Anda di halaman 1dari 38

INTERAKSI RADIASI DENGAN MATERI

PENDAHULUAN

Bab V pada e-modul ini menjelaskan tentang dua macam interaksi radiasi dengan
materi, yaitu interaksi foton dengan materi dan interaksi radiasi pengion langsung dengan
materi. Materi pada interaksi foton dengan materi meliputi hamburan Thomson, hamburan
Rayleigh, efek fotolistrik, hamburan Compton, produksi pasangan dan pembentukan triplet,
reaksi fotonuklir, efek individu yang relatif predominan, efek yang mengikuti interaksi
individual foton, fluoresensi yang dihasilkan, efek Auger, serta kontribusi efek individu pada
koefisien atenuasi, koefisien energi transfer, dan koefisien absorpsi enegi. Pada inteaksi radiasi
pengion langsung dengan materi, dalam hal ini adalah elektron, materinya berupa daya henti
(tumbukan dan radiatif), daya hambur, jangkauan, straggling, daya henti terbatas, transfer
energi linier, interaksi elektron orbital, interaksi nuklir, dan kalkulasi dosis absorpsi dalam
interaksi dengan partikel bermuatan.

TUJUAN

Setelah menyelesaikan bab ini, mahasiswa diharapkan dapat memahami dan


menjelaskan interaksi radiasi dengan materi.

PENYAJIAN MATERI
A. Interaksi Foton dengan Materi
5.1. Hamburan Thomson
J. J. Thomson memberikan deskripsi teoretis paling awal tentang proses di mana foton
sinar gamma dapat dihamburkan oleh elektron. Dalam teori ini, elektron dianggap bebas untuk
berosilasi di bawah pengaruh vektor listrik dari gelombang elektromagnetik klasik yang datang,
kemudian segera memancarkan kembali foton dengan energi yang sama. Elektron tidak
mempertahankan energi kinetik sebagai akibat dari peristiwa hamburan elastis ini. Ini sesuai
dengan prediksi kinematik dari perlakuan Compton relativistik cukup baik hingga hv = 0,01
MeV. Gambar 5.1 dengan jelas menunjukkan pernyataan ini pada energi foton rendah. Video 1
menyajikan penjelasan lebih lanjut mengenai hamburan Thomson.
Gambar 5.1. Representasi Grafis Hubungan Kinetik hv, hv’, dan T pada Efek Compton

Thomson juga menyimpulkan bahwa penampang diferensial per elektron untuk foton
yang tersebar pada sudut , per satuan sudut padat, dapat dinyatakan sebagai

dengan unit per elektron. adalah jari-jari elektron yang bernilai 2,818 x 10 -13 cm.
Jika bernilai 0 dan 180 , maka hasil persamaan tersebut adalah 7,94 x 10 -26 . Dengan
demikian, menurut Thomson, distribusi sudut foton yang tersebar untuk sejumlah besar peristiwa
diprediksi simetris depan-belakang. Jika berkas foton tidak terpolarisasi, maka akan ada simetri
silinder di sekitar sumbu berkas.
5.2. Hamburan Rayleigh
Hamburan Rayleigh dikenal sebagai hamburan koheren atau elastis. Ini dikarenakan
foton dihamburkan oleh aksi gabungan dari seluruh atom. Pada dasarnya, foton tidak kehilangan
energi, tetapi atom bergerak cukup untuk menghemat momentum. Foton diarahkan hanya
melalui sudut kecil. Oleh karena itu, efek pada berkas foton hanya dapat dideteksi dalam
geometri berkas sempit. Hamburan Rayleigh tidak memberikan kontribusi apa pun terhadap
kerma atau dosis, karena tidak ada energi yang diberikan kepada partikel bermuatan apa pun,
juga tidak ada ionisasi atau eksitasi yang dihasilkan.
Hamburan Rayleigh terjadi pada energi foton rendah, elektron menyerap energi dan
mengakibatkan bervibrasi yang frekuensinya sama dengan frekuensi sinar-X datang. Kondisi
demikian menyebabkan atom dalam keadaan tereksitasi, dan secepatnya elektron memancarkan
energi ke segala arah dengan frekuensi sama dengan frekuensi foton datang. Dalam proses
hamburan ini terjadi atenuasi tanpa absorpsi. Elektron yang bervibrasi tetap terikat oleh inti
dalam atom. Kemungkinan hamburan elastis meningkat pada elektron dengan energi ikat tinggi,
yang berarti elektron atom dengan nomer atom tinggi, serta energi foton dengan energi relatif
rendah.
Koefesien atenuasi massa / meningkat dengan kenaikan nomor atom medium (~ Z2)
dan menurun dengan kenaikan energi foton datang (/ ~ 1/hf). Interaksi hamburan elestis
terjadi terjadi pada semua energi sinar-X, namun kemungkinannya tidak lebih dari 10% dari
seluruh proses interaksi dalam radiologi. Tabel 5.1 menampilkan rasio Rayleigh terhadap
koefisien atenuasi total ( ⁄ ). Video 2 menampilkan penjelasan singkat mengenai hamburan
Rayleigh.
Tabel 5.1. Rasio Rayleigh terhadap Koefisien Atenuasi Total
5.3. Efek fotolistrik
Efek fotolistrik dominan dalam diagnostik, terutama untuk energi foton rendah. Efek ini
merupakan interaksi antara foton dengan elektron terikat, dan berkontribusi besar dalam
pencitraan diagnostik. Energi elektron datang seluruhnya diserap oleh eletron, yang kemudian
keluar dari orbit. Sebagian energi digunakan untuk membebaskan elektron dari tenaga ikat inti,
dan sisanya untuk tenaga kinetik elektron. Meskitpun efek fotolistrik dapat terjadi antara foton
dengan elektron pada sembarang kulit atom, namun kemungkinan tinggi terjadi dengan elektron
yang paling kuat terikat. Gambar 5.2a dan b menampilkan ilustrasi dan kinematika efek
fotolistrik.

Gambar 5.2. Ilustrasi dan Kinematika Efek Fotolistrik

Elektron berangkat dari interaksi pada sudut relatif terhadap arah datangnya foton,
membawa momentum p. Karena foton telah diserap secara total, maka tidak ada foton tersebar
untuk membantu mempertahankan momentum. Dalam efek fotolistrik, peran itu diambil oleh
atom dari mana elektron dilepaskan. Meskipun energi kinetiknya , momentum tidak
dapat diabaikan. Arah yang diambil oleh atom rekoil tidak terlalu berpengaruh karena membawa
energi kinetik yang dapat diabaikan. Ini cukup dikatakan bahwa atom menyebar ke arah yang
memerlukan momentum untuk dipertahankan dalam setiap peristiwa fotolistrik, dan pada 0 <
< 180 .
Pada daerah energi 0,1 MeV dan di bawahnya, efek fotolistrik menjadi interaksi
paling penting. Perlu diingat bahwa
̃ ⁄

dan akibatnya koefisien atenuasi massa fotolistrik menjadi

̃ ( * ⁄

Hubungan ini dapat dibandingkan pada kurva di Gambar 5.3 berikut ini.

Gambar 5.3. Koefisien Atenuasi Massa untuk Karbon dan Timbal.

