KATA PENGANTAR
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
ii
BAB IV SASTRA ZAMAN ISLAM .............................................................................. 61
A.. Cerita Berbingkai ................................................................................................. 61
B. Sastra Kitab .......................................................................................................... 62
C. Tujuan Penulisan Sastra Sejarah ......................................................................... 63
D. Hasil Penulisan Sastra Sejarah ............................................................................. 64
E. Sastra Undang-Undang ........................................................................................ 66
F. Pantun................................................................................................................... 67
G. Syair ..................................................................................................................... 69
H. Ciri-Ciri Syair ...................................................................................................... 69
I. Unsur-Unsur Syair ............................................................................................... 70
J. Golongan Syair Menurut Isinya ........................................................................... 73
K. Pengaruh Sastra Klasik Terhadap Masyarakat ..................................................... 79
BAB VII Sejarah dan Latar Belakang lahirnya Balai Pustaka .................................. 94
A. Karakteristik Karya Sastra Angkatan Balai Pustaka ............................................ 96
B. Sejarah Pujangga Baru ......................................................................................... 98
C. Tokoh-Tokoh pada Angkatan Pujangga Baru .................................................. 102
D. Sumbangan Periode Angkatan Pujangga Baru................................................... 117
E. Cerpen- Cerpen pada Angkatan Pujangga Baru................................................. 119
iii
B. Lembaga Kebudayaan Rakyat Mukadimah ....................................................... 132
C. Periode Angkatan 45 .......................................................................................... 134
D. Ciri angkatan 45 ................................................................................................. 135
E. Karya-karya seniman 45 .................................................................................... 136
F. Sejarah Lahirnya Angkatan ‘45 ......................................................................... 138
G. Sifat Kesusastraan Angkatan’45 ........................................................................ 140
H. Ciri-Ciri Angkatan ‘45 ....................................................................................... 140
I. Tokoh-Tokoh Angkatan’45................................................................................ 140
J. Sejarah Angkatan ‘45 ......................................................................................... 149
K. Tokoh dan Karya Terbaik Pelopor Angkatan ‘45 .............................................. 153
iv
BAB XI PERISTIWA PENTING SASTRA BAGIAN II .......................................... 230
A. Heboh Sastra ...................................................................................................... 230
B. Pengadilan Puisi ................................................................................................. 232
C. Perdebatan Sastra Konstektual ........................................................................... 235
D. Aliran Sastra ....................................................................................................... 237
v
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 293
vi
BAB I
1
naskah itu yang umumnya terdapat di perpustakaan dan di museum
dalam negeri dan luar negeri.
Pada umumnya sastra Melayu yang sampai kepada kita berasal dari
periode datangnya islam, yaitu akhir abad ke-14-16. Walaupun demikian,
tidak jarang sastra itu mencerminkan juga bentuk-bentuk folkor Melayu
dan nilai-nilai seni dari zaman Hindu-Budha, yaitu abad-abad pertama
sampai dengan pertengahan abad ke-14 Masehi. Teks dan naskah sastra
2
tersebut merupakan sumber yang dapat menambah wawasan dan
pemahaman atas sebagian warisan budaya nenek moyang. Ia memiliki
nilai yang sangat tinggi, yang di dalamnya terkandung alam pikiran,
perasaan, adat-istiadat, kepercayaan dan sistem nilai masyarakat masa
lampau.
3
kekuasaan dan ajaran agama yang berasal dari india. Bahasa agama dan
bahasa kebudayaan aristokratis negara-negara tersebut bahasa Sansekerta.
Penghinduan telah mengembangkan lebih lanjut proses autokhton lahirnya
masyarakat berstratifikasi sosial di alam Melayu; dengan doktrin agama
baru yang dikombinasikan dengan kultus-kultus asli nenek-moyang
[semula nenek moyang ketua suku dan lalu raja-raja wafat yang
diperdewekan]; telah direntangkan pula garis pemisah antara peradaban
elite kota dari kebudayaan rakyat jelata dari daerah-daerah bukan kota
yang arkais.
Pada saatnya pengaruh India terhadap alam Melayu itu pun tidak
homogen. Pada satu pihak, Budhisme dan Hinduisme yang diserap, seni
dan sastra India kuno yang dicangkokkan ke bumi Melayu oleh aristokrasi
yang baru terbentuk, telah melahirkan suatu bentuk kebudayaan yang
tinggi dan eliter. Kebudayaan ini terutama menunuk kepada pengenalan
tradisi India yang bersumber buku semata-mata, tetapi tidak berdasar
kepada penghayatan kontak-kontak praktis secara langsung. Hal itu
dibuktikan oleh berbagai fakta. Misalnya, besarnya pengaruh bahasa
Sansekerta, dan bukan bahasa-bahasa Prakrit atau Tamil terhadap bahasa
Melayu; pengetahuan orang Melayu yang baik mengenai tatanan varna,
tetapi sama sekali tidak mengenal sistemkasta jati; adanya pengaruh
kaidah-kaidah seni India kuno, yang diuraikan dalam karangan-karangan
teoretis [syilpasyastra] terhadap arsitektur dan seni pahat setempat, tetapi
dalam pada itu hampir tidak terdapat data tentang adanya kontak langsung
dengan para pemahat dan ahli bangunan India, serta tentang metode kerja
mereka itu. Hal-hal tersebut di atas semuanya memberi alasan untuk
mengasumsikan, bahwa peranan penting dalam penciptaan kebudayaan
elite masyarakat Melayu dimainkan oleh golongan brahmana India dan
para cendekiawan Melayu Abad Pertengahan yang pernah belajar di India.
Para brahmana India yang tidak banyak jumlahnya itu hidup di dalam
istana para raja setempat [Bosch 162].
4
Pada pihak lain, adanya kontak terus-menerus dengan para
pedagang India dari bagian timur, barat dan selatan mengakibatkan
terjadinya perembesan unsur-unsur India, biasanya unsur-unsur folklore,
ke dalam kebudayaan dan sastra masyarakat awam Melayu. Semual dua
bidang budaya ini, satu sama lain saling terpisah sama sekali. Tetapi
bagaimanapun juga proses saling pengaruh antara keduanya terus
berlangsung. Sehingga menjelang akhir zaman Hindu-Budha (abad ke-13
dan ke-14), substratum kebudayaan setempat benar-benar telah berhasi
mentransformasikan peradaban elite yang telah dihindukan, dan pada
saatnya juga menyerap sejumlah ciri-ciri peradaban yang kha situ (Coedes
1968:33, 369).
5
Gautama. Di sekeliling istana, sesuai dengan penjuru pokok dan penjuru
antara dari model kosmos, terpusat bangunan-bangunan ketatausahaan dan
gedung-gedung kediaman para pembesar brahmana. Mereka ini juga
menyandang sebutan-sebutan Sanskerta, seperti sardhakaraI (pembantu),
dhananda (bendahara), nayaka (penasihat). Di luar Kawasan para
penguasa itulah terbentang wilayah-wilayah bagi para pengrajin yang
bekerja melayani kebutuhan istana. Rupa-rupanya hanya candi sajalah
yang merupakan satu-satunya bangunan kota yang terbuat dari batu.
Jangankan rumah-rumah penduduk awam di kota, bahkan istana raja dan
para pejabat negara pun semuanya dibangun dari kayu, beratap ijuk atau
daun nipah. Bangunan-bangunan itu satu sama lain tidak saling
berdempetan, juga di daerah-daerah yang berpenduduk padat, tetapi
diselingi dengan kebun dan taman. (Wheatley 1964:52-58; bandingkan
Kozlova dll. 1968:524-529).
6
penduduk negeri yang sangat patuh kepada kekuasaan Sriwijaya.
Angkatan laut mereka itulah yang merupakan kekuataan pokok kerajaan
Sriwijaya. Angkatan laut mereka itulah yang merupakan kekuatan pokok
kerajaan Sriwijaya. Angkatan laut mereka itulah yang merupakan kekuatan
pokok kerajaan Sriwijaya. Di samping Kawasan-kawasan tersebut di atas
Sriwijaya juga menguasai Tarumanegara di Jawa Barat, dan pemukiman-
pemukiman Melayu di Kalimantan.
7
Islam, yaitu Perlak, Samudra, Pasai, dll, mulai menggalang kekuatan.
Sementara itu di pedalaman Sumatra Selatan negeri Malayu sedang
menunggu ajalnya. Sebuah negeri kepingan imperium yang telah
dihindukan, dan dahulu pernah megah perkasa. Pada zaman
Adityawarman, raja pemeluk teguh tantrisme, sekali lagi ibukota negara
dipindahkan. Kali ini ke daerah pegunungan di alam Minangkabau.
8
Namun terlepas dari banyaknya kesulitan yang mungkin menjadi
perintang, para ahli filologi Melayu tidak bisa menghindari masalah
rekonstruksi sastra negeri-negeri Melayu yang telah dihindukan itu.
Masalah rekonstruksi ini diperlukan, walaupun dalam garis-garis besar
sekali pun, untuk memahami bagaimana bahan-bahan India telah
diadaptasi oleh sistem norma budaya setempat dalam berbagai-bagai
variasinya. Lebih dari itu juga diperlukan untuk menjembatani
kesenjangan dalam sejarah sastra Melayu, yang terentang lebih dari tujuh
abad lamanya itu. Tanpa dijelaskannya masalah ini, maka kajian terhadap
sastra awal Islam dan Melayu klasik abad ke-16-19 akan kehilanga
perspektifnya yang benar. Sebab, beberapa proses evaluasinya yang
selama zaman Melayu Kuno masih terlihat kabur, pada zaman Islam
menjadi muncul seutuhnya serta menemukan bentuknya yang jelas dan
sempurna.
9
Semua teks di luar Kanon Keagamaan melalui berbagai cara
dikaitkan dengannya, sehingga karenanya keutuhan system sastra Abad
Pertengahan itu terjamin. Taraf-taraf keterkaitan yang berbeda-beda itu
membentuk semacam lingkaran-lingkaran yang berpusat tunggal
(konsentaris) pada Kanon tersebut. Lingkaran yang semakin jauh dari
pusat, berarti semakin berkurang nilainya di dalam konteks budaya yang
bersangkutan. Karena itu wajar belaka jika yang merupakan dasar bagi
sistem sastra Abad Pertengahan ialah karangan-karangan fungsional,
yang mempunyai kaitan rapat dengan Kanon Keagamaan. Termasuk di
sini ialah karangan-karangan keagamaan, historiografi, puji-pujian bagi
dewa dan raja, akta-akta resmi, dan sebagainya. Semua karya-karya
demikian mengemban fungsi non-estetik, namun mengandung komponen-
komponen estetik mencolok, berkat ciri khas pandangan hidup Abad
Pertengahan yang sinkretik. Adapun tentang genre sastra menurut
pengertian sekarang itu sendiri, yaitu genre sastra non-fungsional yang
berjarak jauh dari Kanon misalnya berbagai bentuk cerita rekaan (beletri),
dan terkadang juga puisi liris menduduki tempat paling pinggir di dalam
sistem tersebut. Kedudukan jenis sastra beletri ini terdapat pada perbatasan
dengan sistem folklore, sehingga karena itu lahirlah daripadanya bentuk-
bentuk transisi atau campuran antara keduanya.
10
yaitu menjadi penambah tradisi tulisan. Bidang penyebaran sastra lisan
yang lebih luas disbanding dengan pada zaman modern dan inkorporasi
beberapa Lembaga folklor tertentu, misalnya Lembaga pencerita
professional ke dalam kebudayaan elitis Abad Pertengahan,
mempermudah masuknya teks-teks folklor ke dalam sastra dan demikian
juga sebaliknya.
Salah satu ciri penting sastra Abad Pertengahan ialah sifatnya yang
berdwibahasa. Sebagian teks-teks yang meliputi lingkaran pusat sistem
sastra digubah dalam bahasa sakral agama tertentu yang bersifat supra-
etnis, seperti Bahasa Latin, Sansekerta, Arab, dan lain-lainnya. Sedangkan
sebagian teks-teks lain, yang berada pada lingkaran yang lebih dekat
dengan periferi, digubah dalam bahasa-bahasa etnis setempat. Sementara
itu, pada sejarah sastra bangsa-bangsa tertentu, batas-batas bidang
penyebaran dua bahasa tersebut kadang-kadang sangat berubah-ubah.
11
puncak kemegahan budaya dan kejayaan negara mereka. Karena itu untuk
merekonstruksi tradisi tulisan bangsa-bangsa tersebut, sebagian besar
harus didasarkan kepada bahan-bahan epigrafis. Hasil rekonstruksi
demikian, meskipun tidak mampu memberi gambaran yang cukup
memadai tentang sistem sastra yang bersangkutan dan evolusinya, namun
akan memperlihatkan serangkaian ciri-cirinya yang umum. Dan atas dasar
itu akan bisa diperkirakan adanya paralelisme tertentu, antara laun
paralelisme kronologis, di dalam perkembangan sastra bangsa-bangsa
kuno di Kawasan tersebut.
12
bersifat yuridis. Peninggalan-peninggalan demikian berisi rincian tentang
persembahan kepada candi-candi, akta-akta resmi tentang penhadiahan
tanah, pembebasan suatu desa dari pembayaran pajak, maklumat-
maklumat raja, dan seterusnya.
13
meluasnya Kawasan bahasa etnis dari salah satu bangsa-bangsa kuno
dalam situasi yang telah berubah itu.
14
sejak akhir zaman itu, yaitu ketika peranan unsur-unsur lokal dalam
kebudayaan Melayu bertambah besar. Tetapi yang lebih besar lagi
kemungkinannya ialah, bahwa pada zaman pra-Islam sastra non-
fungsional ini beredar dalam bentuk lisan. Bagaimanapun folklor dalam
zaman pertengahan fungsi sebagai pelengkap sastra tulisan, dan bahwa
folklor beredar juga dalam kebudayaan elitis yang mempunyai tradisi
tulisan (Likhacev 1973:46), maka dalam rangka penelitian sistem sastra
kiranya karya-karya inipun bisa dianalisis. Apalagi sastra melayu islam
yang merupakan semacam kesinambungan sastra lisan - teater tulisan,
membuktikan bahwa batas antara tradisi lisan dan tulisan, juga dalam
periode-periode selanjutnya, seringkali menjadi kabur belaka. Dengan
sangat mudah karangan-karangan tertentu dari tradisi yang satu masuk ke
dalam tradisi yang lain.
15
inilah cerita-cerita Panji, kesatria pengembara dan penakluk hati wanita
itu, menyentuh sastra Melayu.
16
karya sastra, dalam arti kata sebenarnya, yang pertama yang digubah
dalam bahasa setempat. Di jawa munculnya cerita ini menjadi pertanda
yang relatif awal bagi pembentukan bahasa Jawa Kuno sebagai bahasa
kebudayaan aristokrat yang tinggi. Sedangkan di dunia Melayu pra-versi
Ramayana menjadi salah satu pertanda pertama tentang lahirnya
kebudayaan kota, yang, walaupun lebih rendah, mempersatukan unsur-
unsur elitis dengan awam. Kebudayaan kota inilah yang kemudian
merupakan tian penyangga utama peradaban Melayu pada zaman Islam.
17
E. Pengaruh Hindu-Budha
1. Pengaruh Hindu-Budha dalam Sastra Melayu
18
bentuk-bentuk bahasa pergaulan dari bahasa Sanskertanya sendiri.
Pada abad yang ke-8 bangsa Indonesia mempunyai huruf 'kawi,
yaitu suatu pertumbuhan lambat-laun dari alphabet Pallawa dengan
perantara dari huruf Jawa kun, yang telah luntur kurang lebih pada
tahun 1400 M dan telah menampakkan dirinya pada tahun 1000
dalam sebuah ringkasan dari wiracarita India yang maha besar -
Mahabharata dan yang dalam tahun 1157 diubah sebagian ke
dalam bentuk puisi prosa dengan judul - Bharatayudha.
Dan pada abad ke-8 dan ke-9 datang gelombang lain dari
India berasal dari Benggala dari dinasti Pali yang membawa tulisan
lain yaitu huruf (Dewa) atau Nagari, sebagai lawan dari huruf
Sanskerta itu, dan Mahayana menggantikan Hinayana, sehingga
timbulnya bermacam-macam gambaran bagi Budha seperti apa
yang terdapat di Jawa, Sumatra, Kamboja dan Perak. Tokoh
Avalokitisvara di Semenanjung Melayu, Trang, Jaiya dan di Kedah
menemukan tablet-tablet bercorak Budha, dalam bahasa Sanskerta
agama yang dan hurufnya (dewa) nagari, yang rupa-rupanya dibuat
oleh rahib-rahib Mahayana setempat. Dan pada abad yang ke-11
raja Cola dari pantai Koromandel telah membuat pasukan untuk
menyerang koloni-koloni India di Malaya. Penyerangan ini
membuat jelas tentang perniagaan bangsa Tamil yang
menimbulkan banyaknya kata-kata pinjaman dari bahasa Sanskerta
dalam bahasa Melayu, yang dalam perjalanan sejarah tidak pernah
hilang di Malaysia dan yang menimbulkan ke Singapura nama
ibukota kerajaan Tamil-kuna "Kalingga", dan yang berakhir pada
zaman Islam yang lambat laun saudagar-saudagar Tamil dan
Gujarat dianggap sebagai pedagang-pedagang asing di Malaka.
19
dari pengaruh Hindu yang telah sampai Nusantara dan
Semenanjung, maka Hikayat Seri Rama" (versi Ramayana di
Melayu), menurut penelitian ilmiah, terdapat di dalamnya anasir-
anasir dari India Selatan, Utara dan Timur. Di Jawa, bukti pertama
tentang Rama, (tentang penculikan isterinya yang bernama Sita
oleh raja Raksasa dari Sailan bernama Rahwana, tentang
pertolongan Rama dengan bantuan Hanuman beserta tentara
kerajaannya) terdapat pada relief yang indah berasal dari abad X di
Candi Lorojonggrang, salah satu dari kompleks candi Prambanan.
Kira-kira tahun 925 seorang penyair yang menamakan dirinya
Yogiswara membuat sebuah salinan dalam bahasa Kawi dari arita
kuna India, memberi ilham pada candi Panataran. Kemudian pada
abad setelah bahasa Kawi lambat-laun tidak dipahami orang lagi,
terdapatlah resensi lain yang terkenal dengan judul "Serat Kanda"
dan "Serat Rama Keling". Bertalian dengan resensi-resessi terakhir
ini dan versi-versi wayang dari Yogyakarta, redaksi Melayu klasik
diketahui dari dua teks: Pertama, yang dicetak dalam tahun 1843
oleh Roorda van Eisinga. Kedua, sebagian milik para pendeta
(syair agama) yang sejak tahun 1633 M terdapat dalam
perpustakaan-perpustakaan (Royal Asiatic Society dan India Office
di London).
Hasil seni yang mereka lihat itu bukan berasal dari versi
klasik buatan Walmiki melainkan lainnya, maupun mereka
mengikuti atau meniru mungkin hanya cerita lisan saja atau karena
perbedaan-perbedaan antara versi cerita mereka dengan versi
Walmiki adalah dari versi-versi terkenal yang terdapat di India,
maupun karena hal tersebut dan pada waktu itu telah ada di
Nusantara.
20
versi sanjungan dari Perak dan lainnya saja, melainkan mereka
bandingkan pula dengan termasuk juga versi Walmiki yang cerita
Rama tertua dalam Mahabharata, dengan cerita dalam Bhagawat-
Purana dan dengan versi-versi modern di dalam bahasa Benggala
dan Punjabi. Van der Tuuk telah memperlihatkan bahwa versi
Melayu tentang Bharatayudha seperti juga tentang Bhouma berasal
bukan dari bahasa Jawa Tengahan atau Baru melainkan dari bahasa
Jawa Kuna (Kawi), seperti yang telah dibuktikan dengan
mengumpulkan segala teks lalu mencatat sebanyak-banyaknya
bentuk kata dan nama-nama Kawi. Kesimpulan ini jelas sekali
cocok dengan fakta-fakta sejarah. Tidak mungkin sama sekali
bahwa buah karya semacam ini ditemukan atas kehendak bangsa
Melayu sendiri atau mereka terjemahkan lama setelah lewatnya
zaman Hindu, dimana agama Islam banyak mempunyai
kesempatan untuk mewarnainyd Buah karya keagamaan Melayu
termasyhur yang disusun tahun 1634 M. dengan judul Siratal
Mustakim, (oleh Syekh Nuruddin yang juga menulis Bustan As-
Salatin) bahwa Ramayana versi Melayu dapat dipakai sebagai
tujuan pendidikan agama, asal sebutan tentang nama Allah tidak
terdapat di dalamnya. Karena itu kita tidak perlu mencari
terjemahan Melayu tentang cerita-cerita kuna India ini dalam masa
Islam yang kemudian, walaupun salinan Raffles tentang Hikayat
Perang Pandawa Jaya telah dibuat oleh seorang penyalin yang
menambahkan beberapa bait sanjak yang di dalamnya ia mermakai
kata-kata Betawi dan pembicaraan tentang surat kabar Belanda.
21
dari Majapahit" Situasi Malaka pada abad ke-15 dengan
penduduknya yang kebanyakan orang-orang asing dan keturunan
Jawa yang lahir di sana, tampaknya merupakan tempat yang paling
banyak untuk penerjemahan ke dalam Melayu-klasik karya-karya
yang tertulis dalam bahasa Kawi (Jawa Kuna) dari abad yang
terdahulu. Hasil karya yang waktunya dikarang dapat ditetapkan
dengan kemungkinan yang paling besar yaitu Hikayat Seri Rama.
Tidak ada versi-versi Melayu tentang wiracarita India yang ditulis
dalam bentuk baru, sampai Islam mempengaruhi bahasa Melayu.
Kata pendahuluan dari manuskrip yang berisi Hikayal Pandawa
Jaya penuh dengan kata-kata Arab, akan tetapi pada waktu yang
sama dipakai pula ucapan Hindu seperti maharesi untuk orang
bijaksana'; sehingga memungkinkan tidak ada orang Melayu
modern yang akan mengerti dan ia diambil demi hal yang sudah
semestinya, bahwa para pembacanya harus diperkenalkan dengan
ramalan pada garis-garis Hindu.
22
terjemahan dari cerita kemudian Allah Taala. Dalam Hikayat Seri
Ranma (Bodleian), berlainan dengan penulis teks lain yung
diterbitkan oleh van Eisinga, pengarang memakai secara asli: Allst
Ta'ala, untuk menyesuaikannya kepada cerita itu bercorak Islam
(dan dengan demikian terselamatkan dari pembinasaan), akan tetap
beberapa orang yang terlalu teliti telah mengubahnya: disesuaikan
dengan cerita India.
23
langsung mempelajarinya, dan sebab Malaka sebagai tempat para
pengarang, pada pertengahan terakhir abad ke-15 agama Islam
tampak tetap bertahan di pelabuhan tersebut dan koloni bangsa
Jawa cukup lama tinggal di sana untuk belajar bahasa Melayu.
24
kisah- kisah lama. Kadang-kadang menambahkan tentang dunia
gaib untuk menarik para pengunjungnya, bahwa di samping epos-
epos Sanskrit, ia memasukkan cerita-cerita Melayu Polynesia kuna
dalam daftar sandiwaranya dan bahwa orang Jawa yang
memperdewakan nenek moyang dari periode sebelum masa Hindu
masih hidup di dalamnya sebagai badut (alan-alan?): Semar, Petruk
dan Bagong, kawan-kawan dari cerita Hindu Nerada, yang orang-
orang Jawa sudah memasang kembali sebagai seorang Badut. Jejak
dari permainan wayang adalah: di atas redaksi-redaksi Melayu dari
epos besar India, meninggalkan dewa-dewa dan setengah dewa,
yang sifatnya dalam pekerjaan ini lebih sukar daripada boneka-
boneka. Seseorang tak dapat menuangkan emosi ke dalam anak-
anakan gading di atas layar. Sekalipun demikian, sampai sekarang
permainan wayang tetap hidup mengingatkan Pandawa, Rama dan
Sita, dan dewa-dewa dari panteon-panteon Hindu. Jejak para
pendengarnya, merupakan suatu tanda bahwa oleh karena kekuatan
(jasa, sifat baik) dari kesalehan atau kesetiaan ibadahnya, dewa-
dewa itu masuk ke Suralaya (Olympus versi Hindu).Sedang karena
doanya pintu-pintu terbuka bagi Siwa untuk turun dan mengusir
semua kekuatan jahat. Sebuah peninggalan serupa ini membawa
kembali kepada kita lebih baik daripada hanya memeriksa halaman
tertulis, bagaimana dalam huruf Arab Krishna dan Arjuna,
Rahwana dan Sita, Hanuman mereka sama sekali tak membuat
asing di dunia, telah memberi bangsa Melayu penghormatan
terlambat hari-hari penyembahan Hindunya.
25
rakyat jelata Jawa: nyembah, nguikur(?)- juga Loud's manuskrip,
menunjukkan kata-kata yang tak terpakai lagi seperti: ngapa,
mohon, hating-hatingku, pulang (untuk pula), mamagku/mamangku
(untuk mamakku), "Pulang" adalah biasa dalam syair-syair Hamzah
Fansyuri atau Hamzah dari Barus.
26
Hastina mempunyai tiga orang anak: Dewa Brata, Citranggada dan
Citrasena. Yang tertua murid Bagawan Rama Parasu di Jajar
Angsoka telah cukup umur untuk melawan raksasa itu yang hanya
dapat dibunuh dengan serpih (belahan) bambu.
27
Purasngka.Peperangan tak berketentuan, sehingga Batara Guru
mengirimkan Narada dengan Pasupati untuk mengambil kematian
pangeran-pangeran itu karena keangkaraannya memakai nama-
nama Dewa.
28
Malaysia tua dari Malaka di mana orang bisa mendapatkan seorang
penulis yang sanggup menulis bahasa Melayu dengan baik kenal
beberapa bentuk dan kata-kata Jawa serta menjauhkan yang diri dari
semua corak muslim.
Penulis-penulis itu telah membuat pelaku-pelakunya tidak
menyembah kepada Allah, tetapi Dewata Mulia Raya. Suatu istilah
untuk menyebut nama Tuhan pada abad XIV dan XV terutama
dalam kesastraan Melayu-Jawa. Dan panglima laut yang membawa
lari pelaku wanita itu, datang dari Vijaya tragaran yang telah
dirusak sebelum tahun 1565, telah melihat adanya pertalian dengan
Hikayat Pandawa Jaya versi Mahabharata-Melayu. dalam ibukota
pahlawan-pahlawan Hastinapura Negara (Kota Gajah).
29
menggambarkan fakta dan keadaan riil suatu zaman. Apalagi saat itu
masyarakat belum memiliki kesadaran sejarah yang tinggi sehingga
sumber-sumber yang ada memang tidak dibuat sebagai sumber sejarah.
Jadi, sastra sejarah akan menjadi tinggi kredibilitasnnya karena tak ada
sumber lain.
30
G. Ciri Umum
Ciri umum pada Sastra melayu klasik yang terpengaruh Islam ini
pertama, mayoritas hasil sastranya merupakan saduran atau terjemahan
dari sastra Arab dan Parsi, biasanya dikerjakan oleh ulama Nusantara yang
belajar ke mekkah, atau pedagang yang telah menetap lama di Nusantara.
Kedua, kebanyakan tidak menyebutkan tanggal, waktu, maupun
pengarangnya, hal inilah yang menjadi kendala dalam merekonstruksinya
dari awal sampai akhir. Tetapi, sastra tersebut masih dapat diidentifikasi
lewat huruf, gaya bahasa, dan latar kejadian. Ketiga, karya sastra melayu
klasik yang muncul pada zaman kesultanan ini umumnya membawa corak
Tasawuf, al-Attas (1972) menyatakan bahwa dalam karya-karya mereka,
Islam yang dihadirkan adalah Islam yang ditafsirkan mengikuti konsep-
konsep Metafisika dan Teologi Sufi.
H. Klasifikasi
1. Cerita Al-Quran
31
(wafat1036). Karya yang paling terkenal adalah Qisas al-anbiya yang
dibuat oleh al-Kisai sebelum abad ke-13. Tentang siapakah
sebenarnya al-Kisai, para sarjana masih berbeda pendapat. Ada yang
berpendapat bahwa al-Kisai adalah Muhammad b. Abd. Allah al-
Kisai yang hidup pada zaman Harun Al-Rasyid, tetapi seorang
penyumbang makalah al-Kisai didalam sebuah ensiklopedia Islam
menjelaskan kemungkinan ini dan mengatakan bahwa al-Kisai adalah
seorang pengarang yang tidak bernama. Walau bagaimanapun al-
Kisai diakui sebagai seorang tukang cerita yang ulung. Ia tahu
bagaimana menarik perhatian para pembaca/pendengarnya. Ia tidak
membatasi sumbernya pada Al-Quran dan tafsirnya saja, ia juga
menimba bahannya dari cerita setempat dan cerita-cerita nabi-nabi
susunan al-Kasai inilah yang menyebabkan cerita nabi-nabi makin
popular.
32
2. Cerita Nabi Muhammad
Salah satu rukun Islam ialah percaya kepada rasul-rasul Allah.
Sebagai hatam al-anbiya ,rasul yang terakhir. Nabi Muhammad
adalah nabi pilihan yang sangat disanjung tinggi oleh umat Islam.
Perbuatannya juga menjadi contoh teladan orang yang beriman.
Cerita nabi Muhammad dibagi menjadi tiga jenis. Diantaranya
yang pertama, cerita yang mengisahkan riwayat nabi Muhammad dari
kelahiran hingga wafatnya. Didalam bahasa Melayu hanya ada dua
hikayat yang menceritakan seluruh riwayat hidup Nabi Muhammad
yaitu Hikayat Muhammad Hanafiah dan Hikayat Nabi. Hikayat-
hikayat lain hanya mengisahkan satu pasal atau masa dalam
kehidupan Nabi Muhammad sahaja.. Misalnya Hikayat Nur
Muhammad yang menceritakan kejadian Nabi Muhammad dan
Hikayat Nabi Wafat yang mencatat wafatnya Nabi Muhammad.
Kedua, cerita yang menceritakan mukjizat Nabi Muhammad.
Cerita jenis ini bertujuan untuk mengagung-agungkan kemuliaan
Nabi Muhammad sebagai Nabi akhir zaman. Diantara hikayat jenis
ini ialah Hikayat Mikraj.
Ketiga, yaitu Maghazi. Maghazi sebagai jenis sastra, berarti
cerita peperangan yang diserati Nabi Muhammad untuk
mengembangkan agama Islam.
3. Cerita Sahabat Nabi Muhammad
Menururt Ismail Hamid, Sahabat atau al-Shahabat, adalah satu
istilah Islam yang berarti orang-orang yang rapat sekali dengan
NabiMuhammad. Diantara al-Shahabat itu, yang paling karib ialah
keempat khalifah, yaitu Abu Bakar Al-Sidik, Umar Ibn Al-Khatab,
Utsman Ibn Affan, dan Ali Ibn Abu Thalib.
Ada lima buah hikayat yang digolongkan kedalam Cerita
Sahabat Nabi Muhamad, seperti:
33
c. Hikayat Abu Syahmah
d. Hikayat Samaun
e. Hikayat Raja Khandak
4. Cerita Pahlawan Islam
I. Fungsi
34
kesusastraan rakyat, salah satunya dengan bercerita atau berdongeng.
Penceritaan ini dikenal sebagai sastra lisan (oral literature).
35
moyang dipercayai dapat menggerakkan kehidupan manusia, kehidupan
alam semesta. Karena itu, ini dinamakan dinamisme. Contoh paham
dinamisme seperti pemujaan terhadap batu besar, jimat, senjata, atau
pohon.
36
mereka merasa takut kepada manusia karena disangka manusia
berubah menjadi raksasa. Hanya raksasa yang besarlah yang bisa
memotong pohon bambu yang tinggi-tinggi itu. Melihat orang tua
dala ayunan, mereka mengira itu adalah bayi manusia. Lalu berlarilah
Kelembai-kelembai itu ke langit. Yang tidak mau mengikutinya,
disihirnya sehingga menjadi batu-batu besar dan pohon-pohon besar.
Itulah sebabnya mengapa di tepi sungai terdapat pohon-pohon dan
batu-batu besar.
Berikut, cerita tentang Asal-Usul Buaya Putih di Selat Bering.
Pada masa dahulu, ada seorang nahkoda bernama Nahkoda Ragam.
Istrinya sangat cantik dan menawan. Pada suatu hari Nahkoda Ragam
pergi berlayar dan istrinya pun ikut berlayar. Dalam perjalanan
Nahkoda Ragam selalu menggoda istrinya, karena keisengannya itu
membuat sang istri marah. Istrinya selalu mengingatkan bahwa
mereka sedang berlayar, jadi harus berhati-hati. Sebagai nahkoda ia
harus selalu mengingat keselamatan penumpang, tetapi sang nahkoda
tidak mendengar nasihat dari istrinya itu.
Suatu ketika, saat istrinya sedang asyik menjahit, datang
nahkoda Ragam lalu mengganggu istrinya lagi. Dengan tidak
disangka, dada sang nahkoda tertusuk jarum yang sedang dipegang
oleh istrinya. Ternyata jarum itu menembus dada sampai ke jantung
sang nahkoda sehingga ia meninggal seketika. Betapa terkejutnya
sang istri. Jenazah nahkoda dimakamkan di dalam laut dan jasadnya
menjelma menjadi seekor buaya yang berwarna putih. Konon
kabarnya, setiap pelaut (nahkoda) yang akan melalui Selat Bering
selalu menyatakan dirinya adalah sebagai cucu dari Nahkoda Ragam.
Dengan demikian mereka dapat melanjutkan dengan tenang dan
aman, tanpa ada gangguan apa pun.
Di dalam buku sejarah Melayu banyak terdapat cerita tentang
asal-usul sesuatu. Misalnya, nama Singapura yang diperoleh ketika
37
Nila Utama menemukan seekor singa pada waktu dia sampai di suatu
tempat dan tempat itu dinamakan Singapura.
2. Cerita Binatang (Fabel)
38
bahkan memperlakukannya sebagai manusia yang dapat berpikir dan
merasakan sesuatu. (Yock Fang: 1991:7).
3. Cerita Jenaka
a. Pak Kaduk
b. Lebai Malang
39
Cerita jenaka adalah cerita tentang tokoh yang lucu,
cerdik, licik, dan menggelikan. Cerita jenaka ini lahir dari
kecenderungan manusia yang suka berlebih-lebihan. Misalnya
untuk menyatakan
40
b. Hikayat Raja Muda
c. Hikayat Anggun Cik Tunggal
d. Hikayat Raja Donan
e. Hikayat Raja Ambong
f. Hikayat Raja Budiman
g. Cerita Si Umbut Muda
h. Hikayat Si Miskin
i. Hikayat Sabai Nan Aluih
41
Sekitar tahun 420 M, seorang putra dan Kashmir bernama
Gunawarman telah berkunjung ke Sumatera dan Jawa untuk menyebarkan
agama Buddha. Batu-batu bersurat, arca-arca Buddha merupakan bukti
peninggalan mereka. Raja Mulawarman abad ke-4 meninggalkan piagam
di Kutai (Kalimantan). Puranwarman meninggalkan piagam di Taruna,
Bogor.
42
adalah Resi Walmiki. Hal ini terlihat dan kata pengantar Walmiki
yang terdapat pada awal cerita. Walmiki mengatakan bahwa dewa
Narada menceritakan cerita Rama kepadanya. Brahmana datang pula
kepadanya untuk menyuruh menyusun cerita Rama yang telah
diceritakan Narada kepadanya, Walmiki menyusun Ramayana.
Setelah selesai disusun, Ramayana diajarkan kepada Lava dan Kusa
yang hidup dalam pembuangan ibunya di tempat pertapaan Walmiki
Ramayana ini dinyanyikan pertama kali pada upacara kuda yang
diselenggarakan Rama. Setelah upacara itu, Rama pun berkumpul
dengan istri dan anaknya lalu kembali ke kayangan (surga).
2. Mahabrata
Epos besar kedua yang dikenal di India adalah Mahabrata.
Mahabrata buka hanya sekedar epos tetapi sudah menjadi kitab suci
agama Hindu, kitab suci orang Hindu, kitab suci yang menerangkan
cara hidup orang Hindu. Epos ini dapat dibaca oleh seluruh lapisan
masyarakat Hindu. Epos mi juga memberikan ajaran dharma
(dharmasastra) bagi kehidupan manusia. Epos ini sarat dengan
falsafah kehidupan yang menjadi pegangan hidup manusia. Salah satu
bagian dan Epos Mahabrata ini memperlihatkan kebimbangan Arjuna
menghadapi perang saudara. Hatinya bimbang melawan saudara,
guru, dan pamannya sendiri. Tetapi Kresna memberi petuah
"Kewajiban seorang Kesatria adalah berperang, kalau ia tidak mau
berperang dia akan berdosa. Sedangkan kalau berperang ia akan
berpahala? Mendengar petuah Kresna, Arjuna akhirnya maju ke
medan perang melawan saudaranya sendiri.
Dalam sastra Melayu, Mahabrata dikenal dengan nama
Hikayat Pandawa. Hikayat ini sangat populer. Hal ini terlihat dan
banyaknya versi, b. yaitu: Hikayat Pandawa, Hikayat Pandawa Lima,
Hikayat Pandawa Jaya Pandawa Panca Kelima. Menurut
penyelidikan para sarjana, cerita Pandawa adalah saduran bebas dan
43
syair Jawa Kuno. Kekawin Arjuna Wiwaha juga ditemukan dalam
Hikayat Pandawa Lima.
Pengaruh Mahabrata dalam sastra Jawa besar sekali pada
masa pemerintahan Raja Darmawangsa, ringkasan Mahabrata telah
dibuat dalam bahasa Jawa. Dalam bentuk epos yang terdiri atas 18
Pandawa (episode). Saduran prosa Mahabrata ini menjadi sumber
ilham bagi para pujangga Jawa. Pengaruh Mahabrata yang paling
tampak dalam cerita wayang. Cerita wayang yang sumbernya diambil
dan Mahabrata tidak sedikit. Di antara pahlawan yang paling
disenangi ialah Arjuna. Karena itu, gubahan tentang Arjuna cukup
banyak. Misalnya, kekawin Arjuna Wiwaha oleh Mpu Kanwa,
kekawin Patra Jayana.
44
Sastra zaman peralihan adalah sastra yang lahir dan pertemuan
sastra kesusastraan.
45
lisan(oral tradition) dan turun temurun, mereka tidak pernah berdiri
sendiri, terikat dengan mengucapkan(resisteren) dan cara
memakainya, walaupun yang dicatat tidak pernah sempurna,
iramanya tidak dapat turut dicatatnya karena waktu itu belum terdapat
alat perekam suara. Kesastraan ini bersifat umum karena anggota
masyarakat memilikinya, kesastraan ini memiliki fungsi bagi
masyarakat sebagai kesenangan dan pelajaran, serta yang terpenting
ialah ritual, dalam upacara keagamaan.
Kesasraan Baree tidak boleh dipergunakan semau-maunya dan
dibaca dalam waktu sekehendaknya untuk memelihara hubungan
anggota masyarakat dengan alam gaib. Di kesastraan ini pada suatu
waktu ada yang tertutup yang artinya tidak diperbolehkan
mempergunakan kesastraan itu. waktu yang hanya diperbolehkan
ialah antara waktu mengetam dan untuk membuka tanah
46
1. Cerita Enggasi dan Tangkasi (sejenis kera hantu). Semacam binatang
kecil yang masyhur akan kecerdikannya. Mirip dengan cerita kancil
dalam kesastraan jawa. Dalam cerita ini terdapat bahan-bahan yang
bersifat internasional(universal). Tetapi sukar menentukan mana yang
asli dan mana yang pinjaman.
2. Cerita kijang dan siput, terkenal dimana-mana , juga dibagian
Indonesia yang lain, India dan Kamboja
3. Cerita binatang yang melahirkan manusia.
4. Cerita perjalanan ke Khayangan, cerita ini penting bagi pandangan
orang Toraja, karena perhubungannya dengan orang yang telah
meninggal, maka cerita ini dipakainya secara ritual, ritual ini
mempunyai fungsi agama.
5. Cerita pemenggalan kepala. Semacam pengayauan,diceritakan secara
roman(tis). Menggambarkan kemegahan dan kebesaran. Ini dipakai
secara ritual juga pada waktu memenggal kepala.Cerita roman biasa,
seperti/srjenis cerita panji.
6. Cerita lucu-lucu,semacam cerita abu nawas. Maksudnya untuk
mencemoohkan orang.
a. Bolingoni
47
Bolingoni itu terdiri dari 4 baris,dan bersajak dua-dua.
Bolingoni ini mempunyai dua bagian, bagian pertama itu
memberi kenyataan dan keadaan. Bagian kedua itu terdapat
kesenangan di dalam situasi.
1) Contoh balingoni
2) Hujan keliling kaki langit,
3) Di sini hujan datang,
4) Hujan keliling kaki langit,
5) Di sini hujan jatuh.
b. Ohaio
c. Tenke (doddenzang)
d. Wurake
48
BAB II
KESASTRAAN MELAYU KLASIK
49
dalam buku tersebut. Karena dalam kesastraan Melayu belum banyak
penelitian ditambah pula tidak terdapat di dalamnya angka-angka tahun.
Maka banyak hasil kesastraan tidak kita ketahui umurnya. Juga karena buku-
buku itu dalam empat abad disalin sampai beberapa kali, maka
penurunannya tidak taat asas pada aslinya. Sehingga buku-buku itu tak dapat
dipakai sebagai sumber penelitian (sejarah). Buku-buku yang dapat dipakai
sebagai sumber panelitian antara lain Naskah-naskah yang dikumpulkan oleh
para pedagang seperti yang dikumpulkan oleh De Houtman; yang pada abad
ke-18 dikoleksi oleh Valentijn yang diberi judul Oudheid van Oost Indie.
Naskah-naskah yang dikumpulkan oleh para missionaris atau zendeling.
Misalnya yang dikumpulkan oleh Werndly Pendeta ini lahir pada tahun
1694. Setelah mengunjungi beberapa tempat di India kemudian ke Jakarta.
Untuk menyelesaikan terjemahan kitab Injil dalam bahasa Melayu yang telah
dirintis oleh Leydeker. Pada tahun 1736 Werndly pulang ke negeri Belanda
untuk mengurus percetakan buku tentang tata bahasa Melayu tersebut.
Terdapat empat buah prasasti (piagam) dalam abad ke-7 dari kerajaan
Sriwijaya. Yaitu yang terdapat di sekitar pulau Bangka (680 M); Prasasti
Kota Kapur, disekitar sungai Musi dan Jambi (868 M); Prasasti Karang
Brahi di dekat kota Palembang (Prasasti Kedukan Bukit 683 M; dan Prasasti
Talang Tuo 684 M) Prasasti-prasasti tersebut merupakan peninggalan-
peninggalan yang tertua jika dibandingkan dengan prasasti-prasasti di pulau
Jawa (hampir semuanya dengan bahasa Sanskerta, baru pada abad ke-8
mulai dengan bahasa Jawa Kuna). Dalam empat prasasti di atas bahasanya
disebut bahasa Melayu Kuna. Ternyata pada waktu itu bahasa Melayu sudah
menjadi bahasa kebudayaan Ini ditegaskan oleh kaum musafir Tionghoa
(Cina). Balwa banyak orang yang belajar bahasa Sanskerta dengan bahasa
Melayu atau dalam bahasa Indonesia lainnya. Prasasti yang ditulis dalam
bahasa Melayu Kuna terdapat pula di pulau Jawa, yaitu di Gondosuli (di
50
bekas karesidenan Kedu), Dari tahun 832 M, bahasanya banyak bercampur
dengan bahasa Sanskerta. Prasasti ini sudah diteliti oleh J.G. de Casparis
dalam disertasinya "hnscripties uit Cailandra's Tijd" (Bandung, 1950) Jeda
agak lama, baru abad XIV terdapat di Pagarhuyung Minangkabau dari raja
Adityawarman. Bahasa Melayu di sini sudah berubah jika dibandingkan
dengan bahasa Melayu dari abad ke-7 Perbedaannya tidak jelas sebabnya.
Karena dialek atau perubahan bahasa dalam waktu Pada tahun 1915
ditemukan sebuah prasasti berwujud batu nisan dalam bentuk syair atau
seloka oleh seorang peneliti dari Jawatan Purbakala di Aceh. Berwujud dua
buah batu nisan. Sebuah nisan dengan tulisan bahasa Arab bertanggal:
Jumat, Dzulhijah 791 H (1380 M). Mengatakan bahwa di situ makam puteri
dari Malik Az-Zahir. Sedangkan prasasti satunya tidak dapat dibaca dengan
jelas pada waktu itu. Akhirnya baru dapat diperjelas oleh Stutterheim dalam
majalah Acta Orientalia. Uraian beliau: lama. yang "Tulisan itu sejenis
alphabet yang dipakai dalam inskripsi pada waktu Adtyawarman. Asalnya
sama denganalphabet yang terdapat di pulau Jawa, tetapimempunyai
perkembangan sendiri". Pada inskripsi itu terdapat juga tulisan, semacam
tulisan Arab untuk menutupi kebudayaan agama Hindu, karena pada waktu
itu agama Islam sudah berkembang di situ.
51
Melayu Para peneliti bangsa Belanda misalnya: (1) JJ. de Hollander, seorang
guru besar, yang menghimpun bunga rampai dan tata bahasa (bahasa
Melayu). Penyelidikannya terhadap sastra Melayu terutama mengenai pantun
dan syair. (2) HC. Klinkert, pengarang kesastraan Melayu, menyusun kamus
Melayu-Belanda. Juga menerbitkan Kitab Sejarah Melayu dan Syair Ken
Tambulan Pynappel (1877), seorang maha guru bahasa Melayu di Leiden.
(4) H.N. van der Tuuk. Ia dilahirkan di Belanda, dikirim ke Sumatra untuk
menerjemahkan kitab Injil dalanm bahasa Batak. Menyusun kamus serta tata
bahasa Batak. Kemudian menyusun kamus bahasa Kawi (Kawi-Balinesche
Nederlandsche Woordenboek). Beliau dikensl sebagai bapak ahli
perbandingan bahasa-bahasa Nusantara, iuga menyelidiki bahasa Melayu
dan naskah bahasa Sanskerta (Ranavo dan Mahabharata). Pada permulaan
abad XX penyelidikan-penyelidikan sastra dan bahasa Melayu dimulai lagi
oleh peneliti-peneliti bangsa Inggris (1) R.O. Winstedt, menerbitkan banyak
sekali naskah-naskah Melayu, juga tata bahasa Melayu. (2) R.O. Blagden,
menerbitkan naskah-naskah Melayu Kuna, (3) R.S. Wilkinson, menyusun
kamus Melayu-Inggris. (4) H. Overbeck (peranakan Inggris-Jerman).
Menjadi warga negara Inggris. Sebagai pedagang, lalu bekerja di Malaka.
Gemar meneliti bahasa Melayu, pantun-pantun, dan syair. Pindah ke Jawa
karena tertarik pada bahasa dan kebudayaan Jawa.
52
Kitab Sejarals Melayu terdapat dalam beberapa naskah. Jika ini
dibandingkan, maka satu sama lain berbeda, hirngga sukar ditentukan mana
yang asli. Karena cara mengerjakan naskah-naskah Melayu lain sekali
dengan cara dalam kesastraan Jawa misalnya. Dalam kesastraan lawa sangat
'setia' jika menyalin sebuah naskah, tentu dicocokkan sebaik mungkin. Jika
umpama menyelidiki Ramayana terdapat perbedaan banyak sekali. Tetapi
walaupun aslinya sudah hilang dengan mempersamakan dapat
mengumpulkan beberapa naskah yang berasal dari satu naskah yang asli.
53
Kemudian ia mendapatkan naskah-naskah itu dengan jalan membeli dari
seorang Arab. Naskah itu disalin, ditulis hingga dapat mengerti
bagaimana orang Melayu menulis dan membentuk kata-kata.
3. Van Ronkel mengumpulkan naskah-naskah yang terdapat dalam
Museum Pusat Jakarta. Dalam verhandeling KBG. jilid 57, th. 1909
Diberi isi (semacam ikhtisar - isi pendek) semua naskah itu. Ia juga
mengumpulkan naskah-naskah Melayu dan Sunda yang terdapat dalam
Bibliotheek di Leiden. Nama naskah-naskah itu dengan diberi isi pendek
ditulis di dalam KBG, th.1921.
4. Naskah-naskah yang dikumpulkan dalam Koningklijk Instituut di Den
Haag dan Brussel.
54
2. Penulisan karya sastra itu dengan menggunakan huruf arab. Hal ini
berarti bahwa karya itu ditulis setelah agama islam masuk ke Indonesia
sehingga orang meminjam huruf arab.
3. Karya sastra Indonesia lama yang dianggap paling tua berasal dari
zaman hindu, yakni ” hikayat sri rama” (1633) sudah menggunakan
huruf arab.
4. Tidak ada hikayat, karya satra lama yang lepas dari pengaruh arab
(islam) karna kata hikayat itu sendiri dipinjam dari bahasa arab. Dalam
hal ini, yang dapat dikemukakan sebagi contoh ialah “hikayat sri rama”
karna didalamnya sudah terdapat kata arab.
Dengan demikian, penggolongan sastra zaman peralihan menurut
yook fang bukan mrupakan suatu hal yang mutlak. Namun, ia
mengemukakan suatu cara yang paling mudah untuk menggolongkan karya
sastra zaman peralihan.
55
i. Setelah kelahiran putra raja biasanya negeri menjadi aman,
makmur, tanah subur, makanan melimpah ruah, rakyat membeli
makanan dengan harga murah;
j. “hero” atau “wira” biasanya mengembara karena difitnah oleh
saudaranya yang dengki atau oleh ahli nujum, atau ia suka mencari
sesuatu yang didambakannya didalam mimpi;
k. Didalam pengembaraan hero belajar berbagai kepandaian ilmu
bela diri yang dapat mempertahankan dirinya dari serangan
musuh;
l. Dalam pemgembaraan “hero” biasanya mendapatkan pertolongan
dari sesuatu yang tidak disangka sangka datangnya, (deux ex
machine) yang memudahkannya didalamnya pengembaraan yang
serba sulit.
m. Hero selalu mendapat kemenangan atau keberuntungan setelah
mengalami berbagai cobaan, rintangan, hambatan dalam
perjalanan hidupnya.
2. Unsur Islam
a. Pemberian nama yang bernafaskan islam, pada judul cerita;
b. Terdapat tokoh nabi-nabi, pahlawan islam, dalam cerita;
c. Terdapat ajaran agama islam didalam cerita;
d. Kata-kata dalam kalimat bahasa arab dalam teks cerita;
e. Allah swt sebagai pengganti dewata mulya raya.
56
J. Pengertian Hikayat
Hikayat ialah karya sastra lama dalam bentuk prosa yang isinya
menceritakan kehidupan raja-raja yang gagah perkasa, yang bertahta di
dalam istana megah. Hikayat juga melukiskan peperangan yang dahsyat,
peperangan yang penuh dengan kesaktian dan keajaiban para pahlawannya.
57
Pokok-pokok isi cerita ini dapat disimpulkan berdasarkan
katalogus(sutaarga,1972:38) sehubungan dengan tidak dapat terbaca
naskah aslinya.
2. Hikayat Indera Bangsawan II
Nomor Naskah: M1.621/V.D.W.160
Ukuran Naskah: 33 X 20 cm , 19 baris , 93 halaman
Tulisan Naskah: Arab melayu, jelas dan baik.
Keadaan Naskah: Masih baik menggunakan kertas folio polos,
penulisan naskah menggunakan tinta hitam; disamping itu, juga
menggunakan tinta merah pada sebuah kata yang menyatakan alinea
baru, seperti Syahdan, hatta, kelakian, dan sebermula.
Kolofon: Tidak ada.
Catatan Lain: Cerita ini dibuka dengan kalimat: alkisah, wa bihi nasta-
inu bi i-lahi ala dan sebagai penutup kalimat: wa l-lahu a lam bi s-
sawab wa ilayhi l-marji wa l-ma’ab. Akhirnya naskah ini ditutup
dengan beberapa syair. Isinya telah mencakup ringkasan hikayat
indera bangsawan.
3. Hikayat Indera Bangsawan III
Nomor Naskah: M1.621/V.D.W.161A.
Ukuran Naskah: 32 X 20 CM,19 baris, 77 halaman(1-77)
Keadaan Naskah: Masih baik, ditulis dengan tinta hitam dan merah.
Huruf Naskah: Arab melayu jelas dan baik.
Kolofon: Tidak ada
Catatan Lain: Naskah ini diberi judul “ indera bungsu”. Halaman
pertama di awali kalimat pembuka wa bihi nasta-inu bi i-lahi ala dan
akhiri dengan kalimat penutup wa l-lahu a lam bi s-sawab wa ilayhi l-
marji wa l-ma’ab.halaman 77-89 berisi tentang cerita nabi isa dan
tengkorak kering(hikayat raja jumjumah). Halaman 89-97 ditutup
dengan 107 bait syair, berisi tentang kesimpulan isi “ hikayat indera
bangsawan”.
4. Hikayat Indera Bangsawan IV
58
Nomor Naskah: M1.623/V.D.W.162
Ukuran Naskah: 20 X 16 CM, 16 baris, 153 halaman
Tulisan Naskah: Huruf arab melayu, jelas dan baik.
Keadaan Naskah: Menggunakan kertas polos dan masih baik
penulisan naskah ini menggunakan tinta hitam dan diselingi tinta
merah jika berpindah pada alinea baru atau jika ada suatu peristiwa
yang di pentingkan oleh penyalin.
Kolofon: Tamatlah hikayat indera bangsawan ini kepada 18 hari,
bulan rajab, tahun wawu 1273. Nama yang menulis syeh yang
bernama Muhammad Takhrif.
Catatan Lain: Naskah tidak berjudul. Diawali dengan bismi-l-lahi-r-
rahmanir-rahimi. Dan dilanjutkan dengan kalimat wa bihi nasta-inu bi
i-lahi ala. berdasarkan catatan sutaarga(1972:139) naskah ini
ditemukan oleh rombongan residen periangan pada 25 september
1857.
5. Hikayat Indera Bangsawan V
Nomor Naskah: MI.624/BR,420
Ukuran Naskah: 21 X 17 CM,16 baris, 159 halaman.
Tulisan Naskah: Huruf arab-melayu, jelas dan baik.
Keadaan Naskah: Menggunakan kertas polos, ditulis dengan tinta
hitam. Kadang-kadang digunakan tinta merah pada kata sambung, dan
lukisan bentuk bunga sebagai batasan antara satu pantun dengan
pantun yang lain.
Kolofon: Tidak ada
Catatan Lain: Pada lembaran pertama naskah ditulis sebuah nama
penyalin naskah ini, abdul rahman,dengan tinta merah; dan
dibawahnya ditulis sebuah kalimat dalam bahasa belanda yang artinya
menyatakan singkatan sebuah naskah betawi dikerjakan oleh tabri
abdul rahman pada tahun 1894. Naskah ini tercatat dalam katalogus
van ronkel halaman 194 dan didalam sutaarga(1972:140).
6. Hikayat Indera Bangsawan VI
59
Nomor Naskah: Bat. Gen./MI.245
Ukuran Naskah: 32X19 cm, 34 baris,94 halaman.
Tulisan Naskah: Arab melayu, jelas dan baik, serta hurufnya kecil-
kecil dan ditulis satu spasi,tetapi mudah dibaca.
Keadaan Naskah: Masih baik dan menggunakan kertas foliobergaris
serta tulisan naskah menggunakan tinta hitam.
Kolofon: Telah selesai ini hikayat indera bangsawan pada 4 september
1894, hari selasa,3 rabiul awal 1312 tahun b, tahun jawa pada tahun
1824, pecenongan, langgar tinggi. Yang empuhnya Muhammad bakhir
syafi’an usman fadli.
Catatan Lain: Naskah ini berupa saduran dan disertai judul baru:”
hikayat indera kila” judul ini dicantumkan pada halaman pertama,
baris pertama. Bahasa yang digunakan ialah bahasa melayu betawi.
Halaman terakhir(95-96) naskah ini tertulis 22 bait syair sebagai
penutup, berisi tentang cerita tentang keistimewaan syah peri dan
indera bangsawan.
Kesimpulan
Berdasarkan deskripsi keenam naskah” hikayat indera
bangsawan” dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Ditinjau dari segi isi ceritanya dari keenam naskah itu ternyata
hanya sebuah naskah saja yang paling padat dan panjang
ceritanya, yakni naskah yang bernomor M1.245,sedangkan naskah
yang lain umumnya lebih pendek karena yang dilukiskan hanya
cerita pokoknya saja.
2. Berdasarkan catatan didalam katalogus koleksi naskah melayu
museum pusat bahwa naskah” hikayat indera bangsawan” yang
bernomor M1.245, merupakan karya saduran dan sertai dengan
judul yang baru, yakni “hikayat indera kila”. Jadi naskah ini, agak
berbeda dengan naskah yang lain. Oleh karena itu, sangat menarik
untuk di teliti.
60
3. Berdasarkan keadaan naskah MI.245 itu salah satu naskah yang
paling baik kertasnya dan tulisannya pun paling mudah dibaca,
sedangkan naskah yang lain umunya agak sukar dibaca dan
kertasnya sudah lapuk.
Setelah melihat dan mempertimbangkan ketiga kesimpulan yang
tertera diatas, kami memilih naskah “hikayat indera bangsawan” yang
bernomor MI.245 sebagai bahan penelitian untuk digarap lebih lanjut berupa
penyajian singkatan naskah dan transliterasinya karna naskah ini dianggap
dapat mewakili semua naskah yang ada. Disamping itu, naskah ini juga
dianggap yang paling baik ditinjau dari segi isi cerita, keadaan naskah, dan
tulisan naskah.
Sastra Islam menurut Said Hawwa adakah seni atau sastra yang
bedasarkan kepada akhlak Islam.Sedangkan Menurut Ala al Mozayyen sastra
Islam muncul sebagai media dakwah,yang di dalamnya terdapat tujuh
karakteristik konsistensi,pesan,universal,tegas,dan jelas,sesuai dengan
realita,optimis,dan menyempurnakan akhlak manusia.Dan masih banyak lagi
pengertiannya dari beberapa ahli lainnya seperti Goenawan
Mohammad,Sukron Kamil dan lain-lain.
1. Sastra sufistik
2. Sastra suluk
3. Sastra transendental
4. Sastra profetik
5. Hikayat
L. Cerita Berbingkai
61
Cerita berbingkai merujuk kepada bentuk antara kesusastraan purba
yang telah termasyur ke seluruh dunia,yang berpunca atau berpokok
daripada suatu cerita yang kemudiannya menceritakan bermaam-macam
ceita lagi dalam cerita asalnya.Maka cerita yang menjadi punca atau pokonya
itulah yang dianggap sebagai bingkainya.Di antara buku-buku yang boleh
digolongkan kedalam cerita-cerita jenis berbingkai ini adalah:
M. Sastra Kitab
Sastra kitab adalah sastra yang memuat bidang yang cukup luas. Di
dalamnya mencakup ilmu kalam, ilmu fiqih, ilmu tasawuf. Jenis sastra ini
ditulis atau disadur oleh orang-orang melayu yang belajar di Mekkah atau
Madinah. Mereka memberi gelar dibelakang namanya dengan nama Al-
Palimbani(dari Palembang), al-Binjai(dari Binjai), al-Sumatrani(dari
Sumatra), al-Makasari(dari Makasar), dan lain sebagainya.
62
realitas yang tidak sesuai dengan nilai-nilai islam; mengkritik pemahaman
Islam yang dianggap tidak sesuai dengan semangat asli Islam awal, atau
paling tidak, sastra yang betentangan dengan prinsip-prinsip Islam. Tokoh-
tokoh yang terdapat dalam sastra kitab
1. Hamzah Fanzuri
2. Syamsuddin Al-Sumatrani
3. Nurdin Ar Raniri
4. Abdur Rauf Singkel
63
Berdasarkan tujuan penelitian tersebut, dapat dikatakan bahwa sastra
sejarah mempunyai peranan ganda yaitu (1)mengungkapkan tentang fakta
sejarah sastra, (2) mengungkapkan tentang kepercaayaan-kepercayaan
sesuatu yang merupakan kepercayaan masyarakat lama, jadi, untuk
memperlajari sastra sejarah harus dapat dibedakan dari bagian unsur yang
mengandung sastra sejarah dan imajinasi di dalam sejarah.
64
terjadi didunia nyata. Tokoh, peristiwa dan latar dalam fiksi bersifat
imajiner.hal ini berbeda dengan karya non fiksi.
Dalam non fiksi tokoh, peristiwa dan latar bersifat faktual atau
dapat dibuktikan didunia nyata(secara empiris). Proses penciptaan
sastra pada hakikatnya adlah proses berimajinasi. Hal ini, sejalan
dengan pengertian prosa fiksi yakni sebuah rangkain erita yang
diperankan sejumlah pelaku dalam urutan peristiwa tertentu dan
bertumpu pada latar tertentu sebagi hasil dari imajinasi
pengarang.dengan demikian, proses penciptaan prosa fiksi adalah hasil
kerja imajinasi yang tertuang dalm bentuk lisan maupun tulisan.
Sebuah fiksi yang diciptakan pengarang harus dibaca untuk
dipahami isinya oleh seorang pembaca. Pembacaan prosa fiksi dengan
gaya dan nada yang indah akan memberikan efek khusus bagi prosa
fiksi yang dibacanya.
Dengan adanya proses penciptaan dan pembacaan fiksi, maka
sebuah fiksi yang diciptakan dapat diterima maknanya oleh pembaca
sekaligus misi dan visi pengarang yang tercurah dalam karya yang
dibuatnya tersampaikan kepada pembaca. Karya yang diiptakan
pengarang memang hadir untuk menjadi sebuah bahan apresiasi dan
bahan kajian bagi pembaca. Prosa pun terbagi kedalam beberapa jenis,
di antaranya:
a. Hikayat
b. Tambo
c. Mite
d. Sage
e. Fabel
f. Legenda
g. Cerita pendek
h. Novel
i. Novelet
j. Roman
65
P. Sastra Undang-Undang
Sastra undang-undang dalam ruang lingkup sastra Melayu Klasik
adalah undang-undang peraturan yang berisi adat istiadat, kebiasaan yang
dipakai, secara turun-temurun( costumer law). Undnag-undang ini tidak
sama dengan istilah law dalam bahasa inggris. Adat istiadat kebiasaan itu
disajikan dalam bentuk cerita serta diselingi dengan pantun, syair, petatah-
petitih, peribahasa, dan sebagainya. Dengan membaca karya sastra yang
berisi Undang-undang ini, kita akan mengetahui latarbelakang cara berpikir,
falsafah hidup, adat istiadatnya, adat raja-raja, dan dilakukan dalam upacara
tertentu (Djamaris,1990:13).
Salah satu cabang kesusastraan Melayu lama adalah sastra undang-
undang. Melalui undang-undang Melayu lama, kita tidak hanya dapat
mengkaji sistem pemerintahan dan susunan masyarakat Melayu lama, tapi
juga alam pikiran orang Melayu pada masa itu.
Kitab-kitab yang berisi undang-undang misalnya “undang-undang
malaka, undang-undang minangkabau”, undang-undang Palembang, undang-
undang jambi, undang-undang pelayaran, dan sebagainya.
Contoh undang-undang laut (pelayaran) Undang-Undang pelayaran
ini berisi tentang peraturan yang harus diikuti oleh setiap orang yang
menjalani perjalanan melalui laut, atau sungai. Di dalamnya termasuk
peraturan untuk nahkoda, mualim, penumpang, atau awak kapal lainnya.
Berikut ini adalah contoh peraturan (undang-undang) yang harus
diikuti oleh para nahkoda, dan awak kapal, antara lain sebagai berikut.
1. Tugas nahkoda dan awak perahu (kapal) misalnya sebagai tukang
agung, tukang tengah, tungang kanan, tukang kiri, juru mudi, juru batu,
juru gantung, dan senawi.
2. Empat kesalahan di dalam jung yang dapat dijatuhi hukuman mati bila:
a. Berbuat jahat terhadap yang empunya jung;
b. Hendak membunuh yang empunya jung nahkoda, tukang atau
kuli;
66
c. Menyisip keris dipinggang;
d. Jahat kelakuan.
3. Mualim yang memberi bantuan modal akan diberi sepetak ruang di
dalam jung. Tatkala berlayar, mualim harus menyuruh orang lain
menunggui dagangannya masing-masing. Kalau tungguannya diambil
orang. Ia akan didenda.
4. Mualim yang lalai dan menyebabkan pelanggaran dan kerusakan akan
dibunuh. Mualim harus berhati-hati supaya selamat pelayanan itu.
5. Mualim tidak boleh meninggalkan jurang sebelum habis perjanjian.
6. Awak perahu (kapal) tidak dibenarkan duduk ditempat tertentu di dalam
jung, yaitu balai lintang, balai bujur, dan alang muka.
Demikianlah hasil karya sastra melayu klasik yang isinya
memperhatikan undang-undang atau peraturan yang harus dilakukan oleh
para raja, para penguasa dalam rangka membina kehidupan masyarakat yang
tertib.
Q. Pantun
67
pribahasa dalam bahasa melayu, arti ini juga berdekatan dengan dengan
umpama dan seloka yang berasal dari india.
Pantun merupakan sejenis puisi yang terdiri atas 4 baris bersjak a-b-
a-b, a-b-b-a, a-a-b-b. Dua baris pertama merupakan sampiran, yang
umumnya tentang alam (flora dan fauna); dua terakhir merupakan isi, yang
merupakan tujuan dari pantun tersebut. 1 baris terdiri dari 4-5 kata, 8-12
suku kata. Berdasarkan isinya pantun dibagi menjadi tiga diantaranya:
1. Pantun Anak-anak
a. Pantun teka-teki
b. Pantun jenaka
c. Pantun suka cita
d. Pantun duka cita
2. Pantun Muda-mudi
a. Pantun perkenalan
b. Pantun percintaan
c. Pantun perceraian
d. Panting dagang
3. Pantun Tua
a. Pantun nasihat
b. Pantun adat
c. Pantun agama
Contoh 1:
Kayu cendana di atas batu
Sudah diikat dibawa pulang
Adat dunia memang begitu
Benda yang buruk memang terbuang
Contoh 2:
Bila terang telah berganti
Sang petang pastilah datang
68
Bila engkau taka da dihati
Tak mungkin aku akan meminang
R. Syair
Syair terdiri empat baris, setiap baris mengandung empat kata yang
sekurang-kurangnya terdiri dari Sembilan sampai dua belas suku kata.
Edanya dengan pantun ialah keempat baris dalam syair merupakan satu
bagian dari sebuah puisi yang lebih panjang. Syair juga tidak mempunyai
unsur-unsur sindiran didalamnya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), syair adalah puisi lama yang tiap bait terdiri dari empat larik yang
berakhir dengan bunyi yang sama, Sedangkan secara umum syair diartika
sebagai karya sastra melayu lama dengan bentuk terikat dan mementingkan
irama sajak. Syair umumnya digunakan untuk menggambarkan suatu hal
yang panjang seperti cerita, agama, nasihat, cinta dan lain sebagainya.
Karena itulah hal tersebut yang membuat bait dalam syair sangat banyak dan
panjang.Berdasarkan strukturnya, syair terikat pada aturan-aturan seperti
jumlah baris dalam satu bait, banyaknya suku kata dalam setiap baris, jumlah
bait dalam setiap puisi serta terikat pada aturan rima dan irama.
S. Ciri-Ciri Syair
1. Syair memiliki sajak a-a-a-a
2. Setiap baris syair terdiri dari 8-14 suku kata
3. Setiap baitnya memberi arti satu kesatuan
4. Tiap bait dalam syair terdiri dari empat baris atau larik
5. Syair tidak memiliki sampiran sehingga semua barisnya mengandung
isi dan makna
6. Makna dalam syair ditentukan oleh bait-bait selanjutnya
7. Bahasa syair berbentuk kiasan
8. Syair biasanya berisi tentang dongeng, cerita, petuah, dan nasihat
9. Irama dalam syair terjadi pada setiap pertengahan baris
69
T. Unsur-Unsur Syair
Unsur yang ada didalam sebuah syair berupa unsur intrinsik dan juga
unsur ekstrinsik. Berikut ini beberapa penjelasan dari kedua unsur tersebut
yaitu:
70
langsung berasal dari bahasa jawa oleh penulisnya. Ia mungkin berasal
dari cerita panji dan wayang yang tersebar luas dialam melayu sejak
zaman dahulu kala; dan unsur-unsur jawa yang terdapat dalam wayang
Kelantan berasal dari zaman yang ‘recent’ (yaitu tidak berapa lama
berselang). Kemunculan syair dalam sastra melayu tidak mungkin lebih
awal daripada abad ke-16. Sekitar tahun 1600, syair masih berarti puisi
secara umum dan bukan sesuatu jenis puisi tertentu. Dalam Tajus Salatin
yang tertulis pada tahun 1602/1603 tidak terdapat sekuntumpun puisi yang
mirip dengan struktur syair sekarang. Syair sebagai jenis puisi yang
berbaris empat dan bersanjak aaaa baru tersebar sesudah Hamzah Fansuri
menghasilkan puisinya. Dengan perkataan lain, A. Teeuw berpendapat
bahwa Hamzah Fansuri adalah pencipta syair melayu yang pertama.
Hamzah Fansuri menamai puisi yang ditulisnya ruba’i, (puisi yang
berbaris empat). Tetapi ruba’i Hamzah Fansuri berbeda dengan ruba’i,
sejenis puisi Arab/Parsi. Ruba’i Hamzah Fansuri merupakan bagian dari
sebuah puisi yang lebih panjang. Sedangkan ruba’i, sebagai puisi
Arab/Parsi adalah sebuah puisi yang terdiri dengan sendirinya. Mula-mula
puisi Hamzah itu terdiri atas beerapa kesatuan yang disebut ruba’i,
kadang-kadang bait dan sekali-kali syi’r atau syair. Jauh sebelum A. teeuw
mengemukakan kemungkinan Hamzah Fansuri sebagai pencipta syair
melayu yang pertama, P. Voorhoeve sudah membuat kesimpulan yang
sama. Dalam sebuah ceramahnya kepada pelajar-pelajar bahasa melayu di
paris, tahun 1952, P. Voorhoeve sudah mengatakan bahwa syair melayu
yammg mula-mula mungkin ditulis oleh Hamzah Fansuri. Alasan yang
dikemukakan hamper serupa dengan alas an yang dikemukakan oleh A.
Teeuw,
1. Tiada syair sebelum Hamzah Fansuri;
2. Tiada bentuk syair dalam bahasa-bahasa Nusantara kecuali sangir
dalam bahasa jawa yang berasal dari syair melayu; dan
3. Pada paruh pertama abad ke-17, puisi Hamzah Fansuri tidak dikenal
sebagai syair melainkan ruba’i valentijn dalam bukunya (1726)
71
menyebutkan tentang Hamzah Fansuri yang terkenal dengan
syairnya. Bukan itu saja Ar-Raniri yang dalam hal agama, adalah
saingan Hamzah Fansuri, juga pernah dipengaruhi oleh Hamzah dan
menulis beberapa ruba’i dalam Bustanus Salatin (P.
Voorhoeve,1968:277-278).
Kalau A. Teeuw masih ragu-ragu untuk mengatakan
Hamzah Fansuri adalah pencipta syair melayu yang pertama, Syed
Naguib Al-Attas menyatakan pendapatnya dengan tegas dalam dua
risalah (Syed Naguib Al-Attas, 1968, 1971), Syed Naguib Al-Attas
menyerang A. Teeuw karena ketidak tegasannya dalam
mengemukakan Hamzah Fansuri sebagai pencipta syair melayu
yang pertama. Diutarakannya mengapa dan bagaimana bentuk
puisi ii dicipta. Kesimpulannya ialah Hamzah Fansuri mendapat
pengaruh atau bentuk asal puisinya dari puisi Arab, syi’r berbaris
empat, seperti syi’r yang dikarang oleh Ibnul Arabi dan Iraqi yang
banyak dikutipnya (Syed Naguib Al-Attas, 1968: 58). Menurutnya,
syair Hamzah Fansuri mendapat pengaruh yang kuat dari nyanyian
rakyat (pantun) seperti yang terdapat dalam Sejarah Melayu, ia
sampai kepada kesimpulan ini sesudah menyelidiki ciri-ciri syair,
yaitu irama (metre), sanjak akhir (rhyme), pembagian kesatuan
(units) dan pengelompokan kesatuan.
Irama syair adalah sama seperti irama pantun. Bukan saja
pantun kadang-kadang muncul dalam syair, baris-baris syair juga
kadang-kadang terdapat dalam pantun. Dan sanjak akhir yang
dipakai dalam syair Hamzah Fansuri adalah aaaa. Ini adalah pola
sanjak yang terdapat dalam nyanyian-nyanyian dalam Sejarah
Melayu.
Cau panan anak bubunya (a)
Hendak menyerang ka malaka (a)
Ada cincin berisi bunga (a)
Bunga berisi air mata (a)
72
Pola sanjak yang demikian, aaaa, jarang terdapat dalam puisi Arab.
Hamzah juga tidak memakai pola sanjak pantun yang lebih umum,
arab.
73
Pada Prabu Nata ratu bangsawan
Hati yang gundah diliburkan
Dibawanya dengan bersesukaan
2. Syair Ken Tambuha
Syair Ken Tambuhan adalah syair panji yang paling terkenal dan
paling banyak mendapat perhatian dari sarjana. R. O. Winstedt
berpendapat bahwa syair Ken Tambuhan dikarang pada zaman
kegemilangan Kesultanan Malaka, yaitu abad ke-15. Kata-kata jawa
kuno seperti lalangan (taman) dan bentuk jawa seperti ngambara,
menurut Teeuw, syair sebagai genre sastra baru diciptakan pada tahun
1600, ketika Hamzah Fansuri mulai menulis puisinya. Menggunakan
bentuk sastra yang sedianya digunakan dalam penulisan puisi tasawuf
untuk menulis hal-hal lain paling memerlukan tiga angkatan.
Syair Ken Tambuhan adalah sebuah syair yang popular.
Bahasanya yang indah mendapat penghargaan dari sarjana Barat yang
mengkajinya (Teeuw, 1966: 35).
3. Syair Agreni
Syair ini mempunyai plot yang hampir sama dengan Syair Ken
Tambuhan. Raden Menteri atau Raden Inu Kartapati dengan diam-diam
telah kawin dengan Ratna Angreni, anak seorang patih. Ratu kuripan
murka, karena baginda ingin supaya Raden Menteri kawin dengan Putri
Kediri, yaitu Sekar Taji. Raden Menteri disuruhnya pergi erburu. Dalam
pada itu Agreni disuruhnya bunuh. Raden Menteri sangat bersedih hati
tatkala menerima berita itu. Ia mengambil keputusan akan mengembara
dan menaklukkan seluruh tanah jawa, kalau ia mati, ia akan dapat
bertemu dengan kekasihnya disurga. Hanya saja di dalam syait ini
terdapat banyak adegan yang menggambarkan pengalaman erotis Raden
Menteri dengan putri-putri negeri yang ditaklukkannya. Di dalam syair
ini diceritakan juga kisah adik kaki-laki Panji, Carang Wespa, dan
pengalaman cintanya dengan Ratna Mindaka, adik perempuan Sekar
74
Taji, percintaan adik perempuan Panji, Onengan, dengan Gunung Sari
juga dikasahkan.
Menurt R. O. Winstedt, Syair Agreni sukar dipahami oleh orang
Melayu.
4. Syair Damar Wulan
Syair Damar Wulan yang menceritakan putra seorang patih yang
menjadi tukang kuda tapi kemudian kawin dengan putri Majapahit, pasti
sudah tua usianya. R. O. Winstedt mengatakan bahwa anak penyadap
kawin dengan putri Majapahit yang terdapat dalam Sejarah Melayu,
pasti mendapat ilhamnyadari cerita Damar Wulan (Winstedt, 1958: 47).
Syair ini mungkin juga syair yang beredar luas di dalam masyarakat.
Walupun demikian, naskah syair ini sukar diperoleh.
Syair ini mulai dengan menceritakan bahwa syair ini dimiliki
oleh seorang yang bernama Zakaria ia dikampung Belandungan. Para
pembaca yang meminjamnya hendaklah menjaga baik-baik, janagan
kena tumpah minyak dan air. Dan kalau sudah selesai, segeralah
kembalikan syair ini.
5. Syair Romantis
Syair Romantis adalah jenis syair yang paling digemari. Ini tidak
mengherankan, karena sebagian besar syair romantis menguraikan tema
yang biasa terdapat di dalam cerita rakyat, penglipur lara dah hikayat.
Hanya saja dalam syair romantic yang menjadi wirawati itu adakalnya
adalah wanita biasa, misalnya selir seorang Cina yang berpern dalam
Syair Sinyor Kosta. Adaklanya pula syair itu merupakan saduran dari
bahasa asig, misalnya Syair Tajul Maluk yang disadur dari bahas Parsi.
Contohnya:
Namamu kian terdengar mesra
Rindu tambah menggebu di jiwa
Tertuang dalam bait cinta
Yang ku tulis hanya untukmu saja
Cinta membuatku tertambat padamu
75
Hati juga dipenuhi rasa rindu
Rasa ingin terus bertemu
Untuk menyejukkan netraku
Mungkin begini harusnya cinta
Jalan berliku berdamping cerita
Pastilah terkenang sepanjang masa
Mungkin kan abadi selamanya
Wajahmu selalu tersketsa
Dalam khayal menenangkan jiwa
Memilikimu membuatku bahagia
Semoga kita direstui oleh-Nya
6. Syair Bidasari
Syair Bidasari adalah sebuah syair yang popular. Naskahnya
lebih dari 10 buah dan terdapat diperpustakaan di Jakarta, leiden, dan
London. Pada tahun 1843, W. R. van Hoevell te;ah menerbitkannya
(Hoevel, 1843) dan pada tahun 1886 diterbitkan sekali lagi oleh H. C.
Klinkert (Klinkert, 1886: 270-419). Terjemahannya juga terdapat dalam
bahasa Belanda, Inggris, dan Prancis. Menurut Hoevell, syair ini mugkin
dikarang di Palembang pada masa peralihan islam dan kedatangan
orang Barat. Menurut penulis atau penyalinnya, syair ini mula-mula
terkarang dalam bentuk prosa.
7. Syair Sejarah
Syair Sejarah adalah syair yang berdasarkan peristiwa sejarah.
Di antara peristiwa sejarah yang paling penting adalah peperangan,
dank arena itu, syair perang juga merupakan syair sejarah yang paling
banyak dihasilkan. Do antara syair perang itu dapat disebut Syair
Perang Mengkasar yyang menceritakan peperangan yang berlaku di
Mengkasar antara tahun 1668-1669 Syair ini juga disebut Syair
Perang Palembang (Atja, 1976).
76
Peristiwa sejarah ini mungkin juga merupakan kisah raja yang
memerintah atau residen Belanda. Syair Sultan Mahmud di Lingga,
misalnya, Syair Residen De Brau pula mengisahkan peranan yang
dimainkan residen de Brau dalam pemuangan perdana Menteri dari
Palembang ke tanah jawa.
Contohnya:
Wahai Tuanku yang sakti
Terhadap Allah serta Rasul juga bakti
Suci serta ikhlas di dalam hati
Layaknya air ma’al hayati
Raja yang berani sangat bertuah
Hukumnya adil kalbunya juga murah
Segenap tahun zakat pun pula fitrah
Fakir serta miskin limpah
Sultan Goa adalah raja yang sabar
Rajin ibadah dengan sangat gemar
Punya motto amar ma’ruf nahi munkar
Pada pendeta dia tetap belaja
8. Syair Perang Mangkasar
Sudahkah kalah negeri Mengkasar
Dengan kudrat Tuhan Madik al-Jabbar
Patik karangkan di dalam fatar
Kepada negeri yang lain supaya terkabar.
Memohonkan ampun patik tuanku,
Kehendak Allah telah berlalu
Kepada syarak tidak berlaku
Bugis Buton Ternate hantu
Lima tahun lamanya perang,
Sedikit pun tidak hatinya bimbang,
Sukacita hati segala hulubalang
Melihat musuh hendak berperang
77
Mengkasar sedikit tidak gentar,
Ia berperang dengan si kuffar,
Jikala tidak rakyatnya lapar,
Tambahi lagi Welanda kuffar
9. Syair Agama
Dengarkanlah wahai kawan sejati,
Syair sederhana dari lubuk hati,
Tentang hidup dunia fana ini,
Tentang kerikil yang kena dihadapi,
Hidup sementara hanyalah untuk beribadat,
Bukan mengumpat bukan maksiat,
Janganlah terbuai godaan syahwat,
Hingga ibadah kena terlewat,
Janganlah lalai akan sholat,
Janganlah kikir akan zakat,
Kenalah kita perbanyak sholawat,
Guna bekal kelak di akhirat,
10. Syair Hamzah Fansuri
a. inilah gerangan suatu mada
mengarangkan syair terlalu indah
membetuli jalan tempat berpindah
di sanalah iktikat diperbetuli sudah
b. wahai muda kenali dirimu
ialah perahu tamsil hidupmu
tiadalah berapa lama hidupmu
ke akhirat jua kekal hidupmu
c. hai muda arif budiman
hasilkan kemudi dengan pedoman
alat perahumu jua kerjakan
itulah jalan membetuli insan
perteguh jua alat perahumu
78
hasilkan bekal air dan kayu
dayung pengayuh taruh di situ
supaya laju perahumu itu
sudalah hasil kayu dan ayar
angkatlah pula sauh dan layar
pada beras bekal jantanlah taksir
niscaya sempurna jalan yang kabir
karya: hamzah fansuri
79
4. Romantic
Adalah aliran kesusastraan yang mengutamakan perasaan yang
melambung tinggi ke dalam fantasi dan cita-cita.
