Oleh :
HALAMAN PENGESAHAN
1. Judul : Peningkatan Omset Melalui Diversifikasi Produksi dan
Fasilitasi Peralatan Produksi Olahan Bakso Pak Yugo di
Desa Karangnangka, Kecamatan Kedungbanteng.
2. Bidang Ilmu : Ekonomi Pembangunan
3. Ketua Tim Pelaksana
a. Nama : Irma Suryanhani, S.E., M.Si.
b. Jenis Kelamin : Perempuan
c. NIP : 19721226 199702 2 001
d. Disiplin Ilmu : Ekonomi Pembangunan
e. Pangkat/Golongan : III/D
f. Jabatan : Lektor
g. Fakultas/Jurusan : Fakultas Ekonomi dan Bisnis/Ilmu Ekonomi dan Studi
Pembangunan
h. Alamat Kantor : Jl. Prof. Dr. HR Boenyamin No. 708, Grendeng,
Purwokerto, Kode Pos 53122
i. Telp/Fax/Email : 0281-637970/0281-640268/---
j. Alamat Rumah :
k. Telp/HP : 081327499479
4. Jumlah Anggota : 2 (dua) orang
a. Nama Anggota 1 : Drs. Rusmusi Indranjoto MP, M.Si.
b. Nama Anggota 2 : Dra. Emmy Saraswati, M.Si.
5. Lokasi Kegiatan : Desa Karanangka, Kecamatan Kedungbanteng
6. Jumlah Biaya yang : Rp. 15,000,000,-
Diusulkan (BLU
Unsoed)
Jumlah biaya dari : Rp----
pihak lain (jika ada)
Mengetahui,
Ketua LPPM Unsoed
a. Pendahuluan
Produksi Olahan Bakso Pak Yugo merupakan suata usaha di bidang kuliner yang
beralamat di RT 1 RW 2 Desa Karangnangka, Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten
Banyumas. Pak Yugo dan istrinya telah menjalani kegiatan usaha produksi olahan bakso ini
sejak tahun 2010. Adapun dalam melakukan kegiatan produksi nya Pak Yugo baru mampu
mengolah satu hingga dua kilogram daging ayam fillet segar. Dua kilogram daging ayam
fillet segar ini nantinya akan diolah menjadi beberapa produk olahan bakso yakni bakso ayam
dan tahu bakso.
b. Perumusan Masalah
Walaupun sudah memiliki dapur sekaligus gudang yang dikhususkan untuk produksi,
namun higienitasnya masih rendah sehingga belum memenuhi syarat untuk pengajuan PIRT.
Ketua KUBE Mandiri Berkah sudah mengikuti penyuluhan PIRT pada tanggal 8 Januari
2017 di Pusat Layanan Usaha Terpadu (PLUT) Purwokerto. Berdasarkan ketentuan
pengajuan PIRT, dapur harus bersih. Tapi saat ini, bangunan dapur dan gudang KUBE
Mandiri Berkah masih berlantai tanah. Ketiadaan PIRT menghambat ekspansi pemasaran ke
pasar modern.
Pelabelan produk KUBE juga masih sangat sederhana, hanya terdiri dari nama produk
dan nama KUBE Mandiri Berkah dengan kertas fotokopi. Padahal pemberian label pangan
bertujuan untuk memberikan informasi yang benar dan jelas kepada masyarakat tentang
setiap produk pangan yang dikemas sebelum membeli dan/atau mengonsumsi pangan.
Masalah lainnya adalah limbah kulit pisang, kulit singkong dan kulit talas yang belum
dimanfaatkan. Walaupun merupakan sampah organik, namun jumlah yang terlalu banyak
juga menimbulkan masalah karena berbau. Padahal limbah tersebut dapat dimanfaatkan
untuk pakan ternak. Namun, anggota KUBE tidak memiliki keterampilan untuk mengolah
limbah tersebut menjadi pakan ternak. Saat ini KUBE sudah mempersiapkan kandang
kambing, namun belum memiliki cukup dana untuk membeli kambing yang dapat
memanfaatkan limbah kulit pisang, singkong dan talas.
c. Tinjauan Pustaka
Pentingnya Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga
Pemenuhan pangan yang aman dan bermutu merupakan hak asasi setiap manusia,
tidak terkecuali pangan yang dihasilkan oleh Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP).
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dalam Pasal 111 ayat (1)
menyatakan bahwa makanan dan minuman yang digunakan masyarakat harus didasarkan
pada standar dan/atau persyaratan kesehatan. Terkait hal tersebut di atas, Undang-Undang
tersebut mengamanahkan bahwa makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan
standar, persyaratan kesehatan, dan/atau membahayakan kesehatan dilarang untuk diedarkan,
ditarik dari peredaran, dicabut izin edar dan disita untuk dimusnahkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam rangka produksi dan peredaran pangan oleh IRTP, Pasal 43 Peraturan
Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan
mengamanatkan bahwa pangan olahan yang diproduksi oleh industri rumah tangga wajib
memiliki Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT) yang diterbitkan oleh
Bupati/Walikota dan Kepala Badan POM menetapkan pedoman pemberian SPP-IRT.
