Anda di halaman 1dari 28

PROBLEM PERAN POLITIK PEREMPUAN

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Gender dan Politik

Dosen Pengampu :

Mufiddin Niah, S.Sos., M.Ag

Disusun Oleh :

Kelompok 5

1. Sahrul Abdul Huda (I01219030)


2. Ikrima Amira Ahadiya (I71219047)

PROGRAM STUDI ILMU POLITIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

2021

1
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum, Wr. Wb

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayat-Nya
terutama kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Gender dan
Politik "Problem Peran Politik Perempuan ". Kemudian shalawat beserta hidayah salam kita
sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup yakni Al-
Qur’an dan Sunnah untuk keselamatan umat di dunia.

Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Gender dan Politik di Universitas
Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Selanjutnya penyusun mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada Ibu Mufiddin Niah, S.Sos., M.Ag selaku dosen pengampu mata
kuliah Gender dan Politik, dan kepada segenap pihak yang telah memberikan bimbingan serta
arahan selama penyusunan makalah ini. Akhirnya penulis menyadari bahwa banyak terdapat
kekurangan dalam penyusunan makalah ini maka dari itu penyusun mengharap kritik dan
saran yang konstruktif dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Terimakasih dan semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Surabaya, 15 September 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................3
BAB I.........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN......................................................................................................................4
A. Latar Belakang................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................5
C. Tujuan dan Manfaat........................................................................................................6
BAB II........................................................................................................................................7
PEMBAHASAN........................................................................................................................7
A. Feminisme Kemiskinan dan Pengangguran....................................................................7
1.Pengertian Feminisme.........................................................................................................7
B. Beban Ganda Perempuan..............................................................................................18
BAB III.....................................................................................................................................25
PENUTUP................................................................................................................................25
A. Kesimpulan...................................................................................................................25
B. Saran..............................................................................................................................25
PETA KONSEP.......................................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................28

BAB I
3
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan di negara-negara berkembang dan di negara-negara maju pada
saat ini, tidak hanya untuk meningkatkan pendapatan nasional, atau hanya semata-
mata menambah produksi berbagai barang dan jasa. Dalam proses pembangunan,
tidak hanya berhubungan dengan sistem pembangunan ekonomi dan sosial, akan
tetapi juga berhubungan dengan sistem perlindungan lingkungan hidup. Sehingga
seluruh masyarakat di dalam ekosistem bumi ini dapat bertanggung jawab atas
pembangunan yang ada.
Hasil hubungan dari subsistem sosial dan ekonomi, subsistem lingkungan
buatan serta subsistem alam dalam suatu ekosistem perkotaan, pada kenyataannya
malah melahirkan kondisi yang ambigu dalam suatu masyarakat. Dibeberapa pihak,
justru pembangunan tersebut menjadi kebanggan masyarakat karena menghasilkan
pertumbuhan ekonomi, tapi di sisi lain pembangunan tersebut justru menjadi beban
kehidupan bagi kelompok masyarakat tertentu, seperti menambah beban kehidupan
masyarakat miskin kota. Perkembangan Sumber Daya Manusia mengalami beberapa
hambatan dalam proses pembangunan karena masalah sosial yakni kemiskinan.
Masyarakat miskin adalah bagian dari kehidupan masyarakat, dan kehidupan
masyarakat terdiri dari bagian-bagian keluarga. Dalam kondisi keluarga yang
mengalami kemiskinan, ketika peran suami pada umumnya tidak berjalan, terkadang
partisipasi dari istri untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Istri akan menjadi tulang
punggung perekonomian keluarga. Dalam hal kendala keuangan, mereka pasti akan
mengembangkan cara khusus untuk bertahan hidup.
Di daerah perkotaan, tingkat pengangguran perempuan selalu lebih tinggi
daripada laki-laki. Di satu sisi, hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak
perempuan yang aktif secara ekonomi melalui pencarian pekerjaan. Namun, di sisi
lain, keadaan ini menunjukkan bahwa lowongan pekerjaan umumnya lebih terbuka
lebar bagi laki-laki, karena sifat pekerjaan yang cocok untuk perempuan umumnya
lebih rendah daripada laki-laki.
Dalam sebuah keluarga yang terdiri dari suami, istri, dan anak terdapat
beberapa fungsi keluarga. Salah satunya adalah fungsi sosialisasi yang berkaitan
dengan peran orang tua atau suami-istri untuk mempersiapkan anak mereka menjadi
anggota masyarakat yang baik. Fungsi sosialisasi ini diharapkan anggota keluarga

4
dapat memposisikan diri sesuai dengan status dan struktur keluarga, 1 seperti status
suami sebagai pemimpin bagi istri dan anaknya, menjaga mereka dan memenuhi
segala kebutuhannya baik berupa materi maupun pangan,2 begitu juga dengan
kedudukan istri. Ibu yang melahirkan dan menyusui anaknya dan sebagai istri bagi
suaminya yang harus memenuhi segala kebutuhan suami dan berperan sebagai Ibu
rumah tangga yang mengurus kebutuhan dan keperluan rumah tangga.3
Bertanggung jawab untuk menyediakan makanan yang cukup untuk anak-anak
dan keluarganya memaksa para perempuan atau istri untuk melakukan pekerjaan
apapun untuk mendapatkan uang, seperti menjadi pedagang kecil di toko-toko yang
memeras keringatnya, sebagai pembantu rumah tangga, di lokasi-lokasi bangunan
yang bekerja sebagai kuli pembuat jalan, penyapu jalan, dan banyak pekerjaan bergaji
rendah lainnya di sektor informal.4
Double burden atau peran ganda yang dialami oleh seorang istri ini tidak
hanya dirasakan oleh satu atau dua orang saja, tetapi juga dialami oleh banyak orang.
Peran ganda yang mereka jalani biasanya merupakan upaya seorang istri untuk
membantu memenuhi kebutuhan keuangan keluarganya. Meski harus menanggung
beban ganda dan harus merasa lelah, tapi mereka tetap berusaha untuk menjalaninya
dengan kuat dan tegar. Tentu saja hal ini didasari oleh keinginannya agar kebutuhan
rumah tangganya dapat terpenuhi dan anak-anaknya bisa mendapatkan gizi yang
terbaik untuk perkembangannya.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan feminisasi kemiskinan dan pengangguran?
2. Apakah yang dimaksud dengan beban ganda perempuan?
3. Bagaimana kendala feminisasi kemiskinan dan pengangguran dalam perspektif
politik, ekonomi, ideologi, dan psikologi?
4. Bagaimana kendala beban ganda perempuan dalam perspektif politik, ekonomi,
ideologi, dan psikologi?

C. Tujuan dan Manfaat


1
Mufidah, Psikologi Keluarga Islam berwawasan Gender (Malang: UIN Malang Press, 2008), hlm. 46.
2
Syaikh Mutawalli As-Sya‟rawi, Fikih Perempuan Muslimah (Jakarta: Amzah, 2009), hlm. 168.
3
Ibid.
4
Julia Cleves Mosse, Gender dan Pembangunan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 44.

5
1. Untuk mengetahui lebih mendalam denga napa yang dimaksud feminisasi
kemiskinan, pengangguran dan beban ganda perempuan.
2. Untuk mengetahui kendala pada feminisasi kemiskinan, pengangguran, dan beban
ganda perempuan dalam perspektif politik, ekonomi, ideologi, dan psikologi.

BAB II

6
PEMBAHASAN

A. Feminisme Kemiskinan dan Pengangguran


1.Pengertian Feminisme
Feminisme adalah system kerangka kerja dan kajian yang cakupan sangat luas
yang membahas tentang kehidupan social dan pengalaman manusia yang berkembang
dari perspektif yang berpusat pada perempuan. Gerakan feminisme berasal dari barat
terjadinya feminisme adanya ketimpangan dalam social yang berbasis gender yang
ada di masyarakat dalam pemahaman atas agama dan budaya. Feminisme dijadikan
acuan perjuangan untuk mewujudkan keseteraan dan keadillan manusia di seluruh
penjuru dunia. Didalam feminisme mengusung perempuan untuk dijadikan teori
social, sesungguhnya teori feminisme bersasal dari pemikiran yang lahir dari fiksi
sosial untuk menyuarakan di dalam dunia akademis barat dalam nuansa berjouis
liberal yang mana masyarakat mau tidak mau harus mengubah pemahaman tentang
konsep gender dan warga Negara dalam menjawab tuntutan kaum feminis. Feminism
sangat dinamis selalu berubah tuntutan-tuntutan berdasarkan dalam kehidupan kaum
perempuan yang lebih keradilan.
Adapun feminisme dalam kamus bahasa Indonesia feminisme merupakan
gerakan wanita yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum wanita dan
pria yang merupakan gabungan dari berbagai doktrin atas hak ksesteraan. Adanya
feminisme adanya sebuah ketimpang antara laki-laki dan perempuan di dalam
lingkungan dan masyarakat sehingga timbul sebuah kesadaran untuk menyamaratakan
perempuan dan laki-laki. Feminisme sebenarnya bukan hanya gerakan yang cendong
dalam emansipasi atau ketidak sama rataan, akan tetapi juga mengacu pada
pergerakan social (social movement) yang dilakukan perempuan atau laki-laki untuk
memperjungkan hak-hak dan meningkatkan kedudukan peran perempuan sama-sama
mempunyai keadilan. Maka muncullah istilah equal right’s movement atau yang
disebut sebuah pergerakan dalam persamaan. Hak, didalam sebuah domestic dan
lingkungan keluarga atau rumah tangga. Adanya yang menyebut women’s liberation
movement yang disingkat women’s lib atau women’s emancipation movement yaitu
pergerakan pembebasan wanita, yang seyoginya feminisme untuk

7
mengimplementasikan dari kesadaran untuk menciptakan keadilan gender dalam
rangka demokratisasi dan HAM.5
Femenisme berasal dari kata femme (woman) yang berarti perempuan dan
bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak perempuan, sebagai kelas social. Jadi
feminisme adalah gerakan kaum wanita untuk menolak segala sesuatu yang
dimarginalisasikan, disubordinasikan, dan direndahkan oleh kebudayaan yang
dominan, baik dalam bidang politik dan ekonomi maupun kehidupan social pada
umumnya. Feminisme lahir pada awal abad ke 20, yang di pelopori oleh Virginia
Wolf dengan bukunya yang berjudul A Room of One’s Own. Menurut teori sastra
kontemporer merupakan sebuah gerakan manusia yang terjadi hampir seluruh dunia,
dengan sebuah gagasan perempuan harus sama dengan laki-laki,
Menurut Julia Kriteva seorang yang kritis dengan feminisme, memberikan
perhatian subyektivitas dan aspek social historis dunia panandaan (semiotika), arti
semeotika sendiri yaitu feminisme. Menurut beliau bahasa merupakan sisten
monopolitik, melainkan proses penandaan yang kompleks, heterogen yang ada di
dalam dan di antara subjek, dari struktur homogeny ke arah bahasa sebagai hiterogen.
Menurut women time’s feminisme bergerak dalam gelombang, subyektif
perempuan berhubungan dengan waktu yang berulang (cyclical repetition) dan waktu
yang monumental (keabadian). Keduanya merupakan cara untuk mengonseptualisasi
waktu bedasarkan perspektif motherhood dan repreduksi. Menurut Kritve Julian,
feminis adalah tiga gelombang yang pertama, yaitu feminis egalitarian, yaitu
menuntut hak sejajar dengan laki-laki, dengan perkataan yang lain, hak-haknya, untuk
memperoleh tempat dalam waktu yang linear. Kedua, generasi kedua, pada tahun
1968. Menekankan perbedaan radikal perempuan dari laki-laki dan menuntut hak
perempuan untuk tetap berada di luar waktu linear, sejarah dan politik. Ketiga,
feminisme generasi ketiga, mendorong eksistensi yang pararel dengan
menggabungkan ketiga pendekatan feminis yang memungkinkan perbedaan individu
untuk tetapada tanpa menjadi kehilangan ferminitasnya.6

2.Feminisme Kemiskinan dan Pengangguran


5
Nuril Hidayah, Teori Feminisme: Sejarah, Perkembangan, dan Relevansinya dengan Kajian Keislaman
Kontemporer (Jurnal Harkat, 2018). Hal. 23-29.
6
Suhailah Naili Salsabila, Feminisme dalam Politik pada Cerpen Rakyat Karya Putu Wijaya. (Jurnal Lakon,
Program Study Magister Kajian dan Sastra dan Budaya. 2018). Hal.3-4

8
Kemiskinan telah menyebabkan perempuan menanggung beban yang lebih
berat di banding laki-laki. Kemiskinan disebabkan ketidak adilan menanggung beban
kekurangan ekonomi perempuan, tetapi juga terjadi penindasan, perampasan hak,
yang melahirkan penderitaan, kesdihan, dan luka yang mendalam. Di temukan bahwa
satu dari enam perempuan mengalami perlakuan kejam, dan kekerasan, ini banyak
terjadi. Didalam perkotaan tidak memberikan kesempatan bagi perempuan untuk
menaktualisasikakan perannya, terutama dalam meningkatkan tarap ekonomi. Di
perkotaan angka pengangguran perempuan lebih tinggi dari pada laki-laki. Ini
membuktikan bahwa perempuan yang di perkotaan angka mencari pekerjaan semakin
banyak, tetapi dalam penerimaan pekerjaan banyak laki-laki. Tingkat pekerjaan
perempuan di perkotaan lebih spesifik dan juga tingkat pendidikan perempuan pada
umumnya lebih rendah dari laki-laki. Setingkat nasional sebagian besar penduduk
yang bekerja lebih banyak laki-laki.
Menurut Scot teori kemiskinan adalah istilah untuk menggambarkan
kegoyahan ekonomi tertentu bagi perempuan yang secara sendiri menyokong
kehidupan keluarga secara ekonomi. Menurut Schaefar adalah perempuan yang
mengalami kemiskinan dan harus menangung beban ekonomi karena ditinggal pergi,
kecacatan atau kematian suami. Menurut Brendley feminis kemiskinan adalah kondisi
ketidak sanggupan yang dialami seseorang untuk mendapatkan barang-barang dan
pelayanan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan social yang terbatas. Dari
beberapa definisi diatas adalah kondisi perempuan dalam keluarga miskin yang
bekerja untuk memenuhi kebutuhan ekonomi.7
Dalam isu gender dan kemiskinan rumah tangga merupakan salah satu sumber
diskriminasi dan subordinasi terhadap perempuan. Ketidak kesataraan didalam alokasi
sumber daya dalam rumah tangga memperlihatkan laki-laki dan perempuan
mengalami bentuk kemiskinan yang berbeda. Akibat perbedaan tersebut yaitu:
1. Akses terhadap produktif, seperti tanah, modal, hal kepemilikan, kredit,
serta pendidikan dan pelatihan.
2. Kontrol terhadap penggunaan tenaga kerha keluarga.
3. Pembagian kerja yang tidak seimbang akibat adanya beban kerja
repreproduktif yang di emban perempuan.

7
Puji Laksono, Feminisasi Kemiskinan, (Jurnal Pendidikan, Sosiologi dan Antraplogi, Pacet, Kab. Mojokerto,
2017). Hlm 4.

9
4. Perbedaan konsumsi makanan, obat-obatan pelayanan kesehatan dan
pendidikan.
5. Perbedaan tanggung jawab dalam pengelolahan keuangan rumah tangga.
Dalam ruang publik, kemiskinan perempuan banyak dikaitkan dengan adanya
kurang partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan yang sifat formal bagi
perempuan. Bagi perempuan petani, buruh dan pengusaha mikro, konsep public disini
pun lebih banyak diartikan sebagai tempat kerja atau tempat bersusaha dari pada
forum-forum didalam komunitas. Persoalan lain dihadapin perempuan pembangunan
segala bidang dan tingkatan yang seringkali dianggap tidak tahu kurang berpihak
kepada perempuan. Didalam pembungan secara formal banyak dikuasi oleh laki-laki
karena sumber daya yang perioritas dalam masyarakat dikuasi oleh orang memiliki
kekuatan ekonomi, kekuatan social, dan politik, sehingga ada marjinalisasi terhadap
peran peremouan dalam pengambilan keputusan perempuan sering diabaikan.
Munculnya wacana pelibatan perempuan dalam berbagai pendekatan
pembangunan, yang disebut konsep women in development, women and development,
dan yang telakhir gender and development. Salah satu bentuk pelibatan peran
perempuan dalam pembangunan berhubungan dengan pembangunan untuk
membangun peningkatan peran perempyan dalam wacana pemberdayaan ekonomi
dan politik, yang di upayakan melalui pengorganisiran perempuan dalam sebuah
komunitas tempat kerja dan upaya membangun penyadaran hak-hak perempuan
dalam politik seperti civic education dan voter education.8
a. Feminisasi Kemiskinan dan Pengganguran
Dari beberapa penelitian kemiskinan lebih banyak di derita oleh perempuan.
Menurut Todaro, bahwa didunia ketiga terungkap fakta bahwa kaum perempuan
beserta anak-anaknya paling menderita kekurangan gizi, paling sedikit menerima
pelayanan kesehatan, air bersih, sanitasi dan berbagai bentuk pelayanan sosial
lainnya. Todaro mengemukakan bahwa banyak perempuan yang menjadi kepala
rumah tangga, rendah kapasitas mereka mencetak pendapatan sendiri, dan terbatas
kontrol terhadap pendapatan suami. Perempuan memiliki keterbatasan akses dalam
memperoleh pendidikan, pekerjaan yang layak di sektor formal, tunjangan-tunjangan
sosial dan program-program penciptaan lapangan pekerjaan yang diciptakan
pemerintah.

8
Audra Jovani, Politik dan Kaum Feminis (Politik dan Kaum Feminis, 2011). Hlm. 147.

10
Feminisasi kemiskinan adalah pertumbuhan populasi perempuan yang hidup
di bawah garis kemiskinan secara bersama. Secara spesifik peningkatan dalam
perbedaan kemiskinan antara perempuan dan laki-laki atau perempuan melawan laki-
laki dan pasangan kepala rumah tangga. Merupakan sebagai peningkatan ketidak
setaraan peran gender. Menurut Vnadan Shiva, kemiskinan pada saat ini diakibatkan
oleh persoalan tiadanya pola-pola konsumsi yang biasanya terjadi dibarat, atau
persoalan tidak adanya masukan kapital yang cukup dan oleh karena itu kemiskinan
tidak mungkin diatasi hanya dengan kemandirian ekonomi, atau mengatasi
kemiskinan yang diakibatkan kerusakan lingkungan lewat pembangunan. Maka dari
itu terjadinya kelangkaan sumberdaya alam tersebut, merupakan basis pertahanan
ekonomi kaum perempuan, yang mengakibatkan pemiskinan perempuan.
Feminisasi kemiskinan perempuan dapat di lihat dari beberapa aspek, yang
pertama, akses perempuan terhadap pekerjaan. Kedua, akses upah yang sama. Ketiga,
akses pendidikan. Keempat, beban pekerjaan. 9
A. Akses Perempuan Terhadap Pekerjaan
Adanya keterbatasan akses terhadap pasar kerja dan kecenderungan
perempuan yang memasuki pasar tenaga kerja jauh lebih kecil dari pada
laki-laki, sementara memasuki pasar tenaga kerja. Perempuan lebih banyak
di sektor informal. Adanya diskriminasi pekerjaan dengan mencantumkan
seperti contoh “penampilan menarik” sampai ada juga yang menjurus pada
pelecehan seksual ketika syarat ditetapkan perusahaan adalah memakai rok
pendek. Banyak alasan perusahaan melakukan diskriminasi kepada
perempuan. Pertama, prasangka pekerjaan tertentu hanya bisa dilakukan
laki-laki, perempuan hanya cocok melakukan pekerjaan tertentu. Kedua,
peraturan tentang hak-hak pekerja perempuan, sehingga merekrut pekerja
perempuan di anggap merugikan perusahaan. Contohnya, aturan tentang
cuti, khususnya cuti haid dan cuti melahirkan.
B. Akses Perempuan Atas Upah yang Sama.
Perempuan juga mengalami diskriminasi dalam segi upah. Perempuan
yang menjadi buruh pendapatana yang di terima lebih sedikit dari pada
laki-laki. Pendapatan perempuan secara keselurahan yang di didapatkan
oleh perempuan hanya 75% dari pada laki-laki. Diskriminasi upah
merupakan pembedaan upah buruh pada pekerjaan, kualifikasi, jam kerja,
9
Veronica Adelin Kumurur. Kemiskinan dan Feminisasi Kemiskinan hlm. 43-47

11
kinerja, serta kondisi lain yang semua sama. Perbedaan upah yang di
lakukan karena perbedaan kelamin. Di dalam peraturan menteri
No.04/1988 di dalam isi peraturan tersebut, adanya diskriminasi terhadap
perempuan, apabila suami bekerja mendapatkan tunjangan dari perusahaan
lainnya. Atau perusahaan yag sama, Maka perempuan tidak mendapkan
tunjangan.
C. Akses Pendidikan.
Didalam survey demografi di 40 negara. Menjelaskan semakin tinggi
pendidikan perempuan, maka semakin rendah angka kematian bayi.
Perempuan yang lulus sekolah Pendidikan dasar 6 tahun, angka kematian
bayi turun signifikan dari pada perempuan yang tidak tamat pendidikan.
Angka kematian semakin rendah apabila angka perempuan menyelesaikan
pendidikan menengah tingkat pertama. Meurut survey social ekonomi
nasional pada tahun 2004 jumlah perempuan umur 10 tahun keatas yang
belum atau tidak pernah sekolah dua kali jumlah laki-laki.
D. Beban Kerja Perempuan.
Adanya pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin. Maka perempuan
diwajibkan melukan tugas-tugas domestic atau rumah tangga seperti hal
mencuci piring, mencuci pakaian, menjaga anak, membersihkan rumah
tangga. Berbeda dengan laki-laki yang tugasnya memberikan nafkah
kepada perempuan. Beban ini mejadi berat apabila terjadi pada keluarga
miskin yang hidup di perkotaan. Sehingga perempuan tidak hanya bekerja
di ranah domestic saja tetapi harus bekerja di ranah publik untuk
menambah biaya kehidupan keluarga. Tingginya jumlah perempuan yang
bekerja dalam jam kerja yang panjang membuktikan bahwa perempuan
harus bekerja lembur untuk menutupi atau kompensasi upah rendah yang
ia terima. Sementara, sedikit jumlah perempuan yang bekerja penuh waktu
adalah akibat seharusnya untuk mengerjakan kerja rumah tangga pada saat
yang bersamaan. 10

b. Feminisasi Kemiskinan dan Pengganguran dalam Politik


Keberhasilan perjuangan feminisme serta tuntuan demokrasi agar semua
warga Negara berpartispasi aktif dalam politik. Dalam penyelenggaraan pemerintah
10
Ibid. 47

12
yang lebih baik (good government), perempuan harus ikut serta atau ambil adil
kedalam segala bidang termasuk politik, dengan artian perempuan harus ikut dalam
pengambilan keputusan. Kewenangan perempuan atau kompetensi perempuan dalam
politik, sudah didasari dari sebelumnya dari banyak Negara salah satunya Negara
Indonesia. Perempuan di Indonesia di berikan ruang bebas dan kewenangan dengan di
keluarkannya peraturan dan undang-undang. Sehingga perempuan diberikan hak-hak,
kewajiban, dan kewenangan dalam politk.11
Kesempatan untuk bekerja di sektor publik dalam lembaga pemerintahan
mulai banyak diisi oleh perempuan di provinsi ini. Dengan demikian maka perempuan
dapat menduduki jabatan strategis sehingga dapat berperan sebagai pengambilan
keputusan sebagai tenaga profesional, teknisi, kepemimpinan dan ketatalaksanaan.
Pernyataan cendekiawan Sue Thomas memberikan lima alasan mengapa
perempuan perlu meningkatkan partisipasinya dalam atau untuk meningkatkan
proporsinya keterwakilan dalam jabatan politik. Pertama, memberikan kesempatan
yang sama kepada perempuan dan laki-laki, untuk memangku jabatan politik dan
meningkatkan legitimasi pemerintahan demokratis yang mengklaim mewakili senua
warga negaranya. Kedua, Warga Negara harus mempunyai kesempatan yang sama
untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan politik. Jika hal ini dapat
diwujudkan, maka tingkat kepercayaan dan dukungan terhadap pemerintah akan
meningkat, dan hal ini bisa membantu menciptakan pemerintahan yang lebih stabil.
Ketiga, perempuan mempunyai kelompok talenta yang besar. Kemampuan titik
pandang, ide-ide mereka dapat menguntungkan masyarakat dengan melibatkan
pemegang jabatan laki-laki dan perempuan sekaligus. Keempat, pemerintahan harus
merangkul pemimpin laki-laki dan perempuan menyampaikan pesan kepada kaum
muda laki-laki dan perempuan, juga warga Negara dewa dari kelompok umur, bahwa
dunia politik terbuka bagi senua orabf dan senua golongan, tidak hanya sebagai
wilayah ekslusif laki-laki. Alasan ini didasarkan pada legitimasi, stabilitas, dan
pemamfaatan sumberdaya. Kelima, alasan pentingnya perempuan dimasukkan
kedalam jajaran pemimpin politik di landasi oleh fakta bahwa laki-laki dan
perempuan mempunyai pengalaman hidup berbeda dengan adanhya perbedaan ini,
laki-laki dan perempuan bisa saling mengisi dan menyempurnakan peran masing-
masing.

Nurwani Idris, Fenomena Feminisme dan Political Selfselection Bagi Perempuan, (Fakultas Sosial dan Politik
11

Universitas Jayabaya. Vol. 13. 2010). Hlm, 11

13
Keikutsertaan perempuan sangat penting karena adanya keadilan legitimasi,
stabilitas, dan simbolisme politik. Pendapat para aktivis politik dan politisi yang
berjuang memegang jabatan perempuan akan memengaruhi dalam perbedaan politik
dan mewakili perspektif, kebutuhan, dan kepentingan warganegara perempuan.
Menurut virginio sapiro menjelaskan pendapat Wollstonecraft dalam a vindication of
the rights of women, menyatakan bahwa ibu adalah tugas terpenting bagi perempuan,
tetapi semakin lama tugas domestic bukan tanggung jawab yang tunggal kaum
perempuan bahwa tugas domestic itu adalah tugas bersama dengan kaum laki-laki,
kaum perempuan tidak harus di batasi dalam domestic saja.
Perjuangan feminisme dan politik, beberapa pengamat berkesimpulan bahwa
kehadiran perempuan sebenarnya sangat di butuhkan dalam politik untuk menjamin
suara, kepentingan dan prioritas perempuan tersebut agar terwakili dalam
pemerintahan dan dalam undang-undang yang diberlakukan oleh pemerintah.
Pengamat politik menyatakan feminisasi politik mengacu pada prioritas yang telah
diberikan para politisasi pada isu-isu yang dianggap penting oleh perempuan dan gaya
kampanye lebih personal yang didesain untuk menarik dukungan pemilih perempuan.
Feminisasi politik mewujudkan kebijakan-kebijakan yang melindungi kaum
perempuan, kaum miskin, meredakan konflik antara keluarga dan kerja, menyediakan
dukungan jaringan pengaman bagi mereka yang tertimpa bencana menghadapi
kesulitan ekonomi dan di bawah garis kemiskinan.12
Namun, yang sudah masuk dalam dunia politik, public budaya dan social
sering tidak bersahabat atau bahkan bermusuhan dengan mereka. Bahkan secara
sepintas, komposisi pengambil keputusan politik sekarang diberbagai wilayah
memberikan bukti bahwa perempuan tetap menghadapi sejumlah hambatan dalam
mengartikulasikan serta menentukan kepentingannya. Perempuan di seluruh dunia
pada setiap tingkat sosio-politik merasa dirinya kurang terwakili dalam parlemen dan
jauh dari keterlibatan dalam pengambilan keputusan. Sementara arena permainan
politik di setiap Negara mempunyai karakter tersendiri, ada sebuah gambaran umum
yang tetap bagi semua: yakni bahwa hal itu tidak seimbang dan tidak kondusif bagi
keikutsertaan perempuan.
Hambatan dan situasi politik memiliki variasi di setiap negara, mayoritas
lembaga-lembaga yang memerintah didominasi oleh laki-laki yang mengutamakan
kepentingan–kepentingan mereka sendiri. Lembaga-lembaga politik pemerintah yang
12
Ibid. 118

14
didominasi laki-laki tidak mempromosikan perempuan atau isu-isu perempuan. Jadi
tetap penting sekali untuk menekankan bahwa perempuan sendiri harus mengorganisir
dan memobilisasi jaringan kerjanya, belajar mengkomunikasikan kepentingan-
kepentingan mereka dengan organisasi-organisasi yang berbeda, dan mendorong
mekanisme untuk meningkatkan representasi diri mereka sendiri.13
Partai politik yang pada umumnya hanya diwakili oleh anggota laki-laki.
Padahal ada beberapa keterwakilan perempuan sebagai Calon Tetap Anggota
sebelumnya. Namun mayoritas masyarakat yang ditengarai memiliki konstruksi
budaya yang menjadikan ajaran agama Islam sebagai prinsip dalam berperilaku
keseharian juga tampak memberikan pengaruh pada konstruksi peranan yang
dijalankan oleh laki-laki dan perempuan di masyarakat dimana laki-laki lebih
dianggap mampu sebagai pemimpin dibandingkan perempuan sebagai warga kelas
dua (subordinasi) dalam aktivitas publik. Hal inilah yang menjadikan perempuan
tidak dapat memberikan suara terbanyaknya dalam parlemen untuk menyusun
program yang responsif gender di bidang pemenuhan hak hidup lainnya, seperti
pendidikan, ekonomi, kesehatan maupun politik itu sendiri.
c. Feminisasi Kemiskinan dan Pengangguran dalam Ideologi dan
Psikologi
Konsep feminisme dimaknai sebagai suatu perbedaan yang bukan biologi dan
bukan kodrat. Bahwasannya perbedaan perilaku antara laki-laki dan perempuan bukan
sekedar biologi, tetapi karena adanya proses social dan kultural. Oleh gender terikat
pada budaya, ruang dan waktu, berubah waktu kewaktu dan tempat ketempat bahkan
kelas kekelas, sedangkan jenis kelamin biologis (sex) tidak akan berubah. Seringkali
gender menjadi sumber polemik dalam masyarakat yang cenderung merugikan
kelompok tertentu. Sebuah gagasan yang dikemukan oleh akademisi feminis
mengenai konsep gender yang berproses menjadi ideology gender dijadikan sebagai
acuan menjelaskan tentang ideology gender pada feminis.14
Ideology feminisme pada dasarnya bukan sebuai ideology yang disinyalir
berasal dari negeri bagian barat. Ideology tersebut mencul sebagai akibat kepedulian
terhadap ketidakadilan nyata dalam social yang dialami oleh perempuan. Tujuan
feminisme selalu menjadi patokan pada asas-asas hidup yang lebih manusiaswi, yaitu
13
Ibid.119
14
Andi Karmila, Pemahaman Nilai-Nilai Ideology Feminis melalui Contoh Kalimat dalam Wacana Buku Teks
Siswa Kelas SDN 53 Pabbaeng-Baeng Kabupaten Bulukumba. Program Pasca Sarjana Universitas Negeri
Makassar. Hlm.5

15
memposisikan perempuan setara hak dan perannya dengan kaum laki-laki. Feminisme
merupakan fakta kontruksi yang selalu hidup dalam dunia social, lahir dan paten
melalui unsur kuasa individu dan masyarakat luas dalam mengartikan pola hidup
social yang bias gender. Feminisme juga disebut sebagai jalan, solusi, dan gerakan
perempuan yang bersatu dalam merubah fakta social yang saat ini sedang
mensubordinasikan perempuan. Inilah yang dianggap substansial, dimana perempuan
diharapkan mampu mengubah setiap gambaran wacana pemarjinalan dengan
mereproduksi ulang kenyataan diciptakan oleh masyarakat yang selama ini
memarjinalkan peran dan kedudukan perempuan. 15
Sistem social yang terjadi di masyarakat bahwa system sosial lebih superior di
bandingkan perempuan menjadi bentukan ideology yang selalu di paksakan dalam
masyarakat. Sehingga adanya pemikiran tersebut perempuan dijadikan sebuah
proporti pria. Adanya permasalahan ini tidak begitu mencul saja, pasti ada kurangnya
pengetahuan holistic tentang hakikat suatu agama yang diyakini. Masyarakat selalu
salah dalam memberikan persepti bahwa dalam agama kaum laki-laki yang lebih di
prioritaskan, ditambah lagi dengan standar moralitas yang berlipat ganda dan ranah
hukum dalam memberikan hak lebih pada pria dibandingkan dengan perempuan,
semua itu didasarkan budaya patriarki.
Berdasarkan beberapa teori tentang feminisme, Mills berpendapat bahawa
pada umumnya teoritasi feminis bupaya menganalisis relasi kuasa dan cara bagaimana
perempuan sebagai individu dan anggota kelompok akan menegosiasikan relasi kuasa
tersebut. Karya feminis mutakhir tidak lagi memandang wanita hanya sebagai
kelompok yang bertindas dan sebagai korban dominasi laki-laki, namun karya mereka
mencoba merumuskan cara-cara menganalisis kekuasaan ketika kekuasaan itu
menampakkan dirinya dan ketika kekuasaa itu mendapat tantangan dalam kehidupan
sehari-hari. Dengan adanya wacana-wacana yang mendang unus feminitas, perlu
direkontruksi dengam menempatkan perempuan aktif dalam peran yang layak sebagai
makhluk yang setara denga laki-laki. Mills menyebutkan bahwa didalam feminis dan
segenap individu yang menyadari persamaan hak, perlu turut serta dalam
mengkontruksikan scenario, perubahan social dan posisi subjek dengan perempuan
yang aktif sebagai bagannya.16
d. Feminisasi Kemiskinan dan Pengangguran dalam Ekonomi

15
Ibid., hal 7
16
Ibid .6

16
Strategi penanggulangan kemiskinan yang dapat diambil yaitu dengan
mengurangi jumlah perempuan miskin karena dengan mengurangi mereka maka
kesejahteraan keluarga akan dapat lebih meningkat dimana perempuan akan lebih
banyak membelikan hasil perolehannya untuk pemenuhan kebutuhan dasar keluarga,
seperti pangan. Program yang dibutuhkan adalah program yang bukan hanya anti
kemiskinan atau pemberdayaan ekonomi namun yang mampu memutus mata rantai
tuntutan bekerja di sektor domestik.
Oleh karena itu program dan kegiatan pembangunan dari pemerintah maupun
pihak lainnya banyak menyasar pada penguatan kapasitas perempuan untuk masuk
dalam aktivitas ekonomi sehingga berdampak untuk pengurangan kemiskinan dalam
arti meningkatkan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Betapapun hebatnya
program yang diberikan oleh pemerintah/pihak lain untuk pemberdayaan ekonomi
namun jika masih melanggengkan praktek ketimpangan gender ini maka kemiskinan
akan tetap dimiliki oleh perempuan. Analisis gender digunakan dalam penelitian ini
untuk melihat bagaimana program dan kegiatan pembangunan mampu merekonstruksi
ketimpangan gender dan meyebabkan munculnya perempuan dalam kemiskinnan.
Tekanan untuk terus melakukan aktivitas dalam ranah domestik dapat menjadi
hambatan bagi perempuan untuk banyak berkontribusi dalam aktivitas ekonomi
dengan lebih banyak bekerja di sektor informal. Padahal sektor ini tidak banyak
memberikan banyak pendapatan sehingga feminisasi kemiskinan dapat terjadi akibat
posisi perempuan yang lebih rendah dibandingkan laki-laki dalam aktivitas ekonomi
ini. Bagi perempuan yang sudah bekerja masih menghadapi kemungkinan tetap
bertanggungjawab dalam mengelola aktivitas reproduktif dalam rumahtangganya
sehingga dapat menimbulkan beban kerja bagi perempuan dan bagi perempuan yang
lebih memilih peranannya berdasar konstruksi sosial tersebut dengan kembali lagi
pada aktivitas domestik maka menjadikan perempuan sebagai pihak yang
termarjinalkan akibat aktivitas ekonomi. Hal ini dapat mendorong munculnya
feminisasi kemiskinan khususnya perempuan yang tidak memiliki tingkat pendidikan
dan pekerjaan maupun menjadi kepala keluarga perempuan.

D. Beban Ganda Perempuan


Terlahir sebagai seorang laki-laki ataupun perempuan merupakan suatu takdir,
kodrat dan tidak bersifat arbitrasi. Namun, keduanya memiliki hak yang sama dalam
hal pengembangan potensi diri, dalam hal ini, pengembangan potensi intelektualitas.

17
Dalam konteks inilah perspektif kajian gender sebagai transformasi kajian feminisme
yang lebih mengarah pada ketimpangan peran perempuan dibandingkan peran laki-
laki. Atau dalam arti lain, kajian feminisme yang mengarah pada gerakan perempuan
untuk menuntut kesetaraan peran perempuan atas dominasi laki-laki dalam ranah
publik.
Istilah gender pada awalnya dikembangkan sebagai suatu analisis ilmu social.
Ann Oakley memjelaskan masalah-masalah diskrimiasi terhadap perempuan secara
umum, didalam teori nature menganggap, perbedaan laki-laki dan perempuan bersifat
kodrati. Perbedaan itulah yang akhirnya melahirka pemisahan dua fungsi dan
tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki berperan di sektor public
dan perempuan berperan sebagai sektor domestic. Dalam teori nature adanya
perbedaan laki-laki dan perempuan tidak di tentukan oleh faktor biologis melainkan
hasil kontruksi masyarakat.
Di era sekarang ini, perempuan bukan hanya orang yang ditahan di rumah
untuk melakukan pekerjaan rumah tangga, tetapi juga melakukan aktivitas di luar
rumah (umum) dalam rangka bekerja dan mencari nafkah. Masuknya perempuan ke
ranah publik disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain: Perempuan mengenyam
pendidikan yang tinggi, yang meningkatkan kemampuannya untuk bersaing dengan
laki-laki di sektor publik; karena menginginkan kemajuan dan perkembangan; karena
kebutuhan zaman telah berubah, dan karena mereka semakin sadar diri. Alasan paling
klasik, terutama bagi keluarga miskin, adalah mencari uang untuk memenuhi
kebutuhan keluarga. Tingginya pengetahuan perempuan tentang pekerjaan dan
hambatan yang dihadapinya tidak linier, apalagi budaya yang tidak pernah mampu
berpihak.
Secara umum terdapat 2 (dua) peranan yang dijalankan masyarakat dalam
kedudukan sosialnya dengan penjabaran sebagai berikut:
1. Peran Produktif
Merupakan peranan dari individu sebagai pekerja yang diharapkan
dapat menghasilkan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Apabila kita melihat kedudukan social dalam keluarga, biasnaya suami
adalah pemeran utama dalam kegiatan produktif.
2. Peran Reproduktif

18
Merupakan peranan dari individu sebagai penjaga kelangsung hiduo
manusia dan juga keluarga seperti kegiatan malahirkan, menyusui,
mengurus anak, mengurus kegiatan rumah tangga dan lain-lainnya.
Di dalam aspek social, peran wanita mempunyai dua peranan sekaligus yaitu
produktif dan reproduktif atau di sebut dengan peran ganda. Peran ganda adalah dua
peran atau lebih yang di laksanakan secara bersamaan. Peran ganda perempuan
dengan kedudukan social sebagai ibu rumah tangga memiliki kewajiban untuk
menejemen rumah tangga mulai dari mitra suami, mengurus dan mendidik anak serta
menyediakan segala kebutuhan rumah tangga. Di dalam waktu yang sama perempuan
menjalankan pekerjaan di luar rumah tangga atau disebut dengan wanita karir. Peran
ganda merupakan konsep dualisme kultural yang membagi antara konsep lingkungan
domestic dan lingkungan public.
Perempuan dalam lingkungan domestic dan public dapat dijelaskan dengan
penjabaran sebagai berikut:
a. Perempuan dalam Lingkungan Domestic
Didalam rumah tangga memposisikan perempuan sebagai pemeran
utama yang sangat penting dengan 2 klasifikasi yang terdiri atas:
- Peran sebagai istri, istri di tuntut untuk mampu memahami pemikiran,
keinginan dan kebutuhan suami.
- Peran sebagai perempuan, ibu harus bisa mengasuh dan mendidik
anak-anaknya dengan baik.
b. Peran Perempuan dalam Lingkungan Publik
Dari transisi peran perempuan dari domestic ke public menunjukkan
adanya perubahan dan perkembangan realitas social, ekonomi, politik dan
budaya perempuan. Ibu yang bekerja menjalankan peranan penting dalam
lingkungan public ketika suami kehilangan pekerjaan untuk memenuhi
ekonomi keluarganya. Adanya keterlibatan perempuan didunia kerja
merupakan bentuk kontruksi social dan sejarah untuk membentuk identitas
diri yang baru tidak hanya sebagai istri.
Adanya peran ganda yang dilakukan dalam waktu bersamaan ini
akhirnya memberikan beban ganda bagi ibu bekerja. Beban ganda (double
burden) kondisi dimana salah satu pihak (laki-laki atau perempuan)
menerima beban pekerjaan yang lebih banyak dibandingkan pihak lainnya.
Peranan ibu yang bekerja di luar rumah tidak serta merta diikuti dengan

19
adanya pengurangan beban kerja ibu di dalam rumah tangga. Pembagian
kerja yang tidak seimbang akan memberikan beban kerja pada satu pihak
yang terdominasi. Dalam konteks ini, perempuanlah yang dirugikan karena
laki-laki tidak membantu pekerjaan rumah yang harusnya dapat dibagi
bersama. Adanya pembagian kerja dalam rumah tangga dan kesadaran
suami tetang beban kerja ganda merupakan solusi yang diharapkan untuk
meringankan beban ganda ibu bekerja. Ibu yang bekerja diluar rumah
melakukannya untuk membantu suami dalam mendapatkan penghasilan
tambahan sehingga harus ada kesadaran pula dari suami untuk membantu
pekerjaan rumah tangga istri yang telah membantunya menafkahi
keluarga. Beban ganda perempuan menjadi masalah ketika mengharuskan
perempuan berada dalam pilihan yang bukan pilihan. Perempuan harus
memilih apakah lebih baik tidak menikah agar sukses dalam pekerjaan
atau menikah dan menjadi ibu rumah tangga saja. Sebenarnya,
permasalahan beban ganda perempuan bukan terletak pada beban yang ada
tetapi lebih kepada dampak yang ditimbulkan dari beban ganda itu sendiri
terhadap ikatan keluarga.17
Beban ganda pekerja perempuan secara teoritis bisa di telaah dengan
menggunakan konsep yaitu:
a. Manusia Pekerjaan.
Pada hakikat seorang pekerja pada umumnya untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan primer atau sekunder.
Seorang pekerja demi memenuhi kebutuhan pribadi dan kebutuhan
keluarganya. Kebutuhan individu tidak dapat di ukur oleh
kebutuhan ekonomi saja, tetapi kebutuhan individu ada kebutuhan
lain-lainnya. Karena kebutuhan manusia berbeda dengan
kebutuhan manusia yang satunya karena setiap manusia mempunya
sifat yang berbeda.
b. Peran Domestic dari Perspektif Sosiologi Keluarga.
Didalam keluarga ada keluarga intinya, yaitu bapak, ibu dan
anak, setiap peran memiliki peran yang berbeda. Ayah atau suami
bekerja untuk memenuhi kebutuhan dalam sektor public. Sedang

17
Nur Kamala Sari, Peran Ganda dan Beban Ganda Perempuan Ibu Bekerja pada Sektor Informal, Universitas
Sumatera, 2018, Hlm. 61

20
ibu bertugas untuk mengurus rumah tangga, anak suami disektor
domestic. Sektor domestic memiliki tanggung jawab yang besar
tanggung jawab dalam menjaga, merawat dan mendidik anak serta
anggota keluarganya yang lain. Di dalam pekerja sektor public ada
batasan waktu bekerja. Sedangkan sector tidak batasan waktunya.18
c. Konflik dan Manajemen
Teori konflik bersumber dari tulisan-tulisan karl marx, yang
mana lebih menekankan perubahan social selalu terjadi melalui
proses dialog. Didalam teori konflik, wanita di dalam pandangan
masyarakat berasal dari pembagian kekuasaan dan kekayaan yang
tidak merata. Tetapi setiap individu mempunyai cara yang berbeda
dalam mengatasi dan menyelesaikan suatu konflik. Manajemen
konflik merupakan usaha kemampuan seseorang untuk
mengendalikan konflik agar tetap berada di level optimal dan untuk
mencari jalan keluar dari konflik yang ada.19
Berbicara mengenai beban ganda perempuan, tidak lepas dari budaya
masyarakat kita yang lebih dikenal dengan budaya patriarkhi. Budaya patriarkhi
adalah budaya dominasi atas laki-laki terhadap perempuan. Dalam konteks
masyarakat patriarkhi, permepuan adalah warga kelas dua yang berada di wilayah
domestic (reproduktif) dan laki-laki ada di wilayah public (produktif). Kondisi
tersebut seakan menjadi kodrat dalam realitas pola relasi antara lai-laki dan
perempuan. Oleh karena itu, ketika seseorang perempuan bekerja atau melakukan
kegiatan di ranah public untuk mencari uang, maka dia masih wajib melakukan
pekerjaan rumah tangga (tanggung jawab rumah tangga masih menjadi beban
perempuan). Perempuan memiliki peran sebagai ibu rumah tangga yang merupakan
peran mutlak yang tida bisa dihilangkan begitu saja dalam kultur masyarakat kita
yang patriarkhis. Bahkan secara tidak langsung setiap perempuan pasti akan menjadi
ibu rumah tangga dan memiliki jiwa keibuan. Oleh karena itu, ketika perempuan
bekerja maka yang terjadi adalah mereka tetap melakukan perannya sebagai ibu
rumah tangga.20
18
Qisti Sofi Mabruza dkk, Beban Pekerja Perempuan pada Pabrik Penca Mitra Multiperdana Situbondo (Studi
Tentang Latar Belakang Pemilihan Pekerjaan, Manajemen Keluarga dan Pemamfaatannya sebagai Media
Belajar Sosiologi di SMA, Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia. Vol.2. 2020, Hlm 177
19
Ibid.177
20
Nurul Hidayati, BEBAN GANDA PEREMPUAN BEKERJA (Antara Domestik dan Publik), MUWAZAH,
Volume 7, Nomor 2, Desember 2015, hlm. 112

21
a. Beban Ganda Perempuan dalam Perspektif Ekonomi
Faktor ekonomi merupakan salah satu dari sekian banyak factor yang
mendorong perempuan untuk berkarir. Kebutuhan keluarga yang tidak dapat
dicukupi oleh seorang suami akan secara langsung dan tidak langsung
menuntut seorang perempuan yang menjadi istri untuk ikut bekerja mencari
penghidupan untuk keluarganya. Selain itu, perempuan yang merasa memiliki
terlalu banyak kebutuhan tambahan akan sangat tertarik untuk meniti karir
agar kebutuhannya dapat terpenuhi dengan gampang. Perempuan merasa
mampu dan perlu untuk memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa harus
sepenuhnya bergantung kepada orang tua ataupun suami. Alasan tersebut
mendorong perempuan untuk turut serta terjun ke dunia karir di samping
kehidupan rumah tangganya.
Hadirnya peran perempuan dalam dunia kerja ditandai dengan
eksistensi perempuan yang bekerja pada ranah sektor formal maupun informal.
Pada perspektif ini, dimaknai bahwa dalam dunia kerja (Workplace),
perempuan diberikan kesempatan yang baik disamping dalam hal membantu
keluarga untuk memperbaiki ekonomi dan finansial keluarganya, tetapi juga
diberikan kesempatan untuk dapat mengeksplor segala potensi dan bakat serta
kemampuan diri yang dimilikinya untuk bisa berkontribusi dalam ranah dunia
kerja. Hadirnya perempuan dalam kegiatan berbisnis dan ekonomi dimaknai
bahwa realitanya, perempuan merupakan aset dalam pembangunan negeri
yang produktif. Pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat dapat mempengaruhi
pada pertumbuhan industri yang kemudian akan banyak sekali menimbulkan
peluang bagi pekerja laki-laki dan pekerja perempuan. Dengan perubahan
tersebut, dunia kerja tidak lagi didominasi oleh pekerja laki-laki saja
melainkan pekerja perempuan juga turut berpartisipasi dan memiliki
kontribusi yang berarti. Perempuan di dalam dunia kerja perlu didukung oleh
pemerintah dan masyarakat agar terciptanya lingkungan kerja yang berkonsep
kesetaraan gender.

b. Beban Ganda Perempuan dalam Perspektif Ideologi dan Psikologi

22
Perspektif terhadap perempuan dengan beban ganda (Women Of
Double Burden) yang bekerja yang saat ini berkembang pada masyarakat
seharusnya tidak mendiskreditkan posisi dan peran wanita, melainkan perlu
adanya bentuk dukungan secara spiritual dan emosional. Pada kondisi
pandemik saat ini, berbicara mengenai spirit dan perjuangan seorang
perempuan sudah tidak lagi berfokus pada perspektif secara dikotomik antara
menjalankan salah satu peran saja baik domestik ataupun publik, melainkan
kedua peran tersebut dapat dijalankan dengan baik secara beriringan penuh
tanggungjawab dan tidak dipandang lagi sebagai dua sisi yang terpisah. Kedua
peran tersebut dapat berjalan secara beriringan dan berdampingan dengan
dukungan dari orang-orang sekitar seperti keluarga, anak, suami, teman dan
kerabat dekat hingga lingkungan kerja. Peran perempuan yang bekerja saat ini
sudah tidak lagi dipandang sebelah mata, dengan beban ganda yang
dihadapinya saat ini, perempuan perlu dikuatkan dan saling berbagi pengertian
dengan satu sama lainnya sehingga kedepannya peran ganda pada perempuan
dapat dilalui dengan dengan ringan dan penuh semangat.
c. Beban Ganda Perempuan dalam Perspektif Politik
Secara tradisi yang merupakan hasil konstruksi sosial atau buatan
manusia, ranah publik adalah ranahnya laki-laki dan ranah privat adalah
ranahnya perempuan. Selama ini pada umumnya diasarkan pada keyakinan
bahwa perempuan mengelola segala hal dalam rumah tangga, misalnya
mengurus orang tua/mertua, suami dan anak-anak. Sehingga kegiatan
perempuan di yang bekerja di luar seperti mencari nafkah baik uang maupun
yang lainnya, aktif di dalam organisasi atau komunitas, atau bahkan di dunia
politik, selalu dilihat sebagai tanggung jawab skunder. Selama semua itu tidak
meninggalkan tugas dan kewajibannya sebagai ibu rumah tangga, istri, anak
perempuan yang berada di ranah privat sehingga aktivitasnya di ranah publik
bisa diterima.
Keadaan perempuan belakangan ini mulai memperlihatkan perubahan,
termasuk keterlibatan kaum perempuan dalam ranah politik, tetapi yang
menjadi persoalan bahwa seringkali aktivitas kaum perempuan di bidang
politik menjadi beban yang berat karena mereka tetap dituntut untuk
bertanggung jawab sepenuhnya di ranah privat yaitu menjalani kodrat sebagai
perempuan yaitu mengurus rumah tangga.

23
Kita sudah bisa melihat perempuan duduk memegang posisi-posisi
strategis diberbagai bidang baik itu sosial maupun politik hingga ekonomi,
tetapi persoalannya akan berbeda ketika ketika menyangkut dengan
perempuan. Harapan tuntutan masyarakat terhadap perempuan sebagai sebagai
pemimpin memiliki perbedaan bila dibandingkan dengan laki-laki, masyarakat
memandang pemipin perempuan dengan standar harapan dan tuntutan yang
tinggi, misalkan kalangan perempuan meskipun sukses menunjukkan
kemampian di dalam bidang kepemimpinan tetapi mereka harus tetap
memiliki rasa tanggung jawab terhadap rumah tangga dan keluarga mereka.
Merekapun dituntut dengan kualifikasi yang tinggi untuk dikatakan layak
sebagai seorang pemimpin.21

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

21
Very Wahyudi, Peran Politik Perempuan dalam Perspektif Gender, Politea: Jurnal Politik Islam, Vol. 1 No. 1
2018, hlm. 72

24
Bagi perempuan, kemiskinan yang dialami lebih dari sebatas ketertinggalan
ekonomi. Situasi buruk yang disebabkan karena seseorang berjenis kelamin
perempuan telah memperparah kualitas hidupnya sebagai masyarakat yang termasuk
dalam golongan rakyat miskin. Rendahnya akses perempuan terhadap pelayanan
public, sumber daya ekonomi, kepemimpinan dan partisipasi dalam politik dalam
rangka memenuhi kebutuhannya sebagai manusia yang bermartabat merupakan salah
satu akar pemiskinan. Situasi buruk lainnya yang dihadapi oleh perempuan dan anak
perempuan adalah kekerasan, kejahatan seksual, beban kerja ganda serta penempatan
mereka sebagai komoditas dan obyek. Situasi dan proses inilah yang dinamakan
dengan feminisasi kemiskinan. Sebagai sebuah proses pemiskinan perempuan yang
disebabkan oleh tindakan pengabaian pemenuhan hak-haknya karena seseorang
tersebut berjenis kelamin perempuan. Feminisasi kemiskinan terus berlangsung,
dalam sejarah Indonesia, dan telah menjadi agenda perjuangan perempuan sejak
jaman penjajahan. Feminisasi kemiskinan terus berlangsung, dalam sejarah Indonesia,
dan telah menjadi agenda perjuangan perempuan sejak jaman penjajahan.
Beban ganda (double burden) adalah beban pekerjaan yang diterima salah satu
jenis kelamin lebih banyak dibandingkan jenis kelamin lainnya. Beban ganda tersebut
meliputi pekerjaan domestic, seperti mencuci, memasak, mengasuh anak, dan lain-
lain. Beban ganda ini merupakan bentuk ketidakadilan gender sebagai korbannya
adalah perempuan yang dalam konteks ini adalah perempuan bekerja. Faktor yang
mempengaruhi beban ganda perempuan adalah budaya patriarkhi, yakni budaya
dominasi laki-lai atas perempuan. Budaya patriarkhi ini bahkan menyeruak dalam
pemahaman keagamaan, sehingga ketika seorang perempuan lalai terhadap tanggung
jawabnya di wilayah domestic maka dia akan dijustifikasi sebagai melanggar perintah
agama (Islam).

B. Saran
Sehubungan dengan hal tersebut, maka sebaiknya pemerintah segera untuk
merumuskan ulang pengertian (definisi) kemiskinan dan mengintegrasikan
pengalaman perempuan miskin dalam pengertian baru tersebut. Merumuskan
kebijakan Perlindungan Sosial secara komprehensif yang berkeadilan sosial dan
berkadilan gender, inklusif dan transformative, didukung oleh kebijakan dan alokasi
anggaran yang memadai. Meningkatkan jumlah, mutu dan keterjangkauan pelayanan
public yang memberi affirmasi (perlakuan khusus sementara) menjamin akses

25
perempuan miskin untuk menikmati pelayanan public tersebut, Melalui penghapusan
kebijakan-kebijakan yang menopang privatisasi pelayanan publik. Dan menghapuskan
produk-produk hukum yang mendiskriminasi perempuan dan kelompok marginal
yang selama ini menjadi penghambat dan sumber ketimpangan yang dialami oleh
perempuan di Indonesia

PETA KONSEP

26
DAFTAR PUSTAKA
Buku

27
Abdullah, Irwan. 2001. Seks, Gender, dan Reproduksi Kekuasaan. Yogyakarta: Terawang
Press
Kumurur, Adeline Veronica. 2010. Pembangunan Kota dan Kondisi Kemiskinan Perempuan.
Manado: Unsrat Press
Mufidah. 2008. Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender. Malang: UIN Malang Press
Syaikh Mutawalli As-Sya’rawi. 2009. Fikih Perempuan Muslimah. Jakarta: Amzah
Julia Cleves Mosse. 2002. Gender dan Pembangunan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
JURNAL
Hidayah, Nuril. 2018. Teori Feminisme: Sejarah, Perkembangan, dan Relevansinya dengan
Kajian Keislaman Kontemporer. Jurnal Harkat
Salsabila, Suhaila Naili. 2018. Feminisme dalam Politik pada Cerpen Rakyat Karya Putu
Wijaya. Jurnal Lakon: Program Studi Magister Kajian dan Sastra dan Budaya
Laksono, Puji. 2017. Feminisme Kemiskinan. Jurnal Pendidikan, Sosiologi, dan Antrapologi,
Pacet, Kab. Mojokerto
Jovani, Audra. 2011. Politik dan Kaum Feminis. Jurnal: Politik dan Kaum Feminis
Idris, Nurwani. 2010. Fenomena Feminisme dan Political Selfselection bagi Perempuan.
Fakultas Sosial dan Politik, Universitas Jayabaya. Vol. 13
Sari, Nur Kumala. 2018. Peran Ganda dan Beban Ganda Perempuan Ibu Bekerja pada Sektor
Informal. Universitas Sumatera
Mabruza, Qisti Sofi, dkk. 2020. Beban Pekerja Perempuan pada Pabrik Penca Mitra
Multiperdana Situbondo (Studi tentang Latar Belakang Pemilihan Pekerjaan,
Manajemen Keluarga, dan Pemanfaatannya sebagai Media Belajar Sosiologi di SMA.
Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja. Vol. 2
Hidayati, Nurul. 2015. Beban Ganda Perempuan Bekerja (Antara Domestik dan Publik.
Jurnal Muwazah Vol. 7 No. 2.
Wahyudi, Very. 2018. Peran Politik Perempuan dalam Perspektif Gender. Politea: Jurnal
Politik Islam. Vol. 1 No. 1
SUMBER LAINNYA
https://kapalperempuan.org/feminisasi-kemiskinan/ diakses pada tanggal 18 Sepetember 2021
pada pukul 20.20
https://www.pertamina-ptc.com/eksistensi-perempuan-dengan-beban-ganda-women-of-
double-burden-dalam-dunia-kerja-toxic-feminity-or-empowerment/ diakses pada
tanggal 18 September 2021 pada pukul 22.49

28

Anda mungkin juga menyukai