Pada Gambar 5.3, mengindikasikan kontribusi efek fotolistrik, adalah efek Compton,

merupakan produksi pasangan, dan adalah hamburan Rayleigh (koheren/elastis). adalah

total keseluruhan yang mendekati Pb dengan kurva di bawah 0,1 MeV. Kurva berlabel

di bagian a mewakili koefisien atenuasi massa fotolistrik untuk karbon, dan di bagian b untuk
timbal yang diplot versus . Kurva karbon dengan jelas mendekati ketergantungan
timbal juga seperti itu, kecuali di mana patahan terjadi. Daerah bawah disebut "K-edge" pada 88
keV, dua elektron kulit K tidak dapat berpartisipasi dalam efek fotolistrik karena energi ikatnya
= 88 keV terlalu besar. Hanya elektron kulit L, M, dan yang lebih tinggi dapat
melakukannya. Tepat di atas 88 keV, elektron kulit K dapat berpartisipasi. Dengan demikian,

besarnya fungsi langkah yang dihasilkan (dari 7,1 turun menjadi 1,7 ⁄ ) menunjukkan
pentingnya kontribusi dua elektron kulit K pada fotolistrik penampang, dibandingkan dengan 80
elektron lainnya dalam atom. Kulit K menyumbang lebih dari tiga perempat karena energi ikat
yang besar dari kedua elektron tersebut dan ketergantungan yang kuat dari efek fotolistrik pada
energi ikat. Kulit L menunjukkan efek yang sama pada tiga tepi L ( pada 15,9, pada 15,2,
dan pada 13,0 keV) yang sesuai dengan tiga tingkat energi di kulit L. Langkah tepi L
gabungan lebih kecil daripada di tepi K karena energi ikat kulit L yang lebih rendah.
Perhatikan Gambar 5.4 di bawah ini. Pada grafik, terlihat bahwa efek fotolistrik akan
disertai oleh pancaran sinar-X karakteristik medium penyerap. Koefesien absorpsi massa
fotolistrik menurun cepat dengan kenaikan energi [/ ~ (1/hv)3], dan meningkat dengan
kenaikan nomor atom medium [/ ~ Z3].

Gambar 5.4. Hasil fluoresensi ( ) dan partisipasi fraksional dalam efek fotolistrik oleh
elektron kulit K dan L
Ketika sebuah elektron dikeluarkan dari kulit atom bagian dalam dengan proses apapun, seperti
efek fotolistrik, konversi internal, penangkapan elektron, atau tumbukan partikel bermuatan,
maka kekosongan yang dihasilkan segera diisi oleh elektron lain yang jatuh dari kulit yang
terikat kurang rapat. Untuk vakansi kulit K dan L, transisi ini kadang-kadang disertai dengan
emisi sinar-X fluoresensi energi kuantum atau masing-masing, sama dengan perbedaan
energi potensial antara tingkat pemberi dan penerima. Probabilitas terjadinya ini disebut hasil
fluoresensi (fluorescence yiled), atau . Nilainya diplot pada Gambar 5.4 sebagai fungsi
nomor atom. terlihat meningkat dengan cepat untuk Z > 10, secara bertahap mendekati
kesatuan untuk elemen Z tinggi. bernilai nol untuk unsur di bawah tembaga, naik menjadi
hanya 0,42 pada Z = 90. Peluang emisi sinar-X fluoresensi selama pengisian vakansi di kulit M
(atau lebih tinggi) sangat kecil.

5.4. Hamburan Compton


Efek hamburan inelastik Compton merupakan interaksi antara foton dengan elektron
bebas. Proporsi energi dan momentum yang ditransfer pada elektron tergantung pada sudut θ dan
φ. Energi yang ditransfer kepada elektron tergantung pada sudut φ, dan dalam diagnostik relatif
sangat rendah. Gambar 5.5 menampilkan kinematika efek Compton.

Gambar 5.5. Kinematika Efek Compton

Pada Gambar 5.5, sebuah foton dengan energi kuantum hv datang dari kiri menumbuk sebuah
elektron stasioner yang tidak terikat, lalu menghamburkannya pada sudut relatif terhadap arah
foton datang dengan energi kinetik T. Foton yang dihamburkan hv' berangkat dengan sudut
pada sisi yang berlawanan dari arah semula pada bidang hamburan yang sama. Energi dan
momentum masing-masing kekal. Asumsi elektron yang tidak terikat berarti bahwa hubungan
kinematik di atas tidak bergantung pada nomor atom medium.
Untuk elektron bebas, kemungkinan interaksi Compton menurun dengan kenaikan
energi foton, utamanya untuk energi foton lebih dari 100 keV. Untuk energi foton rendah,
koefesien atenuasi massa Compton (/) mendekati konstan dalam diagnostik, sebagai akibat
kemungkinan adanya interaksi foton dengan elektron tidak bebas (energi ikat tidak dapat
diabaikan).

( ⁄ )

( ⁄ ) ( )

dengan sebesar 0,511 MeV.


Gambar 5.1 merupakan representasi grafis hubungan kinematik di antara hv, hv’, dan T
pada persamaan di atas. Dapat dilihat bahwa untuk hv yang di bawah 0,01 MeV, semua kurva
untuk nilai yang berbeda bertemu di sepanjang diagonal, menunjukkan bahwa hv' = hv
terlepas dari sudut hamburan foton. Akibatnya, elektron praktis tidak menerima energi kinetik
dalam interaksi. Ini berarti hamburan Compton hampir elastis untuk energi foton rendah. Teori
hamburan sinar gamma sebelumnya oleh Thomson, berdasarkan pengamatan hanya pada energi
rendah, meramalkan bahwa foton yang dihamburkan harus selalu memiliki energi yang sama
dengan energi yang datang, terlepas dari hv atau . Ini ditunjukkan pada Gambar 5.1 dengan
perpanjangan garis diagonal ke energi tinggi. Kurva ini juga berlaku untuk efek Compton untuk
kasus hamburan lurus ke depan dengan = 0.
Arah hamburan cenderung ke depan dengan kenaikan energi. Namun, perubahan arah
hamburan kecil untuk energi foton dalam rentang diagnostik. Untuk obyek tebal, seperti pada
pasien, radiasi primer maupun hamburan akan diatenuasi, sehingga arah hamburan menjadi lebih
kompleks. Sebagian besar radiasi yang keluar dari pasien dihamburkan balik. Gambar 5.6
memuat grafik hubungan antara , , dan .

Gambar 5.6. Hubungan antara sudut hambur elektron terhadap sudut hambur foton pada
efek Compton
Ketika = 0, = 90 , dan ketika = 180 , = O untuk semua energi foton. Elektron hanya
dapat dihamburkan di bagian depan oleh peristiwa Compton. Ketergantungan pada adalah
fungsi kuat dari antara sudut yang ekstrim. Untuk energi foton rendah 90 ⁄ , sudut
hamburan elektron berangsur-angsur berkurang dari 90 ke 0 saat sudut foton meningkat dari 0
ke 180 , dan = pada sekitar 60 . Pada energi foton tinggi, variasi utama dalam
terkonsentrasi pada nilai kecil, dan sebaliknya. Misalnya, pada = 500 MeV, = pada
2,59 . Semua foton yang dihamburkan pada sudut antara 2,59 dan 180 berhubungan secara
kinematis dengan elektron yang dihamburkan ke depan pada sudut < 2,59 . Semua elektron
yang dihamburkan pada sudut antara 2,59 dan 90 juga berhubungan dengan foton yang
dihamburkan ke depan antara 0 dan 2,59 .
Efek Compton sebanding dengan jumlah elektron dalam medium. Koefesien hamburan
Compton (/) sebanding dengan Z/A. Perhatikan bahwa jumlah elektron dalam material
sebanding dengan Z, dan densitasnya tergantung pada A. Untuk unsur rendah nilai Z/A
mendekati 0,5, terkecuali unsur hidrogen yang bernilai 1. Tabel 5.2 menyajikan nilai rasio
muatan/massa untuk atom dari berbagai elemen.

Tabel 5.2. Nilai Rasion Muatan/Massa untuk Atom Berbagai Elemen

Gambar 5.7 menampilkan area cross-section Compton di berbagai tingkatan energi, hubungan
foton dan elektron dalam mempertahankan energi, dan kurva energi yang diserap pada interaksi
Compton.
Gambar 5.7. area cross-section Compton di berbagai tingkatan energi, hubungan foton dan
elektron dalam mempertahankan energi, dan kurva energi yang diserap pada interaksi
Compton
Perhatikan energi yang ditransfer kepada elektron dalam proses hamburan Compton
pada Gambar 5.8. Bila proses Compton terjadi pada foton energi rendah, energi yang ditransfer
pada elektron sangat rendah, sehingga sebagian energinya dihamburkan. Di lain pihak, bila
energi foton datang tinggi, 10 – 100 MeV, sebagian besar energinya ditransfer kepada elektron,
dan hanya sedikit yang dihamburkan.
Gambar 5.8. Energi Rata-rata dan Energi Maksimum Elektron Rekoil pada Tumbukan
Compton

Penampang lintang (cross section) proses hamburan Compton () merupakan jumlah
dari penampang lintang transfer (tr) dan (s). Koefesien transfer didefinisikan sebagai

Etr menunjukkan energi yang ditransfer menjadi tenaga kinetik elektron yang selanjutnya siap
untuk diserap medium. Harga tr merupakan fraksi kecil dari  untuk foton datang dengan
energi < 10 keV, meningkat dan mencapai maksimum di sekitar energi 0.5 MeV, dan kemudian
menurun pelan dengan kenaikan energi. Gambar 5.9 menampilkan koefisien Compton total
untuk elektron bebas menggunakan formula Klein-Nishima.

Gambar 5.9. Koefisien Compton Total () untuk Elektron Bebas


Gambar 5.10. Grafik Presentasi Kontribusi Proses Atenuasi Fotolistrik dan Compton

Gambar di atas merupakan presentasi kontribusi proses atenuasi yang disebabkan oleh
fotolistrik (skala kiri) dan Compton (skala kanan) untuk beberapa material sebagai fungsi energi.
Saat foton energi diagnostik (sinar-X diagnostik 20 hingga 80 keV, foton pencitraan kedokteran
nuklir 70 hingga 511 keV) berinteraksi dengan material bernomor atom rendah (misal soft
tissue), maka efek Comptonlah yang mendominasi. Video 3 menampilkan penjelasan singkat
mengenai efek Compton.
5.5. Produksi pasangan
Produksi pasangan adalah proses penyerapan di mana foton menghilang dan
menimbulkan elektron dan positron. Itu hanya dapat terjadi di medan gaya Coulomb, biasanya di
dekat inti atom. Namun, ini juga dapat terjadi dengan probabilitas yang lebih rendah pada
elektron atom. Proses terakhir biasanya disebut "produksi triplet" karena elektron inang yang
menyediakan medan Coulomb juga memperoleh energi kinetik yang signifikan dalam
mempertahankan momentum. Ini menyebabkan dua elektron dan positron dikeluarkan dari
tempat interaksi. Energi foton minimum = 1,022 MeV jelas diperlukan agar produksi
pasangan terjadi di medan nuklir. adalah ambang batas untuk produksi triplet. Gambar
5.11 menampilkan produksi pasangan pada medan gaya Coulomb.

Gambar 5.11. Produksi Pasangan pada Medan Gaya Coulomb

Foton kejadian melepaskan semua energi kuantumnya dalam penciptaan pasangan


elektron positron dengan energi kinetik dan . Persamaan kekekalan energi dengan
mengabaikan energi kinetik yang semakin kecil yang diberikan kepada inti adalah

Energi kinetik rata-rata elektron dan positron adalah

Jika nilai di atas , maka elektron dan positron akan diarahkan ke depan dengan kuat.
Sudut keberangkatan rata-rata mereka relatif terhadap arah foton asli kira-kira sebesar

̅
̅
Area cross section diferensial atom untuk pembentukan positron energi (dan elektron
yang bersesuaian dengan energi ) diberikan oleh
( ⁄ )

dengan

( ) ⁄

P adalah fungsi hv dan Z, yaitu fungsi dari fraksi total energi kinetik yang berada pada positron.
Gaya tarik dan tolak nuklir cenderung memberikan positron sedikit lebih banyak energi daripada
elektron dengan perbedaan kurang dari 0,00752 MeV.
Total cross section produksi pasangan nuklir adalah
̅

Energi elektron dan positron diam masing-masing 0.51 MeV. Kedua partikel memberikan
energinya kepada medium. Bagi positron, pada saat mendekati diam akan bergabung dengan
elektron diam yang disebut anihilasi, berubah menjadi 2 foton dengan energi masing-masing
0.51 MeV.
+  2  (0,51 MeV)

Untuk proses produksi pasangan, kemungkinan interaksi meningkat dengan kenaikan energi dan
juga kenaikan nomor atom medium. Hubungan antara penampang lintang produksi pasangan
dengan energi foton datang dan nomor atom medium ditunjukkan dalam Gambar 5.12 berikut.

Gambar 5.12. Total Cross Section Produksi Pasangan untuk Beberapa Unsur sebagai Fungsi
Energi
Koefesien atenuasi produksi pasangan meningkat dengan kenaikan nomor atom (/ ~
Z) dan kenaikan energi. Mengingat dalam diagnostik menggunakan sinar-X energi rendah, maka
efek produksi pasangan tidak berkontribusi dalam pembuatan citra. Proses anihilasi akan
bermanfaat pada saat pembentukan citra dengan metode kedokteran nuklir, menggunakan PET
(positron emmission tomography). Koefisien atenuasi massa untuk produksi pasangan adalah

( ⁄ )

5.6. Pembentukan triplet


Dalam kinematika produksi pasangan di medan elektron (produksi triplet), foton
membagi energinya antara pasangan positron-elektron yang dihasilkan dan elektron inang.
Persamaan kekekalan energi menjadi

Energi kinetik rata-ratanya menjadi

Nilai ambang batas untuk proses ini adalah = 2,044 MeV meskipun energi yang diubah
menjadi massa masih sama dengan produksi pasangan medan nuklir. Hal ini dapat
ditunjukkan bahwa ambang batas yang lebih tinggi diperlukan oleh kekekalan momentum.
Gambar 5.13 menampilkan kinematika pembentukan triplet.

Gambar 5.13. Kinematika Pembentukan Triplet pada Ambang Batas Energi Foton Minimum

Berdasarkan gambar di atas, momentum nolnya adalah



Efek Doppler menyebabkan frekuensi v’ foton relatif terhadap frame yang bergerak sehingga

dengan

dan

Nilai minimum untuk masing-masing adalah

√ , , dan

Energi kinetik untuk setiap partikel adalah


Fraksi energi foton insiden yang ditransfer ke energi kinetik partikel bermuatan adalah

⁄ . Koefisien transfer energi massa untuk produksi pasangan adalah

( )

Video 4 menjelaskan mengenai produksi pasangan secara singkat.


Daerah jangkauan energi untuk proses fotolistrik, hamburan Compton, dan produksi
pasangan tergantung pada medium. Untuk jaringan lunak, kemungkinan ketiga proses seperti
interaksi dengan air, yang dapat disimpulkan sebagai berikut.
 E  50 keV, proses fotolistrik dominan
 60 keV < E < 90 keV, kemungkinan fotolistrik dan hamburan Compton sama penting
 200 keV < E < 2 MeV, hamburan Compton dominan
 5 MeV < E < 10 MeV, produksi pasangan mulai berkontribusi
 50 MeV sampai 100 MeV, produksi pasangan dominan

Bila melihat perbedaan absorpsi antara tulang dan jaringan lunak, maka
 Sinar-X 60 kV – 140 kV absorpsi dalam tulang sangat tinggi dibanding dengan dalam
jaringan lunak
 Sinar-X 200 kV – 250 kV memberikan absorpsi tulang sedikit lebih besar dibanding dengan
absorpsi jaringan lunak
 sinar gamma Co 60 absorpsi massa tulang dan jaringan lunak mendekati sama
 sinar-X yang diproduksi oleh elektron dengan energi 20 MeV sampai 259 MeV memberikan
absorpsi tulang lebih tinggi relatif terhadap absorpsi jaringan lunak.

5.7. Interaksi fotonuklir


Dalam interaksi fotonuklir, foton energik (melebihi beberapa MeV) masuk dan
mengeksitasi inti, yang kemudian memancarkan proton atau neutron. Kejadian ( )
berkontribusi langsung pada kerma, tetapi jumlah relatifnya tetap kurang dari 5% karena
produksi pasangan. Ini sering diabaikan dalam pertimbangan dosimetri. Interaksi ( ) memiliki
kepentingan praktis yang lebih besar karena neutron yang dihasilkan dapat menyebabkan
masalah dalam proteksi radiasi. Ini adalah kasus untuk generator sinar-X klinis (Linacs,
mikrotron, betatron) di mana elektron dipercepat hingga 10 MeV atau lebih. Beam sinar-X akan
sedikit terkontaminasi dengan neutron, sampai tingkat tertentu tergantung pada energi dan desain
akselerator. Beam sinar-X 25 MV biasanya akan memiliki kontaminasi neutron yang lebih besar
daripada beam 10 MV karena cross section interaksi yang lebih besar ( ). Konsekuensi
biologis dari neutron pada pasien radioterapi mungkin dapat diabaikan dibandingkan dengan
efek sinar foton yang mendominasi. Namun demikian, sebagai tindakan pencegahan, badan
pengatur pemerintah sebaiknya membatasi tingkat neutron yang diizinkan dalam berkas sinar-X
radioterapi. Sayangnya, peraturan ini belum berlaku di Indonesia. BAPETEN hanya
mengeluarkan aturan terkait jumlah neutron untuk keperluan pembangunan maze dan shielding.
Tidak ada limitasi dosis pada pasien, namun tetap memerhatikan justifikasi dan optimasi dosis
yang diberikan.
Kehadiran neutron ( ) harus diperhitungkan dalam desain shielding, terutama karena
neutron dapat lolos melalui labirin (maze) jauh lebih mudah daripada foton. Selain itu, neutron
dapat mengaktifkan perangkat keras akselerator, terutama di wilayah target. Perangkat tersebut
mungkin memerlukan waktu tunda sebelum mendekati layanan, dan harus selalu dipantau
terlebih dahulu untuk aktivitas dan aktivitas. Beberapa radioaktivasi tingkat rendah juga dapat
terjadi pada jaringan tubuh pasien radioterapi, baik karena insiden neutron atau interaksi
fotonuklir yang terjadi di dalam tubuh itu sendiri. Semua konsekuensi dari interaksi ( ) dapat
dianggap sebagai efek samping yang tidak diinginkan dari penggunaan sinar-X radioterapi
berenergi lebih tinggi, diimbangi dengan distribusi spasial dosis yang semakin menguntungkan
dalam tubuh yang dapat dicapai oleh sinar tersebut.

5.8. Efek Auger


Efek Auger adalah transisi nonradiatif yang terjadi dalam atom, terutama atom dengan
nomor atom rendah, sebagai akibat efek fotolistrik karena transisi nonradiatif elektron ke tingkat
energi yang lebih rendah. Peran efek Auger adalah untuk menyediakan mekanisme alternatif di
mana atom dapat membuang bagian mana pun dari energi ikat yang tidak dihilangkan oleh
sinar-X fluoresensi. Jika tidak ada sinar-X yang dipancarkan, maka semua dibuang melalui
proses Auger. Dalam efek Auger, atom mengeluarkan satu atau lebih elektronnya dengan energi
kinetik yang cukup untuk memperhitungkan kelebihan energi secara kolektif. Setiap energi yang
diinvestasikan dalam elektron Auger seperti itu berkontribusi pada kerma.
Sebuah atom dapat memancarkan sejumlah elektron Auger lebih atau kurang secara
bersamaan dalam semacam reaksi berantai. Dengan demikian, atom menukar satu vakansi kulit
dalam dengan energi untuk sejumlah vakansi kulit terluar yang relatif dangkal. Kekosongan ini
dinetralkan oleh elektron pita konduksi. Persediaan energi dalam efek Auger diilustrasikan
dalam contoh berikut. Misalkan kekosongan kulit K muncul, dengan energi ikat .
Asumsikan bahwa sebuah elektron jatuh dari kulit L. Membiarkan energi ikat di kulit itu
menjadi , baik atom akan memancarkan energi sinar-X , atau atom
harus membuang energi itu melalui efek Auger. Dengan asumsi bahwa atom memilih
sepenuhnya untuk efek Auger, ia dapat mengeluarkan elektron dari kulit mana pun di luar kulit
tempat kekosongan aslinya terjadi, dalam hal ini kulit K. Jika elektron kulit M dikeluarkan,
maka energi kinetik sama dengan

Atom telah memiliki dua vakansi elektron, satu di kulit L dan satu di kulit M. Misalkan
dua elektron kulit N bergerak masuk untuk mengisi kekosongan tersebut dan atom memancarkan
dua elektron Auger lagi. Jika keduanya terlontar dari kulit N, maka atom tersebut akan memiliki
empat kekosongan kulit N. Salah satu elektron Auger itu akan memiliki energi kinetik sebesar

dan

Total energi kinetik tiga elektron Auger adalah

Proses ini terjadi berulang, meningkatkan jumlah kekosongan elektron sebanyak satu untuk
setiap peristiwa Auger yang terjadi, sampai semua kekosongan terletak di kulit terluar. Jumlah
total energi kinetik yang dibawa oleh semua elektron Auger bersama sama dengan energi ikat
kulit asli dikurangi jumlah energi ikat dari semua kekosongan elektron akhir. Karena ini
kemudian dinetralkan oleh elektron dari pita konduksi, elektron-elektron tersebut ketika mereka
mendekat akan memperoleh energi kinetik yang sama dengan energi ikat kulit terluar dari
kekosongan yang mereka isi. Jadi semua dalam contoh ini berakhir sebagai energi kinetik
elektron yang berkontribusi pada kerma. Jika sinar-X telah dipancarkan, maka sisa
akan menjadi energi kinetik elektron. Harus disebutkan bahwa karena reaksi berantai Auger, ini
tiba-tiba menghasilkan ion bermuatan ganda yang mungkin memiliki muatan positif bersih
bahkan lebih dari 10 muatan dasar. Medan gaya Coulomb lokal yang dihasilkan dapat sangat
mengganggu molekul atau lingkungan kristalnya.

5.9. Koefisien atenuasi, transfer energi, dan absorpsi energi


5.9.1. Koefisien atenuasi massa
Koefisien atenuasi massa total untuk interaksi sinar gamma dengan mengabaikan

interaksi fotonuklir, dapat ditulis, dalam satuan ⁄ atau ⁄ , sebagai

adalah efek fotolistrik, ialah efek Compton, merupakan produksi pasangan, dan sebagai

hamburan Rayleigh.

5.9.2. Koefisien transfer energi massa


Koefisien atenuasi massa total untuk interaksi sinar gamma dengan mengabaikan

interaksi fotonuklir ( ), dapat ditulis, dalam satuan ⁄ atau ⁄ , sebagai

̅ ̅
[ ] * + * +

Untuk hv yang berada di antara tepi K dan L, maka


̅ ̅
[ ] * +

Fluoresensi kulit K dan produksi pasangan tidak relevan pada kasus ini.

5.9.3. Koefisien absorpsi energi massa


Koefisien ini berhubungan dengan koefisien transfer energi massa melalui

merupakan representasi fraksi rata-rata energi elektron sekunder yang hilang pada interaksi
radiasi, yaitu bremsstrahlung dan anihilasi (positron).

B. Interaksi Elektron dengan Materi


Elektron adalah partikel bermuatan yang akan kehilangan energinya dalam materi
melalui tahapan-tahapan kecil, yaitu proses rambang dan disertai dengan sedikit perubahan arah.
Energi rata-rata, distribusi energi, dan arah rata-rata berkas elektron dalam phantom bervariasi
dengan kedalaman. Karakter berkas elektron ditandai oleh dua parameter, yaitu energi rata-rata
pada suatu kedalaman dan energi paling mungkin. Akibat kehilangan energi kontinu berkas
elektron dalam medium menjadikan dua perbedaan signifikan dengan berkas foton:
 Perbedaan energi dalam kedalaman mengakibatkan kemungkinan interaksi sehingga daya
henti berbeda dengan kedalaman. Bila rasio daya henti antara detektor dan jaringan yang
dimaksud tidak identik, koreksi harus diperhitungkan sesuai dengan energi elektron
 Bila energi elektron datang seluruhnya diserap, maka elektron berhenti dan tidak ada dosis
yang diberikan setelah akhir lintasan elektron. Terjadi efek sparing pada organ dibalik
struktur target dan pada umumnya dosis integral menjadi lebih rendah untuk pasien.

5.10. Daya henti (stopping power)

Daya henti ( ⁄ ) adalah nilai harapan dari laju kehilangan energi per satuan

panjang lintasan x oleh partikel bermuatan tipe Y dan energi kinetik T dalam medium nomor
atom Z. Unit yang digunakan adalah MeV/cm atau J/m dengan nilai konversi
1 MeV/cm 1,602 x 10-11 J/m

Pada beberapa literatur, daya henti massa dinyatakan dengan notasi S, dan secara matematis
dapat ditulis sebagai berikut.

( * ( * ( * ( *

Untuk kalkulasi jangkauan elektron digunakan (S/)tot yang mengikuti persamaan berikut:

∫ ( *

EKi adalah energi kinetik awal elektron.


Ketika sesuatu tertarik pada energi yang hilang oleh partikel bermuatan, daya henti
dibagi lagi menjadi “daya henti tabrakan” dan “daya henti radiasi”. Yang pertama adalah tingkat
kehilangan energi yang dihasilkan dari jumlah tumbukan lunak dan keras, yang secara
konvensional disebut sebagai “interaksi tumbukan”. Daya henti radiasi disebabkan oleh interaksi
radiasi. Namun, daya henti radiasi dapat diasumsikan berdasarkan produksi bremsstrahlung saja.
Energi yang dihabiskan dalam tumbukan radiasi dibawa pergi dari lintasan partikel bermuatan
oleh foton, sedangkan energi yang dihabiskan dalam interaksi tumbukan menghasilkan ionisasi
dan eksitasi yang berkontribusi pada dosis di dekat lintasan.
Mass collision stopping power dapat dituliskan sebagai

( * ( * ( *
Indikasi c untuk collision, s untuk soft, dan h untuk hard. Interaksi elektron dengan elektron,
diandaikan elektron asal akan selalu memiliki energi relatif lebih besar. Interaksi terjadi antara
dua partikel dengan massa sama, kehilangan energi besar dan perubahan arah elektron besar.
Kehilangan energi maksimum sama dengan ½ energi elektron datang. Mass collision stopping
power untuk elektron dan positron adalah

( * [ ( ) ]
(⁄ )

dengan elektron

dan positron

{ }

C/Z adalah faktor koreksi kulit dan adalah faktor koreksi untuk efek densitas atau polarisasi.
Persamaan lain yang dapat digunakan untuk mengetahui kehilangan energi akibat
ionisasai (mass stopping power) mengikuti teori relativitas dan mekanika kuantum serta untuk
partikel berat bermuatan adalah

* ( ) +

re adalah radius elektron klasik (2.82 fm), β = v/c, z adalah muatan proyektil dalam unit muatan
elektron, I adalah potensial eksitasi rata-rata medium, dan C/Z adalah koreksi model kulit. Untuk
unsur nilai rata-rata I= 11.5Z, dan untuk senyawa dikalkulasi dengan mengandaikan
penjumlahan daya henti tumbukan, dengan memasukkan berat tiap atom dalam senyawa. Nilai
C/Z sebagai fungsi medium dan kecepatan partikel bermuatan yang bergerak cepat. Koreksi ini
memasukkan penurunan daya henti massa ketika partikel yang telah habis kecepatannya lebih
banyak dibanding dengan elektron atom dalam medium penghenti.
Dari persamaan di atas, dapat diperoleh beberapa informasi sebagai berikut:
 Daya henti tidak tergantung pada massa proyektil dan berbanding terbalik dengan kuadrat
kecepatan proyektil. Perhatikan bahwa 2mev2 di bawah tanda logaritma tidak mempunyai
hubungan dengan energi kinetik partikel yang berkaitan dalam proses tumbukan.
 Daya henti massa secara perlahan mendatar ke nilai minimum untuk energi kinetik E K ≈ 3
mec2
 Faktor Z/A berpengaruh pada penurunan sekitar 20% dari daya henti massa unsur C ke
unsur Pb. Nilai –ln I mengakibatkan tambahan pengaruh penurunan daya henti massa oleh
kenaikan Z.
 Dalam suatu medium, nilai z2 menunjukkan bahwa partikel berat dengan muatan 2 kali akan
mengalami daya henti 4 kali.
Daya henti massa untuk elektron dan positron mengikuti ICRU Report No. 37 sebagai
berikut:

* ( * ( ) +

dengan F- diberikan untuk elektron dan mempunyai harga berikut


F-(τ) = (1 – β2)[1+ τ2/8 – (2 τ+1) ln2]

dan untuk positron F+ mengikuti persamaan berikut:


F+(τ) = 2 ln2 – (β2/12)[23 + 14/(τ + 2) + 10/(τ + 2)2 + 4/(τ + 2)3]

Nilai τ = EK/mec2 dan β = v/c.

Dari persamaan di atas, dapat diperoleh informasi berikut:


 Untuk Erendah (10 – 100 keV), bentuk dalam persamaan yang penting adalah di luar kurung

yang berkaitan dengan . Dapat dilihat bahwa daya henti berbanding terbalik dengan energi

kinetik.
 Untuk energi elektron E>100 keV, nilai β mendekati 1, nilai di luar kurung mendekati
konstan.
 Bentuk dalam kurung naik pelan dengan kenaikan energi, dan S col/ρ melewati nilai minimum
pada E sekitar 1 MeV.
 Scol/ρ untuk menurun dengan kenaikan Z karena pengaruh nilai Z/A. Pada Pb elektron
banyak terikat sehingga kemungkinan terjadi ionisasi relatif rendah.
 Faktor I ikut berpengaruh dalam menurunkan daya henti massa dengan kenaikan Z.

Efek polarisasi mempengaruhi proses soft collision yang merupakan interaksi transfer
energi antara partikel bermuatan yang lewat dan atom yang relatif jauh. Dalam gas, atom-atom
berjarak cukup luas sehingga mereka mengalami interaksi secara independen satu sama lain.
Namun, dalam media terkondensasi (cairan atau padatan), densitas meningkat dengan faktor
103-104 di atas gas pada tekanan atmosfer dan jarak atom rata-rata kurang dari 1/10 gas. Dalam
situasi ini, distorsi dipol atom di dekat lintasan partikel yang lewat melemahkan medan gaya
Coulomb yang dialami oleh atom yang lebih jauh, sehingga mengurangi energi yang hilang dari
mereka. Oleh karena itu, mass collision stopping power berkurang di media mampat.
Gambar 5.14 menunjukkan bahwa meningkat hampir secara linier sebagai fungsi di
atas untuk berbagai media mampat, menjadi agak lebih besar untuk Z rendah daripada
media Z tinggi pada nilai yang diberikan. menjadi penting saat di atas energi massa diam
partikel. Secara relatif, ini menjelaskan tidak signifikannya efek polarisasi, kecuali elektron,
dalam rentang energi yang biasanya ditemui. Ukuran efek polarisasi untuk elektron, yang
dinyatakan sebagai persentase penurunan daya henti tumbukan massa dalam zat padat atau cair
dibandingkan dengan gas dengan Z yang sama, ditunjukkan pada Tabel 5.3. Nilainya meningkat
sebagai logaritma T beberapa MeV di atas energi elektron, dan menurun secara bertahap dengan
meningkatnya Z.

Gambar 5.14. Koreksi Efek Densitas sebagai Fungsi dan Energi Kinetik Elektron T

Tabel 5.3. Efek Polarisasi untuk Elektron


Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, hanya elektron dan positron yang dapat
menghasilkan bremsstrahlung. Laju produksi bremsstrahlung oleh elektron dan positron disebut

dengan mass radiative stopping power ( ⁄ ) dengan satuan MeV ⁄ . Untuk energi E

<100 MeV kehilangan energi yang diubah menjadi bremsstrahlung mengikuti persamaan
berikut:

( * ̅̅̅

atau

( * ̄

sebesar 5,80 x 10-28 ⁄ . T adalah energi kinetik partikel dalam MeV, ̅̅̅ adalah
fungsi yang berubah-ubah perlahan dari Z dan T. Nilainya 16/3 untuk T << 0,5 MeV dan kira-
kira 6 untuk T = 1 MeV, 12 untuk 10 MeV, dan 15 untuk 100 MeV. tidak berdimensi.
Rasio daya henti radiasi terhadap tumbukan adalah

( *

( *

Srad/ρ meningkat dengan kenaikan Z dan naik pelan dengan kenaikan energi elektron.
Pengaruh Z2 pada daya henti massa radiatif tinggi terutama pada material dengan Z tinggi.
Gambar 5.15 menampilkan energi yang hilang akibat ionisasi dan radiasi sebagai fungsi energi
elektron untuk karbon dan timbal. Nilai stopping power ditampilkan pada sumbu y.
Gambar 5.15. Fungsi Energi Elektron untuk Karbon dan Timbal

5.11. Hasil radiasi


Radiasi yang dihasilkan dari partikel bermuatan energi kinetik awal adalah
fraksi total energi yang dipancarkan sebagai radiasi elektromagnetik saat partikel melambat dan
berhenti. Untuk partikel berat = 0. Untuk elektron, produksi sinar-X bremsstrahlung
dalam tumbukan radiasi adalah satu-satunya penyumbang signifikan untuk . Untuk
positron, anihilasi akan menjadi komponen penting kedua, tetapi ini biasanya dihilangkan dalam
menghitung . Nilainya untuk elektron adalah


̅ ∫

atau

Jumlah energi teradiasi per elektron adalah .

5.12. Daya henti terbatas


Daya henti terfokus pada energi elektron hilang pada saat bergerak dalam medium.
Energi yang diserap medium dinyatakan sebagai LET (linear energy transfer) yang merupakan
energi rata-rata yang diberikan pada medium secara lokal oleh partikel bermuatan dengan energi
tertentu dalam menempuh suatu lintasan dalam medium. LET dikenal juga sebagai restricted
stopping power. Fokus perhatian adalah pada cara energi dideposit sepanjang lintasan dalam
medium. Sebagai contoh, dimungkinkan suatu elektron dalam proses kehilangan energinya
mengalami tumbukan hebat dengan elektron lain yang mengakibatkan elektron terpental dan
membentuk lintasan sendiri (sinar delta). Energi yang dibawa elektron termasuk dalam daya
henti elektron, tetapi tidak dalam restricted stopping power atau LET.

Daya henti terbatas massa dalam MeV ⁄ dilambangkan sebagai ( ⁄ ) . LET

yang dilambangkan sebagai (ICRU, 1980). Satuannya adalah keV/ m, sehingga

( * *( * ⁄ +
LET merupakan hal yang paling relevan antara radiobiologi dengan dosimetri mikro. Kalkulasi

( ⁄ ) untuk elektron dan positron menggunakan rumus berikut dengan catatan

⁄ dan ⁄

( * { [ ] }
(⁄ )

untuk elektron
[ ] [ ]

dan positron

[ ( * ( ) ( ) ]

Dalam LET, batasan energi tertentu dinyatakan sebagai energi cut off diberikan sebagai
subscript, misalnya LET100 yang berarti LET yang diperoleh bila lintasan akibat elektron
sekunder dengan energi 100 eV atau lebih dihitung sebagai lintasan yang berbeda. Parameter
yang paling sederhana adalah L∞ yang didefinisikan sebagai energi hilang per unit jarak suatu
partikel bermuatan yang dihasilkan oleh gelombang elektromagnet atau neutron, ataupun
partikel bermuatan berasal dari sumber radiasi. Nilai L∞ sama dengan daya henti. Tabel 5.4
menampilkan nilai stopping power ionisasi dan stopping power terbatas untuk berbagai energi
elektron di air.

Tabel 5.4. Nilai Stopping Power Ionisasi dan Stopping Power Terbatas untuk Berbagai Energi
Elektron di Air
Sebagai contoh adalah elektron dengan energi 20 MeV dalam medium air. Laju
kehilangan energi akibat ionisasi 2.063 keV/cm. Jika dilihat, hanya perubahan energi kurang dari
∆ = 0.0001 MeV atau 100 eV, nilai LET jauh lebih rendah, yang hanya 1.042 MeV/cm.
Perhatikan grafik LET elektron sebagai fungsi kedalaman pada Gambar 5.16. Pada akhir lintasan
nilai LET sangat tinggi, dan puncak tersebut dikenal sebagai puncak Bragg.

Gambar 5.16. Kurva Bragg untuk Partikel Bermuatan yang Melambat di Air
5.13. Jangkauan
Berkas elektron menembus medium sampai kedalaman tertentu dan mempunyai
jangkauan maksimum, tidak seperti berkas foton yang menembus seluruh ketebalan medium.
Formula empiris hubungan antara jangkauan (R) dengan energi awal elektron (E0) sebelum
masuk dalam medium sebagai berikut.

Berdasarkan rumus di atas, diperoleh harga R untuk berbagai energi elektron yang ditampilkan
pada Tabel 5.5 berikut. Gambar 5.17 menampilkan grafik presentasi jumlah partikel yang
berpenetrasi ke dalam air. adalah ”half-value depth” atau jarak rata-rata dan adalah
jangkauan praktisnya.
Tabel 5.5. Harga Jangkauan Elektron dalam Air untuk Berbagai Energi Elektron
Energi awal (MeV) 4 6 9 12 15 18 24
Range dalam air (cm) 1.7 2.75 4.3 5.9 7.4 9.0 12.1

Gambar 5.17. Dosis Absorpsi sebagai Fungsi Kedalaman untuk Elektron Monoenergi di Air

Setelah kurva persentase dosis kedalaman turun eksponensial diakibatkan oleh


bremsstrahlung. Setiap berkas elektron mengandung sedikit komponen foton. Foton diproduksi
utamanya dalam head/kepala melalui proses bremsstrahlung. Pemilihan material foil
penghambur dan chambers transmisi dapat mengurangi kontaminasi bremsstrahlung. Perlu
diperhatikan bahwa elektron energi tinggi yang menumbuk medium lain, juga akan
menghasilkan bremsstrahlung sinar-X. Sebagai contoh, berkas elektron dengan lapangan kecil,
hampir 30% bremsstrahlung berasal dari cut-out. Kontaminasi foton dapat dilacak dengan
ekstrapolasi dari ekor bremsstahlung sampai pada permukaan. Lebih tinggi energi elektron dan
nomor atom material, maka lebih tinggi pula hasil produksi foton. Untuk mengurangi
bremsstrahlung, kolimator dibuat dari metal dengan nomer atom rendah, seperti aluminium.

Gambar 5.18. Distribusi Dosis Metode Monte Carlo untuk Berkas Elektron

Gambar di atas menunjukkan distribusi dosis pada bidang utama berkas elektron dengan
lapangan 4 x 4 cm2 untuk 3 jenis energi, 4, 10, dan 20 MeV. Hasil kalkulasi Monte Carlo
menunjukkan perbedaan daya tembus dan penyebaran lateral pada kedalaman. Berkas elektron
20 MeV dipengaruhi oleh ketidakseimbangan elektron lateral, bahkan pada sumbu utama untuk
kedalaman yang lebih tinggi.
Untuk dosimetri, parameter energi yang terpenting adalah energi rata-rata pada
permukaan medium E 0 . E 0 dapat ditentukan berdasarkan hasil pengukuran harga kedalaman

50% dan mengikuti hubungan empiris berikut


̅̅̅

Hubungan di atas berlaku untuk lapangan radiasi lebar (12 x 12 cm untuk E  15 MeV, dan 20 x
20 cm untuk E > 15 MeV) dan energi sekitar 5 - 35 MeV. Pada umumnya, pengukuran
dilakukan dengan SCD (source collimator distance) 100 cm.
Kedalaman R50 merupakan indeks kualitas berkas dalam dosimetri elektron (IAEA TRS
398) dan yang dikalkulasi dari hasil pengukuran R 50,ion yakni kedalaman yang mengakibatkan
kurva ionisasi turun 50% dari nilai maksimumnya, dengan mengikuti hubungan berikut:
R50 = 1.029 R50,ion – 0.06 (g/cm2) untuk R50,ion  10 g/cm2

R50 = 1.029 R50,ion – 0.37 (g/cm2) untuk R50,ion > 10 g/cm2

Energi elektron paling mungkin Ep,0 merupakan parameter yang penting untuk karakterisasi
distribusi dosis dan mempunyai hubungan empiris dengan jangkauan praktis Rp. Untuk energi
elektron 1 - 50 MeV, harga Ep,0 mengikuti hubungan berikut
Ep,0 = 0.22 + 1.98 Rp + 0.0025 Rp2 MeV

Energi rata-rata E z elektron menurun dengan kenaikan kedalaman dan mempunyai hubungan
empiris dengan Rp sebagai berikut.

E z = E 0 (1 - z/Rp)

Hubungan di atas mendekati kebenaran untuk energi elektron rendah, atau kedalaman dekat
permukaan dan dekat pada Rp untuk energi elektron tinggi.
Hubungan antara jangkauan praktis dengan nilai setengan kedalaman berkas elektron
secara empiris sebagai berikut
Rp= 1.193 d50+ 0.154

Rumus di atas menunjukkan karakteristik d 50 19 buah linac dari berbagai manifaktur dengan
akurasi tinggi.
Pada saat berkas elektron masuk dalam medium (misalnya air), lintasan elektron
mendekati paralel. Dengan kenaikan kedalaman, lintasan cenderung miring disebabkan oleh
multiple scattering, menghasilkan kenaikan fluens elektron sepanjang sumbu utama berkas
sampai kedalaman maksimum. Kenaikan kemungkinan interaksi dengan penurunan energi pada
kedalaman berpengaruh besar pada distribusi angular elektron. Dengan kenaikan kedalaman
sudut, lintasan elektron rata-rata meningkat dengan arah datang berkas. Ini berarti panjang
lintasan yang sebenarnya dan jumlah interaksi lebih tinggi pada kedalaman tertentu. Tabel 5.6
menampilkan tabel data untuk beam radiasi elektron. Ukuran lapangannya adalah 10 x 10 cm 2
yang menggunakan linac dengan foil penghambur ganda.
Tabel 5.6. Data untuk Beam Elektron

Gambar 5.19 menampilkan profil pada berbagai kedalaman di air untuk beam elektron
20 MeV. Hal ini disebabkan oleh pelebaran penumbra akibat transpor lateral elektron. Hal ini
dapat dipelajari lebih lanjut pada Fisika Radioterapi.

Gambar 5.19. Profil Berbagai Kedalaman di Air untuk Elektron 20 MeV

Jarak dari sumbu utama ke posisi 50% dari dosis sumbu utama seperti mengikuti divergensi
berkas. Untuk keperluan klinis, jarak antara posisi 90% dan 50% penting dalam dosis preskripsi
pada 90% dosis maksimum, untuk menentukan berapa jarak dari pinggir lapangan dosis yang
memadai akan diberikan. Tabel 5.7 di bawah ini menunjukkan lebar penumbra untuk berbagai
energy dengan variasi lapangan. Perhatikan jarak antara pinggir lapangan dengan 90% lebih dari
5 mm. Kondisi demikian lebih lebar dibanding dengan berkas sinar-X sehingga penambahan
lapangan diperlukan dalam perlakuan dengan berkas elektron.
Tabel 5.7. Jarak Garis Isodosis 90% dan 50% untuk Berbagai Energi Elektron dan Lapangan

5.14. Straggling (Uraian)


Kita dapat melihat dari Gambar 5.20a dan b bahwa biasanya ada distribusi kedalaman
penetrasi terjauh , oleh partikel individu, sehingga menimbulkan kurva menurun. Ini hasil dari
kombinasi dua efek, yaitu hamburan ganda (dominan) dan range straggling, konsekuensi dari
variasi stokastik dalam tingkat kehilangan energi. Range straggling juga mempengaruhi panjang
lintasan, sehingga menimbulkan distribusi yang kurang jelas daripada yang diamati pada .
Efek terkait, energy straggling, adalah penyebaran energi yang diamati dalam populasi partikel
bermuatan yang awalnya identik setelah mereka melintasi panjang lintasan yang sama. Akan
agak berlebihan jika partikel telah melewati lapisan material, karena hamburan berganda
kemudian menyebabkan perbedaan individu dalam panjang jalur juga. Penghamburan ganda
dalam foil juga menyebarkan berkas partikel bermuatan berat yang awalnya paralel menjadi
distribusi sudut berbentuk kerucut sesuai dengan teori Moliere.

Gambar 5.20. Jumlah Partikel Bermuatan Monoenergi atau Foton yang Berpenetrasi ke
Medium

5.15. Jangkauan CSDA dan proyeksi


Secara umum, jangkauan/range didefinisikan menjadi 2 bagian. Yang pertama
menyatakan bahwa jangkauan R dari partikel bermuatan dari jenis dan energi tertentu dalam
media tertentu adalah nilai harapan dari panjang lintasan p yang diikutinya sampai ia berhenti
(mengurangi gerak termal). Kuantitas kedua yang terkait, rentang yang diproyeksikan,
didefinisikan sebagai jangkauan proyeksi ( ) dari partikel bermuatan dari jenis tertentu dan
energi awal dalam media tertentu adalah nilai harapan dari kedalaman terjauh penetrasi
partikel dalam arah awalnya. Kedua besaran ini non stokastik dan biasanya dinyatakan dalam
satuan massa/luas ( ⁄ ). Konsep p dan dijelaskan pada Gambar 5.21.

Gambar 5.21. Konsep p dan

p adalah jarak total sepanjang lintasan dari titik masuk A ke titik berhenti B. Perhatikan bahwa
belum tentu kedalaman titik terminal B.
Secara eksperimental, kisaran dapat ditentukan untuk media transparan optik, seperti
emulsi fotografi dengan secara mikroskopis mengikuti setiap lintasan partikel dalam tiga
dimensi dan memperoleh panjang lintasan rata-rata dari banyak partikel identik dengan energi
awal yang sama. Kuantitas yang sangat mirip tetapi tidak identik disebut jangkauan CSDA yang
mewakili jangkauan dalam perkiraan perlambatan terus-menerus. Dalam hal mass stopping
power, rentang CSDA didefinisikan sebagai

∫( *

adalah energi awal partikel. Satuan adalah ⁄ .

Jangkauan proyeksi 〈 〉 paling mudah divisualisasikan dalam hal lapisan datar medium
penyerap yang menerima berkas partikel bermuatan secara tegak lurus. 〈 〉 dapat didefinisikan
sebagai


〈 〉 ∫

adalah jumlah partikel kejadian dikurangi partikel yang mengalami reaksi nuklir. adalah

jumlah partikel yang berpenetrasi ke suatu medium dengan ketebalan t dan ⁄

adalah distribusi diferensial kedalaman terjauh dari penetrasi

5.16. Interaksi nuklir


Interaksi nuklir berkaitan dengan jangkauan partikel bermuatan. Gambar 5.20a
menunjukkan penetrasi partikel berat tanpa adanya interaksi nuklir. Praktis tidak ada
pengurangan jumlah partikel yang diamati sampai jangkauan yang diproyeksikan 〈 〉 didekati, di
mana penurunan tajam ke nol terjadi. Nilai t di mana tidak ada partikel yang diamati untuk
menembus disebut kedalaman penetrasi maksimum. Untuk proton atau partikel yang lebih
berat, ini hanya sedikit kurang dari panjang lintasan maksimum karena mewakili partikel-
partikel yang kebetulan mengalami sedikit hamburan. Rentang R (nilai rata-rata dari panjang
jalur) umumnya tidak lebih dari 3% lebih besar dari 〈 〉 untuk proton.
Gambar 5.20b mengilustrasikan situasi yang sama untuk kasus di mana terdapat
interaksi nuklir, menyebabkan penurunan tetap N dengan peningkatan t dari nilai awalnya ke
, yang sama dengan dikurangi jumlah partikel yang menjalani reaksi nuklir, dan kira-kira
jumlah yang mencapai lutut kurva. Persamaan untuk menghitung jarak proyeksi 〈 〉 berdasarkan
, bukan . Demikian pula kisaran CSDA, yang mendekati kisaran %, biasanya dihitung dari
Persamaan tanpa menyertakan interaksi nuklir, yang biasanya (tetapi tidak selalu) dapat
diabaikan.

5.17. Kalkulasi dosis absorpsi


Gambar 5.22 di bawah ini menunjukkan persentase dosis kedalaman dalam medium air,
pada sumbu utama untuk berkas elektron dengan energi 5 sampai 20 MeV dan ukuran lapangan
moderat. Skin sparing terjadi pada terapi dengan elektron, namun tidak setinggi seperti pada
terapi dengan foton. Secara kuantitatif, efek skin sparing tergantung pada energi, lapangan
radiasi, dan foil penghambur. Selain pada efek skin sparing, foil penghambur juga berpengaruh
pada kedalaman buildup dan jangkauan terpakai (posisi garis isodosis 80%).

Gambar 5.22. Persentase Dosis Kedalaman pada Sumbu Utama untuk Berkas Elektron

Kenaikan energi elektron dan lapangan radiasi mengakibatkan persentase dosis kulit
meningkat, buildup terjadi lebih cepat, dan jangkauan terpakai juga meningkat. Pengaruh
lapangan dan ukuran lapangan radiasi pada kurva dosis kedalaman dapat dilihat pada Gambar
5.23. Persentase dosis kulit pada energi elektron 6 MeV, sekitar 70% dan 80% berturut-turut
untuk lapangan kecil dan lapangan besar. Untuk elektron 18 MeV, persentase dosis kulit sekitar
85% dan mendekati 100% untuk lapangan 4 x 4 cm dan 20 x 20 cm.
Elektron energi rendah dapat dihamburkan lebih mudah dan dengan sudut hambur lebih
besar. Akibatnya, pertambahan dosis lebih cepat pada kedalaman yang relatif pendek. Rasio
dosis permukaan dengan dosis maksimum menjadi lebih rendah untuk elektron energi lebih
rendah dibanding dengan elektron energi tinggi. Persentase dosis kedalaman untuk lapangan
persegi panjang (X, Y) dapat dihubungkan dengan PDD untuk lapangan berbentuk kubus
[ ]

Gambar 5.23. Persentase dosis kedalaman dengan variasi lapangan untuk elektron 6 MeV, 12
MeV, dan 18 MeV
Kedalaman dosis maksimum (dmaks) juga tergantung pada energi elektron, namun dengan
hubungan yang tidak lurus. Kedalaman dmaks cenderung meningkat dengan kenaikan energi,
namun untuk energi tinggi, dmaks dapat menurun dan sangat dipengaruhi oleh lapangan.
Penurunan dmaks untuk energi tinggi tersebut diakibatkan oleh efek foil penghambur. Gambar
5.24 menunjukkan kurva isodosis untuk dua berkas elektron berbeda dengan ukuran lapangan
sama. Kurva isodosis 50% dekat permukaan mengikuti geometri tepi lapangan. Terlihat dengan
kenaikan kedalaman garis isodosis <50% mengembang keluar, dan garis isodosis >50% tertarik
ke dalam. Konsekuensinya, lebar untuk volume medium dengan dosis tinggi menurun dengan
kenaikan kedalaman, dan akibatnya penyempitan dapat terjadi pada kedalaman jangkauan
terapeutik bila dibandingkan dengan ukuran lapangan pada permukaan. Perhatikan untuk
lapangan kecil, karena kekurangan medium penghambur menjadikan volume medium dengan
dosis tinggi menjadi terbatas.

Gambar 5.24. Distribusi Isodosis Elektron di Air untuk Beam 7,5 MeV dan 17 MeV

Titik acuan perhitungan persentase dosis kedalaman berkas elektron berbeda dengan
berkas foton. Pada berkas foton, titik referensi untuk 100% yang juga disebut titik normalisasi
dipilih pada kedalaman dosis maksimum d maks. Pada berkas elektron, mengingat kedalaman d maks
bervariasi dengan berbagai faktor, maka titik normalisasi tidak dipilih pada kedalaman dosis
maksimum. Pada umumnya titik normalisasi dipilih sebagai berikut.
Tabel 5.8. Titik Normalisasi untuk Berbagai Energi Elektron
Energi awal (MeV) 2-4.99 5-9.99 10-19.99 20-50
Kedalaman normalisasi (cm) 0.5 1.0 2.0 3.0
Dosis elektron turun cepat setelah dosis mencapai 80%. Dalam terapi biasanya target tumor
diletakkan pada kurva isodosis 85%. Tabel 5.9 menyajikan perkiraan jangkauan praktis dan
kedalaman 85% untuk berbagai kualitas berkas elektron.
Tabel 5.9. Perkiraan Jangkauan Praktis dan Kedalaman 85% untuk Berbagai Berkas Elektron
Energi awal E0 (MeV) 6 9 12 15 18
Range Rp (cm) 2.75 4.3 5.9 7.4 9.0
Kedalaman 85% (cm) 1.4 2.4 3.3 4.3 5.0
Pada titik P di kedalaman manapun di medium w, dosis absorpsi dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan

∫ ( *

adalah spektrum fluens partikel bermuatan diferensial, namun tidak termasuk sinar ,
dengan satuannya MeV ⁄ .( ) adalah mass collision stopping power untuk medium w

dengan unit partikel MeV ⁄ . Perlu diingat bahwa 1 MeV/g = Gy. Dosis
tersebut dapat disederhanakan menjadi

( *

Satuan adalah ⁄ . Namun, persamaan ini tidak bisa digunakan apabila

Tugas
1. Berapa energi maksimum dan energi rata-rata elektron rekoil Compton yang dihasilkan oleh
sinar gamma 20 keV dan 20 MeV?
2. Hitung energi fotoelektron yang dikeluarkan dari kulit K dalam timah oleh foton 40 keV.
Hitung ⁄
3. Sebuah narrow beam yang mengandung foton pada 6 MeV menumbuk tegak lurus
pada lapisan timah setebal 12 mm yang memiliki kerapatan 11,3 ⁄ . Berapa banyak

interaksi dari masing-masing jenis (fotolistrik, Compton, produksi pasangan, Rayleigh) yang
terjadi pada timah?
4. Berapa energi maksimum yang dapat ditransfer ke elektron dalam tumbukan keras oleh 25
MeV (a) elektron (menurut konvensi), (b) positron, (c) proton, (d) partikel alpha?
5. Hitung mass collision stopping power untuk elektron dan positron dengan energi kinetik 50
MeV dalam aluminium (termasuk faktor koreksi efek polarisasi).
6. Berapakah dosis rata-rata (Gy) dalam aluminium foil setebal 0,3 ⁄ dari penyinaran

tegak lurus oleh ⁄ dengan energi 3 MeV? (Biarkan sinar-X lolos.)

Anda mungkin juga menyukai