Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN KASUS

HEPATITIS

NAMA : PUTRI MAHPIRAH AMIR,S.Kep

NIM : 2004010

CI LAHAN CI INSTITUSI

( ) ( )

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN


STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR
PROFESI NERS
MAKASSAR
2021
ASUHAN KEPERAWATAN

Nama mahasiswa yang mengkaji : Putri Mahpirah Amir,S.Kep

Ruangan : Infeksi senter Tanggal masuk : 08 Februari


2021

Kamar : 01 Tanggal pengkajian : 09 Februari 2021

No. RM : Waktu pengkajian : 10: 00

I. IDENTITAS
A. KLIEN
Nama : Tn.’’A’’
Tempat/tanggal lahir (umur) : Gowa /17/08/1967/ 51
Jenis kelamin : laki- laki
Status perkawinan :Kawin
Agama/suku : Islam/ Makassaar
Warga negara : Indonesia
Bahasa yang digunakan : Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wirausaha
Alamat : Jln. Patalasang

B. PENANGGUNG JAWAB
Nama : Tn.’’E’’
Alamat : Jln. Patalasang
Hubungan dengan klien : Anak
II. DATA MEDIK
A. Diagnosa Medik : Human imunodevisiensi virus (HIV)
LAPORAN PENDAHULUAN HEPATITIS

BAB I

A. PENDAHULUAN
Hepatitis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir
fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari
arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi akibat
adanya nekrosis hepatoselular. Sirosis hati mengakibatkan terjadinya 35.000 kematian
setiap tahunnya diAmerika. Di Indonesia data prevalensi sirosis hepatis belum ada. Di
RS Sardjito Yogyakarta jumlah pasien sirosis hepatis berkisar 4,1% dari pasien yang
dirawat di Bagian Penyakit Dalam dalam kurun waktu 1 tahun (data tahun 2004).
Lebih dari 40% pasien sirosis adalah asimptomatis sering tanpa gejala sehingga
kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan rutin atau karena
penyakit yang lain.
B. DEFINISI
Hepatitis adalah penyakit hati kronis yang tidak diketahui penyebabnya dengan pasti.
Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium terakhir dari penyakit hati
kronis dan terjadinya pengerasan dari hati (Sujono H, 2002). Hepatis adalah penyakit
hati menahun yang difus ditandai
dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan
adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan
usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi
mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul
tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001).
C. KLASIFIKASI
Secara klinis chirrosis hati dibagi menjadi:
1. Chirrosis hati kompensata, yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata
2. Chirrosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinik yang
jelas. Chirrosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis
kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaanya secara klinis, hanya
dapat dibedakan melalui biopsi hati.
Shiff dan Tumen secara morfologi membagi atas:
1. Chirrosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara
khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis
2. Chirrosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai
akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
3. Chirrosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di
sekitar saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi
(kolangitis).
Bagian hati yang terlibat terdiri atas ruang portal dan periportal tempat
kanalikulus biliaris dari masing-masing lobulus hati bergabung untuk
membentuk saluran empedu baru. Dengan demikian akan terjadi pertumbuhan
jaringan yang berlebihan terutama terdiri atas saluran empedu yang baru dan
tidak berhubungan yang dikelilingi oleh jaringan parut.

D. ETIOLOGI
Penyebab Chirrosis Hepatis :
Secara morfologis, penyebab sirosis hepatis tidak dapat dipastikan. Tapi ada  dua
penyebab yang dianggap paling sering menyebabkan Chirrosis hepatis adalah:
1. Hepatitis virus
Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu penyebab chirrosis
hati, apalagi setelah penemuan Australian Antigen oleh Blumberg pada tahun 1965
dalam darah penderita dengan penyakit hati kronis , maka diduga mempunyai
peranan yang besar untuk terjadinya nekrosa sel hati sehingga terjadi chirrosisi.
Secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak mempunyai
kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi gejala sisa serta menunjukan
perjalanan yang kronis, bila dibandingkan dengan hepatitis virus A
2. Zat hepatotoksik atau Alkoholisme.
Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan terjadinya kerusakan
pada sel hati secara akut dan kronis. Kerusakan hati akut akan berakibat nekrosis
atau degenerasi lemak, sedangkan kerusakan kronis akan berupa sirosis hati. Zat
hepatotoksik yang sering disebut-sebut ialah alcohol. Sirosis hepatis oleh karena
alkoholisme sangat jarang, namun peminum yang  bertahun-tahun mungkin dapat
mengarah pada kerusakan parenkim hati.
3. Hemokromatosis
Bentuk chirrosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada dua kemungkinan
timbulnya hemokromatosis, yaitu:
a.    Sejak dilahirkan si penderita menghalami kenaikan absorpsi dari Fe.
b.   Kemungkinan didapat setelah lahir (acquisita), misalnya dijumpai pada
penderita dengan penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari Fe,
kemungkinan menyebabkan timbulnya sirosis hati.

