Anda di halaman 1dari 19

PENYEBAB TERJADINYA ADVERSE EVENTS

TERKAIT PROSEDUR INVASIF


Makalah ini di sususn untuk memenuhi tugas mata kuliah Keselamatan Pasien Dan Keselamat
Kesehatan Kerja Dalam Keperawatan.

Disusun Oleh :

1. Puji Astuti Retnoningsih (010117A076)


2. Rania Taufika rahma (010117A079)
3. Ranti Ayuningtyas (010117A080)
4. Risa Nuraini (010117A085)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


UNIVERSITAS NGUDI WALUYO UNGARAN
2017/2018
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
penulisan makalah yang berjudul PENYEBAB TERJADINYA ADVERSE EVENTS TERKAIT
PROSEDUR INVASIF dapat terselesaikan.

Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman tentang Adverse Events dan
sekaligus memenuhi tugas Mahasiswa S1 Keperawatan yang mengikuti mata kuliah Keselamatan
Pasien Dan Keselamat Kesehatan Kerja Dalam Keperawatan.

Dalam proses pendelaman materi Adverse Events ini,tentunya kami mendapat


bimbingan,arahan,koreksi dan saran. Untuk itu rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kami
sampaikan :

1. Dosen pengampu mata kuliah Keselamatan Pasien Dan Keselamat Kesehatan Kerja
Dalam Keperawatan :
 Raharjo Apriyatmoko, SKM, M.Kes
2. Rekan-rekan mahasiswa yang telah banyak member masukan dalam pembuatan makalah
ini.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.
Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan,kami mohon untuk saran dan kritikan
supaya kedepannya akan lebih baik dari sebelumnya.

Penyusun

Kelompok 11
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2. Tujuan Penulisan ............................................................................ 2
1.3. Rumusan Penulisan ........................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................... 3
2.1. Definisi Rumah Sakit .................................................................... 3
.2. Keselamatan Pasien ...................................................................... 11
2.3.Definisi Advers Enents .................................................................. 14
.4 Definisi Alat Kesehatan ................................................................. 16
2.5.Pengujian dan Kalibrasi Peralatan Kesehatan ................................ 19
BAB III PENUTUP................................................................................... 23
3.1.Kesimpulan .................................................................................... 23
3.2. Saran ............................................................................................. 23
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Keselamatan pasien di Rumah Sakit adalah sistem pelayanan dalam suatu Rumah Sakit
yang memberikan asuhan pasien menjadi lebih aman, termasuk di dalamnya mengukur risiko,
identifikasi dan pengelolaan risiko terhadap pasien, analisa insiden, kemampuan untuk belajar
& menindaklanjuti insiden serta menerapkan solusi untuk mengurangi resiko.

Keamanan dan keselamatan pasien merupakan hal mendasar yang perlu diperhatikan oleh
tenaga medis saat memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. Keselamatan pasien adalah
suatu sistem dimana rumah sakit memberikan asuhan kepada pasien secara aman serta
mencegah  terjadinya cidera akibat kesalahan karena melaksanakan suatu tindakan atau tidak
melaksanakan suatu tindakan yang seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi pengenalan
resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi untuk
meminimalkan resiko.Setiap tindakan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien sudah
sepatutnya memberi dampak positif dan tidak memberikan kerugian bagi pasien. Oleh karena
itu, rumah sakit harus memiliki standar tertentu dalam memberikan pelayanan kepada pasien.
Standar tersebut bertujuan untuk melindungi hak pasien dalam menerima pelayanan kesehatan
yang baik serta sebagai pedoman bagi tenaga kesehatan dalam memberikan asuhan kepada
pasien. Selain itu, keselamatan pasien juga tertuang dalam undang-undang kesehatan. Terdapat
beberapa pasal dalam undang-undang kesehatan yang membahas secara rinci mengenai hak dan
keselamatan pasien. Oleh karena itu, tenaga medis harus memiliki pengetahuan mengenai hak
pasien serta mengetahui secara luas dan teliti tindakan pelayanan yang dapat menjaga
keselamatan diri pasien.
1.2. Tujuan Penulisan
1) Tujuan Umum :
Mengetahui bagaimana kejadian yang tidak diinginkan di Rumah Sakit
2) Tujuan Khusus :
- Mahasiswa dapat mengetahui tanggung jawab rumah sakit
- Mahasiswa dapat mengetahui Keselamatan Pasien
- Mahasiswa dapat mengetahui definisi dari Adverse Events
- Mahasiswa dapat mengetahui Pengujian dan Kalibrasi peralatan kesehatan

1.3. Rumusan Masalah

1) Bagaimana Situasi Rumah Sakit


2) Bagaimana Keselamatan Pasien Untuk Menghindari KTD Pada pasien
3) Apa Saja Definisi KTD atau Edverse Event
4) Bagaimana Pengujian dan Kalibrasi Peralatan Kesehatan
5) Apasaja Definisi Alat Kesehatan
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Rumah Sakit

Ruma sakit adalah suatu organisasi tenaga medis profesional yang terorganisir serta
sarana kedokteran yang menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan yang
berkesinambungan, diagnosa serta pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien (American
Hospital Association; 1974 dalam Azwar, 1996).

2.1.a. Fungsi Rumah Sakit

1. Fungsi rumah sakit berdasarkan sistem kesehatan nasional dalam Djojodibroto (1997)


adalah: memberikan pelayanan rujukan medik spesialistik dan subspesialis
2. menyediakan dan menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan dan
pemulihan pasien 
3. sarana pendidikan dan pelatihan di bidang kedokteran dan kedokteran gigi jenjang
diploma, dokter, dokter gigi, dokter spesialis, dokter gigi spesialis konsultan, magister,
doktor dan pendidikan berkelanjutan bidang kedokteran.

2.1.b. Karakteristik Rumah Sakit

Djojodibroto (1997) menyatakan bahwa organisasi rumah sakit mempunyai sejumlah


sifat atau karakteristik yang tidak dipunyai organisasi lainnya, antara lain:

1. sebagian besar tenaga kerja rumah sakit adalah tenaga profesional


2. wewenang kepala rumah sakit berbeda dengan wewenang pimpinan perusahaan
3. tugas-tugas kelompok profesional lebih banyak dibandingkan tugas kelompok manajerial
4. beban kerjanya tidak bisa diatur
5. jumlah pekerjaan dan sifat pekerjaan di unit kerja beragam
6. hampir semua kegiatannya bersifat penting
7. pelayanan rumah sakit sifatnya sangat individualistik. Setiap pasien harus dipandang
sebagai individu yang utuh, aspek fisik, aspek mental, aspek sosiokultur dan aspek
spiritual harus mendapat perhatian penuh 
8. pelayanan bersifat pribadi, cepat dan tepat
9. pelayanan berjalan terus menerus selama 24 jam dalam sehari.
2.1.c. Kebijakan rumah sakit untuk mencegah terjadinya ADVERSE EVENTS /
kejadian tidak di harapkan

a. Rumah sakit wajib melaksanakan system keselamatan pasien.


System keselamatan pasien rumah sakit antara lain : pelaporan insiden,
pelaporan bersifat anonym dan rahasia. Analisa, belajar, riset masalah, dan
pengembangan taksonomi. Serta keterlibatan dan pemberdayaan pasien dan
keluarganya.

b. Rumah sakit wajib melaksanakan 7 langkah menuju keselamatan pasien.


Dalam rangka menerapkan standar keselamatan pasien, menurut pasal 9
peraturan Menteri Kesehatan tersebut diatas, rumah sakit melaksanakan 7 langkah
menuju keselamatan pasien rumah sakit yang terdiri dari :
1. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien
 Bagi Rumah sakit:
Kebijakan: tindakan staf segera setelah insiden, langkah kumpul fakta,
dukungan kepada staf, pasien, keluarga.
Kebijakan: peran dan akuntabilitas individual pada insiden
Tumbuhkan budaya pelaporan dan belajar dari insiden
Lakukan asesment dengan menggunakan survei penilaian KP.
 Bagi Tim:
Anggota mampu berbicara, peduli dan berani lapor bila ada insiden
Laporan terbuka dan terjadi proses pembelaj ajaran serta pelaksanaan
tindakan/solusi yang tepat.

2. Memimpin dan mendukung staf


 Bagi Rumah Sakit:
Ada anggota Direksi yang bertanggung jawab atas KP
Di bagian-2 ada orang yang dpt menjadi “Penggerak” (champion) KP
Prioritaskan KP dlm agenda rapat Direksi/Manajemen
Masukkan KP dlm semua program latihan staf
 Bagi Tim:
Ada “penggerak” dlm tim untuk memimpin Gerakan KP
Jelaskan relevansi dan pentingnya, serta manfaat gerakan KP
Tumbuhkan sikap ksatria yang menghargai pelaporan insiden

3. Mengitegrasikan aktivitas pengelolaan resiko


 Bagi Rumah Sakit:
Struktur dan proses mjmn risiko klinis dan non klinis, mencakup KP
Kembangkan indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko
Gunakan informasi dari sistem pelaporan insiden dan asesmen risiko
dan tingkatkan kepedulian terhadap pasien.
 Bagi Tim:
Diskusi isu KP dalam forum-forum, untuk umpan balik kepada
menjamin terkait
Penilaian risiko pada individu pasien
Proses asesmen risiko teratur, tentukan akseptabilitas tiap risiko, dan
langkah memperkecil risiko tersebut.

4. Membangun sistem pelaporan


 Bagi Rumah sakit:
Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden, ke dalam
maupun ke luar yang harus dilaporkan ke KKPRS – PERSI.
 Bagi Tim:
Dorong anggota untuk melaporkan setiap insiden dan insiden yang
telah dicegah tetapi tetap terjadi juga, sebagai bahan pelajaran yang
penting.

5. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien


 Bagi Rumah Sakit
Kebijakan : komunikasi terbuka tentang insiden dengan pasien dan
keluarga
Pasien dan keluarga mendapat informasi bila terjadi insiden
Dukungan, pelatihan dan dorongan semangat kepada staf agar selalu
terbuka kepada pasien dan keluarga (dalam seluruh proses asuhan
pasien).
 Bagi Tim:
Hargai dan dukung keterlibatan pasien dan keluarga bila telah terjadi
insiden
Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien dan keluarga bila terjadi
insiden
Segera setelah kejadian, tunjukkan empati kepada pasien dan keluarga.

6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien


 Bagi Rumah Sakit:
Staf terlatih mengkaji insiden secara tepat, mengidentifikasi sebab
Kebijakan: kriteria pelaksanaan Analisis Akar Masalah (Root Cause
Analysis/RCA) atau Failure Modes dan Effects Analysis (FMEA) atau
metoda analisis lain, mencakup semua insiden dan minimum 1 x per
alatahun untuk proses risiko tinggi.
 Bagi Tim:
Diskusikan dlm tim pengalaman dari hasil analisis insiden
Identifikasi bgn lain yang mungkin terkena dampak dan bagi
pengalaman tersebut.

7. Mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien


 Bagi Rumah Sakit:
Tentukan solusi dengan informasi dari sistem pelaporan, asesment
risiko, kajian insiden, audit serta analisis
Solusi mencakup penjabaran ulang sistem, penyesuaian pelatihan staf
dan kegiatan klinis, penggunaan instrumen yang menjamin KP
Asesment risiko untuk setiap perubahan
Sosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh KKPRS-PERSI
Umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang diambil atas
insiden.
 Bagi Tim:
Kembangkan asuhan pasien menjadi lebih baik dan lebih aman
Telaah perubahan yang dibuat tim dan pastikan pelaksanaannya
Umpan balik atas setiap tindak lanjut tentang insiden yang dilaporkan.

c. Evaluasi pelaksanaan keselamatan pasien akan dilakukan program akreditasi


rumah sakit.

2.1.d. Tanggung Jawab Rumah Sakit

Pada tanggung jawab rumah sakit atas kerugian pasien akibat kelalian tenaga kesehatan
atau bisa menyebabakan Kejadian Tidak Diinginkan (KTD) . pada kamus besar bahasa
indonesia, tanggung jawab adalah “keadaan wajib menanggung segala sesuatunya

Menurut Black’s Law Dictionary

Tanggung jawab (liabillty) mempunyai tiga antara lain, kewajiaban seseorang terikat
dalam hukum atau keadilan untuk melakukan, kondisi bertanggungjawab atas kekmungkinan
atau kerugian yang sebenarnya, dkondisi yang menciptakan suatu kewajiban untuk melakukan
tindakan segera atau di masa depan.

Berdasarkan UU Rumah sakit, rumah sakit bertanggung jawab terhadap semua kerugian yang
menimpa seseorang sebagai akibat dari kelalaian tenaga kesehatan dirumah sakit, sebagaimana
ditentukan pada pasal 46 Undang-Undang No. 44 tahun 2009. Ketentuan Pasal 46 ini menjadi
dasar yuridis bagi seseorang untuk meminta tanggung jawab pihak rumah sakit jika terjadi
kelalaian tenaga kesehatan yang menimblukan kerugian.
2.2. Keselamatan Pasien

Keselamatan pasien (Patienty Safety) adalah suatu system yang membuat asuhan
pasien dirumah sakit menjadi lebih aman . sistem ini mencegah terjadinya cedera yang
disebabkan oleh kesehatan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil.

Tujuan dari keselamatan pasien diantaranya:

1. Tercipatanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit


Pentingnya budaya keselamatan pasien juga ditekankan dalam salah satu laporan
Institute Of Medicine “To Err Is Human” yang meneybutkan bahwa organisasi
pelayanan kesehatan harus mengembangkan budaya keselamatan sedemikian
sehingga organisasi tersebut bisa berfokus pada peningkatan reliabilitas dan
keselamatan pelayanan pasien. Budaya keselamatan pasien adalah produk dari nilai,
sikap, kompetensi, dan pola perilaku individu dan kelompok yang mentukan
komitmen, style dan kemampuan suatu organisasi pelayanan kesehatan terhadap
program keselamatan pasien.
2. Meningkatnya akuntabilitas Rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
Akuntabilitas adalah istilah umumuntuk menjelaskan betapa sejumlah organisasi
telah memperlihatkan bahwa mereka sudah memenuhi misi yang mereka emban,
sebagai kewajiban-kewajiban dari individu-individu atau penguasa yang dipercaya
untuk mengelola sumber-sumber daya publik dan merupakan kewajiban untuk
menjelaskan bagaimana realisasiotoritas yang diperoleh tersebut. Dimana
akuntabilitas juga disebut sebagai evaluasi (penilian) mengenai standard pelaksanaan
kegiatan.
3. Menurunnya KTD di RS
Pada pihak rumah sakit harus bisa memberikan pelayanan yang baik terhadap
pasien agar bisa mengurangi KTD, dan lebih pentingnya pada pada pihak keperwatan
dan keluarga pasien bekerjasama agar bisa menjaga pasien atau keluarganya agar
terhindar dari KTD. Contohnya masalah kecil yang bisa berakibat besar yaitu pasien
yang jatuh dari tempat tidur.

4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan


KTD.

2.2.a. Budaya Patient Safety

Pentingnya mengembangkan budaya patient safety juga ditekankan dalam salah


satu laporan Institute of Medicine “To Err Is Human” yang menyebutkan bahwa
organisasi pelayanan kesehatan harus mengembangkan budaya keselamatan sedemikian
sehingga organisasi tersebut berfokus pada peningkatan reliabilitas dan keselamatan
pelayanan pasien”.[4] Hal ini ditekankan lagi oleh Nieva dan Sorra dalam penelitiannya
yang menyebutkan bahwa budaya keselamatan yang buruk merupakan faktor resiko
penting yang bisa mengancam keselamatan pasien.[5] Vincent (2005) dalam bukunya
bahkan menyebutkan bahwa ancaman terhadap keselamatan pasien tersebut tidak dapat
diubah, jika budaya patient safety dalam organisasi tidak diubah.[6

Budaya patient safety adalah produk dari nilai, sikap, kompetensi, dan pola
perilaku individu dan kelompok yang menentukan komitmen, style dan kemampuan
suatu organisasi pelayanan kesehatan terhadap program patient safety. Jika suatu
organisasi pelayanan kesehatan tidak mempunyai budaya patient safety maka kecelakaan
bisa terjadi akibat dari kesalahan laten, gangguan psikologis dan physiologis pada staf,
penurunan produktifitas, berkurangnya kepuasan pasien, dan bisa menimbulkan konflik
interpersonal

2.2.b. Pengembangan Budaya Keselamatan Pasien

Langkah penting pertama adalah dengan menempatkan patient safety sebagai


salah satu prioritas utama dalam organisasi pelayanan kesehatan, yang didukung oleh
eksekutif, tim klinik, dan staf di semua level organisasi dengan pertanggungjawaban yang
jelas.
Budaya tidak saling menyalahkan memungkin individu untuk melaporkan dan
mendiskusikan adverse events tanpa khawatir akan dihukum. Aspek lain yang penting
adalah memastikan bahwa masing-masing individu bertanggung jawab secara personal
dan kolektif terhadap patient safety dan bahwa keselamatan adalah kepentingan semua
pihak. Ada beberapa penegembagan diantaranya:

- Mendeklarasikan patient safety sebagai salah satu prioritas


- Menetapkan tanggung jawab eksekutif dalam program patient safety
- Memperbaharui ilmu dan keahlian medis
- Membudayakan sistem pelaporan tanpa menyalahkan pihak-pihak terkait
- Membangun akuntabilitas
- Reformasi pendidikan dan membangun organisasi pembelajar
- Mempercepat perubahan untuk perbaikan

