Anda di halaman 1dari 24

Intususepsi merupakan penyebab obstruksi usus yang paling sering pada bayi dan balita.

Ini adalah
invaginasi didapat dari segmen usus proksimal (intussusceptum) ke dalam segmen usus distal
(intussuscipiens). Intususepsi pertama kali dideskripsikan pada tahun 1674 oleh Paul Barbette dari
Amsterdam, didefinisikan oleh Treves pada tahun 1899, dan dioperasikan dengan sukses pada tahun
1873 oleh John Hutchinson.

PATOFISIOLOGI
Menyusupnya intususeptum masuk ke usus distal oleh aktivitas peristaltik. Mungkin ada atau
mungkin tidak ada titik utama (lead point). Saat mesenterium usus proksimal tertarik ke usus distal,
mesenterium tersebut terkompresi, mengakibatkan obstruksi vena dan edema dinding usus. Jika
reduksi intususepsi tidak terjadi, insufisiensi arteri pada akhirnya akan menyebabkan iskemia dan
nekrosis dinding usus. Meskipun reduksi spontan dapat terjadi, riwayat alami dari intususepsi adalah
berkembang menjadi iskemia dan nekrosis usus kecuali jika kondisi tersebut dikenali dan
ditatalaksana dengan tepat.

INTUSUSEPSI PRIMER
Sebagian besar kasus, terutama pada bayi, tidak memiliki titik awal (lead point) dan diklasifikasikan
sebagai intususepsi primer atau idiopatik. Penyebabnya umumnya dikaitkan dengan patch Peyer
yang mengalami hipertrofi dalam dinding usus.3 Intususepsi sering terjadi setelah infeksi saluran
pernapasan bagian atas atau suatu episode gastroenteritis, memberikan etiologi untuk hipertrofi
jaringan limfoid. Adenovirus pada anak-anak yang lebih tua dari usia 2 tahun dan, pada tingkat lebih
rendah rotavirus, secara historis terlibat dalam hingga 50% kasus.4,5

Bukti lain yang berkontribusi bahwa virus mungkin berperan dalam intususepsi termasuk
peningkatan kasus selama penyakit virus pernapasan musiman dan peningkatan risiko yang terkait
dengan imunisasi rotavirus. Vaksin rotavirus awal telah dihapus dari pasar karena peningkatan yang
signifikan dalam kejadian intususepsi. Formula imunisasi saat ini yang tersedia di Amerika Serikat,
RotaTeq dan Rotarix, juga telah dikaitkan dengan sedikit peningkatan risiko, tetapi risiko ini secara
luas dianggap lebih besar daripada manfaat vaksinasi.7-10

INTUSUSEPSI SEKUNDER
Intususepsi dapat memiliki lesi yang dapat diidentifikasi yang berfungsi sebagai titik awal (lead
point), menarik segmen usus proksimal ke dalam segmen usus distal oleh aktivitas peristaltik. Insiden
titik awal (lead point) bervariasi dari 1,5-12%, dan keberadaan titik awal (lead point) meningkat
sebanding dengan usia.11,12 Titik awal (lead point) yang paling umum adalah divertikulum Meckel
diikuti oleh polip dan duplikasi. Titik awal (lead point) benigna lainnya termasuk appendix,
hemangioma, tumor karsinoid, benda asing, pankreas atau mukosa lambung ektopik, hamartoma
dari sindrom Peutz-Jeghers (Gbr. 38.1), dan lipoma.

Penyebab maligna, meskipun jarang, meningkatkan insiden dengan usia dan termasuk limfoma dan
small bowel tumors. Penyakit sistemik, termasuk purpura Henoch-Schonlein dan cystic fibrosis, telah
dikaitkan dengan intususepsi. Penyakit lain yang mungkin berhubungan dengan intususepsi
termasuk penyakit celiac dan kolitis Clostridium difficile.

INSIDENSI
Intususepsi idiopatik dapat terjadi pada semua usia. Sebagian besar pasien yang terkena adalah bayi
yang bergizi baik dan sehat, dan sekitar dua pertiganya adalah anak laki-laki. Insiden tertinggi terjadi
pada bayi antara usia 4 dan 9 bulan, dan merupakan penyebab paling umum dari small bowel
obstruction pada kelompok usia ini. Intususepsi jarang terjadi di bawah 3 bulan dan setelah usia 3
tahun.

Kondisi ini telah dijelaskan pada bayi prematur dan telah dipostulasikan sebagai penyebab atresia
usus halus dalam beberapa kasus.

PRESENTASI KLINIS
Presentasi klasiknya adalah bayi atau anak kecil dengan nyeri kolik abdominal yang intermiten yang
berhubungan dengan feses "currant jelly" dan teraba massa pada pemeriksaan fisik, meskipun trias
ini terlihat pada kurang dari seperempat anak. Nyeri abdomen yang tiba-tiba, dan anak mungkin
kaku dan menarik kaki ke atas ke perut. Rasa sakit juga dapat dikaitkan dengan hiperekstensi,
menggeliat, menahan napas, dan muntah.

Serangan sering berhenti tiba-tiba seperti yang dimulai. Di antara serangan, anak mungkin tampak
nyaman tetapi pada akhirnya akan menjadi lesu. Pergerakan small bowel normal akan berhenti saat
obstruksi berlanjut dan berhubungan dengan emesis empedu dan peningkatan distensi abdomen.
Feses mungkin akan terwarnai darah karena iskemia yang akan datang menyebabkan pelepeasan
mukosa (mucosal sloughing) dan kompresi kelenjar mukus yang menyebabkan evakuasi bekuan
mukoid merah tua (dark red mucoid clots) atau currant jelly stools. Ini sering merupakan tanda yang
terlambat, seperti juga gangguan laboratorium. Suatu perangkap (pitfall) adalah menunggu currant
jelly stool, leukositosis, dan kelainan elektrolit yang sering menjadi ciri usus iskemik.

PEMERIKSAAN FISIK
Tanda-tanda vital anak biasanya normal pada awal perjalanan penyakit. Selama interval tanpa rasa
sakit, anak mungkin tampak nyaman dan pemeriksaan fisik mungkin biasa-biasa saja/ tidak terlalu
jelas. Namun, episode kram perut biasanya terjadi setiap 15-30 menit dan pemeriksaan ulang
mungkin sulit dilakukan. Mungkin terdengar bunyi peristaltik, dan massa berbentuk sosis (sausage-
shaped) atau melengkung (curved) mungkin teraba di mana saja di abdomen atau bahkan dapat
divisualisasikan jika anak relatif kurus (Gbr. 38.2).
Kuadran perut kanan bawah dapat tampak datar atau
kosong (Dance sign) saat massa yang terintususepsi
ditarik ke arah cephal. Pada pemeriksaan RT, lendir
bernoda darah atau darah mungkin ditemukan sebagai
tanda selanjutnya.

Jika proses obstruktif memburuk dan iskemia usus terjadi,


dehidrasi, demam, takikardia, dan hipotensi dapat
berkembang secara berurutan sebagai akibat dari
bakteremia dan nekrosis usus. Prolaps intususeptum
melalui anus merupakan tanda yang serius, terutama bila
intususeptum iskemik. Bahaya terbesar dalam kasus
prolaps intususeptum adalah pemeriksa akan salah
mendiagnosis kondisi tersebut sebagai prolaps rektum
dan upaya reduksi.

Pemeriksaan fisik yang cermat adalah wajib dan dapat dilakukan dengan memasukkan tongue blade
yang dilubrikasi di sepanjang sisi massa yang protrusi sebelum reduksi. Jika blade dapat dimasukkan
lebih dari 1-2 cm ke dalam anus di sepanjang sisi massa, diagnosis intususepsi harus
dipertimbangkan.

DIAGNOSIS
RADIOGRAFI ABDOMINAL
Pada separuh kasus, diagnosis intususepsi dapat
dicurigai pada radiografi abdomen pada posisi
supinasi (flat) dan tegak (upright) (Gbr. 38.3).
Kelainan radiografi sugestif termasuk massa
abdomen, distribusi abnormal konten gas dan fekal,
large bowel gas yang jarang, dan air-fluid level
dengan adanya obstruksi usus. Namun, film foto
polos memiliki nilai yang terbatas dalam
mengkonfirmasi diagnosis dan mungkin paling baik
digunakan dalam stratifikasi risiko ketika ada indeks
kecurigaan klinis yang rendah.

ULTRASONOGRAFI
Penggunaan USG abdomen (US) untuk evaluasi intususepsi pertama kali dijelaskan pada tahun 1977.
Sejak itu, sebagian besar institusi telah mengadopsinya sebagai alat skrining karena kurangnya
paparan radiasi, kemampuan untuk mengidentifikasi titik awal (lead points) patologis, dan biaya
rendah.22 ,23 Temuan karakteristik pada US telah disebut sebagai lesi "target" atau "doughnut"
(Gbr. 38.4), yang terdiri dari cincin ekogenisitas rendah dan tinggi yang bergantian mewakili dinding
usus dan lemak mesenterika di dalam intususeptum dalam proyeksi transversal. Tanda
“pseudokidney” terlihat pada potongan longitudinal (Gbr. 38.5). Pola ini merupakan akibat sekunder
dari dinding edematous intususceptum di dalam intussuscipiens. US juga dapat memandu reduksi
terapi intususepsi.

CT SCAN DAN MRI


Baik computed tomography (CT) maupun magnetic resonance imaging (MRI) secara rutin digunakan
dalam evaluasi pasien dengan intususepsi, meskipun keduanya dapat mengkonfirmasi diagnosis ini
dan/atau penyebab patologis untuk intususepsi, seperti keganasan (yaitu, limfoma). Temuan CT
karakteristik adalah target sign ATAU doughnut sign (Gbr. 38.6). Intususepsi usus halus transien yang
ditemukan pada CT atau MRI biasanya tidak signifikan secara klinis

Penatalaksanaan radiografik atau operatif harus didasarkan pada temuan klinis pada pasien yang
simtomatik. Laparoskopi adalah cara yang sangat baik untuk mengevaluasi pasien ini jika intervensi
pembedahan diperlukan.

MANAJEMEN NONOPERATIF
Jika diagnosis intususepsi dicurigai, selang nasogastrik (NGT) dapat membantu untuk dekompresi
lambung. Bowel rest dan resusitasi cairan intravena harus dimulai. Hitung sel darah lengkap dan
elektrolit serum diperoleh. Tidak perlu pemberian antibiotik rutin. Enema udara atau kontras adalah
pengobatan lini pertama selama tidak ada kontraindikasi untuk reduksi nonoperatif. Kontraindikasi
termasuk perforasi usus (udara bebas intraperitoneal), peritonitis, atau hipotensi persisten.
Keuntungan dari reduksi nonoperatif adalah penurunan morbiditas, biaya, dan lama rawat inap.

REDUKSI HIDROSTATIK DAN PNEUMATIK


Metodologi konseptual untuk reduksi hidrostatik tidak berubah secara signifikan sejak deskripsi
pertama pada tahun 1876. Reduksi hidrostatik dengan barium di bawah panduan fluoroskopik
secara historis digunakan. Baru-baru ini, rumah sakit anak-anak telah beralih ke kontras isotonik
yang larut dalam udara atau air karena potensi bahaya barium pada peritonitis pada pasien dengan
perforasi usus. Reduksi yang berhasil (Gbr. 38.7) pada pasien tanpa komplikasi terlihat pada sekitar
85% kasus dan berkisar antara 42-95%.

Meskipun reduksi pneumatik pertama kali dijelaskan pada tahun 1897, itu mulai mendapatkan
popularitas hanya pada akhir 1980-an. Sejak itu, banyak institusi telah mengadopsi dekompresi
pneumatik karena lebih cepat, lebih aman, tidak berantakan, dan mengurangi waktu paparan
radiasi. Prosedur ini dipantau secara fluoroskopi saat udara dimasukkan ke dalam rektum (Gbr.
38.8). Tekanan udara aman maksimum adalah 80 mmHg untuk bayi yang lebih muda dan 110-120
mmHg untuk bayi yang lebih tua. Kelemahan potensial dari reduksi pneumatik termasuk
kemungkinan berkembangnya tension pneumoperitoneum, dan visualisasi yang buruk dari titik wal
(lead point) dan/atau proses reduksi intususepsi, yang menghasilkan reduksi positif palsu.
Tingkat perforasi berkisar dari 0,4-2,5%, dengan publikasi terbaru mengutip tingkat rata-rata 0,8%.
Tension pneumoperitoneum paling baik ditatalaksana dengan penghentian segera prosedur dan
pelepasan (release) segera pneumoperitoneum menggunakan jarum 14-, 16- , atau 18-gauge atau
angiocatheter di atas atau di bawah umbilikus. Ini harus diikuti dengan eksplorasi operasi segera.39
Untuk reduksi yang tidak berhasil, beberapa penelitian telah menunjukkan peningkatan tingkat
reduksi menggunakan upaya kedua setelah menunggu 30 menit hingga 24 jam setelah upaya awal.

Dalam beberapa kasus, ini dilakukan di ruang operasi sebelum laparoskopi atau bersamaan dengan
reduksi laparoskopi. Premedikasi dengan midazolam dapat meningkatkan kemungkinan reduksi yang
berhasil. Meskipun secara tradisional pasien dirawat setelah reduksi yang berhasil, banyak penelitian
terbaru telah mendokumentasikan pemulangan (discharge home) yang aman dari rumah pasien
tertentu setelah periode observasi singkat di UGD.

Orang tua/pengasuh pasien ini harus diberi konseling tentang risiko rekurensi selama beberapa hari
berikutnya setelah intususepsi awal dan tanda peringatan (warning signs) yang harus segera
kembali. Setiap tanda klinis nyeri abdomen setelah reduksi dapat menjadi tanda usus iskemik atau
intususepsi rekuren, dan US berulang diperlukan.

MANAJEMEN OPERATIF
Operasi diperlukan ketika reduksi nonoperatif tidak berhasil atau tidak lengkap, untuk tanda-tanda
peritonitis, dengan adanya titik awal (lead point), atau dengan bukti radiografi pneumoperitoneum.
Persiapan pra operasi meliputi pemberian antibiotik spektrum luas, resusitasi cairan intravena,
pemasangan kateter urin, dan pemasangan selang nasogastrik (NGT) untuk dekompresi gaster.

PENDEKATAN LAPAROSKOPI
Awalnya, penggunaan laparoskopi dalam manajemen operatif intususepsi adalah diagnostik yang
ketat, digunakan dalam kasus dengan studi radiografi samar-samar (equivocal) atau pada pasien
dengan titik awal (lead point) yang dicurigai, dan dikaitkan dengan tingkat konversi hingga 70%
kasus. Seperti yang telah dilakukan oleh ahli bedah menjadi lebih nyaman dengan laparoskopi,
pendekatan laparoskopi telah menjadi operasi awal pilihan di banyak pusat. Studi yang lebih baru
menunjukkan peningkatan nyeri pasca operasi dan waktu yang lebih singkat untuk menyusui penuh
(full feeds) dan lama rawat dengan reduksi laparoskopi. Tingkat konversi menjadi terbuka yang
dilaporkan bervariasi (12–40%), tetapi sebagian besar melaporkan sekitar 30% dengan tingkat
komplikasi keseluruhan yang rendah.

Kontraindikasi laparoskopi termasuk ketidakstabilan hemodinamik, peritonitis atau bukti


pneumoperitoneum, dan distensi usus yang berat yang membatasi visualisasi. Faktor risiko untuk
peningkatan tingkat konversi ke prosedur terbuka termasuk intususeptum yang meluas melebihi
kolon asendens serta adanya titik awal (lead points) patologis yang diketahui. Sebuah analisis
retrospektif dari 65 kasus menemukan bahwa pada pasien yang tidak dapat direduksi secara
laparoskopi, 33% memiliki titik awal (lead points) yang memerlukan konversi untuk membuka (Gbr.
38.9).

Mayoritas pendekatan invasif minimal menggambarkan penggunaan tiga abdominal ports: satu di
daerah infraumbilikalis, dengan dua port lainnya di sepanjang sisi kiri abdomen. Reduksi laparoskopi
dilakukan dengan memberikan tekanan lembut di distal ke intususeptum menggunakan atraumatic
gripers. Meskipun berlawanan (counterintuitive) dengan metode terbuka konvensional, traksi
biasanya diperlukan proksimal ke intususcipiens untuk menyelesaikan reduksi (Gbr. 38.10). Kekuatan
yang berlebihan harus dihindari, dan jika usus mengecil ke titik di mana ada usus yang tampak
kehitaman (dusky-appearing bowel) atau ahli bedah melihat lebih banyak robekan serosa, prosedur
harus diubah menjadi terbuka.
Apendiktomi tidak rutin dilakukan dengan reduksi laparoskopi kecuali jika dirasakan sebagai titik
awal (lead point). Inspeksi usus yang cermat dilakukan untuk mengevaluasi tanda-tanda iskemia,
nekrosis, atau perforasi. Kritik terhadap reduksi laparoskopi adalah hilangnya sensasi taktil yang
dapat menyebabkan patologi yang terlewatkan.

Jika reseksi diperlukan, hal ini sering dapat dilakukan dengan mengeluarkan usus melalui insisi
periumbilikal yang diperbesar. Jika ini tidak memungkinkan, operasi biasanya diubah menjadi
laparotomi.

PENDEKATAN OPERASI TERBUKA


Paling sering, sekum dan ileum terminal terlibat dan dapat dikeluarkan melalui insisi tradisional
perut kanan bawah (Gbr. 38.11). Penting untuk mengevaluasi luasnya intususeptum sebelum
mengeluarkan karena dapat meluas ke regio rektosigmoid pada kasus yang berat, yang biasanya
memerlukan perluasan insisi. Setelah tepi terdepan dari intususeptum diidentifikasi, ia dimanipulasi
dengan lembut kembali ke posisi normalnya di ileum terminal.

Kekuatan atau tarikan yang berlebihan dihindari untuk mencegah cedera atau perforasi usus.
Ketidakmampuan untuk secara manual mengurangi intususepsi, temuan usus iskemik, atau
identifikasi titik awal (lead points) memerlukan reseksi dan anastomosis atau diversi usus,
tergantung pada kondisi usus dan anak. Meskipun ileopexy telah dijelaskan pada pasien dengan
intususepsi berulang setelah pengurangan operasi, dalam serangkaian 278 pasien, teknik ini tidak
terbukti mengurangi tingkat reintususepsi bila dibandingkan dengan reduksi operatif dan reseksi
daerah yang terkena.

Jika reduksi pembedahan dimungkinkan, usus dievaluasi untuk viabilitas, perforasi, atau titik awal
(lead points). Persimpangan ileocecal (ileocecal junction) yang edema biasanya teraba setelah
intususepsi ileocecal atau ileocolic dan tidak boleh dikacaukan dengan lead point. Usus iskemik yang
meragukan dapat dihangatkan dengan bantalan laparotomi yang dibasahi saline (saline-soaked
laparotomy pads) dan dievaluasi kembali. Setelah reduksi total intususepsi, apendektomi insidental
sering dilakukan karena lokasi scar abdomen mirip dengan insisi apendektomi terbuka.

INTUSUSEPSI BERULANG
Rekurensi intususepsi telah dijelaskan terkait dengan intervensi nonoperatif pada sekitar 10% kasus,
dengan sekitar sepertiga terjadi dalam 24 jam dan sebagian besar dalam 6 bulan dari episode awal.
Kekambuhan cenderung terjadi setelah reduksi atau reseksi operasi. Setelah reduksi laparoskopi,
tingkat rekurensi setinggi 10% telah dilaporkan, meskipun tinjauan sistematis baru-baru ini
menunjukkannya jauh lebih rendah pada 4%.

Ketika ini terjadi, masuk akal untuk mencoba reduksi pneumatik lagi. Pasien dengan intususepsi
berulang cenderung terlihat lebih awal dalam perjalanan mereka karena orang tua mereka lebih
sadar bagaimana mengenali tanda dan gejala. Tingkat keberhasilan dengan reduksi enema setelah
satu rekurensi sebanding dengan yang dengan episode pertama dan lebih baik jika anak sebelumnya
tidak memerlukan reduksi operatif. Temuan ini telah menyebabkan pendekatan nonoperatif untuk
manajemen awal kekambuhan pada kebanyakan pasien selama mereka tidak toksik atau
menunjukkan tanda-tanda peritonitis atau ketidakstabilan hemodinamik.

Perhatian pada intususepsi yang rekuren adalah keganasan tersembunyi (occult malignancy).
Sayangnya, temuan klinis atau pola rekurensi tidak memprediksi adanya titik awal (lead point)
maligna dan reduksi radiografik dengan pemeriksaan USG direkomendasikan untuk mencari patologi
yang tersamar. Ada panduan terbatas pada follow-up imaging, tetapi itu harus ditunda sampai
pembengkakan yang diharapkan dan limfadenopati reaktif potensial yang terkait dengan intususepsi
telah teratasi.

INTUSUSEPSI POSTOPERATIF
Intususepsi pascaoperasi adalah entitas
klinis langka yang telah dijelaskan setelah
reduksi dan reseksi intususepsi ileokolika,
diseksi retroperitoneal, prosedur intra-
abdomen yang panjang, prosedur Ladd,
atau operasi ekstra-abdomen. Hal ini
berkontribusi sekitar 3-10% dari kasus
obstruksi usus postoperatif dan paling
sering terjadi pada 10 hari pertama setelah
prosedur. Ileus dan obstruksi adhesif lebih
sering ditemui sebagai penyebab obstruksi
usus pada pasien pasca operasi . Dengan
demikian, indeks kecurigaan diperlukan, dan
USG adalah alat diagnostik yang berguna. Sebagian besar intususepsi postoperatif adalah ileoileal
dan merespon reduksi operasi tanpa reseksi.

Gbr. 38.11 Insisi yang membelah otot kuadran kanan bawah memungkinkan dalam mengeluarkan
intususepsi melalui insisi. Masase dengan lembut dan terus menerus dari distal ke proksimal
biasanya menghasilkan reduksi intususepsi.
PENGANTAR
Intususepsi adalah invaginasi dari satu segmen usus (intussusceptum) ke bagian lain dari usus
(intussuscipiens). Paling sering terjadi pada arah proksimal ke distal. Daerah yang paling sering
terkena adalah ileum yang masuk ke dalam sekum dan kolon asendens. Insiden tertinggi pada bayi
antara usia 4 dan 10 bulan, tetapi juga dapat ditemukan pada neonatus dan orang dewasa.

ETIOLOGI
Faktor etiologi yang paling umum dalam apa yang disebut "kelompok idiopatik" adalah penyakit
virus sebelumnya baik dari saluran pernapasan bagian atas atau gastroenteritis. Viremia yang
dihasilkan menstimulasi jaringan limfoid terkait usus (GALT) dengan pembesaran dan edema patch
Peyer pada permukaan luminal usus halus bagian distal. Pada saat laparotomi, patch Peyer yang
membesar ini dapat sering ditemukan pada titik awal (lead point) intususepsi bersama dengan
limfadenopati yang tampak jelas pada mesenterium. Hingga 10% anak-anak akan memiliki titik awal
(lead point) patologis, dan di antaranya yang paling umum adalah divertikulum Meckel, tetapi polip,
duplikasi kista dan tumor padat juga telah dijelaskan.

Sebuah titik awal (lead point) patologis harus selalu dicurigai pada anak yang hadir di luar kisaran
normal atau yang memiliki beberapa episode. Intususepsi juga dapat mengikuti pemberian vaksin
rotavirus (khususnya RotaShield, kemudian ditarik), meskipun risikonya tetap tidak dapat
dikuantifikasi. Kondisi ini terlihat lebih sering terjadi pada anak laki-laki, kecuali ada titik awal (lead
point) patologis, di mana insidennya sama.

PRESENTASI KLINIS
Nyeri perut kolik (colicky abdominal pain) dengan bayi yang secara khas "menarik kaki" (“drawing up
the legs”) adalah salah satu tanda klinis pertama dari intususepsi. Anak pada awalnya akan baik-baik
saja di antara kejang/ spasme tetapi kemudian akan menjadi pucat dan letargi. Saat obstruksi
intestinal berkembang, muntah akan menjadi empedu. Pendarahan rektum byang erwarna merah
cerah bercampur dengan lendir, yang disebut " red
currant jelly stool ", akan terlihat pada 25% kasus
dan lebih sering jika pemeriksaan rektal digital
dilakukan. Teraba massa di kuadran kanan atas
atau epigastrium bersama dengan perasaan
kosong yang dapat dibedakan di fossa iliaka kanan
(Dance’s sign).

Nyeri tekan dengan bukti peritonisme


menunjukkan iskemia atau perforasi usus.
Ketidakstabilan hemodinamik ditandai dengan
deplesi volume intravaskular dapat ditemui pada
anak-anak dengan intususepsi. Takikardia dan
penurunan aliran balik kapiler (CRT) harus segera
dilakukan resusitasi yang kuat. Diagnosis harus
selalu diingat ketika menangani anak dengan syok
yang tidak diketahui penyebabnya.
Foto rontgen polos abdomen seringkali bervariasi dan tidak spesifik dan mungkin memiliki tampilan
yang sepenuhnya normal. Atau, mereka mungkin menunjukkan kurangnya gambaran gas ( paucity of
gas) yang relatif, mungkin di fossa iliaka kanan. Seiring berjalannya waktu, gambaran obstruksi small
bowel dengan dilatasi loop berisi gas dan massa jaringan lunak intususeptum dapat terlihat (Gambar
40.1). Diagnosis harus dicurigai atas dasar klinis dan dikonfirmasi dengan USG (US).

DIAGNOSIS
Ultrasonografi sangat akurat dalam diagnosis dengan sensitivitas 98-100% dan spesifisitas 88-100%.
Studi negatif palsu jarang terjadi, bahkan untuk operator yang kurang berpengalaman, dan oleh
karena itu tidak adanya intususepsi pada USG umumnya harus menyingkirkan diagnosis. Tampilan
gambaran karakteristik adalah serangkaian cincin konsentris pada tampilan transversal dan massa
oval berlapis-lapis pada tampilan longitudinal (Gambar 40.2 dan 40.3), lapisan yang mewakili lapisan
invaginasi dari dinding usus dan mukosa edema.

Lokasi yang paling umum adalah di hipokondrium kanan, tetapi dapat meluas sampai ke rektum. US
mungkin tidak selalu dapat menunjukkan secara penuh
karena loop small bowel yang berisi gas dapat
mengganggu visualisasi di mid-abdomen dan pelvis. Color
Doppler dapat digunakan untuk menilai vaskularisasi dari
intususepsi. Jika tidak ada aliran warna yang terlihat, hal
ini berimplikasi bahwa intususepsi mungkin berlangsung
lebih lama dan mungkin lebih sulit untuk direduksi tanpa
pembedahan. Tidak adanya aliran warna tidak selalu
menyiratkan bahwa itu avaskular atau nekrotik dan,
semua faktor lain memuaskan, anak harus tetap
melakukan reduksi radiologis.

Cairan terlihat antara intususcipiens dan intussusceptum,


yang disebut "cairan interloop" (“interloop fluid”) (Gambar
40.4), dikaitkan dengan peningkatan kegagalan reduksi
pneumatik. Kelenjar getah bening adalah temuan umum dan biasanya merupakan cerminan dari
proses inflamasi yang mendasarinya, tetapi dapat mewakili titik awal (lead point), terutama jika
berhubungan dengan penebalan mukosa. USG juga berguna untuk menilai keberadaan dan luasnya
cairan intraperitoneal bebas. Sejumlah kecil cairan biasanya terlihat pada USG, tetapi jumlah cairan
yang lebih besar dapat mengindikasikan perforasi usus. Jika ini merupakan masalah klinis, rontgen
polos dapat membantu.

MANAJEMEN NON-OPERATIF
Setelah diagnosis dikonfirmasi, dan setelah hubungan antara ahli bedah dan ahli radiologi, anak
biasanya akan melanjutkan ke reduksi radiologis, asalkan anak telah diresusitasi dengan adekuat dan
tidak ada kontraindikasi, seperti udara bebas intraperitoneal (free intraperitoneal air) atau tanda-
tanda peritonisme. Riwayat lebih dari 24 jam atau tidak adanya aliran warna (color flow) pada
Doppler tidak dianggap sebagai kontraindikasi tetapi dapat mengindikasikan bahwa reduksi mungkin
lebih sulit dan harus dilakukan dengan hati-hati. Tidak ada keraguan bahwa reduksi enema udara
lebih berhasil dengan riwayat <24 jam.

Reduksi radiologis harus dicoba hanya di center fasilitas pelayan kesehatan yang juga menawarkan
operasi pediatrik jika terjadi komplikasi atau reduksi yang tidak berhasil. Adalah penting bahwa anak
memiliki akses IV yang baik dan telah diresusitasi sepenuhnya. Selang nasogastrik (NGT) harus
dipasang dan antibiotik profilaksis diberikan. Analgesia dapat diberikan atas kebijaksanaan ahli
bedah. Reduksi radiologis dilakukan dengan menggunakan udara di bawah panduan fluoroskopi.
Dimungkinkan juga untuk menggunakan air atau udara di bawah bimbingan USG.

Fluoroskopi memungkinkan visualisasi seluruh abdomen dan oleh karena itu deteksi dini perforasi,
tetapi menggunakan radiasi pengionisasi. USG tidak menggunakan radiasi tetapi hanya dapat
mengikuti kepala intususepsi (head of the intussusception). Reduksi hidrostatik menggunakan
barium atau media kontras yang larut dalam air umumnya tidak lagi digunakan karena reduksi udara
telah terbukti lebih aman, memiliki tingkat reduksi yang lebih tinggi, dan memberikan dosis radiasi
pasien yang lebih rendah. Saat menggunakan reduksi udara, kateter atau selang makanan (feeding
tube) ditempatkan di rektum pasien dan anus ditutup baik dengan mengikat bokong erat-erat
dengan selotip atau oleh ahli radiologi mencengkeram bokong di antara jari-jari.

Beberapa perangkat tersedia untuk menutup anus, tetapi nilainya belum terbukti. Kateter terhubung
ke perangkat atau sistem yang dapat mengalirkan udara pada tekanan konsisten yang dapat diatur
oleh operator. Sistem harus menyertakan perangkat keselamatan untuk mencegah tekanan yang
tidak terduga melebihi yang ditetapkan oleh operator. Anak mungkin dalam posisi supinasi atau
pronasi, tetapi lebih mudah untuk mengobservasi anak jika mereka dalam posisi supinasi. Sebuah
gambar kontrol diperoleh dan kemudian udara perlahan-lahan dimasukkan ke dalam usus besar
sampai tekanan set pertama tercapai, biasanya setara 80 mmHg.

Awal yang lambat ini memungkinkan visualisasi kepala intususeptum (head of the intussusceptum)
dan mencegahnya terlewatkan jika reduksi sangat cepat. Beberapa upaya kemudian akan dilakukan
untuk mengurangi intususepsi biasanya selama 3 menit masing-masing selama 3 kali pada tiga
peningkatan tekanan: 80, 100, dan 120 mmHg. Ini akan dimonitor dengan sangat ketat di bawah
panduan fluoroskopi sehingga, jika perforasi terjadi, segera terdeteksi (Gambar 40.5) dan prosedur
dapat dihentikan segera sebelum pneumoperitoneum menyebabkan terpisahnya (splinting)
diafragma dan henti napas, atau peningkatan stimulasi vasovagal menyebabkan gagal jantung.
Prosedur ini juga dihentikan jika udara terlihat mengalir di sepanjang sisi intususeptum, tanda
"diseksi udara" (“air dissection” sign), karena ini berarti upaya reduksi tidak akan berhasil (Gambar
40.6). Reduksi dicapai ketika udara mengalir bebas ke usus kecil (Gambar 40.7). Prosedur ini
seringkali menyusahkan (distressing) bagi anak dan orang tua mereka jika mereka ada di dalam
ruangan. Namun, hanya beberapa pusat di Inggris yang memberikan sedasi karena ada beberapa
bukti bahwa, ketika anak menangis dan melakukan manuver Valsava, peningkatan singkat tekanan
intra-abdomen membantu reduksi sementara manuver Valsava dapat memberikan efek proteksi
terhadap perforasi. karena tekanan abdominal eksternal menurunkan gradien transmural. Lebih
penting lagi, jika ada penurunan mendadak pada kondisi klinis anak, ini lebih mungkin dideteksi pada
anak yang tidak diberi obat sedasi.

Jika intususepsi direduksi sejauh katup ileosekal tetapi tidak melaluinya (Gambar 40.8), sekarang
dianggap bermanfaat untuk membiarkan anak beristirahat selama beberapa jam karena edema pada
katup ileosekal dapat menetap dan upaya radiologis lebih lanjut untuk mereduksinya dapat
dilakukan untuk menghindari kebutuhan operasi. Upaya kedua dapat dilakukan setelah 4-6 jam jika
anak stabil dan jika intususepsi telah direduksi sebagian pada upaya pertama.

Tingkat reduksi 50-80% yang dilaporkan menunjukkan bahwa ini mungkin merupakan teknik penting
dalam reduksi enema udara yang sebelumnya gagal. Tingkat keberhasilan bervariasi antar lembaga,
tetapi pedoman saat ini menunjukkan bahwa tingkat keberhasilan setidaknya 70% harus dapat
dicapai. Tingkat perforasi biasanya <2% dan orang tua harus diperingatkan bahwa ini akan
memerlukan intervensi bedah segera. Pneumoperitoneum yang signifikan memerlukan dekompresi
segera oleh ahli radiologi, biasanya dengan menempatkan jarum 18 gauge ke dalam abdomen.

Perforasi dengan reduksi udara biasanya tidak mengakibatkan kontaminasi luas karena usus besar
biasanya kosong dari feses dan juga karena udara keluar dan naik ke atas abdomen daripada
mencuci isi yang terkontaminasi di sekitar abdomen seperti yang dilakukan cairan. Perforasi
kemungkinan besar sekunder terhadap nekrosis usus dan bukan tekanan yang berlebihan.

REDUKSI OPERATIF
Indikasi untuk reduksi operatif meliputi:

 Bukti awal peritonisme atau perforasi


 Perforasi selama reduksi radiologis
 Kegagalan reduksi radiologis
 Presentasi ketiga kalinya (presentasi jauh melampaui rentang usia biasanya)

PERSIAPAN PRAOPERATIF

Pengaturan harus dilakukan untuk pembedahan darurat pada


semua bayi yang menjalani reduksi radiologis untuk meminimalkan
penundaan. Resusitasi cairan harus dilanjutkan dan status
hemodinamik bayi dinilai secara teratur. Antibiotik spektrum luas
harus diberikan jika sebelumnya tidak diberikan sebelum upaya
reduksi radiologis, dan selang nasogastrik dipasang.

OPERASI TERBUKA
INSISI
Insisi kulit transversal kanan dibuat di atas atau di bawah umbilikus,
tergantung pada adanya massa atau indikasi radiologis dari lokasi
intususepsi (Gambar 40.9). Otot-otot abdominal lateral, rectus
sheath, dan otot rektus dipisahkan. Sampel cairan peritoneum
dikirim untuk analisis mikrobiologis.

REDUKSI INTUSUSEPSI

Usus yang terkena dikeluarkan dari cavitas abdominalis


untuk memfasilitasi reduksi (Gambar 40.10). Ini sering
melibatkan pemisahan perlekatan peritoneum dari colon
kanan dan sekum menggunakan diseksi tajam. Setelah
segmen yang terkena telah dkeluarkan, semua bagian lain
dari usus dikembalikan ke perut. Reduksi dicapai dengan
memberikan tekanan lembut pada apeks bagian distal
intususepsi. Pegangan (grip) pada usus dapat difasilitasi
dengan penggunaan kain kasa. Traksi pada usus bagian
proksimal harus dihindari tetapi tarikan yang lembut
dapat menentukan arah yang akan digunakan untuk
meremas pereduksi.

Reduksi ileum melalui katup ileocecal membutuhkan


kesabaran. Jari telunjuk dan ibu jari digunakan untuk
menekan (squeeze) apeks intususepsi secara
perlahan sambil menarik dinding cecal ke belakang
(Gambar 40.11). Usus (gut) harus dipalpasi untuk
menyingkirkan titik awal (lead point) patologis,
mengingat bahwa edema katup ileosekal atau patch
Peyer dapat meniru massa intraluminal.

RESEKSI
Reseksi akan diperlukan jika intususepsi tidak dapat direduksi, jika ada usus yang nekrotik atau
terganggu (compromised bowel) setelah reduksi, atau jika ada titik awal (lead point) patologis.
Intususepsi harus direduksi sejauh mungkin untuk meminimalkan luasnya reseksi lain (Gambar
40.12a dan b). Hal ini biasanya segmental dan jarang meluas ke hemikolektomi kanan formal. Jika
intususepsi luas/ ekstensif, yaitu di luar fleksura splenica, maka pertimbangan harus diberikan untuk
memeriksa fleksura duodenojejunal untuk malrotasi yang terjadi bersamaan (coexistent). Jika ada,
prosedur Ladd formal juga harus dilakukan. Dengan adanya insisi transversal di bawah umbilikus,
dapat dilakukan apendisektomi insidental asalkan dinding cecal yang berdekatan sehat (Gambar
40.12c).
ANASTOMOSIS

Suction dari usus proksimal dan distal menghindari


kebutuhan untuk klem usus. Anastomosis primer hampir
selalu memungkinkan (Gambar 40.13) dan dilakukan
dengan satu lapis (single layer) jahitan ekstramukosa
terputus dengan simpul ditempatkan pada permukaan
serosal (misalnya jahitan polidioksanon (polydioxanone
suture) [PDS]). Setiap defek mesenterika ditutup dengan
cara yang sama. Kebutuhan untuk operasi cepat pada bayi
yang sangat sakit, bersama dengan keraguan tentang
viabilitas margin reseksi, mungkin memerlukan
pembentukan stoma yang berdekatan. Penutupan
dilakukan saat kondisi bayi sudah membaik dan stoma yang
sudah sehat. Dimungkinkan untuk menjahit perforasi
menggunakan jahitan ekstramukosa terputus asalkan
tepinya bersih dan viable.

REDUKSI LAPAROSKOPI
Intususepsi adalah indikasi yang masuk akal untuk operasi
invasif minimal. Keuntungan potensial termasuk
kemampuan untuk mendiagnosis reduksi penuh ketika ini
tidak jelas setelah reduksi pneumatik sehingga menghindari laparotomi penuh atau kasus
kekambuhan. Reduksi itu sendiri seringkali lebih bermasalah, biasanya karena dilatasi usus halus
yang dihasilkan, tetapi jika dapat dicapai, menghindari trauma akses terbuka dan secara signifikan
mengurangi risiko adhesi/ perlengketan intraperitoneal.

Intususepsi yang tidak dapat direduksi dapat dieksternalisasi melalui perpanjangan/ekstensi port
umbilikalis atau melalui insisi kecil dan ditempatkan secara akurat. Pneumoperitoneum dicapai
sesuai dengan preferensi bedah. Port akses dimasukkan di kuadran kanan atas dan kuadran kiri
bawah, pada sudut yang tepat ke mesenterium usus halus (Gambar 40.14). Perhatian awalnya
difokuskan di fossa iliaka kanan. Usus halus dan colon diperiksa untuk menemukan area intususepsi.
Reduksi dipengaruhi oleh kombinasi taksi (taxis) dan traksi (traction) menggunakan penggenggam
atraumatik (atraumatic graspers) (Gambar 40.15).

Visualisasi usus yang cermat diperlukan untuk menghindari


ruptur dan kontaminasi intraperitoneal. Dalam kasus reduksi
yang berhasil, apendiks harus dibiarkan in situ karena tidak
ada bekas luka di fossa iliaka kanan. Kurangnya petunjuk taktil
ke lead point patologis harus diingat dan pertimbangan
diberikan untuk mengeluarkan usus halus melalui port
umbilikalis setelah reduksi berhasil pada anak-anak yang lebih
tua.

PERAWATAN PASCA OPERATIF


Cairan IV yang sesuai dan dekompresi nasogastrik dilanjutkan
sampai berkurangnya isi yang diaspirasi menunjukkan
kembalinya fungsi intestinal. Cairan oral dimulai dalam 24 jam, tetapi dengan adanya reseksi dapat
ditunda selama 24 jam. Terapi antibiotik lanjutan ditentukan oleh preferensi ahli bedah dan adanya
kontaminasi peritoneal pada saat laparotomi. Suhu tinggi sering terjadi pada 24-48 jam pertama
pascaoperasi dan biasanya mereda tanpa tatalaksana khusus.

OUTCOME
Rekurensi setelah reduksi pneumatik dilaporkan hingga 10% kasus. Reduksi radiologi lebih lanjut
harus dicoba, tetapi sepertiga harus meningkatkan kemungkinan titik awal patologis. Kematian
akibat intususepsi telah dilaporkan dan berhubungan dengan kegagalan untuk membuat diagnosis
dan resusitasi yang tidak adekuat. Jarang, eksisi katup ileosekal dapat menjadi predisposisi anemia
sekunder akibat deplesi vitamin B12 atau perkembangan batu empedu akibat hilangnya garam
empedu.
INTUSUSEPSI

Intususepsi adalah penyebab utama obstruksi usus pada anak kecil. Ini mengacu pada kondisi di
mana segmen usus ditarik ke dalam lumen usus yang lebih proksimal. Proses ini biasanya dimulai di
daerah ileum terminal, dan meluas ke distal ke dalam kolon asendens, transversum, atau desendens.
Jarang, intususepsi menjadi prolaps melalui rektum. Penyebab intususepsi tidak jelas, meskipun satu
hipotesis menunjukkan bahwa hipertrofi patch Peyer di ileum terminal dari infeksi virus sebelumnya
bertindak sebagai titik awal (lead point).

Gerakan peristaltik usus kemudian menyebabkan usus distal ke titik timah (lead point) berinvaginasi
ke dalam dirinya sendiri. Intususepsi idiopatik terjadi pada anak-anak antara usia sekitar 6 dan 24
bulan. Di luar kelompok usia ini, seseorang harus mempertimbangkan kemungkinan adanya titik
awal (lead point) patologis, yang mencakup polip, tumor ganas seperti limfoma, kista duplikasi
enterik atau divertikulum Meckel. Intususepsi seperti itu jarang direduksi dengan enema udara atau
kontras, dan dengan demikian titik awal (lead point) diidentifikasi ketika reduksi operatif dari
intususepsi dilakukan.