5. Simbolik
Adalah aliran yang muncul sebagai reaksi atas realisme dan
naturalisme. Pengarang berupaya menampilkan pengalaman batin
secara simbolik.
6. Mistisme
Adalah aliran kesusastraan yang bersifat melukiskan hubungan
manusia dengan Tuhan.
7. Surealisme
Adalah aliran karya sastra yang melukiskan berbagai objek dan
tanggapan serentak.
8. Impresionisme
Adalah aliran kesusastraan yang memusatkan perhatian pada
apa yang terjadi dalam batin tokoh utama.
80
yang umum tentang masalah manusiawi, sosial, maupun intelektual,
dengan caranya yang khas. Pembaca sastra dimungkinkan untuk
menginterpretasikan teks sastra sesuai dengan wawasannya sendiri.
2. Sastra Melayu Klasik
Apa itu sastra melayu klasik?
Karya sastra melayu klasik sebenarnya merupakan bagian dari
cerita rakyat yang berkembang di daerah melayu. Sastra melayu klasik
merupakan gambaran keadaan masyarakat lama, yang masih berpola
pikir sederhana dan sangat dikuasai kepercayaan gaib dan kesaktian.
Disebut sastra melayu klasik karena bahasa yang digunakan
merupakan bahasa Melayu. Satu contoh dari karya sastra Melayu
Klasik adalah Hikayat, yang berbentuk prosa. Nah, setelah mengetahui
pengertiannya tentu kamu penasaran „kan seperti apa ciri-ciri dan
unsur yang ada pada sastra melayu klasik?
Karya sastra Melayu klasik memiliki ciri khas yang berbeda
dengan karya sastra lain. Ciri khas yang dimiliki tersebut dinamakan
karakteristik. Jadi itulah menjadi keunggulan dan daya tarik tersendiri
yang dimiliki prosa ini dibandingkan dengan karya sastra lainnya.
karakteristik yg dimiliki karya sastra melayu klasik
a. Merupakan sastra lisan, artinya berkembang melalui mulut ke
mulut.
b. Bersifat statis, artinya jumlah karya melayu klasik tidak
mengalami perkebangan
c. Bersifat istana sentris, artinya bercerita tentang para bangsawan,
dan dewa-dewa dan fantastic
d. Bahasanya klise, artinya bahasa yang digunakan cenderung
monoton dan itu-itu saja
e. Anonim, artinya tidak jelas pengarangnya dan logis dan tidak
bernalar 6. Cenderung dipengaruhi budaya Arab (Islam) dan
Hindu
81
Unsur karya sastra melayu klasik tidak berbeda dengan sastra
modern. Unsur karya sastra melayu klasik memiliki:
a. Tema
b. Alur
c. Setting
d. Point of view
e. Penokohan
f. Amanat
g. Dan unsur lainnya
Sastra melayu klasik merupakan cerminan masyarakat lama.
Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam karya itu adalah cerminan
kondisi masyarakat lama saat itu. Ada nilai-nilai yang sering
dimunculkan dalam sastra lama, antara lain :
a. Nilai religius: nilai kepercayaan kepada Sang maha Pencipta.
b. Nilai sosial: nilai yang mencerminkan norma-norma berinteraksi
terhadap sesama.
c. Nilai moral (etika): nilai yang berkaitan dengan norma baik dan
buruk yang berlaku dalam masyarakat.
d. Nilai estetis: nilai keindahan yang terungkap dalam bersastra.
e. Nilai budaya: nilai yang berkaitan dengan adat-istiadat kebiasaan
yang berlaku dalam masyarakat tertentu.
3. Ciri-ciri Sastra Klasik
a. Bersifat prologis, mempunyai logika tersendiri yang tidak sesuai
dengan logika umum
b. Istana sentris, karya sastrawan bersumber dari kehidupan istana
atau raja-raja
c. Bersifat klise
d. Fantasis
e. Statis
f. Lisan, disampaikan dari mulut ke mulut
g. Tidak berangka tahun
82
h. Isi ceritanya berkisar pada tokoh raja-raja dan keluarganya
(Istana Sentris)
4. Nilai Dalam Karya Sastra Klasik
Nilai adalah sesuatu sifat atau hal penting dan berguna bagi
kemanusiaan. Nilai dapat berupa konsep, prinsip, cara berfikir,
perilaku, dan sikap seseorang. Kandungan nilai dalam karya tidak
hanya mengungkapkan keindahan saja, tetap memiliki juga titik
identifikasi dengan pengarang dan lingkungan. Nilai-nilai luhur
kehidupan misalnya nilai moral yang berhubungan kemanusiaan,
kerukunan, kebersamaan, dan keselarasan, kepercayaan, kebutuhan dan
lain-lain. Nilai-nilai luhur yang berjasa mendidik, membina, dan
mendewasakan pembaca.
5. Macam-macam Sastra Melayu Klasik
Sastra Melayu identik dengan sastra lisan, katakan demikian
karena sastra melayu adalah sastra hidup, dikatakan dari mulut
kemulut. Sastra lisan ini terdiri dari atas 6 warna, karya-karya sastra
melayu tersebut mengandung nilai-nilai kehidupan sesuai dengan
jenisnya.
Sastra melayu klasik terbagi dalam beberapa bentuk, yaitu
legenda, fabel, mithe, sage, hikayat, tambo/sejarah, cerita pelipur lara,
cerita berbingkai, epos/kepahlawanan, dan pareable/dogeng jenaka.
6. Unsur-unsur Karya Sastra Melayu Klasik
Dilihat dari unsur, naskah sastra melayu klasik juga memiliki
tema, tokoh, sudut pandang, alur amanat dan nilai-nilai, seperti halnya
naskah sastra cerpen dan novel. Struktur karya sastra melayu klasik
hampir sama dengan karya sastra lainnya, seperti amanat, alur, tokoh,
latar dan pusat pengisahan.
Unsur Instristik:
a. Tema adalah dasar cerita sebagai titik tolak pengarang dalam
menyusun cerita.
83
b. Amanat ialah pemecahan yang diberikan oleh pengarang bagi
persoalan di dalam karya sastra. Amanat biasa disebut makna.
c. Alur atau Plot adalah stuktur penceritaan yang didalamnya berisi
rangkaian kejadian atau peristiwa yang disusun berdasarkan
hukum sebab akbiat serta logis.
d. Pertokohan adalah cara pengarang dalam melukiskan tokoh-tokoh
dalam cerita yang diciptakannya Alur tersebut juga plot, yaitu
rangkaian peristiwa yang memiliki hubungan sebab akibat
sehingga menjadi satu kesatuan yang pandu bulat dan utuh.
e. Pengaluran, yaitu teknik atau cara-cara menampilkan alur.
f. Tokoh ialah pelaku dalam karya sastra.
Unsur Ekstrinsik:
Tidak ada sebuah karya sastra otonom, tetapi selalu pasti
berhubungan secara ekstrinsik dengan luar sastra, dengan sejumlah
faktor kemasyarakatan seperti tradisi sastra, kebudayaan lingkungan,
pembaca sastra, serta kejiwaan mereka. Dengan demikian, dapat
dinyatakan bahwa unsur ekstrinsik ialah unsur yang membentuk karya
sastra dari luar sastra itu sendiri. Untuk melakukan pendekatan
terhadapunsur ekstrinsik, diperlukan bantuan ilmu-ilmu kerabat
seperti sosiologi, psikologi, filsafat, dan lain-lain.
84
Syair --> pantun dan mantra (dalam karya sastra lisan) -->
memiliki kekuatan mistik yang khusus kepada pembaca dan
pendengarnya.
Hikayat --> cerita klasik ( yakni cerita yang mengandung
pokok perjalanan dalam mencari tujuan hidup). Hikayat bercerita
tentang asal usul lahirnya seorang raja, munculnya sebuah peristiwa) --
> fable
2. Berdasarkan Tema dan Isi Ceritanya
a. Bersifat serius --> pembelajaran moral
b. Bersifat jenaka--> menghibur masyarakat pada zaman dahulu
a. Mantra
b. Pantun
c. Talibun
d. Pantun kilat
e. Gurindam
f. Syair
g. Pribahasa
h. Teka-teki
i. Hikayat
j. Cerita sejarah
85
--> Legenda (dongeng yang menceritakan tempat terjadinya
nama-nama tempat, gunung, sungai, dan sebagainya. Misalnya danau
gunung tabgkuban perahu, terjadinya di danau toba)
--> Dongeng ( Dalam hal ini dongeng sengaja menceritakan
kebodohan seseorang. Apa yang dilakukannya serba salah, sehingga
meninbulkan humor atau kejenakaan). Misalnya :
a. Dalam bahasa Melayu : Pak Pandir
b. Dalam bahasa Jawa : Joko Pandir
c. Dalam bahasa Sunda : Si Kabayan
86
Sastra rakyat adalah sastra yang hidup di tengah-tengah rakyat.
Misalnya cerita yang dituturkan oleh Ibu kepada anaknya dalam buaian,
dan tukang cerita yang menuturkan kepada penduduk.
Sastra lisan <---> sastra tertulis
Lahirnya sastra tertulis lebih utama bukan berarti sastra lisan
langsung mati. Sesungguhnya sastra lisan itu hidup bersama-sama
dengan sastra tertulis terutama di kampung terpencil.
Cerita rakyat dibagi atas 4 jenis yaitu :
a. Cerita Asal Usul
Cerita asal usul adalah cerita rakyat yang tertua dan
biasanya termasuk cerita mitos. Misalnya cerita asal usul batak
yang mencieritakan penciptaan bumi, langit, bumi dll. Sedangkan
dalam asal usul melayu hanya terkenal cerita asal usul tumbuhan
dan binatang.
b. Cerita Binatang
Cerita binatang adalah jenis karya sastra yang populer. Tiap
bangsa di dunia mempunyai cerita binatang dan mempunyai
persamaan dari setiap tempat. Dalam cerita binatang, biasanya ada
seekor binatang yang memegang peranan penting. Binatang itu
biasanya binatang yang kecil dan lemah. Tetapi dengan
kecerdasannya ia mampu memperdaya binatang seisi hutan
contohnya cerita si kancil.
c. Cerita Jenaka
Jenaka ( membangkitkan taw, lucu, menggelikan). Cerita
jenaka ini lahir karena kecenderungan manusia yang suka berlebih
lebihan; misalnya untuk menceritakan kebodohan manusia
terciptalah tokoh yang bodoh sekali seperti Pak Pandir.
d. Cerita Pelipur Lara
Cerita penglipur lara ialah cerita yang dipakai untuk
menglipur hati yang lara. yang duka nestapa. Pada masa dahulu
kala, sebelum adanya radio. Tv. Dan wayang gambar film.
87
Mendengar cerita pelipur lara merupakan suatu suatu hiburan bagi
orang kampung. Saat malam hari Si tukang bercerita akan mulai
ceritanya dan ia di sebut dengan yang empunya cerita.
Kehadirannya sangat ditunggu-tunggu oleh masyarakat dan ia tak
pernah sedikitpun membuat kesalahan dalam bercerita. Begitulah
ia mencari nafkah dari kampung ke kampung.
88
berlaku pada satu masa dahulu,penculikan Tun Teja, persaingan antara
saudagar-saudagar di Malaka, kedatangan orang portugis, serta keruntuhan
kerajaan Malaka, semuanya terbayang jelas di mata kita. Karya sastra dapat
menjadi sarana bagi pengarangnya untuk menyampaikan pikiran, perasaan
dan tanggapan mengenai suatu peristiwa sejarah. Seperti juga karya
sejarah, karya sastra dapat merupakan penciptaan kembali sebuah peristiwa
sesuai dengan pengetahuan dan daya imajinasi pengarang.
Dalam karya sastra yang menjadikan peristiwa sejarah sebagai
bahan, ketiga peranan simbol itu dapat menjadi satu. Perbedaan masing-
masing hanya dalam kadar campur tangan dan motivasi pengarangnya
sebagai cara pemahaman, misalnya, kadar peristiwa sejarah sebagai
aktualitas atau kadar faktisitasnya, akan lebih tinggi daripada kadar
imajinasi pengarang. Dalam karya yang berupa cara perhubungan, kedua
unsur itu sama kadarnya. Dan dalam karya sastra sebagai cara penciptaan,
kadar aktualitas atau faktisitasnya lebih rendah daripada imajinasi
pengarang.
89
seperti cerita rakyat “Bawang Putih dan Bawang Merah” mengandung
nilai pendidikan tentang kemanusiaan. puisi rakyat seperti pantun,
syair dan gurindam penuh dengan nilai pendidkan.
3. Fungsi Estetis, yaitu sastra harus mampu menghadirkan nuansa
keindahan melalui dunia seni untuk setiap penikmatnya.Contohnya
keindahan pada puisi, baik dari segi teks puisi maupun pembacaan
puisinya.
4. Fungsi Moralitas, yaitu sastra mampu memberikan pengetahuan
kepada pembaca/peminatnya sehingga tahu moral yang baik dan
buruk, karena sastra yang baik selalu mengandung moral yang
tinggi.contohnya Kisah Siti Nurbaya karya Marah Rusli ,salah satunya
memberikan moral tentang cinta dan budaya. Begitu pula dengan puisi
Tanah Air dari Muhammad Yamin, sarat moral akan kemerdekaan..
5. Fungsi Religius, yaitu sastra pun menghadirkan karya-karya yang
mengandung ajaran agama yang dapat diteladani para
penikmat/pembaca sastra. Contoh karya sastra yang berfungsi religius
biasanya pada puisi, pantun, drama, cerpen, novel dan lainnya, seperti
pada puisi Chairil anwar yang berjudul Dalam Doaku.
90
5. Berkembang secara lisan. Karya-karya sastra Melayu klasik
disebarluaskan secara lisan atau dari mulut ke mulut karena belum
adanya media massa pada saat itu.
6. Komunal. Cerita-cerita yang dikisahkan dalam sastra Melayu klasik
merupakan milik bersama.
7. Kurang dinamis. Dipandang dari masyarakat kekinian, perubahan
yang terjadi dalam sastra Melayu klasik sangat lamban.
8. Didaktis. Dari berbagai jenis sastra Melayu klasik sebagian besar
bersifat didaktis atau memberikan pendidikan kepada pembacanya,
baik moral maupun religius.
9. Simbolis. Peristiwa-peristiwa dalam berbagai karya sastra Melayu
klasik disajikan dalam bentuk lambang.
10. Tradisional. Sastra Melayu klasik bersifat tradisional atau
mempertahankan adat kebiasaan setempat.
11. Imitatif. Sastra Melayu klasik bersifat imitatif atau meniru yang
diwariskan secara turun temurun.
12. Universal. Dalam arti, sastra Melayu klasik berlaku kapan pun,
dimanapun, dan bagi siapa pun. Biasanya hal ini terkait dengan isi
pesan yang ingin disampaikan.
91
Prosa adalah suatu bentuk seni sastra yang digambarkan dengan
melalui penggunaan bahasa yang bebas dan tidak terikat oleh ritme,
sajak, diksi, soliditas atau aturan dan pedoman sastra lainnya.
3. Novel
Novel adalah suatu karangan prosa yang bersifat cerita, yang
menceritakan suatu kejadian yang luar biasa dari kehidupan orang-
orang (tokoh cerita). Dikatakan kejadian yang luar biasa karena dari
kejadian ini lahir suatu konflik, suatu pertikaian, yang mengalihkan
jurusan nasib para tokoh. Novel hanya menceritakan salah satu segi
kehidupan sang tokoh yang benar-benar istimewa, yang
mengakibatkan terjadinya perubahan nasib.
4. Roman
Istilah roman berasal dari genre romance dari abad
pertengahan, yang merupakan cerita panjang tentang kepahlawanan
dan percintaan. Istialah roman berkembang di jerman, belanda, prancis,
dan bagian-bagian eropa daratan yang lain. Ada sedikit perbedaan
antara roman dan novel, yakni bahwa bentuk novel lebih pendek
dibanding dengan roaman, tetapi ukuran luasnya unsur ceritanya
hampir sama.
5. Cerita pendek
Cerita atau cerita pendek adalah suatu karangan prosa yang
berisi cerita sebuah peristiwa kehidupan manusia, pelaku/tokoh dalam
cerita tersebut. Dalam karangan tersebut terdapat pula peristiwa lain
tetapi peristiwa tersebut tidak di kembangkan, sehingga kehadiranya
hanya sekedar sebagai pendukung peristiwa pokok agar cerita tampak
wajar. Ini berarti cerita hanya dikonsentrasikan pada suatu peristiwa
yang menjadi pokok ceritanya.
6. Drama
Drama merupakan sebuah bentuk dalam sastra yang dijelaskan
dalam bahasa yang bebas dan panjang dan disajikan dalam dialog atau
monolog. Drama memiliki dua makna, yakni drama dalam bentuk
92
drama atau naskah yang telah dipentaskan. Terdapat beberapa macam
dalam drama, diantaranya ialah sebagai berikut:
a. Komedi, adalah sebuah cerita yang mengandung humor dan
lelucon yang dapat menghibur para penonton tersebut.
b. Opera atau Musikal, adalah sebuah drama yang diiringi musik
untuk pelengkap pertunjukan seni tersebut.
c. Tragedi Komedi, adalah sebuah cerita yang berganti-ganti antara
kesulitan dan lucu atau humor.
d. Tragedi, adalah sebuah cerita yang telah mengandung kesulitan
atau kesusahan untuk karakter.
93
BAB III
94
sastra yang dipublikasikan lewat surat kabar dan majalah, dianggap tidak
ada.
b. Pemberlakuan sensor melalui Nota Rinkes menyebabkan buku-buku terbitan
Balai Pustaka, khasnya novel-novel Indonesia sebelum perang, cenderung
menampilkan tokoh-tokoh yang terkesan karikaturs.
c. Penetapan bahasa melayu mendorong munculnya sastrawan-sastrawan yang
menguasai bahasa Melayu. Dan mereka datang dari Sumatera. Maka,
sastrawan yang berasal dari Sumatera itulah yang kemudian mendominasi
peta kesusastraan Indonesia.
Sastra Balai Pustaka adalah sastra rakyat yang berpijak pada kultur
Indonesia abad 20. Hal ini dengan jelas nampak dari roman-roman Balai Pustaka
dalam bahasa jawa, sunda, dan melayu tinggi. Sastra Balai Pustaka sebenarnya
adalah “sastra daerah”, bukan saja dalam arti menggunakan bahasa daerah tetapi
juga menggarap tema-tema kedaerahan, bisa dilihat dari karya-karya yang lahir
pada saat itu.
Saat itu buku-buku yang diterbitkan Balai Pustaka dapat dibagi tiga;
pertama, buku untuk anak-anak. Kedua, buku hiburan dan penambahan
pengetahuan dalam bahasa daerah. Ketiga, buku hiburan dan penambahan
pengetahuan dalam bahasa melayu dan kemudian menjadi bahasa Indonesia.
95
A. Karakteristik Karya Sastra Angkatan Balai Pustaka
96
Adapun aturan-aturan tersebut adalah sebagai berikut.
1. Netral dari visi dan misi yang berkaitan dengan ajaran agama.
2. Netral dari visi dan misi yang berkaitan dengan propaganda politik.
3. Karya yang akan diterbitkan adalah karya yang memiliki nilai mendidik.
Karena syarat dan ketentuan yang ketat dari pihak penerbit balai
pustaka, maka tidak kita temukan karya-karya yang mengacu kepada
kritikan terhadap perpolitikan kaum kolonial pada masa itu. Karya-karya
tersebut terlebih dahulu disaring agar bisa lulus penyeleksian karya-karya
yang akan dipublikasi.
Pada ragam karya sastra prosa, timbul genre baru, yaitu roman, yang
sebelumnya belum pernah ada. Tujuan didirikannya Balai Pustaka ialah
untuk mengembangkan bahasa-bahasa seperti bahasa Jawa, bahasa Sunda,
bahasa Melayu tinggi dan bahasa Madura. Serta mencegah pengaruh buruk
dari bacaan yang banyak menyoroti kehidupan pernyaian (cabul) dan
dianggap memiliki misi politis (liar) yang dihasilkan oleh sastra Melayu
Rendah.
97
agar loyal pada pemerintah sebagai pegawai. Bertumpu pada kebudayaan
daerah, sehingga karya- karya Balai Pustaka digemari rakyat pedesaan dan
rakyat kota yang Priyayi. Roman-roman Balai Pustaka penuh sentimentalis,
penuh air mata/cengeng, yang dimaksudkan untuk meninabobokan rakyat
agar menjauhkan diri dari pikiran-pikiran sosial dan politik bangsanya.
Puisi Pujangga Baru adalah awal puisi Indonesia modern. Untuk memhami
puisi Indonesia modern sesudahnya dan puisi Indonesia secara keseluruhan,
penelitian puisi pujangga baru penting di lakukan. Hal ini disebabkan karya sastra
termasuk puisi, tidak lahir dalam kekosongan budaya (Teeuw, 1980:11), termasuk
karya sastra. Karya sastra, termasuk puisi, diciptakan oleh seorang sastrawan.
Sastrawan sebagai anggota masyarakat tidak terlepas dari latar sosial budaya dan
kesejarahan masyarakatnya begitu pula penyair pujangga baru.Pujangga baru (1920 –
1942) itu lahir dan berkembang pada saat bangsa Indonesia menuntut kemerdekaan
dari penjajahan Belanda.
Puisi lama ada bermacam – macam yaitu pantun, syair, seloka, talibun,
dan gurindam. Pantun dan syair membentuk tetap dan teratur seperti puisi lama
lainnya. Pantun dan syair adalah puisi Indonesia yang asli meskipun kata syair itu
berasal dari bahasa Arab (Hookyaas, 1953:74). Pantun dan syair sudah berumur
ratusan tahun. Oleh karna itu, pantun dan syair sudah menjadi tradisi puisi
98
Indonesia dan mengakar dalam kesusastraan Indonesia. Oleh sebab itu,
pengaruhnya tidak dapat begitu saja ditinggalkan oleh bangsa Indonesia pada
umumnya, para penyair pada khususnya. Para penyair modern yang
menginginkan pembaharuan “bergulat melawan” bentuk lama yang telah menjadi
tradisi ini. Akan tetapi, pada kenyataanya mereka tidak dapat menghilangkan atau
membuang sama sekali. Barangkali bentuk luarnya dapat ditinggalkan, tetapi
bentuk dalamnya secara tidak disadari tetap berpengaruh dan tidak dapat
ditinggalkan begitu saja.
99
b. Biasanya syair cukup 1 bait saja, biasanya terdiri atas rangkaian
beberapa bait sebab syair biasanya untuk menceritakan sebuah
hikayat.
c. Baris syair terdiri atas dua kesatuan sintaksis atau terdiri atas dua
periodus. Tiap periodus itu berupa satu kesatuan sintaksis
d. Biasanya tiap operadus terdiri atas dua kata atau lebih, tetapi yang
paling banyak terdiri atas dua kata.
e. Sajak akhiran: a-a-a-a.
f. Keempat baris itu untuk mengemukakanisi titik.
Kepuitisan bentuk syair terletak ada bentuknya yang teratur rapi, yang
simetris sehingga memberikan suasana puitis pada pendengar atau pembacanya.
Kerapian bentuk yang teratur dan simetris pada syair dan pantun itu
memberikan irama yang tetap dan enak didengar yang digemari para penyair
lama. Dengan demikian, hal ini menjadi tradisi yang menjadikan pengaruhnya
sangat besarkepada masyarakat dan para penyair. Pada waktu para penyair
Pujangga Baru menulis sajak, puisi lama itu sudah sudah ada dan dikenal mereka.
Oleh karena itu, secara tidak terhindarkan puisi lama inimenjadi latar penulisan
sajak modern itu. Para penyair Pujangga Baru berusaha menyimpangi konvensi
konvensi puisi lama itu, tetapi puisi lama sudah mengakartidak dapar dihindarkan
lagi sama sekali. Dengan demikian, konvensi konvensi puisi lama itu terbawa
juga ke dalam sajak sajak mereka.
100
ciri ciri sajak lama : rapi, teratur, dan simetris, masih tampak jelas dalam
sajak sajak Pujangga Baru, begitu juga perioditas dan korespodensinya.
Ciri ciri sajak Pujangga Baru sebagai berikut:
a. Bentuknya rapi dan simetris.
b. Mempunyai persajakan akhir, yang teratur
c. Banyak mempergunakan pola sajak pantun dan syair meskipun ada
pola yang lain.
d. Sebagian besar puisi empat seuntai.
e. Tiap tiap barisnya atas sebuah gatra (kesatuan sintaksis)
f. Tiap gatranya terdiri atas dua kata, sebagian besar 4-5 suku kata.
Seringkali bentuk pantun masih dipergunakan oleh Pujangga Baru
meskipun dengan variasi baru. Untuk variasi seringkali baris sajak hanya
terdiri atas satu periodus, terdiri atas dua kata atau sebenarnya satu baris
tetapi diputus menjadi dua baris, masing masing satu periodus, juga
divariasi dengan pola sajak akhir “tambahan” seperti sajak “Perasaan
Seni” J.E. Tetengkeng (1974:34).
Sajak sajak Pujangga Baru pada umumnya tidak mempergunakan
kata kata kiasan yang ambigu, kata kata “denotatif”, satu kata menunjuk
satu pengertian. Hubungan antara kalimat yang satu dengan kalimat yang
lain tampak jelas, pikiran dibeberkan secara langsung. Hampir tidak ada
kiasan kiasan berarti ganda, kata katanya polos. Gaya sajak seperti itu
disebut gaya diaphan (diafan, polos). Hampir semua sajak Pujangga Baru
bergaya demikian, gaya diafan ini juga merupakan gaya puisi lama. Di
samping itu, yang menarik perhatian pada puisi Pujangga Baru adalah
pilihan kata yang menggunakan “kata kata pujangga” biasanya disebut
“kata kata nan indah”, yaitu kata kata yang jarang sekali dipergunakan
dalam percakapan sehari hari. Para penyair Pujangga Baru itu masih
terikat tradisi sajak lama yaitu bentuk bait yang rapi, persajakan,
periodositas, dan irama yang tetap yang harus adapada sajak atau puisi.
3. Gaya Sajak Pujangga Baru
101
Gaya sajak Pujangga Baru ialah cara yang khusus untuk
menyampaikan ide, isi pikiran, ataupun perasaan dalam sajak sajak
Pujangga Baru pada umumnya. Gaya sajak disini meliputi :
a. Gaya yang berhubungan dengan pemakaian bahasa.
b. Gaya yang berhubungan dengan cara melukiskan kesan batin adalah
gaya impresionistik.
c. Gaya yang berhubungan dengan pernyataan ekspresi jiwa, yaitu:
d. Gaya curahan perasaan, berhubungan dengan sifat romantik sajak
sajak Pujangga Baru yang mengutamakan perasaan. Dalam gaya ini
ide banyak menggunakan kata kata seru: O, aduh, aduhai, wahai,
alahai, ah, dan dipergunakan sarana retorik retisense.
102
Buktinya dari seorang guru menjadi pemimpin di balai pustaka hingga
berhasil mempunyai sebuah penerbitan yang lengkap dengan took buku
dan percetakan, yang dapat di kategorikan masukke penerbit atau
perusahaan nasional yang terbesar dahul, yaitu penerbit toko buku
percetakan pustaka rakyat. Dalam ilmu pengetahuan, kebudayaan dan
filsafat iapun banyak mendapat perhatian dari luar negeri, Sutan Takdir
sudah sering menerima udangan dari eropa dan amerika
2. Armijn Pane
103
dijumpai sajak-sajak, cerita-cerita pendek dan soal-soalnya dalam
majalah itu ada yang memakai nama bisa dan banyak pula dengan nama
samaran sepeti A. panjdi, A. Mada, A. Djiwa (Djiwa), Adinta kasmanto
dll. Dalam prosa dalam tahun 1939Armijn Pane berhasil mengeluarkan
sebuah novel yang terkenal Belenggu, suatu gambaran tentang
masyarakat dahulu. Dalam sejarah prosa novel belenggu
memperlihatkan tentang hal baru, berbeda dengan novel-novel roman
yang ada sebelumnya, dari segi bahasa yang dipergunakan, kata-katanya
juga berbeda dan dalam cara menggambarkan tokoh-tokohnya juga beda
dengan novel-novel yang sebelumnya dibuat.
104
menjalani kehidupan bangsanya dan dinamakan dngan nama golongan
terpelajar. Tini (Sumartini) diceritakan sebagai seorang wanita modern
yang menuntut persamaan hak dengan kaum lelaki, dan ingin melebihi
kau para lelaki dibawah kekuasaannya. Dr. Sukartono digambarkan
sebagai seorang dokter muda atau seorang yang berpendidikan barat, dia
idup di zaman pealihan (perkisaran) angin timur dengan angin barat dan
kebanyakan kaum terpelajara pada saat itu ingin hidup sejahtera secara
ke Barat-Baratan, akan tetapi ia pesimis karena masih mengalir darah
ketimuran yang mengalir di dalam tubuhnya. Berbeda dengan rosa atau
roman yang lahir pada masa itu, pada pembukan cerita Armijn Pane,
pada halaman di ceritakan perseterun antar kepada kedua tokohnya,
yaitu Sukartono dan Tini. Yang menceritakan tentang awal mula mereka
kenalan sampai keduanya menikah.
Yang sangat menarik pada diri Armijn Pane adalah sifatnya, dan
itu yang jadi pembeda dari orang lain pada masanya, dia selalu
menggunakan pikiran dan semangatnya dalam membuat sebuah karya.
105
Ia tidak terlalu sering berbicara dan ia juga tidak terlalu suka bercerita
dengan orang lain, baik itu dalam novelnya maupun cerita pendeknya,
dia leih suka membawa pembaca buku untuk berpikir sendiri atau
berimajinasi sendiri ketika sedang membaca ceritanya.
HAMBA BURUH
Dari:
pujangga baru
106
3. Amir Hamzah
PADAMU JUA
Habis kikis
Segala cintaku hialng
Pulang kembali aku padamu
Seperti dahulu
Kaulah kandil kemerlap
Pelita jendela dimalam gelapmelambai pulang perlahan
Sabar, setia selalu
Satu kekasihku
107
Aku manusia
Rindu rasa
Rindu rupa
Dimana engkau
Rupa tiada
Suara sayup
Engkau cemburu
Engkau ganas
Mangsa kau dengan cakarmu
Bertukar tangkap dengan lepas
Nanar aku, gila sasar
Sayang berulang padamu jua
Engkau pelik menarik ingin
Serupa dara dibalik tirai
Kasihmu sunyi
Menunggu seorang diri
Lalu waktu – bukan giliranku
Mata hari – bukan kawanku ………
108
kemudia ia pindah lagi ke Solo, memasuki A.M.S A I di bagian
kesusasteraan timur. Setelah lulus ia kembali ke Jakarta dan masuk ke
sekolah perguruan tinggi Hukum, sampai mendapat ijazah (sarjana
muda) dalam ilmu hukum.
Habis kikis
Seperti dahulu.
109
menutup dirinya seorang diri untuk menjawab soal itu. Pasti setiap orang
ketik
4. J.E Tatengkeng
110
pujangga sebagairasul zamannya. Menurut Prof. A. teeuw dalam
bukunya, ia menjelaskan J.E Tatengkeng garis-garis persamaan antara
pujangga baru dan Angkatan 80’ (De Tachtigers) di negeri belanda dan
dikenal juga untuk sebutan De Nieuw Fiders. Angkatan pujangga baru
dan anyak mengikuti langkah angkatan delapan puluh di negeri belanda
itu. Ia membicarakan karena bacaan dan juga karena pendidikannya
penuda-pemuda Indonesia yang mendapat didikan barat dipengaruhi
oleh Willen Kloos dan kawan-kawannya, yaitu pelopor Angkatan
penyair-penyair Indonesia dari zaman pujangga baru yang amat dekat
kepada Willem Kloos katanya ialah Tatengkeng.
5. Muhammad Yamin
111
dan dalam sejarah kesusateraan ia lah yang awalnya keluar dari tradisi
lama. Dari tanga Muhammad Yamin mulia terbentuk soneta, lalu diikuti
pula penyair-penyair pujangga baru. Sebagian menyatakan sebenarnya
Yaminlah yang lebih dahulu melpopri pujangga bau, kemudia diteruskan
oleh pujangga baru di bawah asuhan Sutan Takdir Alisjahbana, Armijn
pane dan Amir Hamzah, seorang tokoh yang sangat besar pada zaman
pujangga baru adalah Sanusi Pane. Karena pendiriannya dalam meilih
corak kebudayaan maupun karena mutu kerja sastranya tetpai walaupun
begitu ia ikut dalam pimpinan redaksi majalah itu. Dan sebaliknya ia
mempunyai pedirian yang berlawanan dengan Sutan Takdir Alisjahbana.
PERMINTAAN
112
Kelihatan pulau penuh keheranan
Itulah gerangan tanah airku.
Dimana laut debur-mendebur
Serta mendesir tiba dipasir
Disabalah jiwaku mula tertabur.
Dimana ombak sembur-menyembur
Membasahi barisan sebelahpesisir
Disanalah hendaknya aku berkubur
Dilautan Hindia juni 1921
6. Rutam Effendi
113
perkembangan puisi Indonesia modern. Setelah buku itu terbit Rustam
terpaksa harus meninggalkan Indonesia pada tahun 1926 untuk
melanjutkan pendidikannya dan ada hal lain ia meninggalkan Indonesia
selain ingin melanjutkan pendidikannya. Pada tahun 1925-1926 di Jawa
dan Sumatra terjadi pemberontakan P.K.I (kaum merah Indonesia).
Terutama di kot Padang tepatnya di minangkabau yang mengalami
pemberontakan yang megalami pemberontakan lebih hebat dari daerah
lainnya. Di Negara Belanda ia berhasil menempuh ujian Hoofdakte dan
sementara itu mnggabungkan diri dengan Comuunistische Party
Nederland, sampai ia terpilih menjadi wakil partai itu di Tweede Kamer,
dari tahun 1933 sampai 1946.
Masak jambak
Buah sebuah
Diperam alam diujung dahan.
Merah darah
Beruris-uris,
Bendera masak bagi selera.
Lembut umbut
Disantap sayap
114
Keroal pipi pengobat haus
harum baun
sumarak jambak
dibawah pohon terjatuhmata
pada pala
tinggal sepenggal
terpetik liur dibawah lidah
belum jambu
masuk direguk,
terkenang anak, terkalang dirangkung.
Dalam talam,
bunda tersimpan,
menanti putra sibungsu sulung.
Anak lasak
Tersera sera
Bund berlari mengambil jambu.
Ibu sugu
Buah sebuah,
Sedapnya sama dirasa ibu.
Rengut sunut
Merajuk………………. Razuk
Bachil disangka cintanya bunda
Keluar pagar
Jambu dilempar.
Ibu berdiam, mengurut dada.
115
pemakaian bahasa seperti pada sajaknya diatas. Dalam membentuk
sajak-sajkanya terasa pula bahwa Rustam masih terikat pada irama
dan sajak lama, dikatan oleh Prof. A Teeuw, ia belimbanyak
meninggalkan ikatan pantun dan syair.
7. Sanusi Pane
Dan ini salah satu contoh sajak yang dibuat oleh Sanusi Pane:
116
AWAN
Dalam hal ini Dr. Sutomo dan Sanusi Pane menolak konsepsi
kebudayaan yang disampaikan Sutan Takdir Alisyahbana.Di bidang
kesusastraan Syahrir menyatakan sastra Indonesia harus diberikan penilaian
kepadanya. Kritik dan esai-esai kebudayaan yang di muat dalam majalah
117
Pujangga Baru dikumpulkan oleh Achdiat Kartamiharja dan diterbitkan pada
tahun 1949 dengan judul “ Polemik Kebudayaan “. Sehubungan dengan
penerbitan sastra dalam majalah Pujangga Baru, maka dapat dikemukakan
beberapa sumbangan dibidang sastra sebagai berikut:
Sumbangan yang tidak boleh kita lupakan, sastra dalam bentuk drama
cukup banyak juga dihasilkan pengarang-pengarang muda. Tema-tema
ceritanya diambil dari peristiwa sejarah kebesaran bangsa Indonesia pada
masa lampau. Misalnya : Airlangga, Sandhyakalaning Majapahit dan ada juga
temanya diambil dari persoalan-persoalan pada zaman Pujangga Baru.
118
E. Cerpen- Cerpen pada Angkatan Pujangga Baru
1. Penelitian tentang cerita pendek
Cerpen merupakan cerita yang pendek, yang diambil inti sari nya
saja,semua yang diceritakan sungguhlah perlu untuk dipahami perjalanan
dan jiwa yang berlaku. Cerpen pun merupakan cerita yang menceritakan
hal-hal yang menjuru dan berhubungan langsung dengan inti cerita,untuk
memahami perjalanan jiwa dan kejadian yang berlaku.
119
baru sedikit jumlah nya. Hampir seluruh kehidupan Pujangga Baru
dititikberatkan pada sajak, kritik dan esei yang di publikasikan oleh para
penyair.
Pujangga Baru beredar sekitar tahun 1933 sampai tahun 1942. Dan
sempat terhenti karena adanya penduduk Jepang di indonesia.Pada tahun
1933-1934 majalah ini menggunakan subtitel majalah kesusastraan dan
bahasa serta kebudayaan umum. Dengan ini majalah yang awalnya lebih
memusatkan perhatian kepada bahasa kesusastraan ,yang kemudian
meluaskan cakupannya kepada kebudayaan dan masyarakat umum.
Penerbitan Pujangga Baru merupakan adanya bukti keinginan untuk tetap
bersatu dengan pengarang-pengarang indonesia. Yang awalnya mereka
perorangan dalam membuat tulisan-tulisan dalam berbagai majalah.
120
Majalah-majalah tersebut memuat hasil-hasil kesusastraan sebagai
sambilan belaka. Terbitnya Pujangga Baru dimaksudkan agar para
sastrawan indonesia lebih semangat dan memberikan kesempatan pada
para pengarang muda untuk menghasilkan karya.
Hal ini dapat dilihat darI empat dari tujuh cerpen yang terbit pada
Pujangga Baru sebelum perang,antara lain cerpen ‘’Barang Tiada
Berharga'' yang melukiskan kemelut bangsa indonesia pada 1930-an.
121
terpandang kearah kamar tempat suaminya belajar. Masih ada beberapa
buku terbuka. Beberapa pula yang bertebaran tiada beratur.
Agak riang suaranya, karena terlepas sebentar dari yang biasa, ada
hal yang luar biasa, waktu mengatakan: “halo, nyonya dr. Soepardi disini.”
Riang benar suaranya waktu menyebutkan: “Kau Ti?...Ke Pasar
baru?...Jadi…Ya, ya, aku mandi dahulu. Kalau datang, aku sudah kelar.”
Gembira hidup matanya, gerak badannya, waktu meletakkan hoorn telepon
kembali. Sekonyong-konyong lepas suaranya, menyanyi lagu gembira.
Terpandang gramopon. Marta Eggerth. Sebentara lagi meriang suara
Marta Eggerth, serta suara menyanyi Haereni, yang bergegas ke kamar
mandi.
122
antara sejumlah kecil pengarang yang sebenarnya terus-menerus
menghasilkan tulisan kreatif sepanjang jangka waktu yang mencakup
sebagian daripada kedua zaman itu. Akan tetapi, bukan keadaan luar ini
saja yang menjadikan ia seorang tokoh zaman peralihan. Baik dari segi
kerohanian maupun dari segi bentuk, ialah tokoh yang paling modern di
kalangan Pujangga Baru, seorang pelopor kegiatan sastra yang meletus
pada zaman revolusi.
4. Tujuan hidup
123
Gambaran kehidupan kartini yang penuh kesunyian diperjelas lagi
pada gambaran lukisan betapa sunyinya Kartini. Putih sunyi jalan
membanting pada umurnya yang akan datang. Demikian kehidupan
Kartini yang hidupnya penuh dengan kesunyian.
124
dalam cerpen ini, sesuatu yang diimpikan bila menghadapi kenyataan yang
berbeda dengan impian nya akan bernasib buruk pada hidupnya.
125
Dari perbandingan jenis karya sastra tersebut jelas bahwa cerpen
lah yang paling menonjol mengalami peningkatan diantara jenis sastra
yang lain. Oleh karena itu, untuk lebih mendalami lagi perkembangan ini,
cerpen akan dijadikan bahan pembahasan,untuk mengetahui sajak dan
drama secara singkat.
7. Cerpen Terjemahan
a. Banjir
b. Ya dan tidak
c. Lumpur
d. Tukang nujum desa
126
e. Syafikan
8. Pak Sarkam
127
dapat hidup lebih baik dari pada dikampung nya. Akan
tetapi,kesengsaraan dan penderitaan lah yang didapatinya.
9. Lumpur
Cerpen karya Mao Tun, sastrawan dari Republik Rakyat China ini
diterjemahkan oleh Mundingsari. Cerpen Lumpur menceritakan tentang
suatu perang di suatu desa dan serta sebuah kuil yang dijadikan markas
tentara. Huang Lao Tieh seorang duda tua dengan wajah penuh
kebencian menggerutu bahwa ia sama sekali tidak percaya bahwa
Republik Tiongkok lebih baik dari kerajaan, karena selama berdiri nya
keadaan Republik keadaan semakin buruk dan kacau. Ia teringat akan
sebuah selebaran yang telah diterimanya.
128
BAB IV
129
A. Gelanggang Seniman Merdeka
Chairil Anwar yang dikenal pada tahun 1943 yaitu penyair muda
dengan memperkenalkan gagasan baru dalam puisi. Karena sifatnya yang
invidual dan bercorak ke Barat, ia banyak mengejek seniman di kantor pusat
kebudayaan pada zaman Jepang.
Tiga kumpulan puisi Chairil, yaitu Deru Campur Debu (1949), Kerikil
Tajam dan Yang Terampas Putus (1949), atau Tiga Menguak Takdir (1950)
kumpulan puisi bertiga dengan asrul sani dan rivai apin yang
menyemangatkan antusiasme juga sudah mampu mengajak kita untuk
mengespresikan pikiran, perasaan dan estetika dalam bahasa indonesia,
sejarah sastra Indonesia, sekaligus referensi yang telah memasuki dunia
pendidikan dan bidang kajian penelitian sastra.
130
Setelah merdeka ia banyak mengumumkan puisi-puisi yang menurut
ajip rosidi dengan memberikan sesuatu yang baru dan bernilai tinggi. Namun,
memang tidak seperti sajak-sajaknya amir hamzah yang berasal dari generasi
sebelumnya dimana dikenal dengan “Raja penyair pujangga”.
Akan tetapi dengan pembaharuan ini pula chairil ditentang dan ditolak
kehadirannya oleh beberapa pihak yang memberi tahu bahwa pada dasarnya
tidak terdapat perbedaan angkatan-angkatan sebelum dan sesudah perang.
Dengan kata lain tidak ada perbedaan antara pujangga baru dengan angkatan
45 yang mana juga dikatakan hanyalah lanjutan saja dari apa yang sudah
dibuat oleh Angktan Pujangga Baru.
131
Pembebasan, dan Generasi Gelanggang. Konsep kepengaranganan mereka di
rumuskan dalam surat terbuka yang diberi nama Surat Kepercayaan
Gelanggang (SKG) disusun oleh Asrul Sani 18 Februari 1950, setahun setelah
kematian Chairil Anwar.
132
semua masyarakat golongan yang menentang penjajahan. Revolusi Agustus
adalah usaha pembebasan diri rakyat Indonesia dari penjajahan dan
peperangan, penjajahan serta penidasan feodal. Dan jika revolusi agustus ini
terlaksana hingga menciptakan kemerdekaan, perdamaian dan demokrasi maka
kebudayan rakyat bisa berkembang bebas. Keyakinan tentang kebenaran ini
membuat lekra bekerja membantu pergulatan untuk kemerdekaan dan
perdamaian tanah air bangsa Indonesia, di mana terdapat kebebasan bagi
perkembangan kepribadian berjuta-juta rakyat.
133
C. Periode Angkatan 45
Bangsa indonesia dijajah oleh jepang pada tahun 1942-1945, pada masa
itu penggunaan bahasa Belanda dilarang oleh jepang dan penggunaan bahasa
Indonesia di sebarkan. maka itu sastra Indonesia menjadi semakin meningkat,
para pengarang dan seniman dikumpulkan bangsa jepang di Kantor Pusat
kebudayaan perkumpulan tersebut pun dinamakan Keimin Bunka Shidosho.
Tetapi semua tak lepas dari niatan Jepang untuk menguasai Asia.
Pengarang dan seniman mengerjakan segala sesuatu yang mendukung rencana
jepang tadi. Dengan kata lain hasil karya seniman dapat dikatakan sebagai hasil
pesanan yang berarti seniman diharapkan untuk lebih membangkitkan
semangat dan kepercayaan rakyat Indonesia kepada keunggulan bangsa jepang.
Perkumpulan sandiwara disatukan di bawah POSD (Perserikatan Oesaha
Sandiwara Djawa) (Rosidi, 1986: 72).
Dari cara jepang itu dapat membuat sikap seniman dibagi menjadi 2
yaitu, mendukung dan curiga.
Di masa jepang hanya ada dua roman yang hasil terbitan Balai Pustaka
yaitu Cinta Tanah Air karangan Nur Sutan Iskandar dan Palawija (1944)
karangan Karim Halim.
134
Saat itu dikenal juga dengan istilah sandiwara, yang dicipta oleh PKG
Mangkunegoro VII sebagai pengganti istilah toneel (bhs Belanda berarti
pertunjukan). Menurut Ki Hajar Dewantara sandi=lambang, wara artinya
wewarah. Dengan begitu sandiwara berarti ajaran yang disampaikan secara
tidak langsung. Sandiwara merupakan pengajaran yang dilakukan dengan
perlambang (Harymawan, 1988:2).
D. Ciri angkatan 45
1. Gaya realisme, simbolik, ekspresionisme.
2. Individualisme menonjol
3. Filsafat eksistensialisme mulai dikenal
135
4. Masalah kemanusiaan yang umum, misal hak asasi manusia.
E. Karya-karya seniman 45
Sewaktu Chairil hidup pernah terjadi heboh karena sajak "Datang Dara
Hilang Dara" yang diumumkan di majalah Mimbar Indonesia ternyata plagiat
dari "A Song of the Sea" karya Hsu Chih Mo. Begitu Chairil telah tiada timbul
heboh lagi karena ternyata sajak "Krawang Bekasi" merupakan plagiat dari
"The Young Dead Soldiers" karya Archibald MacLeish.
136
Karya Idrus antara lain: Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma (1948,
kumpulan cerpen), Keluargo Surono (1948, drama). Perempuan dan
Kebangsaan (1949, roman autobiografis), Aki (1950). Dengan Mata Terbuka
(1961). Hati Nurani Manusia (1963). Karya-karya Usmar Ismail antara lain:
Puntung Berasap (1949, keumpulan puisi), Sedih dan Gembira (1949,
kumpulan drama), berisi: "Api", "Liburan Seniman", dan "Citra". "Ayahku
Pulang" merupakan drama saduran dari "Chichi Kaeru” karangan Kikuchi
Kwan. "Ayahku Pulang" kemudian difilmkan dengan judul "Dosa Tak
Berampun. "Mutiara dari Nusa Laut" (drama), "Mekar Melati" (drama);
"Tempat yang Kosong" (drama). Karya-karya Amal Hamzah antara
lain:Gitanyali (1947), terjemahan. Pembebasan Pertama (1949), kp. Buku dan
Penulis (1950), k kritik Karya-karya Rosihan Anwar antara lain: Raja Kecil,
Bajak Laut di Selat Malaka (1967), r. "Radio Masyarakat", cerpen Karya-
karya Achdiat K. Mihardja antara lain: Atheis (1948, roman), Polemik
Kebudayaan (1948), Bentrokan dalam Asrama (1952, drama), Keretakan dan
Ketegangan (1956, kumpulan cerpen dan drama sebabak), Kesan dan
kenangan (1961, kumpulan cerpen).
137
terjemahan. Romeo dan Julia (1955), terjemahan. Antonius dan Cleopatra
(1963). Dongeng-Dongeng Perumpamaan (1959), terjemahan. Dokter Zhivago
(1960).
138
Angkatan ’45 lahir dalam kondisi lingkungan yang sangat
memprihatinkan dan keras. Ciri-ciri angkatan ini terbuka,pengaruh sastra
asing,lebih luas,bercorak realistis,naturalis dan individualisme sastrawan lebih
menonjol. Karya sastra Angkatan ’45 lebih bersifat realistik dibandingkan
dengan karya sastra Angkatan Pujangga Baru yang idealistik-romantik, cerita
yang diangkat dalam karya sastra ini lebih mengedepankan nilai perjuangan
untuk merebut kemerdekaan dan pengalaman hidup sosial, politik, budayanya
yang telah mewarnai karya angkatan ini. Konsep angkatannya pun ingin
kebebasan dalam berkarya sesuai keadaan hati. Puisi yang dianggap menjadi
pembaruan dalam sejarah perpuisian di Indonesia adalah karya Chairil Anwar
“Aku”, puisinya menggambarkan pandangan semnagt hidupnya yang
mengebu-gebu,individualistis dan revolusioner. Pada periode 1942-1950 atau
1942-1945 adalah periode bangkit dan terintegrasinya sastra nagktan ini. Pada
masa angkatan ini karya-karyanya bersifat lebih realistik dibanding karya
angkatan pujangga baru yang bersifat romantik, idealistik. Angkatan 45
diwarnai dengan adanya pengalaman hidup dan problem sosial, politik,
budaya seperti korupsi, penyelewengan, ketidakadilan, dan kemerosotan
moral.
Para sastrawan tidak setuju dengan penamaan Angkatan ’45, ada yang
suka dan ada yang tidak suka. H. B. Jassin mengatakan bahwa satu hal yang
tidak aneh dari Angkatan ’45 tidak suka dicap sebgai Angkatan ’45, karena
pada tahun itu ialah tahun proklamasi Kemerdekaan yang harusnya
membanggakan, tetapi pada tahun ini banyak kejadian-kejadian yang tidak
semuanya mengenakkan hati.
139
2. Kepribadian seseorang hendaknya menjadi pegangan dan ukuran nilai
mencipta
3. Nilai-nilai baru harus ditempatkan setelah nilai-nilai lama dihancurkan
4. Pencipta harus mempunyai kebebasan penuh dalam penciptaan
pengarangnya
5. Tekanan difokuskan pada kebudayaan dunia harus bersifat universal.
I. Tokoh-Tokoh Angkatan’45
1. ChairiL Anwar
140
Chairil Anwar dilahirkan di Medan, 26 juli 1922. Ia mengenyam
pendidikan Mulo (SMP) kelas I di Medan kemudian ia pindah ke Mulo
Jakarta sampai kelas II.
“1943”
Malam kelam-membelam
Candu
141
Tambang
Luluh
Terbenam
Hilang
Lumpuh
Lahir
Tegak
Berderah
Rubuh
Runtuh
Mengaum. Mengguruh
Menentang. Menyerang
Kuning
Merah
Hitam
Kering
Tandas
Rata
Rata
Rata
Dunia
Kau
Aku
142
Terpaku
143
Chairil Anwar sangan bersahabat dengan pujangga-
pujangga seluruh dunia. Ia juga mempelajari pujangga-pujangga
luar negeri. Penyair Rilke, Marsman, dan Slauerhoft sangat besar
pengaruhnya kepadanya di samping pujangga pemberontak
Nietzche yang sangat dikaguminya. Pergaulannya pun sangat luas,
dia tidak pilih-pilih dalam berteman, ada beberapa temannya dari
kalangan rendah, seperti tukang becak, para pengemis, dan tukang
lowak, ia juga bersahabat dengan Bung Sjahir, bahkan dengan
Bung Karno dan Bung Hatta. Ini adalah sebagian dari karya-karya
yang ditulisnya :
a. Aku (1943)
b. Deru Campur Debu (1949)
c. Kerikil Tajam dan Yang Terhempas dan Yang Putus (1949).
2. Asrul Sani
144
ditakutkan oleh Asrul Sani, akan dicekik oleh dunia lain, disamaratakan
dengan masyarakat sehingga hilang kepribadiannya yang
‘individuakitet. Kadang0kadang, agakna dalam sajak-sajaknya yang
terdahulu, ketakutannya itu dilahirkannya dengan menghindari yang
biasa-biasa. Lambang kehidupan sejati yang layak bagi manusia ialah
Anak Laut.
145
Asrul Sani dalam sajaknya yang ditas menggunakan kata-kata
yang biasa-biasa saja, sehingga mempermudah untuk memahami
maksud sajak tersebut.
Isi atau kandungan yang terdapat dalam puisi Surat dari Ibu itu
ialah seorang ibu yang telah merelakan anaknya merantau ke alam
bebas untuk mencari nafkah, dan ia menghimbau anaknya untuk segera
kembali ke pangkuannya.
146
Rivai Apin bersama-sama dengan Chairil Anwar dan Asrul Sani
menyusun Tiga Menguak Takdir. Dibawah ini salah satu contoh puisi
karyanya.
Memang terasa
Satu-satu tali dalam bulatan itu putus
Dan setiap satu putus bertambah ngeri
Hati penumpang kapal.
Akhirnya putus jua semua
Satu-satu tali dalam bulatan putus
Ini napas satu-satunya pula pergi
Tiap menit, tiap detik
Entah pabila habis semua.
Laut jawa
147
pertama dari angkatan ’45 yang dikenal namanya dengan karangan-
karangannya yang bernama Surabaya dan Corat-Coret di Bawah Tanah
sama tegasnya ia membuktikan putusnya perhubungan antara prosa
sebelum dan prosa sesudah perang, sebagaimana Chairil Anwar
melakukan demikian itu bagi puisi dengan sajak-sajaknya dan dalam
pekerjaan itu, menurut perasaan saya, ia akan mencapai tingkat mutu
yang lebih tinggi daripada kebanyakan yang terbit sebelum dan sesudah
itu di dalam bahasa Indonesia.
148
a. Surabaya
b. Aki
c. Dengan Mata Terbuka
Cerpen:
149
sudah sulit ditemukan, kecuali karya Mochtar Lubis dan Sitor Situmorang
yang pada tahun 1953 masih terus menerbitkan sajak – sajaknya.Sepanjang
masa-masa kejayaan tersebut sebagian besar karya-karya penyair Angkatan
‘45 belum dipublikasikan dalam bentuk buku, sajak-sajak mereka hanya
terpublikasikan lewat majalah.Bahkan sajak-sajak Chairil baru diantalogikan
pada tahun 1949, setelahChairil Anwar meninggal dunia.
Suatu hambatan politis seperti yang dijelakan diatas, bukan suatu hal
yang baru bagi sastrawan Indonesia .Kata kacung juga tidak luput bagi para
sastrawan yang bergabung dalam angkatan balai pustaka yang merasakan
bagaimana disebut sebagai kacung. Para sastrawan yang terus menulis untuk
berkarya juga harus tetap tunduk dengan aturan Volkslectuur, nama itu sendiri
yang merupakan lembaga kesustrasaan dibawah naungan pemerintahan
150
kolonial Belanda. Volkslectuur juga bertugas untuk menyeleksi karya sastra
agar bisa diterbitkan.Melalui beberapa tahapan yang harus dilewatkan
sastrawan seperti seleksi dan sensor yang sangat merugikan sastrawan, sebab
karya-karya tersebut harus mendukung pemerintah kolonial untuk
melanggengkan kekuasaan Belanda.
151
tidak saja di bidang sastra, tetapi jugasandiwara,drama dan film serta seni
lukis.Dengan Hal ini membuktikan bahwa sastrawan dan budayawan bebas
unruk berekspresi dengan karyanya masing - masih. Para sastrawanyang
merasakan kemerdekaan ini adalah Chairil Anwar (bidang puisi),Idrus,
Pramudya Ananta Toer (prosa), Trisno Sumarjo (drama), AsrulSani, dan
Usmar Ismail (film), dan lain-lain. Mereka ini kemudiandigolongkan ke dalam
sastrawan angkatan ‘45.
152
dibanggakan, tetapi memikirkan suatu penghidupan kebudayaan baru yang
sehat.....”
153
Di bidang yang seorang Chairil Anwar tekuni, saat itulah lalu lintas
pikiran dan ideologi besar tengah saling bertikai dan berebut perhatian yang
tiba – tiba muncul dibenak. Kehadiran pertikaian gagasanpendapat dan
ideologi besar para sastrawan serta pengaruhnya di Indonesiasempat dicatat
dengan baik oleh Achdiat K. Mihardja dalam novelnya yang berjudulAtheis
yang monumental. Chairil Anwar adalah legenda sastra yang hidup dalam
batinmasyarakat Indonesia.Ia menjadi ilham bagi perjuangan kemerdekaan
bangsanya.
154
zaman itu. Contohnya puisi Krawang Bekasi. Masih menurut Agus, nama
Chairil mungkin tidak akan begitu popular jika dia hanya menciptakan sajak
yang berjenis sastra kamar(sastra yang menggarap tema-tema keseharian dan
berlatarkan situasi keseharian). Sajak-sajak yang kontemplatif dan personal.
Betapa pentingginya mutu sajak Derai-derai Cemara, Senja di Pelabuhan
Kecil, atau Yang Terampas dan Yang Putus secara kesusasteraan,
namunsajak-sajak demikian sama sekali tidak memiliki peluang
untukdiapresiasikan secara massal.
155
7) Kena Gempur (1951), terjemahan karya John Steinbeck
Aku
Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu
Tidak juga kau
156
5) The Complete Poems of Chairil Anwar(1974)
6) Jassin(1974)
7) Feuer und Asche: Samtliche Gedichte(1978)
8) The Voice of The Night: Complete Poetry and Prose of Chairil
Anwar (1993)
L. Surat Kepercayaan Gelanggang
Kami adalah ahli waris yang sah dari kebudayaan dunia dan
kebudayaan ini kami teruskan dengan cara kami sendiri. Kamilahir
dari kalangan orang banyak dan pengertian rakyat bagi kamiadalah
kumpulan campur baur dari mana dunia baru yang sehatdapat
dilahirkan.Keindonesiaan kami tidak semata-mata karena kulit kami
yangsawo matang, rambut kami yang hitam atau tulang pelipis
kamiyang menjorok ke depan, tetapi lebih banyak oleh apa
yangdiutarakan oleh wujud pernyataan hati dan pikiran kami.Kami
tidak akan memberi kata ikatan untuk kebudayaanIndonesia, kami
tidak ingat akan melap-lap hasil kebudayaan lama sampai berkilat
dan untuk dibanggakan, tetapi kami memikirkansuatu penghidupan
kebudayaan baru yang sehat. Kebudayaan Indonesia ditetapkan oleh
157
kesatuan berbagai-bagai rangsangsuara yang disebabkan oleh suara
yang dilontarkan kembali dalam bentuk suara sendiri. Kami akan
menentang segala usaha yangmempersempit dan menghalangi tidak
betulnya pemeriksaan ukuran nilai. Revolusi bagi adalah
penempatan nilai-nilai baru atas nilai-nilaiusing yang baru
dihancurkan. Demikian kami berpendapat, bahwa revolusi di tanah
air kami sendiri belum selesai.Dalam penemuan kami, kami
mungkin tidak selalu asli; yang pokok ditemui adalah manusia.
Dalam acara kami mencari, membahas dan menelaahlah kami
membawa sifat sendiri.Penghargaan kami terhadap keadaan keliling
(masyarakat) adalah penghargaan orang-orang yang mengetahui
adanya saling pengaruh antara masyarakat dan seniman.
1. Perkembangan Puisi
158
h. Gaya ironi dan sinisme banyak kita jumpai dalam puisi-puisi
periode ini.
2. Perkembangan Prosa
Pada angkatan ’45 ciri umum prosa adalah sebagai berikut:
a. bentuk prosa lebih bebas, sebenarnya bentuk prosa adalah
rangkaian kalimat yang membentuk paragraph,
b. prosanya bercorak realisme,
c. tema dan setting yang menonjol adalah revolusi, setiap prosa
memiliki tema yang menjadi dasar dalam cerita dan pokok
bahasan di dalamnya,
d. lebih mementingkan isi daripada keindahan bahasa, dan
e. jarang menghasilkan roman seperti angkatan sebelumnya.
Tokoh prosa dan karya-karyanya yang populer adalah
AchdiatKartamiharja (novel Atheis), Idrus (kumpulan
cerpennya Dari AveMaria ke Jalan Lain Ke Roma,novel
Surabaya, Aki), PramoedyaAnanta Toer (novel Keluarga
Gerilya), Utuy Tatang Sontani (novelsejarah Tambera),
Gembira karya Usmar Ismail.
3. Perkembangan Drama
159
M. Karya Sastra Angkatan 45
160
(pelukis), Baharuddin M.S. (pelukis), Basuki Resobowo (pelukis), Pramoedya
Ananta Toer (pengarang), Usmar Ismail (pengarang), Mochtar Lubis
(pengarang), dan Sitor Situmorang (pengarang).
161
adalah pembebasan diri rakyat Indonesia dari penjajah dan peperangan,
penjajahan serta penindasan feodal. Jika panggilan sejarah revolusi Agustus
terlaksana, jika tercipta kemerdekaan dan perdamaian serta demokrasi,
kebudayaan rakyat bisa berkembang bebas. Lekra bekerja membantu
pergulatan untuk kemerdekaan tanah air dan untuk perdamaian diantara
bangsa-bangsa, di mana terdapat kebebasan bagi perkembangan kepribadian
berjuta-juta rakyat.
162
Lekra membantu aktif perombakan sisa-sisa “kebudayaan” penjajahan
dan Lekra juga menerima dengan kritis peninggalan-peninggalan nenek
moyang kita. Lekra menganjurkan pemahaman yang tepat atas kenyataan-
kenyataan di dalam perkembangan yang maju, dan menganjurkan hal itu, baik
untuk cara kerja dilapangan ilmu, maupun untuk penciptaan dilapangan
kesenian. Dilapangan kesenian Lekra mendorong inisiatif, mendorong
keberanian kreatif, dan Lekra menyetujui setiap bentuk, gaja dsb., selama ia
setia kepada kebenaran dan selama ia mengusahakan keindahan artistik yang
setinggi-tingginya.
163
mengembangkan dirinya dan sekaligus mengancam kehidupan
kebudayaan itu, yakni bahaya perpecahan nasional yang parah.
164
putus-putusnya menciptakan hasil-hasil kebudayaan yang lebih baru, di
Dunia Kesusastraan, di Dunia seni rupa, musik dan ilmu pengetahuan.
Hal ini jika ditinjau lebih jauh terutama bukan disebabkan oleh
institusionil-fobi seperti yang disebutkan tadi, melainkan karena
kegiatan yang bersifat institusionil memerlukan persyaratan-persyaratan
materil yang cukup; sementara kedudukan ekonomis serta politis dari
karyawan-karyawan kebudayaan itu yakni dalam masa transisi dari
sistem liberalisme kedalam sistem demokrasi dan perekonomian
terpimpin, jauh dari memuaskan. Untunglah bahwa alat komunikasi
massa banyak membantu hubungan antara karyawan-karyawan
kebudayaan itu satu masa lain, juga membantu hubungan mereka
dengan masyarakat luas.
165
kebersamaan, yakni Pancasila sebagai pegangan untuk kini dan hari
kelak, dengan kata lain: yakni Pancasila sebagai suatu filsafat
kebudayaan.
166
tersebut tidak sekedar dimulai dari saat penulisan draftnya
dipertengahan tahun 1963, melainkan pada hakikatnya telah dimulai
sejak karyawan-karyawan kebudayaan nasional melangkahkan kaki
untuk melaksanakan pendirian dan cita-cita kebudayaan
nasionalnya. Setelah itu barulah kita bisa meninjau perkembangan
kearah lahirnya Manifes Kebudayaan itu sendiri.
6. Manifes Kebudayaan
a. Kami para seniman dan cendikiawan Indonesia dengan ini
mengumumkan sebuah Manifes Kebudayaan, yang menyatakan
pendirian, cita-cita dan politik Kebudayaan Nasional kami.
b. Bagi kami kebudayaan adalah perjuangan untuk menyempurnakan
kondisi hidup manusia. Kami tidak mengutamakan salah satu
sektor kebudayaan diatas sektor kebudayaan yang lain. Setiap
sektor berjuang bersama-sama untuk kebudayaan itu sesuai
dengan kodratnya.
c. Dalam melaksanakan kebudayaan Nasional kami berusaha
menciptakan dengan kesungguhan yang sejujur-jujurnya sebagai
pejuang untuk mempertahankan dan mengembangkan martabat
diri kami sebagai bangsa Indonesia ditengah-tengah masyarakat
bangsa-bangsa.
PANCASILA adalah falsafah kebudayaan kami.
Q. Kesastraan Lekra
167
rakyat, dan mengabdi pada rakyat, dan dengan demikian atas dasar paham
‘Seni untuk Rakyat’, menolak aliran ‘Seni untuk Seni’ seperti yang dinyatakan
dalam Mukadimah Lekra serta Konsepsi Kebudayaan Rakyat (1950). Ide-ide,
pikiran, serta karya-karya Maxim Gorky, Bapak Realisme Sosialis Uni Soviet
dan Lu Shun, pelopor sastra Tiongkok modern dan revolusioner, serta tokoh-
tokoh revolusioner dan progresif dunia lainnya memberikan bahan dan
merupakan pegangan bagi kalangan sastra progresif dan revolusioner di
Indonesia, yang menerima pula Realisme Sosialis dengan pegangan ‘Politik
adalah Panglima’, mengabdi pada rakyat pekerja”.
Istilah realisme sosialis sendiri secara resmi muncul pada tahun 1932
setelah Konferensi XVII Partai Komunis Uni Soviet (30 Januari-4 Februari
1932). Realisme sosialis sendiri muncul dari ajaran Karl Marx yang
menguraikan perjuangan manusia yang tertindas secara keseluruhan atau
sebagian kelompok, bukan perjuangan yang bersifat individual (Ismail,
1972:12). Realisme sosialis ini memiliki karakteristik tersendiri dalam
manifestasi di karya sastra. Karya-karya sastranya menunjukan sikap yang
menentang, melawan, dan menyerang golongan atau kelompok yang
dipandang menghancurkan dan menjajah rakyat ataupun mereka yang
menindas rakyat. Sehingga, hal ini menunjukan bahwa terdapat dua kelompok
dalam masyarakat yang saling bertentangan.
168
Salah satu tokoh Lekra yang terpandang dan tersohor ketika itu adalah
Pramodeya Ananta Toer. Dalam ceramahnya di Universitas Indonesia pada
tanggal 26 Januari 1963, Pramodeya Ananta Toer mengemukakan tentang
“Rasialisme Sosialis dalam Sastra Indonesia”. Menurutnya, rasialisme sosialis
itu berasal dari Maxim Gorky. Rasialisme sosialis adalah sebuah metode dasar
sastra dan kritik sastra di Rusia. Gagasan ini menuntut seseorang memberikan
penilaian yang patuh, membela kebenaran, dan nyata berdasarkan ideologi dan
latihan para buruh atau pekerja dalam semangat sosialisme. Sebagai
konsekuensinya, pandangan atau gagasan yang demikian itu tidak mengiznkan
dan justru menyerang atau melawan kelompok yang menjajah dan menindas
kelompok buruh atau masyarakat teraniaya. Melalui upaya tersebut, konflik-
konflik dalam masyarakat akan tercipta dengan cepat dan puncaknya terjadi
revolusi sosialis.
169
kebenaran dari nilai-nilai sosialisme. Lekra lahir dari anggapan terhadap
kondisi yang membahayakan atas politik dan kultural yang terjadi pada masa
itu. Melalui revolusi, Lekra ingin mendidik dan mencangkok para sastrawan
untuk mencintai realitas dan berada dalam realitas tersebut. Sebuah realitas
yang sesungguhnya adalah dorongan dan bentukan dari sebuah gagasan dan
pemikiran.
Bukan hanya terjemahan dari berbagai bahasa, seperti Rusia, Cina, dan
Inggris tentang Marxis yang diterbitkan, tapi juga mendirikan sebuah usaha
170
penerbit untuk mendukung konsep kesastraan yang realisme sosialis. Salah
satunya adalah mendirikan sebuah penerbitan yang diberi nama PKM atau
Pustaka Kecil Marxi. Kelomok ini menerjemahkan buku-buku kecil yang
berukuran 10,5 x 14 cm dengan halaman sebanyak 20 hingga 100 halaman
(Sudharsono, 2009). Buku-buku itu di antaranya adalah pemikiran dari W.I.
Lenin, Mao Zedong, Ho Chi-Minh, Kelement Gottwald, Ajay Gosh, Karl
Marx, dan lain-lain. Sebagai contohnya adal Masalah Sengkata (W.I. Lenin),
Tentang Kekuasaan Rangkap (W.I. Lenin), Tentang Fase Revolusi (W.I.
Lenin), Marxisme dan Revisionisme (W.I. Lenin), Perdjuangan Vietnam (Ho
Chi Minh), Lawan Dogmatis (Ajay Gosh), Surat-surat Tentang Taktik (W.I.
Lenin), Kerja Upahan dan Kapital (Karl Marx), Tentang Front Nasional
(Mao Zedong), dan lain-lain.
171
Buku-buku dari kelompok ini diiklankan dalam surat kabar atau harian
yang berafiliasi dengannya. Sebagai contohnya adalah Bintang Merah yang
mengiklankan buku-buku hasil terbitannya. Bahkan, pembelian buku akan
mendapatkan bonus yang berupa album kunjungan Presiden Sukarno di Uni
Soviet. Begitu juga dengan Harian Rakjat yang mengiklankan buku-buku
hasil terbitannya. Bahkan, buku-buku untuk anak-anak atau bacaan sastra anak
juga diiklankan seperti The Railways Guerillas, I Wanted to Go to School,
Beautiful Leaves, The Pround General, dan lain-lain yang diiklankan di
Harian Rakjat pada Juli 1965.
Selain itu, setelah kongres kedua di Solo pada tahun 1959, Lekra sudah
mengalami banyak perubahan. Peperangan dengan kelompok Manifes
Kebudayaan telah melahirkan berbagai slogan seperti “Seni Untuk Rakyat”,
“Politik Sebagai Panglima”, “Realisme Sosialis”, “Seni Untuk Seni”, dan
“Humanisme Universal”. Lekra sendiri berusaha untuk mewujudkan gerakan
revolusioner. Dalam bidang yang diampu, yakni kebudayaan, Lekra juga
berusaha mendekatkan ilmu dan kesenian dengan rakyat seperti yang
terlihatdalam Mukadimah-nya dan Mukadimah pada tahun 1950 itu diperbaiki
dan dikuatkan dengan Mukadimah pada tahun 1959 dalam kongres di Solo.
172
Realisme sosial dan romantik revolusioner (Yuliarti dan Dahlan dalam
Mumtaz, 2014:23).
173
imperialisme, perdjuangan kaum tani untuk pelaksanaan UUPA dan UUPBH
setjara konsekwen untuk menudju perubahan agraria jang radikal, garis politik
partai untuk mengkonsolidasikan front persatuan nasional dan lain-lainnja”.
Selain itu, D.N. Aidit juga menjelaskan kosep-konsep 1-5-1 yang lainnya,
yang menjadi satu kesatuan dengan politik adalah panglima. Sebagai kerja
kreatif para seniman yang tergabung dalam Lekra, tiap seniman harus
memerhatikan asas atua konsep yang telah ditentukan.
174
Reaksi keras atas tindakan yang dilakukan oleh Balai Pustaka
tersebut tercermin dalam semboyan penerbitan Majalah Poejangga Baroe.
Tahun 1933, yang bersemboyan, “Sebagai wadah kesusastraan dan bahasa
serta budaya umum”.
Pada tahun 1935, Majalah Poejangga Baroe mengubah semboyan
penerbitannya menjadi, “pembawa semangat baru dalam kesusastraan, seni
kebudayaan, dan soal masyarakat umum”. Perubahan semboyan yang
kedua ini secara jelas memperlihatkan bahwa Majalah Poejangga Baroe
ingin membawa dan membuat suatu perubahan besar dalam penulisan
karya sastra Indonesia. Pada saat itu, semangat modernisasi sangat jelas di
perlihatkan, Sutan Takdir Alisjahbana menyerukan agar gaya penulisan
sastrawan Indonesia lebih banyak belajar kepada gaya penulisan sastrwan
asing. Sutan Takdir sering kali memuat tulisan-tulisannya yang
berhubungan dengan dunia sastra, diantaranya seperti: Puisi Indonesia
Zaman Baru : Djiwa Bernyanyi ( Poejangga Baroe, Th. II, no. 5,
November 1934), dan Puisi Indonesia Baru : Irama Baru ( Poejangga
Baroe, Th. II. no. 4, Oktober 1934).
Dalam tahun yang sama, tahun 1935, bertepatan dengan peristiwa
Polemik Kebudayaan, semboyan penerbitan Poejangga Baroe semakin
bernada tegas, yakni “Sebagai pembimbing menuju masyarakat dan
kebudayaan baru”. Perubahan-perubahan yang ingin dilakukan oleh
Majalah Poejangga Baroe tersebut juga diperhatikan dengan jelas oleh
Sutan Takdir dalam tulisan yang memicu perdebatan pada saat itu. Yakni
tulisannya yang berjudul “Menuju Masyarakat Dan Kebudayaan Baru,
Indonesia – prae- Indonesia”. Dalam tulisannya tersebut, Sutan Takdir
mengajak masyarakat Indonesia untuk belajar pada Bangsa Barat, agar
bangsa Indonesia dapat maju seperti anggapannya.
Dari manifesto Majalah Poejangga Baroe, dapat ditarik kesimpulan
tetangnya, yakni: Majalah Poejangga Baroe diterbitkan untuk membuat
suatu perubahan kearah modernisasi, baik dalam bidang kesusastraan
maupun dalam bidang kebudayaan. Majalah ini juga di maksudkan sebagai
175
wadah bagi pengarang atau sastrawan pribumi Indonesia untuk
menyalurkan karya sastra mereka, sekaligus sebagai tempat belajar
berbagai karya sastra asing. Majalah Poejangga Baroe juga diterbitkan
sebagai sarana pembawa semangat nasionalisme di Indonesia pada saat itu.
Penerbitan Majalah Pedjangga Baroe mendapatkan kritikan keras
dari kalangan bangsawan Melayu yang setia kepada pemerintahan
Kolonial Belanda. Kalangan bangsawan Melayu berdalih dengan
mengatakan bahwa majalah tersebut akan merusak kasanah bahasa Melayu
dengan memasukan bahasa daerah dan bahasa asing.
Pada masa pendudukan Jepang di Indonesia, tahun 1942-1945,
Majalah Poedjangga Baroe dilarang terbit. Pemerintah Jepang beralasan
bahwa majalah tersebut mempropaganda semangat nasionalisme di
kalangan masyarkat pribumi Indonesia. Selain itu, pemerintah Jepang juga
menyebutkan nahwa majalah tersebut terlalu progresif dan ke-Barat-
baratan. Akan tetapi setelah Indonesia merdeka dapat diterbitkan kembali
tahun 1949-1953 di bawah kendali Sutan Takdir dengan dukungan tenaga-
tenaga baru. Seperti Achdiat Karta Mihardja, Asrul Sani, Chairil Anwar
Dodong Djiwapraja, Harijadi S. Hartowardoyo, dan Rivai Apin.
Ketika diterbitkan kembali, majalah Poejangga Baroe pada tahun-
tahun pertama setelah Indonesia merdeka. Majalah ini mengusung
semangat yang berbeda dengan pertama kali diterbitkan. Hal ini
disebabkan oleh kondisi sosial, politik, dan kebudayaan yang sudah sangat
berbeda.
3. Surat Kabar Pewarta Deli
Di terbitkam pertama kali di kota Medan pada tahun 1920, Surat
Kabar Pewarta Deli dipimpin oleh Dja Endar Muda. Surat kabar ini di
terbitkan dan dicetak oleh perusahaan pribumi bernama Sjarikat Tapanuli.
Pada tahun 1911, kepemimpinan redaksi Surat Kabar Pewarta Deli
diserahkan kepada Adinegoro (Jamalludin) karena Dja Endar Muda keluar
dan menerbitkan Surat kabar Bintang Atjeh.
176
Pada tahun-tahun pertama diterbitkan, Surat Kabar Pewarta Deli
lebih banyak memuat tulisan yang berisikan kritik terhadap kebijakan
Pemerintah Hindia-Belanda di Sumatra. Ketika diberlakukannya
kebijakan Poenale Sanctie, sebuah tulisan berjudul “Nasibnya Koeli
Contract di Soematra Timoer” dari seorang bernama Omega dimuat dalam
Surat Kabar Pewarta Deli edisi 18 Desember 1912. Tulisan tersebut
mengkritik soal eksploitasi para kuli yang didatangkan oleh pemerintah
dari Cina, India, dan Pulau Jawa. Para kuli tersebtut dipekerjakan di
kebun-kebun milik pemerintah dengan upah sangat rendah.
Pada tahun 1916, Surat kabar Pewarta Delu memuat kembali
sebuah tulisan yang merupakan kritik atas tingkah-laku seorang pejabat
pemerintah Hindia-Belanda berjudul “Seorang Ambtenar Jang Pemaboek”,
dalam edisi tanggal 22 November. Surat kabar ini juga memuat tulisan
kritikan yang judulnya bergaya fiksi dan cerita bersambung. Tulisan
tersebut diterbitkan tahun 1912, berjudul “Kerajaan Mandolnati” dari
seorang bernama Flora. Tulisan ini kritikan terhadap sistem Tanam Paksa
daei pemerintahan kolonial Belanda.
Surat Kabar Pewarta Deli, tidak semata-mata memberitakan
persoalan sosial dan ekonomi yang sering dihadapi oleh masyarakat
pribumi di Sumatra, tetapi memberitakan juga tentang politik. Surat kabar
ini memuat sebuah tulisan yang menyatakan bahwa “Pemerintah harus
memberikan kedudukan dalam pemerintahan kepada para aktivis komunis,
agar pemberontakan tidak terjadi lagi”.
4. Harian Soeara Oemoem
Harian Soeara Oemoem diterbitkan pertama kali pada bulan
Oktober 1931 di kota Surabaya, dimaksudkan sebagai alat propaganda
semangat kemerdekaan di kalangan masyarakat pribumi Indonesia saat
itu, khususnya masyarakat di pulau Jawa. Harian ini diterbitkan oleh
Persatuan Bangsa Indonesia (PBI) di bawah pimpinan dr. Soetomo. Surat
kabar ini menyediakan rubrik khusus untuk menyiarkan berita-berita
tentang kemerdekaan.
177
Pemisahan rubrik berbahasa Indonesia dan berbahasa Jawa yang
dilakukan pada Harian Soeara Oemoem, kemudian menimbulkan
kekacauan. Pada tanggal 2 September 1933, rubrik bahasa Jawa
memisahkan diri, kemudia berganti nama menjadi “Penjebar Semangat”,
dibawah pimpinan Imam Supardi. Sementara rubrik berbahasa Indonesia
tetap digunakan sebagai alat propaganda bagi organisasi Persatuan
Bangsa Indonesia dibawah pimpinan dr. Soetomo.
Ketika dipimpin oleh Tjindarboemi pada tahun 1931, Harian
Soeara Oemoem mengalami perkembangan yang sangat pesat, dengan
pengertian bahwa harian ini telah dibaca dan menyebar samapai luar
negri, khususnya sampai ke Eropa. Pada saat itu, Tjindarboemi memuat
tulisannya. Tentang pemberontakan kapal Zeven Provincien, dimana
pemberitaanya menyebar sampai ke Eropa. Pemerintah Hidia-Belanda
merasa terganggu dengan pemberitaan itu, sebab akan merusak
pandangan pandangan dunia luar atas kedudukan Belanda di Indonesia.
Dalam tahun yang sama, pihak pemerintahan Hidia-Belanda kemudian
memberi teguran keras kepada Tjindarboemi
5. Majalah Wasita
Majalah Wasita merupakan majalah pendidikan yang diterbitkan
untuk pertama kalinya pada bulan Oktober 1928, di Yogyakarta.
Penerbitan majalah ini ditunjukan sebagai alat propaganda
agar pentingnya pendidikan oleh perguruan Taman Siswa kepada
masyarakat pribumi Indonesia, khususnya di pulau Jawa. Majalah Wasita
diterbitkan dan dipimpin oleh ki Hajar Dewantara.
Penerbitan Mjalah Wasita adalah sebagai wadah belajar umum bagi
masyarakat pribumi Indonesia pada saat itu. Pada penerbitan pertamanya,
Majalah Wasita dibagi kedalam beberapa rubrik, yaitu : rubrik pendidikan
dan pengajaran, rubrik babad dan ceritera, rubrik pengetahuan umum,
rubrik arsip nasional, rubrik kesehatan dan sport (olahraga). Pembagian
majalah ini kedalam beberapa rubrik dimaksudkan oleh redaksinya agar
pembaca mudah memilih berita atau informasi sesuai dengan kebutuhan
178
masing-masing. Selain itu, Majalah Wasita juga berguna sebagai panduan
bagi para pengajar di perguruan Taman Siswa khususnya dan para
pengajar di Indonesia secara umum.
6. Aktor-aktor di balik Perdebatan Kebudayaan Tahun 1935-1939
Buah pemikiran seseorang atau aktor yang dituangkan melalui
berbagai media atau saran seperti buku, majalah, surat kabar, dan sara-
saran tulisan lainnya. Tidak akan terlepas dari pengaruh lingkungan,
kepercayaan atu keyakinan, dan pendidikan yang pernah ditempuh semasa
hidupnya. Artinya, pemikiran seseorang tersebut tercipta melalui situasi
dan kondisi yang menjadi latar belakang dimana pemikir tersebut berada
dan dibesarkan. Hal ini juga berlaku bagi para aktor atau para intelektual
yang terlibat dalam pendekatan di tahun 1930-an, perdebatan yang lebih
dikenal dengan peristiwa polemik kebudayaan.
a. Sutan Takdir Alisjahbana
Sutan Takdir Alisjahbana lahir di Natala, Sumatera Utara
pada tanggal 1 Februari 1908 dan meninggal pada tanggal 17 Juli
1944. Semasa hidupnya, Sutan Takdir Alisjahbana dikenal sebagai
seorang penulis, sastrawan, budayawan, dan lain sebagainya.
Pada tahun 1915, Sutan Takdir Alisjahbana disekolahkan
oleh keluarganya di sekolah dasar Holandsch Inlandsche (HBS), di
Bengkulu. Setelah menyelesaikan pendidikannya pada tahun 1921,
ia kemudian melanjutkan ke Kweekschool Bukit Tinggi, Lahat,
Muara Enim. Saat menempuh pendidikan ia mendirikan sebuah
organisasi pemuda Jong Sumatra Bond, cabang Muara Enim dan
sekaligus menjadi ketuanya. Di Kweekschool ini, ia lulus pada tahun
1925 dan kemudian melanjutkan pendidikannya di Hogree
Kweekschool, di Bandung.
Pada saat menempuh pendidikan di Bandung. Sutan Takdir
diangkat sebagai sekertaris dan wakil ketua Jong Sumatera Bond
cabang Bandung. Setelah lulus dari Hogree Kweekscholl, ia
kemudian kemabali ke Sumatera dan menjadi guru di Palembang
179
selama setahun. Dalam tahun yang sama, ia juga berpartisipasi
sebagai penerbit dan redaktur Majalah Mingguan Semangat Muda
di Palembang.
Di masa mudanya, Sutan Takdir Alisjahbana banyak
membaut karya tulis, baik dalam bentuk buku, esai, paper, maupun
novel. Beberapa diantara karya tulisnya tersebut yaitu: Tak Putus
Dirundung Malang (1929), Aliran Semangat Muda (1929), Dian
Jang Tak Kunjung Padam (1932), Tebaran Mega (1935), dan Layar
Terkembang (1937)
b. Sanusi Pane
Sanusi Pane lahir pada tanggal 14 November 1905 di Muara
Sipongi, Sumatera Utara. Ia meninggal pada tanggal 2 januari 1928
di Jakarta. Semasa hidupnya, Sanusi Pane dikenal sebagai seorang
sastrawan dan wartawan. Selain itu, ia dikenal juga sebagai tokoh
kebudayaan terkemuka dalam sejahtera kebudayaan Indonesia. Ia
adalah anak dari Sutan Pangaruban Pane, seorang yang dikenal
sebagai pengarang daerah pada jamannya.
Pada tahun 1922, Sanusi Pane disekolahkan oleh
keluarganya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), Padang.
Ia kemudia pindah ke sekolah yang sama di Jakarta. Setelah
menyelesaikan pendidikan dasarnya, Sanusi Pane kemudian
melanjutkan ke Kweekschool Jakarta. Ia lulus pada tahun 1925 dan
diangkat menjadi guru. Tatkala sekolah tersebut dipindahkan ke
Lembang dan kemudian menjadi Hagree Kweekschool (HIK), ia
juga mengajar pada sekolah tersebut. Ia mendapat kesempata dari
sekolah untuk mengikuti kuliah etnologi di Sekolah Hakim Tinggi,
tahun 1929-1930, Sanusi Pane pergi ke India untuk mempelajari
kebudayaan Hindu.
Kepergiaannya ke India, memepengaruhi pemikiran Sanusi
Pane. Setelah pulang, ia banyak membuat karya tulis yang
berhubungan dengan kebudayaan Hindu, diantaranya seperti:
180
naskha drama Kertajaya (1932) dan naskah drama Sandhyakala
Ning Majapahit (1933). selain itu, ia juga menerjemahkan kakawin
Mpu Kanwa dan Arjuna Wiwaha yang berbahasa Jawa Kuno pada
tahun 1940. Hal inilah yang menimbulkan pendapat bahwa alam
pemikirannya lebih condong ke dunia Timur dalam penciptaan
karya sastra.
c. Dr. Raden Mas Ngabehi Poerbatjaraka
Raden Mas Ngabehi Poerbatjaraka, lahir di Surakarta pada
tanggal 1 januari 1884 dan meninggal pada tanggal 25 Juni 1964.
semasa hidupnya, Poerbatjaraka dikenal sebagai seorang
budayawan, ilmuwan, dan ahli sastra Jawa kuno. Ketika kecil,
Poerbatjaraka dipanggil dengan nama Lesya. Ia adalah anak Raden
Toemanggoeng Poerbadipoera, seorang abdi dalem kesayangan
Sunan Pakubuwana X, di keratin kesunanan Purwakarta.
Ngabehi mengenyam pendidikan pertamanya di Hollandsch
Indische School (HIS), sekolah untuk anak-anak Belanda
yang dapat dimasuki oleh anak-anak pribumi yang orang
tuanyatergolong mampu dalam segi perekonomiannya. Ngabehi
memepelajari beberapa ilmu pengetahuan, seperti bahasa Melayu,
bahasa Belanda, dan pengetahuan dasar lainnya. Setelah lulus
Ngabehi melanjutkan pendidikannya di Europesche Lagee School
(ELS) sekolah dasar untuk anak-anak Eropa. Pada tahun 1910, ia
dikirim oleh Residen Surakarta untuk bekerja di Dinas Purbakala.
Museum Gajah Mada, di Batavia (Jakarta). Pada tahun 1921,
Ngabehi pergi ke negri Belanda untuk untuk belajar di Universitas
Leiden. Disana, ia ditugaskan untuk menjadi asisten Profesor Dr.
Hanzeu, seorang ahli karya sastra Jawa dan diperkenankan
berpromosi untuk mendapat gelar doctordi Universitas Leiden.
d. Dr. Soetomo
Dr. Soetomo lahir pada tanggal 30 Juli 1888, di Ngepeh,
Loceret, Nganjuk, Jawa Timur, dan meninggal pada tanggal 30 Mei
181
1938. Ia dikenal sebagai pendiri Budi Utomo, organisasi pergerakan
pertama di Indonesia. Ketika muda, ia disekolahkan oleh
keluarganya di School Tot Opleiding Van Indlasche Artsen
(STOVIA), Batavia (Jakarta), pada tahun 1931. Ia bekerja di
sebagai dokter pemerintah di beberapa daerah di Pulau jawa.
Semasa hidupnya, selain aktif dalam bidang pendidikan dan
kedokteran, dr. Soetomo juga aktif dalam bidang jurnalisme.
e. Tjindarboemi
Tjindarboemi lahir pada tanggal 28 November 1942, di
gunung Sugih, Lampung, Smuatera. Tjindarboemi dikenal sebagai
seorang perintis pers Nasional Indonesia. Ketika muda, ia
mengenyam pendidikan pertamanya di Nederlandsche Indische
Artsen School ( NIAS), di Surabaya. Meskipun lulus dari sekolah
kedokteran, Tjindarboemi memilih bekerja sebagai wartawan. Pada
tahun 193, ia menjadi pemimpin dari redaksi surat kabar Soeara
Oemoem, milik dr. Soetomo. Dalam bulan Januari 1933, ia menulis
dan memuat tulisannya dengan pemberontakan Kapal Zeven
Provincien. Dalam surat kabarnya tersebut. Akibat keberaniannya,
ia mendekam dalam penjara Kalisolok.
f. Djamaludin Adinegoro
Djamaludin Adinegoro lahir pada tanggal 14 Agustus 1904,
di Talawi, Sawah Lunto, Sumatera Barat dan meninggal pada
tanggal 8 Januari 1967. Ia dikenal sebagai seorang sastrawan dan
wartawan. Pada tahun 1918, Djamaludin sekolah di School Tot
Oplending Van Indische(STOVIA). Setelah menamatkan
sekolahnya tahun 1925, setahun kemudian ia belajar ke negri
Jerman dan Belanda untuk memperdalam pengetahuan tentang
jurnalistik, geografi, kartografi, dan geopolitik. Hingga tahun 1930.
Djamaludin mengawali pekerjaannya sebagai wartawan di Majalah
182
Tjaja Hindu. Djamaludin kemudia mempin surat kabar Soematra
Shimboen. Pada tahun 1948, ia mendirikan dan menerbitkan
Majalah Mimbar Indonesia bersama profesor dr. Soepomo.
g. Ki Hajar Dewantara
Kihajar Dewantara lahir pada tanggal 2 Mei 1889, di
Yogyakarta `dan meninggal pada tanggal 29 April 1959. Nama
aslinya adalah Raden Mas Soewardi ia dibesarkan dalam
lingkungan istana kerajaan Yogyakarta, dimana suatu bentuk adat
dan tradisi Jawa sangat dijunjung tinggi oleh masyarakat. Pada
tahun 1904, Ki Hajar Dewantara berhasil menyelesaikan
pendidikannya di Europesche Lagee School (ELS) sekolah yang
mengenalkan “colonial syestem”. Ia kemudian melanjutkan
pendidikannya di Kweekschool, di Yogyakarta. Kemudian
melanjutkan pendidikannya School Tot Opleideing Van Indische
Partsen (STOVIA). Namun, pada tahun 1910, KI hajar Dewantara
keluar dari STOVIA karena tidak naik kelas dan beasiswanya
dicabut. Meskipun keluar , ia mendapatkan seurat keterangan
istimewa dari direktur STOVIA karena kepandaiannya berbahasa
Belanda.
Pada tanggal 6 September 1912, Ki Hajar Dewantara masuk
menjadi anggota Indische Partij, setahun kemudian. Ia mendirikan
Komite Bumi Putera di Bandung. Ki Hajar Dewantara
mempublikasikan tulisannya yang terkenal “Als ik een nederlander
was” Tulisan tersebut dianggap menyinggung pemerintah Hindia-
Belanda. Ia kemudian ditangkap bersama Tjipto Mangoenkoesoemo
(dibuang ke Banda neira) dan Douwes Dekker (dibuang ke Timor
Kupang) , selanjutnya ketiga tokoh itu sepakat untuk meminta
dipindahkan ke Belanda.
Di negri Belanda, Ki Hajar mendirikan kantor berita
“Indonesische Persbureau”. Ini pertama kalinya digunakan dalam
surat kabar di negri tersebut. Setelah kembali dari pengasingan. Ki
183
Hajar mendirikan Perguruan Taman Siswa, sekaligus menjadi
gurunya. Pada tahun 1927, ia bersama Soekarno mendirikan
Perserikatan Nasional Indonesia (PNI).
Pada tahun 1945, Indonesia merdeka dari pendidikan
Jepang. Dalam tahun yang sama, Ki Hajar Dewantara diangkat
menjadi Menteri Pengajaran Indonesia (Menteri Pendidikan,
Pengajaran, dan Kebudayaan) dalam kabinet pertama Indonesia.
Pada tahun 1957, ia diberikan gelar doctor kehormatan. Oleh
Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Setelah meninggal Ki Hajar
Dewantara diangkat sebagai Bapak Pendidikan Nasional Indonesia.
h. dr. Muhammad Amir
Dr. Muhammad Amir, lahir pada tanggal 27 januari 1900, di
Talawi, Sawah Lunto, Sumatera Barat, dan meninggal pada tahun
1949, di Amsterdam, Belanda. Di sekolahkan di Hollandsch
Inlandsche School (HIS), di Palembang. Sebelum menamatkan
pendidikannya. Dr. Muhammad Amir pindah ke Batavia dan
menamatkan pendidikan di ELS pada tahun 1914. Ia kemudian
melanjutkan pendidikannya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs
(MULO), ia tamat pada tahun 1918, kemudian melanjutkan
ke School Tot Oplending Van Indische Artsen (Stovia). Pada tanggal
8 Desember 1917, dr. Muhammad Amir bersama rekannya
mendirikan perhimpunan pemuda “Jong Sumatera
Bond”, kemudian memimpin perhimpunan ini hingga tahun 1922.
Mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikannya ke negri
Belanda, setelah tamat dari STOVIA pada tahun 1924. setahun
kemudian, ia ditunjuk sebagai komisaris pengurus Indische
Vereneging yang kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan
Indonesia, pada tanggal 11 Januari 1925. Tahun 1934, dr.
Muhammad Amir pindah bersama keluarganya ke Utrect, Belanda.
184
Perdebatan kebudayaan di tahun 1930-an yang terjadi antara Sutan
Takdir Alisjahbana, Sanusi Pane, Dr. Raden Mas Ngabehi, dr. Soetomo,
Tjindarboemi, Ki Hajar Dewantara, dan dr. Mohammad Amir. Perdebatan itu
tidak berlangsung selama terus menerus, melainkan secara bertahap. Tahapan-
tahapan dari perdebatan kebudayaan tersebut akan diuraikan sebagai berikut:
1. Perdebatan pertama di mulai pada Bulan Agustus 1935
Dalam bulan Agustus itu, Sutan Takdir membuat sebuah tulisan
berjudul “ Menuju Masyarakat dan Kebudayaan Baru, Indonesia- Prae-
Indonesia” yang kemudian dimuat dalam Majalah Poejangga Baroe. Ia
menyatakan bahwa perkataan Indonesia pada saat itu telah mengalami
perubahan makna. Menurutnya, perubahan makna tersebut terjadi karena
“segala yang terdapat dan terjadi, segala yang pernah terdapat dann
terjadi, segala yang pernah terdapat dan terjadi di lingkungan kepulauan
kita ini diberi orang nama Indonesia”.
Dari pernyataan Sutan Takdir tersebut, dapat diketahui bahwa. Ia
menganggap Istilah Indonesia ciptanaan abad ke-20. Dengan demikian,
maka jaman sebelumnya bukan bagian dari Indonesia. Berikut ini
pernyataan takdir:
“Sesungguhnya kemauan bersatu yang dikandung semangat
Indonesia bukan sekali-kali berurat berakar di masa yang silam, tetapi
sebaliknya di masa yang akan datang dalam harapan akan bersama-sama
berdiri di sisi bangsa-bangsa yang lain di kemudian hari, yang
berdasarkan atas keyakinan yang di harapkan dan dicita-citakan itu hanya
mungkin tercipta itu hanya mungkin tercapai dengan pekerjaan bersama-
sama, dengan bersatu.”
Kemudian Sutan Takdir menuliskan pernyataan yang kontroversial
pada jamannya, yakni sebagai berikut :
“Maka telah sepatutnya pula alat untuk menimbulkan masyarakat
yang dynamisch yang teristimewa sekali kita cari di negri dynamisch pula
susunan masyarakatnya. Bangsa kita perlu alat-alat yang menjadikan
negri-negri yang berkuasa di dunia yang dewasa ini mencapai kebudayaan
185
yang tinggi seperti sekarang: Eropa, Jepang, dan Amerika. Dan sekarang
ini tiba waktunya kita mengarahkan mata kita ke Barat”
Tulisan Sutan Takdir di majalah Poejangga Baroe tersebut pun
ditanggapi oleh Sanusi Pane, mengenai hubungan zaman pra-Indonesia
dan zaman dan zaman Indonesia. Dalam tulisannya yang berjudul
“ Persatuan Indonesia”, Sanusi Pane membantah. Berikut pernyataannya:
“Tuan S.T.A. rupanya tidak cukup mewujudkan dalam
pemandangan hidupnya akan kenyataan, bahwa sejarah ialah rantai
ketika-ketika, yang timbul dari yang di belakangnya. Zaman sekarang
ialah terusan yang dahulu. Manusia tidak sanggup mengadakan dewasa
yang baru sama sekali. Hal demikian itu sekiranya sama dengan
mengadakan barang dari yang tidak ada.”
Pane pun menegaskan bahwa bangsa Indonesia tidak perlu belajar
pada bangsa Barat. Menurutnya, di benua Barat, orang terpaksa
menaklukan alam, sehingga melahirkan intelektualisme, individualisme,
dan materialisme. Sedangkan di Timur, menurut Sanusi Pane, orang yang
tidak perlu menaklukan alam, sebab alamnya berbeda dari
Barat. Kemudian menyatakan bahwa yang harus dicari pada saat itu
adalah garis yang dapat ditempuh oleh semua bangsa di dunia, baik
bangsa Barat ataupun Timur.
Demikian menurutnya, keinginan agar bangsa Indonesia di
kemudian hari menjadi bangsa yang mampu bersaing dengan bangsa-
bangsa lain di dunia dapat terealisasikan atau terwujud. Dalam tulisannya
yang lain, dengan judul “Mengembalikan Kebudyaan Timur”.
Menurutnya, Ke-Indonesiaan dan Ke-Timuran harus memancar lagi di
dalam masyarakat dan kesenian bangsa Indonesia.
Tanggapan Sanusi Pane di jawab oleh Sutan Takdir melalui
tulisannya yang berjudul “Menuju Masyarakat dan Kebudayaan Baru.”.
Dalam tulisannya itu, ia menyatakan bahwa zaman Pra-Indonesia dan
Zaman Indonesia tetap tidak dipersatukan, sebab diantara kedua zaman
186
tersebut terdapat perbedaan yang sangat besar dalam hal semangat ke-
Indonesiaan.
Menurut Sutan Takdir, ke-Indonesian yang terdapat pada zaman
pra-Indonesia adalah ke-Indonesiaan yang belum insyaf. Ke-Indonesiaan
seperti itu menurutnya terdapat juga Filipina, Malaka, dan daerah lainnya
di luar Indonesia. Sementara mengenai persoalan bangsa Barat dan Timur,
menurutnya kedua bangsa tersebut sama-sama mementingkan jasmani dan
rohani, akan tetapi bangsa Timur kalah dibandingkan bangsa Barat dalam
soal jasmaninya.
Kemudian Sanusi Pane menegaskan bahwa. Ia tidak akan merubah
pendapatnya mengenai persoalan kebudayaan Barat dan Timur. Dari
catatannya dapat diketahui bahwa ia menganggap hidup bangsa Barat dan
bangsa Indonesia belum sempurna. Oleh sebab itu, ia kemudian
memberikan sebuah cara agar bangsa bangsa Barat dan bangsa Indonesia
(Timur) dapat mencapai kehidupan yang lenih baik dengan
mengharmoniskan atau menyatukan kebudayaan Barat dan Timur.
Perdebatan yang terjadi antara Sutan Takdir dan Sanusi Pane
mengundang perhatian Dr. Raden Mas Ngabehi Poerbatjaraka. Dalam
tulisannya yang berjudul “Sambungan Jaman” Ngabehi menyatakan
bahwa Sanusi Pane dan Sutan Takdir tidak konsisten dalam pernyataan.
Ngabehi menganggap kedua intelektual itu terkadang mengiyakan dan
terkadang membantah mengenai perhubungan antara zaman pra-Indonesia
dan zaman Indonesia. Sedangkan, Ngabehi berpendapat kedua zaman
tersebut tidak bisa di pisahkan. Ngabehi kemudian menyatakan
pendapatnya mengenai persoalan kebudayaan Barat dan Timur, sebagai
berikut:
“Dengan pendek kata: janganlah mabuk kebudayaan kuno, tetapi
jangan mabuk kebaratan juga. Ketahuilah kedua-duanya, pilihlah mana
yang baik dari kebudayaan itu, supaya kita bisa memakainya dengan
selamat di dalam hari yang akan datang kelak. Inilah taak seberat-beratnya
187
penganjur yang suka memperhatikan nasib bangsa kita, bangsa Indonesia,
kelak.”
Poerbatjaraka adalah seorang budayawan, dengan demikian, Ia
mengetahui akibat yang akan terjadi apabila terdapat suatu pemujaan yang
terlalu tinggi terhadapkebudayaan Barat dan kebudayaan Timur. Oleh
sebab itu, menurutnya, perlu dilakukan suatu pemilahan yang mendalam
sebelum mempelajari kedua bentuk kebuayaan tersebut.
Sutan Takdir Alisjahbana kemudian menuliskan sebuah catatan
untuk menjawab tanggapan dari Poerbatjaraka atas tulisannya. Dalam
catatannya itu, Takdir membatah pernyataan yang disebutkan oleh
Poerbatjaraka. Berikut pernyataan Sutan Takdir:
“Saya tidak pernah berkata bangsa kita harus selalu mengejar Barat
dari belakang. Bukan sekali-kali pekerjaan kita, membeo pada Barat. Kita
hanya mesti selekas-lekasnya memperoleh sifat dynamisch Barat yang
melahirkan kebudayaan Barat yang dynamisch. Bangsa kita hanya
mungkin mempunyai harapan untuk masa yang akan datang, apabila
segala yang dicapai Barat itu sependek-pendeknya. Sesudah itu pastilah
kita akan mencari jalan sendiri, bersama-sama atau tidak dengan bangsa
lain di muka bumi ini”
Sutan Takdir Alisjahbana menginginkan agar bangsa Indonesia
dapat mengambil atau meyerap segala bentuk sifat dinamis bangsa Barat
agar dapat bersaing dengan bangsa-bangsa lain di dunia. selain itu, Ia juga
menegaskan bahwa pekerjaan generasi muda bangsa Indonesia adalah
melihat ke depan, mengejar citacita yang diinginkan oleh seluruh rakyat
Indonesia, bukan melihat ke masa lalu, masa yang lampu atau masa yang
telah ditinggalkan. Ia juga menyatakan supaya generasi muda bangsa
Indonesia harus terbebas dari ikatan kebudayaan lama dan mengetahui
sebanyak mungkin kebudayaan-kebudayaan lain yang ada di dunia.
Catatan dari Sutan Takdir Alisjahbana sekaligus menjadi penutup
perdebatan tahap pertama. Perdebatan tahap pertama yang terjadi antara
Sutan Takdir Alisjahbana, Sanusi Pane, dan Poerbatjaraka merupakan
188
perdebatan mengenai haluan yangakan ditempuh oleh bangsa Indonesia
untuk melangkah ke masa depan, agar dapat menjadi sebuah bangsa yang
mampu berdiri di sisi dan bersaing dengan bangsa-bangsa lain d idunia.
Oleh sebab itu, pemikiran dari masing-masing intelektual yang terlibat
pada saat itu merupakan suatu pilihan jalan yang dapat diambil oleh
bangsa Indonesia, apakah bangsa Indonesia akan meniru kebudayaan Barat
atau mempertahankan dan mengembangkan kebudayaan Timur.
2. Perdebatan Kebudayaan Tahap Kedua
Pada bulan Oktober, tidak lama setelah menutup perdebatan
kebudayaan tahap pertama, tulisan Sutan Takdir berujudul “Semboyang
Yang Tegas” dimuat dalam Majalah Poejangga Baroe. Tulisan Sutan
Takdir ini merupakan tanggapan dan penilaiannya atas pernyelenggaraan
Kongres Permusyawaratan Perguruan Indonesia. Dalam tulisannya itu,
Takdir menyetakan bahwa kongres perguruan yang berlangsung pada
tanggal 8,9, dan 10 Juni di Kota Solo tersebut. Cukup berhasil untuk
mendirikan sebuah badan perguruan.
Tanggapan yang diberikan Takdir terhadap penyelenggaraan
Kongres Perguruan Indonesia di Kota Solo, kemudian dijawab oleh dr.
Soetomo, salah satu pemicara dalam kongres tersebut. Dalam tulisannya
yang berjudul “Nationaal–Onderwijs – Congres, Menyambut
Pemandangan Tuan S. T. A”, dr. Soetomo menyatakan bahwa tujuan
diadakannya kongres tersebut adalah untuk merancangstrategi perguruan
yang tepat untuk bangsa Indonesia. Dalam tulisannya tersebut, dr.
Soetomo juga menegaskan bahwa perkataantendens negatif yang
disebutkan oleh Takdir terhadap sebagian pembicara dalam kongres
perguruan di Solo, tidak memiliki alasan yang masuk akal. Menurut
dr.Soetomo, semua pembicara dalam kongres perguruan itu mengerti dan
mengakui kehebatan cara pendidikan Barat. Berikut ini jawaban dr.
Soetomo atas pernyataan Takdir mengenai tendens anti-Barat terhadap
sebagian pembicara dalam Kongres Perguruan Indonesia di Solo:
189
“Saya kira tidak lain karena mereka prae-adviseur menunjukkan
buahnya intelectualisme itu, kalau dengan cerdasnya akal itu lain-lain alat
kemanusiaan tidak bersama dikembangkannya. Kalau kecerdasan lain-lain
alat kemanusiaan itu jauh di belakang daripada kecerdasan intelectualisme
tadi. Kesalahan itu kiranya bagi kita yang baru berkembang sebagai
bangsa, janganlah mengenai diri kita. Janganlah terjadi yang kita juga akan
menderita juga beberapa kesedihan dan kesakitan masyarakat, seperti di
Benua Eropa, yang waktu ini sedang sibuk mencari jalan baru, guna
menlenyapkan pengaruh intelectualisme, yang sungguh destructief wujud
dan akibatnya. Di dalam kecerdasan internasional kita adalah terbelakang
sekali. Hal ini dapat menguntungkan kembangan kita juga, asal saja
keawasan dan kebijaksanaan menjadi sifat kita. Bukankah di dalam
evolutie kita, dapat meloncati beberapa ontwikkelings-phasen, tingkat
kecerdasan itu, yang di Barat harus diwujudkan dengan pahit dan getirnya?
Andainya kita sebagai bangsa sudah kuasa membikin atau membeli kapal
udara umpamanya, tentu kapal yang modern sama sekali akan menjadi
kepunyaan kita, sedang ballast kesusahan dan kecelakaan dengan kapal
udara yang kuno, tidak menjadi pengalaman dan risico kita”.
Dalam tulisannya, dr. Soetomo juga menyatakan bahwa bahwa
pendidikan harus disusun dan dirancang dengan teliti, agar tidak terjadi
berbagai kesalahan seprti pendidikan cara Bangsa Barat. Oleh sebab itu,
maka dr. Soetomo tidak menginginkan mempelajari secara menyeluruh
tentang pendidikan cara Bangsa Barat, melainkan dipertimbangkan
terlebih dahulu mengenai kebaikan dan keburukannya. Selanjutnya dr.
Soetomo menyatakan bahwa contoh perguruan yang tepat untuk mendidik
bangsa Indonesia adalah Perguruan Taman Siswa.
Selanjutnya dr. Soetomo mengakui pernyataan tendens anti-
materialisme yang dituduhkan oleh Takdir kepada sebagian pembicara
dalam Kongres Perguruan Indonesia di Solo. Menurutnya, bangsa
Indonesia harus dididik oleh para kiyai yang hidupnya sederhana dan para
guru kaya batinnya, berjiwa baik dan memiliki jiwa yang indah. Selain itu,
190
dr. Soetomo juga menyerukan agar anak-anak Bangsa Indonesia dididik
dengan cara didikan pesantren. Menurutnya, lingkungan pesantren
mencerminkan suatu kondisi persatuan yang dibangun tanpa membedakan
latar belakang dari masing-masing muridnya. Berikut ini pernyataan dr.
Soetomo:
“Perguruan Nasional kita harus mempunyai guru-guru yang
sedemikian sifatnya, perguruan kita harus menyiapkan pemuda-pemuda
yang suka akan menyediakan dirinya bagi Zendingsarbeid itu, guna
menuntun dan menerangi masyarakat kita. Kalau kita tidak sanggup akan
menyediakan obor kemajuan dan keadaan seperti itu, janganlah mengharap
akan datangnya Indonesia Merdeka yang mulai. Jangan mengharap akan
Indonesia Merdeka – sekarang juga”
Tanggapan dr. Soetomo selanjutnya dijawab kembali oleh Sutan
Takdir melalui tulisan yang berjudul “Sekali lagi Semboyang yang tegas.
Dalam tulisan itu, Sutan Takdir sekali lagi menyatakan bahwa Bangsa
Indonesia harus belajar pada Bangsa Barat
Perdebatan yang terjadi antara Takdir dan dr. Soetomo pada saat itu
mengundang perhatian Tjindarboemi. Ia pun menanggapi perdebatan
tersebut dengan tulisannya yang berjudul “Mencari Verhouding”. Dalam
tulisannya itu, Tjindarboemi mengatakan bahwa Takdir selalu mengkritik
soal kebudayaan Timur dan tidak menunjukkan jalan yang harus ditempuh,
atau pun bagaimana seharusnya Bangsa Indonesia dididik. Ia pun
menyatakan bahwa tidak seharusnya Bangsa Indonesia dididik menjadi
tiruan Bangsa Barat, sebab tidak mungkin mendidik anak-anak Indonesia
menjadi een tweede De Ruyter, een tweede Coen, dan een tweede Van
Heutz.
Tulisan dari Tjindarboemi kemudian ditanggapi oleh Sutan Takdir.
Dalam tulisaanya yang berjudul “Didikan Barat dan Didikan pesantren.
Menuju ke masyarakat yang Dynamisch”, Takdir menyatakan bahwa
didikan pesantren tidak akan dapat menghidupkan intelektualitas mutid-
muridnya, sebab ada seorang kyai yang memikirkan jalan hidup yang
191
harus ditempuh mereka. Didikan cara bangsa Barat dapat dan mampu
menciptakan intelektualisme, individualisme, dan materialisme. Berikut
adalah pernyataan Takdir mengenai didikan cara Bangsa Barat:
“Ahli-ahli Barat mengatakan, bahwa golongan bangsa kita yang
mendapat didikan Barat ontworteld, terlepas dari masyarakat sendiri. Bagi
saya ucapan itu bukan hinaan, tetapi pujian. Sebab hanya mereka yang
dapat melepaskan dirinya dari yang lama, akan mungkin dengan
keyakinan yang sepenuh-penuhnya membangunkan yang baru. Dan
sesungguhnya bukan kebetulan, bukan toevallig pemimpin-pemimpin
Bangsa Indonesia yang terbesar dalam waktu yang akhir ini semuanya
product didikan cara Barat yang diejekkan memecah belah masyarakat.
Sebabnya didikan cara Barat mengajar mengajar mereka berpikir sendiri,
mengajar mereka mengeritik dan menyangkal kiyai dan memberanikan
mereka melemparkan segala adat dan taditie yang mengikat kaki dan
tangan bangsa kita untuk berlomba-lomba dengan bangsa yang lain”
Tulisan dari Takdir kemudian ditanggapi oleh dr. Soetomo. Dalam
tulisannya yang berjudul “Perbedaan Levenvisie”, dr. Soetomo
menegaskan bahwa sikapnya tidak berubah. Ia tetap meyakini bahwa
didikan cara Pesantren akan lebih baik daripada didikan cara Bangsa
Barat. Menurutnya, didikan cara Pesantren akan melahirkan pemimpin-
pemimpin Indonesia yang berjiwa bersih dan berbudi luhur. dr.Soetomo
kemudian menegaskan kepada Takdir, tentang pentingnya melihat ke
belakang atau ke masa lalu. Berikut ini pernyataannya:
“Di dalam kemajuan apa pun juga, di dalam apa pun juga
kemajuan baru tercapai, dapat berjalan terus, dapat meninjau ke depan
dengan selamat dan bahagia, kalau lebih dahulu menengok ke belakang”
Selain menyatakan tentang pentingnya melihat ke belakang atau ke
masa lalutersebut, dalam tulisannya, dr. Soetomo juga menyatakan bahwa
pedebatannya dan Sutan Takdir Alisjahbana tidak akan berlanjut lagi. Hal
ini disebabkan adanya perbedaan pandangan atau levenvisie antara Ia dan
Takdir, tegas dr. Soetomo.
192
Takdir kemudian menjawab tanggapan dr. Soetomo melalui sebuah
tulisan berjudul “Kata Penutup, Kepada Tuan dr. Soetomo”. Dalam
tulisannya ini, Tadkir pertama-tama menyayangkan berakhirnya
pertukaran pendapat yang telah Ia lakukan dengan dr. Soetomo. Ia
kemudian menyatakan kesalahan yang telah dilakukan oleh dr. Soetomo
selama berdebat. Menurutnya, dr. Soetomo telah mengambil pemikiran
pembicara lain dalam Kongres Perguruan Indonesia di Solo menjadi
pemikirannya. Selanjutnya Takdir menyatakan bahwa keyakinannya tetap
pada didikan cara Bangsa Barat, agar Bangsa Indonesia mampu menjadi
bangsa yang maju dan dapat bersaing dengan bangsa-bangsa lainnya di
dunia.
Perdebatan yang terjadi antara Sutan Takdir Alisjahbana dan dr.
Soetomo, selain mengundang perhatian Tjindarboemi, juga mengundang
perhatian Adinegoro. Ia kemudian memberikan tanggapan atas perdebatan
tersebut melalui tulisannya yang berjudul “Kritik Atas Kritik”. Dalam
tulisannya itu, Adinegoro menyatakan bahwa yang perlu diperhatikan
dalam perdebatan antara Takdir dan dr. Soetomo adalah arti kata cutuur
dan civillitatie. Menurutnya, cultuur suatu bangsa tidak dapat dipindahkan,
hanya civillitatie yang dapat dipindahkan. Adinegoro mencontohkan hal
tersebut pada Bangsa Jepang. Menurutnya, Bangsa Jepang telah
mengambil civillitatie Bangsa Barat, sehingga bangsa ini dapat maju
seperti Bangsa Barat dan cultuur-nya tetap Timur. Berikut ini pernyataan
Adinegoro mengenai kata cultuur.
“Kultur ialah rapi melekat kepada jiwa bangsa-bangsa dan jiwa
bangsa itu terbukti dalam karakternya, dalam tabiat dan itu tidak dapat
diubah-ubah turut barang tiruan, akan tetapi pengetahuannya, tehkniknya,
cara penghidupannya sudah jelas sekali kelihatan bisa dirubah-rubah,
perhatikan sajalah hal keadaan bangsa kita sekarang yang sudah bisa pula
makan dengan sendok, sudah bisa naik motor, kemudikan motor sendiri,
pakai pakaian yang mentereng dan bisa jalankan perusahaan-perusahaan
193
yang besar-besar, akan tetapi kita tetap tinggal dalam lingkungan perasaan
Timur juga. Intelek Barat, keperluan secara Barat, hati Timur”
Adinegoro selanjutnya menyatakan bahwa yang perlu dilakukan
oleh Bangsa Indonesia adalah merubah civillitatie, bukan cultuur-nya. Hal
inilah yang diyakini oleh Adinegoro untuk merealisasikan cita-cita Bangsa
Indonesia seperti yang diungkapkan oleh Takdir.
Kritikan yang diberikan oleh Adinegoro selajutnya dijawab oleh
Takdir. Melalui tulisannya yang berjudul “Synthese Antara Barat dan
Timur, Menjawab Tuan Adinegoro, Jiwa Dibelakang Techniek Barat, Jiwa
Indonesia dan Jiwa Jepang, Semboyan Lepas dari India”, Takdir
menyatakan kepada Adinegoro bahwa setiap bangsa memiliki masalahnya
masing-masing. Berikut ini pernyataannya:
“Supaya terang, baik kita kiaskan ini kepada populair. Bangsa
Indonesia sekarang harus memasak nasi. Seoal yang pertama ialah
menghidupkan api. Bagi Bangsa Barat nasi sudah masak, api sudah
bernyala-nyala. Soal bagi Barat ialah bagaimana menjaga, seupaya nasi
jangan hangus. Sebaliknya daripada membesarkan api, soal Barat ialah
bagaimana mengurangkan api. Kalau Bangsa Indonesia sekarang
memecahkan otaknya memikirkan bagaimana mengurangkan api (baca
intelektualisme, individualisme, egoisme, materialisme), maka saya takut
nasi Indonesia tiada akan masak-masaknya, sebab apinya tidak hidup”
Pernyataan Takdir tersebut, selain ditujukan kepada Adinegoro,
juga ditujukan kepada pembicara-pembicara dalam Kongres Perguruan
Indonesian di Solo, yang Ia anggap terlalu bersikap anti terhadap didikan
cara Bangsa barat. Takdir selanjutnya menjelaskan tentang ilmu
pengetahuan dan tehknik Barat. Berikut ini pejelasannya:
“Ilmu pengetahuan dan techniek itu sesuatu yang tidak dapat
diceraikan dari jiwa, dari pendirian hidup, dari levenshouding Barat. Barat
melepaskan dirinya dari alam dan dirinya yang terlepas dari alam ini
hendak menguasai alam, hendak memakai alam bagi dirinya. Pendirian
yang serupa ini berasal dari Bangsa Semiet (agama Yahudi, Nasrani, dan
194
Islam). Sebaliknya filsafat India hendak menyatukan diri, hendak
meleburkan diri dalam alam. Orang yang hendak bersatu, mencari
harmonie dengan alam, tidak berdaya upaya hendak menguasai alam.
Selama pendirian hendak menguasai alam belum menjadi darah daging
bangsa kita, selama itu ilmu pengetahuan dan techniek itu tiada akan subur
hidupnya di negeri kita ini”
Perdebatan yang berlangsung antaraTakdir, dr. Soetomo,
Tjindarboemi, dan Adinegoro, ditanggapi oleh dr. Mohammad Amir.
Dalam tulisannya yang berjudul “Pertukaran dan Pertikaian Pikiran,
Antara Tn-Tn S. T. Alisjahbana, Adinegoro, dan dr. Soetomo Tentang Soal
Peradaban dan Kemajuan Bangsa Kita Zaman Depan”, dr. Mohammad
Amir menyatakan bahwa Takdie belum jelas dalam mengemukakan
pendapatnya mengenai jalan mana yang harus ditempuh untuk mendidik
anak-anak Bangsa Indonesia. Selain itu, dr. Mohammad Amir juga
menyatakan tentang jalannya peradaban sebuah bangsa yang selalu
menuju kepada dua arah, yakni: Nasional dan Internasional. Berikut ini
pernyataannya:
“Bagi mereka yang takut akan momok kebaratan itu sebab boleh
jadi memusnahkan kenasionalan, boleh saya beri pujukkan bahwa
perjalanan peradaban di kebanyakan negeri di dunia sekarang ialah ke dua
jurusan, sekali jalan: ke haluan nasional dan ke haluan internasional.
Selama cita-cita nasional hidup di dunia Timur, perjalanan ke Barat itu
tidak akan berbahaya”
Perdebatan tahap kedua ini ditutup oleh tulisan dari Ki Hadjar
Dewantara yang berjudul “Pembaharuan Adab, Opgedragen Kepada Tuan-
Tuan S. T. A, dr. Soetomo, dan Sanusi Pane”. Dalam tulisannya itu, Ki
Hadjar Dewantara menyatakan bahwa manusia tidak dapat dilepaskan dari
pengaruh alam di mana Ia tinggal atau hidup di dalamnya. Berikut ini
pernyataannya:
“Buah perlawanan kita terhadap pergantian adat itu amat
bergantung pada beberapa keadaan, yang boleh diringkas menjadi dua,
195
yaitu Zamandan Alam atau dengan perkataan yang sering dipakai Tijd en
Ruimte. Di dalam pemandangan ini haruslah kita peringati, bahwa
kemauan kemauan kita manusia itu tidak lain ialah sebagian dari alam.
Boleh dibilang beberapa alat atau mesin kecil daripada mesin alam yang
maha besar. Kita bergerak itu sungguhpun merasa kemauan kita sendiri,
akan tetapi dalam hakekatnya gerak kita bahkan kemauan kita yang
subjectief itu, tidak lain ialah sebagian dari lakunya alam, yang seluruhnya
dan bagian-bagiannya berlaku menurut wetalam, yang dinamakan wet van
oorzak en gevolg, juga bernama WetKarma”
Ki Hadjar Dewantara juga menyatakan dalam tulisannya bahwa
perdebatan yang telah berlangsung antara ketiga intelektual yang
disebutkan dalam judul tulisannya tersebut, bukanlah sebuah perdebatan
yang tidak sehat. Perdebatan itu berlangsung dengan kejujuran dan
kesucian, tegasnya. Dengan demikian, maka dapat diketahui bahwa
perdebatan yang berlangsung pada saat itu tidak mendapakan tekanan dari
luar dan dilakukan demi kemajuan Bangsa Indonesia.
3. Perdebatan Tahap Ketiga
Pada tahun 1939, sebuah tulisan Sutan Takdir Alisjahbana berjudul
“Pekerjaan Pembangunan Bangsa Sebagai Pekerjaan Pendidikan” dimuat
dalam Majalah Poedjangga Baroe dan memicu tanggapan dari dr.
Mohammad Amir. Dalam tulisannya itu, Takdir menyatakan bahwa
pendidikan merupakan jalan yang tepat untuk mengantarkan Bangsa
Indonesia ke arah kemajuan. Selain itu, Ia juga menyatakan tentang
kekurangan-kekurangan yang ada pada Bangsa Indonesia. Berikut ini
pernyataannya:
“Kekurangan kecakapan bangsa kita dalam ilmu techniek dan
berperang, maka bangsa kita dapat ditaklukkan oleh Bangsa Barat,
kekurangan kesanggupan dan keuletan bangsa kita tentang ekonomi, maka
kita dapat dikalahkan oleh Bangsa Eropa dan Bangsa Tionghoa di
lapangan ekonomi,kekurangan nafsu untuk menyelidiki dan mengetahui,
maka bangsa kita bangsa kita tercecer dalam ilmu pengetahuan”
196
Takdir meyakini bahwa Bangsa Indonesia pada saat sangat
memerlukan pendidikan, terutama dengan mempelajari kebudayaan Barat,
agar Bangsa Indonesia dapat maju seperti Bangsa Barat. Dengan mengutip
Rene Fulop-Muller, seorang sejarawan Belanda, Takdir kemudian
memberikan pernyataan sebagai berikut:
“Dan dalam sinar cita-cita, harapan, mimpi serupa ini maka
perkataan Indonesia mendapat arti yang nyata dan berharga. Indonesia
ialah nama manusia baru, yang dalam keinsyafannya akan kedudukkannya
sebagai makhluk yang terpilih oleh Tuhan, berhak dan wajib menguasai,
memakai dan mengatur alam sekelilingnya dan yang oleh karena
kecakapannya berpikir yang menjadi kelemahannya atas makhluk yang
lain dapat menceraikan dirinya menjadi subject dan object dan dengan
jalan demikian senantiasa dapat menimbang menyelidiki dan
mempermulia dirinya dan perbuatannya, dan oleh karena itu mungkin
terjadi kepadanya kemajuan yang tiada habishabisnya. Indonesia ialah
nama kebudayaan baru yang dilahirkan oleh manusia baru itu, padu dan
bersatu melingkungi seluruh lapangan kehidupan dan penghidupan
manusia dan yang dalam garis-garisnya yang besar bersamaan dengan
kebudayaan internasional sekarang. Indonesia adalah nama negri tempat
manusia Indonesia dan Kebudayaan Indonesia, sebagai sesuatu ettape ke
arah persekutuan dunia yang menjadi cita-cita segala orang yang besar-
besar dalam segala zaman”
Dalam tulisannya yang berjudul “ Menyambut Karangan S. Takdir
Alisjahbana”, dr. Mohammad Amir menguraikan beberapa pendapatnya
tentang jalan yang harus dilakukan oleh Bangsa Indonesia agar dapat
menjadi bangsa yang maju di kemudian hari.
dr. Mohammad Amir menghargai jasa-jasa yang telah diberikan
oleh peradaban India bagi perkembangan Bangsa Indonesia. Oleh sebab
itu, Ia menyayangkan apabila kebudayaan India yang telah tertanam di
dalam masyarakat Indonesia harus disingkirkan atau dibuang. Ia kemudian
menyatakan bahwa sebaiknya Bangsa Indonesia tidak mempelajari
197
kebudayaan Barat secara keseluruhan, melainkan dilakukan pemilahan
terlebih dahulu terhadap zat-zat dari kebudayaan Barat yang cocok untuk
perkembangan Bangsa Indonesia.
Sutan Takdir kemudian mengakhiri perdebatannya dengan dr.
Mohammad Amir, melalui tulisannya yang berjudul “Jiwa dan Penjelmaan,
Isi dan Bentuk” dalam tulisannya itu, Takdir menyakatakan peradaban
Barat dan Peradaban Timur memiliki perbedaan yang sangat besar dalam
hal “Jiwa Bangsa” Menurutnya, perbedaan tersebut ditunjukkan dalam
ilmu pengetahuan dan teknik Takdir selanjutnya menjelaskan mengenai
peradaban India, yakni sebagai berikut:
“Malahan hingga abad kedua puluh ini India yang sangat dipuja-
puja oleh sebagian Bangsa Indonesia masih ada 80.000.000 manusia yang
ditindas dan dihinakan sepertinya agak payah dicari bandingannya dalam
sejarah penjajahan Dunia Barat. Lupa pula orang, bahwa tecniek dan ilmu
pengetahuan Barat yang diingini itu tidak dapat sekali-kali diceraikan
dengan filsafat, kesenian, adat-istiadat, pendeknya sikap dan pemandangan
hidup Barat. Dalam semangat Gandhi, Tagore, dan lain-lain tidak akan
mungkin lahir mesin terbang, rumah sakit yang lengkap, bangsa yang rapi
teratur, pertanian yang rationeel. Siapa yang membaca perlawatan dr.
Soetomo dari lain-lain) ketika telah berkenalan dengan India, dimana-
mana kekotoran, keteledoran, sampai-sampai ke dekat kaum terpelajarnya
dan pemimpinpemimpinnya”
198
BAB V
Di Indonesia pada tahun 1966 telah terjadi peristiwa yang saat itu
tergolong sangat penting. Kenapa demikian, dikarenakan pada tahun 1966 tersebut
itu telah melahirkan sebuah Angkatan ’66 yang didalamnya terdapat para penyair-
penyair , pengarang dan bahkan mahasiswa muapun rakyat ikut serta. Karya yang
diciptakan oleh Angkatan ’66 sebagian karya-karyanya berisi ungkapan isi hati
rakyat, mahasiswa, penyair, maupun pengarang. Dimana pada saat itu Angkatan
’66 tersebut telah melakukan pendobrakan terhadap kebobrokan atau kerusakan
yang disebabkan oleh penyelewengan negara secara besar-besaran. Oleh karena
itu, penyelewengan ini sangat berdampak pada kehancuran total. Pada angkatan
ini juga sebagian orang dapat menyaksikan bagaimana aksi-aksi pemberontakan
pada saat itu yang dilakukan oleh penyair-penyair , pengarang dan cendikiawan
yang telah lama dijajah jiwanya dengan slogan-slogan berisikan kalimat-kalimat
atau ungkapan-ungkapan yang tidak sesuai dengan hati nurani.
199
Ananta Toer, Mochtar Lubis dan lain-lain. Sekian banyak sajak yang
menyuarakan isi hati dan nurani rakyat tidak digubris oleh pemerintah. Rakyat
kelaparan dan pemerintah menyampaikan pidato dengan semua janji yan tak
pernah terpenuhi. Mereka menutup mata melihat kaum gembel yang tidur di
bawah jembatan jalan dan menutup telinga mendengar rintihan perut kelaparan
dari pekerja-pekerja yang membangun monumen hanya untuk gagah-gagahan
saja. Sangat egois terlihat dalam perilaku pemerintah saat itu yang membiarkan
dan tidak peduli pada isi hati rakyatnya, yang ia pedulikan hanyalah gedung-
gedung yang berdiri megah.
200
terlibat pemberontakan. Rakyat yang menuntut diminta tenang. Masyarakat
bergolak, keadaan ekonomi bertambah parah, kemerosotan terhadap nilaii uang
makin menjadi-jadi. Hubungan luar negeri makin buruk setelah tegang dengan
Amerika, Inggris dan beberapa negara barat lainnya dan terjadi konflik dengan
Malaysia yang berujung pada keluarnya Indonesia dari PBB sekitar tahun 1965
tepatnya pada tanggal 7 Januari, maka setelah kejadian G30S hubungan Indonesia
dengan negara-negara komunis pun memburuk. Peristiwa politik tersebut
berakibat langsung pada paham sastra yang berkembang pada masa tersebut.
LEKRA (Lembaga Kebudayaan Rakyat) menjadi salah satu media penyatu
metode penyerangan terhadap berbagai bidang PKI yang agresif. Serangan
dilakukan pada orang-orang yang tidak bersedia mendukung PKI. Salah satu
tokoh yang diserang adalah Hamka yang seorang sastrawan Indonesia.
1. Bubarkan PKI
2. Membentuk lain kabinet Dwikora
3. Turunkan harga barang.
Tuntutan itu mencerminkan seruan hati nurani rakyat yang menderita lahir
dan batin. Dengan perjuangan yang gigih dimana jatuh korban satu per satu
tuntutan dipenuhi. MPRS menggelar sidang dan menghasilkan keputusan sesuai
dengan hati nurani rakyat.
201
Adapun ciri-ciri puisi periode ini adalah sebagai berikut:
202
(“Pernyataan”)
Berbunuh-bunuhan
“Hormati!”
203
(“22 Tahun Kemudian”, Tirani)
……
204
Satu hal yang menarik perhatian adalah pada penyair-penyair yang
mempunyai rasa religi dan membuat mereka tetap rendah hati dalam
perjuangan: Niatkanlah menegakkan kalimah Allah Di atas bumi kita ini
Dengan menegakkan keadilan Dan kebenaran Tanpa dendam dan
kebencian Kemudian lafazkan kesaksian pada Tuhan Serta Rasul kita
yang tercinta (“Dari Ibu Seorang Demonstran”, Benteng).
205
Artinya dalam kalimat yang terdapat pada karya sastra di Angkatan
66 menggunakan kalimat yang berkeluk-keluk.
206
Lahir 23 Maret 1940 di Solo, beliau adalah lulusan
Universitas Gajah Mada.
n. Gerson Poyk
Lahir 16 Juni 1931 di Pulau Roti. Karyanya yang
terkenaladalah “Hari-hari Pertama” bersifat religious, Mutiara
di TengahSawah.
o. Tocty Heraty
Lahir 27 November 1933 di Bandung. Beliau adalah
lulusan Fakultas Psikologi di UI dan sebagai dosen di
Almamaternya.
p. Andrea Alexandre Leo
Lahir 19 Agustus 1935 di Sumatra Selatan. Pernah
masuk Perguruan Tinggi Jurnalistik, Akademi Teater Nasional
(1955-1956) di Jakarta. Karya-karyanya banyak dimuat di
majalah-majalah, seperti Jembatan Tertutup, Nusantara
danlain-lainnya.
2. Karya-karya Angkatan 66 :
a. Taufik Ismail
1) Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia
2) Tirani dan Benteng
3) Buku Tamu Musim Perjuangan
4) Sajak Ladang Jagung
5) Kenalkan
6) Saya Hewan
7) Puisi-puisi Langit
b. Sutardji Calzoum Bachri
1) Amuk
2) Kapak
c. Abdul Hadi WM
1) Meditasi (1976)
2) Potret Panjang Seorang Pengunjung Pantai Sanur (1975)
207
3) Tergantung Pada Angin (1977)
d. Sapardi Djoko Damono
1) Dukamu Abadi (1969)
2) Mata Pisau (1974)
e. Goenawan Mohamad
1) Parikesit (1969)
2) Interlude (1971)
3) Potret Seorang Penyair Muda Sebagai Si Malin Kundang
(1972)
4) Seks, Sastra, dan Kita (1980)
f. Umar Kayam
1) Seribu Kunang-kunang di Manhattan
2) Sri Sumarah dan Bawuk
3) Lebaran di Karet
4) Pada Suatu Saat di Bandar Sangging
5) Kelir Tanpa Batas
6) Para Priyayi
7) Jalan Menikung
8) Godlob
9) Adam Makrifat
10) Berhala
g. Nasjah Djamin
1) Hilanglah si Anak Hilang (1963)
2) Gairah untuk Hidup dan untuk Mati (1968)
h. Putu Wijaya
1) Bila Malam Bertambah Malam (1971)
2) Telegram (1973)
3) Stasiun (1977)
4) Pabrik
5) Gres
6) Bom
208
i. Djamil Suherman
1) Perjalanan ke Akhirat (1962)
2) Manifestasi (1963)
j. Titis Basino
1) Dia, Hotel, Surat Keputusan (1963)
2) Lesbian (1976)
3) Bukan Rumahku (1976)
4) Pelabuhan Hati (1978)
5) Pelabuhan Hati (1978)
k. Leon Agusta
1) Monumen Safari (1966)
2) Catatan Putih (1975)
3) Di Bawah Bayangan Sang Kekasih (1978)
4) Hukla (1979)
l. Iwan Simatupang
1) Ziarah (1968)
2) Kering (1972)
3) Merahnya Merah (1968)
4) Keong (1975)
5) RT Nol/RW Nol
6) Tegak Lurus Dengan Langit
m. M.A Salmoen
1) Masa Bergolak (1968)
n. Parakitri Tahi Simbolon
1) Ibu (1969)
o. Chairul Harun
1) Warisan (1979)
p. Kuntowijoyo
1) Khotbah di Atas Bukit (1976)
q. M. Balfas
1) Lingkaran-lingkaran Retak (1978)
209
r. Mahbub Djunaidi
1) Dari Hari ke Hari (1975)
s. Wildan Yatim
1) Pergolakan (1974)
t. Harijadi S. Hartowardojo
1) Perjanjian dengan Maut (1976)
u. Ismail Marahimin
1) Dan Perang Pun Usai (1979)
v. Wisran Hadi
1) Empat Orang Melayu
2) Jalan Lurus
Pada Periode Mutakhir peran TIM dan DKJ menjadi sangat menonjol.
Terjadi pembaruan dalam struktur drama. Pada umumnya tidak memiliki
cerita, antiplot, nonlinear, tokoh-tokohnya tidak jelas identitasnya, dan bersifat
nontematis. Penulis-penulis dramanya yang terkenal antara lain Rendra, Arifin
C. Noer, Putu Wijaya, dan Riantiarno.
210
17-8).
Lahirnya angkatan ini dilatarbelakangi oleh perlawanan terhadap
penyelewengan-penyelewengan pimpinan- pimpinan negara demi
kepentingan pribadi dan golongan. Penyelewengan tersebut antara lain
pelanggaran terhadap Pancasila sebagai dasar negara dengan
memasukkan komunis sebagai sebuah nilai keindonesiaan yang, tentu
saja, melanggar sila pertama,pengangkatan Soekarno sebagai presiden
seumur hidup yang tidak sesuai dengan prinsip demokrasi, penyampaian
slogan-slogan tak berisi, dsb. Semua itu hanya membuat negara menjadi
semakin terpuruk dan rakyat menderita. Akhirnya, perlawanan dilakukan
oleh semua kalangan yang diawali oleh gerakan mahasiswa, selain
pemberontakan-pemberontakan di daerah-daerah seluruh Indonesia.
Peristiwa politik tersebut berimplikasi pada paham sastra yang
berkembang pada masa tersebut. Terjadi dua kutub pemikirian politik
yang tekumpul dalam dua kelompok, yaitu golongan penulis yang
terkumpul dalam lekra dan para seniman penanda tangan manifest
kebudayaan. Selain itu, terdapat juga sastrawan yang tidak terkumpul
pada keduanya yang tetap pada posisi netral.
Lekra mulanya bukan lembaga budaya PKI, menjadi agresif
sebagai salah satu media dala metode penyerangan terhadap berbagai
bidang PKI yang agresif. Serangan dilakukan pada orang-orang yang
tidak bersedia mendukung PKI. Salah satu tokoh yang diserang adalah
Hamka, yaitu karyanya Tenggelamnya Kapal van der Wick dituduh
sebagai plagiat dari Majdulinkarya Luthfi al-Manfaluthi. Sutan Takdir
Alisyahbana, Idrus, dan Balfas yang kebetulan berada di Malaysia dicap
sebagai kontra revolusi karena pada waktu itu Indonesia sedang
mengumumkan “konfrontasi” dengan Malaysia. (Rosidi, 1986: 63-5).
Puncaknya, dalam bidang seni, konfrontasi terjadi antara orang-
orang Lekra dan para seniman yang menandatangani Manifes
Kebudayaan. Manifes kebudayaan adalah manifes untuk
mempertahankan otonomi seni dalam kehidupan. Bunyi manifes tersebut
211
sebagai berikut.
Manifes Kebudayaan:
• Kami para seniman dan cendikiawan Indonesia dengan ini
mengumumkan sebuah Manifes Kebudayaan, yang menyatakan
pendirian, cita-cita dan politik
• Bagi kami kebudayaan adalah perjuangan untuk menyempurnakan
kondisi hidup manusia. Kami tidak mengutamakan salah satu
sektor kebudayaan di atas sektor kebudayaan yang lain. Setiap
sektor berjuang bersama-sama untuk kebudayaan itu sesuai dengan
kodratnya.
• Dalam melaksanakan kebudayaan Nasional kami berusaha
mencipta dengan kesungguhan yang sejujur-jujurnya sebagai
perjuangan untuk mempertahankan dan mengembangkan
martabat diri kami sebagai bangsa Indonesia di tengah-tengah
masyarakat bangsa-bangsa.
• Pancasila adalah falsafah kebudayaan kami.
Manifes tersebut ditandatangani pada 17 Agustus 1963 oleh beberapa
pengarang, antara lain H.B. Jassin, Trisno Sumardjo, Wiratmo Soekito,
Zaini, Goenawan Mohamad, Bokor Hutasuhut, dan Soe Hok Djin. Pasca
diumumkan, manifes tersebut didukung oleh seniman-seniman di daerah.
Namun, Lekra tidak tinggal diam. Dengan menggunakan pengaruh dalam
pemerintahan dan semua media yang telah dikuasai oleh mereka mereka
menyerang Manifes Kebudayaan dan orang-orang yang menandatanganinya.
Mereka menyingkat Manifes Kebudayaan menjadi Manikebu. Puncaknya,
Soekarno menyatakan bahwa Manifes Kebudayaan dilarang. Penanda tangan
manifes tersebu diusir dari tiap kegiatan, ditutup segala kemungkinan
mengumumkan karya-karyanya, bahkan yang menjadi pegawai pemerintah
dipecat dari pekerjaannya.
212
Terbitan yang menjadi tempat menulis penanda tangan Manifes
Kebudayaan dituntut untuk ditutup. Salah satunya majalah Sastra yang
didirikan H.B. Jassin. Meskipun, tidak ditutup media tersebut tutup dengan
sendirinya karena tertekan.
G. Karakteristik Angkatan 66
Cetusan akan lahirnya Angkatan 66 ini mendapat tanggapan dari
beberapa sastrawan. Rachmat Djoko Pradopo menyatakan bahwa lahirnya
angkatan ini baru sebagai sebuah kemungkinan. Di sisi lain, Arif Budiman dan
Satyagraha Hoerip Soeprobo tidak menyetujui nama tersebut. Mereka lebih
memilih nama Angkatan Manifes (Kebudayaan) (Rosidi, 1986: 74-5).
H. Tokoh-Tokoh Angkatan 66
Karakteristik angkatan 66 meliputi karakteristik dalam isi, faham
yang dianut, struktur estetika, dsb. Karakterisasi ini menggunakan istilah
Pradopo yaitu struktur estetik dan ekstra estetik.
1. Puisi
a. Struktur Estetik
1) Gaya epic (bercerita) berkembang dengan berkembangnya
puisi cerita dan balada
2) Gaya mantra mulai tampak dalam balada-balada
213
3) Gaya ulangan (paralelisme) mulai berkembang
4) Gaya puisi liris pada umumnya masih meneruskan gaya
angkatan 45
5) Gaya slogan dan retorik makin berkembang (Pradopo, 2007:
30-1)
b. Struktur Ekstraestetik
1) Tema
• Sesuai dengan sejarah nasional, tema utama dalam
Angkatan 66 adalah perlawanan terhadap tirani
pemerintah orde lama, misalnya sajak-sajak demonstrasi
dari Taufiq Ismail, Mansur Samin, Slamet Kirnanto, Bur
Rasuanto, dsb. Khusus Taufiq Ismail, sajak-sajak
demonstrasi tersebut terkumpul dalan Tirani dan
Benteng yang kemudian dikumpulkan menjadi Tirani
dan Benteng (Rosidi, 1983: 168-9).
• Tema kemuraman karena menggambarkan hidup yang
penuh penderitaan.
• Sajak-sajak yang mengungkapkan masalah- masalah
sosial seperti kemiskinan, pengangguran, kesenjangan
yang tinggi antara kaya dan miskin, dan kemakmuran
yang tidak merata.
• Cerita-cerita rakyat menjadi tema-tema balada.
2. Prosa
a) Struktur Estetik
1) Pada umumnya struktur estetik angkatan 66 masih
melanjutkan angkatan 45
2) Cerita hanya murni bercerita, yaitu tidak menyisipkan
komentar, pikiran-pikiran sendiri, atau pandangan-
pandangan tertentu.
b) Struktur Ekstraestetik
214
1) Cerita perang sudah mulai berkurang
2) Menggambarkan kehidupan masyarakat sehari-hari
3) Kehidupan pedesaan dan daerah mulai digarap, misalnya
novel Pulang karya Toha Mochtar, Penakluk Ujung Dunia
karya Bokor Hutasuhut, dsb.
4) Banyak menceritakan pertentangan-pertentangan politik
Seperti dinyatakan di muka, untuk menghasilkan pembahasan yang
seimbang, penyebutan tokoh sastrawan dibagi menjadi dua yaitu sastrawan
Manifes Kebudayaan dan/atau Non-Lekra dan sastrawan lekra.
Sastrawan manifes kebudayaan dan tau Non-Lekra:
1. A.A Navis
2. A. Bastari Asnin
3. Abdul Wahid Situmeang
4. Ajip Rosidi
5. Alwan Tafsiri
6. Andrea Alexandre Leo
7. Arifin C. Noer
8. Aris Siswo
9. B. Jass
10. B. Soelarto
11. Bokor Hutasuhut
12. Budiman S. Hartojo
13. Bur Rusanto
14. Djamil Suherman
15. Djawastin Hasugian
16. Fridolin Ukur
17. Gerson Poyk
18. Goenawan Mohamad
19. Hartojo Andangdjaja
215
20. IndonesiaO”Galelano
21. Isma Sawitri
22. J.E Siahaan Wahabmanan
23. Kirjomuljo Ananda
24. M. Poppy Hutagalung
25. M. Saribi Afn
26. Mansur Samin
27. Mohamad Fudoli
28. Motinggo Boesje
29. N.H Dini
30. Nugroho Notosusanto
31. Piek Ardijanto Suprijadi
32. Ramadan K.H
33. Ras Siregar
34. S.M Ardan
35. S.N Ratmana
36. S. Sukirnanto
37. S. Tjahjaningsih
38. Sandy Tyas
39. Sapardi Djoko Damono
40. Satyagraha Hoerip Soeprobo
41. SI. Soeprijanto
42. Soeparwata Wiraatmaja
43. Soewardi Idris
44. Subagio
45. Sastrowardojo
46. Sukro Wijono
47. Surachman R.M
216
48. Taufiq Ismail
49. Titis Basino
50. Titie Said
51. Toha Mohtar
52. Umar Kayam
53. W.S Rendra
54. Wahabmanan
55. Yusach Ananda
I. Ciri-Ciri Angkatan 66
217
Nama "Angkatan 66" pertama kali dikemukakan oleh H.B. Jassin
dalam artikelnya berjudul Angkatan '66; bangkitnya satu generasi, dimuat
dalam majalah Horison, Agustus 1966; kemudian dimuat kembali dalam
bunga rampainya berjudul Angkatan '66: Prosa dan Puisi terbitan Gunung
Agung, 1968. Nama ini dipakai sebagai kelanjutan Angkatan 45 yang
dipelopori oleh Chairil Anwar. Menurut H.B. Jassin ciri-ciri karya sastranya
ialah: mempunyai konsepsi Pancasila, menggemakan protes sosial dan politik,
dan membawa kesadaran nurani manusia yang bertahun-tahun mengalami
kezaliman dan perkosaan terhadap kebenaran dan rasa keadilan serta
kesadaran akan moral dan agama. Para pengarang yang termasuk "Angkatan
'66", katanya ialah mereka yang tatkala tahun 1945 berumur kira-kira 6 tahun
dan baru masuk sekolah rakyat, jadi mereka yang tahun 1966 kira-kira
berumur 25 tahun. Mereka inilah yang telah giat menulis dalam majalah-
majalah sastra dan kebudayaan sekitar tahun 55-an, seperti Kisah, Siasat,
Mimbar Indonesia, Budaya, Indonesia, Konfrontasi, Tjerita, Prosa, Sastra,
Basis dan lain-lain. Dikemukakan juga, bahwa yang termasuk pengarang
Angkatan '66 bukan hanya mereka yang baru menulis sajak-sajak perlawanan
pada permulaan tahun 1966, tetapi juga yang telah tampil beberapa tahun
sebelumnya dengan suatu kesadaran. Kurang lebih ada 30 orang pengarang
yang tergolong angkatan ini, antara lain A. Bastari Asnin, NH Dini, A.A.
Navis, Bur Rasuanto, Ajip Rosidi, Gerson Poyk, Trisnoyuwsono, Satyagraha
Hurip, Mansur Samin, Subagio Sastrowardojo, Sapardi Djoko Damono, WS
Rendra, Taufiq Ismail, Gunawan Mohamad, Slamet Sukirnanto, Umar Kayam,
dan lain-lainnya. Beberapa kumpulan puisi dan cerpen yang dinilai dan
dianggap sebagai tonggak munculnya Angkatan '66 ialah: Tirani dan Benteng
(kumpulan sajak karya Taufiq Ismail), Mereka Telah Bangkit karya Bur
Rasuanto, dan Perlawanan karya Mansur Samin.
218
panji-panji PKI. Pada masa ini pengarang yang tidak tergabung di dalam
Lekra kurang berkembang kreativitasnya karena manifes kebudayaan yang
menjadi konsepsi pemikiran dilarang. Walaupun demikian, mereka tetap
berkarya dan menghasilkan puisi-puisi yang bercorak keagamaan.
219
seperti: Gelanggang/Siasat, Mimbar Indonesia, Zenith, Pudjangga Baru,
Kompas, Prosa, Seni, Konfrontasi, Tjerita, Budaya, Indonesia, ruang Genta
dalam majalah Merdeka (Rosidi, 1991: 121-161). Tidak salah jika pada saat
itu disebut sastra majalah atau sastra cerpen.
220
6. Karya Subagyo Sastrowardojo misalnya: Kejantanan di Sumbing
(1965, kumpulan cerpen), Simphoni (kumpulan puisi), Hari dan Hara
(kumpulan puisi).
7. Karya Motinggo Boesje misalnya: Malam Jahanam, Badai Sampai
Sore (1962, drama) Nyonya dan Nyonya (1963, drama), Malam
Pengantin di Bukit Kera (1963, drama), Keberanian Manusia (1962,
kumpulan cerpen), Nasihat untuk Anakku (1963, kumpulan cerpen),
Matahari dalam Kelam (1963, kumpulan cerpen).
8. Karya Toto Sudarto Bachtiar misalnya: Suara (1956, kumpulan puisi),
Etsa (1958, kumpulan puisi).
9. Karya W.S Rendra misalnya: Balada Orang-Orang Tercinta, Empat
Kumpulan Sajak, Sajak-Sajak Sepatu Tua.
221
L. Situasi Sosial Politik
Seperti telah diketahui bahwa situasi satra periode 65-an berkisar pada
pertentangan ideologi. Lebih tepatnya antara Pancasila (kubu Manifes
Kebudayaan) melawan komunis (kubu Lekra). Guna pemahaman situasi itu
ada baiknya dilihat lebih dulu bagaimana paham komunis dapat masuk ke
Indonesia.
222
Tanggal 3 November 1945 atas usul BP-KNIP Pemerintah
menguluarkan Maklumat yang ditandatangani oleh Wapres. Isi Maklumat
tersebut tentang pembentukan partai-partai politik. Tujuannya agar segala
paham yang ada di masyarakat dapat dipimpin ke jalan yang teratur,
memperkuat perjuangan mempertahankan kemerdekan, dan menjamin
kemanaan masyarakat. (BP7, 1994: 57-58).
223
1. Adanya penyimpangan ideologis, yaitu konsepsi Pancasila berubah
menjadi konsepsi Nasakom (Nasionalis Agama Komunis).
2. Demokrasi Terpimpin bergeser menjadi pemusatan kekusasaan
pada Presiden/ Pemimpin Besar Revolusi dengan wewenang
melebihi yang ditentukan oleh UUD 1945, yaitu dengan
mengeluarkan produk hukum yang setingkat undang-undang tanpa
persetujuan DPR, dalam bentuk Penetapan Presiden (BP-7, 1994:
64).
Sementara itu, tujuan Revolusi untuk membentuk satu dunia baru yang
bersih dari imperialisme dan kolonialime menuju perdamaian dunia. Menurut
Manipol cara itudengan: tidak mengenal kompromi, harus radikal,
revolusioner (Poesponegoro, 1990: 342).
224
Tanggal 12 Maret 1966 Letjen Soeharto atas nama Presiden/Panglima
Tertinggi ABRI/ Mandaris MPRS menandatangi Surat Keputusan
Presiden/Pangti/Mandataris MPRS/PBR No.1/3/1966 yaitu pembubaran PKI
dan organisi-organisasi yang bernaung dan berlindung di awahnya serta
menyatakan PKI sebagai organisai terlarang di seluruh wilayah kekuasaan
Negara Republik Indonesia (SNRI, 1994:139). Tindakan Pemerintah ini
kemudian disahkan oleh MPRS berdasarkan TAP MPRS No.XXV/MPRS/
1966. (SNRI, 1994: 165).
M. Situasi Kesusastraan
Tiap partai pada saat itu mempunyai lembaga budaya. Contoh: PKI
dengan Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat) di tahun 1950. PNI dengan
LKN (Lembaga Kebudayaan Nasional) di tahun 1959. NU dengan Lesbumi.
225
Mulai awal September 1962 suatu rangkaian serangan kepada Hamka
dimulai oleh Pramudya dan S. Rukiah di "Lentera" Bintang Timur. Serangan
itu berintikan bahwa Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck adalah plagiat dari
pengarang Manfaluthi. Serangan itu dengan bahasa sangat kasar dan tak layak
dimuat dalam ruang kebudayaan. Bahkan, kemudian meningkat menjadi finah
kepada pribadi dan keluarga Hamka. Setelah tahun 1963, yaitu 27 Januari
1964, Hamka ditangkap Pemerintah dan masuk rutan di Jakarta. Hamka
dituduh berbuat makar, berkomplot membunuh Presiden dan Menteri agama.
Hamka tak pernah diadili dan tuduhan tadi tak pernah terbukti (Gunawan
Mohammad, 1988: 24; Moeljanto, 1995: 40).
Hal itu dapat dijawab dari pendapat Taufik Ismail (Moeljanto, 1995:
48, 416): adegan Marxian sejati adalah kebencian sebagai sumber kekuatan
destruktif dan kebencian yang mengantarkan konflik. Sedangkan konflik
adalah persoalan paling utama, yang memang dicari dan diciptakan.
Kebencian dan kekerasan adalah daya dorong bagi Marxis yang tulen.
226
Orang-orang Katholik sejak tahun 1951 memiliki majalah Basis di
Yogyakarta. Nama yang tidak boleh dilupakan disini adalah Dick Hartoko.
Selain itu, penulis penting lainnya adalah W.S. Rendra, A.A. Navis,
M, Abnar Romli, Abdul hadi W.M., B. Jass. M. Jusa Biran, Moh. Diponegoro,
M. Poppy Hutagalung, Andre Hardjana, Satragraha Hoerip Soeprobo, Bakdi
Soemanto, J. Sijaranamual.
Menurut Satoto (1990: 21-24) dalam bidang drama muncul juga tema-
tema keagaaman. Hal ini merupakan reaksi atas dominasi dan tekanan dari
satrawan Lekra. Contoh: Junan Helmy Nasution dengan "Israk" (1959/1960),
"Usman Ammar" (1960), "Bala" (1961), "Dewi Masyitoh" dan"Iman" (1962),
"Timmadar" (1963). Bachrun Rangkuti dengan "Layla Majnun",
"Landership", "Asmara Dahana" Mohammad Diponegoro dengan "Iblis".
227
Manifes Kebudayaan itu diumumkan pertama kali dalam surat kabar
Berita Republik dalam ruang Forum" Sastra dan Budaya No.1 Th I tanggal 19
Oktober 1963 dan majalah Sastra No. 9/10, Th III 1963. Pendirian Manifes
Kebudayaan: Pancasila adalah falsafah kebudayaan. Selain Itu Manifes
Kebudayaan juga menyebut bahwa falsafah demokrasi Pancasila menolak
tujuan menghalalkan cara.
Berkenaan dengan itu, H.B. Jassin tgl 10 Mei 1964 mengundurkan diri
dari Fakultas Sastra UI dan Lembaga Bahasa dan Kesusastraan
(Moeljanto,1995: 48, 362). Istilah Manikebuis menjadi populer untuk
menuduh seseo-rang yang kontra revolusi, anti- manipol, anti usdek, anti-
nasakom. Majalah Sastra, termasuk yang lainnya, yang merupakan terompet
golongan Manifes Kebudayaan dituntut supaya dilarang terbit (Rosidi 1991:
168).
228
Pertengahan tahun 1965 Departemen P&K mmengumumkan
pelarangan karya dari orang-orang yang selama ini ditentang oleh Lekra
khususnya "Lentera", yaitu: S. Takdir Alisjahbana, Hamka, Idrus, Mochtar
Lubis. H.V Jassin, Trisno Sumardjo, dan para penanda tangan Manifes
Kebudayaan. Mulai saat itu para penulis Manikebu mulai menggunakan nama
samaran --- bahkan untuk sajak tentangalam (Gunawan Mohammad, 1988:
29).
Peristiwa penting lainnya yaitu muncul drama mini kata oleh Rendra.
Judulnya "Bib-Bob", "Rambate Rate Rata", "Di Manakah Engkau Saudaraku",
"Tjaaat-tjaat". Istilah mini kata itu oleh Arifin C. Noer disebut "teater
primitif". Dami N Toda menyebutnya sebagai "teater Puisi". Gunawan
Mohammad menyebutnya "Improvisisasi" (Satoto, (1990: 21-24).
229
BAB VI
A. Heboh Sastra
Majalah Sastra sudah terbit pada tahun 1960-an, namun pada zaman
Orde Lama menjadi bulan-bulanan Lekra dan akhirnya terpaksa berhenti pada
bulan Maret 1964. Setelah dibubarkannya Lekra pada November 1967
diterbitkan lagi dengan redaksi : Darsjaf Rachman, H.B. Jassin, Muhlil Lubis,
dan Hamsad Rangkuti.
230
Oktober 1968 menyatakan mencabut cerpen tersebut dan menganggapnya
tidak ada.
231
penulis pemula yang tinggal di Yogyakarta dan tengah kuliah di sebuah
universitas Islam.
B. Pengadilan Puisi
232
Sastrowardoyo, W.S. Rendra, dan Goenawan Mohamad karena dianggap
menghambat perkembangan puisi Indonesia yang wajar dan terhadap majalah
sastra yaitu Horison. Majalah Horison menurut mereka dianggap tidak
menampung aspirasi orang banyak (umum), melainkan telah berubah menjadi
“keluarga majalah” atau “majalah klik”.
Jaksa Slamet Kirnanto tidak merasa puas terhadap keputusan ini, dan
menyatakan naik banding ke pengadilan yang lebih tinggi Hakim menjawab,
“Boleh-boleh saja, nanti kapan-kapan di kota lain.
233
Mahasiswa FSUI.Majelis ini menampilkan empat pembicara utama yaitu
H.B. Jassin, M.S. Hutagalung, Gunawan Muhammad, dan Sapardi Djoko
Damono.
234
Sapardi Djoko Damono mengemukakan jawabannya, kalimat-kalimat
jaksa penuntut umum Slamet Kirnanto pasti ditulis karena emosi
belaka.Keseluruhan naskah tuntutan itu memberi kesan bahwa penulisnya
orang yang melihat adanya hal-hal baru dalam sastra Indonesia.Untuk
maksud itu rupanyanya menganggap perlu untuk mencaci maki dua bulah
majalah. Rupanya ia tidak pernah membaca majalah itu dengan cermat,
sehingga tidak mengerti bahwa pemuatan sajak Ibrahim Sattah, Rahman Arge
dan Linus Suryadi AG, adalah bukti bahwa selera para redaksinya tidak
sesempit pandangan Slamet Kirnanto.
235
Kenyataan inilah yang membuat beberapa orang menjadi prihatin dan
menanyakan kembali secara radikal, apa sebenarnya penyakit yang
menghinggapi kesusastraan Indonesia, sehingga dia trus kerdil dan malah
tumbuh. Pengaruh politik kolonial pada 1920-an berhasil menumpas
tumbuhnya kesusastraan nasional yang berbicara tentang kemerdekaan
bangsa. Sebagai gantinya, ditumbuhkanlah kesusastraan berorientasi barat
yang mengembus-embuskan keuniversalan nilai-nilai sastra, sehingga sastra
tidak lagi berbincang tentang perjuangan bangsa menyongsong
kemerdekaanNilai-nilai sastra semestinya terikat waktu dan tempat.
236
bayang sastra kelas menengah kota, dengan doktrin nilai-nilai universalnya. Di
sinilah peran dapat dimainkan oleh para redaktur budaya, karena kritik mereka
berpengaruh dalam menentukan perkembangan kesusastraan modern di
Indonesia. Melalui tangan merekalah karya-karya sastra
disebarluaskan.Gagasan ini sekaligus memberikan kesadaran kepada
sastrawan muda agar berani menciptakan karya-karya sastra yang didasarkan
kenyataan sosial yang mereka alami sehari-hari, dengan bahasa yang mereka
pergunakan. Karena hanya dengan cara ini, mereka akan menjadi diri sendiri
dalam menghasilkan karya sastra.
D. Aliran Sastra
237
ada sebelumnya. Ingatkah Anda pada kumpulan sanjak “Tiga Menguak
Takdir”?Kumpulan sajak itu sebenarnya merupakan bukti perlawanan
kelompok penyair muda (Chairil Anwar, Rivai Apin, Asrul Sani) terhadap
Sutan Takdir Alisjahbana.Perlawanan itu bertolak dari konsepsi kesenian yang
berbeda antara dua kelompok sastrawan itu (Pujangga Baru versus Angkatan
‘45).
Di Indonesia sebenarnya adanya aliran yang secara sadar
diperjuangkan untuk menentang paham atau aliran sebelumnya belum banyak
terjadi. Hal ini salah satu di antaranya disebabkan oleh usia sejarah sastra
Indonesia yang belum begitu lama.Salah satu indikator (petunjuk) adanya
golongan yang menentang kelompok sastrawan sebelumnya adalah : adanya
suatu manifestasi yang menyatakan pendirian kelompok itu dalam
memperjuangkan gagasan-gagasan barunya. Angkatan ‘45 misalnya dengan
manifestasi yang tercantum pada “ Surat Kepercayaan Gelanggang “
menyatakan pendirian kelompok tersebut, yang berbeda pendirian dari
kelompok sastrawan Pujangga Baru, sementara itu “ Manifes Kebudayaan “
(17 agustus 1963) lebih banyak merupakan sikap politik dari sastrawan
kelompok bebas (Manifes) terhadap sastrawan Lekra (Lembaga Kebudayaan
Rakyat), daripada pernyataan melawan kelompok sastrawan generasi
sebelumnya. Hal ini disebabkan sastrawan kelompok Manifes dan kelompok
Lekra hidup sezaman.
Berikut ini akan kita pelajari beberapa aliran dalam sastra. Hendaknya
dipahami bahwa aliran-aliran yang disebutkan di sini tidak menjamin bahwa
sastrawannya secara sadar ingin memperjuangkan gagasan-gagasan aliran,
dengan konsep atau pengertian aliran.Dapat kita indentifikasi karya sastra
tertentu termasuk ke dalam kategori aliran sastra tertentu.Hendaknya kita
sadari bahwa masalah aliran ini bukan merupakan monopoli bidang
sastra.Aliran-aliran itu dapat berlaku dalam bidang seni lainnya, terutama pada
seni lukis.Demikianlah jika kita berbicara tentang aliran realisme, maka aliran
itu tidak hanya khusus berlaku pada sastra, tetapi juga berlaku pada seni lukis.
Penjelasan berikut ini tidak berdasarkan pada urutan sejarah kelahirannya.
238
1. Realisme
Aliran ini mengutamakan realitas kehidupan.Sastra realis
merupakan kutub seberang dari sastra imajis.Apa yang diungkapkan
para pengarang realis adalah hal-hal yang nyata, yang pernah terjadi,
bukan imajinatif belaka. Biografi, otobiografi, true-story, album kisah
nyata, roman sejarah, bisa kita masukkan ke sini. Sastra realis juga
berbeda dengan berita surat kabar atau laporan kejadian, karena ia
tidak semata-mata realistik. Sebagai karya sastra, ia pun dihidupkan
oleh pijar imajinasi dan plastis bahasa yang memikat.
