa
Kelas III SDN 1 Karangrejo Selomerto Wonosobo [Lainnya, Universitas Negeri
Semarang]. https://lib.unnes.ac.id/3135/
Fajrin, OA 2018. Pengaruh Model Talking Stick terhadap Hasil Belajar IPS Siswa SD.
JurnalBidangPendidikanDasar,2(1A),85–91.
https://doi.org/10.21067/jbpd.v2i1A.2353
Febrianto, D. 2019. Implikasi Fase Pemerolehan Bahasa Siswa Sekolah Dasar terhadap
Proses Pengajaran Bahasa Indonesia. Tarbiyah al-Awlad, 9(1), 1–8.
Friskilia, O., & Winata, H. 2018. Regulasi Diri (Pengaturan Diri) Sebagai Determinan Hasil
Belajar Siswa Sekolah Menengah Kejuruan. Jurnal Pendidikan Manajemen
Perantoran (JPManper), 3(1), 36–43. https://doi.org/10.17509/jpm.v3i1.9454
Herwanti, T., & Irwan, M. 2013. Kualitas Sumberdaya Manusia dalam Perspektif Ekonomi
Islam di Nusa Tenggara Barat. EKUITAS (Jurnal Ekonomi dan Keuangan), 17(2),
131-154. https://doi.org/10.24034/j25485024.y2013.v17.i2.156
Wahyuningsih, Indah. 2011.Peningkatan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV Melalui Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing di SD Negeri Getas 2
Kecamatan Cepu Kabupaten Blora[Lainnya, Universitas Negeri Semarang].
https://lib.unnes.ac.id/2679/
Kaso, N., Mariani, M., Ilham, D., Firman, F., Aswar, N., & Iksan, M. 2021. Kepala Sekolah
Kepemimpinan: Bagaimana Meningkatkan Kualitas Proses Belajar Mengajar di Negeri
Tuang, AN, Herayanti, L., & Sukroyanti. 2018. Pengaruh Model Pembelajaran Talking Stick
terhadap Keaktifan Belajar Siswa. Jurnal Penelitian Dan Pengkajian Ilmu Pendidikan: E-
Saintika, 2(1), 36–40. https://doi.org/10.36312/e-saintika.v2i1.111
Prasetyaningsih, A. 2013. Hubungan Kemandirian Belajar dan Interaksi Edukatif dengan
Hasil Belajar IPS Siswa Kelas IV SD Sekecamatan Purworejo. Kalam cendekia pgsd
kebumen, 2(3)
Safitri, D. 2019. Menjadi Guru Profesional. PT. Indragiri Dot Com.
Sriyanti, A. 2015. Komparasi Keefektifan Pembelajaran Matematika Menggunakan Model
Kooperatif Tipe Talking Stick dengan Tipe Make a Match pada Siswa Kelas VII SMP LPP
Umi Makassar. MaPan : Jurnal Matematika dan Pembelajaran, 3(1), 20–29. https://
doi.org/10.24252/mapan.2015v3n1a3
Sudewi, NL, Prof. Drs. I Wayan Subagia, MAS, & Dr. I Nyoman Tika, MS (2014).
Studi Komparasi Penggunaan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dan
Kooperatif Tipe Group Investigation (GI) terhadap Hasil Belajar Berdasarkan Taksonomi
Bloom. Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran IPA Indonesia, 4(1), Pasal 1. https://
ejournal-pasca.undiksha.ac.id/index.php/jurnal_ipa/article/view/1112
Sukirman Nurdjan, SS, Firman, SP, & Mirnawati, SP 2016. Bahasa Indonesia untuk
Perguruan Tinggi. Penerbit Aksara Timur.
Yudiari, MM, Dra. Desak Putu Parmiti, MS, & Drs. Dewa Nyoman Sudana, MP 2015.
Pengaruh Model Pembelajaran Savi Berbantuan Media Mind Mapping Terhadap Hasil
Belajar IPA Siswa Kelas V. MIMBAR PGSD Undiksha, 3(1), Pasal 1. https://
doi.org/10.23887/jjpgsd.v3i1.5683