Sementara itu, Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota pada Bidang Kesehatan - sub bidang Obat dan Perbekalan Kesehatan,
mengamanatkan bahwa pengawasan dan registrasi makanan minuman produksi rumah tangga
merupakan urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota. Di sisi lain, Pemerintah berkewajiban meningkatkan daya saing produk
pangan industri rumah tangga melalui peningkatan kesadaran dan motivasi produsen tentang
pentingnya pengolahan pangan yang higienis.
Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
Nomor HK.03.1.23.04.12.2205 Tahun 2012 tentang Pedoman Pemberian Sertifikat Produksi
Pangan Industri Rumah Tangga adalah sebagai berikut. Permohonan diterima oleh
Bupati/Walikota c.q. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan dievaluasi kelengkapan dan
kesesuaiannya yang meliputi :
(1) Formulir Permohonan SPP-IRT sebagaimana tercantum dalam Sub Lampiran 1 yang
memuat informasi sebagai berikut :
(a) Nama jenis pangan
(b) Nama dagang
(c) Jenis kemasan
(d) Berat bersih/isi bersih (mg/g/kg atau ml/l/kl)
(e) Komposisi
(f) Tahapan produksi
(g) Nama, alamat, kode pos dan nomor telepon IRTP
(h) Nama pemilik
(i) Nama penanggungjawab
(j) Informasi tentang masa simpan (kedaluwarsa)
(k) Informasi tentang kode produksi
(2) Dokumen lain antara lain :
(a) Surat keterangan atau izin usaha dari Instansi yang berwenang
(b) Rancangan label pangan
Pelabelan
Menurut Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan,
label pangan didefinisikan sebagai setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk
gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada pangan,
dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian kemasan pangan. Setiap
orang yang memproduksi atau memasukkan pangan yang dikemas ke dalam wilayah
Indonesia untuk diperdagangkan wajib mencantumkan label pada, di dalam, dan atau di
kemasan pangan. Pemberian label pangan bertujuan untuk memberikan informasi yang benar
dan jelas kepada masyarakat tentang setiap produk pangan yang dikemas sebelum membeli
dan/atau mengonsumsi pangan. Label sebagaimana dimaksud berisikan keterangan mengenai
pangan yang bersangkutan, sekurang-kurangnya terdiri dari nama produk; daftar bahan yang
digunakan; berat bersih atau isi bersih; nama dan alamat pihak yang memproduksi atau
memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia; serta tanggal, bulan dan tahun
kedaluwarsa.
Survei yang dilakukan oleh International Food Information Council Foundation
(2012) di Amerika Serikat menunjukkan bahwa informasi dalam label pangan mempengaruhi
keputusan dalam membeli produk pangan. Masa kedaluwarsa dan informasi nilai gizi adalah
informasi utama yang menjadi perhatian konsumen. Sementara itu, daftar ingridien berada di
urutan ketiga. Data tersebut juga menyebutkan, orang tua (usia 65-80 tahun) adalah golongan
yang paling peduli terhadap daftar ingridien, masa kedaluwarsa, informasi nilai gizi, petunjuk
memasak, dan juga informasi terhadap ada tidaknya jenis ingridien tertentu.
Penelitian Fadlillah (2016) menemukan bahwa semakin tinggi pendidikan responden
berusia 15-24 tahun, kebiasaan membaca labelnya semakin sering. Semakin tinggi
pendidikan (15-24 tahun) dan pendapatan (15-24 tahun dan >24 tahun) juga menunjukkan
kebiasaan membaca label yang juga semakin baik (Fadlillah, 2016).
Pemanfaatan Limbah
Agroindustri olahan pangan menghasilkan limbah antara lain kulit pisang dan kulit
singkong. Akibat dari tidak terurusnya limbah pisang dapat menimbulkan bau yang
menyengat dan penumpukan limbah di bantaran kali yang berpotensi dapat menyebabkan
banjir dan terjangkitnya penyakit. Untuk menjaga kelestarian lingkungan, masyarakat perlu
diberi informasi tentang cara memanfaatkan limbah kulit pisang dan diharapkan dapat
berdampak positif terhadap daerah tersebut terutama dalam mengurangi pencemaran
lingkungan.
Limbah kulit pisang segar dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak khususnya ternak
ruminansia. Hasil penelitian menunjukkan kemampuan tempk ruminansia dalam konstnnsi
kulit pisang adalah sebanyak 36,09 t 2,72 % dari total ransumterhadap bahan kering (Karto
1995). Penggunaan limbah pisang fermentasi sebagai pakan ternak mempunyai prospek yang
baik karena mempunyai nilai gizi yang tinggi seperti protein kasar 14,88 %, serat kasar 11,43
%clan lemak 7 % (Ujianto, 2003).
Kulit singkong merupakan limbah kupasan hasil pengolahan gaplek, tapioka, tape,
dan panganan berbahan dasar singkong lainnya. Industri pengolahan umbi singkong tersebut
menghasilkan kulit singkong yang pada umumnya dibuang sebagai limbah. Dari setiap bobot
singkong akan dihasilkan limbah kulit singkong sebesar 16% dari bobot tersebut (Hidayat,
2009). Saat ini pemanfaatan kulit singkong segar sebagai pakan ternak hanya dilakukan
dalam jumlah yang terbatas, karena bila diberikan dalam jumlah yang besar dapat
menimbulkan keracunan akibat adanya sianida (HCN) yang dapat menyebabkan kematian.
Untuk itu perlu upaya mengurangi kandungan sianida kulit singkong agar dapat dimanfaatkan
sebagai pakan ternak yang potensial, antara lain dengan cara fermentasi.
Kulit singkong mengandung bahan-bahan organik seperti karbohidrat, protein, lemak,
dan mineral (Rukmana, 1997). Wikanastri (2012) menyatakan bahwa kandungan energi
(TDN) dan nutrien dalam limbah kulit singkong yaitu bahan kering 17,45%, protein 8,11%,
TDN 74,73%, serat kasar 15,20%, lemak kasar 1,29%, kalsium 0,63%, dan fosfor 022%.
Jumlah limbah kulit singkong yang cukup besar ini berpotensi untuk diolah menjadi pakan
ternak. Hanya saja perlu pengolahan yang tepat agar racun sianida yang terkandung dalam
kulit singkong tidak meracuni ternak yang mengkonsumsinya.
Proses fermentasi dapat meningkatkan kandungan energi dan protein, menurunkan
kandungan sianida dan kandungan serat kasar, serta meningkatkan daya cerna bahan
makanan berkualitas rendah. Mikroba yang digunakan dalam proses fermentasi dapat
menghasilkan enzim yang akan mendegradasi senyawa-senyawa kompleks menjadi lebih
sederhana dan mensintesis protein yang merupakan proses pengkayaan protein bahan.
Hasil penelitian Achi dan Akomas (2006) menunjukkan bahwa bakteri asam laktat
berperan dalam proses penurunan sianida. Penurunan sianida pada fermentasi kulit singkong
terjadi karena adanya aktivitas enzim β-glukosidase yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat
terutama Leuconostoc mesenteroides. Kobawila et al.,(2005) melaporkan Leuconostoc
mesenteroides dapat mendegradasi sianida lebih baik dibandingkan bakteri asam laktat lain,
karena mempunyai aktivitas β–glukosidase yang tinggi, dengan demikian kandungan sianida
kulit singkong dapat menurun.
Penggunaan kulit singkong dalam pakan akan meningkatkan pasokan energi untuk
mikroorganisme rumen, oleh karena itu mikroorganisme rumen akan berkembang sehingga
fermentasi dapat berlangsung lebih baik dan produk fermentasi rumen akan meningkat.
Berdasarkan uraian tersebut, perlu adanya suatu kajian tentang pengaruh penggunaan L.
mesenteroides terhadap kandungan sianida kulit singkong dan produk fermentasi rumen.
Berdasarkan hasil dari penelitian dapat disimpulkan bahwa proses fermentasi dapat
menurunkan kandungan HCN kulit singkong yg di fermentasi, kandungan HCN dari segar
sampai di fermentasi mengalami penurunan 100% (Prasojo et al., 2013).
Salah satu proses pengolahan yang dapat menurunkan kandungan sianida dalam kulit
singkong adalah proses fermentasi menggunakan enzim dan asam yang dihasilkan oleh jamur
Aspergillus niger. Baker (2006) menyatakan bahwa jamur Aspergillus niger dikenal karena
perannya sebagai produsen asam sitrat. Asam sitrat yang diproduksi jamur Aspergillus niger
berfungsi untuk fermentasi. Organisme ini hidup pada sebuah saprobe tanah dengan beragam
enzim hidrolitik dan oksidatif yang terlibat dalam pemecahan lignoselulosa tanaman.
Hasil penelitian Nurlaili et al. (2013) menunjukkan bahwa penggunaan 2%
Aspergillus niger pada kulit singkong (S2) menghasilkan kecernaan bahan organik yang lebih
tinggi daripada penggunaan Aspergillus niger pada S0, S1 dan S3 yaitu 49,16±0,75% .
Peningkatan kecernaan bahan organik dari level 0% (S0) dan level 1% (S1) adalah sebesar
6,1%. Sedangkan dari level 1% dan level 2% (S2) adalah sebesar 9,9%. Level 2% dan level
3% (S3) mengalami penurunan sebesar 10,12%.
Tahap-tahap kegiatan dan jadwal ditampilkan secara spesifik dan jelas dalam suatu bar-chart.
1 2 3 4 5 6 7 8
1. Persiapan kegiatan
2. Penyemenan
3. Pengajuan PIRT
4. Pelabelan
6. Evaluasi
7. Monev
7. Pelaporan
8. Seminar
j. Personalia
e. Pangkat/Golongan : III/D
g. Fakultas/Jurusan : FEB/IESP
a. Nama Lengkap :
b. Jenis Kelamin :
c. NIP/NIK :
d. Disiplin Ilmu :
e. Pangkat/Golongan :
f. Jabatan Fungsional/Struktural :
g. Fakultas/Jurusan :
3. Anggota 2
a. Nama Lengkap :
b. Jenis Kelamin :
c. NIP/NIK :
d. Disiplin Ilmu :
e. Pangkat/Golongan :
f. Jabatan Fungsional/Struktural :
g. Fakultas/Jurusan :
k. Perkiraan Biaya
3.800.00
1 Freezer 1 0 3.800.000
1.200.00
2 Food Processor 1 0 1.200.000
Penggiling daging
3 stainless 1 200.000 200.000
Kompor Gas 2
6 tungku 1 300.000 300.000
Subtotal 6.900.000
Transportasi
No Harga/un
. Keperluan Jumlah Unit it Total
Subtotal
Lain-lain
No Harga/un
. Keperluan Jumlah Unit it Total
5
Subtotal
Total
l. Lampiran-lampiran
Lampiran 1. DAFTAR PUSTAKA
Baker, S. E. 2006. Aspergillus niger genomics: Past, present and into the future. Medical
Mycology. 44: S17-S21.
Fadlillah, Hendry Noer. 2016. Kepedulian Konsumen Terhadap Label dan Informasi Bahan
Tambahan Pangan (BTP) pada Label Kemasan Pangan di Kota Bogor. Tesis. Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Hidayat, C. 2009. Peluang Penggunaan Kulit Singkong Sebagai Pakan Unggas. Balai
Penelitian Ternak. Bogor.
International Food Information Council. 2012. 2012 Food & Health Survey Consumer
Attitudes Toward Food Safety, Nutrition & Health.
http://www.foodinsight.org/Content/3840/2012%20IFIC%20Food%20and%20Health
%20Survey%20Report%20of%20Findings%20%28for%20website%29.pdf pada 10
November 2017.
Karto. A.A, 1995 . Penggunaan Kulit Pisang Sebagai Pakan Pada Sapi Peranakan Onggol.
Balitnak Ciawi. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Peternakan. Hal :
126.
Nurlaili, Fadhila, Suparwi, Sutardi, Tri Raharjo. 2013. Fermentasi Kulit Singkong
(Manihot utilissima Pohl) Menggunakan Aspergillus niger Pengaruhnya terhadap
Kecernaan Bahan Kering (KBK) dan Kecernaan Bahan Organik (KBO) Secara in-
vitro. Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3): 856-864.
Peraturan Pemerintah RI. 1999. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.69 tahun 1999
tentang Label dan Iklan Pangan.
Prasodjo AP., Wiwied, Suhartati, F.M., dan Rahayu, Sri. 2013. Pemanfaatan kulit singkng
fermentasi mengggunakan Leuconostoc mesenteroides dalam pakan pengaruhnya
terhadap N-NH3 dan VFA (in vitro). Jurnal Ilmu Peternakan 1(1): 397-404.
Ujianto, A. 2003. Peluang Pemanfaatan Limbah Pisang Sebagai Pakan Ternak. Prosiding
Temu Teknis Non Peneliti. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Wikanastri. 2012. Aplikasi Proses Fermentasi Kulit Singkong Menggunakan Starter Asal
Limbah Kubis dan Sawi Pada Pembuatan Pakan Ternak Berpotensi Probiotik. Seminar
Hasil-Hasil Penelitian – LPPM UNIMUS 2012. Universitas Muhammadiyah
Semarang.
Lampiran 3. Gambaran ipteks yang akan diterapkan
Ipteks yang akan ditransfer ke KUBE Mandiri Berkah terdiri dari penyemenan lantai
untuk menjamin dapur yang lebih higienis, pengajuan PIRT, perbaikan label, dan pelatihan
pembuatan silase dari limbah agroindustri. Berikut adalah bahan dan metode pembuatan
silase berbahan limbah agroindustri.
Lampiran 4. Denah lokasi kegiatan
Lampiran 5. Surat pernyataan kesediaan kerjasama dari khalayak sasaran