Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

MANAJEMEN KEUANGAN SYARIAH


MANAJEMEN RISIKO
DOSEN PENGAMPU : Saifuddin, M.E

KELOMPOK : 01

DISUSUN OLEH :
1. HABIBATUR RIZKIYAH
2. FITRIA NUR’AINI
3. VINA YULI HABSARI
4. ISNA SHIFA
5. LAILI FAUZIAH AZIZ

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH (VI-C)


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS NURUL JADID
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.

Makalah ini dibuat dalam rangka untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen
Keuangan Syariah dan sebagai pertanggung jawaban dari kami sebagai mahasiswa. Kami
juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Saifuddin, M.E selaku dosen pengampu yang
telah memberikan tugas ini, sehingga kami mendapatkan banyak tambahan pengetahuan
khususnya mengenai Manajemen Resiko.

Kami telah mengumpulkan beberapa referensi untuk menunjang penyusunan makalah


ini, namun kami menyadari bahwa di dalam makalah ini masih terdapat banyak kesalahan
serta kekurangan. Sehingga kami mengharapkan saran serta masukan dari para pembaca demi
tersusunnya makalah yang lebih baik lagi.

Kraksaan, 26 April 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................i

DAFTAR ISI........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah................................................................................................1
1.3 Tujuan..................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi Manajemen Risiko................................................................................3


2.2 Urgensi Manajemen Risiko Pada Perbankan Syariah.........................................5
2.3 Karakteristik Manajemen Risiko Pada Perbankan..............................................6
2.4 Jenis-Jenis Risiko Pada Perbankan Syariah........................................................7
2.5 Fungsi Pokok Manajemen Risiko.......................................................................10
2.6 Sumber-Sumber Penyebab Risiko......................................................................13
2.7 Proses Manajemen Risiko...................................................................................13
2.8 Pembagian Manajemen Risiko............................................................................14

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan..........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan industri perbankan syariah yang demikian masif di berbagai
negara, telah mengantarkan industri ini pada kesadaran yang lebih tinggi akan
pentingnya mengelola risiko yang muncul atau diantisipasi akan muncul. Para pegiat
perbankan syariah tentu tidak ingin industri perbankan syariah mengalami krisis yang
sama seperti yang telah terjadi di perbankan konvensional.
Bank syariah memiliki resiko yang lebih kompleks dibandingkan dengan
perusahaan yang bergerak di sektor lainnya. Kompleksitas persoalan perbankan tidak
semata menyangkut organ – organ perusahaan tetapi juga melibatkan nasabah dan
masyarakat luas serta kondisi stabilitas perekonomian dalam cakupan yang lebih luas.
Resiko dan pelaksanaan manajemen resiko pada perbankan syariah lebih
rumit. Dianggap lebih rumit setidaknya disebabkan dua hal, pertama bank syari’ah
menghadapi resiko sebagaimana risiko yang biasa dihadapi oleh bank konvensional
seperti resiko kredit, resiko pasar, resiko likuiditas dan risiko operasional. Kedua,
resiko-resiko yang disebutkan diatas akan menghadapi kondisi yang berbeda ketika
berhadapan dengan kewajiban mematuhi prinsip-prinsip syari’ah. Faktor lain juga
muncul dari keunikan sisi struktur asset dan liabilitas bank syari’ah. Konsekuensi dari
semua itu adalah bank syari’ah, selain menerapkan manajemen resiko sebagaimana
yang diterapkan oleh bank pada umumnya yang tidak bertentangan dengan syari’ah,
juga harus mampu merancang sistem sendiri sesuai dengan karakter aktivitas yang
dijalankannya.
Berdasarkan latar belakang tersebut, dalam makalah ini penulis akan
membahas tentang bagaimana manajemen resiko keuangan syariah.

1.2 Rumusan Masalah


1. Definisi Manajemen Resiko
2. Urgensi Manajemen Resiko Pada Perbankan Syariah
3. Karakteristik Manajemen Resiko Pada Perbankan
4. Jenis-Jenis Resiko Pada Perbankan Syariah
5. Fungsi Pokok Manajemen Resiko
6. Sumber-sumber Penyebab Risiko
7. Proses Manajemen Risiko

1
8. Pembagian Manajemen Risiko

1.3 Tujuan
1. Untuk memahami bagaimana langkah-langkah mengatasi risiko pada keuangan
syariah dengan menganalisis dan menentukan menejemen risiko yang tepat
2. Untuk memenuhi tugas makalah mata kuliah Manajemen Keuangan Syariah.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Manajemen Resiko


Risiko dapat didefinisikan dalam berbagai cara, namun intinya adalah tidak
hanya berupa potensi munculnya konsekuensi negatif yang tidak diinginkan dari suatu
peristiwa atau kejadian yang me- ngancam kesuksesan (downside), namun juga dapat
merupakan peluang untuk meraih benefit (upside) (Rosenberg dan Schuermann, 2006).
Risiko dihubungkan juga dengan ketidakpastian (Al-Suwailem, 2000), meski pun tidak
semua pakar sependapat. Bussey, Merret, dan Sykes (dalam Merna dan Al-Thani,
2008) dan Knight (dalam Al-Suwailem, 2000), misalnya, mengatakan bahwa risiko
berbeda dari ketidakpastian.
Ketidakpastian ada jika terdapat lebih dari satu outcome yang memungkinkan
untuk aktivitas tertentu tetapi probabilitias dari setiap outcome tidak diketahui. Namun,
perbedaan risiko dan ketidakpastian me- nurut Takayama (dalam Al-Suwailem, 2000)
menjadi sangat tidak relevan jika digunakan probabilitas subyektif dan teori axiomatik
dalam membahas keduanya. Oleh karena itu, risiko dan ketidakpastian digunakan
secara bergantian (interchangeably) oleh Al-Suwailem (2000) dalam membahas risiko
Islam.
Dalam perspektif keuangan konvensional, khususnya fokus pada kesejahteraan
dan nilai, risiko didefinisikan sebagai volatilitas dari outcome yang tidak diharapkan
yang berdampak pada assets, liabilities, equity, dan earnings (Fatemi dan Luft, 2002),
sedangkan dalam perspektif manajemen dan rekayasa, risiko merupakan konsep
negatif dengan konotasi kegagalan (down- side) (Coleman, 2007).
Risiko dipandang berhubungan positif dengan pendapatan (return) (Sharpe,
1964; Lakonishok et al., 1994; Shihab, 2008; KEUL, 2009). Seorang investor dapat
memperoleh expected rate of return lebih tinggi dengan adanya tambahan risiko pada
aset yang dimilikinya (Sharpe, 1964). Aset yang berisiko lebih tinggi harus
mempunyai rata-rata return yang lebih tinggi dibandingkan dengan aset yang kurang
berisiko (Jensen, 1967). Fama dan MacBeth (1973) bahkan mengatakan bahwa risiko
memicu return. Sebuah risiko sistematis (yang diukur dengan beta) merupakan sebuah
pengukuran yang komplit dari risiko surat-surat berharga. Investor diasumsikan risk
averse, karenanya berusaha untuk membentuk portfolio guna mengeliminir risiko
(Sharpe, 1964).
3
Secara umum, Islam memandang risiko sebagai suatu penderitaan (hardship),
yang tidak diinginkan bagi kepentingan dirinya sendiri. Penderitaan tersebut
diinginkan hanya ketika mengandung manfaat lebih dari pengganti kerugian yang
dihubungkan dengan penderitaan itu, atau dengan kata lain, risiko diinginkan hanya
ketika dapat menjadi stimulus bagi usaha produktif dan aktivitas yang memberi nilai
tambah (Al-Suwailem, 2000). Islam juga menghubung- kan risiko dengan
keberuntungan. Apabila keberuntungan tersebut dikaitkan dengan perolehan rizki,
maka terdapat sepuluh kunci pembuka rizki menurut Al-Qur’an dan Al-Sunnah yang
patut dijalani dan diyakini agar seseorang mendapat ke- beruntungan (luck) dan
memperoleh rizki yang halal dan baik serta barokah, sebagaimana dikatakan Ilahi
(dalam Salim, 2009).
Risiko dapat dieliminir melalui praktik manajemen risiko. Perusahaan dapat
memilih untuk melakukan manajemen risiko dalam dua cara fundamental yang
berbeda, yaitu (Gordon et al., 2009):
1. Mengelola satu jenis risiko pada suatu waktu (traditional/silobased perspective)
2. Mengelola seluruh risiko secara holistik (enterprise/integrated/strategic risk mana-
gement).
Manajemen resiko di bidang bisnis sebagaimana terjadi pada teori keuangan
konvensional juga diterima oleh Islam (Siddiqi, 2010; Rosman 2009) sebagai suatu
cara untuk menjamin pemenuhan tujuan Manajemen Risiko Berbasis Spiritual Islam,
dan sasaran, yang akhirnya mendatangkan kebahagiaan (sa’adah) di dunia dan
akhirat.
Dalam perspektif Islam, risiko diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
1. Risiko akhirat dan
2. Risiko dunia.
Risiko akhirat terkait dengan neraka. Risiko dunia terkait dengan tujuan utama
ketentuan syari’ah (maqashid asy-syari’ah) yang me- rupakan amanah dasar bagi
kehidupan individu dan sosial yang tercermin dalam pemeliharaan pilar-pilar
kesejahteraan umat manusia yang mencakup ‘panca kemaslaha- tan’ dalam maqashid
asy-syari’ah. Dengan demikian apabila bisnis tidak dapat me- laksanakan fungsinya
untuk memelihara dan menjaga maqashid asysyariah, maka bisnis tersebut identik
dengan adanya risiko. 1

1
Nur Khusniyah Indrawati, dkk, “Manajemen Risiko Berbasis Spiritual Islam” Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan
Keuangan ISSN 1411- 0393 Akreditasi No. 110/DIKTI/Kep/200

4
2.2 Urgensi Manajemen Resiko Pada Perbankan Syariah
Dalam rangka meminimalisasi resiko yang dapat menimbulkan kerugian bagi
bank, maka bank harus menerapkan manajemen resiko, yaitu serangkaian prosedur
dan metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan resiko yang timbul dari kegiatan usaha bank (Arifin, 2009: 272).
Adapun tujuan manajemen resiko adalah: (1) Menyediakan informasi tentang resiko
kepada pihak regulator; (2) Memastikan bank tidak mengalami kerugian yang bersifat
unacceptable; (3) Meminimalisasi kerugian dari berbagai resiko yang bersifat
uncontrolled; (4) Mengukur eksposur dan pemusatan resiko; (5) Mengalokasikan
modal dan membatasi resiko (Karim, 2013: 255).
Manajemen resiko merupakan aktivitas yang utama dari suatu bank sebagai
lembaga intermediasi yang bertujuan untuk mengoptimalkan trade off antara resiko
dan pendapatan, serta membantu merencanakan dan pembiayaan pengembangan
usaha secara tepat, efektif dan efisien. Setiap lembaga keuangan, termasuk bank harus
dapat mengidentifikasi dan mengontrol resiko yang melekat dalam kegiatan
pengelolaan dana simpanan, portofolio aktiva produktif, dan kontrak off balance sheet
(Veitzal dan Arifin, 2010: 943). Pada perbankan syariah, sistem manajemen risiko di
bank-bank meliputi beberapa tahap berturut-turut sebagai berikut: (1) Identifikasi
risiko, (2) Risiko dan kuantifikasi modal, (3) Mengumpulkan atau pengelompokan
risiko yang sama, (4) Kontrol sebelumnya, dan (5) Pemantauan risiko (Emira, 2013:
180-193).
Sasaran kebijakan manajemen resiko adalah mengidentifikasi, mengukur,
memantau, dan mengendalikan jalannya kegiatan usaha bank dengan tingkat resiko
yang wajar secara terarah, terintegrasi, dan berkesinambungan. Dengan demikian,
manajemen resiko berfungsi sebagai filter atau pemberi peringatan dini (early warning
system) terhadap kegiatan usaha bank (Karim, 2013: 255).
Meskipun unsur pokok dari manajemen resiko meliputi identifikasi,
mengukur, memonitor, dan mengelola berbagai eksposur resiko. Namun, semua hal
tersebut tidak akan dapat diimplementasikan tanpa disertai dengan proses dan sistem
yang jelas. Keseluruhan proses manajemen resiko harus meliputi seluruh departemen
atau divisi kerja dalam lembaga sehingga tercipta budaya manajemen resiko (Khan
and Ahmed, 2001: 30).

5
Mengingat perbedaan kondisi pasar, struktur, ukuran, serta kompleksitas usaha
bank, maka tidak ada satu sistem manajemen resiko yang universal untuk seluruh
bank. Dengan demikian, setiap bank harus membangun sistem manajemen resiko
sesuai dengan fungsi dan kompleksitas bank, dan menyediakan sistem organisasi
manajemen resiko pada bank sesuai dengan kebutuhan Agar mencapai petumbuhan
bisnis yang berkelanjutan (sustainable business growth)(Ikatan Bankir Indonesia:
342).

2.3 Karakteristik Manajemen Resiko Pada Perbankan

Bank syariah adalah salah satu unit bisnis. Dengan demikian, bank syari’ah
juga akan menghadapi resiko manajemen bank itu sendiri. Bahkan, apabila dicermati
secara mendalam, bank syariah merupakan bank yang rentan akan resiko
(Muhammad, 2011: 357). Secara umum, resiko yang dihadapi perbankan syariah
merupakan resiko yang relatif sama dengan yang dihadapi bank konvensional.
Namun, perbankan syariah memiliki keunikan tersendiri dalam menghadapi resiko
karena harus mengikuti prinsip-prinsip syariah (Umam, 2013: 134).

Manajemen resiko pada perbankan syariah mempunyai karakter yang berbeda


dengan bank konvensional, terutama karena adanya jenis-jenis resiko yang khas
melekat hanya pada bank-bank yang beroperasi secara syariah. Dengan kata lain,
perbedaan mendasar antara bank Islam dan bank konvensional bukan terletak
bagaimana cara mengukur (how to measure), melainkan pada apa yang dinilai (what
to measure) (Karim, 2013: 256).

Perbedaan tersebut akan tampak terlihat dalam proses manajemen resiko


operasional perbankan syariah yang meliputi identifikasi resiko, penilaian resiko,
antisipasi resiko, dan monitoring resiko:

1. Identifikasi Resiko
Identifikasi resiko dilakukan dalam perbankan syariah tidak hanya
mencakup berbagai resiko yang ada pada bank-bank secara umum. Melainkan
meliputi berbagai resiko yang khas hanya pada bank-bank yang beroperasi
berdasarkan prinsip syariah. Dalam hal ini, keunikan tersebut terbagi menjadi 6
(enam) hal yakni, proses transaksi pembiayaan, proses manajemen, sumber daya
manusia, teknologi, lingkungan eksternal, dan kerusakan (Karim, 2013: 257).

6
2. Penilaian Resiko
Dalam penilaian resiko, keunikan perbankan syariah terlihat pada hubungan
antara probability dan impact, atau biasa dikenal sebagai qualitative approach.
3. Antisipasi Resiko
Antisipasi resiko dalam perbankan syariah bertujuan untuk: (a) Preventive.
Dalam hal ini, perbankan syariah memerlukan persetujuan DPS untuk mencegah
kekeliruan proses dan transaksi dari aspek syariah. Disamping itu, perbankan
syariah juga memerlukan opini bahkan fatwa DSN bila Bank Indonesia
memandang persetujuan DPS belum memadai atau berada di luar kewenangannya.
(b) Detective. Pengawasan dalam perbankan syariah meliputi dua aspek, yaitu
aspek perbankan oleh Bank Indonesia dan aspek syariah oleh DPS. Kadang kala
timbul pemahaman yang berbeda atas suatu transaksi apakah melanggar syariah
atau tidak. (c) Recovery Koreksi atas suatu kesalahan dapat melibatkan Bank
Indonesia untuk aspek perbankan dan DSN untuk aspek syariah (Karim, 2013:
258).
4. Monitoring Resiko
Aktivitas monitoring dalam perbankan syariah tidak hanya meliputi
manajemen bank Islam, tetapi juga melibatkan Dewan Pengawas Syariah. Secara
sederhana, hal ini dapat digambarkan sebagai berikut (Karim, 2013: 259).

2.4 Jenis-Jenis Resiko Pada Perbankan Syariah

Penerapan Manajemen Resiko Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha
Syariah, terdapat 10 (sepuluh) resiko yang harus dikelola bank. Kesepuluh jenis
resiko tersebut adalah resiko kredit, resiko pasar, resiko operasional, resiko likuiditas,
resiko kepatuhan, resiko hukum, resiko reputasi, resiko strategis, resiko imbal hasil,
dan resiko investasi (Peraturan Bank Indonesia No. 13/23/PBI/2011 tentang
Penerapan Manajemen Resiko Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah).

1. Manajemen Resiko Pembiayaan/ Kredit


Penyebab utama terjadinya resiko kredit adalah terlalu mudahnya bank
memberikan pinjaman atau melakukan investasi karena terlalu dituntut untuk
memanfaatkan kelebihan likuiditas, sehingga penilaian kredit kurang cermat
dalam mengantisipasi berbagai kemungkinan resiko usaha yang dibiayai (Arifin,
2009: 263).

7
Contoh: Nasabah A mengambil KPR dari Bank B dengan skema
Murabahah berjangka waktu 25 (dua puluh lima) tahun. Pada tahun pertama
sampai tahun keempat, Nasabah tersebut masih lancar dalam mebayar angsuran.
Pada tahun keenam, Nasabah di PHK dari perusahaannya. Atas kejadian itu, Bank
B berpotensi menghadapi resiko kredit karena Nasabag tidak memiliki pendapatan
lagi untuk membayar angsuran rumah yang sudah dinikmatinya (Ikatan Bankir
Indonesia: 343).
Resiko tersebut dapat ditekan dengan cara memberi batas wewenang
keputusan kredit bagi setiap perkreditan, berdasarkan kapabilitasnya (autorize
limit) dan batas jumlah kredit yang dapat diberikan pada usaha atau perusahaan
tertentu (credit line limit), serta melakukan diversifikasi (Arifin, 2013: 263).
Untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya kerugian pembiayaan, diperlukan
teknik sebagai berikut: (a) Model pemeringkatan untuk pembiayaan perorangan;
(b) Manajemen portofolio pembiayaan; (c) Agunan; (d) Pengawasan arus kas; (e)
Manajemen pemulihan; (f) Asuransi (Rianto, 2013: 109).
2. Manajemen Resiko Pasar
Resiko kerugian yang terjadi pada portofolio yang dimiliki oleh bank akibat
adanya pergerakan variabel pasar (Adverse movement) berupa nilai tukar dan
suku bunga. Sebagai contoh:
a. Bank membeli sukuk negara dengan kupon tetap, dimana harga pasar obligasi
akan turun apabila imbal hasil pasar meningkat;
b. Bank membeli USD dengan nilai dalam valuta rupiah akan menurun apabila
nilai tukar USD melemah;
c. Bank melakukan aktivitas trading atau jual beli surat berharga (Ikatan Bankir
Indonesia: 344). Resiko nilai tukar valuta asing dapat ditekan dengan cara
membatasi atau memperkecil posisi, atau bahkan dapat dihindari sama sekali
bila bank selalu mengambil posisi squaire. Sedangkan resiko suku bunga
dalam perbankan syariah tidak akan berpengaruh, karena perbankan syariah
tidak berurusan dengan suku bunga (Arifin, 2013: 264).

3. Manajemen Resiko Operasional

8
Resiko operasional merupakan resiko yang disebabkan oleh ketidakcukupan
atau tidak berfungsinya proses internal, human error, kegagalan sistem atau yang
mempengaruhi operasional bank. Sebagai contoh:
a. Pemalsuan bilyet deposito oleh karyawan bank yang kemudian dijadikan
agunan pembiayaan;
b. Kesalahan postingan uang masuh karena pegawai yang ditunjuk kurang
berpengalaman;
c. Terjadi bencana alam berupa banjir besar sehingga bank tidak dapat beroperasi
secara normal;
d. Kejahatan keuangan seperti fraud yang sering dilakukan oleh pihak luar yang
bekerja sama dengan pegawai bank (Ikatan Bankir Indonesia: 345).

Ada tiga faktor yang menjadi penyebab utama timbulnya resiko ini, yaitu:
Infrastruktur seperti teknologi, kebijakan, lingkunan, pengamanan, perselisihan,
dan sebagainya; Proses; danSumber daya (Karim, 2013: 275). Adapun kategori
resiko operasional adalah:

a. Resiko proses internal: 1) Kelalaian pemasaran; 2) Pencucian uang; 3)


Kesalahan transaksi.
b. Resiko manusia; 1) Pelatihan karyawan tidak berkualitas; 2) Tingginya
turnover (pergantian) karyawan; 3) Praktik manajemen yang buruk.
c. Resiko eksternal; 1) Bencana alam; 2) Kebakaran; 3) Fraud eksternal (Rianto,
2013: 181).
4. Manajemen Resiko Likuiditas
Resiko yang antara lain disebabkan oleh ketidakmampuan bank untuk
memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo Contoh: Sebuah bank banyak
memberikan kredit jangka panjang kepada debiturnya dengan sumber dana yang
didominasi deposito lembaga 1 (satu) tahun. Dengan struktur neraca missmatch
maturity seperti itu, bank tersebut berpotensi menghadapi resiko likuiditas (Ikatan
Bankir Indonesia: 345).
Beberapa faktor yang menyebabkan bank syariah juga menghadapi resiko
likuiditas, antara lain;
a. Turunnya kepercayaan nasabah terhadap sistem perbankan, khususnya
perbankan syariah;
b. Kebergantungan pada sekelompok deposan;

9
c. Keterbatasan instrumen keuangan untuk solusi likuiditas;
d. Mismatching antara dana jangka pendek dengan pembiayaan jangka panjang;
e. Bagi hasil antar bank kurang menarik karena financial settlementnya harus
menunggu selesai perhitungan cash basis pendapatan bank yang biasanya baru
terlaksana pada akhir bulan.
f. Di dalam kontrak mudhorobah, memungkinkan nasabah untuk menarik
dananya kapan saja tanpa pemberitahuan lebih dahulu (Rianto, 2013: 248).2

2.5 Fungsi Pokok Manajemen Resiko


Didasarkan pada uraian tersebut, maka fungsi pokok didalam manajemen
risiko mencakup 4 kegiatan :
1. Menemukan Kerugian Potensial Dalam melakukan kegiatan ini manajer risiko
dituntut mampu menemukan seluruh risiko murni yang ada didalam lingkup
kegiatan badan usaha. Yang pertama harus dilakukan adalah memanfaatkan
sumber risiko yang secara potensial dapat menimbulkan kerugian. Sumber
tersebut antara lain :
a. Loss exposure survey and check list, meliputi :
 Inspeksi phisik pada pabrik dan operasinya, untuk menemukan exposure
kerugian besar.
 Angket dengan daftar pertanyaan yang luas, untuk menemukan exposure
tersembunyi yang tidak tampak dipermukaan.
 Pada aliran (layout proses) yang menggambarkan proses produksi untuk
menemukan kerugian potensial lainnya.
b. Financial Statement:
 Neraca dengan menganalisasi pos-pos yang berhubungan dengan posisi
keuangan perusahaan (kemampuan keuangan)
 Laporan rugi laba dengan menganalisis harga pokok, penjualan, serta beban
perusahaan melihat efisional dan efektifitas.

Dalam kaitan ini perlu diperhatikan jenis-jenis kerugian yang mungkin timbul
sejalan dengan aspek kegiatan usaha, yaitu :

2
Muhammad Iqbal Fasa, “Manajemen Resiko Perbankan Syariah Di Indonesia” Jurnal Studi Ekonomi dan Bisnis
Islam Volume I, Nomor 2, Desember 2016, hlm 38-42

10
a. Risiko perorangan dan harga milik Risiko ini berkaitan dengan kemungkinan
kerugian yang menimpa kerja maupun harga milik akibat suatu peristiwa
kecelakaan kerja, sabotase, kebakaran dan sebagainya.
b. Risiko pemasaran Pada dasarnya pemasaran merupakan kegiatan yang dilakukan
dalam rangka memindahkan barang-barang dari produsen kepada konsumen.
Fungsi utama pemasaran ini meliputi kegiatan pembelian, penjualan,
pengangkutan, penyimpanan, informasi dan penelitian pasar, maupun kegiatan
samping dalam kegiatan pemasaran. Risiko ini berkaitan dengan kegiatan yang
dilakukan pada pemasaran tersebut, misalnya tidak mampu menjual produknya
karena kesalahan identifikasi kebutuhan konsumen atau kesalahan analisis
pesaing.
c. Risiko keuangan Risiko keuangan yang dihadapi badan usaha pada umumnya
berkaitan dengan sumber dan penggunaan keuangan dalam kegiatan usaha.
Seperti, tidak diterimanya permohonan kredit atau perpanjangan kredit karena
kesulitan tehnis dari bank pemberi, kenaikan tingkat pinjaman, kesalahan
memilih sektor-sektor investasi, ketidakmampuan langganan melunasi hutang-
hutangnya dan sebagainya.
d. Risiko produksi dan tenaga kerja Keputusan yang diambil seringkali tidak
disadari mengandung risiko yang cukup dominan seperti, kesalahan dalam
perencanaan pembangunan gedung (pabrik) maupun lokasi pemasangan mesin
(layout), penempatan tenaga kerja yang tidak tepat, dan sebagainya.

2. Evaluasi kerugian potensial Kegiatan ini adalah mengukur frekuensi dan


kegawatan kerugian bila benar terjadi. Pengukuran frekuensi kerugian
menyangkut jumlah kali kerugian yang mungkin terjadi selama masa tertentu. Hal
ini didasarkan pada pengalaman masa lampau atas kejadian baik yang dialami
oleh badan itu sendiri maupun oleh badan usaha lain yang sejenis. Sedangkan
kegawatan kerugian menyangkut kemungkinan bobot kerugian yang akan terjadi,
yaitu menghitungkan jumlah kerugian potensial yang diukur berdasarkan nilai unit
atau satuan nilai uang. Manajer risiko dalam hal ini dituntut untuk mampu
menghitung atau mengukur frekuensi dari kegawatan kerugian dengan
menggunakan teknikteknik tertentu, misalnya statistik, matematik, atau teknik-
teknik keuangan, sesuai dengan penting-tidaknya.

11
3. Memilih metode pengelolaan Sebelum lebih jauh berbicara tentang metode
pengelolaan maka ada baiknya kita fahami dulu jenis metode pengelolaan, sebagai
berikut :
a. Asumsi (Retensi) Asumsi atau retensi risiko merupakan cara umum yang
digunakan dalam pengelolaan risiko yang bernilai kerugian rendah, dan bila
terjadi tidak banyak pengaruhnya terhadap keuangan badan usaha. Untuk
risiko tipe ini Jurnal Ekonomi dan Kewirausahaan Vol. 6, No 1, April 2006 :
105 – 112 109 umumnya diabaikan atau ditanggung sendiri oleh badan usaha
sehingga tidak membutuhkan pengelolaan lebih lanjut.
b. Transfer Transfer risiko seringkali digunakan baik untuk risiko murni-statis
atau risiko spekulatif-dinamis. Transfer risiko yang bersifat murni-atatis pada
umumnya dilakukan pada lembaga asuransi. Sedangkan risiko yang bersifat
spekulatif-dinamis dapat ditransfer kepada masyarakat, konsumen, atau
lembaga non-asuransi.
c. Kombinasi Metode kombinasi dalam pengelolaan risiko merupakan kegiatan
penggabungan berbagai jenis kegiatan atau usaha yang satu sama lain saling
melengkapi, metode ini juga lazim digunakan pada lembaga asuransi dalam
menentukan sejumlah exposure kerugian. Diversifikasi produk, holding
company yang membawahi usaha yang tidak mempunyai kegiatan yang tidak
mempunyai kegiatan yang sama: sehingga apabila timbul kerugian dalam satu
kegiatan usaha dapat ditutup dengan keuntungan badan usaha yang usaha yang
lain. Demikian pula kerugian dalam penjualan salah satu produk diharapkan
dapat ditutup dengan keuntungan dari penjualan produk lainnya.
d. Pencegahan kerugian Pencegahan kerugian adalah salah satu metode
pengelolaan risiko yang lebih menentukan pada pengawasan kerugian dalam
usaha melakukan preventif: atau menekan serendah mungkin pengaruh
keuangan apabila kerugian tersebut timbul. Misalnya, membangun konstruksi
gedung yang tahan api, melengkapi sarana keselamatan kerja.
e. Menghindari Erat hubungannya dengan pencegahan kerugian dan pemindahan
risiko adalah metode menghindari situasi yang secara potensial dapat
menimbulkan kerugian. Usaha lain dalam kegiatan ini ialah menghindari
kegiatan yang risikonya tinggi ataupun mensubkontrakkan kegiatan yang
risikonya relatif tinggi pada pihak lain sejauh hal tersebut efektif dan efisien.

12
f. Pengetahuan dan penelitian Risiko kemungkinan dapat dikurangi dengan
meningkatkan pengetahuan atau melakukan penelitian. Di mana manajeman
lebih banyak mengetahui persoalan ketidakpastiannya yang dihadapi sehingga
mantap dalam mengantisipasi atau mengelola risiko yang ada pada kegiatan
usahanya.3

2.6 Sumber-sumber Penyebab Risiko


Menurut sumber-sumber penyebabnya, risiko dapat dibedakan sebagai berikut:
1. Risiko Internal, yaitu risiko yang berasal dari dalam perusahaan itu sendiri.
2. Risiko Eksternal, yaitu risiko yang berasal dari luar perusahaan atau lingkungan
luar perusahaan.
3. Risiko Keuangan, adalah risiko yang disebabkan oleh faktor-faktor ekonomi dan
keuangan, seperti perubahan harga, tingkat bunga, dan mata uang.
4. Risiko Operasional, adalah semua risiko yang tidak termasuk risiko keuangan.
Risiko operasional disebabkan oleh faktor-faktor manusia, alam, dan teknologi.

2.7 Proses Manajemen Risiko


Proses yang dilalui dalam manajemen risiko adalah:
1. Perencanaan Manajemen Risiko, perencanaan meliputi langkah memutuskan
bagaimana mendekati dan merencanakan aktivitas manajemen risiko untuk proyek.
2. Identifikasi Risiko, tahapan selanjutnya dari proses identifikasi risiko adalah
mengenali jenis-jenis risiko yang mungkin (dan umumnya) dihadapi oleh setiap
pelaku bisnis.
3. Analisis Risiko Kualitatif, analisis kualitatif dalam manajemen risiko adalah proses
menilai (assessment) impak dan kemungkinan dari risiko yang sudah diidentifikasi.
Proses ini dilakukan dengan menyusun risiko berdasarkan efeknya terhadap tujuan
proyek.
4. Analisis Risiko Kuantitatif adalah proses identifikasi secara numeric probabilitas
dari setiap risiko dan konsekuensinya terhadap tujuan proyek.
5. Perencanaan Respon Risiko, Risk response planning adalah proses yang dilakukan
untuk meminimalisasi tingkat risiko yang dihadapi sampai batas yang dapat
diterima.

3
Fadjar Harimurti, ”Manajemen Risiko, Fungsi Dan Mekanismenya”,hlm107-109

13
6. Pengendalian dan Monitoring Risiko, langkah ini adalah proses mengawasi risiko
yang sudah diidentifikasi, memonitor risiko yang tersisa, dan mengidentifikasikan
risiko baru, memastikan pelaksanaan risk management plan dan mengevaluasi
keefektifannya dalam mengurangi risiko.4

2.8 Pembagian Manajemen Risiko


Tipe Pertama dan yang lebih tradisional merupakan risiko yang sulit
dikendalikan manajemen perusahaan, seperti risiko kebakaran akibat arus listrik dan
penipuan yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu. Perusahaan biasanya melindungi
dirinya, misalnya, dengan cara membeli asuransi.
Tipe Kedua adalah risiko yang dapat dikendalikan oleh manajemen
perusahaan. Risiko ini dapat terjadi misalnya pada saat perusahaan membangun
pabrik baru, meluncurkan produk baru atau membeli saham dan perusahaan lain. Jika
salah memprediksi, perusahaan tersebut akan menderita kerugian.Untuk
mengidentifikasi setiap bentuk kerugian maka, harus bisa mengidentifikasi Hazard
adalah mempertimbangkan semua aspek dari situasi saat ini dan yang akan datang,
lingkungan dan masalah yang secara historis sudah diketahui. Dalam mengidentifikasi
hazard, pengalaman tidak dapat terlalu diandalkan. Oleh karena itu identifikasi ini
merupakan alat paling efektif yang tersedia. Pengidentifikasian hazard harus didekati
secara bersama karena tidak seorang pun yang dapat melakukannya sendiri dengan
sukses. Semboyannya : “Pikirkanlah kesalahan yang dapat terjadi, sekecil apa pun
kemungkinannya”.
Supaya setiap risiko bisa diatasi maka harus dilaksanakan pengawasan risiko
sebagai berikut

a. Membangun Pengawasan Risiko : kadar pengawasan yang harus dibangun untuk


mengeliminasi hazard dan mengurangi risiko. Begitu pengawasan risiko
dibangun, maka risiko dievaluasi sampai ia dapat dikurangi hingga ke tingkat
dimana manfaatnya lebih banyak dari pada biaya potensial.
b. Mengidentifikasi Pengawasan Risiko : pembangunan pengawasan risiko diawali
dengan pengambilan tingkat risiko yang ditentukan sebelumnya, dan

4
Arif Lokoba, Marthin, dkk, “Manajemen Risiko Pada Perusahaan Jasa Pelaksana Konstruksi Di Propinsi Papua
(studi kasus di Kabupaten Sarmi)” Jurnal Ilmiah Media Enginering Vol. 4 No. 2, September 2014 (109-118) ISSN:
2087-9334

14
mengidentifikasi sebanyak mungkin pilihan pengawasan risiko yang mungkin
diambil bagi semua hazard yang melampaui tingkat risiko yang bisa diterima.
c. Menentukan Efektifitas Risiko : setelah identifikasi pilihan pengawasan risiko,
proses berikutnya adalah menentukan efek dari setiap pengawasan yang berkaitan
dengan hazard.
Memilih Pengawasan Risiko : pengawasan terbaik adalah yang konsisten
dengan tujuan operasional dan penggunaan sumber daya yang tersedia secara optimal.
Setiap keputusan pengelolaan risiko harus dibuat secara dini dalam tahap penyusunan
perencanaan. Hal ini lebih mudah diintegrasikan dalam suatu operasi dari pada
mencoba menyelipkannya pada tahap akhir. Keputusan yang demikian dibuat setelah
menganalisis secara hati-hati semua aspek operasi. Proses tersebut harus logis melalui
konsultasi dengan semua unsur atau pihak yang relevan. Pada dasarnya tahap ini
harus dilakukan oleh kelompok manajemen senior yang bertanggungjawab atas
strategi pengelolaan risiko.5

5
Sri Rahmany, “Manajemen Risiko Syaiah Menurut Fatwa MUI”, hlm 7-8

15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

16
DAFTAR PUSTAKA

Nur Khusniyah Indrawati, dkk, “Manajemen Risiko Berbasis Spiritual Islam” Ekuitas: Jurnal
Ekonomi dan Keuangan ISSN 1411- 0393 Akreditasi No. 110/DIKTI/Kep/200

Muhammad Iqbal Fasa, “Manajemen Resiko Perbankan Syariah Di Indonesia” Jurnal Studi
Ekonomi dan Bisnis Islam Volume I, Nomor 2, Desember 2016

Fadjar Harimurti, ”Manajemen Risiko, Fungsi Dan Mekanismenya”

Arif Lokoba, Marthin, dkk, “Manajemen Risiko Pada Perusahaan Jasa Pelaksana Konstruksi
Di Propinsi Papua (studi kasus di Kabupaten Sarmi)” Jurnal Ilmiah Media Enginering Vol. 4
No. 2, September 2014 (109-118) ISSN: 2087-9334

Sri Rahmany, “Manajemen Risiko Syaiah Menurut Fatwa MUI”

17

Anda mungkin juga menyukai