2. Surrealisme
Aliran yang terlalu mengagungkan kebebasan kreatif dan
berimajinasi sehingga hasil yang dicapai menjadi antilogika dan
antirealitas. Bisa jadi apa yang terungkap itu pada mulanya berangkat
dari kenyataan sekitar, tetapi karena desain imajinasinya itu sudah
demikian sarat, kuat dan jauh, ia terasa ekstrim dan radikal. Ada
semacam keadaan trans (hanyut/kesurupan) di sana, sesuatu yang tidak
kita temukan dalam realisme maupun naturalisme.
Surrealisme lebih dekat terhadap absurdisme daripada terhadap
realisme. Dari sisi tertentu sanjak-sanjak Rendra “ Khotbah “, “
Nyanyian Angsa “ “ Mencari Bapa “, cerpen-cerpen Danarto “ Godlob
“, “ Kecubung Pengasihan “, “ Rintrik “, “ Sanu, Infinita Kembar “
Motenggo Boesye bisa ditunjuk sebagai contoh surrealisme.
Surrealisme merupakan gerakan di kalangan pengarang dan
pelukis di Perancis, yang dimulai sekitar tahun 1920 an. Gerakan ini
menghendaki adanya kebebasan dalam kreativitas artistik,
mengungkapkan bawah sadar dengan imaji-imaji tanpa adanya urutan
atau koherensi (seperti di dalam mimpi), membebaskan diri dari alasan
yang logis, standar moralitas, konvensi dan norma-norma sosial dan
artistik.
Surrealisme dapat diartikan sebagai melebihi realisme, karena
surrealisme juga mengagung-agungkan asosiasi yang bebas serta
239
penulisan secara otomatis, fantasi yang tak terkendali serta asosiasi
yang bebas mewakili suatu dunia yang lebih realistis daripada
kenyataan yang riil.Surrealisme mencoba mengeksploatasi materi-
materi di dalam mimpi, keadaan jiwa antara tidur dan jaga, dan
menyerahkan penafsirannya kepada pembaca.
H.B. Jassin menyatakan bahwa “Surrealisme menghendaki
keseluruhan dan kesewaktuan…Sebab itu hasil kesusastraan
surrealisme jadi sukar untuk menurutkannya, logika hilang, alam benda
dan alam pikiran dan angan-angan bercampur baur dalam keseluruhan
dan kesewaktuan.
3. Naturalisme
Aliran yang mementingkan pengungkapan secara terus-terang,
tanpa mempedulikan baik buruk dan akibat negatif.Pengarang naturalis
dengan tenangnya menulis tentang skandal para penguasa atau
siapapun, dengan bahasa yang bebas dan tajam.Pornografi, karya
mereka jatuh menjadi picisan, bukan tabu bagi mereka. Biasanya, hal
ini benar-benar mereka sadari, bahkan mereka pun sempat
membanggakan naturalisme ini sebagai gaya mereka. Kumpulan
sanjak F. Rahardi, “ Catatan Harian Sang Koruptor “ dan “ Sumpah
WTS “, beberapa sanjak Rendra “ Bersatulah Pelacur-pelacur Kota
Jakarta “, “ Rick dari Corona “, “ Sajak Gadis dan Majikan “, Sajak
SLA “ bisa ditunjuk sebagai contoh pengibar aliran ini. Dari khazanah
lama “ Surabaya “ nya Idrus bisa digunakan sebagai contoh meskipun
tidak seseru punya F. Rahardi dan Rendra.
4. Romantik
Sastra romantik ditandai dengan ciri-ciri : keinginan untuk
kembali ke tengah alam, kembali kepada sifat-sifat yang asli, alam
yang belum tersentuh dan terjamah tangan-tangan manusia. Istilah ini
juga mencakup ciri-ciri adanya : keterpencilan, kesedihan,
kemurungan, dan kegelisahan yang hebat. Kecuali itu romantik juga
cenderung untuk kembali kepada zaman yang sudah menjadi sejarah,
240
masa lampau yang terkadang melahirkan manusia-manusia
besar.Pengungkapan yang romantis sering dikaitkan dengan percintaan
yang asyik dunia muda-mudi yang masih hijau dan belum banyak
pengalaman.Tokoh-tokoh dalam fiksi romantik sering digambarkan
dengan sangat dikuasai oleh perasaannya dalam merumuskan segala
persoalan.Dikisahkan juga tokoh-tokoh yang tak tahan menghadapi
hidup yang keras dan kejam.Mereka itu kemudian ada yang lari
kegunung atau tempat terpencil lainnya yang dirasakannya jauh dari
kekerasan hidup.
Aoh K. Hadimadja menyatakan bahwa salah satu ciri alam
romantik tokoh-tokohnya suka membunuh diri, karena terlalu kuat
dihinggapi perasaan.
Romantisme, aliran yang mementingkan curahan perasaan yang
indah dan menggetarkan yang diungkapkan dalam estetika diksi dan
gaya bahasa yang mendayu-dayu membuai sukma. Contoh : puisi-puisi
Amir Hamzah “ Buah Rindu“, “ Karena Kasihmu “, “ Memuji Dikau “,
“ Mengawan “, “ Do’a “, karya-karya Hamka “ Tenggelamnya Kapal
Van der Wijk “, “ Di Bawah Lindungan Ka’bah “, “ Di dalam Lembah
Kehidupan “, roman “ Upacara “ dan kumpulan sanjak “ Nyanyian
Ibadah “ nya Korrie Layun Rampan, kumpulan sanjak “ Romance
Perjalanan “ Kirjomulyo, “ Buku Puisi “ nya Hartoyo Andangjaya.
5. Simbolisme
Pengungkapan simbolis tidak secara harfiah, melainkan dengan
simbol-simbol. Sebuah simbol berarti sesuatu yang bermakna sesuatu
yang lain. Bunga mawar sebagai simbol dari kecantikan.Simbolisme
merupakan aliran dalam sastra yang mencoba mengungkapkan ide-ide
dan emosi lebih dengan sugesti-sugesti daripada menggunakan
ekspresi langsung, melalui objek-objek, kata-kata dan bunyi. Aliran ini
merupakan reaksi terhadap realisme dan naturalisme yang hanya
berpijak pada kenyataan semata. Sastra simbolik banyak menggunakan
241
simbol atau lambang dalam mengungkapkan pemikiran, emosi, secara
samar-samar dan misterius.
Karya simbolik terkadang sukar dipahami dan hanya secara
samar-samar ditangkap maknanya. Penyair simbolik bahkan menyukai
yang samar-samar itu, oleh karena bagi mereka puisi harus merupakan
teka-teki bagi orang biasa, tetapi sebenarnya merupakan musik yang
indah bagi yang dapat menghayati dan menikmatinya.Puisi simbolik
mencapai keindahannya dengan mengungkapkan objek secara tidak
langsung, secara sugestif, dan dengan memperhitungkan efek
musiknya yang mengandung makna.
Simbolisme, banyak menggunakan kata-kata kias, lambang-
lambang, kata-kata yang bermakna simbolik untuk melukiskan sesuatu.
Sesungguhnya, semua fabel (misalnya “Serial Kancil”, “Hikayat
Kalilah dan Daminah”) adalah contoh tepat simbolisme ini. “ Dengar
Keluhan Pohon Mangga “, karya Maria Amin, “ Musyawarah Burung
“ karya Fariduddin Attar, “ Kucing “ sanjak Sutardji Q.B., “ Ikan-ikan
Hiu, Ido, Homa “ karya Y.B. Mangunwijaya, “Ular dan Kabut“
sanjak Ayip Rosidi, “Sebuah Lok Hitam“ puisi Hartoyo Andangjaya,
hanya sekadar contoh sastra simbolik ini.
6. Mistisisme:
Aliran yang mengacu pada pemikiran mistik, yaitu pemikiran
yang berdasasrkan kepercayaan pada Tuhan. Pengarangnya dalam
mengungkapkan sesuatu berusaha untuk mendekatka diri pada Tuhan.
7. Surealisme
Aliran yang mengungkapkan kenyataan hidup secara
berlebihan dengan melukiskan berbagai objek dan tanggapan secara
serentak. Karya sastra surealisme umumnya sulit dipahami karena gaya
tulisan yang terkesan agak kacau.
242
8. Improsionisme
Aliran yang menekankan pada pengalaman dan penglihatan
pengarang berdasarkan kesan sepintas terutama oleh pancaindra.
243
BAB VII
PERIODISASI SASTRA ANGKATAN 70’AN
244
Perkembangan sastra Indonesia periode 70’-an maju pesat, karena banyak
penerbitan yang muncul dan bebas menampilkan hasil karyanya dalam berbagai
bentuk. Terlebih ketika sastrawan-sastrawan yang terlibat politik pada tahun 60’-
an telah kembali. Sutardji menampilkan corak baru dalam kesussastraan Indonesia
di bidang puisi. Alasan tersebut menyebaban Sutardji dianggap salah satu tokoh
periode ‘70-an dalam sastra Indonesia. Pada tahun 1979 Sutardji menerima hadiah
sastra dari ASEAN.
Sutardji Calzoum Bachri dalam puisinya cenderung membebaskan kata
dalam membangkitkan kembali wawasan estetik mantra, yakni wawasan estetik
yang sangat menekankan pada magic kata-kata, serta melahirkannya dalam wujud
improvisasi. Hal itu nyata bila diperhatikan sikap puisinya berjudul Kredo
Puisiyang ditulis di Bandung tanggal 30 Maret 1973 dan dimuat di majalah
Horison bulan Desember 1974.
245
Dalam periode 70-an pengarang berusaha melakukan eksperimen
untuk mencoba batas-batas beberapa kemungkinan bentuk, baik prosa, puisi,
maupun drama semakin tidak jelas. Misalnya, prosa dalam bentuk cerpen,
pengarang sudah berani membuat cerpen dengan panjang 1-2 kalimat saja
sehingga terlihat seperti bentuk sajak. Dalam bidang drama mereka mulia
menulis dan mempertunjukkan drama yang absurd atau tidak masuk akal.
Sedangkan dalam bidang puisi mulai ada puisi kontemporer atau puisi
selindro.
Periode 70-an telah memperlihatkan pembaharuan dalam berbagai
bidang, antara lain; wawasan estetik, pandangan, sikap hidup, dan orientasi
budaya. Para sastrawan tidak mengabaikan sesuatu yang bersifat tradisional
bahkan berusahan untuk menjadikannya sebagai titik tolak dalam
menghsilkan karya sastra modern.
Konsepsi improvisasi dalam karya sastra dipahami oleh Putu Wijaya.
Ia mengatakan bahwa sebuah nobel hanyalah cerita pendek yang disambung,
sehingga yang penting muncul di dalam penulisan suatu karya sastra adalah
faktor ketiba-tibaan. Sebuah novel, drama, atau cerita pendek ditulis didalam
dadakan-dadakan karena pada saat menulis beragai ide yang datang
dimasukkan ke dalam ide pokok. Unsur tiba-tiba seperti ini yang disebut
dengan uncur improvisasi.
Perkembangan sastra Indonesia periode 70-an maju pesat, karen
banyak penerbitan yang muncul dan bebas menampilkan hasil karyanya
dalam berbagai bentuk. Sutardji menampilkan corak baru dalam
kesussastraan Indonesia di bidang puisi. Alasan tersebut menyebaban Sutardji
dianggap salah satu tokoh periode 70-an dalam sastra Indonesia. Pada tahun
1979 Sutardji menerima hadiah sastra dari ASEAN.
Sutardji Calzoum Bachri dalam puisinya cenderung membebaskan
kata dalam membangkitkan kembali wawasan estetik mantra, yakni wawasan
estetik yang sangat menekankan pada magic kata-kata, serta melahirkannya
dalam wujud improvisasi. Hal itu nyata bila diperhatikan sikap puisinya
berjudul Kredo Puisi yang ditulis di Bandung tanggal 30 Maret 1973 dan
246
dimuat di majalah Horison bulan Desember 1974. Kredo Puisi dapat dilihat di
bawah ini.
Isi selengkapnya adalah sebagai berikut:
Kata-kata bukanlah alat pengantar pengertian. Dia bukanlah seperti
pipa yang menyalurkan air. Kata-kata adalah pengertian itu sendiri.
Dia bebas.Kalau diumpamakan dengan kursi, kata adalah kursi itu
sendiri dan bukan alat untuk duduk. Kalau diumpamakan dengan
pisau, dia adalah pisau itu sendiri dan bukan alat untuk memotong
atau menikam. Dalam kesehari-harian kata cenderung
dipergunakan sebagai alat untuk menyampaikan pengertian.
Dianggap sebagai pesuruh untuk menyampaikan pengertian. Dan
dilupakan kedudukannya yang merdeka sebagai pengertian.
Dalam puisi saya, saya bebaskan kata-kata dari tradisi lapuk yang
membelenggu mereka seperti kamus dan penjajahan-penjajahan seperti moral
kita yang dibebankan masyarakat pada kata-kata tertentu dengan dianggap
kotor (obscene) serta penjajahan gramatika.
Bila kata-kata telah dibebaskan, kreativitas pun dimungkinkan.
Karena kata-kata bisa menciptakan dirinya.Pendadakan kreatif bisa timbul,
karena kata biasanya dianggap berfungsi sebagai penyalur pengertian tiba-
tiba karena kebebasannya bisa menyungsang terhadap fungsinya.Maka
timbullah hal-hal tak terduga sebelumnya yang kreatif.
Dalam (penciptaan) puisi saya, kata-kata saya biarkan bebas. Karena
gairahnya telah menemukan kebebasan, kata meloncat-loncat dan menari-nari
diatas kertas, mabuk dan belakangnya yang mungkin sama atau tak sama,
membelah dirinya dengan bebas, menyatukan dirinya sendiri dengan yang
lain untuk memperkuat dirinya, membalik atau menyungsang sendiri dirinya
dengan bebas, saling bertentangan sendiri satu sama lainnya karena mereka
bebas berbuat semaunya atau bila perlu membunuh dirinya bisa menolah dan
berontak terhadap pengertian yang ingin dibebankan kepadanya.
247
Sebagai penyair saya hanya menjaga sepanjang tidak mengganggu
kebebasannya agar kehadirannya yang bebas sebagai pembentuk pengertian
sendiri, bisa mendapatkan aksentuasi yang maksimal.Menulis puisi bagi saya
adalah membebaskan kata-kata yang berarti mengembalikan kata pada awal
mulanya.Pada umumnya adalah kata.Kata pertama adalah mantera.Maka
menulis bagi saya adalah mengembalikan kata pada manteraBandung, 30
Maret 1973.Itulah Kredo Puisi Sutardji. Pada akhirnya ia mengatakan,
“Kredo saya jangan dianggapi bahwa saya menerapkan secara mutlak.”
(Tirtawijaya 1983:51)
POT
Pot apa itu pot kaukah pot itu
Pot pot pot
Yang jawab pot pot pot pot kaukah pot itu
Yang jawab pot pot pot pot kaukah pot itu
Pot pot pot
Pot apa pot itu pot kaukah potku?
Pada periode 70-an genre yang muncul puisi, prosa, dan drama. Genre
puisi dipelopori oleh WS. Rendra, Subagyo Sastrowardoyo, Taufik Ismail,
Sutardji Calzoum Bachri, Sapardi Djoko Pradopo. Sedangkan genre prosa
dipelopori oleh Linus Suryadi, Iwan Simatupang, Danarto dan Budi Darma.
Genre drama dipelopori oleh Putu Wiaya, Arifin C. Noer. Perkembangan
sastra periode ini diikuti munculnya penyair maupun pengarang-pengarang
baru. Dalam periode ini selain ada penyair laki-laki juga muncul para penyair
wanita, antara lain: Toeti Fariati, Isma Sawitri, Upita Agustin, Doro Tea Raso
Helani, dan Ida Ayu Galuh Petak.
248
B. Tokoh Angkatan 70’an
1. Sastrawan Angkatan 70’-an
a. Putu Wijaya
Putu Wijaya merupakan penulis yang memiliki
keterampilan lengkap. Selain ia mampu menulis dengan baik di
bidang prosa, ia juga mampu menulis dengan baik di bidang
lainnya. Ia lahir di Tabanan Bali, tanggal 11 April
1944.Menyelesaikan pendidikan di Fakultas Hukum UGM pada
tahun 1969.Pernah menjadi anggota Bengkel Teater pada tahun
1967, Teater Kecil pada tahun 1967, kemudian mendirikan dan
memimpin Teater Mandiri di Jakarta.Ia juga pernah tinggal dengan
masyarakat komunal di Ittoen, Jepang pada tahun 1973. Pernah
mengikuti International Writing Program di Universitas Iowa, Iowa
City, Amerika Serikat (1974-1975), mengikuti Festival Teater
sedunia di Nancy, Prancis (1975), dan Festival Horisonte III di
Berlin Barat pada tahun 1985.
Ia juga pernah menjadi redaktur majalah Tempo (1971-
1979), redaktur pelaksanaan majalah Zaman (1979-1985), dan
menjadi dosen tamu pada Universitas Wisconsin, Amerika Serikat
(1985-1986). Novel, drama, dan cerpennya berkali-kali
memenangkan hadiah sayembara mengarang.Novelnya Telegram
(1972) dianggap menampilkan corak baru dalam penulisan novel
Indonesia tahun 70’-an.
b. Sutardji Calzoum Bachri
Sutardji Calzoum Bachri lahir pada tanggal 24 Juni 1941 di
Rengat, Riau.Pendidikan akhirnya adalah Jurusan Administrasi
Niaga, Fakultas Sosial dan Politik Universitas Padjadjaran,
Bandung.Pernah mengikuti Program di UnIversitas Iowa (1974-
1975).
Pada tahun 1978 Sutardji mendapat hadiah puisi dari
Dewan Kesenian Jakarta pada tahun 1976-1977, untuk kumpulan
249
puisinya Amuk (1977; tahun 1979 memperoleh hadiah sastra
ASEAN. Buku-buku puisinya ialah: O (1973), Amuk (1977),
Kapak (1979). Kumpulan-kumpulan puisi ini pada tahun 1981
diterbitkan dalam satu buku berjudul O Amuk Kapa.Karya puisi
Sutardji telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Harry
Aveling dan dikumpulkan dalam antologi Arjuna in Mediation
(Calcutta India), Wtiting from the World (Amerika Serikat),
Westerly Review (Australia).Karyanya juga dimuat dua antologi
berbahasa Belanda.
c. Arifin C. Noer
Arifin Chairin Noer (lahir di Cirebon, Jawa Barat, 10 Maret
1941 – meninggal diJakarta, 28 Mei 1995 pada umur 54 tahun),
atau lebih dikenal sebagai Arifin C. Noer, adalah sutradara teater
dan film asal Indonesia yang beberapa kali memenangkan Piala
Citra untuk penghargaan film terbaik dan penulis skenario terbaik.
Arifin C. Noer adalah anak kedua Mohammad Adnan.
Menamatkan SD di Taman Siswa, Cirebon, SMP Muhammadiyah,
Cirebon, plalu SMA Negeri Cirebon tetapi tidak tamat, kemudian
pindah ke SMA Jurnalistik, Solo. Setelah itu ia kuliah di Fakultas
SosialPolitik Universitas Cokroaminoto, Yogyakarta. Tahun 1972-
1973 mengikuti International Writing Program di Universitas Iowa,
Iowa City, Amerika Serikat.
Mulai menulis cerpen dan puisi sejak SMP dan
mengirimkannya ke majalah yang terbit di Cirebon dan
Bandung.Semasa sekolah ia bergabung dengan Lingkaran Drama
Rendra, dan menjadi anggota Himpunan Sastrawan Surakarta. Di
sini ia menemukan latar belakang teaternya yang kuat. Dalam
kelompok drama bentukan Rendra tersebut ia juga mulai menulis
dan menyutradarai lakon-lakonnya sendiri, seperti Kapai Kapai,
Tengul, Madekur dan Tarkeni, Umang-Umang dan Sandek
Pemuda Pekerja.
250
Naskah karyanya, Lampu Neon, atau Nenek Tercinta, telah
memenangkan sayembara Teater Muslim, 1987.Kemudian saat
kuliah di Universitas Cokroaminoto, ia bergabung dengan Teater
Muslim yang dipimpin Mohammad Diponegoro.Ia kemudian
hijrah ke Jakarta dan mendirikan Teater Kecil pada tahun 1968.
Di tengah minat dan impiannya sebagai seniman, ia sempat
meniti karier sebagai manajer personalia Yayasan Dana Bantuan
HajiIndonesia dan wartawan Harian Pelopor Baru. Teater Kecil
berhasil mementaskan cerita, dongeng, yang seperti
bernyanyi.Tentang orang-orang yang terempas, pencopet, pelacur,
orang-orang kolong, dsb.Mencuatkan protes sosial yang
transendental tetapi kocak dan religius.
Naskah-naskahnya menarik minat para teaterawan dari
generasi yang lebih muda, sehingga banyak dipentaskan di mana-
mana.Karyanya memberi sumbangan besar bagi perkembangan
seni peran di Indonesia dan menunjukkan eksistensinya sebagai
salah satu pencetus bentuk teater modern Indonesia.Naskah lakon
Kapai-Kapai yang ditulis tahun 1970, terpilih sebagai salah satu
karya dalam antologi seratus tahun drama Indonesia yang
diterbitkan Yayasan Lontar, diterjemahkan ke dalam bahasa
Inggris dengan judul Moths. Kapai-Kapai dipilih karena
merupakan karya Arifin C Noer yang paling sering dipentaskan
serta menandai titik balik penting dalam penulisan lakon di
Indonesia, yakni dari teks drama realistis menjadi penulisan puitis
yang menuntut agar dikonkretkan di atas panggung. Kapai-Kapai
berada di antara drama absurd Barat dan drama rakyat
Indonesia.Menggambarkan dongeng masa kecil Arifin di Cirebon,
Jawa Barat, dengan bahasa puitis yang kaya metafor, kata-kata
berirama dan struktur ritmik.
Teaternya akrab dengan publik.Ia memasukkan unsur-unsur
lenong, stanbul, boneka (marionet), wayang kulit, wayang golek,
251
dan melodi pesisir. Menurut penyair Taufiq Ismail, Arifin adalah
pembela kaum miskin.
Arifin kemudian berkiprah di dunia layar perak sebagai
sutradara. Pada film Pemberang ia dinyatakan sebagai penulis
skenario terbaik di Festival Film Asia 1972 dan mendapat piala
The Golden Harvest. Ia kembali terpilih sebagai penulis skenario
terbaik untuk film Rio Anakku dan Melawan Badai pada Festival
Film Indonesia 1978. Ia mendapat Piala Citra.
Mengaku otodidak di bidang sinematografi, ia mulai
bekerja dengan kamera ketika Wim Umboh membuat film Kugapai
Cintamu, 1976. Arifin merasakan pengalaman sebagai sutradara
teater merupakan dasar yang perlu di dunia film.Film perdananya
Suci Sang Primadona, 1977, melahirkan pendatang baru Joice
Erna, yang memenangkan Piala Citra sebagai aktris terbaik Festival
Film Indonesia 1978.Menurut Volker Schloendorf—sutradara Die
Blechtrommel, pemenang Palme d’oro Festival Cannes 1979—dari
Jerman, film tersebut “menampilkan sosok wajah rakyat Indonesia
tanpa bedak.Arifin cermat mengamati tempatnya berpijak.
Menyusul film-film lainnya: Petualangan-Petualangan,
Harmonikaku, Yuyun Pasien Rumah Sakit Jiwa, Matahari-
Matahari. Serangan Fajar dinilai sebagai film FFI terbaik 1982.
Salah satu film Arifin yang paling kontroversial adalah
Pengkhianatan G 30 S/PKI (1984). Film tersebut adalah filmnya
yang terlaris dan dijuluki superinfra box-office.Film ini diwajibkan
oleh pemerintah Orde Baru untuk diputar di semua stasiun televisi
setiap tahun pada tanggal 30 September untuk memperingati
insiden Gerakan 30 September pada tahun 1965.Peraturan ini
kemudian dihapus pada tahun 1997.Melalui film itu pula Arifin
kembali meraih Piala Citra 1985 sebagai penulis skenario terbaik.
Pada FFI 1990, filmnya Taksi dinyatakan sebagai film terbaik dan
meraih 6 Piala Citra.
252
Ia menikah dengan Nurul Aini, istrinya yang pertama,
dikaruniai dua anak: Vita Ariavita dan Veda Amritha. Pasangan ini
bercerai tahun 1979. Arifin kemudian menikah dengan Jajang
Pamoentjak, putri tunggal dubes RI pertama di Prancis dan
Filipina, yang juga seorang aktris dikenal dengan nama Jajang C.
Noer. Darinya, Arifin mendapat dua anak, yaitu: Nitta Nazyra dan
Marah Laut. Arifin meninggal karena sakit kanker hati dan lever
pada 28 Mei 1995.
d. Danarto
Danarto lahir pada tanggal 27 Juni 1940 di Mojowetan,
Sragen Jawa Tengah.Ia adalah dosen di Institut Kesenian Jakarta
sejak 1973. Lulusan ASRI Yogya tahun 1961 ini pernah aktif di
Sanggar Bambu, Jakarta.Ia juga pernah menjadu redaktur majalah
Zaman (1979-1985). Tahun 1975 ia mengikuti International
Writing Program di Universitas Iowa, Iowa City, Amerika Serikat,
dan pada tahun 1983 ia menghadiri Festival Penyair Internasional
di Rotterdam, Belanda.Cerpennya Rintik, memenangkan hadiah
Horison tahun 1968. Cerpen-cerpennya, termasuk Rintik, dihimpun
dalam kumpulan cerpen berjudul Godlob (1976).Kumpulan
cerpennya Adam Ma’rifat (1982), meraih hadiah sastra DKJ 1982
dan Kebudayaan (1982). Kumpulan cerpennya yang lain, Berhala
(1987), memenangkan hadiah Yayasan Buku Utama Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1987.
e. Iwan Simatupang
Iwan Simatupang lahir di Sibolga, Sumatra Utara pada
tanggal 18 November 1928, meninggal di Jakarta tanggal 4
Agustus 1970. Berpendidikan HBS Medan, Fakultas Kedokteran di
Surabaya (1953: tidak tamat), dan tahun 1954-1958 memperdalam
pengetahuan di Eropa (antropologi di Universitas Leiden, drama di
Amsterdam, dan filasfat di Universitas Sarbone Paris). Pernah
menjadi komandan Pasukan TRIP di Sumatera Utara tahun 1949,
253
guru SMA Jalan Wijayakusuma di Surabaya (1950-1953), reaktur
Siasat (1954), dan terakhir menjadi redaktur Warta Harian (1966-
1970).
f. Budi Darma
Budi Darma lahir tanggal 25 April 1937 di Rembang, Jawa
Tengah.Ia adalah dosen IKIP Surabaya. Menyelesaikan pendidikan
di Jurusan Sastra Barat. Fakultas Sastra Universitas Gajah Mada
(1963). Pernah memperdalam pengetahuan di Universitas Hawaii,
Honolulu, Amerika Serikat tahun 1970-1971, kemudian meraih
master dari Universitas Indiana, Bloomington, Amerika Serikat
tahun 1976, dan meaih gelar Ph. D. dari universitas yang sama
tahun 1980. Pernah menjadi Dekan Fakultas Keguruan Sastra dan
Seni IKIP Surabaya (beberapa kali), anggota Dewan Kesenian
Surabaya, dan Rektor IKIP Surabaya tahun 1984-1988.
Novel Olenka (1983), memenangkan hadiah pertama
Sayembara Mengarang Roman DKJ tahun 1983.karyanya yang
lain: Orang-Orang Bloomington (1980), Soliloku (1983), Sejumlah
Esai Sastra(1984), dan Rafilus (1988). Tahun 1984 ia
memenangkan hadiah sastra ASEAN.
g. Taufiq Ismail
Taufiq Ismail lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat, 25 Juni
1935 dari pasangan A. Gaffar Ismail (1911-1998) asal Banuhampu,
Agam dan Sitti Nur Muhammad Nur (1914-1982) asal Pandai
Sikek, Tanah Datar, Sumatera Barat. Ayahnya adalah seorang
ulama dan pendiri PERMI.Ia menghabiskan masa SD di Solo,
Semarang, dan Yogyakarta, SMP di Bukittinggi, dan SMA di
Pekalongan. Taufiq tumbuh dalam keluarga guru dan wartawan
yang suka membaca.Ia telah bercita-cita menjadi sastrawan sejak
masih SMA. Dengan pilihan sendiri, ia menjadi dokter hewan dan
ahli peternakan karena ingin memiliki bisnis peternakan guna
menafkahi cita-cita kesusastraannya. Ia tamat FKHP-UI Bogor
254
pada1963 tapi gagal punya usaha ternak yang dulu
direncanakannya di sebuah pulau di Selat Malaka.
Pengkategoriannya sebagai penyair Angkatan ‘66 oleh
Hans Bague Jassin merisaukannya, misalnya dia puas diri lantas
proses penulisannya macet. Ia menulis buku kumpulan puisi,
seperti Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia, Tirani dan Benteng,
Tirani, Benteng, Buku Tamu Musim Perjuangan, Sajak Ladang
Jagung, Kenalkan, Saya Hewan, Puisi-puisi Langit, Prahara
Budaya:Kilas Balik Ofensif Lekra/PKI dkk, Ketika Kata Ketika
Warna, Seulawah-Antologi Sastra Aceh, dan lain-lain.
Banyak puisinya dinyanyikan Himpunan Musik Bimbo,
pimpinan Samsudin Hardjakusumah, atau sebaliknya ia menulis
lirik buat mereka dalam kerja sama. Iapun menulis lirik buat
Chrisye, Yan Antono (dinyanyikan Ahmad Albar) dan Ucok
Harahap. Menurutnya kerja sama semacam ini penting agar
jangkauan publik puisi lebih luas.
Taufiq sering membaca puisi di depan umum. Di luar
negeri, ia telah baca puisi di berbagai festival dan acara sastra di 24
kota Asia, Australia, Amerika, Eropa, dan Afrika sejak 1970.
Baginya, puisi baru ‘memperoleh tubuh yang lengkap’ jika setelah
ditulis, dibaca di depan orang. Pada April 1993 ia membaca puisi
tentang Syekh Yusuf dan Tuan Guru, para pejuang yang dibuang
VOC ke Afrika Selatan tiga abad sebelumnya, di 3 tempat di Cape
Town (1993), saat apartheidbaru dibongkar. Pada Agustus 1994
membaca puisi tentang Laksamana Cheng Ho di masjid kampung
kelahiran penjelajah samudra legendaris itu di Yunan, RRC, yang
dibacakan juga terjemahan Mandarinnya oleh Chan Maw Yoh.
Bosan dengan kecenderungan puisi Indonesia yang terlalu
serius, di awal 1970-an menggarap humor dalam puisinya.
Sentuhan humor terasa terutama dalam puisi berkabar atau
narasinya.Mungkin dalam hal ini tiada teman baginya di
255
Indonesia.Antologi puisinya berjudul Rendez-Vous diterbitkan di
Rusia dalam terjemahanVictor Pogadaev dan dengan ilustrasi oleh
Aris Aziz dari Malaysia (Rendez-Vous. Puisi Pilihan Taufiq
Ismail. Moskow: Humanitary, 2004.). Di deretan jejak langkah
Taufiq yang panjang tersebut, penyair dan kritikus sastra Indonesia
Saut Situmorangmemberitakan dalam media sastra yang
diempunya bersama Katrin Bandel, Boemipoetra, bahwa Taufiq
melakukan aksi plagiarisme atas karya penyair Amerika bernama
Douglas Malloch (1877 – 1938) berjudul Be the Best of Whatever
You Are.
Mendapat Anugerah Seni dari Pemerintah (1970), Cultural
Visit Award dari Pemerintah Australia (1977), South East Asia
Write Award dari Kerajaan Thailand (1994), Penulisan Karya
Sastra dari Pusat Bahasa (1994). Dua kali ia menjadi penyair tamu
di Universitas Iowa, Amerika Serikat (1971-1972 dan 1991-1992),
lalu pengarang tamu di Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur
(1993).
h. Emha Ainun Najib
Lahir pada tanggal 27 Mei 1953 di Jombang, Jawa
Timur.Memperoleh pendidikan di Pondok Pesantren Gontor, SMA
Yogya, dan Fakultas Ekonomi UGM (hanya sebentar).Pernah
menyadi redaktur Harian Masa Kini, Yogya (1973-1976),
kemudian memimpin Teater Dinasti, Yogya. Pernah mengikuti
loka karya Teater Peta, Filifina (1980), International Writing
Program di Universitas Iowa, Iowa City, Amerika Serikat (1981).
Festival Penyair Internasional di Rotterdam, Belanda (1984), dan
Festival Horizonte III di Berlin Barat, Jerman Barat (1985).
i. Umar Kayam
Umar Kayam (lahir di Ngawi, Jawa Timur, 30 April 1932–
meninggal di Jakarta, 16 Maret 2002 pada umur 69 tahun) adalah
seorangsosiolog, novelis, cerpenis, dan budayawan juga seorang
256
guru besar di Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta (1988-1997-pensiun). Karya-karyanya seperti: Bauk,
Seribu Kunang-kunang di Manhattan, Musim Gugur Kembali di
Connecticut, Mangan Ora Mangan Ngumpul, dan masih banyak
yang lain. Umar Kayam memperoleh Hadiah Sastra Asean pada
tahun 1987.
j. Kuntowijoyo
Karyanya antara lain di Atas Bukit. Novel ini bertemakan
kegelisahan batin akibat batin kondisi sosial.Ia mengajak pembaca
untuk merenungkan kehidupan ini. Kuntowijoyo banyak
mengguanakan kata-kata mutiara sebagai pengungkap renungan
hidup.
257
6) Kritik juga dikemukakan bagi para penyeleweng.
Struktur Fisik:
1) Puisi bergaya bahasa mantera menggunakan sarana kepuitisan
berupa ulangan kata, frasa, atau kalimat. Gaya bahasa
paralelisme dikombinasikan dengan gaya hiperbola untuk
memperoleh efek yang sebesar-besarnya, serta menonjolkan
tipografi.
2) Puisi konkret sebagai eksperimen.
3) Banyak menggunakan kata-kata daerah untuk memberikan
kesan ekspresif.
4) Banyak menggunakan permainan bunyi.
5) Gaya penulian yang prosaik.
6) Menggunakan kata yang sebelumnya tabu.
Struktur Tematik:
1) Protes terhadap kepincangan masyarakat pada awal
industrialisasi;
2) Kesadaran bahwa aspek manusia merupakan subjek dan
bukan objek pembangunan;
3) Banyak mengungkapkan kehidupan batin religius dan
cenderung mistis;
4) Cerita dan pelukisnya bersifat alegoris atau parable;
5) Perjuangan hak-hak azasi manusia; kebebasan, persamaan,
pemerataan, dan terhindar dari pencemaran teknologi modern;
6) Kritik sosial terhadap si kuat yang bertindak sewenang-
wenang terhadap mereka yang lemah, dan kritik tentang
penyelewengan.
b. Prosa dan Drama
Pada angkatan inilah mulai lahir karya-karya yang lebih
beragam dan melawan arus biasa. Sutardji Calzoum Bachtiar
dianggap menjadi pelopor angkatan ini.
Nama-nama yang berpengaruh pada masa ini antara lain:
258
1) Noorca Mahendra, Sutardji Calzoum Bachtiar
2) Iwan simatupang
3) Nh. Dini
4) Sapardi Djoko Damono
5) Umar Kayam
6) Danarto
7) Putu wijaya
8) Abdul Hadi W.M
Struktur Fisiknya:
1) Melepaskan ciri konvensional, menggunakan pola sastra
absurd dalam tema, alur, tokoh, maupun latar;
2) Menampakkan ciri latar kedaerahan “warna lokal”.
Struktur Tematik
1) Sosial: politik, kemiskinan, dan lain-lain;
2) Kejiwaan;
3) Metafisik.
259
BAB VIII
PERIODISASI SASTRA ANGKATAN ‘80-AN
260
Indonesia untuk menuju kehidupannya yang baru dengan wawasan konstitusional.
Kesusastraan itu adalah alat untuk mencurahkan makna agar dapat ditumpahkan
pada manusia secara utuh dan makna itu hendaknya disalurkan agar mengalami
proses mengembang dan mengempis masuk ke dalam kehidupan serta
mengembangkan halhal yang sebelumnya belum terpikirkan oleh manusia.
Periode ‘80-an lahir dari konsepsi improvisasi dalam penggarapan karya sastra
menuju hasil dan bobot maksimal serta baru dari konsep yang menentang pada
satu kehidupan. Para sastrawan mengikuti perkembangan jaman yang dituntut
adanya keberanian dan kreativitas untuk berkarya. Banyak karya sastra yang
dijadikan drama drama radio. Pada periode ‘80-an ini karya sastra film juga
berkembang pesat. Perfilman Indonesia banyak ditonton dan diminati oleh
masyarakat dan para sutradara pun aktif menciptakan film-film baru. Misal film
yang bertemakan percintaan remaja yaitu Gita Cinta SMA, banyak mempunyai
penggemar baik dikalangan muda maupun tua.
261
diskursif sastrawi. Jargon-jargon politik yang hiruk-pikuk dan menakutkan
telah berlalu. Mereka digantikan oleh jargon-jargon modisme yang meriah,
kerlap-kerlip dan tidak terasa menakutkan. Ditambah lagi, terdapat ancaman
pembredelan-pembredelan terhadap karya sastra dan faktor-faktor keamanan
lainnya.
Karya sastra di Indonesia pada kurun waktu setelah tahun 1980,
ditandai dengan banyaknya roman percintaan, dengan sastrawan wanita yang
menonjol pada masa tersebut yaitu Marga T. Karya sastra Indonesia pada
masa angkatan ini tersebar luas di berbagai majalah dan penerbitan umum.
Beberapa sastrawan yang dapat mewakili angkatan dekade 1980-an ini
antara lain adalah: Remy Sylado, Yudistira Ardinugraha, Noorca Mahendra,
Seno Gumira Ajidarma, Pipiet Senja, Kurniawan Junaidi, Ahmad Fahrawie,
Micky Hidayat, Arifin Noor Hasby, Tarman Effendi Tarsyad, Noor Aini
Cahya Khairani, dan Tajuddin Noor Ganie.Nh. Dini (Nurhayati Dini) adalah
sastrawan wanita Indonesia lain yang menonjol pada dekade 1980-an dengan
beberapa karyanya antara lain: Pada Sebuah Kapal, Namaku Hiroko, La
Barka, Pertemuan Dua Hati, dan Hati Yang Damai. Satu di antara ciri khas
yang menonjol pada novel-novel yang ditulisnya adalah kuatnya pengaruh dari
budaya barat, tokoh utama biasanya mempunyai konflik dengan pemikiran
timur.
Mira W. dan Marga T. adalah dua sastrawan wanita Indonesia yang
menonjol dengan fiksi romantis yang menjadi ciri-ciri novel mereka. Pada
umumnya, tokoh utama dalam novel mereka adalah wanita. Bertolak belakang
dengan novel-novel Balai Pustaka yang masih dipengaruhi oleh sastra Eropa
abad ke-19 dimana tokoh utama selalu dimatikan untuk menonjolkan rasa
romantisme dan idealisme, karya-karya pada era 1980-an biasanya selalu
mengalahkan peran antagonisnya.Namun, yang tak boleh dilupakan pada era
1980-an ini juga tumbuh sastra yang beraliran pop, yaitu lahirnya sejumlah
novel populer yang dipelopori oleh Hilman Hariwijaya dengan serial Lupus-
nya. Justru dari kemasan yang ngepop inilah diyakini tumbuh generasi gemar
baca yang kemudian tertarik membaca karya-karya yang lebih berat.
262
Sastra popular atau yang lebih dikenal dengan sebutan sastrapop,
dianggap sebagai sastra yang esensinya lebih rendah dari sastra non-pop.
Sastra pop dianggap tidak memiliki keindahan dari segi pemaknaan karena
sekali baca seorang pembaca bisa langsung mengetahui makna yang ingin
disampaikan oleh pengarang. Tidak seperti sastra non-pop, sastra pop
cenderung lebih mengutamakan permintaan pasar daripada keindahan estetik
yang tersaji lewat penyampaian maupun makna yang tersirat di dalam karya
tersebut. Ada nama-nama terkenal muncul dari komunitas Wanita Penulis
Indonesia yang dikomandani Titie Said, antara lain: La Rose, Lastri Fardhani,
Diah Hadaning, Yvonne de Fretes, dan Oka Rusmini.
263
10. Novel yang dihasilkan mendapat pengaruh kuat dari budaya barat yang
tokoh utamanya mempunyai konflik dengan pemikiran timur dan
mengalahkan tokoh antagonisnya.
264
ungkapan pikiran dan perasaannya sendiri. Ia sendiri mengakui bahwa
tulisan itu semacam pelampiasan hati. Sekalipun sejak kecil kebiasaan
bercerita sudah ditanamkan, sebagaimana yang dilakukan ibunya
kepadanya, ternyata Dini tidak ingin jadi tukang cerita. la malah bercita-
cita jadi sopir lokomotif atau masinis. Tapi ia tak kesampaian
mewujudkan obsesinya itu hanya karena tidak menemukan sekolah bagi
calon masinis kereta api.
Kalau pada akhirnya ia menjadi penulis, itu karena ia memang
suka cerita, suka membaca dan kadang-kadang ingin tahu
kemampuannya. Misalnya sehabis membaca sebuah karya, biasanya dia
berpikir jika hanya begini saya pun mampu membuatnya dan dalam
kenyataannya ia memang mampu dengan dukungan teknik menulis yang
dikuasainya.
4. Mira Widjaja
Bicara tentang novel populer tanah air, tentunya nama Mira W.
tak bisa begitu saja dilupakan. Ia dikenal sebagai penulis yang produktif
menghasilkan novel-novel bertema cinta nan romantis. Pengarang
bernama asli Mira Widjaja ini menjelma menjadi satu di antara legenda
novel terpopuler di Indonesia. Puluhan judul novel telah membanjiri
dunia novel populer, bahkan beberapa di antaranya sudah dicetak ulang
berkali-kali.
5. Ahmadun Yosi Herfanda
Ahmadun Yosi Herfanda yang juga ditulis Ahmadun Y.
Herfanda atau Ahmadun YH lahir di Kaliwungu, Kabupaten Kendal,
Jawa Tengah, 17 Januari 1958 adalah seorang penulis puisi, cerpen,dan
esei dari Indonesia. Ahmadun dikenal sebagai sastrawan Indonesia dan
jurnalis yang banyak menulis esei sastra dan sajak sufistik. Namun,
penyair Indonesia dari generasi 1980-an ini juga banyak menulis sajak-
sajak sosial-religius. Sementara, cerpencerpennya bergaya karikatural
dengan tema-tema kritik sosial. Ia juga banyak menulis esei sastra.
265
D. Kualitas Sastra Angkatan ‘80-an
Setiap angkatan karya sastra pasti memiliki kelebihan dan kekurangan,
seperti pada Angkatan 80’-an:
Kelebihan karya sastra Angkatan 80’-an:
1. Memiliki wawasan estetik yang luas;
2. Bertema tentang roman percintaan dan kisah kehidupan ini pun didasari
oleh kemajuan ekonomi dan hidup yang indah bagi masyarakat sehingga
memberi kesan kebahagiaan bagi pembacanya;
3. Menekankan pada pemikiran dan cara penyampaian dalam karya sastra;
4. Periode 80’-an ini merupakan sastra yang dinamik yang bergerak bersama
masyarakat Indonesia untuk kehidupannya yang baru dengan wawasan
konstitusional;
5. Para sastrawan mengikuti perkembangan jaman yang dituntut adanya
keberanian dan kreativitas untuk berkarya; Periode 80’-an ini karya sastra
film juga berkembang pesat dan;
6. Karya sastra era 1980-an ini juga tumbuh sastra yang beraliran pop.
Kekurangan karya sastra angkatan 80-an:
1. Karya sastra Angkatan 80’-an diwarnai dengan aturan-aturan yang ketat
dan dipengaruhi oleh kegiatan politik;
2. Karya sastra yang lahir pada tahun 80’-an dipengaruhi proses depolitisasi;
3. Sastra yang muncul jadi tidak sesuai dengan realitas sosial politik serta
tidak menunjukkan kegelisahan dan kesakitan kolektif masyarakat pada
masa itu.
266
Rosidi, “Ciri khas yang menandai kehidupan sastra setelah gagalnya coupd
etat Gestapu ialah munculnya kebebasan pengarang untuk melakukan
eksperimen-ekperimen (hampir) tanpa batas”. Sastra eksperimentasi didorong
oleh banyaknya minat anak muda menulis karya sastra sementara minimnya
media kreativitas karena majalah sastra hanya satu-satunya yaitu Horison.
Akibatnya, majalah sastra tersebut tidak dapat menampung semua puisi-puisi
yang dikirimnya. Pengarang yang muncul di majalah tersebut hanyalah
pengarang-pengarang yang sudah mapan. Persaingan dan perjuangan untuk
tampil itulah yang melahirkan puisi mbeling yang dikenal juga dengan sebutan
“puisi lugu”, “puisi “awam”, “puisi pop”, “puisi setengah mateng”, “puisi
jengki’ dan sebagainya. Adapun majalah yang memuat puisi seperti itu ialah
Aktuil, Stop, Top, dan Yunior.
Selain munculnya majalah yang memuat puisi-puisi mbeling, semarak
pula periode ini dengan majalah-majalah khusus wanita yang itu
mengentalkan tradisi sastra populer di Indonesia. Jenis sastra ini yang
sebenarnya sudah hadir pada awal-awal kesusastraan Indonesia dengan istilah
roman picisan, roman yang harganya sepicis dua picis.
Semakin melimpahnya karya sastra dalam berbagai jenis
membutuhkan ulasan atau kajian yang komprehensif oleh para ahli atau pakar.
Merespon hal itu maka, di beberapa universitas banyak dibuka jurusan sastra
untuk melahirkan sarjana sastra yang memahami berbagai teori dan metode
sastra. Sarjana-sarjana tersebut diharapkan akan menjadi kritikus-kritikus yang
andal yang tidak hanya dibutuhkan masyarakat untuk memandu memahami
karya sastra tetapi juga dibutuhkan oleh sastrawan untuk memberi rangsangan
untuk menulis karya sastra lebih baik lagi. Diharapkan dengan kritik yang baik
perkembangan kesusastraan Indonesia berjalan dalam koridor yang sehat
sehingga akan lahir karya-karya penting mungkin masuk menjadi sastra dunia.
F. Kredo Puisi
Kata-kata bukanlah alat mengangantarkan pengertian. Dia bukan
seperti pipa yang menyalurkan air. Kata adalah pengertian itu sendiri. Dia
267
bebas. Kalau diumpamakan dengan kursi, kata adalah kursi itu sendiri dan
bukan alat untuk duduk. Kalau diumpakan dengan pisau, dia adalah pisau itu
sendiri dan bukan alat untuk memotong atau menikam.
Dalam keseharian-harian kata cenderung dipergunakan sebagai alat
untuk menyampaikan pengertian. Dianggap sebagai pesuruh untuk
menyampaikan pengertian. Dan dilupakan kedudukannya yang merdeka
sebagai pengertian. Kata-kata harus bebas dari penjajahan pengertian, dari
beban idea. Kata-kata harus bebas menentukan dirinya sendiri. Dalam puisi
saya, saya bebaskan kata-kata dari tradisi lapuk yang membelengunya seperti
kamus dan penjajahan-penjajahan lain seperti moral kata dibebankan
masyarakat pada kata tertentu pada kata tertentu dengan dianggap kotor
(obscene) serta penjajahan garamatikan. Bila kata telah dibebaskan, kreativitas
pun dimungkinkan. Karena kata-kata bisa menciptakan dirinya sendiri,
bermain dengan dirinya sendiri, dan menentukan kemauannya sendiri.
Pendadakan yang kreatif bisa timbul, karena kata yang biasanya dianggap
berfungsi sebagai penyalur pengertian, tiba-tiba, karena kata yang biasanya
dianggap berfungsi sebagai penyalur pengertian, tiba-tiba, karena kebebasanya
bisa menyungsang terhadap fungsinya. Maka timbullah hal-hal yang tak
terduga sebelumnya, yang kreati.
Dalam (penciptaan) puisi saya, kata-kata saya biarkan bebas. Dalam
gairahnya karena telah menemukan kebebasan, kata-kata meloncat-loncat dan
menari di atas kertas, mabuk dan menelanjangi dirinya sendiri, mundar-
mundir dan berkali-kali menunjukkan muka dan belakanngya yang mungkin
sama atau tak sama, membelah dirinya dengan bebas, menyatukan dirinya
sendiri dengan yang lain untuk memperkuat dirinya, membalik atau
menyungsangkan sendiri dirinya dengan bebas, saling bertentangan sendiri
satu sama lainnya karena mereka bebas berbuat semaunya atau bila perlu
membunuh dirinya sendiri menunnjukkan dirinya bisa menolak dan berontak
terhadap pengertian yang ingin dibebankan kepadanya.
268
Sebagai penyair saya hanya menjaga---sepanjang tidak mengganggu
kebebasannya---agar kehadiranya yang bebas sebagai pembentuk
pengertinannya sendiri, bisa mendapatkan aksentuasi yang maksimal.
Menulis puisi bagi saya adalah membebaskan kata-kata, yang berarti
mengembalikan kata pada awal mulanya. Pada mulanya adalah kata. Dan kata
pertama adalah mantera. Maka menulis puisi bagi saya adalah mengembalikan
kata kepada mantera.
JADI
tidak setiap derita
jadi luka
tidak sepi
jadi duri
tidak setiap tanya
jadi ragu
tidak setiap jawab
jadi sebab
tidak setiap seru
jadi mau
tidak setiap tangan
jadi pegang
tidak setiap kabar
jadi tahu
tidak setiap luka
jadi kaca
memandang Kau
pada wajahku!
Atau sajak yang berjudul “Pot” berikut:
POT
Pot apa pot itu pot kaukah pot aku
Pot pot pot
269
Yang jawab pot pot ptot kaukah pot itu
Yang jawab pot popt pot kaukah pot aku
Pot pot pot
Potapo potitu potkakahkau potaku
Eksperimentasi dalam jenis karya sastra lain seperti cerpen terasa pada
di kurun 70an. Inilah kurun dimana gairah untuk melakukan “eksperimenasi”
terasa menyala-nyala. Kehadiran majalah Horison, menjadi signifikan di sini.
“Eksperimentasi” para penulis yang banyak dipublikasikan lewat Horison itu
mengarah pada tiga hal:
Pertama, pada upaya menemukan bentuk “gaya (ber)-bahasa”.
Dimana “gaya bahasa” menjadi sentrum penceritaanaan, hingga bahasa-lah
yang kemudian membentuk setiap anasir cerita. Cerpen-cerpen “terror” Putu
Wijaya, seperti Sepi atau Maya, memperlihatkan hal itu. Tapi hal ini juga
sangat terasa pada cerpen-cerpen Wildam Yatim, yang tenang dan kaya
detail. Atau bahkan pada cerpen Seribu Kunang-kunang di Manhattan Umar
Kayam, dimana suasana dalam cerita ditentukan oleh (gaya) bahasa.
Kedua, upaya untuk menemukan bentuk-bentuk tekhnik penceritaan,
menyangkut penokohan dan struktur/alur cerita, dimana efek-efek dramatik
cerita kemudian banyak dihasilkan memalui tekhnik-tekhnik penceritaan itu.
Kita bisa melihat tekhnik repetisi penceritaan pada cerpen Sukri Membawa
Pisau Belati Hamsad Rangkuti atau pada cerpen “Garong” Taufik Ismail.
Sementara cerpen “Krematorium Itu Untukku”, “Laki-laki Lain” juga “Tiga
Laki-laki Terhormat” Budi Darma memperlihatkan tekhnik penokohan yang
“alusif”: dimana tiap karakter seakan-akan mengacu pada karakter lainnya.
Inilah tekhnik penceritaan dan penokohan yang kemudian banyak
dikembangkan Budi Darma pada cerpen-cerpen yang ditulisnya selepas
periode Orang-orang Blomington, seperti tampak pada “Gauhati”, “Derabat”
atau “Mata yang Indah”.
Ketiga, pada upaya untuk mengeksplorasi bentuk-bentuk “tifografi
penceritaan”, dimana elemen-lelem visual dari huruf, tanda baca sangat
mempengaruhi struktur penulisan cerita, dan bagaimana cerita itu
270
“ditampilkan secara visual”, hingga cerita bisa saja memakai elemen rupa
sebagai baian strukturnya. Danrto banyak melakukan hal ini, seperti judul
cerpennya yang memakai gambar panah menancap di lambang hati, atau
seperti “cepen-rupa”-nya “nguung…nggung cak cak…” itu.
Itulah periode yang begitu semangat melakukan “ekperimentasi”.
Dengan para eksponen seperti Danarto, Budi Darma, Putu Wijaya, sampai
Hamid Jabbar,Yudhistira Adi Nugraha, Kurniawan Junaedi, Eddy D.
Iskandar, Joko Sulistyo, Ristata Siradt, juga Arswendo Atmowiloto yang
menggembangkan “cerpen-cepen dinding ”-nya. Struktur dan bentuk-
bentuk tifografi yang “aneh”, seperti dimungkinkan hadir karena ruang
“eksperimentasi” diberikan oleh media yang menyertai pertumbuhannya.
G. Pengadilan Puisi
Bentuk lain pemberontakan kalangan muda terhadap kemapanan
majalah Horison maupun kemapanan pengarang-pengarang senior adalah
pengadilan Puisi. Acara yang diadakan di Bandung, 8 September 1974, untuk
mengadili puisi mutakhir. Penyelenggaranya Yayasan Arena, mengambil
tempat di Kampus Universitas Parahyang. Dalam acara itu, bentindak sebagai
“Hakim Ketua” : Sanento Yuliman, “Hakim Anggota : Darmanto Jt., “Jaksa” :
Slamet Kirnanto, “Pembela”: Taufiq Ismail, dan “ Saksi” : Sejumlah
pengarang Indonesia.
Ide mengadakan Pengadilan Puisi ini berawal dari Darmanto Jt pada
1970. Menurutnya Pengadilan Puisi perlu diadakan untuk mensahkan hak
hidup puisi di Indonesia. Ini sangat penting, sebab dengan dengan demikian
penyair-penyair sudah tidak lagi dikejar-kejar pertanyaan tuntutan: relevankah
kehadiran puisi di Indonesia? Alasan lainya untuk mencegah terjadinya
kerusahan-kerusuhan di dalam masyarakat, akiat adanya hal-hal yang tak perlu
di puisikan—sebab efeknya terhadap masyarakat.
Terakhir, pengadilan ini berhak menjatuhkan hukumam pada penyair-
penyair yang suka mengacau; tentu saja hukuman mental, sebab puisi terkena
271
hukuman ini. Sajak-sajak kotor dan menghina agama, tentu akan
menyebabkan penyair dituntut.
Dalam Pengadilan puisi itu, jaksa mendakwaan bahwa kehidupan puisi
Indonesia, “tidak sehat, tidak jelas, dan brensek”. Berdasakan tuntutan Jaksa
pada Pengadilan Puisi secara keseluruhan Pengadilan Puisi merupakan
pemberontakan terhadap perpuisian Indonesia, dan secara khususnya
pemberontakan terhadap kritikus sastra Indonesia yaitu H.B. Jassin dan M.S.
Hutagalung yang dianggap tidak mampu mengikuti perkembangan puisi
Indonesia mutakhir, terhadap penyair yang mapan seperti Subagio
Sastrowardoyo, W.S. Rendra, dan Goenawan Mohamad karena dianggap
menghambat perkembangan puisi Indonesia yang wajar dan terhadap majalah
sastra yaitu Horison. Majalah Horison menurut mereka dianggap tidak
menampung aspirasi orang banyak (umum), melainkan telah berubah menjadi
“keluarga majalah” atau “majalah klik”.
Setelah menolak tuntutan Jaksa serta berembuk dengan mengindahkan
Kitab Undang-undang Hukum Puisi, mempertimbangkan Hukum Adat,
Majelis Hakim memutuskan sebagai berikut:
1. Para kritikus sastra tetap diizinkan untuk menulis dan mengembangkan
kegiatan serta meneruskan eksistensinya, dengan catatan harus segera
mengikuti kursus penaikan mutu dalam Sekolah Kritikus Sastra yang akan
segera didirikan.
2. Para redaktur Horison tetap diizinkan tetap memegang jabatan mereka,
selama mereka tidak merasa malu. Bila dikehendaki sendiri mereka boleh
mengundurkan diri.
3. Para penyair mapan masih diberi peluang untuk berkembang terus. Begitu
juga para penyair epigon dan inkarnatif, boleh menulis terus dengan
kaharusan segera masuk ke dalam Panti Asuhan atau Rumah Perawatan
Epigon.
4. Majalah Sastra Horison tidak perlu dicabut SIC dan SIT-nya, hanya di
belakang nama lama harus diembel-embel kata “baru”, sehingga menjadi
272
Horison baru. Masyarakat luas tetap mendapat izin membaca sastra dan
membaca puisi.
Demikian Majelis Hakim Jaksa Slamet Kirnanto tidak merasa puas
terhadap keputusan ini, dan menyatakan naik banding ke pengadilan yang
lebih tinggi Hakim menjawab, “Boleh-boleh saja, nanti kapan-kapan di kota
lain. Adapun jawaban dari “Pengadilan Puisi” berlangsung tiga belas hari
kemudian, 21 September 1974, teater FSUI berlangsung suatu majelis
berjudul “Jawaban Atas Pengadilan Puisi” yang diselenggarakan oleh Senat
Mahasiswa FSUI. Majelis ini menampilkan empat pembicara utama yaitu
H.B. Jassin, M.S. Hutagalung, Gunawan Muhammad, dan Sapardi Djoko
Damono.
Keempat orang ini menguraikan jawaban pembelaan atas tuduhan
yang dialamatkan kepada mereka. Menurut Jassin “Pengadilan” puisi
kekanak-kanakan, sambil memberikan mengajukan argumentasi untuk
membela penyair-penyair mapan yang dibelanya seperti W.S. Rendra,
Gunawan Muhammad, Sapardi Djoko Damono, Subagyo Sastrowardoyo, dan
Abdul Hadi WM dan Sutardji Calzoum Bachri.
M.S. Hutagalung balik menuding bahwa pandangan “jaksa” Slamet
Kirnanto tidak sehat, brengsek, dan bau apak yang cukup membahayakan
generasi muda, terutama penyair-penyair muda yang dibelanya. Dikemukakan
menforsir suatu pengakuan dengan teriakan keras dan tidak demokratis adalah
tidak sehat bagi perkembangan sastra dan kebudayaan umumnya. Sebuah
pernyataan tak ada harganya tanpa didukung bukti-bukti dan argumentasi.
Dan juga tidak benar, seolah-olah perkembangan sastra dilakukan beberapa
kritikus.
Dalam jawabannya Gunawan Mohammad menilai, soal yang
ditampilkan dalam pengadilah puisi di Bandung hanya pengulangan dari
gerutu lama. Menghantam Jassin, mengecap Horison, menabok epigonisme
terhadap Barat atau lainnya...semua sudah merupaka klise. Acara itu juga
menunjukkan ciri-ciri beberapa seniman kita saat ini yang gemar mencari
bentuk baru, dengan ucapan dan tingkah laku kontrovesial, untuk menarik
273
khalayak supaya berkerumun justru karena makin sedikit yang bisa
ditawarkan sebagai isi. Kesalahan selama ini, dan merupakan kesalahan
mendasar dari tesis “Pengadilan Puisi” di Bandung itu, ialah melihat
kehidupan puisi dengan penyair sebagai tokoh dan bukan puisi itu sebagai
tokoh.
Sapardi Djoko Damono mengemukakan jawabannya, kalimat-kalimat
jaksa penuntut umum Slamet Kirnanto pasti ditulis karena emosi belaka.
Keseluruhan naskah tuntutan itu memberi kesan bahwa penulisnya orang
yang melihat adanya hal-hal baru dalam sastra Indonesia. Untuk maksud itu
rupanyanya menganggap perlu untuk mencaci maki dua bulah majalah.
Rupanya ia tidak pernah membaca majalah itu dengan cermat, sehingga tidak
mengerti bahwa pemuatan sajak Ibrahim Sattah, Rahman Arge dan Linus
Suryadi AG, adalah bukti bahwa selera para redaksinya tidak sesempit
pandangan Slamet Kirnanto.
274
Perlu dicatat Pokok dan Tokoh karya A. Teeuw dan Kesusastraan
Indonesia Modern dalam Kritik dan Esai karya H. B. Jassin mengawali tradisi
kriktik akademik Indonesia. Setelah itu muncul bebarapa buku yang awalnya
skripsi sarjana mahasiswa dan beberapa penelitian yang berasal fakultas
seperti yang disebut di atas yang berasal Universitas Indonesia misalnya J.NU
Nasution: Sitor Situmorang Sebagai Penyair dan Penulis Cerita Pendek dan
Pujangga Sanusi Pane, M. S. Hutagalung menulis Jalan Tak Ujung, Muktar
Lubis, dan Tanggapan Dunia Asrul Sani. Sedangkan karya Boen Oemarjati
menulis Roman Atheis Achdiat Kartamiharja dan Bentuk Lakon dalam Sastra
Indonesia. Dari Universitas Gajah Mada melahirkan Beberapa Gagasan
dalam Bidang Kritik Sastra Indonesia Modern. Sedangkan yang berasal dari
Univertas Pajadajaran adalah Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia (1969) yang
disusun oleh Ajip Rosidi, dosen mata kuliah Sejarah Sastra di kampus
tersebut.
Setelah itu muncul fakultas-fakultas sastra yang lain seperti Fakultas
Sastra Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, Fakultas Sastra dan Budaya
Universitas Diponegora (Undip) Semarang, Fakultas Sastra Udayana (Unud)
Denpasar, Fakultas Sastra Universitas Jember, dan Fakultas Sastra Universitas
Sam Ratulangi (Unsrat) Manado.
Namun, perkembangan fakultas sastra di berbagai universitas di
Indonesia sangat lamban dibandikan fakultas-fakultas lainnya. Hal tersebut
disebabkan selain minimnya fasiltas gedung, buku-buku literatur, tenaga
pengajar dan minat mahasiswa juga karena perhatian pemerintah yang kurang
terhadap masalah-masalah kebudayaan khususnya sastra.
Beberapa upaya dilakukan untuk meningkat kualitas Sumber Daya
Manusia terutama dosen-dosen dengan kursus, pelatihan, penataran,
penerbitan, dan sebagainya. Penataran yang dilaksanakan diantaranya ialah
Penataran Metode Pengajaran Sastra di Fakultas Sastra Indonesia pada
Februari 1976 yang diikuti dosen-dosen dari USU, Unpad, Undip, dan Unsrat.
Kemudian penataran yang dilaksanakan Pusat Bahasa dan ILDEP di Tugu,
275
Bogor pada September – November 1978. Para penatarnya diantaranya A.
Teeuw (Belanda, S.O. Robson (Australia), dan Boen S. Oemarjati (Indonesia).
Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kuliatas pada pengajar
yang juga adalah sarjana sastra maka dibentuklah Himpunan Sarjana
Kesusastraan Indonesia (HISKI). Organisasi ini juga bertujuan menjalin
komunikasi para sarjana kesusastraan dan mengembangkan Ilmu Sastra di
Indonesia. HISKI digagas pada suatu penataran di Tugu, Bogor pada
November 1984. Kemudian dirumuskan anggaran dasarnya pada 3 Februari
1987 oleh Sapardi Djoko Damono, Zulfa Hanum, Ali Imron, M. Nurdin
Matry, Muhadi, Prayitno, Liberty P. Sihombing, Budya Pradipta, dan Mukhsin
Ahmad. Terpilih sebagai Ketua Umum Pertama adalah Sapardi Djoko
Damono. Kegiatan HISKI yang diselenggarakan secara rutin adalah
Pertemuan Ilmiah Nasional (Pilnas). Pilnas pertama dilaksanakan di Jakarta
Februari 1987. Selanjutnya Pilnas dilaksanakan tiap tahun di bebarapa kota
secara bergirilaran.
276
BAB IX
PERIODISASI SASTRA ANGKATAN 90’AN
277
2. Bertema sosial politik , romantik, naturalis, produktivitas karya sastra
lebih marak lagi, seperti puisi, cerpen, novel.
3. Disebut angkatan reformasi tahun 1998 merupakan puncak dari angkatan
1990 an banyak munculnya sastrawan baru yang membawa angin baru
dalam kesusatraaan indonesia, contohnya Ayu Utami yang muncul diakhir
90’an dengan karyanya saman, sebuah fragmen dari cerita laila tak
mampir di new York,
4. Jastin ayah Utami lahir di bogor, 21 november 1968 pendidikan fak.
Sastra UI 37. Ia pernah menjadi wartawan dimajalah humor, matra forum
keadilan, tak lama penutur tempo, editor dan detik di masa orde baru, dia
ikut mendirikan pembredaran kini ia bekerja di jurnal kebudayaan kalam
dan di teater utan. Sosok-sosok perempuan dalam saman dan lerung
menggambarakn citra perempuan indonesia yang memiliki keterpelajaran,
intelektual, bahkan sosial ekonomi yang kuat. tetapi, tidak dapat
melepaskan diri dari carut-marut kebudayaan orde baru yang larut dalam
kapitalisme .
Parah toko perempuan tersebut pada satu sisi mampu meraih
kemandirian dan berhasil membongkar ruang domestik untuk mencapai ruang
publik yang amat luas. Karya sastra angkatan 1990 ditandai dengan
banyaknya roman percintaan, dengan sastrawan wanita yang menonjol pada
masa tersebut. Karya sastra indonesi pada masa angkatan ini tersebar luas
diberbagai macam majalah dan penerbitan umum. Persoalan sejarah memang
mememgang peranan penting disini. Angkatan 90’an memberikan nafas,
terutama surealisme pembongkaran bahasa dan mulai memunculkan maslah
gender. Memasuki era angkatan 90’an penuh kebebasan ekspresi dan
pemikiran dengan ditemukanya percetakan, maka karya sastra jadi bersifat
individual.
Seorang pengarang menulis secara pribadi ke tangan pembacanya
yang menikmatinya secara pribadi pula. Sebetulnya pada angkatan 90’an ini
belum benar-benar dikatakan sebagai angkatan namun karena banyak
pengarang yang menciptakan suatu karya-karya pada tahun 90’an disebutkan
278
bahwa adanya angkatan 90’an itu. Generasi 1990 memang hanya menjadi
pencatat peristiwa-peristiwa ketika fenomena di luar diterjung badai
kesemarakan beragam, sempitnya ruang artikulasi publik dan lahirnya
generasi yang gamang, para penyair mengusung peristiwa, luar-luar itu
kedlama kamar puisinya. Maka sangat tidak mungkin menciptakan sebuah
angkatan tanpa adanya perambahan estetika dari dari sebuah generasi yang
selalu mengklaim dirinya menjaga wilayah kata-kata.
Masa pemapaman mulai mewadai kehidupan sastra tahun 1998
dengan alasan pada masa itu terjadi pemapaman berbagai aspek kehidupan
sosial ekonomi, politik, pers, dan pendidikan yang dampaknya tampak pada
bidang sastra pada masa itu ilmu sastra indonesia tampak semakim mapan di
fakultas sastra . Penelitian makin merak dimana-mana dan penerbitan pun
terbilang berlimpah ruah. Memang ada juga pembatasn dapat mewadahi
kehidupan sastra Indonesia selepas reformasi Mei 1998 dengan alasan telah
terjadi kebebasan bersastra yang hasilnya masi harus masi di uji oleh
sejumlah sebagai contoh raman-raman Promoedyo yang sulit terbit pada masa
sebelumnya.
279
Beberapa sastrawan yang dapat mewakili angkatan dekade 1980 an ini antara
lain Remy Syaldo, Yudistara Ordy, Nugraha, Noore, Mahendra, Seno
Gumira, Ahidarma, Pipiet Senja, Kerniawan Junaidi, Ahmad Farawie, Micky
Hifayat, Arifin Noor Aini Cahya Khairani, dan Tajuddin Noor Canie Nh. Dini
(Nurhayati Dini) adalah sastrawan wanita indonesia lain yang menonjol pada
dekade 1980 an dengan beberapa karyanya, antara lain pada sebuah kapal
namaku hiroko. La Barka, pertemuan dua hati, dari hati yang damai.
Salah satu ciri khas yang menonjol pada novel-novel yang ditulisnya
adalah khasnya pengaruh dari budaya barat dimana toko utama biasanya
mempunyai konflik dengan pemikiran timur Miro W dan Marga T. Adalah
dua sastrawan wanita indonesia yang menonjol dengan fiksi romantis yang
menjadi ciri-ciri novel mereka. Pada umumnya, toko utama dalam novel
mereka adalah wanita, bertolak belakang dengan novel-novel balai pustaka
yang masih dipengaruhi oleh eropa abad ke-19 di mana toko utama selalu
dimatikan untuk menonjol rasa romantisme dan idealisme, karya-karya pada
era 1990 an ini juga tumbuh sastra yang beraliran pop, yaitu lahirnya
sejumlah novel populer yang dipelopori oleh Hilman Hariwijaya dengan
serias lupusnya sebagaimana politik maupaun agama sementara itu
kesusatraan dipahami awan sebagai medium penggali keluhuran, penebar
nilai kearifan kolektif
280
BAB X
PERIODISASI SASTRA ANGKATAN 2000
Korrie Layun Rampan pada tahun 2002 melempar wacana tentang lahirnya
sastrawan Angkatan 2000. Sebuah buku tebal tentang Angkatan 2000 yang
disusunnya diterbitkan oleh Gramedia, Jakarta pada tahun 2002. Seratus lebih
penyair, cerpenis, novelis, esais, dan kritikus sastra dimasukkan Korrie ke dalam
Angkatan 2000, termasuk mereka yang sudah mulai menulis sejak 1980-an,
seperti Afrizal Malna, Ahmadun Yosi Herfanda dan Seno Gumira Ajidarma, serta
yang muncul pada akhir 1990-an, seperti Ayu Utami dan Dorothea Rosa Herliany.
281
pertama Ayu Utami, Laila Tak Mampir di New York. Saman (1998)
mengambil seting Indonesia tahun 80-an dan 90-an, di mana para tokohnya
saling berinteraksi di tengah kondisi sosial, politik dan budaya Indonesia pada
masa itu. Tokoh utamanya adalah Saman (seorang mantan pastur yang
bernama Athanasius Wisanggeni) dan empat perempuan yang bersahabat dari
SMP sampai mereka dewasa, yaitu Yasmin Moningka, Shakuntala, Cokorda,
dan Laila. Novel kedua Ayu adalah Larung (2001) juga merupakan novel
penting dalam sastra Indonesia.
282
lelaki yang justru memperkosanya. Di sana, ciata terpaksa tunduk pada norma
agama, citra kasta Brahmana, dan sejumlah aturan yang justru memasung
kebebasan perempuan. Belum problem menyangkut perselingkuhan yang
harus disembunyikan rapai semata-mata demi menjaga kasta. Selain kedua
novel tersebut Oka juga menggugat tradisi Bali yang dianggap merugikan
perempuan dalam kumpulan cerpen Sagra (2001).
283
Penulis lainnya yang mengusung tema Islami adalah Abidah el
khalieqi dengan novel Geni Jora (2004). Dalam novelnya itu melakukan
gutatan terhadap hal memojokkan perempua dengan mengaitkan tradisi Jawa
dan pesantren. Selain pengarang-pengarang tesebut masih ada pengarang-
pengarang wanita lainnya seperti Maya Wulan (Membaca Perempuanku,
2002), Intan Paramadhita (Sihir Perempuan, 2005), Nukila Amal (Laluba,
2005), Weka Gunawan (Merpati di Trafalgar Square, 2004), Labibah Zain
(Addicted to Weblog: Kisah Perempuan Maya, 2005), Ucu Agustin (Kanakar,
2005), Evi Idawati (Malam Perkawinan, 2005). Mereka berpeluang mengikuti
jejak seniornya, Nh Dini, Titis Basino, Leila S. Chudori, Ratna Indrswari
Ibrahim atau Abidah el-Khalieqy.
284
c. Ketika Cinta Berbuah Surga (2005)
d. Pudarnya Pesona Cleopatra (2005)
e. Ketika Cinta Bertasbih 1 (2007)
f. Ketika Cinta Bertasbih 2 (2007)
g. Dalam Mihrab Cinta (2007)
6. Andrea Hirata
a. Laskar Pelangi (2005)
b. Sang Pemimpi (2006)
c. Edensor (2007)
d. Maryamah Karpov (2008)
e. Padang Bulan dan Cinta Dalam Gelas (2010)
7. Ahmad Fuadi
a. Negeri 5 Menara (2009)
b. Ranah 3 Warna (2011)
8. Tosa
a. Lukisan Jiwa (puisi) (2009)
b. Melan Conis (2009)
285
3. 2002: Majalah Horison menerbitkan buku Horison Sastra Indonesia yang
terdiri dari empat kitab, yakni kitab puisi, cerpen, novel, dan drama.
Dalam buku ini, Hamzah Fansuri yang hidup di abad ke-17 dimasukkan
sebagai sastrawan Indonesia yang pertama.
4. Kongres cerpen yang dilaksanakan secara berkala 2 tahun sekali.
5. Kongres cerpen yang dilaksanakan secara berkala 2 tahun sekali.
6. Cyber sastra.
7. Lomba Sayembata Menulis Novel, Dewan Kesenian Jakarta (2003).
8. 2003: Sapardi Djoko Damono dan Ignas Kleden mendapat penghargaan
Ahmad Bakrie Award karena jasanya di bidang kesusastraan dan
pemikiran. Sastrawan dan intelektual yang menerima penghargaan yang
sama pada tahun-tahun berikutnya adalah Goenawan Mohamad,
Nurcholish Madjid, Budi Darma, Sartono Kartodirdjo. Frans Magnis
Soeseno yang seharusnya mendapatkan penghargaan tersebut menolak
karena keterkaitan perusahaan Bakrie dengan bencana Lumpur Lapindo di
Sidoarjo, Jawa Timur.
9. 2004: Pemilihan presiden secara langsung yang dilakukan pertama kali di
Indonesia. Soesilo Bambang Yudhoyono terpilih sebagai presiden,
mengalahkan Megawati. Di dunia sastra, para sastrawan muda
mendeklarasikan lahirnya generasi sastrawan cyber. Sastra di internet
merupakan terobosan baru bagi para sastrawan untuk berekspresi dan
mempublikasikan karyanya secara bebas. Novel Ayat-ayat Cinta karya
Habiburrahman El Shirazy terbit. Yayasan Lontar mendokumentasikan
biografi sastrawan Indonesia, di antaranya Pramoedya Ananta Toer,
Agam Wispi, Ahmad Tohari, Umar Kayam, Sapardi Djoko Damono,
Sutan Takdir Alisjahbana, Putu Oka Sukanta, dan lain-lain. Aktivis Hak
Asasi Manusia (HAM) Munir dibunuh. Buku Sastra Indonesia dalam
Enam Pertanyaan karya Ignas Kleden terbit.
10. 2005: Novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata terbit. Novel ini dan
novel Ayat-ayat Cinta menjadi novel paling laris (best seller) dalam
286
sejarah penerbitan novel di Indonesia. Kedua novel ini juga
ditransformasi ke film.
11. Festival Seni Surabaya (2005) (12)
12. 2006: Yayasan Lontar menerbitkan Antologi Drama Indonesia: 1895-
2000. Penerbitan buku ini menunjukkan bahwa sejarah sastra Indonesia
bukan dimulai pada 1920, melainkan pada 1895. Anton Kurnia
menerbitkan Ensiklopedi Sastra Dunia.
13. 2007: Novel Kalatidha karya Seno Gumira Ajidarma terbit. Buku
kumpulan puisi Otobiografi karya Saut Situmorang terbit. Saut adalah
salah satu sastrawan yang menggerakkan sastra cyber, sastrawan Ode
Kampung, dan majalah Boemipoetra.
14. 2008: Buku-buku Pramoedya Ananta Toer yang dicetak ulang dan buku-
buku korban tragedi 1965 yang ingin meluruskan sejarah marak di toko-
toko buku, dan menjadi buku laris. Misalnya, Suara Perempuan Korban
Tragedi ‘65 karya Ita F. Nadia.
287
9. Karya sastra lebih marak lagi, termasuk adanya sastra koran, contohnya
dalam H.U. Pikiran Rakyat;
10. Adanya sastra bertema gender, perkelaminan, seks, feminisme;
11. Banyak muncul karya populer atau gampang dicerna, dipahami
pembaca;
12. Muncul cyber sastra di Internet.
288
Main-main dengan Kelaminmu dan novelnya Nayla, Ayu Utami lewat
Saman dan Larung-nya yang belakangan dari karya tersebut ia mendapat
penghargaan dan sejumlah nama lainnya seperti Dinar Rahayu dalam
novelnya Ode untuk Leopold von Sacher Masoch, Ratih Kumala dalam
novelnya Tabularasa. Karya-karya tersebut terkesan mengumbar persoalan
seks dari segala sudut pandang dan alasan yang membuntutinya. Sejarah
pun menggambarkan, kesusastaran yang mengakui seksualitas menjadi
peristiwa kesusastaran yang memancing caci-puji dari wilayah
kesusastaran dalam menjelmakan peristiwa kemasyarakatan yang
berbuntut pencekalan, penyensoran, dan pemberangusan.
Munculnya sastra yang berbau seks ini menuai berbagai pro dan
kontra, khususnya dari kalangan sastrawan. Saut Sitomurang dan Wowok
Hestiawan lewat jurnal Boemi Poetranya jelas menentang sastra yang
berbau seks tersebut. Terlebih lagi, sastra seperti ini didukung sepenuhnya
oleh TUK (Teater Utan Kayu) yang sekarang berubah nama menjadi KUK
(Komunitas Utan Kayu) yang menurut keyakinan mereka merupakan
antek imprealis atau sekutu Amerika. Sastra seperti itu, tidak lain akan
merusak moral negeri ini. Menepik semua itu, sebetulnya dalam dekade
Angkatan 2000 ini, khususnya pengarang perempuan tidak semuanya pro
terhadap sastra yang berbau seks tersebut. Invasi tersebut segera dihadang
oleh pengarangpengarang FLP (Forum Lingkar Pena) khususnya oleh
adik-kakak yang ayu dan suka memakai jilbab itu, Asma Nadia dan Helvy
Tiana Rosa. Lewat karya-karyanya, nuansa religius dibangun sedemikian
rupa sederhana dan terkesan sebagai novel sastra pop. Hal ini berhasil,
setidaknya konsumen karya-karya tersebut ikut booming seiring dengan
novel teenlit yang juga laris di pasaran.
289
Pengarang lain, Oka Rusmini dalam Tarian Bumi dan Kenanga, Abidah el
Khalieqy dalam Geni Jora. Keduanya membahas tentang kultur budaya
lokal masing-masing. Oka di Bali dan Abidah di Jawa.
b. Sastra Cyber
Sastra cyber, dengan sifatnya yang bebas itu pernah dituding (baca:
dianggap) oleh beberapa pihak sebagai sekadar ajang main-main sehingga
karya-karyanya pastilah tak bermutu. Meski demikian, seiring berjalannya
waktu, saat ini eksistensi karya sastrawan cyber pun sudah mulai makin
diakui, terutama oleh masyarakat, walau untuk apresiasi mungkin masih
dipandang sebelah mata oleh sebagian kelompok mapan tersebut.
Penggunaan istilah sastra cyber sendiri sudahlah jelas dan gamblang
menyatakan jenis medium yang dipakai: medium cyber, persis sama
halnya dengan istilah sastra koran, sastra majalah, sastra buku, sastra
fotokopian/stensilan, sastra radio, sastra dinding, dan sebagainya. Dengan
berkembangnya dunia internet berlomba-lomba tidak hanya individu baik
290
yang sudah ternama maupun yang belum memuat karyanya ke dalam
beberapa situs, blog atau milis sastra.
Menyapa Narcissus
291
Puisi di atas adalah karangan Tulus Wijanarko yang diposting 24
April 2001 di milis penyair@yahoogroups.com. Di bawah ini adalah puisi
cyber karya James Falahudin,
292
DAFTAR PUSTAKA
Fanani, M., Prijanto, S., Mutiara, P. M., & Muttaqin, Z.(1998). Penelitian naskah
sastra Indonesia lama zaman perlaihan tahap II . Jakarta : Kementrian
P&K
Harjito. (2007). Potret sastra indonesia. Semarang: IKIP PGRI Semarang Press.
Rani, F.S., Suparman, O., Rahman, T., Zaki, M. (2016). Macam- macam karya
sastra modern. Bandung : Talenta Buana.
293
Rismawati. (2017). Perekembangan sejarah sastra indonesia. Banda Aceh: Bina
Karya Akademi.
Sutrisno, M. (2006). Oase estetis: Estetika dalam kata dan sketsa, Yogyakarta:
Penerbit Kanisius, 2006.
Teeuw, A. (1989). Sastra Indonesia Modern II. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Poedjangga_Baroe
http://seri-bahasa-indonesia.blogspot.com/2014/02/aliran-aliran-sastra.html
http://www.nu.or.id/post/read/88273/asrul-sani-konseptor-surat-kepercayaan-
gelanggang
294