Anda di halaman 1dari 6

BACK DOOR JAVA

Catatan Pengamatan Perempuan Jawa


Oleh Fitri Febriyanti, S.S., M.A.

Pendahuluan
Masyarakat Jawa sebagai salah satu masyarakat adat terbesar di Indonesia
mempunyai kekayaan nilai-nilai yang masih terjaga hingga saat ini. Adat dan nilai
tersebut tetap lestari di tengah modernisme masyarakatnya. Walaupun demikian, dalam
penerapan nilai-nilai kebudayaan Jawa, seseorang akan dituntut supaya mampu
mengidentifikasi dirinya di tengah masyarakat. Identifikasi tersebut dapat berdasarkan
banyak hal, salah satunya adalah jenis kelamin seperti laki-laki dan perempuan.
Berbicara tentang perempuan Jawa maka tidak akan pernah terlepas dari adat kebiasaan
yang membentuk diri perempuan.
Perempuan Jawa hingga saat ini masih menarik untuk diamati karena beberapa
adat kebiasaan yang mulai pudar maupun terjaganya adat kebiasaan tersebut. Hingga
saat ini, perempuan Jawa juga masih mencari jati dirinya yang sering terkoyak adat
hingga lupa akan sejatinya hidup yang bahagia dan mandiri. Seiring berjalannya waktu,
perempuan Jawa juga memerlukan sosok idaman dalam berkembang menjadi pribadi
yang utuh. Sosok-sosok idaman ini tentu mempunyai kriteria yang berbeda pada setiap
generasi. Salah satu profesor yang mengamati tentang kehidupan perempuan Jawa
adalah Janice Newberry. Beliau saat ini adalah Ketua Jurusan Antropologi dan Ketua
Dewan Gubernur Pengajaran di University of Lethbridge, Alberta, Kanada. Beliau
merupakan peneliti tamu senior pada Asia Research Institute, National University of
Singapore, dan peneliti tamu pada KITLV (Royal Netherlands Institute of Southeast
Asian and Caribbean Studies) di Leiden.
Beliau mempunyai suami yang bernama Steve Ferzacca. Keduanya merupakan
pasangan antropolog yang mengamati tentang dunia Jawa. Steve Ferzacca, di dalam
waktu yang bersamaan, melakukan penelitian antropologi berkaitan tentang pengobatan
tradisional masyarakat Jawa. Pada mulanya, Janice Newberry hanya berperan dalam
membantu penelitian suaminya di Yogyakarta. Seiring berjalannya waktu, Janice
mengamati detail penerimaan dirinya dan suami di tengah masyarakat sekitar. Lokasi
penelitian berada di Yogyakarta, tepatnya di Kampung Rumah Putri. Penelitian
dilaksanakan sejak tahun 1992.
Pengamatan Janice Newberry kemudian tertuang pada sebuah buku. Buku
tersebut mempunyai judul asli Back Door Java: State Formation and the Domestic in
Working Class Java (2006). Pada tahun 2013, buku Back Door Java telah
diterjemahkan oleh Bernadetta Esti Sumarah dan Masri Maris dan diterbitkan oleh
Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Pembahasan di dalam buku tersebut menceritakan
tentang interaksi kampung dengan kekuasaan negara, kehidupan sehari-hari kaum
perempuan, serta budaya masyarakat Jawa kelas bawah. Seperangkat data yang muncul
ialah kosakata bahasa Jawa yang digunakan untuk rumah dan kaitannya dengan
pernikahan seperti dalem, omah, diomah-omahake, ngomahi, ngomahake, somahan,
semah, krama, dikramakake. Data tersebut menjadi jalan awal dalam memahami rumah,
rumah kediaman, rumah tangga, dan hubungan setiap rumah di kampung Jawa.
Metode penelitian yang dilakukan oleh Janice Newberry adalah metode etnografi.
Subjektivitas pada penelitian dianalisis sebagai hasil dari pencerminan yang sangat
penting bagi munculnya diri dan identitas: peneliti mengamati diri peneliti sendiri yang
sedang diamati tetapi juga bahwa peneliti mengamati orang lain. Peneliti tinggal di
lokasi penelitian dalam kurun waktu tertentu, kemudian selama kegiatan penelitian
seorang peneliti turut serta dalam kegiatan masyarakat sekitar. Penelitian mengambil
tema yang berkaitan dengan kampung, rumah, dan peran serta perempuan karena
kedekatannya dengan identitas peneliti sebagai istri dan ibu rumah tangga. Hal yang
menarik lainnya, hilangnya pintu belakang pada suatu rumah Jawa ternyata dapat
berpengaruh terhadap hubungan sosial masyarakat. Hubungan sosial dapat terjalin
melalui kegiatan masyarakat yang diikuti oleh peneliti yakni selametan, pengajian, dan
bertamu. Secara garis besar, pengamatan tentang perempuan Jawa dalam buku Back
Door Java yang akan dibahas meliputi 1) Melalui Pintu Belakang yang Hilang, Sebuah
Jalan Masuk; 2) Rumah Tangga: Kiat Menjalani Kehidupan; 3) Melalui Pintu Belakang
Rumah Tangga: Pintu Keluar.

