JURNAL Kerapatan Dan Bobot Jenis
JURNAL Kerapatan Dan Bobot Jenis
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian penentuan kerapatan dan bobot jenis, dengan metode
neraca Wesphalt diperoleh hasil sebagai berikut: akuades memiliki kerapatan 1,0561 g/cm3
dan bobot jenis 1,0609 ; metanol memiliki kerapatan 0,8372 g/cm3 dan bobot jenis 0,8409 ;
dan gliserol memiliki kerapatan 1,0760 g/cm3 dan bobot jenis 1,0809. Sedangkan dengan
metode piknometer diperoleh hasil sebagai berikut: akuades memiliki kerapatan 0,9956 g/cm3
dan bobot jenis 1 ; metanol memiliki kerapatan 0,5103 g/cm3 dan bobot jenis 0,9961 ; dan
gliserol memiliki kerapatan 1,0562 g/cm3 dan bobot jenis 1,0311. Sedangkan jika
dibandingkan dengan teori, gliserol memiliki kerapatan 1,1261 g/cm3 pada suhu 25 oC,
metanol memiliki kerapatan 0,7913 g/cm3 pada suhu 20 oC, dan air memiliki kerapatan
1,0000 g.cm-3 pada suhu 4 oC.
PENDAHULUAN
Pengidentifikasian suatu zat kimia dapat diketahui berdasarkan sifat-sifat yang khas
dari zat tersebut. Sifat-sifat tersebut dapat dibagi dalam beberapa bagian yang luas. Salah
satunya ialah sifat intensif dan sifat ekstensif. Sifat ekstensif adalah sifat yang tergantung dari
ukuran sampel yang sedang diselidiki. Sedangkan sifat intensif adalah sifat yang tidak
tergantung dari ukuran sampel. Kerapatan atau densitas merupakan salah satu dari sifat
intensif. Dengan kata lain, kerapatan suatu zat tidak tergantung dari ukuran sampel.
Kerapatan merupakan perbandingan antara massa dan volume dari suatu senyawa. Makin
besar volume dan massa dari suatu senyawa, makin kecil kerapatannya. Begitu juga
sebaliknya, makin kecil volume dan massa suatu senyawa, kerapatannya makin besar.
TINJAUAN PUSTAKA
Volume gas akan berubah dengan adanya perubahan suhu dan tekanan. Karenanya,
berat jenis gas juga akan berubah bila suhu dan tekanan berubah. Semakin tinggi tekanan
suatu jumlah tertentu gas pada suhu yang konstan akan menyebabkan volume menjadi
semakin kecil dan akibatnya berat jenis akan semakin besar (Bird, 1993).
Kerapatan air adalah 1,00 g/ml pada 4 oC. Sistem perhitungan untuk kerapatan larutan
didasari pada nilai ini. Untuk menghitung nilai kerapatan suatu larutan, umumnya larutan itu
dibandingkan dengan air. Hal ini memudahkan untuk melihat apakah suatu larutan akan
bercampur atau tidak, karena dua larutan dengan kerapatan yang sangat berbeda biasanya
tidak dapat bercampur. Terdapat pengecualian, dimana larutan ionik seperti larutan garam
akan larut dalam air karena keduanya bersifat polar. Minyak yang nonpolar tidak dapat larut
dalam air meskipun kerapatan keduanya tidak jauh berbeda. Keduanya gagal dicampurkan
lebih disebabkan oleh sifat tersebut, dibandingkan dengan kerapatannya. Contoh, kerapatan
merkuri (13,5 g/ml) dan air (1,0 g/ml) relatif berbeda. Perbedaan kerapatan relatif ini (kadang
disebut Gravitas Spesifik) menyebabkan merkuri terbenam di dasar wadah yang berisi air.
Kerapatan relatif (gravitas spesifik) adalah rasio dari kerapatan sampel pada 20 oC dibagi
dengan kerapatan air pada 4 oC (Williams, 2003).
Rapatan yang merupakan perbandingan antara massa dan volume adalah sifat intensif.
Sifat-sifat intensif umumnya dipilih oleh para ilmuwan untuk pekerjaan ilmiah karena tidak
tergantung pada jumlah bahan yang sedang diteliti. Karena volume berubah menurut suhu
sedangkan massa tetap, maka rapatan merupakan fungsi suhu (Petrucci, 1999).
Bobot jenis suatu zat menurut definisi lama adalah bilangan yang menyatakan berapa
gram bobot 1 cm3 suatu zat atau berapa kg bobot 1 dm3 air pada suhu 4 0C. Jadi, bilangan
yang menyatakan berapa kali bobot 1 dm3 suatu zat dengan bobot 1 dm3 air pada suhu 4 0C
disebut juga bobot jenis (Taba dkk., 2010).
Bobot jenis, dalam praktek, ditentukan dengan cara membandingkan bobot zat pada
volume tertentu dengan bobot air pada volume yang sama pada suhu kamar (t 0C) sehingga
bobot jenis menurut defenisi lama disebut kerapatan atau densitas (d) yang didefinisikan
sebagai (Taba dkk., 2010):
METODE PERCOBAAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kimia Analitik Departemen Kimia ITB dan
Laboratorium Kimia Analisis Jurusan Kimia FMIPA UNHAS pada hari senin/15 maret 2010.
Penelitian ini masih merupakan tahap pendahuluan, dan masih dilanjutkan karakterisasinya
dengan berbagai faktor sensitivitas dan selektivitas.
Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah akuades, metanol, gliserol, dan
tissue roll. Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah 1 set neraca Wesphalt,
piknometer 25 mL, neraca analitik, termometer 100oC, gelas kimia 250 ml, gelas kimia 100
mL, dan labu semprot.
Prosedur Kerja
PEMBAHASAN
Pada percobaan ini, penentuan kerapatan dan bobot jenis dilakukan melalui dua
metode pengukuran, yaitu pengukuran dengan neraca Wesphalt dan pengukuran dengan
piknometer. Sampel yang digunakan ialah aquades, metanol, dan gliserol. Pengukuran
dengan neraca Wesphalt, sebelum digunakan lengan timbangan harus diatur sedemikian rupa
agar seimbang. Penyeimbangan lengan neraca dilakukan saat neraca telah siap digunakan,
namun tanpa adanya sampel maupun anting pada lengan neraca. Hal ini digunakan agar pada
saat suatu sampel diukur dengan neraca ini, hasilnya dapat sesuai dengan bobot jenis sampel
yang sebenarnya. Penyelam diatur sedemikian sehingga tidak menyentuh dinding gelas ukur
dan jaraknya 2 cm dari permukaan cairan. Setelah digunakan, penyelam harus dibersihkan
dalam keadaan kering karena akan mempengaruhi bobot contoh yang akan ditimbang
selanjutnya.
Adapun pengukuran dengan menggunakan neraca Wesphalt menggunakan anting
dengan skala sebagai berikut: Anting I = 0,1 gram Anting IIb = 0,01 gram Anting IIa = 0,01
gram Anting IV = 0,0001 gram
Pengukuran dengan menggunakan piknometer, sebelum digunakan harus dibersihkan
dan dikeringkan hingga tidak ada sedikitpun titik air di dalamnya. Hal ini bertujuan untuk
memperoleh bobot kosong dari alat. Jika masih terdapat titik air di dalamnya, dapat
mempengaruhi hasil yang diperoleh. Pada pengisiannya dengan sampel, harus diperhatikan
baik-baik agar di dalam alat tidak terdapat gelembung udara, sebab akan mengurangi bobot
sampel yang akan diperoleh. Alat piknometer yang digunakan telah dilengkapi dengan
termometer, sehingga langsung dapat diketahui suhu sampel tersebut. Sama halnya pada
neraca Wesphalt, sebelum piknometer digunakan untuk sampel berikutnya, alat tersebut harus
dibilas terlebih dahulu dengan sampel yang akan dimasukkan untuk mencegah pengaruh dari
sampel sebelumnya terhadap hasil yang diperoleh. Pada sampel yang mudah menguap seperti
metanol, pengukuran harus segera dilakukan ketika piknometer telah diisi sampel, sebab
sampel akan terus berkurang bobotnya dalam piknometer. Dari hasil yang diperoleh terlihat
perbedaan antara nilai yang didapatkan pada saat praktek baik menggunakan neraca Wesphalt
maupun piknometer dengan nilai secara teoritis. Hal ini mungkin disebabkan kesalahan
dalam pengukuran seperti kesalahan dalam mengkalibrasi, pembacaan skala, kondisi neraca
dan anting yang sudah tidak baik, piknometer yang tidak terlalu kering saat ditimbang dan
sebagainya. Dilihat dari nilai bobot jenis dan kerapatan yang diperoleh dari pengukuran
dengan piknometer dan neraca Wesphalt terlihat bahwa hasil yang diperoleh pada neraca
Wesphalt lebih mendekati dengan nilai pada teori sehingga dapat disimpulkan bahwa neraca
Wesphalt lebih akurat daripada piknometer.
KESIMPULAN
Setelah melakukan percobaan ini, dapat diambil kesimpulan yaitu dengan metode
neraca Wesphalt, akuades memiliki kerapatan 1,0561 g/cm3 dan bobot jenis 1,0609 pada suhu
30,4 °C ; metanol memiliki kerapatan 0,8372 g/cm3 dan bobot jenis 0,8409 pada suhu 30 °C ;
dan gliserol memiliki kerapatan 1,0760 g/cm3 dan bobot jenis 1,0809 pada suhu 30,5 °C.
Sedangkan dengan metode piknometer diperoleh hasil sebagai berikut: akuades memiliki
kerapatan 0,9956 g/cm3 dan bobot jenis 1 pada suhu 30 °C ; metanol memiliki kerapatan
0,5103 g/cm3 dan bobot jenis 0,9961 pada suhu 28,6 °C ; dan gliserol memiliki kerapatan
1,0562 g/cm3 dan bobot jenis 1,0311 pada suhu 31 °C.
DAFTAR PUSTAKA
Bird, T., 1993, Kimia Fisik untuk Universitas, PT Gramedia, Jakarta.
Bresnick, S., 2002, Intisari Fisika, Hipokrates, Jakarta.
Petrucci, R.H., 1999, Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Jilid 1, Erlangga, Jakarta.
Taba, P., Zakir, M., dan Fauziah, S., 2010, Penuntun Praktikum Kimia Fisika, Universitas
Hasanuddin, Makassar. Tipler, P.A., 1998, Fisika Untuk Sains dan
Teknik Jilid 1, Erlangga, Jakarta. Williams, L.D., 2003, Chemistry
Demystified, McGraw Hill, New York