E. ANATOMI DAN FUNGSI HATI


       1.      ANATOMI HATI
Hati adalah organ yang terbesar yang terletak di sebelah kanan atas rongga
perut di bawah diafragma. Beratnya 1.500 gr atau 2,5 % dari berat badan orang
dewasa normal. Pada kondisi hidup berwarna merah tua karena kaya akan

persediaan darah.  Hati terbagi menjadi lobus kiri dan lobus kanan yang
dipisahkan oleh ligamentum falciforme, di inferior oleh fissure dinamakan dengan
ligamentum teres dan di posterior oleh fissure dinamakan dengan ligamentum
venosum. . Lobus kanan hati enam kali lebih besar dari lobus kirinya dan
mempunyai 3 bagian utama yaitu : lobus kanan atas, lobus caudatus, dan lobus
quadrates. Hati dikelilingi oleh kapsula fibrosa yang dinamakan kapsul glisson
dan dibungkus peritorium pada sebagian besar keseluruhan permukaannnya Hati
disuplai oleh dua pembuluh darah yaitu : Vena porta hepatica yang berasal dari
lambung dan usus, yang kaya akan nutrien seperti asam amino, monosakarida,
vitamin yang larut dalam air, dan mineral dan Arteri hepatica, cabang dari arteri
kuliaka yang kaya akan oksigen. Untuk lebih jelasnya anatomi hati dapat dilihat
pada gambar berikut:
Sumber : Leanerhelp Image Liver
Untuk perbedaan hati yang sehat dengan yang sirosis dapat dilihat pada gambar berikut

Sumber : Info Kesehatan Fungsi Organ Hati

      2.      FUNGSI HATI


Hati selain salah satu organ di badan kita yang terbesar , juga mempunyai fungsi
yang terbanyak. Fungsi dari hati dapat dilihat sebagai organ keseluruhannya dan
dapat dilihat dari sel-sel dalam hati.
a. Fungsi hati sebagai organ keseluruhannya diantaranya ialah;
1)      Ikut mengatur keseimbangan cairan dan elekterolit, karena semua cairan dan
garam akan melewati hati sebelum ke jaringan ekstraseluler lainnya.
2)      Hati bersifat sebagai spons akan ikut mengatur volume darah, misalnya pada
dekompensasio kordis kanan maka hati akan membesar.
3)      Sebagai alat saringan (filter)
Semua makanan dan berbagai macam substansia yang telah diserap oleh
intestine akan dialirkan ke organ melalui sistema portal.
b.      Fungsi dari sel-serl hati dapat dibagi
1)      Fungsi Sel Epitel di antaranya ialah:
a)      Sebagai pusat metabolisme di antaranya metabolisme hidrat, arang, protein,
lemak, empedu, Proses metabolisme akan diuraikan sendiri
b)     Sebagai alat penyimpan vitamin dan bahan makanan hasil metabolisme.
Hati menyimpan makanan tersebut tidak hanya untuk kepentingannnya
sendiri tetapi untuk organ lainya juga.
c)     Sebagai alat sekresi untuk keperluan badan kita: diantaranya akan
mengeluarkan glukosa, protein, factor koagulasi, enzim, empedu.
d)     Proses detoksifikasi, dimana berbagai macam toksik baik eksogen maupun
endogen yang masuk ke badan akan mengalami detoksifikasi dengan cara
oksidasi, reduksi, hidrolisa atau konjugasi.
2)     Fungsi sel kupfer sebagai sel endotel mempunyai fungsi sebagai sistem retikulo
endothelial.
a)      Sel akan menguraikan Hb menjadi bilirubin
b)      Membentuk a-globulin dan immune bodies
c)      Sebagai alat fagositosis terhadap bakteri dan elemen puskuler atau
makromolekuler.

F. PATOFISIOLOGI DAN PATHWAY


Patofisiologi
Infeksi hepatitis viral tipe B/C menimbulkan peradangan sel hati. Peradangan
ini menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas (hepatoseluler), terjadi kolaps
lobulus hati dan ini memacu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa
fibrosa difus dan nodul sel hati, walaupun etiologinya berbeda, gambaran histologi
sirosis hati sama atau hampir sama, septa bisa dibentuk dari sel retikulum penyangga
yang kolaps dan berubah jadi parut. Jaringan parut ini dapat menghubungkan daerah
porta dengan sentral. Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan
berbagai macam ukuran dan ini menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatik
dan gangguan aliran darah porta, dan menimbulkan hipertensi portal.
Hal demikian dapat pula terjadi pada sirosis alkoholik tapi prosesnya lebih
lama. Tahap berikutnya terjadi peradangan pada nekrosis pada sel duktules, sinusoid,
retikulo endotel, terjadi fibrinogenesis dan septa aktif. Jaringan kolagen berubah dari
reversible menjadi ireversibel bila telah terbentuk septa permanen yang aseluler pada
daerah porta dan parenkim hati. Gambaran septa ini bergantung pada etiologi sirosis.
Pada sirosis dengan etiologi hemokromatosis, besi mengakibatkan fibrosis daerah
periportal, pada sirosis alkoholik timbul fibrosis daerah sentral. Sel limposit T dan
makrofag menghasilkan limfokin dan monokin, mungkin sebagai mediator timbulnya
fibrinogen. Mediator ini tidak memerlukan peradangan dan nekrosis aktif. Septal aktif
ini berasal dari daerah porta menyebar ke parenkim hati.

Pathway
Pathway Sirosis Hepatis (Sirosis Hati)

G. GEJALA DAN TANDA KLINIS


1. GEJALA
Gejala chirrosis hati mirip dengan hepatitis, karena terjadi sama-sama di liver
yang mulai rusak fungsinya, yaitu: kelelahan, hilang nafsu makan, mual-mual,
badan lemah, kehilangan berat badan, nyeri lambung dan munculnya jaringan
darah mirip laba-laba di kulit (spider angiomas) . Pada chirrosis terjadi kerusakan

hati yang terus menerus dan terjadi regenerasi noduler serta ploriferasi jaringan
ikat yang difus.
2. TANDA KLINIS
Tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu:
a. Adanya ikterus (penguningan) pada penderita chrirosis.
Timbulnya ikterus (penguningan ) pada seseorang merupakan tanda bahwa ia
sedang menderita penyakit hati. Penguningan pada kulit dan mata terjadi
ketika liver sakit dan tidak bisa menyerap bilirubin. Ikterus dapat menjadi
penunjuk beratnya kerusakan sel hati. Ikterus terjadi sedikitnya pada 60 %
penderita selama perjalanan penyakit
b. Timbulnya asites dan edema pada penderita chirrosis
Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air
menumpuk pada kaki (edema) dan abdomen (ascites). Faktor utama asites
adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus . Edema umumnya
timbul setelah timbulnya asites sebagai akibat dari hipoalbuminemia dan
resistensi garam dan air.
c. Hati yang membesar
Pembesaran hati dapat ke atas mendesak diafragma dan ke bawah. Hati
membesar sekitar 2-3 cm, dengan konsistensi lembek dan menimbulkan rasa
nyeri bila ditekan.
d. Hipertensi portal
Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal yang memetap
di atas nilai normal. Penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi
terhadap aliran darah melalui hati.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
           1.      Pemeriksaan Laboratorium
a.    Urine
Dalam urine terdapat urobilnogen juga terdapat bilirubin bila penderita ada ikterus.
Pada penderita dengan asites , maka ekskresi Na dalam urine berkurang ( urine
kurang dari 4 meq/l) menunjukkan kemungkinan telah terjadi syndrome hepatorenal.
b.   Tinja
Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita dengan ikterus, ekskresi
pigmen empedu rendah. Sterkobilinogen yang tidak terserap oleh darah, di dalam usus
akan diubah menjadi sterkobilin yaitu suatu pigmen yang menyebabkan tinja
berwarna cokelat atau kehitaman.
c.    Darah
Biasanya dijumpai normostik normokronik anemia yang ringan, kadang –kadang
dalam bentuk makrositer yang disebabkan kekurangan asam folik dan vitamin B12
atau karena splenomegali. Bilamana penderita pernah mengalami perdarahan
gastrointestinal maka baru akan terjadi hipokromik anemi. Juga dijumpai likopeni
bersamaan dengan adanya trombositopeni.
d.   Tes Faal Hati
Penderita sirosis banyak mengalami gangguan tes faal hati, lebih lagi penderita yang
sudah disertai tanda-tanda hipertensi portal. Pada sirosis globulin menaik, sedangkan
albumin menurun. Pada orang normal tiap hari akan diproduksi 10-16 gr albumin,