Melalui Pintu Belakang yang Hilang, Sebuah Jalan Masuk


Setiap rumah yang dibangun di tengah masyarakat adat tertentu pasti mempunyai
komponen yang bermakna. Makna pada setiap komponen rumah tersebut dapat muncul
melalui fungsinya dalam menjalin hubungan kekerabatan dengan tetangga. Pada
penelitian ini, rumah yang ditinggali oleh peneliti telah dihilangkan salah satu
komponennya yakni pintu belakang. Pintu belakang dianggap berperan penting dalam
menjalin hubungan kekerabatan, apabila pintu tersebut hilang maka hubungan
kekerabatan juga menjadi terganggu. Pintu belakang pada rumah Jawa berperan sebagai
tempat masuk atau lewat bagi anggota keluarga dan tetangga dekat. Hilangnya pintu
belakang juga berpengaruh terhadap pesan yang dikirim mengenai hubungan pertukaran
dalam kampung dan masyarakat dan mengenai keadaan sosio-ekonomi warga kampung
yang berubah-ubah. Dengan dihilangkannya pintu belakang maka pintu depan rumah
harus senantiasa terbuka sebagai petunjuk bahwa rumah tersebut menerima tamu
kecuali pintunya tertutup apabila sudah malam dan tuan rumah sedang tidak ada di
rumah.
Rumah yang terdapat pada suatu masyarakat Jawa dapat dibaca sebagai teks. Teks
tersebut untuk memahami pengelompokan peran sosial laki-laki dan perempuan
(gender) dan maknanya bagi orang Jawa. Rumah Jawa berdasarkan klasifikasi
arsitekturnya menekankan pada peranan penting ruang tengah. Ruang tengah yang gelap
dan bersifat sangat pribadi. Semakin mendekati ruang tengah, semakin berkurang
keterbukaan. Pada acara selametan yang diikuti oleh peneliti saat itu, ruang bagian
dalam dengan menghadap ke pintu depan berfungsi untuk menempatkan tamu yang
dianggap berstatus tinggi. Peneliti sebagai tuan rumah menyambut kehadiran tamu
dengan berdiri pada bagian depan rumah. Rumah yang dihuni oleh peneliti pada saat itu
merupakan rumah yang berjenis baru. Rumah baru tersebut menunjukkan adanya
pembatas dalam lingkungan keluarga besar yang bersifat lebih terbuka.
Rumah pada sebuah masyarakat adat seperti Jawa tidak pernah berdiri sendiri atau
bebas terlepas dari rumah sanak saudara lainnya. Adanya jalan setapak di antara rumah
yang satu dengan rumah yang lain menggambarkan hubungan laki-laki dan perempuan
dalam lingkup masyarakat kampung yang lebih luas. Kumpulan rumah-rumah Jawa
saling berhubungan satu sama lain dan membentuk suatu kelompok yang disebut
‘kampung’. Definisi ‘kampung’ yang dijelaskan pada penelitian tersebut identik dengan
kemiskinan, namun perilaku masyarakatnya menonjolkan sikap tolong-menolong dan
tenggang rasa. Hal lainnya, tanpa disadari di dalam kehidupan kampung menunjukkan
adanya pengawasan yang ketat dan penuh curiga oleh tetangga maupun kerabat.
Pengawasan yang ketat tersebut sebenarnya dapat dipahami karena sejak dulu kampung
sebagai bagian dari struktur administrasi terkecil suatu negara. Struktur administrasi
yang ada di kampung adalah hasil dari berbagai upaya untuk menentukan garis-garis
batas masyarakat dan tata pemerintahan yang efektif di Indonesia, khususnya di Jawa.
Di dalam melakukan tindak administrasi tersebut setiap tetangga atau kerabat bertindak
saling mencurigai satu sama lain.