2.2.c. Mengkur Budaya Keselamatan Pasien


Menurut Ashcroft et.al. (2005)
1. Di tingkat patologis
organisasi melihat keselamatan pasien sebagai masalah, akibatnya informasi-iinformasi
terkait patient safety akan ditekan dan lebih berfokus pada menyalahkan individu demi
menunjukkan kekuasaan pihak tertentu.
2. Di tingkat reaktif
organisasi sudah menyadari bahwa keselamatan pasien adalah hal penting, tetapi hanya
berespon ketika terjadi insiden yang signifikan.
3. Di tingkat kalkulatif
organisasi cenderung berpaku pada aturah-aturan dan jabatan dan kewenangan dalam
organisasi

2.2.d. Karateristik Keselamatan Pasien

- Komunikasi dibentuk dari keterbukaan dan saling percaya


- Alur informasi dan prosesing yang baik
- Persepsi yang sama terhadap pentingnya keselamatan
- Disadari bahwa kesalahan tidak bisa sepenuhnya dihindari
- Identifikasi ancaman laten terhadap keselamatan secara proaktif
- Pembelajaran organisasi
- Memiliki pemimpin yang komit dan eksekutif yang bertanggung jawab.
- Pendekatan untuk tidak menyalahkan dan tidak memberikan hukuman pada insiden
yang dilaporkan.

2.2.e. Strategi Penerapan

Strategy 1
a. Lakukan safe practices
b. Rancang sistem pekerjaan yang memudahkan orang lain untuk melakukan tindakan
medik secara benar
c. Mengurangi ketergantungan pada ingatan
d. Membuat protokol dan checklist
e. Menyederhanakan tahapan-tahapan

Edukasi
a. Kenali dampak akibat kelelahan dan kinerja
b. Pendidikan dan pelatihan patient safety
c. Melatih kerjasama antar tim
d. Meminimalkan variasi sumber pedoman klinis yang mungkin membingungkan

Akuntabilitas
a. Melaporkan kejadian error
b. Meminta maaf
c. Melakukan remedial care
d. Melakukan root cause analysis
e. Memperbaiki sistem atau mengatasi masalahnya.
2.3. Definisi KTD (Adverse Events)
Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan suatu kejadian
yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu tindakan
(commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), dan
Kesalahan tersebut bisa terjadi dalam tahap diagnostic seperti kesalahan atau bukan
karena “underlying disease” atau kondisi pasien. keterlambatan diagnose, tidak
menerapkan pemeriksaan yang sesuai, menggunakan cara pemeriksaan yang sudah tidak
dipakai atau tidak bertindak atas hasil pemeriksaan atau observasi; tahap pengobatan
seperti kesalahan pada prosedur pengobatan, pelaksanaan terapi, metode penggunaan
obat, dan keterlambatan merespon hasil pemeriksaan asuhan yang tidak layak; tahap
preventive seperti tidak memberikan terapi provilaktik serta monitor dan follow up yang
tidak adekuat; atau pada hal teknis yang lain seperti kegagalan berkomunikasi, kegagalan
alat atau system yang lain. Dalam kenyataannya masalah medical error dalam sistem
pelayanan kesehatan mencerminkan fenomena gunung es, karena yang terdeteksi
umumnya adalah adverse event yang ditemukan secara kebetulan saja. Sebagian besar
yang lain cenderung tidak dilaporkan, tidak dicatat, atau justru luput dari perhatian kita
semua.

Terdapat klasifikasi :

1. Kejadian Sentinel
Suatu kejadian yang tidak diharapkan yang menyebabkan kematian atau
cedera fiisik atau psikologis serius, atau resiko daripadanya, termasuk dalam
(tetapi tidak terbatas pada) kematian yang tidak dapat diantisipasi dan tidak
berhubungan dengan penyebab alami dari penyakit pasien atau kondisi medis
dasar pasien atau kondisi medis dasar pasien contoh bunuh diri kehilangan
permanen yang besar dari fungsi yang tidak berhubungan dengan penyakit
dasar pasien, pembedahan yang salah lokasi, salah prosedur, salah pasien,
penculikan bayi atau bayi yang dibawa pulang oleh orangtuanya yang salah.
Insiden ini yang mengakibatkan cedera pada pasien.

2. Kejadian Nyaris Cedera


Suatu kejadian akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak
melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan (omission), yang dapat
mencederai pasien, tetapi cedera serius, contohnya diberi obat yang
seharusnya kontradikasi / dosis lethal, tetapi diketahui, dan diberikan
antidotenya (mitigatiaon).

3. Kejadian Tidak Cedera


Kejadian Tidak Cedera (KTC) adalah insiden yang sudah terpapar ke pasien,
tetapi timbul cedera,

4. Kondisi Potensial Cedera


Kondisi Potensial Cedera (KPC) adalah kondisi yang sangat berpotensi untuk
menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden.

2.4 Pengujian Dan Kalibrasi Peralatan Kesehatan

Pengujian alat kesehatan merupakan keseluruhan tindakan meliputi pemeriksaan


fisik dan pengukuran untuk menentukan karakteristik alat kesehatan,sehingga dapat
dipastikan kesesuaian alat kesehatan terhadap keselamatan kerja dan spesifikasinya.
Dengan pelaksanaan kegiatan pengujian dapat dijamin peralatan kesehatan bersangkutan
aman dan layak pakai dalam pelayanan kesehatan. Kegiatan pengujian dilakukan
terhadap alat kesehatan yang tidak memiliki standar besaran yang terbaca. berarti tidak
terdapat nilai yang diabadikan pada alat kesehatan bersangkutan, sehingga pengujian
dilaksanakan mengacu pada :
 nilai standar yang ditetapkan secara nasional maupun internasional, misalnya :
arus bocor, fiekuensi kerja dan paparan radiasi
 fungsi alat dalam pelayanan kesehatan, misalnya : kuat cahaya, daya hisap,
sterilitas, putaran, energi dan temperatur
 
Kalibrasi merupakan serangkaian proses aktifitas mengukur besaran / nilai hasil
kerja alat berdasarkan nilai setting pada alat tersebut, yang diukur dengan menggunakan
alat standar yang telah tertelusur ke satuan internasional. Kegiatan ini bertujuan untuk
menjaga agar keluaran hasil kerja alat tidak menyimpang jauh dari ambang batas yang
ditentukan.
Kalibrasi diperlukan untuk memastikan kesetaraan hasil pengukuran yang dilakukan oleh
berbagai pihak yang berkepentingan. Kesetaraan hasil pengukuran oleh berbagai pihak
ini merupakan pra-syarat sehingga pengakuan terhadap hasil-hasil penilaian kesesuaian
dapat diterima dengan baik.

2.4.a. Bahwa pengujian dan kalibrasi bertujuan untuk :

o Memastikan kesesuaian karakteristik terhadap spesifikasi dari suatu bahan ukur


atau instrumen.
o Menentukan deviasi kebenaran konvensional nilai penunjukan suatu instrumen
ukur atau deviasi dimensi nominal yang seharusnya untuk suatu bahan ukur.
o Menjamin hasil - hasil pengukuran sesuai dengan standar Nasional maupun
Internasional
Manfaat yang dapat diperoleh dari kegiatan pengujian dan kalibrasi adalah : kondisi
instrumen ukur dan bahan ukurtetap terjaga sesuai dengan spesifikasinya
2.4.b. Alat yang wajib di kalibrasi adalah :
Kegiatan kalibrasi dalam bidang kesehatan diatur dalam Permenkes 
No.363/Menkes/Per/IV/1998 yang berbunyi “Alat  kesehatan yang dipergunakan  di 
sarana  pelayanan  kesehatan wajib diuji atau dikalibrasi secara berkala, sekurang-
kurangnya 1  (satu) kali setiap tahun”.
Adapun alat yang wajib di kalibrasi adalah :
1. Belum memiliki sertifikat dan tanda lulus pengujian atau kalibrasi. 
2. Masa berlaku sertifikat dan tanda lulus pengujian atau kalibrasi telah habis.
3. Diketahui  penunjukannya atau  keluarannya  atau kinerjanya  (performance) atau
keamanannya  (safety)  tidak sesuai  lagi,  walaupun sertifikat  dan  tanda masih
berlaku.
4. Telah mengalami perbaikan, walaupun sertifikat dan tanda masih berlaku.
5. Telah dipindahkan bagi  yang memerlukan instalasi, walaupun sertifikat dan tanda
masih berlaku

2.4.c. Alat kesehatan dinyatakan lulus pengujian atau kalibrasi apabila :

1. Penyimpangan hasil pengukuran dibandingkan dengan nilai yang diabadikan pada alat
kesehatan tersebut, tidak melebihi penyimpangan yang diijinkan
2. Nilai hasil pengukuran keselamatan kerja, berada dalam nilai ambang batas yang
diijinkan.
Pengujian dan kalibrasi alat kesehatan hanya dapat dilaksanakan oleh tenaga profesional,
menggunakan alat ukur dan besaran standar yang terkalibrasi.

2.4.d. Pelaksanaan kalibrasi alat kesehatan


Dalam pelaksanaannya, kalibrasi dapat dilakukan dengan cara membandingkan nilai
terukur dengan nilai yang diabadikan pada alat kesehatan. Kegiatan yang dilaksanakan
dalam kalibrasi alat kesehatan yaitu :
1. Pengukuran kondisi lingkungan
2. Pemeriksaan kondsi fisik dan fungsi komponen alat kesehatan
3. Pengukuran keselamatan kerja
4. Pengukuran kinerja sebelum dan sesudah penyetelan atau pemberian faktor
kalibrasi sehingga nilai yang terukur sesuai dengan nilai yang diabadikan pada
bahan ukur

2.5 Definisi Alat Kesehatan

Pengertian alat kesehatan berdasarkan Menteri Kesehatan RI. No. 220/Men.Kes/Per/IX/1976


tertanggal 6 September 1976 adalah :

“Barang, instrumen aparat atau alat masuk tiap komponen,bagian atau pelengkapan yang
diproduksi,dijual atau dimaksudkan untuk digunakan dalam penelitian dan perawata kesehatan,
diagnosis penyembuhan, peringanan atau pencegahan penyakit, kelainan keadaan badan atau
gejalanya pada manusia”.

2.5.a. Penyebab KTD Alat Kesehatan


1. Alat kesehatan
- Defect (bawaan pabrik)
- Pemeliharaan yang tidak memadai
- Alat kesehatan dimodifikasi sendiri
- Penyimpanan alat kesehatan yang tidak memadai
- Penggunaan yang tidak sesuai prosedur
- Tidak mengacu SOP alat kesehatan
- Minimnya buku manual atau kurangnya pelatihan
2. Sumber Daya Manusia
Interaksi SDM dengan teknologi, dengan sistem, dengan situasi yang dinamis pada
tingkatan:
- Organisasi-budaya, kebijakan and prosedur, standar
- Tim-pelatihan, komunikasi, kepedulian
- Individu – personal error control, self awareness compliance

2.5.b. Akibat Yang Ditimbulkan Alat Kesehatan

1. Pengunaan suntik

2.5.c. Standar Kualitas Peralatan Dan Perlindungan

Alat kesehatan (medical devices) enjadi komoditas penting di era sekarang ini, karena selain
menyangkut aspek ekonomi juga aspek perlindungan kesehatan dan keselamatan pasien yang
memerlukan pengawasan ketat. Bagaimana tidak? Alat kesehatan digunakan dari proses diagnose,
operasi sampai dengan perawatan pasien atau manusia.

Melihat kondisi ini Kementerian Kesehatan RI, melalui Direktorat Bina Pelayanan Penunjang
Medik dan Sarana Kesehatan merasa perlu melakukan langkah antisipatif dengan
mengembangkan sertifikasi produk untuk alat kesehatan. Dimulai dengan pengembangan SDM
dan lembaga di bidang sertifikasi produk dengan target sebelum 2015 dapat berdiri lembaga
sertifikasi produk untuk alat kesehatan.

2.5.d. Program Pemeliharaan Alat Kesehatan

1. Dilaksanakan oleh pemakai


- Menggunakan peralatan dengan cara benar dan aman
- Memelihara peralatan yang digunakan pada saat penggunaan
- Melakukan pembersihan, perapian dan penyimpanan pada saat selesai penggunaan
2. Dilaksanakan oleh teknisi rumah sakit
- Preventive Maintenance(PM) meliputi:
 Maintenance rutin harian
 Inspeksi periodik
 Perbaikan terencana sebagai hasil inspeksi
- Analisa kerusakan
- Kalibrasi internal
3. Dilaksanakn Oleh Pihak III/Vendor
- Kalibrasi eksternal
- Kontrak service
- Pekerjaan yang memerlukan suku cadang yang tidak tersedia di gudang atau pekerjaan
yang memerlukan keahlian khusus serta peralatan yang mempunyai teknologi yang
belum dikuasai oleh teknisi rumah sakit biaya yang besar.

2.5.e. Contoh Insiden Pada Peralatan Kesehatan

 Bedside monitor bantuan (loan) korea 2012 rata-rata ukur NIBP tidak akurat > selisih
ukur lebih dari 10 mmHg > dokter menolak memakai > dapat menyebabkan salah
diagnosa pada pasien
 Wall outlet oksigen meledak > akibat keluarga pasien meletakan dupa terlalu
dekat(40cm) > manometer/humidifier meledak > pasien lari berhamburan
 Laser pointer pada mesin cobalt-60 tidak akurat pada berbagai posisi > berakibat
lapangan radiasi pada kanker pasien meluas > resiko sel sehat terkena radiasi > pasien
dirugikan
 Suction pump mobil meledak di ruang pediatric > disebabkan aqua yang diletakan diatas
alat tumpah mengenai terminal kabel listrik > alat terbakar > timbul kepanikan
 Alat catlab tidak bisa mencetak data akibat CD recorder rusak > dokter lain tidak bisa
membaca hasil, dan pasien tidak mendapat haknya
 Setting hisap pada alat WSD terlalu tinggi, sehingga pasien kesakitan > ada kemungkinan
benda lain ikut terhisap keluar
 Mesin EWSL masih menggunakan produk lama (generasi1) padahal sudah ada generasi
baru(generasi 4), yang lebih akurat, lebih nyaman, dan tingkat keberhasilan yang tinggi
 Mesin anestesi tidak akurat pada pengukuran dosis bahan anestesi > masih digunakan >
kemungkinan pasien terkena dampak gas anestesi(akibat kelebihan/kekurangan dosis)
 Mesin vacum sentral yang menampung cairan pasien OK over level, petugas tidak sigap
membuang cairan tersebut > terhisap ke dalam sistem perpipaan vacum > tersumbat,
tidak bisa dipakai
 Pemasangan humidifier-flowmeter pada tabung oksigen botol menggunakan kunci
inggris yang mengandung oilb> terjadi percikan api > potensi ledakan
 Alat rusak sehingga tidak bisa melayani pasien > kerugian pada pasien

2.5.f. Yang Harus Dilakukan Terhadap Insiden Alat Kesehatan

1. Ditempatkan di tempat yang khusus


2. Mencuci alat kesehatan setelah pemakaian

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

 Keselamatan pasien (Patienty Safety) adalah suatu system yang membuat asuhan
pasien dirumah sakit menjadi lebih aman . sistem ini mencegah terjadinya cedera
yang disebabkan oleh kesehatan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
 Pengujian dan kalibrasi alat kesehatan sangat diperlukan dalam praktik di Rumah
Sakit karena pengujian dan kalibrasi itu sendiri memiliki tujuan seperti; Memastikan
kesesuaian karakteristik terhadap spesifikasi dari suatu bahan ukur atau instrumen,
Menentukan deviasi kebenaran konvensional nilai penunjukan suatu instrumen ukur
atau deviasi dimensi nominal yang seharusnya untuk suatu bahan ukur, Menjamin
hasil - hasil pengukuran sesuai dengan standar Nasional maupun Internasional.
Manfaat yang dapat diperoleh dari kegiatan pengujian dan kalibrasi adalah : kondisi
instrumen ukur dan bahan ukurtetap terjaga sesuai dengan spesifikasinya.

Saran

1. Perlu disusun lembaran khusus mengenai adverse event pada catatan rekam medis
yang memuat pemantauan gejala dan tanda
adverse event, riwayat pengobatan terdahulu, serta penilaian tingkat keparahan
adverse event dari pemakaian antipsikotika pada pasien skizofrenia yang dapat
digunakan untuk pemeriksaan perkembangan pasien setiap hari selama pasien
dirawat di masing masing rumah sakit.
2. Perlunya dilakukan penyusunan pedoman tatalaksana adverse event pada
penggunaan antipsikotik berdasarkan gejala dan tanda yang muncul pada pasien
yang dicantumkan dalam Standar Pelayanan Medik masing masing rumah sakit.

Daftar Pustaka
 http://www.sarjanaku.com/2013/06/pengertian-rumah-sakit-definisi-fungsi.html?
m=1
 http://www.medicalogy.com/blog/pentingnya-kalibrasi-alat-kesehatan/
 http://www.google.co.id/amp/s/marsenorhudy.worpress.com/2011/01/07/patient-
safetiy-keselamatan-pasien-rumah-sakit/amp/
 http://www.scribd.com/document/129119913/arti-akuntabilitas
 http://www.lean-indonesia.com/2014/06/kejadian-sentinel-sentinel-event.html?m=1
 http://ekarianamidwifery.blogspot.co.id/2014/09/keselamatan-pasien.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai