SURAT PENCATATAN
CIPTAAN
Dalam rangka pelindungan ciptaan di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra berdasarkan Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dengan ini menerangkan:
Pencipta
Dr. Tri Sunarsih, SST., M.Kes, Elvika Vit Ari Shanti, SST.,
Nama :
M.Kes,
Alamat : Jl. Walet 2 Tegalasri RT 2/ RW 8 Bejen Karanganyar, Karanganyar,
Di Yogyakarta, 57716
Kewarganegaraan : Indonesia
No Nama Alamat
1 Dr. Tri Sunarsih, SST., M.Kes Jl. Walet 2 Tegalasri RT 2/ RW 8 Bejen Karanganyar
LAMPIRAN PEMEGANG
No Nama Alamat
1 Dr. Tri Sunarsih, SST., M.Kes Jl. Walet 2 Tegalasri RT 2/ RW 8 Bejen Karanganyar
PROLOG
Status gizi yang baik merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pembangunan
kesehatan. Anak balita, anak usia sekolah, dan ibu hamil merupakan kelompok rawan gizi yang
sangat perlu mendapat perhatian khusus karena dampak negatif yang ditimbulkan apabila
menderita kekurangan gizi.
Masalah gizi yang menjadi perhatian utama dunia saat ini adalah balita pendek (stunting).
Berdasarkan Riskesdas tahun 2013 diketahui bahwa prevalensi balita kurus dan prevalensi balita
stunting masing-masing sebesar 12,1 % dan 37,2 %, sedangkan prevalensi ibu hamil risiko
Kurang Energi Kronis (KEK) sebesar 24,2%. Selain hal tersebut data Riskesdas tahun 2013 juga
menunjukkan kurang gizi pada anak usia 5-12 tahun sebesar 11,2 % yang disebabkan karena
berbagai hal diantaranya tidak sarapan pagi dan lebih suka makanan yang tidak/kurang bergizi.
Hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) tahun 2016 menujukkan bahwa prevalensi stunting pada
balita sebesar 27,5 %, balita kurus 8,0 %, balita sangat kurus 3,1 % dan balita risiko kurus 22,8
%.
Terlihat prevalensi gizi buruk dan gizi kurang meningkat dari tahun 2007 ke tahun 2013.
Bertambahnya prevalensi anak balita pendek-kurus, bertambahnya anak balita pendek-normal
dan normal-gemuk dari tahun 2010.
Masalah gangguan tumbuh kembang pada bayi dan anak usia di bawah 2 tahun (baduta) akibat
dari kurang gizi merupakan masalah yang perlu ditanggulangi dengan serius karena usia di
bawah dua tahun merupakan masa yang amat penting sekaligus masa kritis dalam proses tumbuh
kembang anak.
Stunting pada anak-anak dapat memiliki dampak serius pada perkembangan fisik, mental, dan
emosional anak-anak, dan bukti menunjukkan bahwa efek dari stunting pada usia muda,
khususnya pada perkembangan otak, sulit untuk memperbaikinya pada usia lanjut. Oleh karena
itu, indikator ke 2 SDGS menunjukan bahwa betapa pentingnya memberikan nutrisi yang cukup
untuk anak-anak.
Pada tahun 2030 mengakhiri segala bentuk malnutrisi, termasuk mencapai target internasional
2025 untuk penurunan stunting dan wasting pada balita dan mengatasi kebutuhan gizi remaja
perempuan, wanita hamil dan menyusui.
Untuk mengatasi stunting perlu dilakukan perbaikan gizi sejak janin dalam kandungan,
pemeberian ASI Eksklusif sampai usia 6 bulan, dan pemberian MP-ASI yang tepat mulai usia 6
bulan.
PROLOG
Pemberian makanan tambahan yang berfokus baik pada zat gizi makro maupun zat gizi mikro
bagi balita dan ibu hamil sangat diperlukan dalam rangka pencegahan Bayi Berat Lahir Rendah
(BBLR) dan balita pendek (stunting). Sedangkan pemberian makanan tambahan pada anak usia
sekolah diperlukan dalam rangka meningkatkan asupan gizi untuk menunjang kebutuhan gizi
selama di sekolah.
NARASI AKADEMISI
Hasil analisis data dari 31 negara memperlihatkan bahwa, suplementasi makanan akan menaikan
berat badan pada keluarga yang kurang mampu. Anak-anak usia 6 – 23 bulan yang diberikan
makanan tambahan selama 6 bulan. menunjukan kenaikan berat badan, dan ketika makanan
tambahan diberikan bersama edukasi gizi serta intervensi berbasis pangan lokal maka, kenaikan
berat badan menjadi lebih besar.
Merupakan kewajiban kita bersama untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia termasuk
perguruan tinggi melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi yang tercermin dalam kegiatan
pengabdian kepada masyarakat dengan salah satunya pemberian pelatihan PMBA kepada kader
untuk menyelesaikan masalah gizi/STUNTING di masyarakat.
PROLOG
Karena peran yang sangat krusial, para kader kesehatan dapat dikatakan sebagai pelopor/ pelaku
pembangunan masyarakat. Ini bisa terjadi jika kader kesehatan mempunyai sikap, pengetahuan
dan keterampilan yang baik. Peranan tenaga kader terampil sangat besar terhadap keberhasilan
Pemberian makan bayi dan Anak (PMBA), peningkatan pemberdayaan ibu, peningkatan
dukungan anggota keluarga serta peningkatan kualitas makanan bayi dan anak yang pada
gilirannya akan meningkatkan status gizi balita.