Rumah Tangga: Kiat Menjalani Kehidupan


Rumah tangga dimaknai sebagai 1) unit penyiapan pangan,artinya sekumpulan
orang yang hidup serumah dan saling memberi dukungan langsung, biasanya dipimpin
oleh kepala keluarga; 2) keluarga. Di Jawa, rumah tangga dibangun melalui program-
progam sebagai bentuk dukungan pada setiap anggota keluarga. Hal tersebut identik
dengan istilah ‘reproduksi’. Reproduksi dalam keluarga dapat diartikan sebagai
kesuburan dalam menghasilkan keturunan ‘anak’. Peran serta negara pada hal
reproduksi anak melalui program KB (Keluarga Berencana) yang membatasi setiap
keluarga dengan melahirkan 2 anak saja. Selain itu, reproduksi juga menuntut peran
serta perempuan dalam menciptakan angkatan kerja. Istri yang mengurus urusan rumah
tangga juga mempunyai tugas untuk mendapatkan keterampilan usaha kecil agar dapat
mendukung perekonomian keluarga. Program reproduksi yang didukung oleh negara
adalah PKK (Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga). Kegiatan istri pada program PKK
sebagaimana diatur oleh negara supaya dapat mendukung reproduksi tenaga kerja secara
tidak tetap, murah, siap pakai, serta penyerapan surplus.
Perempuan Jawa ketika ingin membangun rumah tangga maka harus melalui
tahap pernikahan. Perempuan meninggalkan rumah kelahirannya (kelompok sosial)
untuk menikah dengan laki-laki yang bukan saudara laki-lakinya. Mayoritas orang Jawa
masih berpegang pada pandangan bahwa urutan menikah sama dengan urutan kelahiran.
Seorang adik yang akan menikah duluan maka harus meminta ijin kepada kakaknya
dengan khidmat sembari menyerahkan hadiah untuk kakaknya. Mengaitkan rumah
dengan pernikahan tidak saja menyangkut ruang yang dikelompokan menurut peranan
sosial laki-laki perempuan (gender), tetapi juga menyangkut hubungan perlambangan
dengan diri dan tubuh. Perlambangan tersebut terkristalisasi melalui istilah semah ‘istri’
merupakan ragam bahasa Jawa madya dan krama ‘menikah’ merupakan ragam bahasa
Jawa krama kemudian digunakan dalam percakapan seperti dikramakake ‘dinikahkan’.
Di Jawa, perempuan yang sudah menikah mempunyai tugas sebagai perantara
antara dunia adat dan nilai-nilai menengah Belanda. Kegiatan sehari-hari perempuan
dalam berumah tangga menjadi penting sebagai pengukur budaya. Perempuan
mempunyai posisi sebagai hakim moral, yakni menyebarluaskan ide-ide pembangunan
nasional dan kampanye melalui dorongan moral. Peranan aktif perempuan dalam
revolusi nasional tidak berbanding lurus dengan kebebasan perempuan seperti
kepemilikan suatu benda atau barang di dalam keluarga. Simbol tradisi tersebut
terkadang menyingkirkan perempuan dari kehidupan masyarakat umum dan politik,
namun demikian perempuan mampu membangun kekuatan politik dengan perannya
sebagai garda terdepan hakim moral. Hal yang menjadi permasalahan ialah garis-garis
moral yang sudah dibentuk oleh perempuan dan kampung pada umumnya belum tentu
sejalan dengan ideologi negara. Bagi perempuan Jawa, gejolak permasalahan moral
tersebut dapat diatasi dengan kiat-kiat berumah tangga.
Kiat dalam menjalani kehidupan dalam berumah tangga di Kampung Rumah Putri
adalah menyeimbangkan peran laki-laki dan perempuan pada kegiatan reproduksi
sebagaimana adanya. Sebagaimana adanya yang dimaksud ialah setiap keluarga patuh
dan tunduk terhadap negara dengan tidak melupakan perannya. Keseimbangan peran
tersebut sebagai bentuk tindakan perawatan rumah tangga dalam mendukung keluarga
mereka. Rumah tangga di Kampung Rumah Putri mempunyai ibu rumah tangga yang
berfungsi ganda yakni menjaga agar keluarga tetap dapat bertahan hidup dan mengelola
reproduksi untuk kepentingan negara.

Melalui Pintu Belakang Rumah Tangga: Pintu Keluar


Peran perempuan sebagai istri sekaligus ibu rumah tangga mempunyai fungsi
strategis yang dapat dimanfaatkan oleh negara. Kekuasaan negara terhadap perempuan
Jawa dinilai tidak nyata, hanya selalu hampir menggapai secara penuh karena pada
akhirnya perempuan Jawa dianggap penuh dengan salah paham, kekurangan, dan
ketidakhadiran politik. Kehidupan sehari-hari yang dijalani masyarakat dan keluarga
kampung tidak lengkap, penuh dengan perjuangan, perang mulut, dan persaingan di
dalam dan di antara rumah antara kaum perempuan dan kaum laki-laki (Newberry,
2013:212). Bagi peneliti, yang notabene merupakan warga asing, berada di tengah
masyarakat kampung merupakan hal yang sangat berharga. Peneliti dapat memahami
bagaimana kerumitan reproduksi rumah tangga, kepekaan sosial melalui komponen
pintu rumah Jawa, serta padatnya kegiatan rutinitas ibu rumah tangga sehari-hari.

Penutup
Pengamatan tentang perempuan Jawa yang dilakukan Janice Newberry tersebut
dapat menjadi refleksi sekaligus pandangan awal tentang masyarakat Jawa. Beberapa
hal belum dapat dijelaskan secara detail seperti arsitektur rumah Jawa kemudian praktik
kegiatan budaya lainnya yang melibatkan peran serta perempuan dan laki-laki. Dengan
adanya pengamatan tersebut, peneliti atau pengamat selanjutnya dapat mencari
perbedaan, perkembangan, maupun pergeseran nilai yang terjadi pada masyarakat Jawa.
Faktor penyebab berubahnya tatanan kampung dan pembangunan rumah baru yang
semakin marak pada masyarakat Jawa juga menarik untuk dikaji lebih lanjut.
Pembahasan Janice Newberry yang kurang tajam dapat disebabkan karena posisi
peneliti pada saat itu masih dianggap orang asing oleh masyarakat sekitar. Hal lain yang
dapat dijadikan pembelajaran adalah semangat peneliti dalam mempelajari perilaku
masyarakat kampung sehingga peneliti dapat diterima di lingkungan sekitar.

Referensi
Newberry, Jan. 2013. Back Door Java: Negara, Rumah Tangga, dan Kampung di
Keluarga Jawa. Jakarta: KITLV dan Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai