Anda di halaman 1dari 55

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI II

FARMAKOTERAPI PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS

CKD (CHRONIC KIDNEY DISEASE, CVA (CEREBROVASKULAR


ACCIDENT), Hipoalbumin, Hipokalemi, Asidosis metabolik, Anemia

DISUSUN OLEH:
1. Faizah Aslah I1C015033
2. Fuzilestari Nur A. I1C015039
3. Istito’ah I1C015059
4. Andy Pandu K. I1C015077
5. Nurul Hamidah R I1C015079
6. Zelmira Hana S. I1C015083
7. Novita Nanda Sari I1C015086
8. Ayu Syifa N. I1C015087
9. Magista Mugi A. I1C015099
10. Nindita Rachmania I1C015107
11. Thania Sita A. I1C015113

Dosen Pembimbing Praktikum : Laksmi Maharani, M.Sc., Apt.

Asisten Praktikum : Suci R.

LABORATORIUM FARMASI KLINIK


JURUSAN FARMASI
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
2018
A. Kasus
Nama : Tn. EW

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 29 tahun

Berat badan : 55 kg

Alamat :-

Status :-

MRS : 21/4

Riwayat MRS lemah anggota gerak badan kanan sejak 3 minggu lalu disertai
sulit bicara dan memberat sejak 2 hari terakhir, pasien juga
mengeluh mual muntah.

Riwayat penyakit : Gagal ginjal sejak 2 tahun ( selama 1 tahun cuci darah dan
CAPD sejak 7 bulan yang lalu)

Riwayat obat :-

Lainnya : Konsumsi energy drink dan merokok

Diagnosa : CKD, CVA thrombosis


Profil Assesment Fisik

Tanggal Keteran In
Nilai gan
Parameter 22/ 23/ 24/ 25/ 26/ 27/ 28/ 29/ 30/
normal 21/4
4 4 4 4 4 4 4 4 4
100 90/ 90/ Menuru
TD 120/80x/ 120/ 100 100 100 100 100 100
/80 70 60 n T
(mmHg) menit 80 /80 /80 /80 /80 /80 /80
Mening
60-
Nadi kat dari
100x/men 78 78 72 76 98 90 138 128 120 120
(x/menit) tgl 27-
it
30
36, 36, 36, 36, 36, 36, normal
Suhu (oC) 36,5-37,5 36,5 36 36 36
8 5 5 5 5 5
Mening
Nafas 18- kat
26 40 30 32 36 20 56 56 56 40
(x/menit) 20x/menit kecuali
tgl 26/4

GCS   456 456 456 456 456 456 456 456 456 456 T

Lemah   + + + + + + + + + + T

Sesak   +

Data Laboratorium
Tanggal (April) Keterangan Interp
Parameter Nilai normal
21 22 23 24 25 26 29
WBC 3,5-10,0 5,8 10,5 Normal
Hb 13-18 9,9 9,4 11,6 Menurun An
Hct 40-50 30,6 35,5 Menurun An
PLT 170-380 303 163 Normal
LED <15 mm/jam 26 Normal
2,47 3,3 3,5 Menurun Hipoa
Albumin 3,5-5,0
9 6
Bilirubin total <1,4 mg/dl 0,90 Normal
Bilirubin direct <0,40 mg/dl 0,31 Normal
Bilirubin 0,59 Normal
indirect
Na + 135-144 131 133 131 139 Normal
2,5 2,9 3,1 3,39 Menurun Hipok
K+ 3,5-4,8
2
Cl- 97-106 97 103 101 102 Normal
GDA 70-100 96 Normal
GDP 70-115 77 Normal
Kolesterol total 70-130 123 Normal
Kolesterol 27 Normal
30-70
HDL
Kolesterol 76 Normal
<130 mg/dl
LDL
Trigliserida 35-135 mg/dl 87 Normal
Asam urat 3,6-8,5 7,4 Normal
SGOT 5-35 32 Normal
SGPT 5-35 25 Normal
93,6 147, Meningkat CK
BUN 12-16
6
Cr 0,6-1,3 mg/dl 7,68 8,33 Meningkat CK
7,44 7,5 74, Normal
BGA : PH 7,35-7,45
8 46 434
36,7 36, 36, Normal
Suhu 36-37
8 8
22,1 15, 19, Menurun Asi
PCO2 35-45
9 6 meta
61,8 124 119 Menurun dan Asi
PO2 80-100
,7 ,4 meningkat meta
22-26 18,9 13, 12, Menurun Asi
HCO3
mEq/liter 9 4 meta
O2 Saturasi 93,5 98, 98, Menurun Asi
95-100%
arterial 9 4 meta
-6,8 -4,8 -9,3 Menurun Asi
Base excess -2-(2)
meta

Terapi Parenteral

Terapi Aturan Tanggal (April)


pakai
21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
O2 2-4 lpm         
prn
3-4 lpm
prn
KaEn Mg3 20 tpm     //  
16 tpm    //
Normal saline  //
D40% 1 flash  //
1x1
D5% 15 tpm  //
Metokloprmid 10 mg      //
3x1
Brainact 250 mg         
3x1
Albumin 20% 1x1  //
Furosemid 40 mg 1-    //
0-0
Ceftriaxone 1 gram 2  
x1
Dobutamine 250  
mg/100ml
Terapi Oral

Terapi Aturan Tanggal (April)


pakai
21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Neurodex 1 tab 2x1         
Amitriptiline 12,5mg      //
2x1
Alprazolam 0,25mg     //
2x1
Alprazolam 0,25mg     
1x1
Aspilet 160mg  //
1x1
Aspilet 80mg       
1x1
Allopurinol 100mg       
1x1
KSR 1 tab 2x1  //
KSR 1 tab 1x1     
Amitriptiline 12,5mg    
1x1

Terapi IVFD

Terapi Aturan Tanggal (April)


pakai
21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
KCl/NS IV 20 tpm   //
drip 25
mEq/500cc

B. Dasar Teori
1). Patofisiologi Penyakit
Paofisiologi CKD

Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk


glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa
nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume
filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan
penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk
berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut
menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis
osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang
rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik
dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul
gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang
80% – 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin
clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. Fungsi renal
menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan
ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi
setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, akan semakin
berat.
1. Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan
jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens
substansi darah yang sebenarnya dibersihkan oleh ginjal Penurunan laju
filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24-jam
untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurut filtrasi glomerulus (akibat tidak
berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan menurunkan dan kadar
kreatinin akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN)
biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indicator yang paling
sensitif dari fungsi karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh.
BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan
protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka RBC), dan medikasi seperti
steroid.
2. Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidak mampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin
secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai
terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi.
Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya
edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Pasien lain mempunyai
kecenderungan untuk kehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan
hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan kekurangan air dan
natrium, yang semakin memperburuk status uremik.
3. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit salah satunya hipokalemia yang
timbul akibat kurangnya asupan kalium melalui makanan, kehilangan kalium
melalui gangguan saluran cerna atau kulit, atau akibat redistribusi kalium
ekstraselular ke dalam cairan intraselular. (Sudung, 2012) Ginjal yang normal
dapat menahan kalium dengan baik. Jika konsentrasi kalium darah terlalu
rendah, biasanya disebabkan oleh ginjal yang tidak berfungsi secara normal
atau terlalu banyak kalium yang hilang melalui saluran pencernaan (karena
diare, muntah, penggunaan obat pencahar dalam waktu yang lama atau polip
usus besar). Hipokalemia jarang disebabkan oleh asupan yang kurang karena
kalium banyak ditemukan dalam makanan sehari-hari. Kalium bisa hilang
lewat air kemih karena beberapa alasan. Yang paling sering adalah akibat
penggunaan obat diuretik tertentu yang menyebabkan ginjal membuang
natrium, air dan kalium dalam jumlah yang berlebihan. Hipokalemia ringan
biasanya tidak menyebabkan gejala sama sekali. Hipokalemia yang lebih berat
(kurang dari 3 mEq/L darah) bisa menyebabkan kelemahan otot, kejang otot
dan bahkan kelumpuhan. Irama jantung menjadi tidak normal, terutama pada
penderita penyakit jantung. (Dawodu S, 2004).
4. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic
seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+)
yang berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan
tubulus gjnjal untuk menyekresi ammonia (NH3‾) dan mengabsopsi natrium
bikarbonat (HCO3) serta terjadi penurunan ekskresi fosfat dan asam organic
lain.
4. Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya
usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami
perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal.
Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi,
disertai keletihan, angina dan sesak napas.