NARASI FASILITATOR
Pelatihan PMBA merupakan sumber informasi yang dirancang untuk membekali kader atau
petugas kesehatan di tingkat masyarakat (desa) dalam membantu para ibu, ayah dan pengasuh
agar dapat memberikan makanan kepada anaknya dengan optimal. Pengetahuan teknis meliputi
praktik pemberian makanan yang direkomendasikan untuk ibu hamil dan anak usia 0-24 bulan,
meningkatkan ketrampilan konseling, pemecahan masalah dan negosiasi, dan mempersiapkan
mereka untuk memanfaatkan alat bantu dan alat koseling secara efektif.
Pendekatan pelatihan partisipatif berbasis kompetensi yang digunakan dalam pelatihan ini
mencerminkan prinsip –prinsip utama kominikasi. Perubahan perilaku dengan fokus pada
promosi perilaku yang dapat segera dilakukan, dan pengakuan atas teori yang banyak diakui
bahwa orang dewasa belajar dengan baik dan berefleksi pada pengalaman pribadi mereka sendiri.
PROLOG
Pelatihan Konseling PMBA kader diperoleh melalui suatu proses pelatihan menggunakan standar
kurikulum dengan modul pelatihan Konseling pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA) yang
dikeluarkan oleh Direktorat Bina Gizi Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA. Materi terdiri dari
20 sesi.
4. Membuat model payudara dan boneka dengan metode kerja kelompok saling membantu
membuat model payudara dan boneka.
SESI 7. PRAKTIK PMBA YANG DIANJURKAN: PEMBERIAN MAKAN IBU HAMIL/IBU
MENYUSUI DAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI BAGI ANAK USIA 6-24
BULAN dengan tujuan:
1. Menggambarkan pentingnya melanjutkan pemberian ASI setelah bayi berusia 6 bulan
dengan metode brainstorming/diskusi dan peragaan.
2. Menggambarkan apa yang harus kita pertimbangkan waktu memikirkan pemberian makanan
tambahan bagi setiap kelompok umur : frekuensi, jumlah, tekstur (kepekatan), variasi
(berbagai macam makanan), cara pemberian makan secara aktif/responsif, dan kebersihan
dengan metode brainstorming/diskusi.
3. Menggambarkan praktik-praktik yang dianjurkan dan poin diskusi konseling menyangkut
pemberian makan anak usia 6 bulan sampai 24 bulan, ibu hamil dan ibu menyusui.
2. Peserta mampu mengisi KMS dengan benar menggunakan metode diskusi, kerja kelompok
(kecil).
3. Peserta mampu menentukan status pertumbuhan dalam KMS dan tindak lanjutnya dengan
metode diskusi, kerja kelompok (kecil).
SESI 12. KUNJUNGAN PRAKTIK LAPANGAN 1 DAN UMPAN BALIK dengan tujuan
1. Melakukan praktik 3 Langkah Konseling PMBA dengan melakukan penilaian praktik
PMBA kepada pasangan Ibu/Anak dengan ibu/ayah/pengasuh dan anak usia 0-24 bulan
dengan metode praktik konseling.
2. Merefleksikan kekuatan dan kelemahan dari praktik konseling di lapangan dengan
metode umpan balik.
2. Mendeskripsikan kegiatan perbaikan gizi dan kesehatan yang dapat memutus rantai siklus
kurang gizi agar kelak mendapatkan bayi, anak, remaja, perempuan dewasa, ibu hamil
dan ibu menyusui dengan status gizi baik. Dilakukan dengan metode kerja kelompok.
3. Mendeskripsikan waktu yang direkomendasikan untuk memberikan jarak persalinan dan
kriteria untuk Lactation Amenorrhoea Method (LAM) dengan metode diskusi interaktif
dan kerja kelompok.
SESI 16. KAPAN MEMBAWA ANAK SAKIT KE FASILITAS KESEHATAN dengan tujuan:
SESI 18. INTEGRASI DUKUNGAN PMBA PADA PROGRAM LAIN dengan tujuan:
Mengidentifikasi bagaimana PMBA dapat diintegrasikan dengan kgiatan di masyarakat misalnya
Posyandu atau Pelayanan Gizi Berbasis Masyarakat (PGBM) dengan metode kerja kelompok.
PROLOG
Peranan tenaga kader posyandu terampil sangat besar terhadap keberhasilan Pemberian makan
bayi dan Anak (PMBA), peningkatan pemberdayaan ibu, peningkatan dukungan anggota
keluarga serta peningkatan kualitas makanan bayi dan anak yang pada gilirannya akan
meningkatkan status gizi balita. Oleh karena itu keberadaan kader posyandu perlu dipertahankan
dan ditingkatkan.
Dengan adanya pelatihan PMBA dapat juga:
1. Mengurangi anak lahir dengan berat badan kurang (low birth weight) dan anak pendek
(stunting); dan
2. Meningkatkan pendapatan rumah tangga melalui pengurangan pengeluaran (cost savings),
peningkatan produktifitas (productivity growth), dan higher lifetime earning.
Serta dapat:
• Meningkatnya pemberdayaan masyarakat untuk meidentifikasi masalah, merumuskan kegiatan,
melakukan kegiatan termasuk monitoring dan evaluasi secara berkelanjutan
• Meningkatkan kemampuan petugas, cakupan dan kualitas layanan kesehatan dan gizi
• Mengembangkan sistem insentif penyelenggara pelayanan