pada orang dengan sirosis hanya dapat disintesa antara 3,5-5,9 gr per hari. 9 Kadar

normal albumin dalam darah 3,5-5,0 g/dL38. Jumlah albumin dan globulin yang
masing-masing diukur melalui proses yang disebut elektroforesis protein serum.

Perbandingan normal albumin : globulin adalah 2:1 atau lebih. 39 Selain itu, kadar
asam empedu juga termasuk salah satu tes faal hati yang peka untuk mendeteksi
kelainan hati secara dini.
            2.      Sarana Penunjang Diagnostik
a.    Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang sering dimanfaatkan ialah,: pemeriksaan fototoraks,
splenoportografi, Percutaneus Transhepatic Porthography (PTP)

b.   Ultrasonografi
Ultrasonografi (USG) banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi kelaianan di hati,
termasuk sirosi hati. Gambaran USG tergantung pada tingkat berat ringannya penyakit.
Pada tingkat permulaan sirosis akan tampak hati membesar, permulaan irregular, tepi
hati tumpul, . Pada fase lanjut terlihat perubahan gambar USG, yaitu tampak penebalan
permukaan hati yang irregular. Sebagian hati tampak membesar dan sebagian lagi dalam
batas nomal.
c.    Peritoneoskopi (laparoskopi)
Secara laparoskopi akan tampak jelas kelainan hati. Pada sirosis hati akan jelas kelihatan
permukaan yang berbenjol-benjol berbentuk nodul yang besar atau kecil dan terdapatnya
gambaran fibrosis hati, tepi biasanya tumpul. Seringkali didapatkan pembesaran limpa.
I. PENATALAKSANAAN MEDIS

1. Istirahat di tempat tidur sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan demam.
2. Diet rendah protein (diet hati III protein 1gr/kg BB, 55 gr protein, 2.000 kalori).
Bila ada asites diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau III (1.000-2000
mg). Bila proses tidak aktif diperlukan diet tinggi kalori (2.000-3000 kalori) dan
tinggi protein (80-125 gr/hari). Bila ada tanda-tanda prekoma atau koma
hepatikum, jumlah protein dalam makanan dihentikan (diet hati II) untuk
kemudian diberikan kembali sedikit demi sedikit sesuai toleransi dan kebutuhan
tubuh. Pemberian protein yang melebihi kemampuan pasien atau meningginya
hasil metabolisme protein, dalam darah viseral dapat mengakibatkan timbulnya
koma hepatikum. Diet yang baik dengan protein yang cukup perlu diperhatikan.
3. Mengatasi infeksi dengan antibiotik diusahakan memakai obat-obatan yang jelas
tidak hepatotoksik.
4. Mempebaiki keadaan gizi bila perlu dengan pemberian asam amino esensial
berantai cabang dengan glukosa.
5. Roboransia. Vitamin B compleks. Dilarang makan dan minum bahan yang
mengandung alkohol.
ASUHAN KEPERAWATAN
BAB II

