Anda di halaman 1dari 2

Resume

Konseptualisasi Supervisi Klinis

Loganbill et al. (1982) mendefinisikan supervisi sebagai suatu kegiatan yang


intensif, yang secara interpersonal terfokus pada relasi antar pribadi dimana
seseorang berupaya memfasilitasi perkembangan kompetensi terapetik yang lain.
Hart (1982) mendefinisikan supervisi sebagai proses pendidikan (educational)
dalam upaya pengembangan perilaku atau karakter professional. Dia
mendefinisikan supervisi sebagai suatu proses kependidikan yang berlangsung
terus-menerus dimana seseorang yang berperan sebagai supervisor membantu
orang lain yang berperan sebagai supervisee mencapai perilaku profesional yang
dilakukan supervisee.
Pengawasan klinis telah digambarkan sebagai tugas yang esensial, saling
menguntungkan, namun kadang-kadang rumit karena menimbulkan resiko yang
tidak diinginkan (Borders & Brown, 2005; Zinkin, 1989). Dalam bentuknya yang
paling sederhana, pengawasan klinis dapat didefinisikan sebagai mekanisme
kontrol yang dilembagakan untuk mengawasi secara langsung keterampilan yang
digunakan dalam pelayanan bantuan kepada klien atau konseli (Lyth, 2000, hal.
723). Ada definisi supervisi klinis yang paling sering dikutip, yaitu definisi yang
diciptakan oleh Bernard dan Goodyear (2009). Dia mendefinisikan pengawasan
klinis sebagai intervensi yang diberikan oleh anggota profesi yang berpengalaman
kepada konselor yang kurang berpengalaman dalam proses relasi yang bersifat
evaluatif dan berkelanjutan. Hubungan itu bertujuan untuk meningkatkan fungsi
profesional konselor yang baru, dan memfilter orang-orang yang berusaha
memasuki bidang tersebut.
Maksud (purpose) adalah seperangkat pernyataan sebelum suatu tujuan
umum dicapai. Pernyataan tentang maksud ciri khasnya adalah tumpang tindih,
tetapi pernyataan ini secara ekstrim penting karena menentukan intensi (niat) dan
seperangkat arah. Dari maksud itu maka lahirlah obyektif-obyektif. Supervisi
konselor memiliki tiga maksud utama, yaitu: (a) memfasilitasi perkembangan
personal dan profesional konselor, (b) mempromosikan kompetensi konselor, dan
(c) mempromosikan program bimbingan dan konseling yang akuntabel.
Supervisi konselor merupakan fungsi dengan maksud mengawasi kerja
konselor yang sedang dilatih atau konselor yang kurang berpengalaman melalui
kegiatan konsultasi, konseling, pelatihan dan instruksi, dan evaluasi. Fungsi
Supervisi menurut Phil Mollon (1987) ada tiga fungsi yaitu: 1) transformasi
informasi dari supervisor kepada supervisee, 2) monitoring kerja konselor untuk
memastikan keamanan, efikasi, dan konsistensi kerja yang sesuai dengan etika
profesi, 3) menyediakan ruang untuk berpikir kreatif dan inovatif.
Supervisi klinis dapat meningkatkan kualitas layanan kepada klien,
meningkatkan efisiensi upaya konselor, baik dalam layanan langsung maupun
tidak langsung, meningkatkan kepuasan, profesionalisasi, dan retensi tenaga kerja,
selain itu memastikan bahwa layanan yang diberikan kepada public didasarkan
atas mandate hukum dan standar etika profesi (Taufiq, A. 2020).
Dilihat dari perspektif mutu layanan, profesionalisme konselor, dan etika
layanan kemanusiaan, prinsip dasar supervisi yaitu supervisi klinis adalah bagian
penting dari semua program klinis, alasan utama untuk supervisi klinis adalah
untuk memastikan layanan yang diberikan kepada klien berkualitas, dan staf klinis
melanjutkan pengembangan profesional secara sistematis dan terencana. Dalam
psikoterapi dan konseling, pengawasan klinis adalah cara utama untuk
menentukan kualitas layanan yang diberikan.

Referensi:
Taufiq, A. (2020). Supervisi Klinis: di dalam Bimbingan dan Konseling.
Bandung: UPI PRESS.

Anda mungkin juga menyukai