Anda di halaman 1dari 14

CITRA DELIMA : Jurnal Ilmiah STIKES Citra Delima Bangka Belitung

p-ISSN: 2087-2240; e-ISSN: 2655-0792

Persepsi Perawat tentang Spiritual Care di Ruang Intensive Care Unit

1
Maryana*, 2Erwan
1,2
Program Studi Ilmu Keperawatan, STIKES Citra Delima Bangka Belitung
*Email Korespondensi: maryana385@yahoo.com

Kata kunci : Abstrak


Persepsi,
spiritual care, Spiritual care merupakan hal yang penting bagi pasien. Satu – satunya sumber
perawat, penyembuhan (healing) bagi pasien terminal adalah spiritualitas mereka. Namun dalam
ICU pelayanan keperawatan masih terfokus pada aspek fisik. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengeksplorasi persepsi perawat tentang spiritual care di ruang Intensive Care
Keywords : Unit (ICU) Rumah Sakit Medika Stannia Sungailiat.Jenis penelitian kualitatif dengan
Perception, pendekatan fenomonologi. Informan 10 orang dengan teknik non purposive sampling.
Spiritual Care, Tehnik pengumpulan data, wawancara dan observasi. Terdapat 5 tema persepsi perawat
Nurses, tentang spiritual care, yaitu pemahaman perawat tentang spiritual care, cara perawat
ICU mengidentifikasi kebutuhan spiritual pasien, pelaksanaan spiritual care, berbagai
hambatan dalam pelaksanaan spiritual care, dan harapan terhadap spiritual care :
Info Artikel:
advokasi dalam pembuatan kebijakan di rumah sakit tentang kewajiban perawat
melaksanakan spiritual care, upaya bimbingan dalam peningkatan pengetahuan, serta
Tanggal dikirim:
evaluasi berkelanjutan dalam melaksanakan spiritual care di ruangan.
02 Oktober 2019
Perception of Nurses on Spiritual Care in Intensive Care
Tanggal direvisi:
10 Oktober 2019
Abstract
Tanggal diterima :
Spiritual care is important for patients. The only healing source for terminal patients is
28 November 2019
their spirituality. But in nursing service is still focused on the physical aspect. The purpose
DOI Artikel: of this study was to explore the nurse's perception of spiritual care in the Intensive Care
10.33862/citradelima. Unit (ICU) Hospital of Medika Stannia Sungailiat. Type of qualitative research with
v3i2.83 phenomonology approach. Informant 10 people with non purposive sampling technique.
Data collection techniques, interviews and observation. 5 theme of nurse perception about
Halaman: 127 - 140 spiritual care, that is understanding of nurse about spiritual care, nurse way of identifying
patient's spiritual needs, spiritual care implementation, various obstacles in the
implementation of spiritual care, and hope toward spiritual care. advocate in making
policy in the hospital about the obligation of nurses to carry out spiritual care, counseling
efforts in improving knowledge, and continuous evaluation in carrying out spiritual care
in the room.
PENDAHULUAN
menolong dirinya dalam memenuhi kebutuhannya
Manusia dalam konsep paradigma keperawatan, (Budiono & Pertami, 2015).
dipandang sebagai individu yang utuh dan kompleks
(mahluk holistik) yang terdiri dari bio- psiko-sosio- Menurut Cooper (2013) dalam penelitiannya
spiritual. Manusia bertindak atau berprilaku secara mengatakan bahwa perawatan spiritual adalah
verbal dan nonverbal, kadang-kadang dalam situasi komponen penting dari perawatan holistik. Di
tertentu, manusia dalam memenuhi kebutuhannya Australia, banyak perawat merasa mereka kurang siap
membutuhkan pertolongan, dan akan mengalami untuk memberikan perawatan spiritual. Hal ini
distress jika mereka tidak dapat melakukannya. Hal ini sebagian besar disebabkan kurangnya pendidikan
dijadikan dasar pernyataan bahwa perawat profesional perawatan spiritual yang disediakan dalam program
harus berhubungan dengan seseorang yang tidak dapat keperawatan sarjana.

http://jurnalilmiah.stikescitradelima.ac.id/index.php/JI
Vol.3,No.2, Januari 2020
(127)
CITRA DELIMA : Jurnal Ilmiah STIKES Citra Delima Bangka Belitung
p-ISSN: 2087-2240; e-ISSN: 2655-0792

Beberapa rumah sakit diluar negeri telah Memperhatikan besarnya peran aspek spiritual
melaksanakan spiritual care, Mahmoodishan, dkk bagi kesehatan maka pemberian pelayanan spiritual
(2010) melakukan penelitian di tiga rumah sakit di kota merupakan hal yang penting yang perlu dilakukan oleh
Gorgan, Iran, terhadap 20 orang perawat dan perawat. Perawat harus berupaya membantu memenuhi
seluruhnya (100 %) perawat memiliki sikap yang
positif terhadap spiritual care. Hasil ini diperkuat kebutuhan spiritual pasien sebagai bagian dari
dengan penelitian Wong & Lee (2008), dari 429 kebutuhan menyeluruh pasien. Untuk
perawat di Rumah Sakit Hong Kong, 91 % perawat menyelenggarakan pelayanan spiritual yang suportif
menunjukkan pemahaman spiritual care yang dan penuh arti, penting bagi perawat untuk memahami
memuaskan dan menyediakan spiritual care pada konsep-konsep spiritualitas, kesejahteraan spiritual,
pasien. kepercayaan, agama dan harapan. Setiap konsep
menawarkan petunjuk dalam memahami pandangan
Persepsi perawat terhadap nilai spiritual yang dimiliki individu tentang kehidupan dan nila-
berkontribusi terhadap perkembangan kemampuan nilainya (Potter & Perry, 2010).
professional untuk memberikan asuhan spiritual (Arini,
2015). Hal ini senada dengan hasil penelitian Berdasarkan survei pendahuluan yang
Ozbasaran, dkk (2011) yang mengatakan bahwa dilakukan oleh peneliti di Rumah Sakit Medika Stannia
persepsi perawat tentang spiritualitas dapat secara Sungailiat Bangka pada bulan Maret tahun 2018,
langsung mempengaruhi bagaimana mereka ditemukan beberapa permasalahan dalam proses
berperilaku, berurusan dengan pasien mereka dan pelayanan spiritual care, antara lain spiritual care belum
berkomunikasi dengan mereka sehubungan dengan menjadi prioritas atau sering diabaikan dalam proses
penyediaan perawatan spiritual. Ini berarti bahwa jika keperawatan, peran perawat dalam memenuhi
mereka percaya bahwa pemberian spiritual care adalah kebutuhan spiritual care masih minim, persepsi dan
ibadah maka persepsi ini akan secara langsung pemahaman perawat dalam praktik keperawatan
mempengaruhi kemampuan mereka untuk mengatasi spiritual care masih kurang, pendokumentasian
kebutuhan spiritual pasien. spiritual care dianggap menyita waktu perawat dan
pasien belum mendapatkan pelayanan spiritual care
Penelitian Chan (2010) mengatakan ada korelasi yang optimal.
positif antara persepsi spiritual care dan praktik
spiritual care di antara perawat, yang berarti bahwa Dieksplorasi secara mendalam bagaimana
semakin besar persepsi spiritual care perawat, maka persepsi perawat tentang spiritual care di ruang ICU
spiritual care akan lebih sering disertakan dalam praktik Rumah Sakit Medika Stannia Sungailiat Kabupaten
perawat itu. Korelasi ini sangat penting dan bermakna Bangka Tahun 2018.
karena dapat mendorong rumah sakit untuk
meningkatkan kesadaran perawat tentang spiritual care METODE
untuk meningkatkan kualitas praktik spiritual care
mereka. Penelitian ini merupakan jenis penelitian
kualitatif dengan pendekatan fenomenologi deskriptif.
Penelitian yang dilakukan oleh Hodge (2011) Penelitian ini telah dilaksanakan di Ruang Intensive
tentang kebutuhan spiritual pasien, dimana pasien Care Unit (ICU) Rumah Sakit Medika Stannia
mengungkapkan bahwa kebutuhan spiritual mereka Sungailiat Kabupaten Bangka pada tanggal 7 Juni - 20
adalah kebutuhan akan makna, tujuan dan harapan Juli 2018.
dalam hidup, hubungannya dengan Tuhan, praktek
spiritual, kewajiban agama, hubungan interpersonal Informan dalam penelitian ini adalah 10 orang.
dan hubungan dengan staf profesional. Seseorang yang Terdiri dari 8 orang informan utama yaitu perawat
mengalami penderitaan, stres berat atau penyakit pelaksana ruang ICU Rumah Sakit Medika Stannia,
kronis, ketika ia telah berusaha maksimal dan tidak serta 2 orang informan pendukung yaitu kepala bidang
memperoleh hasil optimal dari usahanya, maka dia keperawatan serta kepala mutu dan etika keperawatan.
akan mencari kenyamanan dan kekuatan dari Tuhan Alat pengumpulan data yaitu pedoman wawancara,
(Yusuf, dkk 2017). pedoman observasi, alat perekam, alat tulis. Metode
pengumpulan data yaitu wawancara dan observasi.

http://jurnalilmiah.stikescitradelima.ac.id/index.php/JI
Vol.3,No.2, Januari 2020
(128)
CITRA DELIMA : Jurnal Ilmiah STIKES Citra Delima Bangka Belitung
p-ISSN: 2087-2240; e-ISSN: 2655-0792

Teknik keabsahan data diperoleh melalui sebagai “Spiritual care itukan adalah misalnya pelayanan
triangulasi sumber dan dan metode. kerohanian bimbingan Kerohanian dijelaskan tentang
kehidupan misalnya”.(I4)
HASIL DAN PEMBAHASAN “…bagaimana cara kita untuk eee me…membina kali,
Hasil Penelitian membina untuk sipasien…“.(I6)
“…menurut saya itu selain kita fisik yang kita obati
kita juga me…mengobati jiwa,….disitulah kita sebagai
perawat nanti untuk mendorong dari segi kita medis dan
spiritualnya juga….”(I7)
“…spiritual care itu dimana seorang perawat itu
membantu seorang pasien dalam memenuhi eeee
kebutuhan kerohanian…”. (I8)

b. Agama

Hasil penelitian ini menemukan lima tema Hasil penelitian ini didapatkan beberapa
persepsi perawat tentang Spiritual care. Lebih rinci informan mengatakan bahwa spiritual care adalah
dapat dilihat pada tabel berikut ini : tentang kegaamaan pasien, sesuai dengan kutipan
informan di bawah ini :
“Spiritual itu tentang kegaamaan pasien…”.(I2)
“Spiritual care menurut saya sebuah perawatan yang
diberikan kepada pasien menganut eeee kepercayaan
atau pun agama ke pasien”. (I5)
“…pemberian untuk eee menjelaskan untuk tentang
agama ke pasien…”.(I6)

c. Kepercayaan

Hasil penelitian ini didapatkan beberapa


informan mengatakan bahwa spiritual care adalah
tentang kepercayaannya pasien, sesuai dengan kutipan
informan di bawah ini :
“Spiritual itu tentang kegaamaan pasien, pasien itu
kepercayaannya apa…”.(I2)
“Spiritual care menurut saya sebuah perawatan yang
Lima Tema Persepsi Perawat tentang
diberikan kepada pasien menganut eeee kepercayaan
Spiritual Care:
atau pun agama dari pasien… kadang-kadang minta
1. Pemahaman perawat tentang spiritual care
izin kekita, kita pun eeee memperbolehkan eee untuk
a. Bimbingan
pemberian jimat ataupun air- air”. (I5)

Hasil penelitian ini didapatkan beberapa informan


2. Cara perawat mengidentifikasi kebutuhan spiritual
mengatakan bahwa spiritual care itu merupakan
pemberian bimbingan rohani kepada pasien, sesuai care pasien
dengan kutipan informan di bawah ini :
“Ee untuk spiritual care mungkin itu pelayanan tentang a. Menanyakan agama/kepercayaan
spiritual,” (I1)
“…..memberitahu keluarganya, ada formnya di ICU, Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan,
terus untuk mengisi formnya, itu ada bimbingan informan mengemukakan bahwa cara mengidentifikasi
kerohanian namanya.” (I2) kebutuhan spiritual care pasien adalah dengan
“Spiritual care itu perawatan pasien selama dirawat menanyakan agama atau kepercayaan pasien, sesuai
tentang kegiatan kerohanianny, “(I3) dengan kutipan informan di bawah ini :
“…Proses pengkajiannya pertama kali itu distatu itu
ada, ada keterangan agamanya”.(I2)

http://jurnalilmiah.stikescitradelima.ac.id/index.php/JI
Vol.3,No.2, Januari 2020
(129)
CITRA DELIMA : Jurnal Ilmiah STIKES Citra Delima Bangka Belitung
p-ISSN: 2087-2240; e-ISSN: 2655-0792

“….kalau seandainya memang agamanya eee atau yangsehubungan dengan spiritual care belum pernah
islam atau nonmuslim palingan kita angkat ke sesuai diangkat…..”. I2)
agama”.(I6) “Pengkajian jalan dilakukan tapi tidak
“Kalau proses pengkajian disitu biasanyakan Cuma didokumentasikan masalah tidak pernah
ditanyain tentang masalah agama….”.(I7) diangkat….selama saya bekerja di rumah sakit Medika
Stannia belum pernah kita melakukan askep tentang
Informan lain juga mengatakan bahwa cara spiritual care terhadap pasien”.(I3)
mengidentifikasi kebutuhan spiritual care pasien adalah “Untuk ee selama saya bekerja dirumah sakit medika
adalah dengan menanyakan kepercayaan pasien, sesuai stannia belum pernah kita melakukan askep tentang
dengan kutipan informan di bawah ini : spiritual care terhadap pasien. (penelti menanyakan
“….kalau pasien sadar kita tanya ke pasiennya dokumentasi tentang askep spiritual care) belum
kepercayaannya apa…”.(I8) ada”.(I4)
“...yang didokumentasikan paling yang kayak formulir
b. Menanyakan pola ibadah pasien itu….”.(I5)

Berdasarkann hasil penelitian yang telah


dilakukan, informan mengemukakan bahwa cara Hasil penelitian di atas didukung oleh hasil
mengidentifikasi kebutuhan spiritual care pasien adalah wawancara dengan informan triangulasi yang
menanyakan pola ibadah pasien, sesuai dengan kutipan mengungkapkan bahwa selama ini evaluasi tentang
informan di bawah ini : pelaksanaan pelayanan spiritual care juga belum
“….kalau biasanya kebanyakan pola ibadahnya terdokumentasi. Berikut pernyataan dari 2 informan
(pasien) berhenti”.(I1) triangulasi tersebut :
“….biasanya saya selama dinas di ICU pasien “Untuk evaluasinya sih eee kita memang selalu ada
bertanya, suster ini jam berapa biasanya waktu saya pertemuan, pertemuan rutin salah satunya sih eee
solat,”.(I3) pertemuan rapat bulanan dan rapat eee bulanan karu
“tentang beribadah pasien saat sakit, itukan kalau kemudian rapat antar perawat juga biasanya kita
misalnya sakitkan di ICU kan pasiennya tidak bisa kita menanyakan, cuma bentuk evaluasinya belum
lakukan pengkajian untuk beribadahnya,”. (I4) berbentuk yang tertulis, hanya menanyakan langsung
“Pengkajiannya itu, misalnya kalo dalam kondisi sakit apakah ada kendala dalam proses spiritual care
gitu apakah pasien masih bisa beribadah”.(I5) tersebut.”(T1)
“Untuk evaluasi secara dokumen belum, belum
3. Pelaksanaan spiritual care oleh perawat berjalan ee secara lisan ya.”(T2)

Tema pelaksanaan spiritual care oleh perawat Hasil penelitian di atas juga dipertegas dengan
terbentuk dari sub tema yaitu spiritual care tidak hasil observasi yang mendapatkan bahwa 5 informan
terdokumentasi, fokus pada perawatan fisik, dan selalu melakukan pengkajian kepada pasien yang
spiritual care jarang dilakukan. Selanjutnya masing- masuk ruang ICU dengan mengisi format pengkajian,
masing sub tema akan diuraikan sebagai berikut : namun diagnosa keperawatan tidak pernah diangkat
walaupun dalam hasil pengkajian tersebut ditemukan
a. Spiritual care tidak terdokumentasi masalah spiritual, hal ini dibuktikan dengan tidak
adanya dokumentasi keperawatan yang membahas
Berdasarkan hasil penelitian yang telah tentang asuhan keperawatan spiritual di catatan
dilakukan, beberapa perawat mengemukakan bahwa terintergrasi pasien.
pelaksanaan spiritual care oleh perawat belum
terdokumentasi, sesuai dengan kutipan informan di b. Fokus pada perawatan fisik
bawah ini :
“…..Kalau untuk segi tertulisnya sepertinya belum Berdasarkan hasil penelitian,beberapa perawat
pernah kita lakukan,”.(I1) mengatakan bahwa pelaksanaan spiritual care oleh
“….Pengkajian jalan dilakukan tapi tidak perawat tidak dilakukan karena fokus pada perawatan
didokumentasikan masalah tidak pernah fisik, hal ini sesuai dengan kutipan berikut ini :
diangkat….Untuk diagnosa keperawatan “….kita tidak fokus ke spiritual care ya, kita fokusnya
kediagnosa yang ada,”(I3)

http://jurnalilmiah.stikescitradelima.ac.id/index.php/JI
Vol.3,No.2, Januari 2020
(130)
CITRA DELIMA : Jurnal Ilmiah STIKES Citra Delima Bangka Belitung
p-ISSN: 2087-2240; e-ISSN: 2655-0792

“....Medika ini belum menerapkan askep spiritual care biasanya tayamum, biasanya di dinding tapi jarang.
terhadap pasien, karena apa, mungkin bagi kami itu (perawat hanya sebatas mengingatkan saja) iya
bukan diagnosa yang penting untuk diangkat”.(I4) mengingatkan misalnya kalau pasien kalau mau
“Ya, gimana ya karena kan kalo kita di ICU kan jadi tayamum…..biasanya ada juga keluarga yang meminta
kita lebih fokusnya kesitu (live saving),”.(I5) untuk pelayanan kerohanian, sebenarnya sih sesuai
dengan SOP kita yang menawarkan untuk pelayanan
c. Spiritual care jarang dilakukan kerohanian”.(I8)

Berdasarkan hasil penelitian, pelaksanaan Hasil penelitian di atas juga didukung olehhasil
spiritual care oleh perawat jarang dilakukan, hal ini observasi peneliti. Didapati bahwa 5 informan ini
sesuai dengan kutipan berikut ini : terkadang melakukan edukasi tentang sabar kepada
“Belum pernah memanggil pemuka agama dari rumah pasien, memberi semangat, dan terkadang
sakit, kebanyakan keluarga pasien sendiri yang apa memfasilitasi keluarga pasien untuk mendo’akan
eeeee membawa atau tokoh agama”. (I1) pasien serta hanya 1 saja perawat yang melakukan
Dalam proses pelaksanaannya sebagian sudah komunikasi terapeutik kepada pasien. Namun,
dilakukan, sebagian lagi tidak”.(I2) sekalipun implementasi-implementasi keperawatan
“(Spiritual care apakah dilaksanakan) Kadang-kadang tersebut dilakukan, tidak ada dokumentasi tertulis di
iya kadang-kadang tidak,”.(I3) catatan perkembangan terintegrasi pasien.
“….Kalau misalnya untuk menanyakan kepada pasien
mau solat atau mau minta pendoa atau pemuka agama, 4. Berbagai hambatan dalam pelaksanaan spiritual
itu belum kita terapkan. (Peneliti menanyakan apakah care
pemuka agama rumah sakit pernah dihubungi) selama
saya di ICU belum pernah. kami sebagai petugas Tema berbagai hambatan dalam pelaksanaan
menghubungi Humas untuk memanggil pemuka agama spiritual care terbentuk dari sub tema yaitu kesulitan
yang bekerja sama dengan rumah sakit”.(I4) mengkaji pasien dengan penurunan kesadaran,
“……(apakah pemuka agama pernah dipanggil untuk ambiqu/beda agama, kurang pengetahuan dan
pelayanan kerohanian) sejauh ini sih belum ya, soalnya kurangnya fasilitas. Selanjutnya sub tema akan
keluarga rata-rata mereka membawa diuraikan sebagai berikut :
sendiri….(Peneliti bertanya apakah diagnosa
keperawatan tentang spiritual pernah diangkat) belum a. Kesulitan mengkaji pasien dengan penurunan
pernah”.(I5) kesadaran
“(pengkajian dilakukan kepasien) kadang iya kadang
tidak… Belum pernah sih mungkin kita juga bingung Berdasarkan hasil penelitian yang telah
mau mengangkat apa (tertawa). Kalau edukasi selama dilakukan, informan mengemukakan bahwa salah satu
ini, selama di ICU kayaknya belum pernah untuk hambatan dalam pelaksanaan spiritual care adalah
menganjurkan untuk solat, beribadah, ya itu tadi kita adalah adanya kesulitan mengkaji pasien dengan
menyuruh untuk beristigfar, banyaknya itu”.(I6) penurunan kesadaran, hal ini sesuai dengan kutipan
“….Kalau yang khusus ada sih kita form, ya cuma form informan di bawah ini :
itu terkadang kita perawat jarang, jarang untuk “Eee karena itu tidak bisa dilakukan untuk kesemua
menawarkan tapi kalau saya ya, gak tau, saya kadang- pasien diruang ICU, karenakan untuk pasien yang
kadang, kadang- kadang saya menawarkan…..Untuk tidak sadar….”.(I1)
selama ini ya 4 tahun kita di ICU gak ada, kita gak “Hambatan lain yang dihadapi adalah kesadaran
pernah mengangkat cuma kalau saya pribadi cuma pasien,”.(I2)
sering mengingatkan, ya mengingatkan aja, tapi kalau “Hambatan mungkin ada kalau dengan pasien suster
mengangkat kusus kayak kita mengangkat diagnosa gimana ginigini kita mungkin kondisi pasien.”.(I3)
yang lainnya tidak ada…...meminta kita harus “(Peneliti menanyakan hambatan lainnya) Kalau
menawarkan seharusnya karena itu kan kebutuhan, misalnya hambatan apa ya, mungkin kondisi
tapi kebanyakan keluarga pasien itu mendatangkan pasiennya,….”.(I4)
pemuka agama sendiri-sendiri. Kalau selama diicu gak “….Mungkin kita beranggapan karena, gimana ya, si
pernah, selama saya dinas ya….”.(I7) pasien nya sakit kali ya terus….”.(I6)
“….Belum ada (fasilitas yang mendukung untuk
melaksanakan ibadah) jadi kalau misalnya untuk solat

http://jurnalilmiah.stikescitradelima.ac.id/index.php/JI
Vol.3,No.2, Januari 2020
(131)
CITRA DELIMA : Jurnal Ilmiah STIKES Citra Delima Bangka Belitung
p-ISSN: 2087-2240; e-ISSN: 2655-0792

b. Ambiqu/beda agama “(Peneliti menanyakan belum dijalankan kenapa) ya


eeee (tertawa bingung) perawatnya eee (tertawa),
Berdasarkan hasil penelitian yang telah perawatnya malas kali ya….Mungkin diagnosa itu ada
dilakukan, informan mengemukakan bahwa hambatan kali ya, mungkin saya aja yang belum pernah
lain dalam pelaksanaan spiritual care adalah beda baca”.(I6)
agama, hal ini sesuai dengan kutipan informan di “Ya terkadang gimana ya saya juga bingung ya karena
bawah ini : pertama, pertama emang mungkin kurang
“Eee karena itu tidak bisa dilakukan untuk kesemua pengetahuan ya….kadang-kadang kita menurut saya
pasien diruang ICU, karenakan untuk pasien yang juga tidak tau apakah harus menggunakan air atau
tidak sadar eee bedanya keyakinan atau pun beda beda proses yang lainnya untuk bersucinya….”.(I7)
apa agama misalnya….”.(I1)
“…..terus kendalanya kalopun dari keperawatan juga d. Kurangnya fasilitas
yang tadi kalo misalnya yang beda agama gitu…”.(I5)
“…..Masalah, ada sih kalau masalah ya itu tadi, kalau Berdasarkan hasil penelitian yang telah
misalnya untuk, mungkin agamanya karena kita dilakukan, informan mengemukakan bahwa hambatan
agamanya muslim, kita lebih mengerti mau kemana lain dalam pelaksanaan spiritual care adalah kurangnya
arahnya”.(I6) fasilitas, hal ini sesuai dengan kutipan informan di
“Kita muslim tapi pasien yang kita hadapi itu non bawah ini :
muslim istilahnya kan, kadang-kadang kita bingung “Kalau untuk fasilitas gak ada kalu untuk fasilitas
mereka ini sistemnya bagaimana”.(I7) tayamum, paling kita apa minta edukasi untuk
tayamum dibed pasien sendiri. Prosenya ini tidak tidak
c. Kurang pengetahuan terdokumntasi….”.(I1)
“Cuma itu aja yang ada formnya yang lain itu tidak
Berdasarkan hasil penelitian yang telah ada, apa mungkin saya belum tau ada atau tidaknya,
dilakukan, informan mengemukakan bahwa hambatan tapi sepengetahuan saya selama ini belum ada”.(I2)
lain dalam pelaksanaan spiritual care adalah kurang “Disini tidak ada fasilitas tayamum, tidak ada….”.(I3)
pengetahuan, hal ini sesuai dengan kutipan informan di “…..untuk sementara ini belum ada misalnya fasilitas
bawah ini : kerohanian atau fasilitas untuk solat bagi pasien yang
“(Peneliti menanyakan mengapa pelayanan beragam islam dirumah sakit.”(I4)
kerohanian tidak berjalan sesuai SOP) Tidak pernah “(Peneliti bertanya tentang fasilitas yang mendukung
diinformasikan menurut saya mungkin eeeeee apa spiritual care) sebenarnya sih, gimana ya untuk
sudah kebiasaan mungkin, keluarga bisa mencari fasilitasnya mungkin sebagian udah ada”.(I5)
sendiri…lalu kita menginformasikan ke SDM untuk “…..cuma saya terkadang mau menawarkan misalnya
memanggil tokoh agama”.(I1) yang tadi ya rumah sakit juga tidak menyediakan
Form yang dimaksud adalah form kalau yang kayak fasilitasnya jadi saya serba bingung mau nya
askep itu, kan ada itu form-formnya.kalau disini ada gimana.”(I7)
form tentang penyakit aja, form kerohanian setau saya “Belum ada (fasilitas yang mendukung untuk
belum ada…..Pelayanan kerohanian belum berjalan melaksanakan ibadah) jadi kalau misalnya untuk solat
sesuai sop, sop pelayaan kerohaniaan itu ……tidak biasanya tayamum, biasanya di dinding tapi jarang.
ingat, untuk pembimbing kerohanian sudah disediakan belum ada itunya sih diagnosa keperawatan tentang
untuk semua agama….”(I2) spiritual care itu kan kalo dari format pengkajiannya
(Peneliti menanyakan SOP pelayanan kerohanian) sudah ada kan spiritual care kayak disini ada agama,
biasanya kita panggilkan keluarganya dulu terus kita, perubahan pola ibadah setelah sakit, sebenarnya disini
aduh kurang tau juga saya cuma sudah SOPnya cuma sudah kuat untuk data pendukungnya….Fasiltas
jarang dibaca gitu (tertawa) isi form aja….Cuma kita termasuk hambatan”.(I8)
sampaikan pak gimana tayamum aja. (peneliti
menegaskan kembali jawaban informan) tidak tau apa Hasil penelitian di atas sejalan dengan hasil
yang mau disediain pokoknya tayamum aja”.(I3) wawancara peneliti dengan informan triangulasi yang
“Ya, gimana ya karena kan kalo kita di ICU kan jadi menyatakan bahwa diagnosa keperawatan tentang
kita lebih fokusnya kesitu (live saving) , maksudnya ke spiritual care belum masuk dalam daftar Standar
bentuk live savingnya aja, kalo ke yang itu kadang- Asuhan Keperawatan (SAK). Pernyataan ini terlihat
kadang sama sekali gak kepikiran kita”.I5) dalam kutipan wawancara berikut ini :

http://jurnalilmiah.stikescitradelima.ac.id/index.php/JI
Vol.3,No.2, Januari 2020
(132)
CITRA DELIMA : Jurnal Ilmiah STIKES Citra Delima Bangka Belitung
p-ISSN: 2087-2240; e-ISSN: 2655-0792

“Cuma kalau memang yang spiritual care kayaknya Pernyataan di atas juga didukung oleh informan
belum, kayaknya itu kekhusus ya, kalau kita lainnya yang mengatakan bahwa harapan terhadap
inikan karena menyusun SAK itu (Standar Asuhan spiritual care adalah bimbingan kerohanian berjalan
Keperawatan) itu berdasarkan 10 penyakit terbanyak, sesuai dengan SOPnya, hal ini sesuai dengan kutipan
jadi ke spiritual care ini belum.”(T1) berikut ini :
“….berharap bimbingan kerohanian berjalan sesuai
Hasil wawancara dengan triangulasi kepala SPOnya”.(I5)
mutu dan etika keperawatan ditemukan masalah lain di “….misalnya dari petugas kita itu misalnya
luar sub tema yang ada, hambatan dalam pelaksanaan menyediakan lebih aktif lagi misal untuk petugas-
spiritual care menurut beliau karena kesibukan perawat petugas….”(I8)
atau banyaknya pekerjaan perawat yang tidak Pernyataan informan triangulasi juga
sebanding dengan pasien yang dirawat. Adapun mendukung pernyataan di atas, yaitu perlunya evaluasi
pernyataannya adalah sebagai berikut: kegiatan spiritual care agar pelayanan ini dapat
“Dari perawat itu sendiri, banyaknya pekerjaan ditingkatkan. Berikut adalah ungkapan yang diberikan
perawat itu sendiri sehingga apa yang harus oleh triangulasi tersebut :
dikerjakan lalai, lupa untuk dikerjakan. Sebenarnya “Eee (berfikir) yang kita upayakan memang, saya sih
bisa jadi hambatan karena sebenarnya perawat sudah kepengen kedepannya ini kan kita sudah ada di bawah
mengetahui, karena dia sibuk dengan kesibukan saya sekitar 2 bulan yang lalu sudah ada sub mutu dan
pekerjaan perawat yang tidak sebanding dengan etika keperawatan, memang beliau rencananya akan
pasien yang dirawat itu hambatan.”(T2) mengevaluasi kegiatan spiritual care sampai dimana
sih eeee sudah dikerjakan….” (T1)
5. Harapan terhadap spiritual care “….Kedepannya nanti mudah— mudahan kalau sudah
ada asuhan keperawatan tentang spiritual care itu
Tema harapan terhadap spiritual care terbentuk akan kita tingkatkan dan untuk evaluasinya kita akan
dari beberapa sub tema yaitu meningkatkan pelayanan, selalu control dan menanyakan teman-teman untuk
fasilitas dilengkapi, adanya dukungan atasan serta hambatan maupun pelaksanaannya seperti apa.”(T1)
meningkatkan kualitas SDM. Selanjutnya sub tema
akan diuraikan sebagai berikut : b. Fasilitas dilengkapi

a. Meningkatkan pelayanan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan,


informan mengemukakan bahwa harapan terhadap
Berdasarkan hasil penelitian yang telah spiritual care adalah fasilitas dilengkapi dan formulir
dilakukan, informan mengemukakan bahwa harapan pendukung untuk asuhan keperawatan, hal ini sesuai
terhadap spiritual care adalah pelayanan yang berkaitan dengan kutipan informan di bawah ini :
dengan spiritual care ditawarkan atau diedukasikan, “…..Terus ada dokumentasinya dan juga ada askep
hal ini sesuai dengan kutipan informan di bawah ini : untuk perawat, terus ada pengkajian khususnya juga
“Mungkin yang sebelumya gak pernah ditawarkan dari untuk spiritual care ini”.(I1)
awal pasien masuk keruangan ICU mungkin untuk “…..jika emang itu suatu asuhan yang penting ya
selanjutnya ditawarkan atau diedukasikan untuk paling kita harus menyediakan fasilitas, fasilitas
pelayanan spiritual carenya misalnya pokoknya setiap mungkin yang ya bagi pasien yang mau melaksanakan
pasien masuk yang sadar ataupun tidak sadar”.(I1) ibadah di tempat tidur…askep tentang spiritual
“Untuk rumah sakit diharapkan untuk pembimbing carenya ya harus membuat pengkajian yang lebih
kerohanian itu diadakan terus setiap hari, setidaknya spesifik agar bisa ya kita terapkan kepada
itu bergantian, misal agama islam hari senin, agama pasiennya…”.(I4)
kristen hari selasa, agama yang lain itu ada hari- “Untuk rumah sakit harapannya ada ee ya dari
harinya, jadi walaupun yang satu ini gak ketemu mungkin dari pemasaran atau gak dari humas, jadi
dengan pembimbingnya, mungkin besoknya akan dari rumah sakit itu harus keruangan-ruangan kali ya
ketemu itu berlaku untuk semua ruangan”.I2) biar eee ngasih tau ke perawat ….”.(I6)
“…..setiap pagi biasanya ada eee ustad atau apa yang “tolong ya difasiltas tayamum itu masing-masing
datangi tiap pasien untuk bantu doa atau apa, diajak ruangan terutama di ICU diadakan…..Kalau bisa
eee pasien itu diajak istilahnya berdoa untuk pemuka agama yang ada dipertemukan dengan
mengingat yang diatas ….”.(I5) karyawan yang ada disini, terus bisa bertanya apa sih

http://jurnalilmiah.stikescitradelima.ac.id/index.php/JI
Vol.3,No.2, Januari 2020
(133)
CITRA DELIMA : Jurnal Ilmiah STIKES Citra Delima Bangka Belitung
p-ISSN: 2087-2240; e-ISSN: 2655-0792

yang perlu kami informasikan yang kami ibaratnya “Perlu diadakan untuk pelatihannya, karena salah satu
kasih ilmu atau terutama tadi solat, apalagi kita kan untuk memenuhi kebutuhan kerohanian pasien, apalagi
wajib solat lima waktu kan”.(I7) dalam keadaan-keadaan kritis”.(I8)
Harapan dari hasil penelitian di atas juga sejalan
dengan pernyataan informan triangulasi yang Berdasarkan hasil observasi dengan
berencana menyediakan asuhan keperawatan spiritual menggunakan lembar observasi yang ada, didapatkan
care. Berikut ungkapannya : hasil dari 8 informan hanya 5 informan yang bisa
“Kedepannya nanti mudah— mudahan kalau sudah dilakukan observasi. Hal ini dikarenakan dari 8 pasien
ada asuhan keperawatan tentang spiritual care itu yang masuk melalui IGD terdapat 3 pasien diterima
akan kita tingkatkan dan untuk evaluasinya kita akan oleh informan yang sudah pernah dilakukan observasi
selalu control dan menanyakan teman-teman untuk sebelumnya. Observasi dihentikan karena sudah masuk
hambatan maupun pelaksanaannya seperti apa.”(T1) batas akhir penelitian.

c. Meningkatkan kualitas SDM Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah 1. Pemahaman perawat tentang spiritual care
dilakukan, informan mengemukakan bahwa harapan a. Bimbingan kerohanian
terhadap spiritual care adalah rumah sakit mengadakan
pelatihan dalam memberikan spiritual care kepada Persepsi informan dalam penelitian ini
pasien, hal ini sesuai dengan kutipan informan di bawah mengungkapkan bahwa spiritual care adalah perawatan
ini : yang berhubungan dengan pelayanan spiritual, yang
“Harapan saya untuk rumah sakit mengadakan berbentuk bimbingan kerohanian dimana perawat
pelatihan untuk cara spiritual care untuk agama- berperan sebagai fasilitator dan juga ikut terlibat
agama selain yang saya anut’.(I2) bersama pemuka agama dalam menenangkan pasien,
“….kepada pasien paling nanti ya kita koordinasi memotivasi pasien, memberikan edukasi kepada pasien
dengan bidang keperawatan kalau mau melakukan apa untuk bersabar dalam menghadapi penyakitnya.
mau diambil askep tentang spiritual carenya ya harus
membuat pengkajian yang lebih spesifik agar bisa ya Menurut Vaughans (2013) spiritualitas adalah
kita terapkan kepada pasien”.(I4) konsep abstrak yang paling baik yang didefinisikan
“Untuk rumah sakit harapannya ada ee ya dari secara individu. Meski banyak variasi bagaimana
mungkin dari pemasaran atau gak dari humas, jadi spiritualitas didefinisikan, kebanyakan setuju bahwa
darirumah sakit itu harus keruangan- ruangan kali ya tema pokoknya dikaitkan dengan cara seseorang
biar eee ngasih tau ke perawat atau kalau gak itu, mengkarakteristikkan kualitas hidup mereka dan juga
menanyakan juga sih ke pasien, kalau misalnya mau tujuan hidup mereka. Hal ini juga sumber daya yang
memakai (pemuka agama) dari rumah digunakan untuk memandu kehidupan sehari-hari,
sakitnya….Paling untuk kedepannya juga ee perawat memandu interaksi dengan orang lain dan mendorong
ICU mungkin lebih dijelasin tentang harusnya kayak perasaan aman, selamat, kekuatan dan harapan,
gimana biar bisa menjalankan juga untuk khususnya selama kritis.
pengkajiannya”.(I6)
“Kalau bisa pemuka agama yang ada dipertemukan Hasil temuan di atas sejalan dengan pendapat
dengan karyawan yang ada disini, terus bisa bertanya Mahmoodishan, dkk (2010) dalam penelitiannya
apa sih yang perlu kami informasikan yang kami mengatakan bahwa spiritual care berfokus pada
ibaratnya kasih ilmu atau terutama tadi solat, apalagi menghormati pasien, interaksi yang ramah dan
kita kan wajib solat lima waktu kan……Harapan simpatik, mendengarkan dengan penuh perhatian dan
kedepan ya lebih baik lagi, bukan hanya untuk pasien memberikan kekuatan pada pasien dalam menghadapi
tapi juga untuk bagi perawatnya juga ya di ruangan penyakitnya.
ICU….”“Kalau bisa pemuka agama yang ada
dipertemukan dengan karyawan yang ada disini, terus b. Agama
bisa bertanya apa sih yang perlu kami informasikan
yang kami ibaratnya kasih ilmu atau terutama tadi Sebagian informan dalam penelitian ini
solat, apalagi kita kan wajib solat lima waktu kan”.(I7) mempersepsikan spiritual care sebagai perawatan yang

http://jurnalilmiah.stikescitradelima.ac.id/index.php/JI
Vol.3,No.2, Januari 2020
(134)
CITRA DELIMA : Jurnal Ilmiah STIKES Citra Delima Bangka Belitung
p-ISSN: 2087-2240; e-ISSN: 2655-0792

diberikan oleh perawat kepada pasien yang terkait jika ketiga sub tema yang ada digabungkan,
berhubungan dengan agama. yang berarti bahwa informan memamahmi makna
spiritual care itu sendiri. Namun apabila sub tema dan
Agama terbatas pada perasaan keyakinan yang rincian wawancara tersebut dikembalikan ke masing-
dipelajari dan dipercaya, mempunyai ciri khas sesuai masing informan, maka akan terlihat bahwa secara
kitab suci yang diajarkan, terdapat penerapan ritual individu pemahaman para informan masih belum
keagamaan, penggunaan dan penerapan ajaran agama sesuai dengan teori yang ada. Sebagai contoh, hal ini
dalam kehidupan bermasyarakat dan dapat kita lihat dari hasil wawancara I2, I3, dan I4 yang
menjadi panduan dalam membangun semangat ketika mengatakan bahwa spiritual care sama dengan
sakit dan mencari pengobatan (puasa, sholat, meditasi bimbingan kerohanian (pelayanan kerohanian).
dan sebagainya) (Yusuf, dkk, 2017). Pemahaman seperti ini tidaklah tepat menurut peneliti,
karena bimbingan kerohanian (pelayanan kerohanian)
Spiritualitas dan agama adalah sesuatu yang berdasarkan SPO yang ada dilakukan oleh pemuka
berbeda. Spiritualitas banyak diartikan sebagai saripati, agama yang disediakan oleh rumah sakit, bukan oleh
pusat, inti, dimensi integrasi. Dimensi ini sering perawat. Padahal jika kita kembali kemakna spiritual
diartikan sebagai domain of life, yang membawa care menurut beberapa sumber, spiritual care dapat
signifikansi, tujuan, arti dan arah kehidupan seseorang. diartikan sebagai kegiatan dalam keperawatan yang
Spiritual menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah berfokus pada menghormati pasien untuk membantu
berkenaan dengan kejiwaan, berhubungan dengan pasien dalam menghadapi penyakitnya dengan sikap
rohani. Region berasal dari akar kata to limb together, dan tindakan praktek keperawatan berdasarkan nilai-
sehingga secara definitif agama mengacu pada agregasi nilai keperawatan spiritual yaitu mengakui martabat
komunitas dimana para pengikutnya mempertahankan manusia, kebaikan, interaksi yang ramah dan simpatik,
sense of belonging melalui keyakinan, ibadah, belas kasih, ketenangan serta kelemahlembutan. Jika
pengajaran etik dan tradisi keagamaan (Bessing, 2010 para informan beranggapan seperti di atas maka peran
dalam Yusuf, dkk, 2017). Spiritual berbeda dengan perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan dan
religi dan dimensi psikologi, tetapi dipengerahuhi fungsi independen perawat akan digantikan oleh
oleh kebudayaan (Sari & Muin, 2009). pemuka agama. Peneliti menganggap bahwa pelayanan
kerohanian adalah salah satu bentuk kolaborasi perawat
c. Kepercayaan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien
dengan masalah spiritual.
Informan lain mengungkapkan bahwa spiritual Temuan dari para informan lainnya yaitu
care adalah tentang kepercayaan pasien. Menurut spiritual care adalah perawatan yang berhubungan
Fowler (1995 dalam Yusuf, dkk, 2017) kepercayaan dengan agama dan kepercayaan. Jika pemahaman para
bersifat universal, dimana merupakan penerimaan informan membatasi pengertian spiritual care seperti
individu terhadap kebenaran yang tidak dapat ini, menurut peneliti, peran perawat hanya sebatas
dibuktikan dengan dengan pikiran yang logis. memfasiltasi pasien dalam penerapan kepercayaan dan
Kepercayaan dapat memberikan arti hidup dan ritual keagamaan saja. Padahal menurut penelitian
kekuatan bagi individu ketika mengalami kesulitan dan Hodge (2011) enam kebutuhan spiritual pasien, yaitu :
stress. (1) makna, tujuan, dan harapan hidup, (2) hubungan
dengan Tuhan, (3) praktek spiritual, (4) kewajiban
Pernyataan informan ini sejalan dengan agama, (5) hubungan interpersonal, (6) hubungan
pendapat Hidayat & Uliyah (2014) mengatakan bahwa dengan perawat dan tenaga kesehatan lainnya. Jadi
spiritual (spirituality) merupakan sesuatu yang jelas bahwa makna spiritual care itu luas, mencakup ke
dipercayai oleh seseorang dalam hubungannya dengan tiga sub tema temuan dalam penelitian ini.
kekuatan yang lebih tinggi (Tuhan), yang menimbulkan
suatu kebutuhan serta kecintaan terhadap adanya 2. Perawat dapat mengidentifikasi kebutuhan spiritual
Tuhan, dan permohonan maaf atas segala kesalahan pasien
yang telah diperbuat.
Informan dalam penelitan ini
Bila disimpulkan, menurut peneliti secara mengungkapkan bahwa cara mengidentifikasi
umum pemahaman informan tentang spiritual care di kebutuhan spiritual pasien adalah dengan cara melihat
atas memang sudah sesuai dengan teori dan penelitian kondisi pasien selanjutnya menanyakan agama