MANIFESTASI KLINIS.

Karena intususepsi sering didahului oleh penyakit virus gastrointestinal, onsetnya mungkin tidak
mudah ditentukan. Biasanya, bayi mengalami paroxysms/ secara tiba-tiba nyeri perut kram dan
muntah intermiten. Di antara serangan, bayi dapat berperilaku normal, tetapi seiring perkembangan
gejala, letargi yang meningkat berkembang. Lendir berdarah (“currant-jelly” stool) dapat terpasase
per rektum.

Pada akhirnya, jika reduksi tidak tercapai, gangren pada intususeptum terjadi, dan dapat terjadi
perforasi. Pada pemeriksaan fisik, massa yang memanjang terdeteksi di kuadran kanan atas atau
epigastrium dengan tidak adanya usus di kuadran kanan bawah (Dance’s sign). Massa dapat terlihat
pada foto polos abdomen tetapi lebih mudah terlihat pada enema udara atau kontras.

TATALAKSANA

Pasien dengan intususepsi harus dinilai adanya peritonitis dan keparahan penyakit sistemik. Setelah
resusitasi dan pemberian antibiotik IV, anak dinilai kesesuaiannya (suitability) untuk dilanjutkan
dengan reduksi radiografi versus reduksi pembedahan. Dengan tidak adanya peritonitis, anak harus
menjalani reduksi radiografi. Jika ada peritonitis, atau jika anak tampak sakit sistemik, laparotomi
segera diindikasikan. Pada pasien yang stabil, enema udara bersifat diagnostik dan mungkin bersifat
kuratif, dan merupakan metode diagnosis dan pengobatan intususepsi yang lebih disukai.

Udara dimasukkan dengan manometer, dan tekanan yang diberikan dimonitor dengan cermat.
Dalam kebanyakan kasus, ini tidak boleh melebihi 120 mmHg. Reduksi yang berhasil ditandai dengan
refluks udara bebas ke dalam multipel loop small bowel dan perbaikan gejala saat bayi tiba-tiba
menjadi bebas rasa nyeri. Kecuali kedua tanda ini diamati, tidak dapat diasumsikan bahwa
intususepsi direduksi. Jika reduksi tidak berhasil, dan bayi tetap stabil, bayi harus dibawa kembali ke
ruang radiologi untuk upaya reduksi berulang setelah beberapa jam.

Strategi ini telah meningkatkan tingkat keberhasilan reduksi nonoperatif di banyak pusat fasilitas
layanan kesehatan. Selain itu, reduksi hidrostatik dengan barium mungkin berguna jika reduksi
pneumatik tidak berhasil. Tingkat keberhasilan keseluruhan reduksi radiografi bervariasi berdasarkan
pengalaman di pusat, dan biasanya antara 60% dan 90%. Jika reduksi nonoperatif berhasil, bayi
dapat diberikan cairan oral setelah periode observasi. Kegagalan untuk mereduksi intususepsi
mengharuskan pembedahan. yang dapat didekati melalui teknik terbuka (open surgery) atau
laparoskopi.

Dalam prosedur terbuka, eksplorasi dilakukan melalui insisi kuadran kanan bawah, mengeluarkan
massa yang terintususepsi ke dalam luka. Reduksi biasanya dapat dicapai dengan tekanan distal yang
lembut, di mana intususeptum dimasase/dipijat (milked out) dengan lembut dari intususcipiens (Gbr.
39-20). Perawatan harus diambil untuk tidak menarik usus keluar, karena hal ini dapat menyebabkan
kerusakan pada dinding usus. Suplai darah ke apendiks sering terganggu, dan oleh karena itu
apendiktomi sering dilakukan. Jika usus menjadi gangren, reseksi dan anastomosis primer dilakukan.

Di tangan yang berpengalaman, reduksi laparoskopi dapat dilakukan, bahkan pada bayi yang sangat
muda. Ini dilakukan dengan menggunakan laparoskop 5 mm yang ditempatkan di umbilikus, dan dua
port tambahan 5 mm di kuadran kiri dan kanan bawah. Usus diperiksa, dan jika tampak layak,
reduksi dilakukan dengan milking usus atau menggunakan traksi dengan lembut, meskipun
pendekatan ini biasanya tidak dianjurkan selama reduksi manual.

Penggenggam (graspers) usus atraumatik memungkinkan usus ditangani tanpa melukainya. Cairan IV
dilanjutkan sampai ileus pascaoperasi mereda. Pasien dimulai dengan cairan yang jernih (clear
liquids), dan diet mereka ditingkatkan sesuai toleransi. Dari catatan, intususepsi berulang terjadi
pada 5 - 10% pasien, terlepas dari apakah usus direduksi secara radiografi atau pembedahan. Pasien
datang dengan gejala berulang pada periode pasca operasi segera. Tatalaksana melibatkan enema
udara berulang, yang berhasil dalam banyak kasus.

Pada pasien yang mengalami tiga atau lebih episode intususepsi, keberadaan titik awal (lead point)
patologis harus dicurigai dan dievaluasi secara hati-hati dengan menggunakan studi kontras. Setelah
episode ketiga intususepsi, banyak ahli bedah pediatrik akan melakukan laparotomi eksplorasi untuk
mengecilkan usus dan mereseksi titik awal patologis jika teridentifikasi.
Pendekatan pada Bayi Muntah

Semua bayi muntah. Karena muntah pada bayi sangat umum terjadi, penting untuk membedakan
antara muntah normal dan tidak normal, yang mungkin mengindikasikan gangguan mendasar yang
berpotensi serius. Untuk menentukan keseriusan serangan muntah bayi tertentu, kita perlu
mengkarakterisasi seperti apa muntahan itu dan seberapa sakit bayi itu. Muntah yang terlihat
seperti menyusu dan muncul segera setelah makan hampir selalu merupakan refluks
gastroesofageal. Ini mungkin atau tidak menjadi perhatian, seperti yang dijelaskan sebelumnya.

Muntah yang terjadi beberapa saat setelah menyusui, atau muntah yang keluar dari mulut bayi
mungkin merupakan indikasi stenosis pilorus. Sebaliknya, muntah yang memiliki warna hijau di
dalamnya selalu mengkhawatirkan. Ini mungkin mencerminkan volvulus usus, infeksi yang
mendasarinya, atau penyebab lain dari obstruksi usus. Penjelasan lebih rinci tentang pengelolaan
kondisi ini diberikan pada bagian berikut.

TEMA BEDAH PEDIATRI: PITFALLS AND PEARLS

1. Anak-anak bukanlah orang dewasa kecil, tetapi mereka adalah orang-orang kecil (little people).
Dalam istilah praktis, pengulangan yang sering terdengar ini menyiratkan bahwa anak-anak
memiliki kebutuhan cairan, elektrolit, dan obat-obatan yang unik. Dengan demikian, dosis obat
dan pemberian cairan IV harus selalu didasarkan pada beratnya. Akibat wajar dari poin ini adalah
bahwa bayi dan anak kecil sangat sensitif terhadap gangguan dalam fisiologi normal mereka dan
dapat dengan mudah mengalami kelebihan cairan atau dehidrasi.
2. Anak-anak yang sakit berbisik sebelum berteriak. Anak-anak dengan penyakit bedah dapat
memburuk dengan sangat cepat. Tapi sebelum mereka memburuk, mereka sering menunjukkan
temuan fisik yang halus. Temuan ini—disebut sebagai “bisikan”—mungkin termasuk tanda-tanda
seperti takikardia, bradikardia, hipotermia, demam, muntah berulang, atau intoleransi makan.
Perhatian yang cermat terhadap penemuan-penemuan halus ini dapat membuka kedok
perkembangan gangguan fisiologis yang berpotensi serius dan mengancam jiwa.
3. Selalu mendengarkan ibu dan ayah. Penyakit bedah pada anak-anak bisa sangat sulit untuk
didiagnosis karena anak-anak seringkali kurang komunikatif, dan informasi yang mereka
komunikasikan mungkin membingungkan, bertentangan, atau keduanya. Dalam semua kasus,
adalah bijaksana untuk mendengarkan orang tua anak, yang telah mengamati anak mereka
dengan cermat dan mengenalnya dengan baik. Yang terpenting, orang tua anak mengetahui
dengan pasti apakah anak sakit atau tidak, meski tidak selalu mengetahui diagnosis yang tepat.
4. Jaringan pediatrik harus ditangani dengan hati-hati dan dengan rasa hormat yang mendalam.
5. Anak-anak menderita sakit setelah operasi. Manajemen nyeri yang tepat waktu dan adekuat
harus menyertai intervensi pembedahan.
6. Berikan perhatian khusus pada pasien anak pascaoperasi yang nyerinya tidak dapat diredakan
dengan pemberian agen analgesik dalam jumlah standar. Tanyakan pada diri Anda sendiri
apakah ada komplikasi pascaoperasi yang signifikan namun tidak diketahui.

PERTIMBANGAN UMUM
KESEIMBANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT
Dalam mengelola pasien bedah anak, pemahaman tentang keseimbangan cairan dan elektrolit
sangat penting karena margin antara dehidrasi dan kelebihan cairan kecil. Hal ini terutama berlaku
pada bayi, yang memiliki sedikit cadangan pada awal dan bahkan lebih sedikit ketika sakit. Kegagalan
untuk memperhatikan dengan cermat status hidrasi mereka dapat mengakibatkan kelebihan cairan
atau dehidrasi yang signifikan. Beberapa diagnosis bedah seperti gastroschisis atau short-gut
syndrome ditandai dengan predisposisi kehilangan cairan.

Yang lain memerlukan pemulihan volume intravaskular yang bijaksana untuk mencegah gagal
jantung seperti halnya pada pasien dengan hernia diafragma kongenital dan hipertensi pulmonal
terkait. Hari fisiologis bayi berdurasi sekitar 8 jam. Oleh karena itu, penilaian yang cermat terhadap
keseimbangan cairan individu pasien, termasuk asupan dan keluaran cairan selama 8 jam

Tanda-tanda klinis dehidrasi termasuk takikardia, penurunan output urin, turgor kulit berkurang,
fontanel terdepresi, tidak ada air mata, letargi, dan makan yang buruk. Kelebihan cairan sering
dimanifestasikan dengan timbulnya kebutuhan oksigen baru, distress pernapasan, takipnea, dan
takikardia. Pengkajian fisik status cairan setiap anak harus mencakup evaluasi lengkap dari kepala
hingga kaki, dengan penekanan pada penentuan apakah terdapat gangguan pada fisiologi normal.

Pada usia kehamilan 12 minggu, total air tubuh (total body water) janin kira-kira 94 cc/kg. Pada saat
janin mencapai cukup bulan, total air tubuh (total body water) telah menurun menjadi sekitar 80
cc/kg. Total air tubuh (total body water) turun 5% tambahan dalam minggu pertama kehidupan, dan
pada 1 tahun kehidupan, total air tubuh (total body water) mendekati tingkat dewasa, sekitar 60 –
65 cc/kg. Sejalan dengan penurunan total air tubuh adalah pengurangan cairan ekstraseluler.
Perubahan ini dipercepat pada bayi prematur yang mungkin menghadapi kehilangan cairan
tambahan karena kelainan kongenital atau pembedahan. Cairan pemeliharaan harian normal untuk
sebagian besar anak dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus berikut:

 100 mL/kg untuk 10 kg pertama, ditambah 50 mL/kg untuk 11 hingga 20 kg, ditambah 25
mL/kg untuk setiap kilogram tambahan berat badan sesudahnya.

Karena cairan IV (IV) ditulis sebagai ml per jam, ini dapat dengan mudah diubah menjadi:

 4 mL/kg/jam hingga 10 kg, tambahkan 2 mL/kg/jam untuk 11 hingga 20 kg, dan tambahkan 1
mL/ kg/jam untuk setiap kilogram tambahan berat badan sesudahnya.

Sebagai contoh, seorang anak dengan berat badan 26 kg memiliki perkiraan kebutuhan cairan
pemeliharaan (10 × 4) + (10 × 2) + (6 × 1) = 66 mL/jam tanpa adanya kehilangan cairan atau syok
yang masif.

Bayi baru lahir dengan gastroschisis akan menunjukkan kehilangan evaporatif yang signifikan dari
usus yang terbuka sehingga kebutuhan cairan dapat berkisar antara 150 - 180 cc/kg/hari.
Penatalaksanaan yang tepat dari status cairan neonatus memerlukan pemahaman tentang
perubahan laju filtrasi glomerulus (GFR) dan fungsi tubulus ginjal. GFR bayi cukup bulan adalah
sekitar 21 mL/menit/1,73 m2 dibandingkan dengan 70 mL/menit/1,73 m2 pada orang dewasa.
Dalam 2 minggu pertama kehidupan, GFR meningkat menjadi kira-kira 60, dan pada usia 2 tahun
pada dasarnya berada pada tingkat dewasa.

Kapasitas untuk memekatkan urin sangat terbatas pada bayi prematur dan cukup bulan.
Dibandingkan dengan orang dewasa yang dapat memekatkan urin hingga 1200 mOsm/kg, bayi dapat
mengkonsentrasikan urin paling baik hingga 600 mOsm/kg. Sementara bayi mampu mensekresi
hormon antidiuretik, ADH, permeabilitas air osmotik yang diperantarai aquaporin water channel
pada tubulus collecting bayi sangat terbatas dibandingkan dengan orang dewasa, yang
menyebabkan insensitivitas terhadap ADH.

Kebutuhan natrium berkisar dari 2 mEq/kg per hari pada bayi cukup bulan hingga 5 mEq/kg per hari
pada bayi prematur yang sakit kritis sebagai akibat dari salt wasting. Kebutuhan kalium berkisar
antara 1 – 2 mEq/kg per hari. Suplementasi kalsium dan magnesium cairan IV sangat penting untuk
mencegah laringospasme, disritmia, dan tetani.

Anda mungkin juga menyukai