A.    PENGKAJIAN KEPERAWATAN


Pengkajian pada klien dengan chirrosis hepatis dilakukan mulai dari pengumpulan data yang
meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa
lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari. Hal yang perlu dikaji pada klien degan
chirrosis hepatis :
1.      Aktivitas dan istirahat :
kelemahan, kelelahan, terlalu lelah, letargi, penurunan massa otot/tonus.
2.      Sirkulasi
Riwayat Gagal jantung koroner kronis, perikarditis, penyakit jantung, reumatik, kanker
(malfungsi hati menimbulkan gagal hati), Distrimia, bunyi jantung ekstra (S3, S4).
3.      Eliminasi
Flatus, Distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali, asites), penurunan atau tidak ada
bising usus, Feces warna tanah liat, melena, urin gelap, pekat.
4.      Nutrisi
Anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/tidak dapat menerima, Mual, muntah, Penurunan
berat badan atau peningkatan cairan penggunaan jaringan, Edema umum pada jaringan, Kulit
kering,Turgor buruk, Ikterik, angioma spider, Nafas berbau/fetor hepatikus, perdarahan gusi.
5.      Neurosensori
Orang terdekat dapat melaporkan perubahan keperibadian, penurunan mental, perubahan
mental, bingung halusinasi, koma bicara lambat/tak jelas.
6.      Nyeri
Nyeri tekan abdomen/nyeri kuadran atas, Pruritus, Neuritis Perifer, Perilaku berhati-
hati/distraksi, Fokus pada diri sendiri.
7.      Respirasi
Dispnea Takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas tambahan, Ekspansi paru terbatas
(asites), Hipoksia
8.      Keamanan
Pruritus, Demam (lebih umum pada sirosis alkoholik), Ikterik, ekimosis, petekia.
Angioma spider/teleangiektasis, eritema palmar.
9.      Seksualitas
Gangguan menstruasi/impoten, Atrofi testis, ginekomastia, kehilangan rambut (dada, bawah
lengan, pubis).
B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan berat badan
2.      Perubahan suhu tubuh: hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi pada sirosis
3.      Gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan pembentukan edema.
4.      Gangguan integritas kulit berhubungan dengan ikterus dan status imunologi yang terganggu
5.      Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia dan
gangguan gastrointestinal.
6.      Resiko cedera berhubungan dengan hipertensi portal, perubahan mekanisme pembekuan dan
gangguan dalam proses detoksifikasi obat.
7.      Nyeri kronis berhubungan dengan agen injuri biologi (hati yang membesar serta nyeri tekan
dan asites)
8.      Kelebihan volume cairan berhubungan dengan asites dan pembentukan edema.
9.      Perubahan proses berpikir berhubungan dengan kemunduran fungsi hati dan peningkatan
kadar ammonia
10.  Pola napas yang tidak efektif berhubungan dengan asites dan restriksi pengembangan toraks
akibat aistes, distensi abdomen serta adanya cairan dalam rongga toraks
C.    RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa Rencana Keperawatan
NOC NIC Rasional
Keperawatan
Intoleransi Tujuan: Peningkatan  Tawarkan diet 1. Memberikan
tinggi kalori, kalori bagi tenaga
aktivitas energi dan partisipasi
tinggi protein dan protein bagi
berhubungan dalam aktivitas (TKTP). proses
 Berikan suplemen penyembuhan.
dengan Kriteria Hasil:
vitamin (A, B 2. Memberikan
kelelahan dan  Melaporkan kompleks, C dan nutrien tambahan.
peningkatan kekuatan
K) 3. Menghemat
penurunan dan kesehatan pasien.
 Motivasi pasien tenaga pasien
berat badan  Merencanakan sambil mendorong
untuk melakukan
aktivitas untuk pasien untuk
latihan yang
memberikan melakukan latihan
diselingi istirahat
kesempatan istirahat dalam batas
yang cukup  Motivasi dan
bantu pasien untuk toleransi pasien.
 Meningkatkan 4. Memperbaiki
melakukan latihan
aktivitas dan latihan perasaan sehat
dengan periode
bersamaan dengan secara umum dan
waktu yang
bertambahnya percaya diri
ditingkatkan
kekuatan.
secara bertahap
 Memperlihatkan
asupan nutrien yang
adekuat dan
menghilangkan
alkohol dari diet.
Perubahan Tujuan: Pemeliharaan  Catat suhu tubuh 1. Memberikan
secara teratur. dasar untuk
suhu tubuh: suhu tubuh yang normal
 Motivasi asupan deteksi hati dan
hipertermia Kriteria Hasil: cairan evaluasi
intervensi
berhubungan  Melaporkan suhu  Lakukan kompres
dingin atau 2. Memperbaiki
tubuh yang normal
dengan proses kantong es untuk kehilangan cairan
dan tidak terdapatnya
menurunkan akibat perspirasi
inflamasi pada gejala menggigil atau
kenaikan suhu serta febris dan
perspirasi.
sirosis tubuh. meningkatkan
 Memperlihatkan tingkat
asupan cairan yang  Berikan antibiotik
seperti yang kenyamanan
adekuat. pasien.
diresepkan.
 Hindari kontak 3. Menurunkan
dengan infeksi. panas melalui
 Jaga agar pasien proses konduksi
dapat beristirahat serta evaporasi,
sementara suhu dan
tubuhnya tinggi. meningkatkan
tingkat kenyaman
pasien.
4. Meningkatkan
konsentrasi
antibiotik serum
yang tepat untuk
mengatasi infeksi.
5. Meminimalkan
resiko
peningkatan
infeksi, suhu
tubuh serta laju
metabolik.
6. Mengurangi laju
metabolik.
Gangguan Tujuan: Memperbaiki
1.      Batasi natrium 1.  Meminimalkan
seperti yang pembentukan edema.
integritas kulit integritas kulit dan
diresepkan. 1. Jaringan dan kulit
yang proteksi jaringan yang 2.      Berikan perhatian yang
dan perawatan yang edematusmengga
berhubungan mengalami edema.
cermat pada kulit. nggu suplai
dengan Kriteria Hasil:  Balik dan ubah nutrien dan
 Memperlihatkan posisi pasien sangat rentan
pembentukan
turgor kulit yang dengan sering. terhadap tekanan
edema. normal pada  Timbang berat serta trauma.
ekstremitas dan badan dan catat 1. Meminimalkan
batang tubun. asupan serta tekanan yang
 Tidak memperlihatkan haluaran cairan lama dan
luka pada kulit. setiap hari. meningkatkan
 Memperlihatka  Lakukan latihan mobilisasi edema.
jaringan yang normal gerak secara 2. Memungkinkan
tanpa gejala eritema, pasif, tinggikan perkiraan status
perubahan warna atau ekstremitas cairan dan
peningkatan suhu di edematus. pemantauan
daerah tonjolan  Letakkan bantalan terhadap adanya
tulang. busa yang kecil retensi serta
 Mengubah posisi dibawah tumit, kehilangan cairan
dengan sering. maleolus dan dengan cara yang
tonjolan tulang paling baik.
lainnya. 3. Meningkatkan
mobilisasi edema.
4. Melindungi
tonjolan tulang
dan
meminimalkan
trauma jika
dilakukan dengan
benar.
Gangguan Tujuan: Memperbaiki  Observasi dan 1. Memberikan
catat derajat dasar untuk
integritas kulit integritas kulit dan
ikterus pada kulit deteksi perubahan
berhubungan meminimalkan iritasi kulit dan sklera. dan evaluasi
 Lakukan intervensi.
dengan ikterus Kriteria Hasil:
perawatan yang 2. Mencegah
dan status  Memperlihatkan kulit sering pada kulit, kekeringan kulit
yang utuh tanpa mandi tanpa dan
imunologi
terlihat luka atau menggunakan meminimalkan
yang infeksi. sabun dan pruritus.
 Melaporkan tidak melakukan 3. Mencegah
terganggu
adanya pruritus. masase dengan ekskoriasi kulit
 Memperlihatkan losion pelembut akibat garukan.
pengurangan gejala (emolien).
ikterus pada kulit dan  Jaga agar kuku
sklera. pasien selalu
 Menggunakan pendek.
emolien dan
menghindari
pemakaian sabun
dalam menjaga
higiene sehari-hari.
Perubahan Tujuan: Perbaikan status  Motivasi pasien 1. 1.Motivasi sangat
untuk makan penting bagi
status nutrisi, nutrisi
makanan dan penderita
kurang dari Kriteria Hasil: suplemen anoreksia dan
makanan. gangguan
kebutuhan  Memperlihatkan
 Tawarkan makan gastrointestinal.
tubuh asupan makanan makanan dengan 2. Makanan dengan
yang tinggi kalori, porsi sedikit tapi porsi kecil dan
berhubungan
tinggi protein sering. sering lebih
dengan dengan jumlah  Hidangkan ditolerir oleh
memadai. makanan yang penderita
anoreksia dan
 Mengenali menimbulkan anoreksia
gangguan makanan dan selera dan 3. Meningkatkan
minuman yang menarik dalam selera makan dan
gastrointestina
bergizi dan penyajiannya. rasa sehat.
l. diperbolehkan  Pantang alkohol. 4. Menghilangkan
dalam diet.  Pelihara higiene makanan dengan
 Bertambah berat oral sebelum “kalori kosong”
tanpa makan. dan menghindari
memperlihatkan  Pasang ice collar iritasi lambung
penambahan edema untuk mengatasi oleh alkohol.
dan pembentukan mual. 5. Mengurangi
asites.  Berikan obat citarasa yang
 Mengenali dasar yang diresepkan tidak enak dan
pemikiran mengapa untuk mengatasi merangsang
pasien harus makan mual, muntah, selera makan.
sedikit-sedikit tapi diare atau 6. Dapat
sering. konstipasi. mengurangi
 Melaporkan  Motivasi frekuensi mual.
peningkatan selera peningkatan 7. Mengurangi
makan dan rasa asupan cairan dan gejala
sehat. latihan jika gastrointestinal
 Menyisihkan pasien dan perasaan
alkohol dari dalam melaporkan tidak enak pada
diet. konstipasi. perut yang
 mengurangi
Turut serta dalam  Amati gejala
upaya memelihara selera makan dan
yang
higiene oral keinginan
membuktikan
sebelum makan terhadap
adanya
dan menghadapi makanan.
perdarahan
mual. 8. Meningkatkan
gastrointestinal.
pola defekasi
 Menggunakna obat
yang normal dan
kelainan
mengurangi rasa
gastrointestinal
tidakenak serta
seperti yang
distensi pada
diresepkan.
abdomen.
 Melaporkan fungsi
9. Mendeteksi
gastrointestinal
komplikasi
yang normal
gastrointestinal
dengan defekasi
yang serius.
yang teratur.
 Mengenali gejala
yang dapat
dilaporkan:
melena,
pendarahan yang
nyata.
Resiko cedera Tujuan: Pengurangan  Amati setiap 1. Memungkinkan
feses yang deteksi perdarahan
berhubungan resiko cedera
dieksresikan dalam traktus
dengan Kriteria Hasil: untuk memeriksa gastrointestinal.
warna, 2. Dapat
hipertensi  Tidak
konsistensi dan menunjukkan
memperlihatkan
portal, jumlahnya tanda-tanda dini
adanya perdarahan
 Waspadai gejala perdarahan dan
perubahan yang nyata dari
ansietas, rasa syok.
traktus
mekanisme penuh pada 3. Mendeteksi tanda
gastrointestinal.
epigastrium, dini yang
pembekuan  Tidak
kelemahan dan membuktikan
dan gangguan memperlihatkan adanya
kegelisahan.
adanya kegelisahan, perdarahan.
dalam proses  Periksa setiap
rasa penuh pada 4. Menunjukkan
feses dan
detoksifikasi epigastrium dan perubahan pada
muntahan untuk
indikator lain yang mekanisme
obat. mendeteksi darah
menunjukkan pembekuan darah.
yang
hemoragi serta syok. 5. Memberikan dasar
tersembunyi.
 Memperlihatkan hasil dan bukti adanya
 Amati
pemeriksaan yang hipovolemia dan
manifestasi
negatif untuk syok
hemoragi:
perdarahan 6. Meminimalkan
ekimosis,
tersembunyi resiko perdarahan
epitaksis, petekie
gastrointestinal. dan mengejan.
dan perdarahan
 Bebas dari daerah- 7. Memudahkan
gusi.
daerah yang insersi kateter
 Catat tanda-tanda
mengalami ekimosis kontraumatik
vital dengan
atau pembentukan untuk mengatasi
interval waktu
hematom. perdarahan dengan
tertentu.
 Memperlihatkan segera pada pasien
 Jaga agar pasien
tanda-tanda vital yang yang cemas dan
tenang dan
normal. melawan.
membatasi
 Mempertahankan 8. Memungkinkan
aktivitasnya.
istirahat dalam deteksi reaksi
   Bantu dokter
keadaan tenang ketika transfusi (resiko
dalam memasang
terjadi perdarahan ini akan
kateter untuk
aktif. meningkat dengan
tamponade balon
 Mengenali rasional pelaksanaan lebih
esofagus.
untuk melakukan dari satu kali
 Lakukan
transfusi darah dan transfusi yang
observasi selama
tindakan guna diperlukan untuk
transfusi darah
mengatasi perdarahan. mengatasi
dilaksanakan.
 Melakukan tindakan perdarahan aktif
 Ukur dan catat dari varises
untuk mencegah
sifat, waktu serta esofagus)
trauma (misalnya,
jumlah 9. Membantu
menggunakan sikat
muntahanPertaha mengevaluasi taraf
gigi yang lunak,
membuang ingus nkan pasien perdarahan dan
secara perlahan-lahan, dalam keadaan kehilangan darah.
menghindari terbentur puasa jika 10. Mengurangi resiko
serta terjatuh, diperlukan. aspirasi isi
menghindari  Berikan vitamin lambung dan
mengejan pada saat K seperti yang meminimalkan
defekasi). diresepkan resiko trauma
 Tidak mengalami efek    Dampingi pasien lebih lanjut pada
samping pemberian secara terus esofagus dan
obat. menerus selama lambung.
 Menggunakan semua episode 11. Meningkatkan
obat seperti yang perdarahan. pembekuan
diresepkan.  Tawarkan dengan
 Mengenali rasional minuman dingin memberikan
untuk melakukan lewat mulut vitamin larut
tindakan penjagaan ketika perdarahan lemak yang
dengan menggunakan teratasi (bila diperlukan untuk
semua obat. diinstruksikan). mekanisme
 Lakukan tindakan pembekuan darah.
untuk mencegah 12. Menenangkan
trauma pasien yang
 Mempertahankan merasa cemas dan
lingkungan yang memungkinkan
aman. pemantauan serta
 Mendorong deteksi terhadap
pasien untuk kebutuhan pasien
membuang ingus selanjutnya.
secara perlahan- 13. Mengurangi resiko
lahan. perdarahan lebih
lanjut dengan
 Menyediakan
meningkatkan
sikat gigi yang
vasokontriksi
lunak dan
pembuluh darah
menghindari
esofagus dan
penggunaan
lambung.
tusuk gigi.
14. Meningkatkan
 Mendorong
keamanan pasien.
konsumsi
15. Mengurangi resiko
makanan dengan
trauma dan
kandungan
perdarahan dengan
vitamin C yang
menghindari
tinggi.
cedera, terjatuh,
 Melakukan terpotong, dll.
kompres dingin 16. Mengurangi resiko
jika diperlukan. epistaksis
 Mencatat lokasi sekunder akibat
tempat trauma dan
perdarahan. penurunan
 Menggunakan pembekuan darah.
jarum kecil ketika 17. Mencegah trauma
melakukan pada mukosa oral
penyuntikan. sementara higiene
 Berikan obat oral yang baik
dengan hati-hati; ditingkatkan.
pantau efek 18. Meningkatkan
samping proses
pemberian obat. penyembuhan
19. Mengurangi
perdarahan ke
dalam jaringan
dengan
meningkatkan
vasokontriksi
lokal.
20. Memungkinkan
deteksi tempat
perdarahan yang
baru dan
pemantauan
tempat perdarahan
sebelumnya.
21. Meminimalkan
perambesan dan
kehilangan darah
akibat
penyuntikan yang
berkali-kali
22. Mengurangi
resiko efek
samping yang
terjadi sekunder
karena
ketidakmampuan
hati yang rusak
untuk melakukan
detoksifikasi
(memetabolisasi)
obat secara
normal.

DAFTAR PUSTAKA
Joane C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek, 2006, Nursing Interventions Classification (NIC), Mosby
Year-Book, St. Louis
Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, EGC, Jakarta
Marion Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby Year-Book, St. Louis
Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2001-2002,  NANDA
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan medikal bedah 2. (Ed 8). Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Soeparman. (2004). Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai