Anda di halaman 1dari 3

Ringkasan Studi Kasus : Pertemuan 4 (Kasus 3: Uber in 2016: Can It Remain the

Dominant Leader of the World’s Fast-Emerging Ridesharing


Industry?)

Oleh : Dania Amani Yapono (1806-2500-64)

Kelas : A/18-1 Pagi

Mata Kuliah : Manajemen Stratejik

Mampukah Uber Bertahan di Tengah Persaingan yang Serius?

“Ide dapat hadir di mana saja”. Itu kalimat yang tepat untuk menggambarkan kelahiran
perusahaan teknologi dunia, Uber. Awalnya, dua pemuda bernama Garrett Camp dan Trent
Kalanick mengalami kesulitan untuk memperoleh taksi di tepi jalan Kota Paris, seusai
menghadiri Konferensi LeWeb. Maka muncul di benak mereka untuk mengembangkan bisnis
jasa time-share kendaraan limo secara cepat melalui aplikasi yang akan berguna bagi wisatawan
seperti mereka.

Pendahuluan

Pada Maret 2009, Camp mulai mengembangkan aplikasi tersebut. Adapun di pertengahan
2009, Kalanick bergabung sebagai chief incubator. Ia bertugas memberikan suntikan dana,
fasilitas, hingga pembinaan-pembinaan agar start-up Uber tersebut dapat tumbuh secara pesat.

Pada Januari 2010, Kalanick mengumumkan di media sosial Twitter untuk memperoleh
tips dari pengembang bisnis dan manajer. Ternyata seorang pengembang bisnis bernama Ryan
Graves merespon, isinya menyuruh Kalanick untuk mengirim email kepadanya. Graves
kemudian tercatat menjadi pegawai pertama Uber dan pada akhirnya menjadi milyuner. Pada
tahun yang sama, Uber melakukan pengujian dengan meluncurkan 3 mobil pertama di jalanan
Kota New York, sebelum aplikasi tersebut diluncurkan. Di sini, Kalanick lebih ‘menjual’ sebuah
gaya hidup dari hanya sekedar tumpangan taksi murah.

Ringkasan
Dalam waktu dekat, yakni Juli 2010, perusahaan Uber sudah settle dan pengemudi sudah
bisa mendapatkan order melalui aplikasi dan pesan singkat. Uber terus mengalami
perkembangan yang pesat di tahun 2011. Hal tersebut ditandai dengan pendapatan yang
mencapai $11 juta pada bulan Februari. Selain Kota New York, Uber berekpansi ke kota-kota
besar lain seperti Seattle, Boston, Chicago dan Washington DC. Selanjutnya, Uber mendapat
aliran dana segar sebesar $37,5 juta yang artinya, Uber dapat terus bertumbuh. Pada tahap itu,
Uber mendapat total pendapatan $49,95 juta dengan perkiraan valuasi perusahaan sebesar $330
juta.

Pada December 2011, Uber menggunakan strategi surge pricing. Surge pricing
merupakan strategi harga yang melihat kondisi harga di pasar, harga menjadi berbeda-beda
tergantung keadaan supply dan demand yang ada. Contoh, ketika jumlah pengemudi sedikit dan
permintaan dari pelanggan tinggi, maka harga akan naik.

Saat ini, kategori produk kendaraan yang tersedia ada Uber Taxi, yakni taksi normal yang
memiliki lisensi; UberBlack, kendaraan kelas atas seperti Mercedes, Cadillac yang umumnya
dipakai untuk bisnis; Uber X-2012, yakni pengemudi membawa sendiri kendaraan pribadinya
dan Uber XL, versi lebih besar dari Uber X. Selain kendaraan, Uber merambah layanan antar
makanan, paket, belanja online dari 100 barang yang tersedia di Uber dan layanan truk es krim.

Model bisnis yang digunakan oleh Uber adalah sistem sharing economy, yakni ekosistem
sosial ekonomi tercipta melalui sumber daya manusia dan fisik yang saling berbagi. Jasa
kendaraan seperti Uber ini bukan satu-satunya contoh dari sharing economy, Air BnB yang
merupakan penyedia jasa penginapan juga seperti itu. Keuntungan dari sistem sharing economy
ini adalah komunitas akan semakin kuat, mengurangi hambatan untuk bisnis dan mengurangi
efek lingkungan. Namun sisi buruknya, ini menjadi celah bagi pelaku bisnis untuk menghindari
pajak, memperoleh asuransi yang layak dan dalam mengikuti peraturan pemerintah.

Pelanggaran yang terjadi

Terlepas dari sejumlah kesuksesan tersebut, Uber didakwa mengalami sejumlah


permasalahan etika. Pertama, mengenai bagaimana mereka memperlakukan pengemudinya.
Pengemudi dalam bisnis ini dianggap sebagi kontraktror bukan karyawan dari Uber. Akibatnya,
mereka tidak memiliki hak yang sepatutnya dimiliki oleh Serikat Pekerja. Kedua, Uber terlibat
dalam kecurangan merekrut pengemudi. Hal tersebut dikemukan oleh pesaingnya yakni Lyft.
Dari Uber ada yang menjadi pelanggan Lyft, kemudian menawarkan pengemudi Lyft untuk
pindah menjadi driver Uber. Walaupun pada akhirnya dibantah oleh Kalanick, menurutnya hal
tersebut wajar. Hal terpenting adalah tarif perjalanan tersebut dibayar. Ketiga, masalah latar
belakang pengemudi yang tidak diperiksa dengan sistem sidik jari FBI. Pengemudi dengan
mudah terdaftar yang kemudian diketahui merupakan seorang kriminal dan pernah mendekam di
penjara. Keempat, penculikan, pembunuhan yang terjadi sehubungan dengan latar belakang yang
tidak ter-screen dengan baik. Kelima, terjadi bentrok antara pengemudi dengan pelanggan karena
pengemudi tidak ingin mengantar penumpang yang menjadi penyandang disabilitas. Terakhir,
mengenai isu surge pricing mereka yang dinilai tidak tepat.

Kesimpulan

Pada mulanya, banyak pihak yang menyangsikan perusahaan semacam Uber. Namun
Uber berpikiran positif seiring dengan banyak pihak yang membutuhkan sistem moda
transportasi semacam ini. Uber berhasil menyelesaikan sejumlah masalah yang dihadapinya.
Namun masalah terbesarnya adalah jika pengemudi masuk ke dalam klasifikasi pekerja, maka
harus ada upah minimum bagi pengemudi. Hal tersebut jika muncul di kemudian hari, serangan
terhadap klasifikasi pengemudi sebagai kontraktor.

Referensi:

1. Case 12 Uber in 2016: Can It Remain the Dominant Leader of the World’s Fast-Emerging
Ridesharing Industry?. Arthur Thompson, Margaret Peteraf, John Gamble, A.J Strictland
III(2016), Crafting & Excecuting Strategy. Mc Graw Hill, 21th Edition.

2. Pengertian Inkubator Bisnis. <https://www.becakmabur.com/pengertian-inkubator-bisnis/>


diakses pada 23 September 2019

Anda mungkin juga menyukai