Anda di halaman 1dari 3

Rumah Bobrok

Cerpen Karangan: ZaiJeeLea
Kategori: Cerpen Kehidupan, Cerpen Penyesalan
Lolos moderasi pada: 25 July 2021

Rumah megah bak istana itu tidak berarti apa-apa lagi bagi Ani. Tampak kokoh dari luar namun
jika sudah masuk ke dalam tahulah bahwa rumah itu sebenarnya sudang diambang kehancuran.

Sejak suami tercintanya membawa seorang gadis belia tidur bersama, dari situlah rumah besar itu
mulai runtuh. Setiap hari reruntuhannya semakin banyak. Rumah itu semakin bobrok. Sayangnya
hanya Ani yang mampu melihatnya.

Padahal usia rumah tangga mereka sudah tiga puluh tahun. Tahun demi tahun yang dilewati
susah-senang bersama. Manis pahit berdua. Jika dulu mereka hanya mampu tinggal di rumah
sewa dengan bayaran menunggak satu tahun, sekarang mereka sudah tinggal di rumah besar
yang orang-orang bilang bak istana ini, Ani selalu ada di samping suaminya. Tidak pernah absen.

“Ani, kalau kita kaya nanti aku janji akan membeli rumah paling mahal di kota ini,” kata-kata
suaminya dua puluh tahun lalu terlintas begitu saja di kepala Ani.
“Ah, abang ini. Beli yang biasa-biasa saja bang. Asal bisa tidur dengan nyaman.”
“Oh, tidak, tidak. Pokoknya kita akan tinggal di rumah paling besar.”
“Ani takut bang.”
“Apa yang kau takutkan?”
“Rumah besar pasti rawan perampokan.”
“Tenang saja! Kita sewa pengawal banyak-banyak.”

Dari percakapan sehabis makan malam di rumah mereka yang masih menyewa itu, Ani tidak
pernah menyangka impian suaminya menjadi kenyataan. Mereka menjadi kaya-raya dan mampu
membeli rumah paling mahal di tengah kota. Semua kekayaan itu berasal dari bisnis rumah
makan mereka yang tersebar di seluruh pulau. Jumlahnya hampir seratus buah. Dengan cabang-
cabang rumah makan yang tersebar itu, maka suaminya sering bepergian dari satu kota ke kota
lain. Dari pulau ini ke pulau itu. Berhari-hari tidak pulang. Bahkan pernah satu bulan penuh
meninggalkan Ani.

Semula Ani memang tidak pernah mengkhawatirkan suaminya berselingkuh. Ia percaya suaminya
lelaki setia. Sampai suatu ketika, saat Ani mencoba menghubungi suaminya yang sedang berada
di salah satu kota di Sumatera, Ani dikejutkan oleh satu suara yang tidak dikenalnya.

“Ini siapa?” tanya Ani kepada yang menjawab telpon.


“Saya sekretaris pak Adi. Anda siapa?”
Ani melirik jam dinding yang tak jauh dari tempatnya. Jam sebelas malam saat itu. Badan Ani
panas dingin, suaranya bergetar.
“Mas Adinya ada?”
“Ada. Tapi sudah tidur. Kelelahan.” jawab suara di seberang.
“Tolong bangunkan Mas Adi,” pinta Ani. Namun ditolak secara halus oleh si penjawab.
“Saya akan sampaikan kepada Mas Adi kalau nanti beliau bangun. Ngomong-ngomong nama anda
siapa? Biar Mas Adi langsung bisa menghubungi anda.”
“Saya istrinya.”
Setelah Ani berkata begitu, telepon langsung ditutup.

Semalaman Ani tidak bisa tidur. Ia hanya duduk gelisah di tempat tidur king size dengan perasaan
campur aduk. Sekarang ia tidak yakin lagi bahwa suaminya adalah lelaki yang setia. Mungkinkah
selama ini, setiap keluar kota Mas Adi selalu tidur dengan wanita lain? begitulah pikiran Ani.