Disfungsi ginjal berpengaruh terhadap risiko stroke pada pasien


dengan CKD (Gambar 1). Kerusakan ginjal berefek pada fungsi trombosit dan
endotel, faktor koagulasi, ketebalan dinding arteri, inflamasi sistemik, kadar
homosistein, dan risiko fibrilasi atrium.
1. Kelainan fungsi trombosit dan endotel
Pasien CKD bermanifestasi cenderungan kepada trombotik. Risiko
perdarahan intrakranial (ICH) sebagian terkait dengan disfungsi trombosit.
Penelitian in vitro dengan trombosit pasien dengan gagal ginjal menunjukkan
penurunan degranulasi platelet, penurunan platelet adenosine difosfat dan
serotonin, dan penurunan sintesis tromboksan tromboksan. Selain itu terjadi
penurunan aktivasi reseptor glikoprotein IIb-IIIa pada membran trombosit
yang mengarah terhadap pengurangan dalam mengikat trombosit dan
fibrinogen. Uremia yang terjadi pada pasien CKD juga berhubungan dengan
disfungsi trombosit
2. Gangguan faktor Koagulasi
Peningkatan konsentrasi yang beredar dari plasma fibrinogen, prothrombin,
D-dimer, dan trombin-antithrombin III pada pasien yang memiliki CKD lebih
tinggi. Defisiensi protein C juga dapat terjadi pada pasien CKD stage 5
dengan dialisis. Selain itu, Trombolisis yang terganggu juga dapat berperan
dalam faktor koagulasi
3. Peran Endothelium
Endotelium terlibat dalam menyeimbangkan jalur antikoagulan dan
prokoagulan. Fungsinya mencegah pembentukan trombus melalui sintesis sel
lanjutan, pelepasan prostasiklin, oksida nitrat, dan aktivator plasminogen
jaringan (tPA). Disfungsi endotel atau kerusakan mendorong pembentukan
trombus. Pasien dengan CKD dan ESRD memiliki mendasari disfungsi
endotel dengan hubungan terbalik antara gangguan endotel dan bersihan
kreatinin.
4. Peradangan atau inflamasi
Konsentrasi plasma protein C-reaktif, fibrinogen, interleukin-6, dan penanda
inflamasi lainnya terjadi pada pasien dengan CKD dan ESRD. CKD juga
terkait dengan aktivasi molekul adhesi trombosit dan perubahan dalam
struktur dan konsentrasi lipoprotein. Terutama pada pasien ESRD pada
dialisis terjadi peradangan kronis dikaitkan dengan bukti malnutrisi. Namun,
karena peradangan sistemik merupakan faktor risiko stroke yang berpengaruh
terhadap risiko stroke yang lebih tinggi pada pasien dengan CKD.
5. Atherosclerosis
CKD terkait dengan atherosclerosis, hal ini karena kombinasi
peradangan, uremia, hyperhomocysteinemia, dan faktor lainnya.
Aterosklerosis arteri karotis lebih besar di antara pasien yang menerima
dialisis.
6. Homocysteine
Hyperhomocysteinemia, didefinisikan sebagai tingkat homocysteine total
plasma yang lebih besar dari 12 mmol / L, terjadi ketika GFR turun menjadi
kurang dari 60 mL / menit. Sekitar 85% hingga 100% pasien dengan ESRD
mengalami hyperhomocysteinemia. Tingkat homocysteine yang tinggi
menyebabkan disfungsi endotel dan mempercepat aterosklerosis dan
berhubungan dengan penyakit atherothrombo-oklusif dan tromboemboli vena.
Respons vasomotor endotelal yang terganggu berhubungan dengan
berkurangnya bioavailabilitas nitrit oksida karena auto-oksidasi homocysteine
dalam plasma, yang mengarah ke inaktivasi oksidasi nitrat oksida. Kadar
homocysteine yang meningkat juga merupakan bagian dari kerusakan
neurologis setelah stroke akut (Hsieh, C. Y., Lin, et al 2014).

2). Algoritma Klasifikasi Penyakit

Algoritma Diagnosis CKD

Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium nilai kreatinin pada tanggal 21 dan


26 April terjadi peningkatan kreatinin yaitu 7,68 dan 8,33 sedangkan nilai normal
kreatinin adalah 0,6-1,3 mg/dL (Kemenkes, 2011). Dapat diperoleh nilai GFR dari
perhitungan secara online melalui website (https://www.davita.com/gfr-calculator/)
sebesar 6ml/min/1,73 m². Besarnya nilai CLCr pasien adalah sebesar 6,37 ml/menit
berdasarkan pada perhitungan dibawah ini

CLCr =

= 10,17 ml/menit.
(NICE, 2018)
Algoritma Diagnosis CVA

Pasien stroke tanpa penurunan kesadaran, tanpa nyeri kepala dan dengan atau tanpa
terdapat reflek babainski dapat diklasifikasikan kedalam stroke non Hemoragik

Stroke non hemoragik dapat dijumpai dalam 4 bentuk klinis yaitu:


1. Serangan Iskemia Sementara/Transient Ischemic Attack (TIA), pada bentuk ini
gejalah neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan
menghilang dalam waktu kurang dari 24 jam.
2. Defisit Neurologik Iskemia Sementara/Reversible Ischemic Neurological Deficit
(RIND), gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih dari
24 jam hingga ≤ 21 hari.
3. Stroke progresif (Progressive Stroke/Stroke in evolution) Gejala neurologik
makin lama makin berat.
4. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke) Gejala klinis sudah
menetap (Fang,2011).
Dari data riwayat penyakit stroke pasien, pasien mengalami lemah anggota gerak
badan kanan sejak 3 minggu lalu. Defisit Neurologik Iskemia Sementara/Reversible
Ischemic Neurological Deficit (RIND) karena gejala neurologic pasien masih dalam
rentang ≤ 21 hari dan didukung dengan GCS pasien dengan angka 15 yang berarti
masih dalam kondisi baik dengan derajad 1 GCS artinya tidak ada defisit fokal (Fang,
2011).
Algoritma Diagnosis Anemia

Menurut guideline KDGIO 2012 pasien yang terkena anemia yang disertai
CKD stage 5 dengan hemodialisis harus diterapi dengan ESA. Penyebab dari
terjadinya anemia pada pasien CKD dikarenakan kurangnya produksi eritroprotein
(EPO) . Eritroprotein adalah suatu hormon yang dihasilkan oleh sel peritubular ginjal
untuk stimulasi sumsum tulang agar melakukan proses eritropoeisis, juga berperan
dalam proses proliferasi, maturasi, dan pelepasan retikulosit. Anemia pada CKD 5
harus segera diatasi karna dapat menimbulkan berbagai manifestasi seperti penurunan
kognitif dan kualitas hidup, stroke dan mempercpat progresivtas kerusakan ginjal.
ESA (Erythropoietin stimulating agent) merupakan terapi yang cocok unutk pasien
anemia yang disebabkan oleh kurangnya produksi EPO. Terdapat 4 jenis ESA yaitu
CERA (Continuous Erythropoietin Receptor Activator), darbepoietin alfa,
eritropoietin alfa, dan eritropoietin beta ( Saputra,2017).
Algoritma Hipokalemi

Algoritma penggunaan terapi pada pasien Hipokalemia (NHS, 2018)


Penyakit gagal ginjal dapat menyebabkan penurunan reabsorpsi natrium di
tubulus proksimal, ansa henle atau distal yang dapat menyebabkan hypokalemia
melalui mekanisme meningkatkan hantaran distal dan juga lewat induksi penurunan
volume, mengaktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron. Sebagai akibatnya,
ekskresi kalium urin akan meningkat, menyebabkan hipokalemia.hipokalemia dapat
terjadi pada pasien-pasien dengan dialisis kronik. Kehilangan kalium lewat dialisis
dapat mencapai 30 mEq per hari pada pasien dengan dialisis peritoneal kronik
(Sumantri,2009).

Dilihat dari algoritma nya, nilai K pada pasien pada rentang 3,0-3,5 mmol/L
mengkonsumsi obat kalium oral dengan jumlah 80 mmol/hari selama 3-5 hari, lalu
cek kadar kalium setiap 2 hari hingga kadar kalium normal kembali.
C. Penatalaksanaan Kasus dan Pembahasan
1. Subjektif

Nama : Tn. EW

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 29 tahun

Berat badan : 55 kg

Alamat :-

Status :-

MRS : 21/4

Riwayat MRS: Lemah anggota gerak badan kanan sejak 3 minggu lalu disertai sulit
bicara dan memberat sejak 2 hari terakhir, pasien juga mengeluh mual muntah.

Riwayat penyakit : Gagal ginjal sejak 2 tahun ( selama 1 tahun cuci darah dan
CAPD sejak 7 bulan yang lalu)

Riwayat obat : -

Lainnya : Konsumsi energy drink dan merokok

Diagnosa : CKD, CVA thrombosis


2. Objektif

Tanggal Ketera Inte


Nilai ngan rpre
Parameter 28/4 29/ 30/
normal 21/4 22/4 23/4 24/4 25/4 26/4 27/4 tasi
4 4
Menur CV
un A
TD 120/80x/ 120/ 100/ 100/ 100/ 100/ 100/ 100/
100/ 90/ 90/ Thr
(mmHg) menit 80 80 80 80 80 80 80
80 70 60 omb
osis
Menin
60-
Nadi 12 12 gkat
100x/me 78 78 72 76 98 90 138 128
(x/menit) 0 0 dari tgl
nit
27-30
36,5- 36, normal -
Suhu (oC) 36,5 36 36,8 36,5 36,5 36,5 36 36,5 36
37,5 5
Menin CK
18- gkat D
Nafas
20x/meni 26 40 30 32 36 20 56 56 56 40 kecuali
(x/menit)
t tgl
26/4
CV
A
45 45
GCS   456 456 456 456 456 456 456 456 Thr
6 6
omb
osis
CV
A
Lemah   + + + + + + + + + + Thr
omb
osis
Sesak   +

Data Laboratorium

Parameter Nilai normal Tanggal (April) Keterangan Interp


21 22 23 24 25 26 29
WBC 3,5-10,0 5,8 10,5 Normal
Hb 13-18 9,9 9,4 11,6 Menurun An
Hct 40-50 30,6 35,5 Menurun An
PLT 170-380 303 163 Normal
LED <15 mm/jam 26 Normal
2,47 3,3 3,5 Menurun Hipoa
Albumin 3,5-5,0
9 6
Bilirubin total <1,4 mg/dl 0,90 Normal
Bilirubin direct <0,40 mg/dl 0,31 Normal
Bilirubin 0,59 Normal
indirect
Na + 135-144 131 133 131 139 Normal
2,5 2,9 3,1 3,39 Menurun Hipok
K+ 3,5-4,8
2
Cl- 97-106 97 103 101 102 Normal
GDA 70-100 96 Normal
GDP 70-115 77 Normal
Kolesterol total 70-130 123 Normal
Kolesterol 27 Normal
30-70
HDL
Kolesterol 76 Normal
<130 mg/dl
LDL
Trigliserida 35-135 mg/dl 87 Normal
Asam urat 3,6-8,5 7,4 Normal
SGOT 5-35 32 Normal
SGPT 5-35 25 Normal
93,6 147, Meningkat CK
BUN 12-16
6
Cr 0,6-1,3 mg/dl 7,68 8,33 Meningkat CK
7,44 7,5 74, Normal
BGA : PH 7,35-7,45
8 46 434
36,7 36, 36, Normal
Suhu 36-37
8 8
22,1 15, 19, Menurun Asi
PCO2 35-45
9 6 meta
61,8 124 119 Menurun dan Asi
PO2 80-100
,7 ,4 meningkat meta
HCO3 22-26 18,9 13, 12, Menurun Asi
mEq/liter 9 4 meta
O2 Saturasi 93,5 98, 98, Menurun Asi
95-100%
arterial 9 4 meta
-6,8 -4,8 -9,3 Menurun Asi
Base excess -2-(2)
meta

3. Assessment
1) Guildeline Terapi
Terapi CKD
(Dipiro, 2008)

Pasien di diagnosa CKD ( chronic kidney disease ) stage 5 dengan


nilai GFR < 15 . Untuk CKD stage 5 atau gagal ginjal stadium akhir
diterapi dengan hemodialisis (HD), dialisis peritoneal (PD) dan
transplantasi ginjal. Berdasarkan tiga pilihan terapi CKD stage 5 yang ada,
terapi yang sesuai diberikan kepada pasien adalah PD (Peritoneal
dialysis). Pemilihan terapi tersebut didasarkan pada riwayat pengobatan
dahulu yaitu pasien sebelumnya telah menerima terapi CAPD
(Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan Paraskevi Theofilou (2011) menjelaskan bahwa dari sisi
psikologi terapi PD (Peritoneal dialysis) lebih baik dari HD (hemodialisis)
untuk pasien CKD stage 5, hal dikarenakan pasien mengalami penyakit
kronik yaitu CKD stage 5 sehingga akan mengalami perubahan kualitas
hidup seperti kehidupan sosial maupun mental. Pada pasien yang
mendapatkan terapi hemodialisis akan mendapatkan efek yang kurang
menyenangkan yaitu susah tidur selain itu hemodialisis dapatkan
meningkatkan gejala depresi karena pasien harus terhubung dengan mesin
hemodialisis secara kontinyu sehingga frekuensi datang ke rumah sakit
meningkat dan aktivitas sehari-hari terbatas seingga terapi PD (Peritoneal
dialysis) lebih baik diberikan kepada pasien karena terapi tersebut
menawarkan outonomy (melakukan penyembuhan sendiri), fleksibilitas
pada kehidupan sehari-hari dan pembatasan sosial yang lebih sedikit.
Pasien diberikan terapi Peritoneal dialysis sebanyak 4 kali sehari (tiap 6
jam) dengan jumlah cairan dialisis 500-1500 mL selama 2 tahun (Isaac
Teitelbaum, and John Burkart, 2003).
Pasien yang menerima terapi Peritoneal dialysis membutuhkan
pemasangan kateter permanen di daerah abdomen untuk akses cairan.
Akses tersebut sangat rentan terhadap komplikasi berupa infeksi. Selain
itu, biokompatibilitas cairan dialisat yang digunakan juga sangat penting
dalam Peritoneal dialysis yang akan dilakukan mandiri oleh pasien.
Kedua hal tersebut mempengaruhi kualitas hidup pasien. Disarankan
bahwa evaluasi teknik Peritoneal dialysis dilakukan secara teratur,
setidaknya setiap tahun, atau lebih sering jika ada bukti teknik prosedur
yang tidak memadai atau terjadinya infeksi terkait Peritoneal dialysis
(MKRI, 2017).

Terapi CVA
Pada pasien stroke non hemoragik yang sudah mengalami iskemik
atau infark terapi yang dibeikan adalah antiplatelet. Antiplatelet bekerja
dengan cara mengurangi agregasi platelet, sehingga dapat menghambat
pembentukan trombus pada sirkulasi arteri, dimana antikoagulan kurang
dapat berperan. Hal tersebut didukung oleh penelitian lain yaitu Flores
(2011) yang menyebutkan aspirin dosis tunggal direkomendasikan pada
terapi stroke iskemik. Penelitian lainnya menunjukkan aspirin (160 mg - 325
mg perhari) mengurangi kematian dan disabilitas ketika diberikan dalam 48
jam setelah stroke iskemik, studi analisis kombinasi pemberian aspirin dengan
unfractionated heparin, atau antiplatelet golongan lain seperti clopidogrel dan
Dipiridamol tidak memperlihatkan penurunan mortalitas dan resikonya
sebanding dengan benefitnya bila diberikan pada stroke iskemik. Sehingga
aspirin dosis tunggal lebih direkomendasikan pada terapi stroke iskemik
dibandingkan kombinasi (POWERS,2018).

Terapi Anemia

(Dipiro,2008)

Pasien dengan gagal ginjal mengalami gangguan dalam produksi


eritropoeitin sehingga dapat menyebabkan anemia. Berdasarkan hasil
laboratorium, pasien mengalami anemia dengan Hb 9,9 g/dl pada tanggal 21
dan 9,4 g/dl pada tanggal 25. Menurut algoritma Dipiro (2008) anemia pada
CKD dengan Hb < 10 g/L dapat diberikan terapi ESA ( Eritropoetin
Stimulating Agent). Terdapat 4 jenis ESA yaitu CERA (Continuous
Erythropoietin Receptor Activator), darbepoietin alfa, eritropoietin alfa, dan
eritropoietin beta. CERA lebih dipilih dari pada darbepoetin alpha karena
CERA diklaim sebagai ESA yang memiliki waktu paruh terpanjang. CERA
ini mengakibatkan perbedaan besar terutama dalam hal masa kerja yang jauh
lebih panjang.

(Saputra,2017)

Berdasarkan diagram diatas CERA memiliki waktu paruh yang lebih


panjang dibandingkan ketiga obat yaitu darbepoietin alfa, epoeitin beta, dan
epoetin alfa. Waktu paruh mencapai 130 jam (IV rata-rata 134 jam, SC rata-
rata 139 jam) dibandingkan eritropoietin alfa yang hanya 8jam. CERA
memiliki waktu paruh 6 kali lebih panjang dibandingkan darbepoietin alfa dan
27 kali lebih panjang dibandingkan eritropoietin alfa. CERA diberikan dengan
dosis awal 0,6 mcg/ kgBB, pasien memiliki berat badan 55 kg sehingga dosis
yang diberikan adalah 33 mcg untuk mencapai target Hb 13-18 g/dL setelah 4
minggu. Suntikan dapat diberikan secara subkutan 2 minggu sekali (Saputra,
2017).

Terapi Mual Muntah

(Bc Renal Agency, 2017)


Pada pasien CKD seringkali disertai dengan problem medik atau
keluhan lain berupa mual muntah. Mual muntah pada pasien sangat
mengganggu aktivitasnya sehingga perlu unuk diterapi. Keluhan tersebut
dapat diatasi dengan obat antiemetik. Pilihan obat untuk pasien dengan gastrik
statis atau gastroparesis sesuai dengan BC Renal Agency (2017) yaitu dengan
metoclopramide oral 5mg.
2). Riwayat Terapi yang diterima Pasien saat MRS
Terapi Parenteral

Terapi Aturan Tanggal (April)


pakai
21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
O2 2-4 lpm         
prn
3-4 lpm
prn
KaEn Mg3 20 tpm     //  
16 tpm    //
Normal saline  //
D40% 1 flash  //
1x1
D5% 15 tpm  //
Metokloprmid 10 mg      //
3x1
Brainact 250 mg         
3x1
Albumin 20% 1x1  //
Furosemid 40 mg 1-    //
0-0
Ceftriaxone 1 gram 2  
x1
Dobutamine 250  
mg/100ml

Terapi Oral
Terapi Aturan Tanggal (April)
pakai
21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Neurodex 1 tab 2x1         
Amitriptiline 12,5mg      //
2x1
Alprazolam 0,25mg     //
2x1
Alprazolam 0,25mg     
1x1
Aspilet 160mg  //
1x1
Aspilet 80mg       
1x1
Allopurinol 100mg       
1x1
KSR 1 tab 2x1  //
KSR 1 tab 1x1     
Amitriptiline 12,5mg    
1x1

Terapi IVFD

Terapi Aturan Tanggal (April)


pakai
21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
KCl/NS IV 20 tpm   //
drip 25
mEq/500cc

3). Drug Related Problem

Problem
S O Drp/Uraian Drp Rekomendasi Problem
Medik
CKD - Peningkatan DRP : potensial ADR Furosemid termasuk ke dalam
stage 5 Cr : 7,68 Furosemid dapat diuretik golongan Loop
mg/dl (21/4) menyebabkan hipovolemia, diuretik yang digunakan
dan 8,33 ketidakseimbangan cairan, untuk mengatasi udem
mg/dl (26/4). hipokalemia, hipokalsemia (Medscape, 2018). Namun
Peningkatan yang umumnya terjadi dan pasien tidak mengalami udem
BUN: 93,6 memperparah keadaan serta sehingga penghentian
(21/4 ) dan kondisi pasien CKD stage 5 penggunaan furosemid.
147,6 (26/4) (Oh Sewon dan Sang Youb Berdasarkan KDIQO (2002),
Peningkatan Han, 2015). Selain itu, pasien dengan nilai ClCr
ClCr: 10,6095 kondisi dan keadaan pasien 10,17 dan GFR 6 ml/min/1,73
tidak mengalami udem pada m² maka diterapi dengan
data objektifnya. hemodialisis, peritoneal
dialisis dan transplantasi
ginjal. Terapi peritoneal
dialisis dipilih lebih flexibel
dalam kehidupan sehari-hari,
lebih mengontrol penyakit
dan biayanya lebih murah
serta menurunkan kondisi
stres emosional (Paraskevi
Theofilou, 2011).
CKD - Peningkatan DRP: Terapi tidak efektif Terapi profilaksis ceftriaxone
stage 5 Cr : 7,68 Pasien mengalami diganti mupirocin.
mg/dl (21/4) peningkatan nilai leukosit Berdasarkan penelitian Isaac
dan 8,33 sehingga perlu diberikan Teitelbaum (2003) antibiotic
mg/dl (26/4). terapi profilakis antibiotik yang efektif mengurangi
Peningkatan ceftriaxone untuk terjadinya infeksi peritonitis
BUN: 93,6 menghindari terjadinya adalah rifampin dan
(21/4 ) dan komplikasi infeksi pada mupirocin namun dari kedua
147,6 (26/4) kateter dialysis namun obat tersebut yang paling
Peningkatan antibiotic tersebut kurang efektif dalam mengurangi
ClCr: 10,6095 efektif sebagai profilaksis infeksi adalah mupirocin
peritonitis sehingga (Cibele Grothe, 2016)
ceftriaxone diganti dengan
mupirocin (Isaac
Teitelbaum and John
Burkart, 2003)
Asidosis - Penurunan DRP: Butuh terapi Oral sodium bikarbonat dapat
metabolik base exass tambahan meningkatkan status gizi dan
nutrisi serta memperpendek
-6,8 (21/4), Berdasarkan data lab pasien
durasi rawat inap di rumah
-4,8 (24/4 ) mengalami asidosis sakit bagi pasien CKD
disertai CAPD (Diazbuxo,
dan -9,3 metabolik dengan
nilai 2005). Oral sodium
(25/4) serum bikarboat yang bikarbonat diberikan dengan
dosis 4,8 gr diberikan 1 kali
Penurunan kurang dari 22 mEq dapat
sehari (PIONAS, 2018).
HCO3-: 18,9 memperparah penyakit
(21/4);
13,9(24/4) CKD dan meningkatkan
dan 12,4 resiko kematian. Namun
(25/4);
Peningkatan pasien hanya mendapatkan
BUN: 93,6 terapi oksigen untuk
(21/4 ) dan
mengatasi sesak
147,6 (26/4);
penurunan dikarenakan manifestasi dari
PCO2 : asidosis metaboliknya.
22,1(21//4)
15,9 (24/4) Sehingga diberikan terapi
19,6(25/4). oral sodium bikarbonat
Penuruna (KDIQO, 2012). Selain itu
PO2: 61,8 Natrium bikarbonat hanya
(21/4); 124,7
(24/4) dan digunakan bila tekanan
119,4 (25/4) darah sudah terkontrol dan
tidak mengalami edema,
(Chen and Matthew, 2013)
DRP :Terapi Tanpa Pemberian normal saline pada
Indikasi pasien dihentikan.

Pasien diberikan terapi


normal saline dimana
mengandung sodium
chlorida yang memilki
resiko penurunan GFR dan
meningkatkan vasokontriksi
renal yang dapat
meningkatkan keparahan
pada kerusakan ginjal dan
menurunkan fungsi ginjal
(Potura et al, 2015). Selain
itu, infus NaCl
kontraindikasi dengan
keadaan hipokalemi dan
asidosis pada pasien
(MIMS, 2018)

Hipokale - Nilai K 2,5 ; DRP : Terapi Tanpa Terapi IVFD KCl/NS IV drip
mi Indikasi dihentikan.
2,9 ; 3,12 ;
Pasien diberiterapi IVFD
3,39 (normal
KCl/NS IV drip 25
3,4-5,3 mEq/500cc 20 tpm, menurut
mmol/L) Sumantri (2009), terapi KCl
Iv sebagai tambahan terapi
oral pada pasien dengan
hipokalemi asimtomatik
berat, sedangkan pada kasus
tersebut, pasien termasuk
dalam hipoK kategori
ringan sedang (3,0-3,5
mmol/L)

DRP : Low dose Pemberian KSR diberikan


Pasien termasuk sejak awal MRS
hypokalemia ringan-sedang
yang ditandai dengan
penurunan K sejak tanggal
21, namun pasien baru
menerima terapi pada
tanggal 25 sehingga cukup
diberikan kalium oral sajas.
Stroke Lemah GCS = 456, Dosis yang direkomendasikan
thrombosi anggota keluhan untuk stroke iskemik 160-325
s (CVA gerak lemah, Hb DRP : Low dose
mg 1xsehari. Dosis yang
thrombosi badan menurun, Hct Terapi yang diberikan pada
s) kanan menurun diberikan 160 mg, karena
Pasien adalah aspilet dengan
sejak 3 <10,8 g/dL, sediaan aspilet hanya 80 mg,
minggu, Leukosit dosis 80 mg 1xsehari sejak
maka aspilet diganti dengan
sulit meningkat>10 tanggal 24/4, dosis tersebut
bicara ,500, LED aspirin untuk mengurangi
tidak sesuai dengan terapi
dan meningkat frekuensi penggunaan obat
memebe >30mm/jam, stroke thrombosis
pada pasien sehingga
rat sejak Trombosit (Alldredge, 2012).
2 hari meningkat kepatuhan pasien diharapkan
terakhir >3660, asam dapat meningkat (POWERS,
urat 2018).
meningkat DRP : Low dose Meningkatkan dosis menjadi
>7,2 mg/dL 1000mg 2xsehari
Dosis brainact yang (PERDOSSI, 2011).
diberikan 250 mg 3x sehari
iv, dosis tersebut kurang
dari dosis yang tepat
diberikan untuk pasien
stroke thrombosis
(PERDOSSI, 2011).

DRP : Terapi tidak efektif Menggunakan monoterapi


Penggunaan 2 antidepressan atau satu antidepressant yaitu
alprazolam (Giada, 2018).
yaitu amitriptilin dan
alprazolam. Alprazolam
memilki efektivitas yang
lebih baik sebagai
antidepressant dibandingkan
dengan amitriptilin (Giada,
2018).
Anemia - DRP : Indikasi tanpa
terapi

Pasien mengalami anemia


tetapi belum diterapi. Pasien
diindikasikan terkena
anemia akibat penyakit
Terapi ESA (Erythropoietin
kronik CKD stage 5. anemia
Hb = 9,9 Stimutaling Agent) jenis
yang dialamipasien
(21/4) ; 9,4 CERA(Continuous
merupakan anemia karena
(25/4 ; 11,6 Erythropoietin Receptor
penurunan produksi EPO.
(26/4) Activator) lebih dipilih karena
Menurut Dipiro (2008)
Hct = 30,6 CERA memiliki waktu paruh
anemia pada CKD dengan
(21/4) ; 35,5 lebih panjang dibandingkan
terapi ESA secara iv/sc.
(26/4) jenis lain. Dosis 33 mcg
Terdapat 4 jenis ESA yaitu
secara s.c diberikan 2 minggu
CERA (Continuous
sekali.
Erythropoietin Receptor
Activator), darbepoietin
alfa, eritropoietin alfa, dan
eritropoietin beta.

Asam - Nilai asam DRP : Terapi tanpa Pemberian allopurinol


Urat urat masuk indikasi 1xsehari 100mg dihentikan.
(Osteoarth dalam rentang
Pasien mendapatkan terapi
ritis) normal yaitu allopurinol 100 mg
7,4 dari nilai 1xsehari, namun
berdasarkan data objektif
normal untuk
pria 3,6 – 8,5 nilai asam urat pasien
masuk dalam rentang
normal (Kemenkes RI,
2011).
Hipoalbu - Penurunan DRP : Low dose Pasien tetap diberikan terapi
min nilai albumin Pasien diberikan terapi human albumin 20% 1x
2,47 (tgl 21/4) albumin 20% hanya pada sehari selama 4 hari hingga
; 3,39 (tgl tanggal 22/4. Sedangkan mencapai kadar albumin
23/4) ; 3,56 pasien mengalami normal (Instituto Grifols, S.A.
(29/4). Nilai hipoalbumin dari tanggal Can Guasch)
normal 21/4 dan 23/4.
albumin 3,5 –
5,0.
Mual Pasien - DRP : Overdose Pasien memiliki klirens
muntah mengelu Menurut MIMS, dosis kreatinin sebesar 10,694,

h mual normal pemberian menurut MIMS jika pasien


memiliki ClCr kurang dari 40
muntah metoclopramide untuk
maka ada penurunan dosis
pada pasien dewasa yaitu 10 mg,
sebesar 50% dari dosis normal.
MRS tapi karena pasien memiliki
Dosis normal metoclopramid
gangguan renal maka dosis
disini yaitu 10 mg maka
yang diberikan diturunkan diturunkan dosisnya sebesar
menjadi 5 mg. (MIMS, 50% menjadi 5 mg
2018) (MIMS,2018)

DRP : ADR Pemberian dextrose 40%.


pasien diterapi dengan Namun pasien tetap diberikan
dextrose 40% dan dextrose dextrose 5%.
5%. Penggunaan dextrose
kontraindikasi dengan
pasien CVA. Namun dalam
kasus ini, dextrose tetap
diberikan sebagai kebutuhan
nutrisi pasien dengan dosis
dextrose yang digunakan
yaitu yang rendah (dextrose
5%) (C.Moore, 2008).

2. Plan
a. Tujuan Terapi
 Memperlambat perkembangan GGK
 Mengidentifikasi dan mengobati komplikasi GGK
 Mengelola kondisi komorbiditas
 Peningkatan kualitas hidup pasien CKD stage V
 Meminimalkan jumlah sel yang rusak
 Mencegah secara dini komplikasi neurologik maupun medic
 Mempercepat perbaikan fungsi neurologis sehingga prognosis pasien
diharapkan akan lebih baik
 Mengatasi anemia yang disebabkan oleh CKD
 Menormalkan nilai albumin (3,5 – 5)
 Menormalkan nilai kalium
 Mencegah komplikasi penyakit
 Mual muntah hilang
b. Terapi non Farmakologis
 Diet protein, untuk pasien hemodialisis = 1 -1,2 gr/kgBB ideal/hari = 1
gram x55 kg = 55 gr/hari
 Membatasi pemasukan cairan dalam tubuh
 Dialisis
 Tidak ada terapi asidosis metabolik khusus, karena hanya dibutuhkan
intervensi farmakologis untuk memperbaiki keadaan asidemia (Dipiro
et al, 2011) Salah satu pendekatan non farmakologis yang dapat
diterapkan pada pasien asidosis metabolic disertai CKD yaitu diet
rendah protein dengan banyak mengonsumsi buah dan sayur (Di Lorio
et.al, 2015).
 Meminimalkan makanan tinggi lemak jenuh dan mengurangi asupan
trans fatty acid seperti kue-kue, crackers, telur, makanan yang
digoreng, dan mentega.
 Istirahat cukup dan tidur teratur antara 6-8 jam sehari
 Mengkonsumsi makanan penambah darah untuk membantu mengatasi
anemia dan meningkatkan daya tahan tubuh seperti bayam, daging
merah, kacang-kacangan, ikan laut dan buah-buahan.
 Konsumsi sayuran yang banyak mengandung albumin misalnya
bayam, brokoli, kentang dan juga mengonsumsi ikan yang banyak
mengandung protein misalnya ikan tuna, daging sapi
 Makan makanan yang halus, dan mengurangi makan makanan yang
dapat memicu kenaikan asam lambung seperti makanan asam dan
pedas (Dipiro et al, 2008)

c. Terapi Farmakologis yang diterima Pasien


CKD

 Mupirocin
Mupirocin bekerja dengan cara menghambat isoleucyl transfer-RNA
synthetase, sehingga menghambat sintesis protein bakteri. Karena cara
kerjanya yang spesifik dan mempunyai struktur kimiawi yang unik,
Mupirocin tidak menunjukkan adanya resistensi silang dengan antibiotik
lainnya. Mupirocin adalah antibiotik topikal yang aktif
terhadap Staphylococcus aureus (termasuk strain yang resisten terhadap
methicillin), S. epidermidis, dan beta-haemolytic Streptococcus.

 Sodium bicarbonat
Natrium/sodium bikarbonat bersifat elektrolit. Itu berarti ia bekerja dengan
menetralkan kelebihan asam di dalam darah. Ia juga dapat bekerja
menggantikan bikarbonat apabila ada banyak kehilangan bikarbonat dari
dalam tubuh. Pada kasus CKD saat GFR turun 20-30% maka pH darah juga
akan turun, oleh karena itu perlu diberikan natrium bikarbonat untuk
mengobati dan mencegah asidosis metabolic Penggunaan terapi natrium
bikarbonat hanya bisa digunakan apabila tekanan darah pasien terkontrol dan
tidak mengalami udema, sedangkan tekanan darah pasien tidak terkontrol dan
pasien mengalami udema(Chen and Mathew, 2013). Pemberian terapi
intravena hanya diberikan pada kasus asidosis metabolic berat dengan HCO3
<8 dan nilai pH <7.2 sedangkan pada kasus ini digolongka pada asidosis
metabolik ringan sehingga terapi diganti menggunakan terapi oral (Dipiro,
2011). Pemberian oral sodium bikarbonat dengan dosis 4,8 gram 1 kali sehari
(PIONAS, 2018).
 Oksigen
Untuk membantu mengurangi sesak nafas, yang merupakan manifestasi klinis
dari asidosis metabolik.

CVA
 Aspilet
Aspirin dengan nama dagang Aspilet dapat bekerja untuk mencegah
pembentukan bekuan dan emboli atau trombotik dengan penghambatan
vasokonstriksi yang dimediasi TXA2, aktivasi fibrinolisis, penghambatan
sintesis faktor pembekuan vitamin K-dependent, dan penghambatan jalur
lipoksigenase(Alldredge, 2012). Dosis yang diberikan untuk pasien stroke
iskemik yang efektif adalah 160-300mg, dosis yang diberikan untuk pasien
pada kasus ini adalah 162mg tiap 24 jam karena pasien sudah termasuk
geriyatri sehingga dosis yang diberikan adalah dosis terkecil, selain itu dosis
162 mg sudah tersedia dalam sediaan tablet delayed-release
(Medscape,2018).

 Brainact
Diduga bermanfaat dalam terapi strokedengan cara memperbaiki
kerusakan membran saraf lewat aktivitas saraf kolinergik dengan cara
meningkatkan produksi asetilkolin dan mengurangi akumulasi asam lemak di
daerah kerusakan saraf (Frans,2010).
Pemakaian obat neuroprotektor citicolin memberikan manfaat pada
stroke iskemik akut dengan dosis 2x1000 mg intravena 3 hari dan dilanjutkan
dengan oral 2x1000 mg selama 3 minggu menunjukkan efek positif pada
penderita stroke akut berupa perbaikan motoric dan score MRS. Durasi
penggantian rute pemberian obat dari intravena ke peroral dapat disesuaikan
dengan komdisi pasien (PERDOSSI,2011).
 Alprazolam
Berdasarkan penelitian Giada (2008), alprazolam memiliki efektivitas
lebih tinggi dibandingkan dengan amitryptilin. Pada kasus ini, sebelumnya
dokter meresepkan penggunaan kedua antidepresan tersebut. Oleh karena itu,
penggunaan amitryptilin dan melanjutkan terapi alprazolam karena memiliki
efektivitas lebih tinggi.
 Neurodex
Neurodex berisi suplemen vitamin B kompleks yang terdiri atas
vitamin B1, B6, dan B12. Vitamin B kompleks dibutuhkan untuk vitamin
Neurotropik yang berguna untuk nutrisi sel saraf. Misalnya saja melindungi
dan menjaga fungsi saraf tetap normal. Pada pasien CKD dengan CVA,
neurodex digunakan untuk menjaga fungsi saraf agar tetap normal dan
membantu meminimalisir progesivitas dari CVA (Medscape, 2018).

Hipotensi
 Dobutamine
Syok kardiogenik adalah hipotensi persisten dan hipoperfusi jaringan
karena disfungsi jantungvolume intravaskular yang adekuat dan tekanan
pengisian ventrikel kiri. Hal yang paling penting diketahui yaitu bahwa
perkembangan dan penyebab syok kardiogenik untuk mencegah tingginya
morbiditas dan mortalitas terkait. Dopaminsecara tradisional telah menjadi
obat pilihan, karena vasopressor dan aktivitas inotropiknya. Norepinefrinlebih
disukai daripada dopamin pada pasien dengan hipotensi yang lebih berat
karena lebih kuatvasokonstriksi. Namun, literatur terbaru menunjukkan
dopamin norepinefrin sebagai agen lini pertama dalam syok kardiogenik dapat
meningkatan potensi kematian. Dobutamin dapat menyebabkan aritmia
sehingga penting untuk mentitrasi ke dosis terendah yang diperlukan untuk
memperbaiki perfusi jaringan. Dobutamine dapat menyebabkan vasodilatasi;
oleh karena itu, penggunaannyaharus pada pasien dengan hipotensi yang
kurang parah atau dalam kombinasi dengan vasopressor untuk
memperbaikicardiac output (CO) pada hipotensi berat. Pasien mengalami
hipotensi pada tanggal 29/4, sehingga terapi dobutamine sudah tepat
diberikan. Namun diperlukan penyesuaian dosis sesuai dengan berat badan
pasien yaitu 250 mg/ 100 mL. Durasi pemakaian dobutamine sampai tekanan
darah pasien kembali normal seperti sebelumnya (Topalian, 2008).

Anemia
 CERA
Penderita gagal ginjal sering kali juga diikuti dengan anemia atau
penurunan kadar Hb dikarenakan produksi sel darah merah yang terganggu
akibat gagal ginjal. Nilai Hb pasien pada kasus menurun dari nilai normal,
sehingga perlu diterapi agar kadar Hb normal. Terapi yang diberikan pada
pasien yaitu CERA. CERA dipilih sebagai terapi anemia pada pasien karena
mampu berinteraksi secara terus-menerus menstimulasi reseptor eritropoietin
endogen, sehingga selama berada dalam tubuh obat ini mampu mengulang
stimulasi proses eritropoietin secara berkelanjutan dan nilai Hb akan normal
(Dedyanto, 2017).

Hipokalemia
Rekomendasi terapi Hipokalemia (Dipiro, 2015)
 KRS

Pada penderita gagal ginjal sering ditemukan keadaan hiponatremia,


hiperkalemia, hipokalsemia dan hiperfosfatemia.Walaupun penderita gagal
ginjal dapat bertahan hidup lebih lama dengan melakukan hemodialisa, namun
kemungkinan dapat terjadi ketidakseimbangan kalium, kalsium dan fosfor
anorganik yang dikarenakan ginjal tidak berfungsi (Tri, 2012). Hipokalemia
didefinisikan sebagai kalium plasma kurang dari 3,5 mEq/L. Hipokalemia
dapat terjadi akibat asupan yang kurang, perpindahan kalium ke dalam sel
atau kehilangan kalium renal maupun non renal. Alkalosis metabolik akan
menginduksi deplesi khlorida akibat muntah atau drainase lambung.
Hipokalemia berlangsung selama induksi alkalosis sebagai akibat kehilangan
kalium melalui ginjal. Pemberian Kalium 40-60 mEq dapat meningkatkan
kadar kalium 1-1,5 mEq/L dan pemberian 135-60 mEq dapat meningkakan
kadar kalium 2,5-3,5 mEq/L. (Desi, 2012)
Pemberian kalium pada pasien melalui intravena dapat diberikan untuk
pasien yang tidak dapat makan atau sebagai tambahan terapi oral pada pasien
dengan hipokalemia simtomatik berat (Sumantri, 2009). Namun, pasien
termasuk hypokalemia ringan-sedang (Pasien mempunyai konsentrasi kalium
serum antara 3,0 sampai 3,5 mEq/L) sehingga cukup diberikan kalium oral
saja. Pasien diberikan KSR oral 600 mg 1x1 dengan durasi pengobatan
sampai kadar kalium normal (MIMS, 2016). Dosis yang lebih kecil harus
digunakan bila terdapat insufisiensi ginjal (Pionas, 2018) Pengobatan Tingkat-
tingkat serum kalium diatas 3.0 mEq/liter tidak dipertimbangkan bahaya atau
sangat mengkhawatirkan; mereka dapat dirawat dengan penggantian
potassium melalui mulut. (Dawodu S, 2004).

Hipoalbumin
 Human Albumin 20%
Penggunaan albumin diindikasikan untuk terapi hipoalbumin. Nilai
normal albumin yaitu 3,5-5. Human albumin 20% mempunyai 2 fungsi utama
yaitu memelihara tekanan osmotok koloid plasma dan pengangkutan produk
metabolit jaringan (NZDS, 2015). Pasien diberikan human albumin 20%
selama 4 hari hingga nilai albumin normal (Instituto Grifols, S.A. Can
Guasch)

Mual muntah
 Metoclopramide
Pasien meneluh mual muntah pada saat masuk rumah sakit. Mual
muntah juga disebabkan karena manifestasi dari penyakit CKD yaitu
terjadinya perubahan sistem tubuh pada gastrointestinal yang menyebabkan
mual dan muntah yang dapat menganggu kondisi dari pasien tersebut.
Diberikan metoclopramide iv, dengan dosis 5 mg. Dipilih metoclopramid
karena pada pasien tidak mengalami gangguan gastric/gastroparesis sehingga
pilihan metoclopramide ini cocok dan aman diberikan pada pasien (Bc Renal
Agency, 2017)
 Dextrose 5%
Pasien diterapi dengan dextrose 5%. Penggunaan dextrose kontraindikasi
dengan pasien CVA. Namun dalam kasus ini, dextrose tetap diberikan untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi pasien dengan dosis dextrose yang digunakan
yaitu yang rendah (dextrose 5%) (C.Moore, 2008).

Saran Terapi MRS

Terapi Aturan Tanggal (April)


pakai
21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
O2 2-4 lpm         
prn
3-4 lpm
prn
D5% 15 tpm          
Metokloprmid 10 mg      //
3x1
Brainact 250 mg          
3x1
Albumin 20% 1x1     - - - - - -
Dobutamine 27,5  
mg/100ml

Terapi Oral
Terapi Aturan Tanggal (April)
pakai
21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Neurodex 1 tab 2x1          
Alprazolam 0,25mg 1x1          
Aspilet 162mg 1x1          
Mupirocin Tiap 1 gram 3 kali 3 kali V V V V V V V V
salep Bactroban sehari sehari
(Bactroban) Krim selama
mengandung 10
Mupirocin hari
calcium 2%.
Sodium 4,8 gram 1 kali V V V V V V V V
bicarbonat sehari

1. KIE
 Pasien
 Memberikan jadwal minum obat kepada pasien seperti yang diberikan
kepada keluarganya
 Motivasi untuk melakukan pola hidup sehat
 Tidak melakukan aktivitas fisik yang berlebih dan stres.
 Menyarankan pasien untuk banyak istirahat.
 Diet Rendah Kalium (Potassium) Dan Natrium (Sodium)
 Batasi asupan cairan
 Diet rendah fosfor dan kalsium
 Meningkatkan asupan protein, kalori, Lemak tak jenuh, seperti minyak
nabati, minyak jagung, dan minyak zaitun serta karbohidrat.
 Mengedukasi pasien untuk melakukan pengecekan Hb untuk
mengatasi anemia
 Mengatur Pola Makan yang Sehat
 Kontrol albumin sebagai parameter perkembangan pasien CKD
 Melakukan pemeriksaan elektrolit
 Penanganan stress dan beristirahat yang cukup

 Tenaga Kesehatan
 Monitoring urea dan kreatinin terapi dialisis peritonial
 Melakukan prosedur dialisis dengan baik dan benar kepada pasien
 Memberitahukan kepada pasien untuk mengkonsumsi antibiotik rutin
dan sampai habis.
 Perlu dilakukan pengecekan keseimbangan cairan pada pasien
 Memonitoring Hb dan tanda anemia pada pasien
 Melakukan pemeriksaan elektrolit
 Melakukan pemeriksaan kalium
 Melakukan pemeriksaan kadar albumin

 Keluarga Pasien

Nama Obat Jadwal Jumlah Manfaat Hal yang perlu


Minum dilakukan
Mupirocin 3 kali Tiap 1 Tidak terjadi Sejumlah kecil krim
sehari gram komplikasi dioleskan ke kulit yang
selama Bactrob infeksi PD sakit dengan cotton bud
10 hari an Krim atau kapas steril
mengan
dung
Mupiroc
in
calcium
2%.
Sodium 1 kali 4,8 gr Tidak terjadi Dapat timbul efek
bicarbonat sehari yang asidosis samping edema.
mengan metabolik yang
dung 57 merupakan
mmol komplikasi
tiap Na CKD
dan
HCO-
Aspilet 1x sehari 1 tablet Mencegah Obat harus diminum
10.00 162 mg terjadinya bersamaan ataupun
stroke kembali sesudah makan untuk
dan meluruhkan mencegah terjadinya
sumbatan baik iritasi lambung
thrombus atau (DiPiro,2014)
emboli yang
menghambat
peredaran darah
ke otak
(PERDOSSI,20
11).
Brainact 2x sehari 2 tablet Sebagai Diminum sesuai dengan
08.00;20. 500mg neuroprotektan durasi yang telah
00 untuk perbaikan ditentukan agar efek
motorik terapi dapat tercapai
pasien(PERDO dengan optimal
SSI,2011). (PERDOSSI,2011).
Alprazolam 1x sehari 0,25mg Mengobati Diminum sesuai dengan
gangguan durasi yang telah
kecemasan ditentukan agar efek
terapi dapat tercapai
dengan optimal
Dobutamine 1xsehari 27,5mg/ Mengatasi Diminum sesuai dengan
100ml hipotensi durasi yang telah
ditentukan agar efek
terapi dapat tercapai
dengan optimal
CERA 2 minggu 33 mcg Mengatasi Mengontrol kadar Hb
sekali s.c anemia karena
dapat
menstimulasi
reseptor
eritropoietin
secara
berkelanjutan
(Saputra,2017)
Albumin 20% 1x1 20g Pencegahan dan Monitoring khusus
pengobatan penggunaan albumin
hipoalbuminemi pada pasien CKD
a (Medscape,
2018)
KSR 1x1 600 mg Pencegahan & Monitoring khusus dan
(Potassium pengobatanhipo memantau penggunaan
Klorida) kalemia. KSR untuk pasien gagal
(MIMS, 2018) ginjal dan gagal jantung
kongestif (MIMS, 2018)
Metocloprami 3x1 5 mg Mengurangi Monitoring efek samping
de mual dan obat metoclopramide
muntah (MIMS,
2018)
Dextrose 5% 1xsehari 15 tpm Memberikan Monitoring dosis yang
nutrisi pada diberikan, untuk pasien
pasien (NZDS, CKD harus dosis
2015). terendah (NZDS, 2015).

2. Monitoring

Monitoring Jadwal Target


Obat Keberhasilan ESO
Pemantauan Keberhasilan
Mupirocin Tidak terjadi Sakit kepala, kulit - Tidak terjadi
komplikasi kering, mual (MIMS, komplikasi
infeksi PD 2018) infeksi PD
(Nilai leukosit
normal (3200-
10.000)
digunakan
sampai 10
hari.
Sodium Tidak terjadi Alkalosis metabolik, Setiap hari Tidak terjadi
bicarbonat asidosis perubahan mood, asidosis
metabolik kelelahan, edema metabolik
(MIMS, 2018) yang
merupakan
komplikasi
CKD (nilai
normal serum
bicarbonat 22-
26 mEq/L),
(base excess
normal -2-2)
dan (BUN
normal 12-16)

Oksigen Tidak terjadi - Setiap hari Tidak terjadi


sesak nafas sesak nafas
(nilai normal
RR : 12-20
kali/menit )

Aspilet Lemah hilang, Angioderm, sakit Setiap hari Keluhan


GCS membaik pada GI,Mual, lemah hilang,
atau normal Ruam,Muntah(Medsc dan GCS
ape,2018) normal

Citicoline Memperbaiki Susah tidur Setiap hari Perbaikan


fungsi motorik (insomnia), sakit fungsi
kepala, diare, tekanan motorik
darah rendah atau
tinggi. Mual.
Penglihatan kabur,
nyeri dada
(Frans,2010)

Dobutamine Tekanan Darah Konstipasi, Setiap hari TD normal


kembali normal depresi,diare seperti
(medscape,2018) sebelumnya
(100/90)

Alprazolam Pasien tidak Sakit Setiap hari Pasien relax


cemas kepala,gugup,diare dan
(medscape,2018) kecemasan
berkurang

CERA Hb normal Thrombosis / pure Setelah 4 Hb kembali


setelah 4 red cell aplasia minggu normal (13-18
minggu g/dL)
Albumin 20% Nilai albumin Demam, hipertensi, Selama MRS Nilai albumin
pasien normal takikardia, pasien normal
(3,5-5) hipersensitivitas (3,5-5)
(Medscape, 2018)
KSR (Potassium Nilai K pasien Selama MRS
Nilai kalium
Klorida) normal (3,4-5,3 Mual, muntah, diare,
nomal (3,5-
mmol/L) nyeriperut (MIMS,
4,8)
2018)
metoclopramide Mual muntah Setiap hari Mual muntah
hilang Ekstrapirimidal, hilang
tremor, sakit kepala
(MIMS, 2018)
Dextrose 5% Kebutuhan Selama MRS Kebutuhan
Nutrisi Hipoglikemia nutrisi
terpenuhi (MIMS, 2018) terpenuhi
3. Kesimpulan
Dalam kasus terapi ini terdapat DRP, antara lain: potensial ADR (Furosemid,
dextrose 40%), terapi tidak efektif (Ceftriaxone, alprazolam & amitryptilin),
butuh terapi tambahan (sodium bikarbonat), Low dose (aspilet, brainact, albumin
20%, KSR). Over dose (Dobutamine, metoclopramide), indikasi tanpa terapi
(CERA), terapi tanpa indikasi (allopurinol, KCL/NS dan normal saline). Terapi
yang pasien dapat yaitu mupirocin untuk CKD stage 5 ; aspilet, brainact,
alprazolam untuk CVA thrombosis ; Dobutamine / NS untuk hipotensi ; CERA
untuk anemia ; albumin 20% untuk hipoalbumin ; metoclopramide untuk mual
muntah ; Dextrose 5% untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ; KSR untuk
hypokalemia ; sodium bokarbonat untuk asidosis metabolic ; O 2 untuk sesak
yang dialami pasien.
Daftar Pustaka

Alldredge, B.K., Corelli, R.L., et.al., 2012. Koda-Kimble and Young’s Applied
Therapeutics: The Clinical Use of Drugs, 10th North American Edition. USA:
LWW.
Bc Renal Agency. 2017. Management Nausea In Patient with Chronic Kidney Disease. Suite
700-1380 Burrad St.

Chen, Wen MD and Mathew K. Abramowitz, MD MS. 2013. Treatment of Metabolic


Acidosis in Patients With CKD. American Journal of Kidney Desease.

Cibele Grothe, 2016, Prophylactic treatment of chronic renal disease in patients


undergoing peritoneal dialysis and colonized by Staphylococcus aureus: a
systematic review and metaanalysis, Brazil: BMC Nephrology.
Dawodu, S. (2004). Traumatic Brain Injury : Defenition, Epidemiology. eMedicine.
Available from: http://www.emedicine.com/pmr/topic.
Dedyanto Hengky Saputra. 2017. Perkembangan Terapi Erythropoietin Stimulating
Agent untuk Anemia Penyakit Ginjal Kronik. Medical Department PT Kalbe
Farma Tbk. Jakarta Indonesia.
Desi, 2012. Diagnosis dan Tatalaksana Hipokalemia. Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala/RSUD dr. Zainoel Abidin, Banda Aceh. Aceh :
Indonesia.
Dewanto, G., 2009. Panduan Praktis Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf.
EGC ; Jakarta.
Diaz-Buxo, J. A. (2005). Bicarbonate solutions: update. Advances in Peritoneal
Dialysis, 21, 115.
Di Lorio, B. G et al. 2015. Very Low-Protein Diet (VLPD) Reduces Metabolic
Acidosis in Subjects with Chronic Kidney Disease: The “Nutritional Light
Signal” of the Renal Acid Load. Nutrients 9(69) : 1-14.
DiPiro, J.T., Robert, L.T., Gary, C.Y., Gary, R.M., Barbara, G.W., L. Michael, P.,
2008, Pharmacotheraphy A Pathophysiologic Approach 7th Edition, McGraw-
Hill Medical, USA.
Dipiro et al. 2011. Pharmacoteraphy 8th edition. Mc graw Hill. New york.

DiPiro, J.T., Robert, L.T., Gary, C.Y., Gary, R.M., Barbara, G.W., L. Michael, P.,
2012, Pharmacotheraphy A Pathophysiologic Approach 7th Edition, McGraw-
Hill Medical, USA.

Flores, S., 2011. Ischemic stroke in emergency medicine. Medscape Reference.


http://emedicine. medscape. com/article/1916852-overview. Diakses pada 19
Mei 2018.
Hsieh, C. Y., Lin, H. J., Chen, C. H., Lai, E. C. C., & Yang, Y. H. K. (2014). Chronic
kidney disease and stroke. The Lancet Neurology, 13(11), 1071.
Instituto Grifols, S.A. Can Guasch, Human albumin 20%, 2 - Parets del Valles 08150
Barcelona - SPAIN
Isaac Teitelbaum and John Burkart, 2003, Peritoneal Dialysis, America: American
Journal of Kidney Diseases, Vol 42, No 5.
KDOQI, 2002, Clinical Practice Guidelines For Chronic Kidney Disease: Evaluation,
Classification and Stratification, National Kidney Foundation.
MIMS. 2018. https://www.mims.com/indonesia/drug/info/metoclopramide. Diakses pada 20
Mei 2018.
MIMS, 2018, URL: https://www.mims.com/indonesia/drug/info/asering-5/diakses
pada 20 mei 2018.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2017, Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Tata Laksana Penyakit Ginjal Tahap Akhir, Jakarta: MKRI
Mohammad Reza Asgari , Fatemeh Asghari, Ali Asghar Ghods , Raheb Ghorbani ,
Nahid Hoshmand Motlagh, Fatemeh Rahaei. 2017. Incidence and severity of
nausea and vomiting in a group of maintenance hemodialysis patients. JRIP.
Semnan University of Medical Sciences, Semnan, Iran.
NHS, 2018. Clinical Guideline for the Management of Hypokalaemia. Royal
Cornwall Hospital.
NZDS, 2015. New Zealand Data Sheet of Albumex 20%. New Zealand.
Oh, S. W., & Han, S. Y. (2015). Loop diuretics in clinical practice. Electrolytes &
Blood Pressure, 13(1), 17-21.
Paraskevi Theofilou, 2011, Quality of Life in Patients Undergoing Hemodialysis or
Peritoneal Dialysis Treatment, Greece: Elmer Press.
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid ke-3. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
Pionas, 2018. Kalium Oral. http://pionas.pom.go.id/node/13455/kalium-oral diakses
pada tanggal 20 mei 2018.
Potura, Eva et al. 2015. An Acetate-Buffered Balanced Crystalloid Versus 0.9%
Saline in Patients with End-Stage Renal Disease Undergoing Cadaveric Renal
Transplantation: A Prospective Randomized Controlled Trial. Society Of
Critical Care Anesthesyologist Vol 12 No. 1 : 1-7.
Powers, W.J., et.al., 2018. 2018 Guidelines for the Early Management of Patients
With Acute Ischemic Stroke: A Guideline for Healthcare Professionals From
the American Heart Association/American Stroke Association. Stroke, 49(3):
e2-e110.
Sudung, 2018. Paralisis Periodik Hipokalemik Familial. Departemen Ilmu Kesehatan
Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta : Indonesia.
Sumantri, 2009. Pendekatan dan Diagnostik Hipokalemia. Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Universitas Indonesia. Jakarta : Indonesia
Tri, 2012. Hubungan Kadar Kalium, Kalsium, dan Fosfor Anorganik pada Pasien
Gagal Ginjal. Poltekkes Kemenkes Jakarta III. Jakarta : Indonesia
Topalian S, et al., 2008. Cardiogenic shock. Crit Care Med. 2008 Jan;36 (1suppl):
S66-74
LAMPIRAN DISKUSI
1. Jeremy Tandi Y
Pertanyaan :Kenapa problem medic hipoalbumin diterapi
menggunakan human Albumin 20%?
Jawaban :
2. Amatullah Syarifah
Pertanyaan :Terapi Nonfarmakologi Asidosis metabolic?
Jawaban :

Anda mungkin juga menyukai