http://jurnalilmiah.stikescitradelima.ac.id/index.php/JI
Vol.3,No.2, Januari 2020
(135)
CITRA DELIMA : Jurnal Ilmiah STIKES Citra Delima Bangka Belitung
p-ISSN: 2087-2240; e-ISSN: 2655-0792

atau kepercayaan apa yang dianut pasien, apakah ada tindakan-tindakan yang mengarah ke implementasi
perubahan pola ibadah pasien saat sakit dan apakah spiritual care walaupun sudah dilakukan, hanya
pasien membutuhkan pendo’a. Persepsi informan ini pengkajian saja yang dilakukan dokumentasi karena
walaupun terbilang kurang lengkap, namun sudah memang sudah terdapat dalam formulir pengkajian.
sejalan dengan pendapat Yusuf, dkk (2017) yang Informasi dari informan triangulasi juga menyatakan
mengatakan bahwa pengkajian riwayat keperawatan bahwa selama ini evaluasi tentang pelaksanaan
difokuskan pada sejauh mana keyakinan spiritual pelayanan spiritual care belum terdokumentasi. Hasil
mempengaruhi kehidupan terkait penyakit yang observasi penelitian juga mengungkapkan bahwa
dialami saat ini, bagaimana bentuk dukungan spiritual namun diagnosa keperawatan tidak pernah diangkat
oleh tenaga kesehatan yang diinginkan klien, walaupun dalam hasil pengkajian tersebut ditemukan
bagaimana cara memenuhi kebutuhan spiritual selama masalah spiritual, hal ini dibuktikan dengan tidak
sakit, apakah memerlukan konsultan spiritual, adanya dokumentasi keperawatan yang membahas
rohaniawan dan bagaimana harapan klien dengan tentang asuhan keperawatan spiritual di catatan
penyakitnya. Selain berbagai pertanyaan di atas, terintergrasi pasien.
perawat perlu mengobservasi terkait lingkungan,
perilaku, verbalisasi klien, sikap dan perasaan serta Hasil penelitian di atas sesesuai dengan hasil
hubungan interpersonal yang ditampakkan klien. penelitian Baldacchino (2006, dalam Sianturi, 2016)
yang menemukan bahwa jika perawat melakukan
Pendapat lain mengatakan bahwa pasien kegiatan spiritual care, jenis dan frekuensi dari
ternyata persepsinya lebih luas dibandingkan dengan intervensi tidak diketahui karena spiritual care jarang
persepsi perawat. Sehingga perawat harus mampu bahkan tidak pernah didokumentasikan. Pendapat ini
mengkaji lebih dalam lagi hal-hal apa saja yang didukung dengan penelitian Cavendish (2003, dalam
dibutuhkan oleh pasien untuk memenuhi kebutuhan Sianturi : 2016) mengatakan bahwa jika perawat
spiritualnya (Ariyani, Suryani, & Nuraeni, 2014). menyediakan spiritual care, tetapi tidak
didokumentasikan atau mungkin perawat sudah
Pemahaman informan pada tema yang pertama, memberikan spiritual care dan sudah melakukan
ternyata mempengaruhi tema yang kedua ini. Menurut pendokumentasian tetapi dokumentasi hilang.
peneliti, dikarenakan pemahaman yang tidak
komprehensif, dampak yang dirasakan adalah para b. Fokus pada perawatan fisik
informan tampak kesulitan saat akan melakukan
pengkajian ke pasien terkait kebutuhan spiritualnya.
Hal ini dapat terlihat dari penguasaan format pada Mayoritas informan dalam penelitian ini
pengkajian kebutuhan spiritual yang sudah disediakan mengakui bahwa mereka lebih fokus melakukan
rumah sakit. Para informan hanya mengingat dua sub pengkajian dan perawatan fisik bahkan salah satu
tema dalam melakukan pengkajian yaitu menanyakan informan mengatakan bahwa diagnosa keperawatan
agama/kepercayaan dan menanyakan pola ibadah yang berhubungan dengan spiritual care bukanlah
pasien. Sebagian informan beralasan bahwa format diagnosa yang penting, sehingga mengabaikan
pengkajian yang ada belum lengkap dan spesifik. pelaksanaan spiritual care.
Padahal berdasarkan hasil observasi peneliti terhadap
format pengkajian yang ada, format tersebut Pendapat ini sejalan dengan penelitian yang
sebenarnya sudah bisa mewakili kebutuhan spiritual dilakukan oleh Cavendish et al (2003, dalam Sianturi :
pasien, karena sudah sesuai dengan pedoman 2016) yang mengatakan bahwa perawat lebih fokus
pengkajian menurut Craven (1995 dalam Hamid, melakukan perawatan domain fisik daripada spiritual
2008). care. Khoiriyati (2008) juga menuturkan namun
kenyataannya kebutuhan spiritual dan psikososial
3. Pelaksanaan spiritual care kurang menjadi hal yang prioritas daripada kebutuhan
a. Spiritual care tidak terdokumentasi fisik karena kebutuhan tersebut seringkali abstrak,
kompleks dan lebih sulit untuk diukur.
Pada penelitian ini informan juga mengatakan
bahwa selain tidak pernah mengangkat asuhan c. Spiritual care jarang dilakukan
keperawatan yang berhubungan dengan spiritual care,
perawat juga tidak melakukan dokumentasi untuk

http://jurnalilmiah.stikescitradelima.ac.id/index.php/JI
Vol.3,No.2, Januari 2020
(136)
CITRA DELIMA : Jurnal Ilmiah STIKES Citra Delima Bangka Belitung
p-ISSN: 2087-2240; e-ISSN: 2655-0792

Berdasarkan hasil dari penelitian ini, informan ataupun gelisah, sehingga spiritual care tidak bisa
mengatakan bahwa spiritual care jarang diberikan dilakukan pada semua pasien. Pendapat ini sejalan
karena informan menganggap bukan fokus utama dengan Hamid (2008) konsep spiritual dalam
keperawatan. Padahal banyak studi menunjukkan keperawatan sudah menjadi dasar dalam sejarah
bahwa spiritualitas memegang peranan penting dalam keperawatan namun dalam prakteknya seringkali
kehidupan manusia dan adanya hubungan yang positif diabaikan. Asuhan keperawatan yang diberikan oleh
antara spiritual care dan kesembuhan pasien, tetapi perawat tidak bisa terlepas dari aspek spiritual yang
spiritual care masih sulit untuk dilaksanakan Hal ini merupakan bagian integral dari interaksi perawat
sejalan dengan penelitian Wong (2008) yang dengan pasien. Ketika memberikan asuhan
mengatakan bahwa mayoritas perawat jarang keperawatan kepada pasien, harusnya perawat peka
melakukan spiritual care pada praktek keperawatan. terhadap kebutuhan spiritual pasien, tetapi dengan
berbagai alasan ada kemungkinan perawat justru
Temuan peneliti pada tema yang ketiga ini menghindar untuk memberikan asuhan spiritual.
semakin memastikan bahwa para informan memahami
spiritual care tidak sebagai salah satu kebutuhan b. Ambiqu/beda agama
holistic pasien. Peneliti melakukan observasi dengan
panduan lembar observasi yang ada tanpa diktetahui Berdasarkan hasil penelitian ini, beberapa
oleh para informan. Berdasarkan lembar observasi informan mengungkapkan bahwa mereka bingung saat
tersebut, disimpulan bahwa tidak satupun para menghadapi pasien dengan agama yang berbeda,
informan melakukan pengkajian langsung ke pasien pernyataan ini masih konsisten dengan hasil penelitian
ataupun keluarga pasien terkait kebutuhan spiritual. Mc Sherry (2006 dalam Sianturi, 2016) Ambigu
Bahkan dalam agama/kepercayaan pasien, para muncul ketika perawat berbeda keyakinan dengan
informan tidak langsung bertanya. Diketahuinya pasien yang dirawatnya. Hal ini dapat mengakibatkan
agama/kepercayaan pasien biasanya berdasarkan kartu rasa tidak aman, sehingga perawat menghindar dari
identitas pasien atau melihat dari penampilan keluarga keadaan ini. Ambigu mencakup kebingungan perawat,
pasien, misalnya keluarga pasien, istri atau anak pasien takut salah, dan menganggap spiritual terlalu sensitif
memakai hijab, maka informan menganggap agama dan merupakan hak pribadi pasien.
pasien adalah islam. Sementara itu menurut Zehtab & Hajbaghery
(2014) pola praktik perawat dibidang perawatan
Untuk tindakan keperawatan, memang sebagian spiritual dapat dikelompokkan menjadi dua kategori
besar sudah melakukan edukasi kepada pasien dengan termasuk intervensi agama dan nonreligius. Intervensi
mengajak pasien beristigfar bagi yang beragama islam, agama termasuk mengobati keyakinan agama pasien
agar sabar menghadapi penyakitnya, menenangkan tanpa prasangka, memberi mereka kesempatan untuk
pasien-pasien yang terkadang tampak gelisah, berhubungan dengan Tuhan dan mengekspresikan
memberikan fasilitas misalnya kursi kepada keluarga nilai-nilai dan keyakinan mereka, membantu mereka
pasien yang akan membacakan do’a dan sebagainya. mempraktekkan agama mereka, dan merujuk mereka
Namun tindakan keperawatan tersebut seakan-akan kepada para pemimpin ulama dan agama.
tidak pernah dilakukan para informan karena Intervensi nonreligius termasuk kehadiran
dokumentasinya tidak ada. Dokumentasi keperawatan perawat untuk pasien dan keluarga mereka, membuat
adalah bukti bahwa perawat melakukan perannya kontak mata langsung ketika berkomunikasi dengan
dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien. pasien, bersimpati dengan pasien dan keluarga mereka,
Saat dokumentasi tidak dilakukan, maka asuhan mendengarkan pasien dan keluarga mereka dengan
keperawatan tidak ada. Jika asuhan keperawatan tidak penuh perhatian, dan memiliki cinta dan antusiasme
ada maka perawat sudah menyalahi fungsinya. untuk pasien.

4. Berbagai hambatan dalam pelaksanaan spiritual care c. Kurang pengetahuan


a. Kesulitan mengkaji pasien dengan penurunan
Beberapa informan dalam penelitian ini juga
kesadaran
mengakui bahwa mereka kurang pengetahuan dan
terkadang tidak terpikirkan tentang spiritual care
Informan dalam penelitian ini mengatakan
karena jarang diinformasikan sehingga mereka tidak
bahwa mereka merasa kesulitan dalam melakukan
tahu apa yang harus dilakukan terkait spiritual care.
pengkajian pada pasien dengan penurunan kesadaran

http://jurnalilmiah.stikescitradelima.ac.id/index.php/JI
Vol.3,No.2, Januari 2020
(137)
CITRA DELIMA : Jurnal Ilmiah STIKES Citra Delima Bangka Belitung
p-ISSN: 2087-2240; e-ISSN: 2655-0792

Ditemukan juga bahwa beberapa informan tidak pemenuhan spiritual care di rumah sakit. Bukan hanya
mengetahui alur SOP pelayanan kerohanian yang sudah dari sisi para perawat atau tenaga medis lainnya, tapi
ditetapkan rumah sakit. Padahal menurut teorinya, juga dari para pemangku kebijakan/manajemen rumah
perawat harus berupaya membantu memenuhi sakit. Walaupun saat ini sudah ada kebijakan tentang
kebutuhan spiritual pasien sebagai bagian dari pelayanan kerohanian yang merupakan bagian dari
kebutuhan menyeluruh pasien. spiritual care di rumah sakit, nyatanya layanan tersebut
tidak berjalan sesuai dengan tujuannya. Jika dengan
Untuk menyelenggarakan pelayanan adanya kebijakan yang telah disepakati bersama saja
spiritual yang suportif dan penuh arti, penting bagi tidak berjalan, sudah tentu yang tanpa kebijakan juga
perawat untuk memahami konsep-konsep spiritualitas, tidak terlaksana. Padahal menurut Bawono (2011)
kesejahteraan spiritual, kepercayaan, agama dan dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa aspek
harapan. Setiap konsep menawarkan petunjuk dalam spiritualitas-religiusitas merupakan variabel kedua
memahami pandangan yang dimiliki individu tentang terkuat yang mempengaruhi keputusan pasien berobat.
kehidupan dan nila-nilainya (Potter & Perry, 2010). Hal ini menunjukkan bahwa pelayanan spiritual-
religiusitas di rumah sakit dapat meningkatkan daya
Persepsi perawat terhadap nilai spiritual tarik pasien yang membutuhkan jasa perawatan
berkontribusi terhadap perkembang kemampuan kesehatan. Sehingga penerapan aspek spiritual-
profesional untuk memberikan asuhan spiritual (Arini, religiusitas yang baik diharapkan suatu unit usaha
2015). Menurut Cooper (2013) dalam penelitiannya pelayanan kesehatan ini dapat memenangkan
mengatakan bahwa perawatan spiritual adalah persaingan usaha dan eksis dalam dunia pelayanan
komponen penting dari perawatan holistik. Di kesehatan.
Australia, banyak perawat merasa mereka kurang siap
untuk memberikan perawatan spiritual. Hal ini 6. Harapan terhadap spiritual care
sebagian besar disebabkan kurangnya pendidikan a. Meningkatkan pelayanan
perawatan spiritual yang disediakan dalam program
keperawatan sarjana. Informan yang mengharapkan kedepannya
pelayanan spiritual care dapat lebih terlaksana dengan
d. Kurangnya fasilitas baik, SPO bimbingan kerohanian lebih diterapkan dan
adanya evaluasi pelaksanaan pelayanan spiritual care.
Sebagian besar informan mengungkapkan Hal ini tentu sangat baik, karena sejalan dengan
bahwa fasilitas yang disediakan oleh rumah sakit belum Bawono (2011) dalam penelitiannya menyimpulkan
ada terutama untuk pasien yang beragama islam, bahwa aspek spiritualitas-religiusitas merupakan
sehingga terkadang mereka kebingungan saat akan variabel kedua terkuat yang mempengaruhi keputusan
membantu pasien dalam praktek spiritual. Selain itu, pasien berobat.
ditemukan juga bahwa fasilitas formulir diagnosa
keperawatan tentang spiritual care belum dimasukkan b. Fasilitas dilengkapi
ke dalam SAK (Standar Asuhan Keperawatan) menurut
Ka. Bid Keperawatan, sehingga pelaksanaan spiritual Sebagian informan dalam penelitian ini
care tidak maksimal. Padahal menurut Hodge (2011) mengungkapkan harapannya yaitu fasilitas yang
pasien mempunyai keinginan untuk terlibat dalam menunjang kegiatan praktek spiritual care dilengkapi
kegiatan ibadah secara rutin. Dengan kegiatan ibadah dan adanya formulir (diagnosa spiritual care)
pasien berharap dapat meningkatkan hubungan dengan pendukung untuk asuhan keperawatannya.
Tuhan sehingga dapat mengatasi segala cobaan yang
mereka hadapi. Kegiatan yang dilakukan oleh pasien Pendapat ini sesuai dengan penelitian Hodge
adalah berdo’a, membaca kitab suci, pelayanan (2011) pasien mempunyai keinginan untuk terlibat
keagamaan, mendengar musik rohani dan membaca dalam kegiatan ibadah secara rutin. Dengan kegiatan
buku yang bertema rohani. ibadah pasien berharap dapat meningkatkan hubungan
dengan Tuhan sehingga dapat mengatasi segala cobaan
Pada tema yang keempat ini, peneliti yang mereka hadapi. Kegiatan yang dilakukan oleh
menyimpulkan bahwa munculnya empat sub tema di pasien adalah berdo’a, membaca kitab suci, pelayanan
atas adalah akibat kurangnya informasi mengenai cara keagamaan, mendengar musik rohani dan membaca
memenuhi kebutuhan spiritual care dan pentingnya buku yang bertema rohani.

http://jurnalilmiah.stikescitradelima.ac.id/index.php/JI
Vol.3,No.2, Januari 2020
(138)
CITRA DELIMA : Jurnal Ilmiah STIKES Citra Delima Bangka Belitung
p-ISSN: 2087-2240; e-ISSN: 2655-0792

c. Meningkatkan kualitas SDM Hambatan dalam pelaksanaan spiritual care.


Hambatan yang dirasakan oleh perawat antara lain
Beberapa informan mengemukakan bahwa kesulitan mengkaji pasien dengan penurunan
harapan terhadap rumah sakit adalah diadakannya kesadaran, ambiqu/beda agama atau kepercayaan, dan
pelatihan dalam memberikan spiritual care kepada kurangnya fasilitas.
pasien. Hal ini memang penting, karena menurut
penelitian Chan (2010) mengatakan ada korelasi positif Harapan perawat terhadap spiritual care, yaitu
antara persepsi spiritual care dan praktik spiritual care dengan meningkatkan pelayanan, fasilitas dilengkapi,
diantara perawat, yang berarti bahwa semakin besar dan meningkatkan kualitas SDM.
persepsi spiritual care perawat, maka spiritual care akan
lebih sering disertakan dalam praktik perawat itu. DAFTAR PUSTAKA
Korelasi ini sangat penting dan bermakna karena dapat
mendorong rumah sakit untuk meningkatkan kesadaran Arini, Hana Nur., Wastu Adi Mulyono,. & Ida
perawat tentang spiritual care untuk meningkatkan Susilowati. (2015). Hubungan Spiritualitas
kualitas praktik spiritual care mereka. Perawat dan Kompetensi Asuhan Spiritual.
Jurnal Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu
Peneliti sepakat dengan harapan para informan Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman, 10
terkait usaha agar pelayanan spiritual care dapat (2), 130-140.
berjalan dengan maksimal. Tetapi menurut peneliti dari
ketiga harapan tersebut, yang terpenting saat ini Ariyani, Hana., Suryani., & Aan Nuraeni. (2014).
dilakukan adalah peningkatan ilmu pengetahuan Persepsi Perawat dan Pasien Sindroma Koroner
tentang spiritual care. Saat pengetahuan para perawat Akut Terhadap Kebutuhan Spiritual. Jurnal
tentang spiritual care meningkat disertai dengan adanya Kesehatan Komunitas Indonesia,10 (1), 951-
kebijakan yang mewajibkan pelaksanaannya serta 961.
adanya evaluasi berkelanjutan, maka peneliti optimis
kepuasan pasien khususnya terhadap layanan spiritual Bawono, Anton. (2011). Penerapan Aspek Spiritualitas
di rumah sakit akan meningkat. Religiusitas dalam Keputusan Berobat di
Rumah Sakit Islam. Jurnal Penelitian Sosial
SIMPULAN Keagamaan, 5 (1), 19-39.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah Budiono & Sumirah Budi Pertami. (2015). Konsep
dilakukan, ditemukan 5 tema persepsi perawat tentang Dasar Keperawatan. Jakarta : Bumi Medika.
spiritual care di ruang ICU rumah sakit Medika Stannia
Sungailiat, yaitu : Chan, M. F. (2010). Factors affecting nursing staff in
practicing spititual care. Journal of Clinical
Pemahaman perawat terhadap spiritual care. Nursing, 19, 2128-2136.
Pada tema ini perawat memahami spiritual care sebagai
perawatan yang berkaitan dengan pemberian Cooper, Katherine L. (2013). The Impact of
bimbingan rohani, perawatan yang berhubungan Spiritual Care Education Upon Preparing
dengan keagamaan, dan perawatan yang berhubungan Undergraduate Nursing Students to Provide
dengan kepercayaan. Spiritual Care. Journal Nurse Education
Today. Diakses 20 Maret 2018, dari
Cara mengidentifikasi kebutuhan spiritual care http://nurseeducationtoday.com/ article/S0260-
psien. Sub tema meliputi dengan menanyakan 6917(12)00110- 4/fulltext.
agama/kepercayaan dan menanyakan pola ibadah
pasien. Hamid, A. Y. (2008). Bunga Rampai: Asuhan
Keperawatan Kesehatan Jiwa. EGC : Jakarta.
Pelaksanaan spiritual care oleh perawat. Sub
tema meliputi: Pelaksanaan spiritual care oleh perawat Hidayat, A. Aziz Alimul & Musrifatul Uliyah. (2014).
tidak terdokumentasi, perawat fokus pada perawatan Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Salemba
fisik, dan spiritual care jarang dilakukan. Medika : Jakarta.

http://jurnalilmiah.stikescitradelima.ac.id/index.php/JI
Vol.3,No.2, Januari 2020
(139)
CITRA DELIMA : Jurnal Ilmiah STIKES Citra Delima Bangka Belitung
p-ISSN: 2087-2240; e-ISSN: 2655-0792

Hodge, David R.(2011). Spiritual Needs in Health Care Diakses 15 Maret 2018, dari
Settings : A Qualitative Meta-Synthesis of https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/195229
Clients Perspectives. Social Work, Vol 56(4), 51.
306-316.
Yusuf, Ah,. Hanik Endang Nihayati., Miranti
Diakses 20 Maret 2018, dari Florencia., & Fanni Okviansanti., et al. (2017).
https://academic.oup.com/sw/art icle- Kebutuhan Spiritual : Konsep dan Aplikasi
abstract/56/4/306/1871337?redir dalam Asuhan Keperawatan. Jakarta: Mitra
ectedfrom=fulltext. Wacana Medika.

Mahmoodishan, G., Alhani, F., Ahmadi, F.,& Zehtab, Samira., Adib-Hajbaghery, Mohsen. (2014).
Kazemnejd, A. (2010). Iranian nurses’s The Importance of Spiritual Care in Nursing.
perceptions of spiritual and spiritual care: A Diakses 26 Maret 2018, dari
qualitative content analysis study. Journal of http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pm
Medical Ethics and History of Medicine, 3, 88- c/articles/PMC4332997/
95.

Ozbasaran, F., Ergul, S., Temel, A., Aslan, G., &


Coban, A. (2011). Turkish nurse’s percepstions
of spirituality and spiritual care. Journal
of clinical Nursing. Diakses 15 Maret
2018, dari https://www.ncbi.nlm.nih.gov/p
ubmed/21797943.

Potter, P. A., & Perry, A. G. (2010). Fundamentals of


nursing: Fundamental keperawatan (edisi7)
(Adriana Ferderika Nggie & Marina Albar).
Jakarta: Salemba Medika.

Sari, Maya Permata., & Muhammad Muin. (2009).


Persepsi Perawat tentang Kebutuhan Spiritual di
Unit Pelaksana Teknis (UPTD) Rumah Sakit
Daerah Surakarta. Jurnal Keperawatan, 3 (1),
19-29.

Sianturi, Nurjulianti. (2016). Persepsi Perawat dan


Manajer Perawat tentang Spiritual Care di
RSUD DR. Djoelham Binjai. Jurnal Kesehatan
Bukit Barisan, 1 (1), 55-69.

Siswanto., Susila., & Suyanto. (2017). Metodologi


Penelitian Kombinasi Kualitatif Kuantitatif
Kedokteran & Kesehatan. Boss Script : Klaten
Selatan.

Vaughans, Bennita W. (2013). Keperawatan Dasar (Th.


Arie Prabawati). Rapha Publishing :
Yogyakarta.

Wong, K. F., Lee, L. Y., & Lee, J. K. (2008). Hongkong


enrolled nurses perceptions of spirituality and
spiritual care. International Nursing Review.

http://jurnalilmiah.stikescitradelima.ac.id/index.php/JI
Vol.3,No.2, Januari 2020
(140)

Anda mungkin juga menyukai