MAKALAH
KONSEP-KONSEP DASAR PENELITIAN KOMUNIKASI
Disusun oleh:
Ahmad Faig Saifuddin 10814544
Erlangga Bregas Prakoso 13814620
Melisa Tri Lestari 16814578
Nadya Shashi Kirana 17814776
Veronika Dina Maryani 1C814002
Dosen pengampu:
Dr. Nuriyati Samatan.,Dra.,M.Ag.
KELAS 3MA01
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK
2017
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmatnya kami dapat menyelesaikan makalah “Konsep-konsep Dasar Penelitian”
ini dengan baik dan tepat waktu. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata
kuliah Riset Komunikasi.
2. Dr. Nuriyati Samatan, Dra.,M.Ag selaku dosen pengampu mata kuliah Riset
Komunikasi;
6. Pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar………………………………………………………… 1
Daftar Isi………………………………………………………………. 2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………………… 3
1.2 Rumusan Masalah…………………………………….. 3
1.3 Tujuan…………………………………………………. 4
1.4 Manfaat………………………………………………... 4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Konsep, Konstruk dan Variabel ………………………. 5
2.1.1 Konsep...…………………………………………. 6
2.1.2 Konstruk…………………………………………. 9
2.1.3 Perbedaan Konsep dan Kostruk…………………. 10
2.1.4 Variabel…………………………………………. 10
2.3 Pengukuran……..………..…………………………… 38
2.3.1 Pengukuran……………………………………… 39
2.3.2 Jenis-jenis Skala Pengukuran ………………….. 40
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………. 50
Lampiran Pertanyaan………………………………………………….. 51
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
BAB II
PEMBAHASAN
Walaupun yang diteliti adalah doa, penelitian Galton bersifat ilmiah. Ada
beberapa konsep yang dipergunakannya: doa, kesejahteraan dan keikhlasan. Doa
dan keikhlasan diperlakukan sebagai variabel independen, sedangkan
kesejahteraan dijadikan variable dependen. Variabel doa, kesejahteraan, dan
keihklasan dirumuskannya denagn jelas. Penelitian Galton juga melukiskan
pertimbangan penelitian dari tingkap konsepsional sampai ke tingkat operasioal.
Ini akan dipahami lebih jelas dengan mengenal konsep-konsep dasar penelitian.
2.1.1 Konsep
Peneliti bekerja dari tahap konsepsional ke tahap operasional. ‘doa
menimbulkan kesejahteraan pada orang yang didoakannya’. Ini adalah hipotesis
yang terdiri dari dua konsep, ‘doa’ dan ‘kesejahteraan’, disambungkan dengan
kata yang menunjukkan hubungan di antara dua konsep itu, yakni
“menimbulkan”. Semua konsep itu bersifat abstrak. Konsep adalah abstraksi yang
dibentuk dengan menggeneralisasikan hal-hal khusus (Kerlinger, 1971: 28, dalam
Kriyantono, 2012)
Konsep adalah ide tertentu yang berasal dari model tertentu. Contoh
konsep yang 'fungsi sosial' (berasal dari fungsionalisme), 'stimulus / respon'
(behaviorisme), 'definisi situasi' (interaksionisme) dan metode dokumenter
penafsiran '(etnometodologi). Konsep menawarkan cara untuk melihat dunia
yang penting dalam mendefinisikan masalah penelitian (David Silverman, 2000 :
78).
Fungsi Konsep
1) Fungsi kognitif
Mengorganisasi observasi dan menata hasilnya (fungsi menata). Konsep
adalah salah alat untuk mengelola dan mengorganisir seluruh pikiran
dalam mendefinisikan segala macam. Dengan fungsi kognitif konsep
akan menjadi senjata yang bisa mengamati istilah, ide, gagasan,
pernyataan, dan asumsi yang ingin disampaikan.
2) Fungsi evaluatif
Mengevaluasi apa yang telah dipersepsi. Melalui fungsi evaluatif ini
sebagai seorang peneliti konsep bisa menjadi bahan melihat kembali
segala sesuatu yang sudah diangkat dalam penelitian. Konsep juga
melihat kekurangan dan kelebihan dalam penelitian. Sejauh mana
kualitas penelitian yang diteliti.
3) Fungsi Operasional (pragmatis)
Mengendalikan dan mengarahkan perilaku individu.
4) Fungsi Komunikasi
Artinya konsep harus memungkinkan komunikasi. Fungsi komunikatif
konsep dalam penelitian harus sebisa mungkin menghubungkan antar
9
2.1.2 Konstruk
Konstruk adalah konsep yang dapat diamati dan diukur atau memberikan
batasan pada konsep. Misalkan, “kemiskinan” adalah konsep, setelah
pengertiannya dibatasi secara khusus sebagai “kondisi di mana penghasilan per
bulan di bawah Rp. 150 ribu”, sehingga dapat diamati dan diukur maka disebut
konstruk.
Konstruk adalah atribut yang ada dalam arti teoritis. Dengan demikian,
mereka tidak ada baik dalam arti harfiah atau fisik. Meskipun demikian, kita
dapat mengamati dan mengukur perilaku yang memberikan bukti konstruksi ini
(Castillo 2009, dalam Sari Wahyuni, 2012). Misalnya, pertimbangkan gravitasi.
Kita tidak bisa melihat gravitasi, tapi kita bisa melihat apa yang kita asumsikan
sebagai hasilnya dari jeruk yang jatuh dari pohon.
2.1.4 Variabel
sering, sering, jarang. Jika nilai-nilai tertentu diberikan pada sifat konstrukm
maka konstruk tersebut berubah menjadi variable. Dengan kata lain variable
adalah suatu konstruk yang sifat-sifatnya sudah di beri nilai dalam bentuk
bilangan, untuk mengukur konstruk “pemarah” kita dapat membuat skala 1
sampai 5, dimana (1) sangt tidak pemarah dan (5) sangat pemarah. Tinggi badan :
(3) sangat tinggi (2) sedang (1) pendek. Artinya, nilai yang diberikan sangat
bervariasi. Inilah mengapa disebut variable ( Inggris: variable) yang berarti
bervariasi.
1. Berdasarkan Sifat
variabel, misalnya variabel untuk belajar (A) dan prestasi belajarnya yang di
capai oleh pembelajar (B), maka pertanyaan atau masalah yang akan di
ajukan” bagaimanakah prestasi belajar yang di capai apabila waktu yang di
pakai untuk belajar lebih banyak atau sedikit?”. Berdasarkan rumus
penelitian tersebut di atas, banyak atau sedkitnya waktu belajar yang di pakai
oleh pembelajar diidentifikasi sebagai variabel terikat.variabel bebas ini
merupakan suatu kondisi yang mendahului, yaitu suatu keadaan yang di
perlukan sebelum hasil yang diinginkan terjadi.
b) Variabel Dependen: sering disebut variabel output, kriteria, konsekuen.
Dalam bahasa Indonesia sering disebut variabel terikat yang
merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena
adanya variabel bebas.
JUMLAH ANAK
(Variabel Moderator)
18
KEPEMIMPINAN
(Variabel Moderator)
Budaya Lingkungan
Tempat Tinggal
(Variabel Moderator)
operasionalnya, diharapkan tidak menyimpang jauh dari teori dan konsep yang
menjadi sumbernya.
Perilaku membeli
Terpaan iklan di tv
produk A
Daya beli
Distribusi
Kemasan
kebutuhan
Variable kontrol
Gambar diatas adalah riset tentang apakah terpaan iklan di televise
memengaruhi orang lain untuk membeli produk A yang diiklankan. Asumsi awal
periset adalah iklan adalah variable penting dalam memengaruhi perilaku
21
membeli. Tetapi periset juga menyadari bahwa ada faktor-faktor lain seperti daya
beli, distribusi, kemasan, kebutuhan konsumen yang berpotensi memengaruhi
orang untuk membeli produk. Bahkan bisa saja faktor-faktor tersebut ternyata
lebih kuat sebagai penyebab orang membeli.
-identity
2.1.4.3 Jenis Variabel Berdasarkan Hubungannya
Sebagaimana yang telah disinggung pada paparan di atas mengenai hubungan
antara variabel independen dan dependen, dan supaya peneliti lebih memahami
mengenai makna hubungan tiap variable penelitian, maka perlu untuk
dijelaskan makna dari hubungan variable dimaksud terutama dalam menguji ada
22
Tabel 2.1
Skala Pengukuran
Variabel Indikator
Pengukuran Operasional
1. berbagai 1.1 1.1. skala interval 1.1. Angket/
penghasila penghasilan (100.000-200.000) wawancara
n seseorang tetap sebulan dsb.
1.2. Idem 1.2. Angket/
1.2 penghasilan Wawancara
tidak tetap
24
sebulan
2. Semua 2.1 harta cairan 2.1 skala nominal 2.1 Angket/
kekayaan yaitu: Wawancara
material rumah, mobil,
seseorang telepon, lemari
es, TV, video,
tape recorder,
radio, sepeda,
motor,
perhiasan emas,
dan perabotan
yang diperoleh 2.2 skala nominal
dari bekerja 2.2 Angket/
sendiri. wawancara
2.2 harta
bawahan yaitu:
Rumah, mobil,
telepon, video,
tape recorder,
radio, sepeda,
motor,
perhiasan emas,
dan perabotan
yang diperoleh
dari keluarga.
3. Kedudukan 3.1 kedudukan 3.1 skala ordinal 3.1 Angket/
seseorang formal yaitu Wawancara
di kedudukan
masyarakat dalam
organisasi
pemerintahan
dan organisasi 3.2 idem 3.2 Angket/
kemasyarakatan Wawancara
3.2 kedudukan
informal yaitu
tempat anggota
masyarakat
meminta
nasihat dan
petunjuk
(Burhan Bungin, 2005:71)
Konsep adalah gambar mental atau persepsi dan karena itu maknanya sangat
bervariasi dari individu ke individu, sedangkan variabel yang diukur, tentu
dengan berbagai tingkat akurasi. Keterukuran (measurability) adalah perbedaan
utama antara konsep dan variabel. Sebuah konsep tidak dapat diukur sedangkan
variabel dapat dikenakan pengukuran dengan kasar / halus atau subjektif unit /
tujuan pengukuran. Konsep besifat subyektif—pemahamannya mungkin berbeda
dari orang ke orang—yang, jika diukur, akan menyebabkan masalah dalam
membandingkan respon. (Ranjit Kumar 2005: 56)
2.2 Hipotesis
Secara etimologis, hipotesis dibentuk dari dua kata, yaitu kata hypo dan
kata thesis. Hypo berarti kurang dan thesis adalah pendapat. Peyebutan dalam
dialek Indonesia menjadi hipotesa kemudian berubah menjadi hipotesis yang
maksudnya adalah suatu kesimpulan yang masih kurang atau kesimpulan yang
masih belum sempurna.
George dan Hatt (1952: 67-73) menjelaskan ciri-ciri hipotesis yang baik,
yaitu:
(4) Hipotesis harus dihubungkan dengan teknik penelitian yang ada, dan
Hipotesis harus muncul dan ada hubungannya dengan teori serta masalah
yang diteliti;
Setiap hipotesis adalah kemungkinan jawaban terhadap persoalan yang
diteliti;
Hipotesis harus diuji (teruji) atau diukur (terukur) secara khusus untuk
menetapkan apakah hipotesis paling besar kemungkinannya didukung oleh data
empiris.
Dari performance-nya, dalam arti materi hipotesis, formulasi hipotesis haruslah
memenuhi beberapa syarat sebagai berikut ini:
29
Apa pun sifat dan syarat hipotesis, yang jelas bahwa penampilan setiap hipotesis
adalah dalam bentuk statement, yaitu pernyataan tentang sifat atau keadaan
hubungan dua atau lebih variable yang akan diteliti.
Konsep dan teori tertentu yang digunakan dapat mempertajam daya pikir,
persepsi, dan mampu membimbing peneliti dalam menentukan bagaimana
rumusan peneitian melalui pengumpulan informasi, data, dan fakta di lapangan,
kemudian dianalisis serta disimpulkan. Selain dari teori, hipotesis dapat diperoleh
dari data di lapangan melalui observasi yang cermat dan sistematis. Cara kedua
ini biasanya terdapat pada penelitian eksplorasi, misalkan peneliti gorunded, di
mana penelitian belum memiliki konsep awal apa yang diteliti. Peneliti baru
memiliki konsep awal setelah ia terjun langsung di lapangan. Dari situ kemudian
dirumuskan sebuah hipotesis.
hipotesis dalam penelitian kuantitatif disebut juga dengan uji statistik. Uji ini
dimungkinkan jika alat ukur variabel adalah alat ukur yang objektif.
dan dievaluasikan. Apakah hipotesis tersebut cocok dengan fakta atau dengan
logika? Ilmuwan tidak akan mengakui validitas ilmu pengetahuan jika
validitas tidak diuji secara menyeluruh. Satu kesalahan besar telah dilakukan
jika dipikirkan bahwa hipotesis adalah fakta, walau bagaimanapun baiknya
kita memformulasikan hipotesis tersebut.
Secara umum hipotesis dapat diuji denga dua cara, yaitu mencocokkan
dengan fakta, atau dengan mempelajari konsistensi logis. Dalam menguji
hipotesis dengan mencocokkan fakta, maka diperlukan percobaan-percobaan
untuk memperoleh data. Data tersebut kemudian kita nilai untuk mengetahui
apakah hipotesis tersebut cocok dengan fakta tersebut atau tidak. Cara ini
biasa dikerjakan dengan menggunakan disain percobaan. Jika hipotesis diuji
dengan konsistensi logis, maka si peneliti memilih suatu desain di mana
logika dapat digunakan, untuk menerima atau menolak hipotesis. Cara ini
sering digunakan dalam menguji hipotesis pada penelitian yang
menggunakan metode noneksperimental seperti metode deskriptif, metode
sejarah, dan sebagainya.
2.3 Pengukuran
serta sejauh mana alat ukur tersebut dapat diandalkan dan berguna, sebenarnya
menunjuk pada dua hal yang pokok, yaitu validitas dan reliabilitas.
a) Skala nominal
Merupakan salah satu jenis pengukuran dimana angka dikenakan untuk
objek atau kelas objek untuk tujuan identifikasi. Nomor jaminan social
seseorang, nomor punggung pemain sepakbola, loker, dan lain-lain
adalah suatu skala nominal. Demikian juga, jika dalam suatu penelitian
tertentu pria diberikan kode 1 dan wanita mendapat kode 2, untuk
mengetahui jenis kelamin seseorang adalah melihat apakah orang ini
berkode 1 atau 2. Angka-angka tersebut tidak mewakili hal lain kecuali
jenis kelamin seseorang. Wanita, meskipun mendapat angka yang lebih
tinggi, tidak berarti “lebih baik” dibanding pria, atau “lebih banyak” dari
pria. Kita boleh saja membalik prosedur pemberian kode sehingga wanita
berkode 1 dan pria berkode 2.
b) Skala ordinal
Merupakan salah satu jenis pengukuran dimana angka dikenakan
terhadap data berdasarkan urutan dari objek. Disini angka 2 lebih besar
dari 1, bahwa angka 3 lebih besar dari 2 maupun 1. Angka 1, 2, 3, adalah
berurut, dan semakin besar angkanya semakin besar propertinya. Contoh,
angka 1 untuk mewakili mahasiswa tahun pertama, 2 untuk tahun kedua,
3 untuk tahun ketiga, dan 4 untuk mahasiswa senior. Namun kita juga
bisa memakai angka 10 untuk mewakili mahasiswa tahun pertama, 20
42
c) Skala interval
Merupakan salah satu jenis pengukuran dimana angka-angka yang
dikenakan memungkinkan kita untuk membandingkan ukuran dari selisih
antara angka-angka. Selisih antara 1 dan 2 setara dengan selisih antara 2
dan 3, selisih antara 2 dan 4 dua kali lebih besar dari selisih antara 1
dan 2. Contoh adalah skala temperature, misalnya temperature yang
o
rendah pada suatu hari adalah 40 F dan temperature yang tinggi adalah
o
80 F. Disini kta tidak dapat mengatakan bahwa temperature yang tinggi
dua kali lebih panas dibandingkan temperature yang rendah karena jika
skala Fahrenheit menjadi skala Celsius, dimana C = (5F – 160) / 9,
o
sehingga temperature yang rendah adalah 4,4 C dan temperature yang
o
tinggi adalah 26,6 C.
d) Skala ratio
Merupakan salah satu jenis pengukuran yang memiliki nol alamiah atau
nol absolute, sehingga memungkinkan kita membandingkan magnitude
angka-angka absolute. Tinggi dan berat adalah dua contoh nyata disini.
Seseorang yang memiliki berat 100 kg boleh dikatakan dua kali lebih
berat dibandingkan seseorang yang memiliki berat 50 kg, dan seseorang
yang memiliki berat 150 kg tiga kali lebih berat dibandingkan seseorang
yang beratnya 50 kg. Dalam skala ratio nol memiliki makna empiris
absolut yaitu tidak satu pun dari property yang diukur benar-benar eksis.
Tabel 2.2
43
Alat ukur dikatakan memiliki ketepatan, apabila alat ukur tersebut jelas,
mudah dimengerti dan terperinci. Suatu contoh, untuk mencapai jawaban yang
tepat tentang tingkat kesejahteraan pegawai, haruslah dijelaskan konsep
kesejahteraan yang bagaimana yang dimaksud dan menurut konsep siapa, karena
konsep kesejahteraan menurut peneliti dan menurut responden tidaklah sama.
Oleh karena itu, mengenai ketepatan alat ukur haruslah bersumber pada konsep
penelitian yang telah dirumuskan dalam desain penelitian dan jangan ciptakan
konsep-konsep tandingan lainnya, karena hal ini akan mengganggu semua
pekerjaan yang telah dilalui.
44
Reliabilitas berasal dari kata reliability berarti sejauh mana hasil suatu
pengukuran dapat dipercaya. Suatu hasil pengukuran dapat dipercaya apabila
dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subyek yang
sama, diperoleh hasil pengukuran yang relatif sama, selama aspek yang diukur
dalam diri subyek memang belum berubah. Nur (1987: 47) menyatakan bahwa
reliabilitas ukuran menyangkut seberapa jauh skor deviasi individu, atau skor-z,
relatif konsisten apabila dilakukan pengulangan pengadministrasian dengan tes
yang sama atau tes yang ekivalen.
kapanpun alat penilaian tersebut digunakan akan memberikan hasil yang relatif
sama. Djaali (2000: 81) menyatakan bahwa reliabilitas dibedakan atas dua
macam, yaitu reliabilitas konsistensi tanggapan, dan reliabilitas konsistensi
gabungan butir. Reliabilitas konsistensi tanggapan responden mempersoalkan
apakah tanggapan responden atau obyek ukur terhadap tes atau instrumen
tersebut sudah baik atau konsisten. Dalam hal ini apabila suatu tes atau instrumen
digunakan untuk melakukan pengukuran terhadap obyek ukur kemudian
dilakukan pengukuran kembali terhadap obyek ukur yang sama, apakah hasilnya
masih tetap sama dengan pengukuran sebelumnya.
reliabilitas akan tergantung pada cara penomoran dan pengelompokan butir yang
diambil.
2.4.2 Validitas
Sebagai contoh, yaitu tentang validitas alat ukur mutu kampanye politik
parpol di televisi: mutu kampanye tersebut dapat diukur dengan isu-isu
kesejahteraan bangsa yang akan dikerjakan pada lima tahun ke depan, dimana
isu-isu ini ditawarkan kepada pemirsa televisi. Namun mungkin mutu kampanye
tersebut tidak valid diukur dengan seberapa banyak SMS yang masuk
mendukung partai yang berkampanye itu karena bisa jadi yang mengirim SMS itu
adalah anggota partai tersebut pula. Contoh ini menunjukkan bahwa alat ukur
dapat akurat pada tujuan tertentu, tetapi tidak untuk tujuan yang lain. Sifat alat
ukur yang eksklusif ini tidak dapat ditawar-menawar, karena itu tidak ada jalan
lain bagi peneliti selain membuat alat ukur seakurat mungkin sesuai dengan
tujuan yang hendak diperoleh dari responden.
Azwar (1987: 173) menyatakan bahwa validitas berasal dari kata validity
yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu instrumen
pengukur (tes) dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes dikatakan memiliki
validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukur secara tepat
atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya
pengukuran tersebut. Artinya hasil ukur dari pengukuran tersebut merupakan
besaran yang mencerminkan secara tepat fakta atau keadaan sesungguhnya dari
apa yang diukur.
mencerminkan prestasi atau hasil belajar para calon peserta didik baru setelah
belajar nanti.
Konsep validitas tes dapat dibedakan atas tiga macam yaitu: validitas isi
(content validity), validitas konstruk (construct validity), dan validitas empiris
atau validitas kriteria. Validitas isi suatu tes mempermasalahkan seberapa jauh
suatu tes mengukur tingkat penguasaan terhadap isi atau konten atau materi
tertentu yang seharusnya dikuasai sesuai dengan tujuan pengajaran. Dengan kata
lain tes yang mempunyai validitas isi yang baik ialah tes yang benar-benar
mengukur penguasaan materi yang seharusnya dikuasai sesuai dengan konten
pengajaran yang tercantum dalam Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP).
Oleh karena itu validitas isi suatu tes tidak mempunyai besaran tertentu
yang dihitung secara statistika tetapi dipahami bahwa tes itu sudah valid
berdasarkan telaah kisi-kisi tes. Oleh karena itu, validitas isi sebenarriya
mendasarkan pada analisis logika, tidak merupakan suatu koefisien validitas yang
dihitung secara statistika.
Koefisien korelasi yang tinggi antara skor butir dengan skor total
mencerminkan tingginya konsistensi antara hasil ukur keseluruhan tes dengan
hasil ukur butir tes atau dapat dikatakan bahwa butir tes tersebut konvergen
dengan butir-butir lain dalam mengukur suatu konsep atau konstruk yang hendak
diukur.
Validitas eksternal dapat berupa hasil ukur tes baku atau tes yang
dianggap baku dapat pula berupa hasil ukur lain yang sudah tersedia dan dapat
dipercaya sebagai ukuran dari suatu konsep atau variabel yang hendak diukur.
Validitas eksternal diperlihatkan oleh suatu besaran yang merupakan hasil
perhitungan statistika. Jika kita menggunakan basil ukur tes yang sudah baku
sebagai kriteria eksternal, maka besaran validitas eksternal dari tes yang kita
kembangkan didapat dengan jalan mengkorelasikan skor hasil ukur tes yang
dikembangkan dengan skor hasil ukur tes baku yang dijadikan kriteria. Makin
tinggi koefisien korelasi yang didapat, maka validitas tes yang dikembangkan
juga makin baik. Kriteria yang digunakan untuk menguji validitas eksternal
digunakan nilai r-tabel.
Jika koefisien korelasi antara skor hasil ukur tes yang dikembangkan
dengan skor hasil ukur tes baku lebih besar daripada r-tabel maka tes yang
dikembangkan adalah valid berdasarkan kriteria eksternal yang dipilih (hasil ukur
instrumen baku). Jadi keputusan uji validitas dalam hal ini adalah mengenai valid
atau tidaknya tes sebagai suatu kesatuan, bukan valid atau tidaknya butir tes
seperti pada validitas internal.
51
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pengantar Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Bailey, Kenneth. 2007. Methods of Social Research. New York. Free Press
Black, James A.,Dean J.Champion. 1992. Metode dan Masalah Penelitian Sosial.
Bandung: Eresco.
Bungin, Burhan. 2005. Metode Penelitian Kuantitaif ed.II. Jakarta: Kencana
Goode, William J.,Paul K.Hatt. 1981. Methods in Social Research. London: McGraw-
Hill.
Hillway, Tyrus. 1964. Introduction to Research ed. II. Boston: Houghton Mifflin
Company.
Kriyantono, Rachmat.2012. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana.
Wahyuni, Sari. 2012. Qualitative Research Method: Theory and Practice. Jakarta:
Salemba Empat
E-book:
Kothari, C.R. 2004. Research Methodology: Methods and Technique. New Delhi: New
Age Publisher
(http://dinus.ac.id/repository/docs/ajar/Kothari_Research_Methodology_Methods_and_T
echniques_-_2004.pdf )
Kumar, Ranjit. 2011. Research Methodology ed.III. London: Sage.
(http://www.sociology.kpi.ua/wp-content/uploads/2014/06/Ranjit_Kumar-
Research_Methodology_A_Step-by-Step_G.pdf )
53