Kalau harus jujur, Ani memang merasakan perbedaan sikap Mas Adi beberapa tahun belakangan.
Tidak terlalu kentara memang, dan Ani maklum sekali atas perubahan sikap itu. Ani yakin itu
semata-mata hanya karena Mas Adi terlalu lelah mengurusi bisnis mereka. Namun sekarang
keyakinan Ani sudah goyah.
Rumah Bobrok
Cerpen Karangan: ZaiJeeLea
Kategori: Cerpen Kehidupan, Cerpen Penyesalan
Lolos moderasi pada: 25 July 2021

Rumah megah bak istana itu tidak berarti apa-apa lagi bagi Ani. Tampak kokoh dari luar namun
jika sudah masuk ke dalam tahulah bahwa rumah itu sebenarnya sudang diambang kehancuran.

Sejak suami tercintanya membawa seorang gadis belia tidur bersama, dari situlah rumah besar itu
mulai runtuh. Setiap hari reruntuhannya semakin banyak. Rumah itu semakin bobrok. Sayangnya
hanya Ani yang mampu melihatnya.

Padahal usia rumah tangga mereka sudah tiga puluh tahun. Tahun demi tahun yang dilewati
susah-senang bersama. Manis pahit berdua. Jika dulu mereka hanya mampu tinggal di rumah
sewa dengan bayaran menunggak satu tahun, sekarang mereka sudah tinggal di rumah besar
yang orang-orang bilang bak istana ini, Ani selalu ada di samping suaminya. Tidak pernah absen.

“Ani, kalau kita kaya nanti aku janji akan membeli rumah paling mahal di kota ini,” kata-kata
suaminya dua puluh tahun lalu terlintas begitu saja di kepala Ani.
“Ah, abang ini. Beli yang biasa-biasa saja bang. Asal bisa tidur dengan nyaman.”
“Oh, tidak, tidak. Pokoknya kita akan tinggal di rumah paling besar.”
“Ani takut bang.”
“Apa yang kau takutkan?”
“Rumah besar pasti rawan perampokan.”
“Tenang saja! Kita sewa pengawal banyak-banyak.”

Dari percakapan sehabis makan malam di rumah mereka yang masih menyewa itu, Ani tidak
pernah menyangka impian suaminya menjadi kenyataan. Mereka menjadi kaya-raya dan mampu
membeli rumah paling mahal di tengah kota. Semua kekayaan itu berasal dari bisnis rumah
makan mereka yang tersebar di seluruh pulau. Jumlahnya hampir seratus buah. Dengan cabang-
cabang rumah makan yang tersebar itu, maka suaminya sering bepergian dari satu kota ke kota
lain. Dari pulau ini ke pulau itu. Berhari-hari tidak pulang. Bahkan pernah satu bulan penuh
meninggalkan Ani.

Semula Ani memang tidak pernah mengkhawatirkan suaminya berselingkuh. Ia percaya suaminya
lelaki setia. Sampai suatu ketika, saat Ani mencoba menghubungi suaminya yang sedang berada
di salah satu kota di Sumatera, Ani dikejutkan oleh satu suara yang tidak dikenalnya.

“Ini siapa?” tanya Ani kepada yang menjawab telpon.


“Saya sekretaris pak Adi. Anda siapa?”
Ani melirik jam dinding yang tak jauh dari tempatnya. Jam sebelas malam saat itu. Badan Ani
panas dingin, suaranya bergetar.
“Mas Adinya ada?”
“Ada. Tapi sudah tidur. Kelelahan.” jawab suara di seberang.
“Tolong bangunkan Mas Adi,” pinta Ani. Namun ditolak secara halus oleh si penjawab.
“Saya akan sampaikan kepada Mas Adi kalau nanti beliau bangun. Ngomong-ngomong nama anda
siapa? Biar Mas Adi langsung bisa menghubungi anda.”
“Saya istrinya.”
Setelah Ani berkata begitu, telepon langsung ditutup.

Semalaman Ani tidak bisa tidur. Ia hanya duduk gelisah di tempat tidur king size dengan perasaan
campur aduk. Sekarang ia tidak yakin lagi bahwa suaminya adalah lelaki yang setia. Mungkinkah
selama ini, setiap keluar kota Mas Adi selalu tidur dengan wanita lain? begitulah pikiran Ani.

Kalau harus jujur, Ani memang merasakan perbedaan sikap Mas Adi beberapa tahun belakangan.
Tidak terlalu kentara memang, dan Ani maklum sekali atas perubahan sikap itu. Ani yakin itu
semata-mata hanya karena Mas Adi terlalu lelah mengurusi bisnis mereka. Namun sekarang
keyakinan Ani sudah goyah.

Anda mungkin juga menyukai