Anda di halaman 1dari 194

DAMPAK KEBERADAAN TEMPAT PEMBUANGAN SAMPAH TERPADU (TPST)

TERHADAP KESEJAHTERAAN KELUARGA PEMULUNG PERANTAU

DI RT 01 RW 05 CIKETINGUDIK BANTARGEBANG BEKASI

SKRIPSI

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial pada Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh

Faiz Hamzah

NIM 1113054100066

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H/2017
LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif

Hidayatuallah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya gunakan

dalam penulisan ini, telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang

berlaku di UIN Syarif Hidayatuallah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatuallah Jakarta.

Jakarta, 7 September 2017

Faiz Hamzah
ABSTRAK

Faiz Hamzah

Dampak Keberadaan Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST)


Terhadap Kesejahteraan Keluarga Pemulung Perantau di RT 01 RW 05
Kelurahan Ciketingudik Bantargebang Bekasi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak TPST Bantargebang


terhadap peningkatan kesejahteraan keluarga pemulung perantau serta untuk
mengetahui faktor ketidakmeningkatan dan meningkatnya tingkat kesejahteraan
pemulung perantau. Penelitian ini dilaksanakan di RT 01 RW 05 Kelurahan
Ciketingudik Kecamatan Bantargebang Bekasi.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif ini bertujuan untuk mendeskripsikan atau
menggambarkan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai faktor-faktor,
sifat, serta hubungan antara fenomena yang diteliti. Sampel penelitian berjumlah 4
keluarga pemulung perantau.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan TPST Bantargebang
memberikan dampak yang cukup berarti bagi peningkatan kesejahteraan keluarga
para pemulung perantau. Tingkat kesejahteraan keluarga pemulung perantau yang
awalnya berada pada fase pra sejahtera meningkat pada tingkatan yang beragam,
seperti halnya pada keluarga Pak Tarwenda yang mengalami peningkatan dari pra
sejahtera ke fase Keluarga Sejahtera I (KS I), keluarga Pak Toha dan Ibu Sukrisi
mengalami peningkatan ke fase Keluarga Sejahtera II (KS II) , dan juga keluarga
Pak Toha yang mengalami peningkatan ke fase Keluarga Sejahtera (KS III).
Faktor-faktor yang menyebabkan ketidakmeningkatan dan peningkatan
tingkat kesejahteraan antara lain, keluarga pemulung yang terus berada pada
kategori tingkat Kesejahteraan Keluarga I (KS I) lebih mengutamakan hasil
pendapatannya untuk sesuatu yang konsumtif, berbeda dengan keluarga pemulung
yang memiliki kategori tingkat kesejahteraan keluarga yang lebih baik, mereka
menggunakan penghasilannya untuk sesuatu yang produktif.
Kata Kunci: Keberadaan (TPST), Kesejahteraan Keluarga, Pemulung Perantau

i
KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirahim

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Alhamdulillah, Segala puji senantiasa penulis panjatkan atas segala karunia Allah

SWT, yang telah menciptakan makhluknya dengan penuh cinta dan kasih sayang-

Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Shalawat serta

salam semoga tercurahkan kepada junjungan besar kita Nabi Muhammad SAW

yang sangat mencintai ummatnya dan memandu ummatnya menuju jalan yang

lurus.

Dalam penulisan skripsi ini penulis masih banyak kekurangan, baik pada teknik

penulisan maupun pada isi pembahasan. Maka dari itu kritik dan saran dari semua

pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan skripsi ini.

Dalam penulisan skripsi ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih banyak

kepada pihak-pihak yang membantu dalam penyelesaian skripsi ini, khususnya

kepada :

1. Bapak Dr. H. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan

Ilmu Komunikasi.

2. Ibu Lisma Dyawati Fuaida, M.Si selaku Ketua Program Studi Kesejahteraan

Sosial UIN Syarif Hidyatullah Jakarta dan Ibu Hj. Nunung Khoiriyah, MA

selaku Sekertaris Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN Syari Hidyatullah

Jakarta.

ii
3. Bapak M. Hudri, M.Ag, selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis.

4. Bapak Ismet Firdaus, M.Si, selaku Dosen Pembimbing skripsi yang telah

meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, masukan serta motivasi

kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya Bapak dan Ibu Dosen Program Studi

Kesejahteraan Sosial yang telah memberikan sumbangan wawasan keilmuan

dan membimbing penulis selama perkuliahan di UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

6. Bapak Anwar, Bapak Dwi, Bapak Roy, Bapak Gunin yang telah memberikan

izin penelitian kepada penulis. Terimakasih banyak semoga mendapatkan

balasan yang setimpal dari Allah SWT.

7. Bapak Tarwenda, Bapak Toha, Ibu Sukrisi, dan Bapak Atip yang turut

berpartisipasi dan selalu memberikan informasi maupun bantuan kepada

penulis selama penyusunan skripsi, sehingga dapat terlaksana dengan baik.

8. Kedua orang tua ku tercinta, yang senantiasa memberikan dukungan moral

dan materi yang tiada henti kepada penulis. Serta doa, kasih sayang, dan

pengorbanannya yang tulus dan tidak kenal lelah yang selalu diberikan kepada

penulis selama ini agar penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini dengan

baik. Serta untuk kakak dan adik Rizqi Hidayati dan Farrih Fatta Ulinnuha,

juga untuk keluarga besar terimakasih atas doa dan semangatnya selama ini.

9. Abdul Karim (teman kosan), yang selalu mau direpotkan, selalu nanyain

“kapan sidang om?” dan selalu berbagi canda dikala pengerjaan skripsi.

iii
10. Arief, Ridwan, Sidiq, Agus, Alfa, Putra, Bahir, Zaky (Kuwuk), yang sudah

berbagi senang dan susah dari semester satu hingga akhir kuliah. Semoga

silaturahim kita selalu terjaga. Cerita kita belum berakhir, cerita kita jangan

pernah berakhir kawan.

11. Riza, Randi, Desty, Khilda, Anita, Eka, Anya, Wida, Ratih (Inspirator Ketje),

yang sudah memberikan masukan dan warna tersendiri pada saat pengerjaan

skripsi.

12. Ghifari, Anto, Riza, Yogi, Faris, Riky (Jagur) yang suka gangguin saat

pengerjaan skripsi dengan ngajak jalan-jalan terus.

13. Teman-teman seperjuangan Kessos angkatan 2013 yang tidak bisa penulis

sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu penulis selama ini.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk pembaca pada umumnya dan

penulis pada khususnya. Terimakasih kepada berbagai pihak yang tidak bisa

penulis sebutkan satu persatu.

Jakarta, 14 September 2016

Faiz Hamzah

iv
DAFTAR ISI

Abstrak ........................................................................................................... i

Kata Pengantar............................................................................................. ii

Daftar Isi ....................................................................................................... v

Daftar Tabel ............................................................................................... viii

Daftar Gambar ............................................................................................. x

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................. 1


B. Pembatasan Masalah .................................................................... 7
C. Perumusan Masalah ..................................................................... 7
D. Tujuan Penelitian ......................................................................... 7
E. Manfaat Penelitian ....................................................................... 8
F. Metodologi Penelitian .................................................................. 9
G. Tinjauan Pustaka ........................................................................ 16
H. Sistematika Skripsi ..................................................................... 18

BAB II LANDASAN TEORI

A. Dampak
1. Pengertian Dampak .............................................................. 20
2. Indikator Dampak................................................................. 21
3. Hal-hal Khusus Dalam Pendugaan Dampak ........................ 23
B. Hierarki Kebutuhan Maslow ...................................................... 24
C. Sampah
1. Pengertian Sampah ............................................................... 27
2. Jenis-Jenis Sampah............................................................... 29
D. Kesejahteraan Keluarga
1. Pengertian Kesejahteraan ..................................................... 31
2. Pengertian Keluarga ............................................................. 32

v
3. Pengertian Kesejahteraan Keluarga ..................................... 38
E. Motif Prestasi dan Pertumbuhan Ekonomi ................................ 43

BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Profil TPST Bantargebang ......................................................... 44


1. Letak Luas dan Batas Administrasi...................................... 44
2. Kondisi Eksisting ................................................................. 46
3. Pengelola .............................................................................. 47
4. Total Area dan Ketinggian ................................................... 48
5. Volume Sampah ................................................................... 49
6. Tenaga Kerja ........................................................................ 50
7. Sistem Pengangkutan Sampah TPST Bantargebang ............ 51
8. Saran dan Prasarana TPA ..................................................... 52
9. Fasilitas Penunjang............................................................... 52
B. Gambaran Umum Kelurahan Ciketingudik ............................... 53
a. Kelurahan Ciketingudik ....................................................... 53
1. Letak dan Keadaan Wilayah .......................................... 55
2. Letak Orbitrasi ............................................................... 56
3. Visi dan Misi Kelurahan Ciketingudik .......................... 57
4. Struktur Organisasi Kelurahan Ciketingudik ................. 58
5. Kependudukan Kelurahan Ciketingudik ........................ 62
6. Penggunaan Lahan Kelurahan Ciketingudik .................. 66
7. Kondisi Pendidikan ........................................................ 66
b. RT 01 RW 05 Kelurahan Ciketingudik Bantargebang ........ 70
1. Jumlah Penduduk ........................................................... 70
2. Jenis Peerjaan ................................................................. 70

BAB IV TEMUAN DATA DAN ANALISIS DATA

A. Temuan Data dan Analisis Data ................................................. 72


1. Informan ............................................................................... 73

vi
B. Analisis Data .............................................................................. 93
1. Gambaran Kesejahteraan Keluarga Pemulung perantau sebelum
proyek ................................................................................... 94
2. Dampak Kesejahteraan Keluarga Pemulung Perantau Sesudah
Proyek .................................................................................. 97

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .............................................................................. 125


B. Saran......................................................................................... 126

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 128

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Informan ....................................................................................... 15

Tabel 3.1 pengelola ...................................................................................... 47

Tabel 3.2 Total Area dan Ketinggian ........................................................... 48

Tabel 3.3 Volume Sampah ........................................................................... 49

Tabel 3.4 Tenaga Kerja ................................................................................ 50

Tabel 3.5 Letak Orbitrasi ............................................................................. 56

Tabel 3.6 Kondisi Geografis ........................................................................ 57

Tabel 3.7 Perangkat Kelurahan Ciketingudik .............................................. 58

Tabel 3.8 Jumlah Penduduk Berdasarakan Jenis Kelamin........................... 62

Tabel 3.9 Jumlah Penduduk Kelurahan Ciketingudik Menurut Pencaharian63

Tabel 3.10 Jumlah Penduduk Per RW Tingkat Kelurahan Ciketingudik .... 64

Tabel 3.11 Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur ........................................ 65

Tabel 3.12 Peruntukan Lahan ...................................................................... 66

Tabel 3.13 Tingkat Pendidikan .................................................................... 67

Tabel 3.14 Wajar 12 Tahun dan Angka Putus Sekolah ............................... 68

Tabel 3.15 Prasarana Pendidikan Formal..................................................... 69

Tabel 3.16 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di RT 01/05 ...... 70

Tabel 3.17 Jenis Pekerjaan di RT 01 RW 05 ............................................... 71

Tabel 4.1 Gambaran Kesejahteraan Keluarga Pemulung Sebelum Proyek . 94

Tabel 4.2 Tingkat Pemenuhan Kebutuhan Pangan Pemulung ................... 103

viii
Tabel 4.3 Tingkat Pemenuhan Kebutuhan Sandang .................................. 105

Tabel 4.4 Tingkat Pemenuhan Kebutuhan Papan ...................................... 108

Tabel 4.5 Upaya Menjaga Kesehatan Keluarga ......................................... 111

Tabel 4.6 Keluarga Berencana ................................................................... 114

Tabel 4.7 Pengetahuan dan Pendidikan ..................................................... 116

Tabel 4.8 Tingkat Kebutuhan Rohani ........................................................ 118

Tabel 4.9 Anggota Keluarga yang Memiliki Penghasilan ......................... 120

Tabel 4.10 Upaya Dalam Hidup Bermasyarakat........................................ 121

Tabel 4.11 Upaya Pemulung Memperoleh Informasi ................................ 123

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Pencitraan Satelit TPST Bantargebang ...................................... 44

Gambar 2. Peta Lokasi TPST Bantargebang................................................ 49

Gambar 3. Peta Kelurahan Ciketingudik ..................................................... 61

Gambar 4. Pembangunan Musholla ............................................................. 82

Gambar 5. Hasil Milah Sampah Ibu Sukrisi ................................................ 87

x
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu masalah sosial yang dihadapi masyarakat Indonesia adalah

masalah sampah. Sampah sangat mengganggu masyarakat apabila tidak dikelola

dengan baik. Sedangkan sampah sendiri merupakan barang buangan yang selalu

dihasilkan manusia setiap harinya. Sampah selalu ada dan terus meningkat setiap

harinya mengikuti perkembangan manusia. Semakin banyak manusia maka

semakin banyak pula sampah yang menumpuk di tempat sampah maupun di

pinggir-pinggir jalan. Sampah juga dapat diartikan sebagai material sisa yang

tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. 1 Sampah merupakan

konsekuensi dari segala aktivitas manusia di dunia. Setiap manusia yang

melakukan aktivitas akan menghasilkan sampah atau buangan. Oleh karena itu,

sampah merupakan konsep buatan manusia dan bukan proses alam.

Bagi masyarakat pedesaan, sampah mungkin belum menjadi masalah

serius. Tetapi, tidak demikian dengan masyarakat yang tinggal di daerah

perkotaan atau daerah padat penduduk. Mereka menghasilkan banyak sekali

sampah. Sampah tersebut harus dikelola dengan baik oleh pemerintah daerah

masing-masing dalam hal ini Dinas Kebersihan dan Pertamanan.

1
Suharsono, kamus besar bahasa Indonesia, (Semarang: widya karya, 2009), hal. 456.

1
Namun kenyataan yang terjadi adalah pemerintah dalam konteks ini DKI

Jakarta masih belum dapat menangani sampah yang menumpuk untuk dikelola

dengan baik sehingga menimbulkan keresahan pada warga. Sampah Ibu Kota

Jakarta, menurut Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta Isnawa Adji menyebutkan

bahwa DKI Jakarta merupakan kota dengan volume sampah sebesar 6.500 – 7.000

ton per hari. Meski kini sudah banyak warga yang sadar untuk mengolah sampah

menjadi produk daur ulang, namun tetap saja tidak bisa menanggulangi sampah

yang dihasilkan kota dalam sehari. Pengelolaan terkait sampah ini belumlah

maksimal, tidak semua sampah hasil DKI Jakarta bisa dikirim ke Tempat

Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang karena tidak akan

menampung, dan juga akan meningkatkan biaya tipping fee sampah yang

sekarang sudah berjumlah Rp.123.000 per ton sampah.2 DKI Jakarta pun telah

gagal membangun intermediate treatment facilities (ITF) di tiga wilayah Jakarta,

yakni di Sunter, Cakung Cilincing dan Marunda, yang sebelumnya ditargetkan

mampu mengolah sampah di hulu masing-masing 1.500 ton per hari. Karena hal

ini menjadikan penumpukan sampah di TPST Bantargebang.

Dengan jarak 40 km dari pusat kota Jakarta dan 20 km dari perbatasan

kota Jakarta-Bekasi serta 2 km dari jalan raya Cileungsi, TPST Bantargebang

memang menjadi pilihan paling efektif untuk menangani sampah yang dihasilkan

masyarakat kota, khusunya untuk masyarakat kota Jakarta dan kota Bekasi.

2
http://m.beritasatu.com/megapolitan/321282-djarot-sampah-jakarta-7500-ton-per-
hari.html diakses pada 11 februari 2017, pukul 18.01 WIB.

2
Sampah-sampah ini semakin tak terkendali dengan semakin banyaknya

penduduk di wilayah ibu kota dari waktu ke waktu. Kenaikan tingkat kepadatan

penduduk disebabkan oleh adanya migrasi penduduk desa ke kota yang disebut

dengan urbanisasi. Salah satu faktor yang menjadi pendorong bagi migrasi ke kota

adalah kemiskinan. Faktor ini menghasilkan suatu keadaan dimana alternatif

untuk memperoleh pekerjaan yang menghasilkan pendapatan layak di desa

menjadi terbatas, hal ini yang mendorong warga desa untuk bermigrasi ke kota.

Warga desa yang datang ke kota karena desakan ekonomi pada umumnya

adalah mereka yang tidak mempunyai kedudukan sosial yang tinggi di desanya.

Mereka biasanya juga bukan orang-orang yang mempunyai pengetahuan atau

keterampilan yang dapat digunakan untuk memperoleh jabatan atau pekerjaan

dalam struktur-struktur formal yang ada, yang dapat menghasilkan pendapatan

yang baik untuk dapat hidup secara layak. Kalau mereka datang secara perorangan

maka dengan mudah mereka dapat mencari akomodasi penginapan dan bermukim

untuk sementara secara sederhana saja. Kalau mereka mempunyai kenalan dari

desa yang sama atau mempunyai kerabat yang memang sudah ada di kota, mereka

akan hidup menumpang, sementara itu mereka mencari kerja atau mengerjakan

apa saja yang dapat menghasilkan uang.

Di Bantargebang khusunya di Kelurahan Ciketingudik yang sebagian

masyarakatnya juga merupakan kaum migran, kebanyakan bekerja di sektor

informal salah satunya berprofesi sebagai pemulung. Pemulung adalah orang yang

melakukan suatu kegiatan mengumpulkan barang-barang bekas yang masih

3
memiliki nilai jual dari tempat-tempat sampah ataupun yang banyak berserakan di

jalan-jalan yang kemudian dijual pada juragan barang bekas. Sebagian besar para

pemulung di daerah ini mempunyai latar belakang kehidupan di pedesaan dan

memiliki tingkat pendidikan yang rendah.

Keberadaan lokasi TPST Bantargebang memang membawa dampak

tersendiri bagi masyarakat sekitarnya, khususnya bagi masyarakat RT 01 RW 05

yang berlokasi dekat dengan pintu utama TPST, menjadi tempat strategis sendiri

bagi para pemulung untuk bertempat tinggal di sini. Sekitar 70% warga RT 01

RW 05 berprofesi sebagai pemulung. Sebagian besar pemulung disini datang dari

luar daerah dan berbondong-bondong datang untuk mengais rezeki pada

tumpukan sampah. Dalam sehari satu pemulung dapat mengumpulkan 1 kuintal

sampah, dalam sehari mereka dapat mengumpulkan Rp.100.000-Rp.150.000.3

Seperti salah satu pemulung bernama Kartini yang merupakan warga asli

Indramayu, sudah dua tahun ia dan suaminya mengais rezeki di TPST

Bantargebang. Ia mengais sampah demi kelangsungan hidup keluarganya. Dalam

waktu 10 hari, dari mengumpulkan botol plastik dan kaca, Kartini dan suaminya

bisa mengumpulkan uang sebanyak Rp 1,5 juta.4 Meski hanya berprofesi sebagai

pemulung, Kartini dan suami kini dapat menaikan tingkat kesejahteraan

keluarganya, hasil dari mereka mulung pun tidak hanya untuk sekedar mereka

makan, tapi juga untuk menyekolahkan anaknya.

3
Wawancara Pribadi dengan ketua RT 01 Pak Gunin, pada tanggal 13 Februari 2017.
4
http://megapolitan.kompas.com/read/2016/07/24/21265021/kisah.para.pemulung.bantarg
ebang. Diakses pada 31 Januari 2016, pukul 01.34 WIB.

4
Pemerintah Republik Indonesia sendiri mendefinisikan kesejahteraan

adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga

negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat

melaksanakan fungsi sosialnya.5

Dari definisi tentang kesejahteraan di atas, bagaimana menurut Konsep

Islam? Pada intinya, kesejahteraan menuntut ‎kuipunearnae‎ tubekeaen‎ henepre‎

‎aeni‎hunrpekr‎tubekeaen‎pirhui(primary needs), ‎putenkui


‎ (secondary needs) dan

kebutuhan tersier. Kebutuhan primer meliputi: ‎ penien(hetenen)‎ ‎ penkeni

(peteren)‎ ,pepen‎ )kuhpek‎ krniien(,‎ ‎ tupuaeken‎ kenkeamanan yang layak.

Kebutuhan sekunder seperti: pengadaan sarana ‎kienppoikepr‎ )pupuke‎ ,pupuke‎

hokoi‎ ,hobrn‎ ,kpb(.,‎ ‎ rnaoihepr‎ ken‎ kunutohenrtepr(radio, televisi, telepon, HP,

internet, dan lain sebagainya). Kebutuhan tersier seperti sarana ‎iutuiuepr,‎arbeien.‎

Kekuioir‎ tubekeaen‎ kr‎ ekep‎ buipraek‎ hekuirn‎ puarniie‎ tupuueakuieen‎ aeni‎

‎ kuiirpkepun bersifat materil.‎ eien‎huneiek‎ -aeni‎krkehbeten‎en‎ Kupuueakuieen

araeb eiepra‎ Q6 tercermin di Surga yang dihuni oleh Adam dan isterinya sesaat

sebelum Adam dan isterinya diperintahkan turun ke bumi, mereka terlebih dahulu

ditempatkan di Surga. Surga diharapkan menjadi arah pengabdian Adam dan

Hawa, sehingga bayang-bayang surga itu bisa diwujudkan di bumi dan kelak

dihuni secara hakiki di akhirat. Masyarakat yang mewujudkan bayang-bayang

surga itu adalah masyarakat yang berkesejahteraan. Kesejahteraan surgawi ini

dilukiskan antara lain dalam QS. Thaha/20:117-119, yang berbunyi :

5
Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial.
6
Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran; Tafsir Maudhlui Atas Berbagai Persoalan Umat.
Edisi Ebook, h. 126-127

5
ْ ‫ ِم َه‬‎ ‫ي ُْخ ِر َجىَّ ُك َما‬‎ ‫فَ ََل‬‎ ‫ك‬
‎‫ال َجىَّ ِة‬‎ َ ‫و ِلز َْو ِج‬‎َ ‫ك‬ َ َ‫ل‬‎ ‫ َع ُذ ٌّو‬‎ ‫ َٰهَ َذا‬‎ ‫ ِإ َّن‬‎ ‫آ َد ُم‬‎ ‫يَا‬‎ ‫فَقُ ْلىَا‬
‎َٰ ‫تَضْ َح َٰى‬‎ ‫ َو ََّل‬‎ ‫فِيهَا‬‎ ُ ‫َظ َمأ‬
‎‎‎‎‎‎‎‎‎ٰ ْ ‫ت‬‎ ‫َّل‬‎َ ‫ك‬ َ َّ ‫تَع َْر َٰى َىأَو‬‎ ‫ َو ََّل‬‎ ‫فِيهَا‬‎ ‫ع‬ َ ‫تَجُى‬‎ ‫أَ ََّّل‬‎ ‫ك‬ َ َ‫ل‬‎ ‫فَتَ ْشقَىإِ َّن‬
‎‎‎‎‎
Artinya: “Hai adam, sesungguhnya ini (Iblis ) adalah musuh
bagimu dan bagi isterimu, maka sekali-kali jangan sampai ia
mengeluarkan kamu berdua dari Surga, yang akibatnya engkau akan
bersusah payah. Sesungguhnya engkau tidak akan kelaparan di sini
(surga), tidak pula akan telanjang, dan sesungguhnya engkau tidak akan
merasakan dahaga maupun kepanasan”.

Dari ayat ini jelas bahwa pangan, sandang, dan papan yang diistilahkan

dengan tidak lapar, dahaga, telanjang, dan kepanasan semuanya telah terpenuhi di

sana.

Secara khusus kehadiran pemulung memiliki peran tersendiri, di mana

pemulung dapat merepresentasikan sektor informal dalam manajemen sampah

yang memainkan peranan siknifikan dalam kesuksesan program daur ulang

informal. Namun pada penelitian kali ini peneliti akan lebih mendalam menggali

terkait kesejahteraan yang sudah mereka dapatkan.

Adanya gambaran mengenai kehidupan dari pemulung di Bantargebang

membuat penulis merasa tertarik untuk meneliti dan mengamati bagaimana

“Dehpet‎ Kuberadaan Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Terhadap

Kesejahteraan Keluarga Pemulung Perantau Di RT 01 RW 05 Ciketingudik

Benkeiiubeni‎Butepr“.

6
B. Pembatasan Masalah

Peneliti membatasi penelitian ini agar lebih terfokus dan terarah. Peneliti

membagi fokus penelitian ini menjadi dua yaitu, dampak dari TPST terhadap

tingkat kesejahteraan keluarga pemulung perantau di RT 01 RW 05 Ciketingudik

Bantargebang dan faktor-faktor yang mendukung serta menghambat dalam

meningkatkan kesejahteraaannya.

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah yang sudah ditentukan diatas, maka

perumusan masalah yang akan menjadi bahan penelitian dibagi menjadi dua:

a. Bagaimana dampak tempat pembuangan sampah terpadu (TPST) terhadap

kesejahteraan keluarga pemulung perantau di RT 01 RW 05 Ciketingudik

Bantargebang Bekasi.

b. Faktor-faktor yang menghambat/mendukung peningkatan kesejahteraan

keluarga pemulung perantau di RT 01 RW 05 Ciketingudik Banatargebang

Bekasi.

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam

penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih dalam dampak yang di hasilkan dari

TPST terhadap tingkat kesejahteraan keluarga pemulung perantau di RT 01 RW

7
05 Ciketingudik Bantargebang Bekasi serta apa saja faktor-faktor yang menjadi

penghambat atau pendukung dalam peningkatan kesejahteraannya.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Akademik

a. Dapat dijadikan informasi dalam pengembangan mutu pembelajaran

Kesejahteraan Sosial (Kessos) di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

b. Diharapkan dapat bermanfaat menjadi dokumen perguruan tinggi

sebagai rujukan bagi mahasiswa yang berkonsentrasi pada studi sosial

dalam dimensi usaha kesejahteraan sosial yaitu dampak TPST terhadap

kesejahteraan keluarga pemulung.

2. Manfaat Praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat berguna dan menjadi gambaran bagi

instansi terkait dalam membuat program yang bersifat

mensejahterakan pemulung di Bantargebang Bekasi.

b. Diharapkan dapat menjadi informasi bagi para pembaca tentang

kehidupan pemulung. Juga, mengenai dampak yang di hasilkan TPST

Bantargebang terhadap kesejahteraan pemulung.

8
F. Metodologi Penelitian

1. Pendekatan Penelitian.

Dalam penelitian ini peneliti mengunakan pendekatan kualitatif. Karena

penelitianya merupakan studi yang mendalam dengan menggunakan teknik

pengumpulan data langsung dari lingkungan subjek alamiahnya. Peneliti

menginterpretasikan fenomena-fenomena bagaimana orang mencari makna

daripadanya. Peneliti kualitatif membuat suatu gambaran yang kompleks dan

menyeluruh dengan deskripsi detail dari pandangan para informan.7

Sedangkan menurut Lexy J. Moleong pendekatan kualitatif ini bertujuan

untuk mendeskripsikan atau menggambarkan secara sistematis, faktual dan akurat

mengenai faktor-faktor, sifat, serta hubungan antara fenomena yang diteliti.

Penggunaan pendekatan kualitatif ini yaitu dengan melakukan penelitian yang

mengahsilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang atau

perilaku yang diamati8. Pendekatan ini digunakan karena peneliti ingin

mendeskripsikan tentang dampak yang dihasilkan TPST terhadap kesejahteraan

keluarga pemulung di Bantargebang Bekasi.

7
M. Djunaedi Ghony & Fauzan Almanshur, Metode Penelitian Kualitatif (Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media, 2012), h. 39-44.
8
Lexy J, Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
1998), h. 3.

9
2. Sumber Data

Data Primer adalah data pokok yang mendukung penelitian dimana data

diperoleh secara langsung dari subjek penelitian yaitu para pemulung di RT 01

RW 05 Ciketingudik Bantargebang Bekasi.9

Sedangkan data sekunder peneliti adalah para informan yaitu orang-orang

dari selain subjek penelitian seperti misalnya aparatur pemerintah setempat.

Kemudian sumber data sekunder juga berupa data-data atau dokumen-dokumen

yang berhubungan dengan penelitian dari pemerintahan setempat, referensi, serta

berbagai sumber buku dari perpustakaan.

3. Waktu dan Lokasi Penelitian

Peneliti melakukan penelitian pada Mei 2017 sampai dengan Agustus

2017. Adapun lokasi yang menjadi objek penelitian yaitu di RT 01 RW 05

Ciketingudik Bantargebang Bekasi.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data diperlukan untuk mendapatkan data dan

informasi yang diperlukan untuk dapat menjelaskan dan menjawab permasalahan

penelitian ini. Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan:

9
M. Djunaedi Ghony & Fauzan Almanshur, Metode Penelitian Kualitatif (Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media, 2012), h. 157.

10
a. Observasi atau pengamatan

Merupakan sebuah teknik pengumpulan data yang mengharuskan peneliti

turun ke lapangan. Dalam teknik ini peneliti harus memupuk terlebih dahulu

hubungan baik dan mendalam dengan informan. Sikap saling percaya tersebut

dikenal dengan istilah rapport. Apabila rapport tersebut telah terbina, informan

tidak mencurigai peneliti sebagai orang yang hendak mencelakakanya. 10 Parsudi

Suparlan (1983:43-45), menyarankan delapan hal yang harus diperhatikan peneliti

saat melakukan pengamatan, diantaranya: ruang dan waktu, pelaku, kegiatan,

benda-benda atau alat-alat, waktu, peristiwa, tujuan dan perasaan. Kedelapan hal

tersebut saling berkaitan sehingga perhatian peneliti harus total pada apa yang

sedang diamati. Dalam hal ini peneliti terjun langsung ke tempat penelitian yaitu

di RT 01 RW 05 Ciketing Udik Bantargebang Bekasi.

b. Wawancara

Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan

seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seseorang yang lainnya dengan

mengajukan pertanyaan-pertanyaan berdasarkan tujuan tertentu.11 Wawancara

merupakan salah satu teknik untuk mengumpulkan data dan informasi.

Penggunaan metode ini didasarkan pada dua alasan, pertama, dengan wawancara

peneliti dapat menggali tidak saja apa yang diketahui dan dialami subjek yang
10
Burhan Bungin, Metode Penelitian Kualitatif (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2007), h. 95.
11
Dedi Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Penerbit: PT Remaja Rosdakarya,
Bandung. 2003), h.180.

11
diteliti, tetapi apa yang tersembunyi jauh di dalam diri subjek penelitian. Kedua,

apa yang ditanyakan kepada informan bisa mencakup hal-hal yang bersifat lintas

waktu yang berkaitan dengan masa lampau, masa kini dan juga masa yang akan

datang12. Peneliti melakukan wawancara kepada subjek penelitian yaitu para

pemulung dan aparat pemerintah setempat berkaitan dengan permasalahan yang

ingin digali.

c. Dokumentasi

Studi dokumentasi, catatan tertulis yang didapat dari lokasi penelitian. 13

Dokumen sendiri dapat dipahami sebagai setiap catatan tertulis yang berhubungan

dengan peristiwa masa lalu, baik yang dipersiapkan maupun yang tidak

dipersiapkan untuk suatu penelitian.14 Dalam studi dokumentasi ini peneliti

mencari catatan tertulis mengenai hal-hal atau variabel yang berkaitan dengan

permasalahan yang akan diteliti di lokasi penelitian.

5. Teknik Analisis Data

Secara umum dinyatakan bahwa analisis data merupakan suatu pencarian

pola-pola dalam data perilaku yang muncul, objek-objek, terkait dengan fokus

penelitian. Suatu pola diidentifikasi dan diinterpretasi ke dalam istilah-istilah teori

12
M. Djunaedi Ghony & Fauzan Almanshur, Metode Penelitian Kualitatif (Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media, 2012), h. 176.
13
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Jakarta (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1993), h.
234.
14
M. Djunaedi Ghony & Fauzan Almanshur, Metode Penelitian Kualitatif (Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media, 2012), h. 199.

12
sosial atau latar, di mana teori sosial itu terjadi. Peneliti kualitatif pindah dari

deskripsi peristiwa historis atau latar sosial ke interpretasi maknanya yang lebih

umum. Analisis data mencakup, menguji, menyeleksi, menyortir,

mengategorikan, mengevaluasi, membandingkan, menyintesiskan, dan

merenungkan data yang telah direkam, juga meninjau kembali data mentah dan

terekam.15 Adapun proses dari analisis data menurut Seiddel (1998) sebagai

berikut:

1. Mencatat yang menghasilkan catatan lapangan, dan hal itu diberi kode

agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri.

2. Mengumpulkan memilih dan memilah, mengklasifikasikan,

mensintesiskan, membuat ikhtisar, dan membuat indeksnya.

3. Berpikir dengan jalan membuat agar kategori data itu mempunyai makna,

mencari, dan menemukan pola dan hubungan-hubungan, dan membuat

temuan-temuan umum.16

Berdasarkan hal tersebut maka metode analisis data yang digunakan

adalah metode deskripsi analisis yakni dengan cara mengumpulkan data,

menyusun, menyajikan, baru kemudian menganalisis untuk

mengungkapkan arti data tersebut.

15
M. Djunaedi Ghony & Fauzan Almanshur, Metode Penelitian Kualitatif (Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media, 2012), h. 246.
16
Ibid, h. 248.

13
6. Teknik Keabsahan Data

Menurut Prof. DR. Lexy J. Meolong keabsahan data dapat dicapai dengan

jalan membandingkan data hasil pengamatan, membandingkan keadaan dan

perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang dan

membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.

Namun, dalam hal ini jangan sampai banyak mengharapkan bahwa hasil

perbandingan tersebut merupakan kesamaan pandangan, pendapat, atau

pemikiran, yang terpenting disini ialah bias mengetahui adanya alasan-alasan

terjadinya perbedaan.

7. Pedoman Penulisan Skripsi

Untuk mempermudah dalam penulisan skripsi, maka peneliti

menggunakan teknik penulisan yani‎ krkepeiten‎ peke‎ bete‎ “Pukohen‎ Penulisan

Keiae‎Inhrea”‎aeni‎krkuibrkten‎onua‎Cu ke‎UIN‎Jeteike‎2007.

8. Teknik Pemilihan Informan

Teknik yang digunakan untuk pemilihan informan dalam penelitian ini

adalah penggabungan teknik snowball sampling dengan purvosive sampling yaitu

penentuan sampel penelitian tidak secara random karena dianggap tidak penting.

Oleh karena itu, sampel ditentukan secara purposive (sengaja) sehingga sampel

penelitian tidak perlu mewakili populasi. Adapun pertimbangan sampel purposive

14
lebih pada kemampuan sampel (informan) untuk memasok informasi selengkap

mungkin kepada peneliti. Dengan kata lain informan yang dipilih berdasarkan

pertimbangan tertentu dan dianggap sebagai orang- orang yang dapat dalam

memberikan informasi yang sesuai dengan kebutuhan penelitian.17 Untuk lebih

jelasnya peneliti menggambarkanya pada tabel 1.1 sebagai berikut:

Tabel 1.1 Informan Peneliti

No Informan Informasi yang dicari Jumlah

1. Pak RT Bertanya mengenai gambaran umum 1

pemulung setempat, Pandangan

aparatur pemerintah setempat terkait

pemulung.

2. Pemulung Bertanya mengenai dampak TPA, 4

tentang kehidupan sehari-hari,

tentang pendapatan yang dihasilkan

dari pekerjaan sebagai pemulung,

kebutuhan pemulung. Bertanya

dengan landasan indikator

kesejahteraan.

17
M. Djunaedi Ghony & Fauzan Almanshur, Metode Penelitian Kualitatif (Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media , 2012), h. 89.

15
G. Tinjauan Pustaka

Dalam penulisan ini, penulis melakukan tinjauan pustaka sebagai langkah

dari penyusunan skripsi yang penulis teliti agar terhindar dari kesamaan judul dan

lain-lain dari skripsi yang sudah ada sebelum sebelumnya. Dalam kajian ini,

peneliti memuat penelitian yang sudah ada, dengan membandingkan judul yang

eten‎ krkunrkr‎ aerke,‎ “Dehpet‎ Kubuiekeen‎ Tuhpek‎ Puhbeenien‎ Atari‎ (TPA)

Sampah Terhadap Kesejahteraan Sosial Ekonomi Keluarga Pemulung di Ciketing

Udik Bantargebang Bekasi”‎Akepen‎teuren‎pununrkren‎pubunehnae‎renea:

Nama : Albertus Agung Mardiko

Universitas : Universitas Pendidikan Indonesia, Jurusan Pendidikan

Geografi.

Judul Skripsi :‎“Dampak Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA)

Sampah Cikundul Terhadap Kondisi Lingkungan Sekitar Di Kota

Sukabumi”.

Dalam skripsi ini peneliti melihat bahwa pembahasanya lebih terfokus

untuk membahas dampak tempat pembuangan akhir sampah terhadap kondisi

lingkungan fisik sekitar. Dan ada juga penelitian yang lainya yaitu:

16
Nama : Nirmaya Gilar Cahya

Universitas : Institut Pertanian Bogor, Jurusan Ilmu Keluarga dan

Konsumen.

Judul Skripsi :Pengaruh Program Corporate Social Responsibility

Terhadap Kesejahteraan Keluarga Di Sekitar Tambang.

Dalam penulisan skripsi ini peneliti melihat bahwa pembahasanya adalah

mengenai program CSR PT. Arutmin Indonesia yang bergerak di bidang

pertambangan kepada masyarakat sekitar perusahaan yamg terkena dampak dari

aktifitas tambang. Dalam skripsi ini juga menggali lebih dalam tentang bagaimana

kesejahteraan keluarga sekitar tambang yang menjadi penerima manfaat CSR dan

juga yang tidak menerima manfaat dari CSR PT. Arutmin Indonesia.

Dari dua penelitian sebelumnya memiliki lokasi dan fokus pembahasan

yang berbeda yaitu dampak untuk lingkungan fisik sekitar TPA, dan juga

membahas tentang program CSR PT. Arutmin Indonesia dalam menaikan

kesejateraan keluarga yang berada di sekitar tambang. Fokus penelitian yang akan

peneliti teliti akan berbeda dari penelitian-penelitian sebelumnya. Peneliti

berharap penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan terhadap perkembangan

ilmu kesejahteraan sosial.

17
H. Sistematika Skripsi

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang masalah, pembatasan masalah, rumusan

masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka,

sistematika skripsi. Kegunaan pendahuluan dalam skripsi ini adalah mengantarkan

pembaca untuk memahami gambaran tentang topik yang akan dibahas.

BAB II : LANDASAN TEORI

Bab ini akan menguraikan teori-teori yang mendasari pola pikir penulis

dalam menyusun skripsi. Pengertian Dampak, Kesejahteraan, Keluarga, Indikator

Keluarga Sejahtera.

BAB III: GAMBARAN UMUM

Bab ini membahas tentang latar belakang, pemetaan dan demografi

kelurahan Ciketing Udik, serta gambaran mengenai TPST Banatargebang Bekasi.

18
BAB IV: TEMUAN DATA DAN ANALISIS DATA

Bab ini berisikan tentang hasil penelitian dan analisis data, yaitu

pemaparan tentang hasil penelitian dan analisis dampak yang dihasilkan TPA

terhadap kesejahteraan sosial ekonomi pemulung.

BAB V : PENUTUP

Bab ini berisi rangkuman hasil penelitian yang ditarik dari analisis data

dan pembahasan. Saran berisi perbaikan-perbaikan atau masukan-masukan dari

penulis untuk perbaikan-perbaikan yang berkaitan dengan penelitian. Peneliti juga

dapat mengemukakan persoalan-persoalan baru yang muncul dari penelitian

tersebut untuk dijadikan bahan penelitian selanjutnya.

Bagian Akhir Skripsi

Bagian akhir skripsi berisi daftar pustaka dan lampiran-lampiran.

19
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Dampak

1. Pengertian Dampak

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, dampak mempunyai arti

yaitu benturan, pengaruh kuat yang mendatangkan akibat (baik negatif

maupun positif), benturan yang cukup hebat antara dua benda sehingga

menyebabkan perubahan yang berarti dan momentum (puas) sistem

memahami benturan itu.18

Dampak secara sederhana dapat diartikan sebagai akibat atau

pengaruh ketika akan mengambil suatu keputusan, yang bersifat timbal

balik antara satu dengan lainnya. Sejalan dengan itu, dampak merupakan

keadaan di mana ada hubungan timbal balik antara satu dengan yang lain

akibat dari pada apa yang dipengaruhi dan apa yang mempengaruhi.19

Pengertian lainnya menyebutkan bahwa dampak adalah sesuatu yang

merupakan akhir atau hasil suatu peristiwa (perbuatan atau keputusan).

Jadi, dampak merupakan pengaruh yang menyebabkan perubahan

pada individu, kelompok maupun masyarakat yang dilakukan oleh suatu

kegiatan atau program dengan mengakibatkan positif maupun negatif.


18
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai
Pustaka, 2002), h. 234.
19
Irwan. Dinamika dan Perubahan Sosial pada Komunitas Lokal. (Yogyakarta:
Deepublish Publisher, 2015), h. 35.

20
2. Indikator Dampak

Secara umum, indikator dapat didefinisikan sebagai suatu alat ukur

untuk menunjukkan atau menggambarkan suatu keadaan dari suatu hal

yang menjadi pokok perhatian. Indikator dapat menyangkut suatu

fenomena sosial, ekonomi, penelitian, proses suatu usaha peningkatan

kualitas. Indikator digunakan apabila aspek yang dinilai perubahannya

tidak dapat secara langsung dilihat.20

Dalam hal ini peneliti menggunakan indikator dampak sebagai

prinsip dasar meneliti dampak dari kehadirannya tempat pembuangan

akhir sampah terhadap keluarga pemulung. Pengukuran dampak pada

lingkungan akan terjadi di masa yang akan datang, besarnya akan banyak

ditentukan oleh waktu atau lamanya dampak terjadi. Perlu diperjelas untuk

waktu kapan atau jangka waktu berapa lama dampak tersebut akan diduga.

Untuk waktu yang berbeda tentu dampaknya akan berbeda besarnya.

Misalnya, jangka pendek dan jangka panjang tentu hasilnya akan

berbeda.21

Disebutkan bahwa arti dari dampak adalah selisih antara keadaan

tanpa proyek dengan keadaan dengan proyek. Dengan demikian

pengukuran dampak sebenarnya harus dilakukan dua kali, yaitu:22

20
Suharto, Edi. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. (Bandung: PT.
Refika Aditama, 2005), h. 126.
21
Suratmo, F. Gunarwan. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. (Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press, 2007), h. 92.
22
Suratmo, F. Gunarwan. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. (Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press, 2007), h. 93.

21
a. Keadaan Tanpa Proyek

Pendugaan keadaan tanpa proyek di masa akan datang dilakukan

berdasarkan keadaan saat penelitian. Alat yang dapat membantu

mempermudah pendugaan adalah informasi mengenai sejarah atau

kecenderungan perkembangan di daerah tersebut, sehingga perlu

mengumpulkan data dan informasi keadaan pada waktu-waktu yang lalu.23

Secara garis besar perkembangan suatu keadaan atau kualitas tanpa

adanya proyek, yaitu:

1) Keadaan kualitas yang apabila tanpa proyek makin lama makin

meningkat.

2) Keadaan kualitas yang tidak akan berubah dari waktu ke waktu

apabila tidak ada proyek yang dibangun.

3) Atau keadaan yang sekalipun tidak ada proyek yang dibangun

makin lama makin buruk.

b. Keadaan Dengan Proyek

Dampak suatu proyek pada sebenarnya dalam kenyataannya lebih

kompleks. Misalnya ada proyek yang pada jangka pendek dan jangka

panjang.

Keadaan inilah yang menyebabkan diperlukan pendugaan dampak

suatu proyek untuk jangka pendek dan jangka panjang yang biasanya

memberikan dampak positif pada suatu komponen tetapi dapat

memberikan dampak negatif juga pada komponen lain.

23
Ibid.

22
3. Hal-hal Khusus Dalam Pendugaan Dampak24

a. Aspek Fisik dan Kimia

Hal-hal khusus tersebut dapat disusun sebagai berikut:

1) Dalam melakukan identifikasi bahan pencemaran, maka perlu

diketahui sumber dan macam pencemaran dari tiap aktivitas

proyek.

2) Setiap macam bahan pencemar yang dikeluarkan dari proyek harus

dicari.

b. Aspek Biologis

Hal-hal khusus yang perlu diperhatikan, yaitu dampak pada aspek

biologi banyak terjadi melalui dampak tidak langsung dari proyek

disamping dampak langsung. Maka perlu diperhatikan timbulnya

dampak tidak langsung, misalnya perubahan tataguna tanah, perubahan

pemukiman, perubahan mata pencaharian dan lain sebagainya.

c. Aspek Sosial-Ekonomi

Hal khusus yang perlu diperhatikan adalah:

1) Dampak yang diperhatikan adalah yang terjadi berurutan.

Misalnya, meningkatkan pendapat akan menimbulkan kesegala

aspek. Dampak pada satu komponen sosial-ekonomi juga dapat

menimbulkan dampak pada hubungan antara manusia sehingga

dapat menimbulkan perpindahan mata pencaharian, perpindahan

tempat pemukiman, mobilitas dan lain sebagainya.

24
Suratmo, F. Gunarwan. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. (Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press, 2007), cet. ke 11, h. 99-101.

23
d. Aspek Sosial-Budaya

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada aspek ini adalah:

1) Menentukan nilai-nilai budaya yang mempunyai arti penting dari

sudut lokal, nasional, dan internasional.

2) Nilai-nilai yang perlu dipertahankan dari sudut budaya dan lainnya.

3) Ancaman pada nilai-nilai tersebut biasanya ditinggalkan.

4) Nilai-nilai budaya yang ada dalam masyarakat kini dilupakan,

misalnya adat istiadat, kepercayaan, hubungan di dalam keluarga

atau masyarakat dan perilaku lainnya.

B. Hierarki Kebutuhan Maslow

Secara singkat, Maslow berpendapat bahwa kebutuhan manusia sebagai

pendorong (motivator) membentuk suatu hierarki atau jenjang peringkat.

Menurut Abraham Maslow, ada 5 tingkatan need / kebutuhan manusia, yaitu

kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan

harga diri, dan kebutuhan aktualisasi diri. Jenjang motivasi bersifat mengikat,

maksudnya kebutuhan pada tingkat yang lebih rendah harus relatif terpuaskan

sebelum orang menyadari atau dimotivasi oleh kebutuhan yang jenjangnya

lebih tinggi.

24
Kelima tingkat kebutuhan itu, menurut Maslow, ialah berikut ini:

1) Kebutuhan-kebutuhan yang bersifat fisiologis (Physiological Needs)

Kebutuhan yang bersifat fisiologis ini merupakan kebutuhan yang

paling dasar, paling kuat dan paling jelas diantara segala kebutuhan

manusia. Kebutuhan ini menyangkut kebutuhan untuk

mempertahankan hidupnya secara fisik, yaitu kebutuhan makanan,

minuman, tempat berteduh, seks, tidur dan oksigen.

Menurut Maslow, selama hidupnya, praktis manusia selalu

mendambakan sesuatu. Manusia adalah binatang yang berhasrat dan

jarang mencapai taraf kepuasan yang sempurna, kecuali untuk suatu

saat yang terbatas. Begitu suatu hasrat berhasil dipuaskan, segera

muncul hasrat lain sebagai gantinya.

2) Kebutuhan akan rasa aman (Safety Needs)

Kebutuhan ini meliputi kebutuhan perlindungan, keamanan hukum

kebebasan dari rasa takut dan kecemasan. Kebutuhan fisiologis dan

keamanan pada dasarnya adalah kebutuhan mempertahankan

kehidupan. Kebutuhan fisiologis adalah pertahanan hidup jangka

pendek, sedang keamanan adalah pertahanan hidup jangka panjang.

Menurut Maslow, kebutuhan rasa aman sudah dirasakan individu

sejak kecil ketika ia mengeksplorasi lingkungannya. Seperti anak-

anak, orang dewasapun membutuhkan rasa aman, hanya saja

kebutuhan tersebut lebih kompleks.

25
3) Kebutuhan cinta dan memiliki – dimiliki (Belongingness and Love

Needs)

Kebutuhan ini muncul ketika kebutuhan sebelumnya telah

terpenuhi. Kebutuhan ini terus penting sepanjang hidup, sebab setiap

orang sangat peka dengan kesendirian, pengasingan, ditolak

lingkungan dan kehilangan sahabat atau kehilangan cinta. Maslow

mengatakan bahwa kita semua membutuhkan rasa diingini dan

diterima oleh orang lain. Ada yang memuaskan kebutuhan ini melalui

berteman, berkeluarga atau berorganisasi.

4) Kebutuhan harga diri (Self Esteem Needs)

Kepuasan kebutuhan harga diri menimbulkan perasaan dan sikap

percaya diri, diri berharga, diri mampu dan perasaan berguna dan

penting didunia. Sebaliknya, frustasi karena kebutuhan harga diri tak

terpuaskan akan menimbulkan perasaan dan sikap inferior, lemah,

pasif, tidak mampu mengatasi tuntutan hidup dan rendah diri dalam

bergaul.

5) Kebutuhan aktualisasi diri (Self – Actualization Needs)

Kebutuhan ini akan timbul pada seseorang bila

kebutuhankebutuhan lainnya telah terpenuhi. Aktualisasi diri adalah

keinginan untuk memperoleh kepuasan dengan dirinya sendiri, untuk

menjadi apa saja yang dia dapat lakukan dan untuk menjadi kreatif dan

bebas mencapai puncak prestasi potensinya. Menurut Maslow, salah

satu prasyarat untuk mencapai aktualisasi diri adalah terpuaskannya

26
berbagai kebutuhan yang lebih rendah, yaitu kebutuhan-kebutuhan

fisiologis, rasa aman, memiliki dan cinta serta penghargaan.25

C. Sampah

1. Pengertian Sampah

Permasalahan lingkungan saat ini ada di berbagai tempat.

Permasalahan itu menyangkut pencemaran, baik pencemaran tanah, air,

udara dan suara. Pencemaran tersebut diakibatkan oleh aktivitas manusia.

Pencemaran tanah misalnya, banyaknya sampah yang tertimbun di tempat

sampah, apabila tidak ditangani dengan baik akan menurunkan tingkat

kesehatan masyarakat.

Berdasarkan SK SNI Tahun 1990, sampah adalah limbah yang

bersifat padat terdiri dari zat organik dan zat anorganik yang dianggap

tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan

lingkungan dan melindungi investasi pembangunan.26

Sampah adalah istilah umum yang sering digunakan untuk

menyatakan limbah padat. Sampah adalah sisa-sisa bahan yang mengalami

perlakuan-perlakuan, baik karena telah sudah diambil bagian utamanya,

atau karena pengolahan, atau karena sudah tidak ada manfaatnya yang

ditinjau dari segi social ekonimis tidak ada harganya dan dari segi

25
Alex, Sobur, Psikologi Umum, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2003), h. 273.
26
Sri Subekti, Pengelolaan Sampah Rumah Tangga 3R Berbasis Masyarakat
Pendahuluan, Available at: http://www.scribd.com/doc/19229978/tulisan-bektihadini Diakses
pada 5 Maret 2017 pukul 23.00 WIB.

27
lingkungan dapat menyebabkan pencemaran atau gangguan terhadap

lingkungan hidup.

Sampah adalah bahan yang terbuang atau dibuang dari hasil

aktifitas manusia maupun proses alam yang belum memiliki nilai

ekonomi. Menurut kamus istilah lingkungan hidup, sampah mempunyai

definisi sebagai bahan yang tidak mempunyai nilai, bahan yang tidak

berharga untuk maksud biasa, pemakaian bahan rusak, barang yang cacat

dalam pembikinan manufaktur, materi berkelebihan, atau bahan yang

ditolak.

Sampah adalah limbah yang berbentuk padat dan juga setengah

padat, dari bahan organik atau anorganik, baik benda logam maupun benda

bukan logam, yang dapat terbakar dan yang tidak dapat terbakar. Bentuk

fisik benda-benda tersebut dapat berubah menurut cara pengangkutannya

atau cara pengolahannya.

Sampah padat adalah semua barang sisa yang ditimbulkan dari

aktivitas manusia dan binatang yang secara normal padat dan dibuang

ketika tidak dikehendaki atau sia-sia. Sedangkan yang dimaksud dengan

sampah perkotaan adalah sampah yang timbul di kota (tidak termasuk

sampah yang berbahaya dan beracun).

Definisi mengenai sampah, hal ini perlu diketahui terlebih dahulu

sebelum mengenal sampah lebih dekat.27

27
Alex S, Sukses Mengolah Sampah Organik Menjadi Pupuk Organik, (Yogyakarta:
Pustaka Baru Press), h. 3-4.

28
Sampah adalah bahan yang tidak mempunyai nilai atau tidak

berharga untuk maksud biasa atau utama dalam pembikinan atau

pemakaian barang rusak atau bercacat dalam pembikinan manufaktur atau

materi berkelebihan atau ditolak atau buangan. Sampah merupakan bahan

yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktivitas manusia maupun

proses alam yang belum memiliki nilai ekonomis.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa sampah sesuatu

yang tidak berguna lagi, dibuang oleh pemiliknya dari pemakai semula,

atau sampah adalah sumberdaya yang tidak siap pakai.

2. Jenis-jenis Sampah

Berdasarkan bahan asalnya sampah dibagi menjadi dua jenis yaitu

sampah organik dan anorganik.28

a) Sampah Organik

Sampah organik yaitu buangan sisa makanan misalnya daging,

buah, sayuran dan sebagainya.29

Contoh sampah dari zat organik adalah: dedaunan dan ranting

pohon, bangkai hewan, kotoran hewan, kotoran manusia, sisa pengolahan

makanan, sisa pengolahan tanaman/sayuran. Sampah organik adalah

limbah yang berasal dari sisa makhluk hidup yang terdapat di alam.

Berbagai macam hasil olahanya yang kemudian dibuang dan dapat terurai

28
Cecep Dani Sucipto, Teknologi Pengolahan Daur Ulang Sampah, (Jakarta: Goysen
Publishing, 2009), h. 2-3
29
Alex S, Sukses Mengolah Sampah Organik Menjadi Pupuk Organik, (Yogyakarta:
Pustaka Baru Press), h. 9-10.

29
secara alami oleh bakteri tanpa perlu tambahan bahan kimia apapun di

dalam penguraianya.

b) Sampah Anorganik

Sampah anorganik yaitu sisa material sintetis misalnya plastik,

kertas, logam, kaca, keramik dan sebagainya.

 Zat anorganik dari bahan plastik

Dengan perkembangnya Ilmu Pengetahuan dan disertai

berkembangnya Industri, maka banyak barang-barang atau perkakas dibuat

dari bahan plastik. Bahan-bahan plastik termasuk zat anorganik. Kita

ketahui semua zat organik dapat dihancurkan oleh jasad-jasad mikroba,

akan tetapi zat plastik tidak dapat. Bila dibuang sembarangan maka zat

plastik ini hancurnya memakan waktu lama, yaitu antara 40 – 50 tahun,

sehingga dikhawatirkan akan bertimbun-timbun sampah dari plastik. Salah

satu usaha yang dapat menghancurkan zat plastik adalah sinar ultraviolet

dari matahari. Ini pun akan memakan waktu yang lama juga, dibandingkan

dengan penghancuran zat organik lainnya oleh mikroba-mikroba. Jalan

tercepat menghancurkan plastik dapat dimanfaatkan kembali bersama

sampah lainnya dapat pula untuk mengurung tanah yang lebih rendah.30

30
Ibid.

30
D. Kesejahteraan Keluarga

1. Pengertian Kesejahteraan

Defenisi Kesejahteraan Istilah kesejahteraan bukanlah hal yang

baru, baik dalam wacana global maupun nasional. Dalam membahas

analisis tingkat kesejahteraan, tentu kita harus mengetahui pengertian

sejahtera terlebih dahulu. Kesejahteraan itu meliputi keamanan,

keselamatan, dan kemakmuran. Pengertian sejahtera menurut W.J.S

Poerwadarminta adalah suatu keadaan yang aman, sentosa, dan makmur.

Dalam arti lain jika kebutuhan akan keamanan, keselamatan dan

kemakmuran ini dapat terpenuhi, maka akan terciptalah kesejahteraan.

Menurut Undang-undang No 11 Tahun 2009, tentang

Kesejahteraan Masyarakat, kesejahteraan masyarakat adalah kondisi

terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar

dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat

melaksanakan fungsi sosialnya. Dari Undang–Undang di atas dapat kita

cermati bahwa ukuran tingkat kesejahteraan dapat dinilai dari kemampuan

seorang individu atau kelompok dalam usaha nya memenuhi kebutuhan

material dan spiritual nya. Kebutuhan material dapat kita hubungkan

dengan pendapatan yang nanti akan mewujudkan kebutuhan akan pangan,

sandang, papan dan kesehatan. Kemudian kebutuhan spiritual kita

31
hubungkan dengan pendidikan, kemudian keamanan dan ketentaraman

hidup.31

2. Pengertian Keluarga

Menurut Ki Hajar Dewantara, sebagaimana dikutip oleh Sua`adah.

Suasana kehidupan keluarga merupakan tempat yang sebaik-baiknya

untuk melakukan pendidikan orang perorang (pendidikan individual)

maupun pendidikan sosial. Keluarga itu tempat pendidikan yang sempurna

sifat dan wujudnya untuk melangsungkan pendidikan kearah pembentukan

pribadi yang utuh, tidak saja bagi kanak-kanak tetapi juga bagi para

remaja. Peran orangtua dalam keluarga sabagai penuntun, sebagai pengajar

dan pemberi contoh.32

Menurut Robert M.Z. Lawang, sebagaimana dikutip oleh Janu

Murdiyatmoko. Keluarga merupakan suatu gejala yang universal. artinya,

di semua masyarakat pasti ada keluarga. Keluarga memiliki empat

karakteristik yang khas, yaitu sebagai berikut:

1. Keluarga terdiri atas orang-orang yang bersatu karena ikatan

perkawinan, darah, atau adopsi. Adapun yang mengikat suami istri

adalah perkawinan, sedangkan yang mempersatukan orangtua dan

anak-anak adalah hubungan darah dan dapat pula adopsi.

2. Para anggota keluarga biasanya hidup bersama-sama dalam suatu

rumah, dan mereka membentuk satu rumah tangga. Kadang-kadang


31
Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan
Sosial.
32
Sua`adah, Sosiologi Keluarga, (Malang: Universitas Muhammadiyah 2005), h. 169.

32
suatu rumah tangga terdiri atas kakek dan nenek, semua anak-anaknya,

cucu-cucunya, dan anak dari cucu-cucunya itu. selain itu, kadang-

kadang satu rumah tangga itu hanya terdiri atas suami istri tanpa anak,

atau dengan satu, dua, dan tiga anak.

3. Keluarga merupakan satu kesatuan orang-orang yang berinteraksi dan

saling berkomunikasi, yang memainkan peran suami dan istri, bapak

dan ibu, anak laki-laki dan anak perempuan, serta peran saudara laki-

laki dan saudara perempuan.

4. Keluarga mempertahankan suatu kebudayaan bersama, yang sebagian

besar berasal dari kebudayaan umum yang lebih luas. Misalnya,

keluarga orang jawa akan memakai kebudayaan jawa pada umumnya.

Akan tetapi dalam masyarakat yang memiliki banyak kebudayaan,

setiap keluarga mengembangkan kebudayaannya sendiri-sendiri.33

Keluarga menurut sejumlah ahli adalah sebagai unit sosial-

ekonomi terkecil dalam masyarakat yang merupakan landasan dasar dari

semua institusi, merupakan kelompok primer yang terdiri dari dua atau

lebih orang yang mempunyai jaringan interaksi interpersonal, hubungan

darah, hubungan perkawinan, dan adopsi (UU Nomor 10 Tahun 1992

Pasal 1 Ayat 10; Khairuddin 1985; Landis 1989; Day et al. 1995; Gelles

1995; Ember dan Ember 1996; Vosler 1996). Menurut U.S. Bureau of the

Census Tahun 2000 keluarga terdiri atas orang-orang yang hidup dalam

33
Janu Murdiyatmoko, Sosiologi: Memahami dan Mengkaji Masyarakat, (Jakarta: PT
Rineka Cipta 2000), h. 41-42.

33
satu rumah tangga (Newman dan Grauerholz 2002; Rosen (Skolnick dan

Skolnick 1997).34

Keluarga merupakan keharusan yang diwajibkan oleh Agama,

penea‎pekenae‎kuikuie‎peke‎Krkeb‎Qeir‎An‎ ei’en:

1. Firman Allah dalam Surat At-Tahrim Ayat 6:

“Her‎ oieni-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan

keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah

manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar,

yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang

diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa

aeni‎krpuirnkeaten”.

2. Firman Allah dalam Surat Al-Furqon : Ayat 74

“Den‎ oieni-orang yang berkata: "Ya Tuhan kami,

anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan

kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami

imam bagi orang-oieni‎aeni‎buiketwe”.

Keluarga juga seperti diamahkan oleh Undang-Undang Nomor 52

Tahun 2009 Tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan

Keluarga:

Bab II: Bagian Ketiga Pasal 4 Ayat (2), bahwa Pembangunan

keluarga bertujuan untuk meningkatkan kualitas keluarga agar dapat

34
Puspitawati, H. Konsep dan Teori Keluarga, Departemen Ilmu Keluarga dan
Konsumen Fakultas Ekologi Manusia, Institiut Pertanian Bogor, 2013, h. 1-3.

34
timbul rasa aman, tenteram, dan harapan masa depan yang lebih baik

dalam mewujudkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin.35

Sebagai unit terkecil dalam masyarakat, keluarga memiliki

kewajiban untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan anaknya yang meliputi

agama, psikologi, makan dan minum, dan sebagainya. Adapun tujuan

membentuk keluarga adalah untuk mewujudkan kesejahteraan bagi

anggota keluarganya. Keluarga yang sejahtera diartikan sebagai keluarga

yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi

kebutuhan fisik dan mental yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa serta memiliki hubungan yang serasi, selaras, dan seimbang

antar anggota keluarga, dan antar keluarga dengan masyarakat dan

lingkungannya (Landis 1989; BKKBN 1992).36

Burgest dan Locke (1960) mengemukakan 4 (empat) ciri keluarga

yaitu (a) Keluarga adalah susunan orang-orang yang disatukan oleh ikatan

perkawinan (pertalian antar suami dan istri), darah (hubungan antara

orangtua dan anak) atau adopsi; (b) Anggota-anggota keluarga ditandai

dengan hidup bersama dibawah satu atap dan merupakan susunan satu

rumah tangga. Tempat kos dan rumah penginapan bisa saja menjadi rumah

tangga, tetapi tidak akan dapat menjadi keluarga, karena anggota-

anggotanya tidak dihubungkan oleh darah, perkawinan atau adopsi, (c)

Keluarga merupakan kesatuan dari orang-orang yang berinteraksi dan

berkomunikasi yang menciptakan peranan-peranan sosial bagi si suami

35
Ibid.
36
Ibid.

35
dan istri, ayah dan ibu, anak laki-laki dan perempuan, saudara laki-laki dan

saudara perempuan; Peranan-peranan tersebut diperkuat oleh kekuatan

tradisi dan sebagian lagi emosional yang menghasilkan pengalaman; dan

(d) Keluarga adalah pemelihara suatu kebudayaan bersama yang diperoleh

dari kebudayaan umum. Stephens mendefiniskan keluarga sebagai suatu

susunan sosial yang didasarkan pada kontrak perkawinan termasuk dengan

pengenalan hak-hak dan tugas orangtua; tempat tinggal suami, istri dan

anak-anak; dan kewajiban ekonomi yang bersifat reciprocal antara suami

dan istri (Eshelman 1991).37

Menurut konsep sosiologi, tujuan keluarga adalah mewujudkan

kesejahteraan lahir (fisik, ekonomi) dan batin (sosial, psikologi, spiritual,

dan mental). Secara detil tujuan dan fungsi keluarga dapat diuraikan

sebagai berikut:

1. Sebagai unit terkecil dalam masyarakat, keluarga memiliki kewajiban

untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan anggota keluarganya yang meliputi

kebutuhan fisik (makan dan minum), psikologi (disayangi/diperhatikan),

spiritual/ agama, dan sebagainya. Adapun tujuan membentuk keluarga

adalah untuk mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan bagi anggota

keluarganya, serta untuk melestarikan keturunan dan budaya suatu bangsa.

Keluarga yang sejahtera diartikan sebagai keluarga yang dibentuk

berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan fisik

dan mental yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta

37
Ibid.

36
memiliki hubungan yang serasi, selaras, dan seimbang antar anggota

keluarga, dan antar keluarga dengan masyarakat dan lingkungannya

(Landis 1989; BKKBN 1992).

2. Dalam mencapai tujuan keluarga, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21

Tahun 1994 (BKKBN, 1996) menyebutkan adanya delapan fungsi yang

harus dijalankan oleh keluarga meliputi fungsi-fungsi pemenuhan

kebutuhan fisik dan nonfisik yang terdiri atas fungsi: (a) Keagamaan, (b)

Sosial, (c) Budaya, (d) Cinta kasih, (e) Perlindungan, (f) Reproduksi, (g)

Sosialisasi dan pendidikan, (h) Ekonomi, dan (1) Pembinaan lingkungan.

3. Menurut United Nations (1993) fungsi keluarga meliputi fungsi

pengukuhan ikatan suami istri, prokreasi dan hubungan seksual, sosialisasi

dan pendidikan anak, pemberian nama dan status, perawatan dasar anak,

perlindungan anggota keluarga, rekreasi dan perawatan emosi, dan

pertukaran barang dan jasa.

4. Menurut Mattensich dan Hill (Zeitlin et al. 1995) fungsi keluarga terdiri

atas pemeliharaan fisik sosialisasi dan pendidikan, akuisisi anggota

keluarga baru melalui prokreasi atau adopsi, kontrol perilaku sosial dan

seksual, pemeliharaan moral keluarga dan pendewasaan anggota keluarga

melalui pembentukan pasangan seksual, dan melepaskan anggota keluarga

dewasa.

5. Selanjutnya Rice dan Tucker (1986) menyatakan bahwa fungsi keluarga

meliputi fungsi ekspresif, yaitu fungsi untuk memenuhi kebutuhan emosi

dan perkembangan anak termasuk moral, loyalitas dan sosialisasi anak,

37
dan fungsi instrumental yaitu fungsi manajemen sumberdaya keluarga

untuk mencapai berbagai tujuan keluarga melalui prokreasi dan sosialisasi

anak dan dukungan serta pengembangan anggota keluarga.38

3. Kesejahteraan Keluarga

Kesejahteraan keluarga adalah suatu kondisi dinamis keluarga

dimana terpenuhi kebutuhan fisik, materil, mental, spiritual dan sosial,

yang memungkinkan keluarga dapat hidup wajar sesuai dengan

lingkungannya serta memungkinkan anak-anak tumbuh kembang dan

memperoleh perlindungan yang diperlukan untuk membentuk sikap

mental dan kepribadian yang mantap dan matang sebagai sumber daya

manusia yang berkualitas.39

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa keluarga sejahtera

merupakan kondisi terpenuhinya kebutuhan primer dan kebutuhan

sekunder dalam kehidupan suatu keluarga dalam masyarakat.

Kesejahteraan keluarga merupakan suatu upaya untuk membantu keluarga

dalam memenuhi kebutuhan dasar, sosial, jasmani dan rohani supaya bisa

mencapai kesejahteraan.

Sedangkan keluarga sejahtera menurut UU Nomor 52 tahun 2009

tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga

Sejahtera, keluarga sejahtera adalah keluarga yang dibentuk atas

perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan spiritual dan materil

yang layak, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan

38
Ibid.
39
Departemen Sosial RI, Kesejahteraan Keluarga, (Jakarta: CSIS 1995), h. 53.

38
yang serasi, selaras dan seimbang antar anggota dan antar keluarga dengan

masyarakat dan lingkungannya.40

Menurut indikator BKKBN tingkat kesejahteraan keluarga

dikelompokkan menjadi 5 (lima) tahapan, yaitu:

1) Tahapan Keluarga Pra Sejahtera (KPS)

Yaitu keluarga yang tidak memenuhi salah satu dari 6 (enam)

inkrtekoi‎Kuneeiie‎Quueakuie‎I‎(KQ‎I)‎ekee‎rnkrtekoi‎”tubekeaen

kepei‎tuneeiie”‎(bepri‎nueds).

2) Tahapan Keluarga Sejahtera I (KS I)

Yaitu keluarga mampu memenuhi 6 (enam) indikator tahapan

KS I, tetapi tidak memenuhi salah satu dari 8 (delapan)

indikator Kuneeiie‎ Quueakuie‎ II‎ ekee‎ rnkrtekoi‎ ”tubekeaen‎

pprtonoirp” (psychological needs) keluarga.

3) Tahapan Keluarga Sejahtera II

Yaitu keluarga yang mampu memenuhi 6 (enam) indikator

tahapan KS I dan 8 (delapan) indikator KS II, tetapi tidak

memenuhi salah satu dari 5 (lima) indikator Keluarga Sejahtera

III (KS III), akee‎ rnkrtekoi‎ ”tubekeaen‎ puniuhbenien”‎

(develomental needs) dari keluarga.

40
Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009, Tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga Sejahtera.

39
4) Tahapan Keluarga Sejahtera III

Yaitu keluarga yang mampu memenuhi 6 (enam) indikator

tahapan KS I, 8 (delapan) indikator KS II, dan 5 (lima)

indikator KS III, tetapi tidak memenuhi salah satu dari 2 (dua)

indikator Keluarga Sejahtera III Plus (KS III Plus) atau

rnkrtekoi‎”etkeenrpepr‎krir”‎(puna esteem) keluarga.

5) Tahapan Keluarga Sejahtera III Plus

Yaitu keluarga yang mampu memenuhi keseluruhan dari 6

(enam) indikator tahapan KS I, 8 (delapan) indikator KS II, 5

(lima) indikator KS III, serta 2 (dua) indikator tahapan KS III

Plus.41

Tahapan keluarga sejahtera yang dibagi menjadi lima tahap, yaitu:

1. Keluarga Pra-Sejahtera (sangat miskin), adalah keluarga yang

belum dapat memenuhi salah satu indikator tahapan Keluarga

Sejahtera I.

2. Keluarga Sejahtera I (miskin), adalah keluarga yang baru dapat

memenuhi indikator-indikator sebagai berikut:

1) Pada umumnya anggota keluarga makan dua kali sehari

atau lebih.

2) Anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk di

rumah, bekerja/sekolah dan berpergian.

41
Ali Khomsa, Indikator Kemiskinan dan Misklasifikasi Orang Miskin (Jakarta: Yayasan
Pustaka Obor Indonesia, 2015), h. 14

40
3) Rumah yang ditempati keluarga mempunyai atap, lantai

dinding yang baik.

4) Bila ada anggota keluarga sakit dibawa ke sarana

kesehatan.

5) Bila pasangan subur ingin ber KB pergi ke sarana

pelayanan kontrasepsi.

6) Semua anak umur 7-15 tahun dalam keluarga bersekolah.

3. Tahapan Keluarga Sejahtera II, adalah keluarga yang sudah

dapat memenuhi indikator Tahapan Keluarga Sejahtera I

(indikator 1 sd 6) dan indikator berikut:

7) Pada umumnya anggota keluarga melaksanakan ibadah

sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing.

8) Paling kurang sekali seminggu seluruh anggota keluarga

makan daging/ikan/telur.

9) Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu

pasang pakaian baru dalam setahun.

10) Luas lantai rumah paling kurang 8 m² untuk setiap

penghuni rumah.

11) Tiga bulan terakhir keluarga dalam keadaan sehat, sehingga

dapat melaksanakan tugas/fungsi masing-masning.

12) Ada seorang atau lebih anggota keluarga yang bekerja

unruk memperoleh penghasilan.

41
13) Seluruh anggota keluarga umur 10 – 60 tahun bisa baca

tulisan latin.

14) Pasangan usia subur dengan anak dua atau lebih

menggunakan/obat kontrasepsi.

4. Tahapan Keluarga Sejahtera III, adalah keluarga yang sudah

memenuhi indikator Tahapan Keluarga Sejahtera I dan

indikator Keluarga Sejahtera II (Indikator 1 sd 14) dan

indikator berikut:

15) Keluarga berupaya meningkatkan pengetahuan agama.

16) Sebagian pengahsilan keluarga ditabung dalam bentuk uang

atau barang.

17) Kebiasaan keluarga makan bersama paling kurang

seminggu sekali dimanfaatkan untuk berkomunikasi.

18) Keluarga ikut dalam kegiatan masyarakat di lingkungan

tempat tinggal.

19) Keluarga memperoleh informasi dari surat

kabar/majalah/radio/tv.

5. Tahapan Keluarga Sejahtera III plus, adalah keluarga yang

memenuhi indikator Tahapan Keluarga I, Indikator Keluarga

Sejahtera II dan indikator Keluarga Sejahtera III (Indikator 1 sd

19) dan indikator sebagai berikut:

20) Keluarga secara teratur dengan suka rela memberikan

sumbangan materiil untuk kegiatan sosial.

42
21) Ada anggota keluarga yang aktif sebagai pengurus

perkumpulan sosial/yayasan/ institusi masyarakat.42

E. Motif Prestasi dan Pertumbuhan Ekonomi: McClelland43

Menurut McClelland pertumbuhan ekonomi bukanlah karena faktor

eksternal melainkan faktor internal, yakni pada nilai-nilai dan motivasi yang

mendorong untuk mengeksploitasi peluang, untuk meraih kesempatan, pendeknya

dorongan internal untuk membentuk dan merubah nasib sendiri.

Teori McClelland didasarkan pada studinya yang dilandaskan pada teori

psikoanalisis Freud tentang mimpi. McClelland melakukan studi di Amerika yang

memfokuskan pada studi tentang motivasi dengan mencatat khayalan melalui

pengumpulan bentuk cerita dari sebuah gambar. Kesimpulanya bahwa khayalan

ada kaitanya dengan dorongan dan perilaku dalam kehidupan mereka, yang

dinamakan the need for achievment (N`ach) yakni nafsu untuk bekerja secara

baik, bekerja tidak demi pengakuan sosial atau gengsi, tetapi dorongan kerja demi

memuaskan batin dari dalam.

McClleland berpendapat bahwa N`ach salalu berkaitan dengan

pertumbuhan ekonomi. Dari studi itu dia mendapatkan adanya pengaruh dan

kaitan antara pertumbuhan ekonomi dan tinggi rendahnya motive yang lain yakni

need for power (N`power) dan need for affiliation (N`affiliation).

42
Ibid.
43
DR. Mansour Fakih, Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi, (Yogyakarta:
Insist Press, 2008), h. 57-60.

43
BAB III

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. PROFIL TPST BANTARGEBANG

Gambar 1 Pencitraan satelit TPST Bantargebang

1. Letak, Luas, dan Batas Administrasi

Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST Bantargebang) terletak di

Kota Bekasi, wilayahnya cukup strategis berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta

dan Provinsi Jawa Barat. TPST Bantargebang terletak 40 km dari pusat kota

Jakarta, 20 km dari perbatasan Kota Jakarta - Bekasi, 2 km dari Jalan Raya

Cileungsi.

44
Luas wilayah Kota Bekasi mencapai 21.049 ha dan terbagi menjadi 12

wilayah kecamatan yang masing-masing terdiri atas beberapa kelurahan. Masing-

masing wilayah kecamatan tersebut yaitu Bekasi Utara, Bekasi Selatan, Bekasi

Timur, Bekasi Barat, Medan Satria, Rawa Lumbu, Bantargebang, Jati Asih, Jati

Sempurna, Pondok Gede, Mustika Jaya, dan Pondok Melati.

Kecamatan Bantargebang meliputi empat kelurahan yaitu: Kelurahan

Bantargebang, Kelurahan Cikiwul, Kelurahan Sumur Batu, dan Kelurahan

Ciketing Udik.

Batas Kecamatan Bantargebang dengan daerah sekitarnya sebagai berikut:

Sebelah utara : Bekasi Timur dan Bekasi Barat

Sebelah selatan : Kabupaten Bogor

Sebelah barat : DKI Jakarta

Sebelah timur : Setu, Kabupaten Bekasi

Lokasi TPST termasuk wilayah tiga kelurahan yaitu Kelurahan Ciketing

Udik, Kelurahan Cikiwul dan Kelurahan Sumur Batu, Kecamatan Bantargebang,

Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Saat ini luas lahan TPST Bantargebang

seluruhnya 120.8 ha. Luas efektif yang digunakan untuk menimbun sampah 80%,

yang dibagi kedalam lima wilayah atau zona. Sisa 20% digunakan untuk

prasarana seperti pintu masuk, jembatan timbang, jalan operasional, kantor, buffer

zone, fasilitas pengolahan lindi (air sampah), fasilitas pencucian armada, fasilitas

pengomposan, dan fasilitas daur ulang plastik, serta power house.

45
Sebagian besar lahan TPST merupakan milik dari Pemerintah Provinsi

DKI Jakarta, namun seluas 10.5 hektar merupakan milik pengelola yang akan

diserahkan kepada Pemerintah Provinsi Jakarta pada akhir kontrak, yaitu pada

tahun 2023, melalui mekanisme kontrak BOT (Build-Operate-Transfer) atau

Bangun Guna Serah. Sejak digunakan pada Agustus 1989, TPA tersebut

menerima sampah hanya dari lima wilayah DKI Jakarta, yaitu Wilayah

Administrasi Jakarta Utara, Jakarta Timur, Jakarta Selatan, Jakarta Barat, dan

Jakarta Pusat.44

2. Kondisi Eksisting

Lokasi : Kelurahan Ciketing Udik, Kelurahan Cikiwul dan Kelurahan Sumur

Batu, Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi

Luas Area : 110,3 Ha terdiri dari : Luas efektif TPST 81,91 % dan sisanya 18,09

% untuk prasarana seperti Jalan masuk, Jalan Kantor dan Instalasi Pengolahan

Lindi. 10,5 Ha Milik Pihak ketiga akan diserahkan setelah masa kontrak tahun

2023 selesai.

44
Profil TPST, Dinas Lingkungan Hidup 2017.Pengelolaan TPST Bantargebang.

46
Status Tanah : Milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta

Mulai Beroperasi : Tahun 1989 oleh BKLH Provinsi DKI Jakarta dan BKL

Provinsi Jawa Barat yang kemudian direvisi dengan surat persetujuan kelayakan

lingkungan AMDAL, RKL dan RPL No. 660.1/206.BPLH. AMDAL/III/2010

tanggal 11 Maret 2010

Volume Sampah : 6.500 ton – 7.000 ton/hari.45

3. Pengelola

Tabel 3.1

Tahun Operator

Agustus 1989 – 2004 Pemerintah

2004 – 2006 Perusahaan Swasta

2007 – November 2008 Pemerintah

Desember 2008 – Juli 2016 Perusahaan Swasta

Sekarang Pemerintah

Sumber: Dinas Lingkungan Hidup, 2017.46

45
Ibid.
46
Ibid.

47
4. Total Area & Ketinggian

Tabel 3.2

Situs (Ha) Ketinggian (M)

Zona I 18,3

Zona II 17,7

Zona III 25,41

Zona IV 11,0 20 – 30

Zona V 9,5

Total Area 81,91

Sumber: Dinas Lingkungan Hidup, 2017.47

47
Ibid.

48
Gambar 2. Peta lokasi TPST Bantargebang

5. Volume Sampah

Tabel 3.3

Tahun Ton

2008 4.500

2009 4.998

2010 5.065

2011 5.173

49
2012 5.264

2013 5.651

2014 5.664

2015 6.170

2016 6.725

2017 6.500 – 7.000

Sumber: Dinas Lingkungan Hidup, 2017.48

6. Tenaga Kerja

Tabel 3.4

No Divisi Jumlah

1 Operator Timbangan 45

2 Petugas 3R 94

3 Pesada 100

4 IPAS 20

5 Pengawas Titik Buang 60

6 Kru & Power House 180

48
Ibid.

50
7 Security 56

8 Operator Alat Berat 115

9 Montir/Teknisi 20

10 Pengawas Kebersihan (B2B) 30

11 Pengemudi Penunjang dll 45

Jumlah 765

Sumber: Dinas Lingkungan Hidup, 2017.49

7. Sistem Pengangkutan Sampah TPST Bantargebang

1. Sampah dari Jakarta dibersihkan secara berkala kemudian diangkut ke

TPST Bantargebang.

2. Setiap kendaraan yang masuk ke TPST Bantargebang akan didata, validasi

dan ditimbang menggunakan komputer.

3. Pembongkaran sampah dan truk ke titik buang secara estafet

menggunakan alat berat. Sampah organik > pengolahan kompos.

4. Meratakan dan memadatkan sampah dengan alat berat.

5. Penutupan tanah harian setebal 20cm, apabila ketinggian sampah

mencapai 5m penutupan tanah menjadi 30cm.

49
Ibid.

51
6. Tumpukan tampah di landfill perlu diproses lanjutan, antara lain:

 IPAS : Proses pengolahan air sampah

 Power House : Proses landfill gas

 Terasering / Counturing Landfill50

8. Sarana dan prasarana TPA

Sarana dan prasarana TPA yang dapat mendukung prinsip tersebut diatas

adalah sebagai berikut:

1) Fasilitas umum (jalan masuk, kantor / pos jaga, saluran drainase dan

pagar).

2) Fasilitas perlindungan lingkungan (lapisan kedap air, pengumpul leachate,

pengolahan leachate, ventilasi gas, daerah penyangga, tanah penutup).

3) Fasilitas penunjang (air bersih, jembatan timbang dan bengkel).

4) Fasilitas operasional (alat besar dan truk pengangkut tanah). 51

9. Fasilitas Penunjang

1. Jembatan Timbang

Jembatan timbang berfungsi untuk menghitung berat sampah yang masuk

ke TPA dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Lokasi jembatan timbang harus dekat dengan kantor / pos jaga dan

terletakpada jalan masuk TPA.

50
Brosur TPST Bantargebang.
51
Profil TPST, Dinas Lingkungan Hidup 2017.Pengelolaan TPST Bantargebang.

52
b. Jembatan timbang harus dapat menahan beban minimal 5 ton.

c. Lebar jembatan timbang minimal 3,5 m.

2. Air bersih

Fasilitas air bersih akan digunakan terutama untuk kebutuhan kantor,

pencucian kendaraan (truk dan alat berat), maupun fasilitas TPA lainnya.

Penyediaan air bersih ini dapat dilakukan dengan sumur bor dan pompa.

3. Bengkel / Hangar

Bengkel/garasi/hangar berfungsi untuk menyimpan dan atau memperbaiki

kendaraan atau alat besar yang rusak. Luas bangunan yang akan

direncanakan harus dapat menampung 3 kendaraan. Peralatan bengkel

minimal yang harus ada di TPA adalah peralatan untuk pemeliharaan dan

kerusakan ringan.52

B. GAMBARAN UMUM KELURAHAN CIKETINGUDIK

a. Kelurahan Ciketingudik

Kelurahan Ciketingudik adalah salah satu kelurahan yang ada di

Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi, yang terbentuk dalam peraturan Daerah

Nomor 02 tahun 2002, tentang Perubahan Pertama Peraturan Daerah Kota Bekasi

Nomor 04 Tahun 2004 Tentang Pembentuka Wilayah Administratif Kecamatan

dan Kelurahan.

52
Ibid.

53
Berdasarkan keterangan dan tokoh masyarakat dan aparatur yang ada di

kelurahan Ciketingudik sejarah terjadi/terbentuknya Kelurahan Ciketingudik dan

nama Ciketingudik yang terdiri dari 3 (tiga) suku kata yaitu sebagai berikut:

Penjelasanya adalah dikarenakan ada 3 (tiga) tempat/wilayah yang

bernama sama yaitu:

1. Ciketing Tanah Merah yang berada di wilayah Kelurahan Mustikajaya

Kecamatan Mustikajaya Kota Bekasi.

2. Ciketing Sumur Batu yang berada di wilayah Kelurahan Sumur Batu

Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi.

3. Ciketingudik sendiri yang berada di wilayah Kelurahan Ciketingudik

Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi.

Diantara ke 3 (tiga) nama tempat tersebut yang berada paling ujung adalah

Ciketingudik. Awal dari nama Ciketingudik yaitu pecahan dari Desa Sumur tahun

1980 menjadi Desa Ciketingudik, pada waktu itu dijabat oleh M. Karim. S sebagai

PJS Kepala Desa pada tahun 1980 kemudian 1983 di adakan pemilihan Kepala

Desa (PILKADES) yang ikut dalam pemilihan tersebut yaitu, Samat, Nesin, dan

Kardi. Dalam pemilihan Kades pada waktu itu dimenangkan oleh Bapak Samat

dan kemudian dilantik menjadi Kades Ciketingudik pada tahun 1983 s/d 1992.

Kemudian awal tahun 1993 di PJS kan kepada saudara Yesty Maryaty.

Kemudian singkat cerita pada tahun 2001 Desa Ciketingudik berubah

status menjadi Kelurahan. Adapun Pejabat Lurah sebagai berikut:

54
1. Tahun 2001 s.d 2004 Yang menjabat : ABDUL HAMID.

2. Tahun 2004 s.d 2006 Yang Menjabat : H. TONI SURYANA.

3. Tahun 2006 s,d 2008 Yang Menjabat : ADE MUHTADI.

4. Tahun 2008 s.d 2009 Yang menjabat : H. BURHANUDIN.

5. Tahun 2009 s.d 2014 Yang menjabat : PAMINTO, SP.

6. Tahun 2014 s.d sekarang Yang menjabat : NATA WIRYA,S,Sos,

M.Si

Perlu diketahui bahwa nama Ciketingudik berasal dari:

Ci yaitu : Cai atau air

Keting yaitu : Ikan yang mirip ikan lele berwarna putih.

Udik yaitu : Ujung artinya yang paling ujung. 53

1. Letak dan Keadaan Wilayah

Luas Wilayah Kelurahan Ciketingudik adalah 343.34 Ha, berada pada 105

meter diatas ketinggian laut dengan suhu udara rata-rata 27º C - 37º C

dengan batas-batas berikut:

a. Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kelurahan Cikiwul, Kecamatan

Bantargebang.

b. Sebelah Timur :Berbatasan dengan Kelurahan Sumurbatu

Kecamatan Bantargebang.

53
Laporan Penyelenggaraan Kinerja Kelurahan Ciketingudik Kecamatan Bantargebang
Kota Bekasi Tahun 2015-2016, h. 22.

55
c. Sebelah Selatan :Berbatasan dengan Kelurahan Limusnunggal

Kabupaten Bogor.

d. Sebalah Barat : Berbatasan dengan Kabupaten Bogor. 54

2. Letak Orbitrasi

Letak Orbitrasi merupakan jarak dari pusat pemerintahan kelurahan

dengan pusat pemerintahan lainya. Yang dapat digambarkan dalam tabel

berikut ini:

Tabel 3.5

Letak Orbitrasi

No Orbitrasi Jarak

1 Jarak dengan pusat pemerintahan Kecamatan 5 Km

2 Jarak dengan pusat pemerintahan Kota Bekasi 15 Km

3 Jarak dengan pusat pemerintahan Provinsi Jabar 207 Km

4 Jarak dengan Ibukota Negara 50 Km

Sumber: Kelurahan Ciketingudik, 2017.55

54
Ibid, h. 25.
55
Ibid, h. 27.

56
Kondisi Geografis Kelurahan Ciketingudik terdiri dari:

Tabel 3.6

Kondisi Geografis

No Kondisi Geografis Keterangan

1 Ketinggian tanah dari permukaan laut 105 meter

2 Banyaknya curh hujan 1.365 mm/thn

3 Topografi Dataran sedang

4 Suhu udara rata-rata 28º C

Sumber: Kelurahan Ciketingudik, 2017.56

3. Visi dan Misi Kelurahan Ciketingudik

a) Visi Kelurahan Ciketingudik

Visi kelurahan Ciketingudik mengacu pada Visi Kecamatan

Bantargebang sesuai dengan rencana strategis (RENSTRA) Kecamatan

Bantargebang Tahun 2013-2018. Yang dilanjutkan dengan visi misi:

Kelurahan Ciketingudik menjadi salah satu Kelurahan yang Manjur

dibidang Pemerintahan Pembangunan dan Kemasyarakatan didukung

Aparatur yang berkualitas, serta sarana dan prasarana yang

refresentatif (sesuai dengan Visi Kota Bekasi 2013-2018).

56
Ibid, h. 27.

57
b) Misi Kelurahan Ciketingudik

1. Meningkatkan pelayanan dengan jujur dan ramah (Manjur)

2. Meningkatkan kualitas aparatur yang profesional.

3. Mewujudkan masyarakat yang berkualitas dan profesional dalam

SDM, berakhlak mulia, berbudaya dan produktif.

4. Meningkatkan keamanan dan ketertiban di masyarakat.

5. Membangun dan mewujudkan masyarakat Ciketingudik yang

berbudaya bermartabat dan religius.57

4. Struktur Organisasi Kelurahan Ciketingudik

Tabel 3.7

Perangakat Kelurahan Ciketingudik

Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi

No Nama Jabatan

1. Nata Wirya, S.Sos.M.Si Lurah

2. Jepi Ashari, S.Sos Sekretaris Lurah

3. Sowi Hidayatullah. ST Kasi Pemerintahan

4. Risan Wahyudin. SE Kasi Ekbang

5. Suaebah, S.Pdi, M.Si Kasi Kessos

57
Ibid, h. 20.

58
6. Andrea Sucipto, SE Kasi Trantib & Limnas

7. Samsudin Staf Pemerintahan

8. Usep Sudarma Wijaya, S.Sos Staf Kesos

9. Erna Mulyana Sari Staf Sekretariat

10. Jarkasih Staf Trantib & Linmas

11. Kodriana, S.Sos Staf Ekbang

12. Nurhasan Staf Pemerintahan

13. Yodi Cahyadi, S.Ip Staf Trantib & Linmas

14. Dina Mulyana Staf Trnatib & Linmas

15. Kosasih Staf Pemerintahan

16. Dwi hartanto, SH Staf Pemerintahan

17. Asep Wahyudin Staf Ekbang

18. Achdi Gufron, SH.I Staf Kesos

19. Sarifah Juhriah PLKB

20. Sumanta Ardiansyah Staf Ekbang

21. Aam Samsudin Staf Sekretariat

59
22. Tacim Wahyudin Staf Ekbang

23. Aang Wahyudi Staf Kesos

24. Hadi Wijaya Staf Pemerintahan

25. Tarta Staf Trantib & Linmas

26. Irfansyah Staf Trantib & Linmas

27. Dedi Muhadi Staf Ekbang

Sumber: Kelurahan Ciketingudik, 2017.58

58
Ibid, h. 61.

60
PETA WILAYAH KELURAHAN CIKETINGUDIK

Gambar 3. Peta Kelurahan Ciketingudik

Keterangan:

: RW 01 : RW 05 : RW 09

: RW 02 : RW 06 : TPST

: RW 03 : RW 07 : Lokasi

: RW 04 : RW 08

61
5. Kependudukan Kelurahan Ciketingudik

a) Jumlah Penduduk

Tabel 3.8

Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Kelurahan Ciketingudik

No. Jenis Kelamin Jumlah Penduduk

2013 2014 2015

1. Laki-laki 10.073 10.157 9.909

2. Perempuan 9.470 9.405 9.509

Jumlah 19.543 19.562 19.418

Sumber: Kelurahan Ciketingudik, 2017.


Jumlah KK pada tahun 2014 sebanyak : 5.632 KK
Jumlah KK pada tahun 2015 sebanyak : 6.236 KK59

59
Ibid, h. 29.

62
b) Mata Pencaharian Keluarahan Ciketingudik

Tabel 3.9

Jumlah Penududuk Kelurahan Ciketingudik Menurut Mata

Pencaharian.

No Mata Pencaharian Data

2014 2015

1. Pegawai Negeri Sipil (PNS) 127 127

2. TNI / Polri 82 95

3. Karyawan 5.591 6.232

4. Wiraswasta 11.952 11.987

5. Pertanian 97 97

6. Pertukangan 7 7

7. Pensiunan 93 93

8. Pemulung 486 486

9. Dagang 44 44

10. Buruh tidak tetap 218 218

Sumber: Kelurahan Ciketingudik, 2017.60

60
Ibid, h. 28.

63
Dari tabel ini terlihat bahwa dari total jumlah penduduk Kelurahan

Ciketingudik 19.418 orang meyoritas masyarakat di Ciketingudik ini bekerja di

bidang swasta.

c) Penduduk Tingkat RW Kelurahan Ciketingudik

Tabel 3.10

Jumlah Penduduk Per RW Tingkat Kelurahan Ciketingudik

No. RW Jumlah Penduduk

2013 2014 2015

1. 01 2.799 2.838 2.756

2. 02 2.698 2.634 2.607

3. 03 3.350 3.328 3.305

4. 04 1.592 1.557 1.566

5. 05 1.406 1.368 1.364

6. 06 1.168 1.378 1.366

7. 07 2.551 2.527 2.533

8. 08 2.853 2.829 2.813

9. 09 1.126 1.103 1.108

64
Jumlah 19.543 19.562 19.418

Sumber: Kelurahan Ciketingudik, 2017.61

d) Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur Kelurahan Ciketingudik

Tabel 3.11

Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur Kelurahan Ciketingudik

No. Umur Jumlah Penduduk

2014 2015

1. 0 – 12 Bulan 412 472

2. > 01 - < 5 Th 5.705 5.586

3. > 5 - < 15 Th 4.151 3.876

4. > 7 - < 15 Th 4.558 4.820

5. > 15 - < 56 Th 3.158 3.008

6. > 50 Th Keatas 1.578 1.656

Jumlah 19.562 19.418

Sumber: Kelurahan Ciketingudik, 2017.62

61
Ibid, h. 28.
62
Ibid, h. 29.

65
6. Penggunaan lahan Kelurahan Ciketingudik terbagi dalam tabel sebagai

berikut:

Tabel 3.12

Peruntukan Lahan di Kelurahan Ciketingudik

No. Peruntukan Luas

1. Pemukiman 193 Ha

2. Pemakaman Umum 5 Ha

3. Perkantoran 3 Ha

4. Perusahaan/Industri 10 Ha

5. TPA Sampah Bantargebang 80 Ha

6. Lain-lain 213.500 Ha

Sumber: Kelurahan Ciketingudik, 2017.63

7. Kondisi Pendidikan

Secara umum tingkat pendidikan masyarakat di Kelurahan Ciketingudik sudah

cukup baik, hal ini dapat dibuktikan dengan peningkatan jenjang pendidikan

masyarakat serta penurunan buta aksara.

63
Ibid, h. 30.

66
Tabel 3.13

Tingkat Pendidikan Penduduk Kelurahan Ciketingudik

No. Indikator 2014 2015

1 Jumlah penduduk buta huruf - -

2 jumlah penduduk tidak tamat - -

SD/sederajat

3 Tamat SD/sederajat 1140 1051

4 Tamat SLTP/sederajat 2889 2899

5 Tamat SLTA/sederajat 7245 7270

6 Tamat D-1 - -

7 Tamat D-2 68 68

8 Tamat D-3 158 158

9 Tamat S-1 149 159

10 Tamat S-2 8 8

11 Tamat S-3 - -

Sumber: Kelurahan Ciketingudik, 2017.64

64
Ibid, h. 41.

67
Tingkat pendidikan sebagaimana terlihat pada tabel tersebut di atas,

menunjukan kemajuan yang cukup signifikan. Perkembangan tamatan SLTP naik

0,34%, SLTA sederajat naik 0,35%, Diploma maupun Sarjana mengalami

kenaikan dari tahun 2014 ke tahun 2015 sebesar 2,61%, dan untuk penduduk yang

buta huruf mengalami penurunan 30% dan tamatan SD/sederajat mengalami

penurunan karena masyarakat banyak yang melanjutkan ke jenjang pendidikan

yang lebih tinggi. Hal ini memnunjukan tingginya tingkat kesadaran masyarakat

akan penting pendidikan terutama dalam menghadapi era globalisasi yang

menuntut pula adanya peningkatan kesejahteraan masyarakat untuk dapat

memenuhi biaya pendidikan keluarganya.

Tabel 3.14

Wajar 12 Tahun dan Angka Putus Sekolah

No. Indikator 2014 2015

1. Jumlah Penduduk Usia 7-15 Th 1841 1841

2. Jumlah Penduduk Usia 7-15 Th 4304 4340

masih sekolah

3. Jumlah Penduduk Usia 7-15 Th - -

putus sekolah

Sumber: Kelurahan Ciketingudik, 2017.65

65
Ibid, h. 42.

68
Sesuai dengan data pada tabel tersebut di atas, menunjukan bahwa terdapat

kenaikan jumlah siswa usia wajib belajar pendidikan dasar (WAJARDIKDAS)

dua belas tahun, angka usia wajib belajar pendidikan dasar ini menunjukan

kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan.

Tabel 3.15

Prasarana Pendidikan Formal

Indikator Data Ket

2014 2015

TK 8 10

TPA 3 5

SD/sederajat 6 6

SLTP/sederajat 1 1

SLTA/SMK sederajat 2 2

Sumber: Kelurahan Ciketingudik, 2017.66

Berdasarkan data di atas, sarana dan prasarana terutama pada TPA, TK,

dan SD/sederajat mengalami peningkatan yang signifikan, hal ini sangat

membantu upaya pembelajaran kepada masyarakat.

66
Ibid, h. 42.

69
b. RT 01 RW 05 Kelurahan Ciketingudik Bantargebang Bekasi.

Dalam penelitian ini peneliti akan meneliti lebih dalam tentang pemulung

yang berada di RT 01 RW 05. Lokasi ini merupakan yang terdekat dengan

gerbang TPST, dan merupakan tempat yang strategis untuk para pemulung

tinggal. RT 01 dipimpin oleh Pak Ginin, dan ketua RW 05 dipimpin oleh Pak

Solim.

1. Jumlah Penduduk

Wilayah ini memiliki jumlah penduduk sekitar 649 orang dan KK 237.

Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 3.16

Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di RT 01 RW 05

Laki-laki Perempuan

331 318

Sumber: Dokumen RT 01, 2017.67

2. Jenis Pekerjaan

Sebagian besar masyarakat di wilayah ini bekerja sebagai pemulung.

67
Dokumen RT 01 RW 05 kelurahan Ciketingudik Kecamatan Bantargebang Kota
Bekasi.

70
Tabel 3.17

Jenis Pekerjaan di RT 01 RW 05

Jenis Pekerjaan Jumlah

Pedagang 25

Supir 21

Pemulung 112

Swasta 56

Buruh 22

Karyawan 23

Jumlah 259

Sumber: Dokumen RT 01, 2017.68

68
Ibid.

71
BAB IV

TEMUAN DATA DAN ANALISIS DATA

A. Temuan Data

Pesatnya pertumbuhan penduduk perkotaan disebabkan oleh pertambahan

alami penduduk perkotaan dan adanya migrasi dari satu daerah ke daerah lainnya.

Migrasi penduduk merupakan suatu bentuk respon dari adanya perbedaan variasi

keadaan lingkungan dan kesempatan dengan keadaan dimana mereka tinggal.

Dampak negatif dari migrasi ini disebabkan oleh tidak seimbangnya peluang

untuk mencari nafkah di daerah asal dengan daerah tujuan. Salah satu tujuan

lokasi penduduk bermigrasi adalah tempat–tempat yang dianggap memiliki daya

tarik untuk peluang lapangan pekerjaan seperti TPST Bantar Gebang. TPST

Bantar Gebang terletak di tiga Kelurahan yang ada di Kecamatan Bantar Gebang

yaitu Kelurahan Ciketing Udik, Kelurahan Sumur Batu dan Kelurahan Cikiwul.

Sejak didirikannya TPST Bantar Gebang tahun 1988, banyak penduduk dari

berbagai daerah yang melakukan migrasi ke TPST Bantar Gebang. Perubahan

penggunaan lahan tidak hanya disebabkan oleh adanya TPST, tetapi juga

disebabkan oleh berkembangnya pusat-pusat perdagangan, pelayanan, dan jasa di

luar TPST Bantar Gebang. Faktor aksesibilitas yang mudah dan dekat ke pusat

Kecamatan Bantar Gebang dan ke pusat Kota Bekasi juga membuat banyak

pendatang bermigrasi ke TPST Bantar Gebang.

72
Pendatang yang melakukan migrasi ke TPST Bantar Gebang berasal dari

berbagai daerah. Sebagian besar pendatang yang melakukan migrasi tersebut

adalah pendatang yang tidak memiliki keterampilan dan berpendidikan rendah

sehingga banyak dari pendatang tersebut yang bekerja sebagai pemulung.

Dengan pemulung yang seiring berjalan waktu terus memenuhi kawasan

TPST Bantargebang, akan terdapat dampak yang dihasilkan TPST Bantargebang

terhadap para pemulung tersebut.

1. Informan

a. Pak Tarwenda

 Sebelum proyek

Pak Tarwenda adalah salah satu pemulung perantau yang berasal

dari Indramayu. Lahir pada tahun 1970, saat ini Pak Tarwenda

memiliki seorang istri dan dua orang anak. Pada awalnya Pak

Tarwenda merupakan seorang buruh tani di kampung halamannya.

Sehari-hari pekerjaannya adalah menggarap sawah di lahan milik

tetangganya, dengan upah yang didapat hanya setiap kali panen saja.

Hal ini seperti penuturan Pak Tarwenda sebagai berikut:

“Qeae‎epnr‎Inkieheae‎hep,‎dulu sebelum saya kesini saya kerja jadi


petani di kampung, cuma ngegarap lahan orang aja sih mas,
panenya setiap tiga bulan sekali, itu juga harus bagi hasil sama
pemilik lahan, jadi kurang bisa mencukupi kebutuhan. Terus kakak
saya ngajak saya kesini, dia udah duluan jadi pemulung disini,
terus saya ikut kakak saya. Waktu itu peae‎huienkee‎keaen‎1997.”69

69
Wawancara Pribadi dengan Pak Tarwenda pemulung dari Indramayu, Bekasi, 12 Mei
2017.

73
Ketika Pak Tarwenda belum menjadi pemulung, anak pertama Pak

Tarwenda belum bisa mengenyam pendidikan yang layak. Kini anak

pertama Pak Tarwenda sudah menikah dan menggeluti pekerjaan yang

sama dengan Pak Tarwenda.

“Qeae‎ penae‎ dua anak, yang satu sudah menikah, yang satu lagi
kelas 6 SD. Kalo kakaknya pendidikannya rendah kayak saya, jadi
pehe‎kre‎puteieni‎heneni‎ueie.”

Berdasarkan hasil wawancara, Pak tarwenda merantau dikarenakan

pekerjaan sebelumnya tidak bisa menjamin kehidupannya. Memiliki

pendapatan yang hanya setiap kali panen, membuat dirinya tergerak

mengikuti jejak kakaknya yang sudah dulu merantau dan berprofesi

sebagai pemulung di kawasan TPST Bantargebang.

Oleh karena itu, berkaca pada kakaknya yang sudah menggeluti

profesi pemulung di TPST Bantargebang, Pak Tarwenda juga

menggeluti profesi yang sama dengan kakaknya.

 Sesudah proyek

Keberadaan TPST Bantargebang memang membawa dampak

tersendiri bagi para pemulung yang mencari nafkah pada tumpukan

sampah. TPST Bantargebang menjadi lahan perekonomian baru di

sektor informal, seperti halnya penuturan Pak Tarwenda:

“Benaet‎ aeni‎ kekeni‎ tuprnr‎ hep,‎ niie‎ iehe‎ keir‎ Inkieheae‎ eue,‎
ada yang dari Madura, ada yang dari Karawang, Cirebon, Banten,
macem-macem. Dulu ya pas jadi petani, saya dapet uang cuma pas
panen, 3 bulan sekali, tapi pas udah kesini bisa setiap hari dapet

74
uang. Dulu juga paling dalam setiap panen cuma dapet satu
jutaan.”70
Berdasarkan wawancara tersebut, pemulung yang berada di

Bantargebang banyak yang berasal dari berbagai daerah, mereka

datang ke kawasan Bantargebang untuk mencari nafkah, tanpa modal

pendidikan yang cukup dan keahlian khusus setiap orang dapat

menghasilkan uang di tumpukan sampah TPST.

Banyak dari pemulung yang sebelum merantau ke Bantargebang

meninggalkan pekerjaan lamanya dan beralih profesi sebagai

pemulung di TPST Bantargebang, Pak Tarwenda adalah salah seorang

pemulung yang meninggalkan pekerjaan lamanya sebagai buruh tani,

upah yang didapat sebagai buruh tani hanya setiap 3 bulan sekali

membuat Pak Tarwenda beralih profesi sebagai pemulung. Kini

dengan profesi sebagai pemulung Pak Tarwenda dapat memenuhi

kebutuhan keluarganya.

Dalam sehari Pak Tarwenda bekerja kurang lebih selama sembilan

jam, berangkat pagi dan pulang sore hari, dalam kurun waktu tersebut

Pak Tarwenda dapat membawa pulang sampah seberat satu kwintal

hingga dua kwintal. Sampah-sampah yang dibawa pulang merupakan

sampah jenis plastik dan beling, sampah jenis ini yang menurut Pak

Tarwenda laku di pasar dengan harga sampah perkilonya Rp 800.

Seperti halnya penuturan Pak Tarwenda:

70
Wawancara Pribadi dengan Pak Tarwenda pemulung dari Indramayu, Bekasi, 12 Mei
2017.

75
“Qeae‎ buienitek‎ peir,‎ peneni‎ brepenae‎ aebrp‎ epaei,‎ puaeir‎ peae‎
biasa bawa sekwintal sampai dua kwintal. Yang saya bawa yang
bisa dijual aja mas, kaya botol-botol plastik, beling, kan pengepul
maunya juga yang begitu, jadi kita nyari yang bisa jadi uang.
Sekilonya 800 rupiah, kita kan jualnya per partai, ngga dipilah.
Sehari kira-kira 100ib‎tekeni‎ueie‎brpe‎200ib”71
Meski kegiatan sehari-hari Pak Tarwenda berada di tumpukan

sampah, Pak Tarwenda juga tidak lupa untuk memperhatikan

kebersamaan dalam keluarga.

“Kenee‎heten‎beiuni‎pehe‎tuneeiie‎aehpri‎pukrep‎aeir‎ae,‎poennae‎
kan lokasinya deket juga, kalau malem kita bareng terus makanya,
biasa mas pakai nasi, buat lauk sih ya lebih suka ikan, sering
makan rten,‎poennae‎peke‎tuneeiie‎uheni‎peke‎pete‎rten.”72
Pak Tarwenda dan keluarga tetap memperhatikan pola makan,

sebagaimana penuturannya di atas bahwa keluarganya sering

mengkonsumsi ikan. Dengan mengkonsumsi makanan yang bergizi

akan menjaga daya tahan tubuh Pak Tarwenda untuk terus mencari

nafkah.

Dalam tiga bulan terakhir Pak Tarwenda tidak mempunyai keluhan

kesehatan, dan jika di dalam keluarganya ada yang sakit, Pak

Tarwenda akan membawanya ke puskesmas atau rumah sakit terdekat.

Pak Tarwenda memiliki dua orang anak, yang pertama sudah bekerja

dan menikah, yang ke dua kelas 6 tingkat sekolah dasar. Baginya kini

menyekolahkan anak adalah utama, sebab beliau sadar akan

71
Wawancara Pribadi dengan Pak Tarwenda pemulung dari Indramayu, Bekasi, 12 Mei
2017.
72
Wawancara Pribadi dengan Pak Tarwenda pemulung dari Indramayu, Bekasi, 12 Mei
2017.

76
pentingnya pendidikan, meski dirinya sendiri memiliki pendidikan

yang rendah. Hal ini seperti penuturannya:

“Qeae‎ueieni‎petrk‎hep,‎tuneeiie‎ueie,‎kepr‎tenee‎eke‎aeni‎petrk‎ae‎
saya bawa ke puskesmas atau rumah sakit thamrin. Sekarang anak
yang kedua juga sekolah di SD sini, pinginya ya biar sekolah
sampai tinggi, orang tua ngedukung sama epeae‎eue.”73
Dalam kehidupan bermasyarakat keluarga Pak Tarwenda juga

terbilang aktif mengikuti kegiatan, seperti membayar iuran kegaiatan

masyarakat, mengikuti pengajian mingguan.

“Keno‎ aeir‎ bupei‎ peae‎ rtek‎ beie‎ hep,‎ rpkir‎ peae‎ rtek‎ punieuren‎
mingguan, ya ada iuranya juga perminggu buat pengajian.
Kuireken‎aeni‎nern‎ueie‎brepenae‎eke‎reienae‎ueie‎hep.” 74
Dalam berpakaian, Pak Tarwenda dan keluarga memakai pakaian

yang berbeda pada setiap kegiatan, dan juga keluarga Pak Tarwenda

selalu memiliki pakaian baru setiap tahunnya. Seperti halnya penuturan

Pak Tarwenda:

“Peteren‎pra‎buke-beda ya, kalau kerja ya begini pakai kaos, kalo


mau ke sekolah ketemu guru, apa ada kondangan ya beda lagi,
apalagi anak, biasanya kalo mau lebaran kan anak minta, jadi beli
bareng-beiuni.”75
Pak Tarwenda merupakan salah satu keluarga pemulung yang

mengikuti program KB. Dalam wawamcara peneliti, Pak Tarwenda

mengikuti program KB melalui sarana kesehatan.

73
Wawancara Pribadi dengan Pak Tarwenda pemulung dari Indramayu, Bekasi, 12 Mei
2017.
74
Wawancara Pribadi dengan Pak Tarwenda pemulung dari Indramayu, Bekasi, 12 Mei
2017.
75
Wawancara Pribadi dengan Pak Tarwenda pemulung dari Indramayu, Bekasi, 12 Mei
2017.

77
Di Bantargebang Pak Tarwenda tinggal di sebuah kontrakan, yang

harus ia bayar perbulannya sebesar Rp 250.000. Dalam pengamatan

peneliti kontrakan Pak Tarwenda memiliki kondisi dinding yang hanya

dari kayu, lantai yang bukan keramik dan juga ruangan di dalam rumah

sempit, membuat kontrakan ini tidak layak untuk di tempati.76 Meski

begitu Pak Tarwenda memiliki rumah yang sedang beliau bangun di

kampung halamanya untuk beliau tempati jika sudah tua nanti. Hal ini

seperti penuturannya:

“Qeae‎ neir bangun rumah di kampung, jadi uangnya juga lagi


kepakai kesana dulu. Pinginnya kalo udah selesai mulung disini
peneni‎tehpeni,‎nrthekrn‎aeprn‎krpene‎eue.”77
Dalam mendapatkan informasi dari luar Pak Tarwenda

memperolehnya dari televisi, dalam pengamatan peneliti Pak

Tarwenda memiliki handphone yang terkoneksi dengan internet,

membuat Pak Tarwenda dan keluarga pun tidak ketinggalan

informasi.78

b. Pak Toha

 Sebelum Proyek

Lahir pada tahun 1988, Pak Toha adalah salah satu pemulung

perantau yang berasal dari Madura. Pak Toha memiliki seorang istri

dan belum dikaruniai anak. Pak Toha mulai merantau pada tahun 2006,

awal Pak Toha merantau tidak langsung menjadi pemulung, Pak Toha
76
Pengamatan di rumah Pak Tarwenda pada tanggal 12 Mei 2017.
77
Wawancara Pribadi dengan Pak Tarwenda pemulung dari Indramayu, Bekasi, 12 Mei
2017.
78
Pengamatan di rumah Pak Tarwenda pada tanggal 12 Mei 2017.

78
sempat bekerja memilah plastik di daerah Cakung selama enam bulan.

Di sana beliau bekerja memilah plastik limbah dari pabrik, dengan

penghasilan yang tidak mencukupi kehidupannya. Hal ini seperti

penuturannya:

“Qeae‎ keir‎ Mekeie‎ hep,‎ pep‎ rke‎ hener‎ huienkee‎ keaen‎ 2006,‎ rke‎
nggak langsung ke sini, saya kerja dulu di Cakung milah plastik
limbah dari pabrik, tapi hasilnya nggak seberapa dari pada disini,
ekea‎irke‎puirni‎krheiearn‎bop‎ueie.”79
Dari usaha pertamanya menjadi buruh untuk memilah plastik hasil

dari limbah pabrik, Pak Toha memutuskan keluar dari kerjaannya

dikarenakan hasil yang tidak seberapa dan tekanan dalam

pekerjaannya. Dari sana Pak Toha pun mengikuti jejak kakaknya untuk

menjadi pemulung di Bantargebang.

 Setelah Proyek

Setelah menjadi pemulung di Bantargebang kesejahteraan

hidupnya meningkat, dari tekanan pekerjaan yang berkurang hingga

pendapatan yang meningkat. Dalam sehari Pak Toha dapat

memperoleh Rp 200.000. Hal ini seperti penuturannya:

“Saya kesini di ajak sama kakak saya, pasti mereka yang datang
kesini udah punya kenalan lebih dulu, ngga tau dari keluarganya
atau tetangganya, kan bingung juga kalo ngga punya kenalan. Dulu
pas saya pertama datang kesini, sehari saja saya mulung bisa untuk
hidup empat hari, ya kira-kira 200 ribu lah saya dapat.”80

79
Wawancara Pribadi dengan Pak Toha pemulung dari Madura, Bekasi, 15 Mei 2017.
80
Wawancara Pribadi dengan Pak Toha pemulung dari Madura, Bekasi, 15 Mei 2017.

79
Hasilnya pada tahun 2012 Pak Toha berinisiatif untuk

mengembangkan usahanya, Pak Toha pun membeli sebuah mobil pick

up untuk menunjang usahanya tersebut, dan dengan modal relasi

dengan teman beliau juga kini memiliki anak buah.

“Tehun 2012 saya mau ngembangin usaha, belilah mobil harga pas
itu dua puluh lima juta, ya sekedar buat operasional ngangkut
barang. Sekarang pagi saya berangkat buat nimbang hasil anak
buah, jam 9 saya pulang buat milah, satu anak buah saja saya bisa
niuneeirn‎200‎pehper‎300‎irbe.”81
Jam kerja Pak Toha kini pun berubah, tidak seperti saat ia

memulung, saat memulung Pak Toha akan berangkat pagi lalu pulang

sore hari, namun kini Pak Toha hanya berangkat pagi untuk

menimbang hasil anak buahnya lalu pulang ke rumah. Dalam

wawancara peneliti, kini beliau lebih sibuk memilah hasil dari anak

buah untuk dijual lagi di pabrik atau pengepul lain. Sampah yang

dipilah antara lain berjenis plastik dan beling. Dalam sehari

pengiriman Pak Toha mendapatkan untung sebesar Rp. 4.000.000

hingga Rp. 5.000.000.

Hal ini membuat Pak Toha sering menghabiskan waktu bersama

keluarga, beliau pun mengatakan kalau untuk makan bersama itu

sangat sering, bahkan saat memilah plastik beliau juga makan bersama

anak buahnya. Hal ini seperti penuturannya:

“Meten‎berasama disini mah sering banget, saya ya kalo lagi milah


plastik atau beling, pas makan siang, anak buah saya juga saya ajak

81
Wawancara Pribadi dengan Pak Toha pemulung dari Madura, Bekasi, 15 Mei 2017.

80
makan bareng, disini tuh antara bos sama anak buah emang akrab,
ngga kaya saya pas kerja di Cakung. Saya sering makan pakai
ayam, disini itu tinggal di gubug cuma sekedar tinggal, buat makan
pasti ada, saya juga orangnya suka milih, kalo ngga enak saya ngga
hee‎heten,‎henea‎tekeni‎peae‎pehpu‎bopun‎heten‎eaeh.”82
Pak Toha sangat memperhatikan hubungan antara bos dan anak

buah, beliau ingin akrab dengan setiap anak buahnya, menjalin relasi

dan berhubungan baik pada lingkungan sosialnya. Dalam segi pangan

pun Pak Toha juga memperhatikan tentang gizi, ini membuatnya

terhindar dari penyakit, dan juga menjaga tubuhnya untuk terus

beraktifitas.

Dalam tiga bulan terakhir Pak Toha merasa sehat, tidak ada

keluahan apapun, begitu juga keluarga. Namun jika ada dari anggota

keluarga yang sakit maka ia akan membawanya ke rumah sakit

terdekat. Hal ini seperti penuturan Pak Toha:

“Qeae‎krniien‎kr‎prnr‎ sehat-sehat aja, ngga sakit, kata orang-orang


di luar kan tinggal di sini banyak penyakit, buktinya saya ngga
pernah sakit, tiap hari aktifitas terus. Kalo dari keluarga yang sakit
saya bawa ke rumah sakit, pernah pas itu istri saya tengah malam
tiba-tiba petrk,‎peae‎bewe‎tu‎iehea‎petrk‎Taehirn.”83
Dari wawancara tersebut membuktikan bahwa Pak Toha sudah

berfikir rasional dalam menyembuhkan penyakit. Dalam kegiatan

masyarakat pun Pak Toha juga ikut ambil bagian dalam membantu

melaksanakan kegaiatan masyarakat. Hal ini seperti penuturannya:

“Iae,‎ peae‎ puirni‎ huhbenke,‎ tekeni‎ ten‎ eke‎ aeni‎ kekuni‎ tu‎
rumah, bawa proposal, buat kegiatan, kerja bakti, bangun mushola,

82
Wawancara Pribadi dengan Pak Toha pemulung dari Madura, Bekasi, 15 Mei 2017.
83
Wawancara Pribadi dengan Pak Toha pemulung dari Madura, Bekasi, 15 Mei 2017.

81
saya bantu yang saya bisa saja. Saya juga sibuk kerja, jadi jarang
bisa ikut kegiatan langsung.”84
Dari wawancara tersebut peneliti mencoba untuk mengobservasi

salah satu kegiatan masyarakat yang ada di RT 01 RW 05. Peneliti

melihat bagaimana proses pembangunan mushola dari hasil iuran

warganya.

Gambar 4. Pembangunan Mushola85

Sumber: Dokumentasi peneliti

Walau Pak Toha belum bisa sepenuhnya aktif berpartisipasi dalam

kegiatan, tapi ia tetap mencoba membantu untuk melancarkan kegiatan

masyarakat.

Dalam berpakaian sehari-hari, Pak Toha dan keluarga juga sudah

berbeda setiap kegiatannya. Hal ini seperti penuturan Pak Toha:

“Iae‎ buke-beda pastinya, kalo cuma kerja gini ya pakai kaos aja,
kalo mau jalan-jalan agak bagusan, kalo ke kondangan juga beda

84
Wawancara Pribadi dengan Pak Toha pemulung dari Madura, Bekasi, 15 Mei 2017.
85
Observasi pada pembangunan musholla pada tanggal 15 Mei 2017.

82
lagi. Iya pasti mas, itu udah kaya kewajiban. Apa lagi kalo mau
nubeien.”86
Dalam pengamatan peneliti Pak Toha kini tinggal pada sebuah

kontrakan yang terlihat seperti gubug, dengan kondisi dinding yang

hanya dari kayu, lantai yang bukan keramik dan juga ruangan di dalam

rumah sempit, membuat kontrakan ini tidak layak untuk di tempati.87

“Qehe‎ eue‎ pra‎ teno‎ kuhpat tinggal, dulu ya pas di Cakung ya


ngontrak, sekarang juga masih tinggal di gubug. Tapi ya mas,
disini tinggal di gubug itu cuma sekedar buat tinggal aja, orang
teno‎poen‎heten‎niie‎beten‎eke‎aeni‎tunepuien‎kr‎prnr.”88
Pak Toha belum memikirkan KB, sebab ia merasa bahwa dirinya

kini saja belum memiliki seorang anak. Hal ini seperti penuturan Pak

Toha:

“Eniie‎ hep,‎ peae‎ buneh‎ penae‎ enet‎ ueie.‎ Quhpuk‎ pra‎ aehpri‎
prnirn‎penae‎enet,‎kepr‎tuieieien.”89
Untuk memperoleh informasi dari luar pun Pak Toha

memperolehnya dari televisi juga handphone yang sudah terkoneksi

dengan internet. Hal ini berdasarkan pengamatan peneliti.90

c. Ibu Sukrisi

 Sebelum Proyek

Ibu Sukrisi merupakan salah seorang pemulung yang berasal dari

Jawa Tengah, tepatnya berasal dari Kota Demak. Lahir pada tahun

86
Wawancara Pribadi dengan Pak Toha pemulung dari Madura, Bekasi, 15 Mei 2017.
87
Pengamatan di rumah Pak Toha pada tanggal 15 Mei 2017.
88
Wawancara Pribadi dengan Pak Toha pemulung dari Madura, Bekasi, 15 Mei 2017.
89
Wawancara Pribadi dengan Pak Toha pemulung dari Madura, Bekasi, 15 Mei 2017.
90
Pengamatan di rumah Pak Toha pada tanggal 15 Mei 2017.

83
1966, kini usia Ibu Sukrisi menginjak 51 Tahun dan memiliki dua

anak. Ibu Sukrisi merupakan salah seorang perantau yang terkenal

sudah cukup lama di Bantargebang, Ibu Sukrisi sudah berada di

Bantargebang dan berprofesi sebagai pemulung sejak TPST mulai

berdiri. Seperti penuturuannya:

“Qeae‎keir‎Duhet‎hep,‎ekea‎huienkee‎keir‎nehe,‎pep‎TPQT‎krbete‎
saya udah disini, dulu mah masih banyak alang-alang, sampahnya
juga masih sampe sini-sini, sekarang kan udah rapi ya, rame juga,
niie‎teae‎kene‎pupr.”91

Namun sebelum Ibu Sukrisi menjadi pemulung di Bantargebang,

Ibu Sukrisi memulai perantauannya dengan menjadi pembantu. Ibu

Sukrisi merantau pada tahun 1982, beliau menjadi pembantu hingga

tahun 1989, dan memutuskan menjadi pemulung di Bantargebang

bersama suaminya. Hal ini seperti penuturan Ibu Sukrisi:

“Teaen‎82‎peae‎huienkee,‎puikehe‎peae‎uekr‎puhbenke‎kr‎Jakarta,
saya jadi pembantu sampai taun 89, terus habis itu pindah kesini
bareng suami.”92
Sebelum menjadi pemulung di Bantargebang, Ibu Sukrisi mengaku

bahwa ia dan suami hidup dengan keadaan yang kurang mencukupi,

berbeda seperti halnya sekarang.

“Dene‎hea‎peae‎niie‎tuprtrien‎peteren‎hep,‎aeni‎eke‎eue‎krpetu.‎
dulu mah tidur juga sekedar tidur mas, belum bisa saya beli rumah
punkrir‎teae‎irnr.”93

91
Wawancara Pribadi dengan Ibu Sukrisi pemulung dari Demak, Bekasi, 14 Mei 2017.
92
Wawancara Pribadi dengan Ibu Sukrisi pemulung dari Demak, Bekasi, 14 Mei 2017.
93
Wawancara Pribadi dengan Ibu Sukrisi pemulung dari Demak, Bekasi, 14 Mei 2017.

84
 Sesudah proyek

Pada tahun 1990an pemulung mulai berdatangan dari berbagai

daerah ke Bantargebang, Ibu Sukrisi pun mulai mengembangkan

usahanya dari pemulung menjadi pengepul, dengan coba-coba

membeli hasil orang yang habis nyari ditumpukan sampah, hingga

akhirnya beliau memiliki anak buah tetap. Hal ini seperti penuturan

Ibu Sukrisi:

“Qeae‎hener‎niupen‎rke‎ewennae‎rpuni‎bunr‎penae‎oieni,‎keen‎90en‎
itu mulai banyak yang dateng, dari situ saya mulai punya anak
buah, mereka dateng aja gitu ke saya, ya akhirnya setiap hasil
mereka nyari saya yang bayar, abis itu baru saya jual lagi ke pabrik
ekee‎tu‎punepet‎nern.”94
Pendapatan Ibu Sukrisi kini juga lebih baik dari pada menjadi

seorang pembantu. Hal ini seperti penuturan Ibu Sukrisi:

“Tuiienkeni‎ pra‎ teno‎ rke,‎ tekeni‎ peae‎ niuueen‎ pui‎ hrniie.‎ Keno‎
udah kekumpul baru saya kirim biar sekalian. Ada lah sehari 1 ton
mah buat beling. Kalo plastik paling setengahnya. Harganya juga
beda-beda, beling putih Rp 1.000/kg, beling warna Rp 850/kg,
bokon‎pnepkrt‎Rp‎5.000/ti.” 95
Dari hasil usahanya selama ini, Ibu Sukrisi telah membeli tanah

sendiri untuk dibangun rumah untuk Ibu Sukrisi tinggali bersama

keluarga dan juga untuk dibangun kontrakan. Namun pada tahun 2002

terjadi kebakaran di RT 01 RW 05, Rumah Ibu Sukrisi termasuk yang

terkena dampak. Hal ini seperti penuturan Ibu Sukrisi:

94
Wawancara Pribadi dengan Ibu Sukrisi pemulung dari Demak, Bekasi, 14 Mei 2017.
95
Wawancara Pribadi dengan Ibu Sukrisi pemulung dari Demak, Bekasi, 14 Mei 2017.

85
“Dene‎ putrkei‎ keen‎ 2002‎ puhpek‎ eke‎ tubeteien,‎ iehea‎ peae‎ ueie‎
ikut kebakar, abis itu bangun rumah lagi, dibenerin lagi
ieheanae.”96
Setelah merenovasi rumah yang Ibu Sukrisi tempati bersama

keluarga, Ibu Sukrisi juga menyediakan sebagian tanahnya untuk

dibangun gubug-gubug, nantinya gubug-gubug ini untuk anak buahnya

tinggal, gubug ini tidak dipungut biaya oleh Ibu Sukrisi, beliau merasa

senang bisa membantu, ini juga agar bisa menjalin relasi yang baik

dengan para anak buahnya.

“Ike‎enet‎beea‎peae‎peke‎krniien‎krpubunea‎iehea‎peae,‎brei‎iehe‎
gubug tapi ya saya senang bisa membantu mereka, kan mereka
juga punya keluarga, kadang kalo soal makan juga saya sering
nieuet‎heten‎beiuni,‎ten‎keir‎prke‎trke‎uekr‎kutuk‎pehe‎huiute.” 97
Ibu Sukrisi adalah seseorang yang giat dan tekun dalam bekerja,

seringkali beliau kerja sampai larut dan kurang waktu tidur. Ibu Sukrisi

berdalih bahwa dirinya kuat karena sering mengkonsumsi kopi, dalam

sehari Ibu Sukrisi bisa mengahabiskan 8 sachet kopi, ketika peneliti

melakukan wawancara pun Ibu Sukrisi juga sedang mengkonsumsi

kopi. Meski begitu beliau juga sangat menjaga pola makanya, daging,

ikan, telur dan sayuran pun menjadi menu sehari-hari keluarganya. Hal

ini seperti penuturan Ibu Sukrisi:

“Qeae‎ kea‎ tuiue‎ iet‎ tunen‎ wetke‎ hep,‎ tekeni‎ peae‎ tuiue‎ brpe‎
sampe jam 2 malem, begitu saya orangnya. Sekarang mau
ngandelin suami udah ngga bisa, suami saya sakit kolesterol, harus
sering ke rumah sakit buat ngecek. Tapi untungnya alhamdulillah
saya sehat terus. Saya sering minum kopi, sehari saya bisa abis
sampe 8 sachet, ngga bisa saya kalo ngga minum kopi. Kalo soal
96
Wawancara Pribadi dengan Ibu Sukrisi pemulung dari Demak, Bekasi, 14 Mei 2017.
97
Wawancara Pribadi dengan Ibu Sukrisi pemulung dari Demak, Bekasi, 14 Mei 2017.

86
makan sih kadang ikan, daging, sering lah, kan belakang rumah
tukang sayur, jadi belanja aja di situ, kalo daging ya di Pasar
Benkeiiubeni.” 98
Dari wawancara tersebut, wajar bila Ibu Sukrisi sangat gigih dalam

bekerja, kini sang suami sudah tidak bisa kerja terlalu lelah karena

kondisinya, beliau juga sering untuk check up ke rumah sakit.

Dalam pengamatan peneliti, Ibu Sukrisi masih sering menuju

tumpukan sampah untuk mencari barang-barang yang memiliki nilai

jual, namun itu dilakukan jika beliau tidak sedang merasa sibuk.99 Ibu

Sukrisi kini lebih sering di rumah untuk memilah hasil anak buah, juga

untuk menimbang para pemulung yang datang ke rumahnya untuk

menjual sampah-sampahnya.

Gambar 5. Hasil milah sampah Ibu Sukrisi100

Sumber: Dokumentasi Peneliti

98
Wawancara Pribadi dengan Ibu Sukrisi pemulung dari Demak, Bekasi, 14 Mei 2017.
99
Pengamatan di rumah Ibu Sukrisi pada tanggal 15 Juni 2017.
100
Observasi di rumah Ibu Sukrisi pada tanggal 15 Juni 2017.

87
Saat ini Ibu Sukrisi telah manambah penghasilanya dengan sewa

mobil milikinya, Ibu Sukrisi memiliki 2 mobil, yaitu mobil pick up dan

mini bus. Dua-duanya sering disewakan untuk menambah penghasilan

dan juga sebagai operasional Ibu Sukrisi sendiri.

Dalam berpakaian sehari-hari, Ibu Sukrisi dan keluarga sudah

membedakan pakaian harian dan juga pakaian untuk kegiatan tertentu.

Dalam setahun juga terdapat minimal satu stel baju untuk keluarga Ibu

Sukrisi.

“Iae‎ ienkr-ganti mas, saya apalagi aktif kalau lagi pemilu mas,
mobil saya dipakai buat kampanye, kemaren sempet nabrak
depannya. Itu ya harus rapih lah mas. Kalo pakaian baru tiap tahun
pra‎pepkr‎eke‎hep,‎epeneir‎teno‎hee‎nubeien.” 101
Ibu Sukrisi memiliki 2 orang anak, Ibu Sukrisi tidak mengikuti

program KB, Kini anaknya sudah ada yang menikah dan yang satu lagi

menginjak kelas 5 tingkat sekolah dasar.

Dalam partisipasi bermasyarakat, Ibu Sukrisi juga ikut membantu

dengan memberikan sumbangan, walau belum sepenuhnya aktif

berpartisipasi dalam kegiatan. Namun disisi lain Ibu Sukrisi sering

membantu para peneliti yang sedang meneliti di TPST Bantargebang

untuk meginap di rumahnya. Ibu Sukrisi sadar akan nilai agama, maka

dari itu beliau akan sangat senang membantu jika dirinya bisa untuk

membantu. Hal ini seperti penuturan Ibu Sukrisi:

101
Wawancara Pribadi dengan Ibu Sukrisi pemulung dari Demak, Bekasi, 14 Mei 2017.

88
“Qeaa ngga ikut program KB mas, Kalo soal kegiatan sih disini
ada, saya suka nyumbang kalo ada iuran-iuran, biar saya belum
bisa aktif banget, tapi ya saya juga pingin ngebantu. Disini suka
ada orang-orang dari mana aja yang suka neliti, saya suka tawarin
nginep di rumah saya aja kalo jauh rumahnya, ya tapi gitu tidurnya
ene‎tekeinae‎eue.”102
Namun di dalam keluarga, hanya Ibu Sukrisi saja yang belum bisa

membaca dan menulis, hal ini seperti penuturan Ibu Sukrisi:

“Qeae‎niie‎brpe‎beie‎hep,‎QD‎eue‎niie‎nenep‎peae‎kene.”103

Dalam memperoleh informasi dari luar pun Ibu Sukrisi

mendaptkannya dari televisi, hal ini seperti penuturan Ibu Sukrisi:

“Qeae‎pete‎nonkon‎TV,‎epeneir‎puteieni‎neir‎iehu‎poen‎eaot,‎peae‎
seneng ngikutinnya, hampir tiap hari saya liat berita jadinya.”104
d. Pak Atip

 Sebelum Proyek

Pak Atip lahir tahun 1977, beliau merupakan pemulung perantau

yang berasal dari Madura. Sebelum menjadi seorang pemulung beliau

bekerja sebagai buluh ayam. Hal ini seperti penuturan Pak Atip:

“Qeae‎ keir‎ Mekeie‎ hep.‎ Hebrp‎ kehek‎ QD awalnya saya kerja jadi
benea‎eaeh,‎beie‎ebrp‎rke‎heneni.”105
Sebelum menjadi seorang pemulung Pak Atip mengaku

kehidupannya tidak sebaik sekrang, hal ini seperti penuturan Pak Atip:

102
Wawancara Pribadi dengan Ibu Sukrisi pemulung dari Demak, Bekasi, 14 Mei 2017.
103
Wawancara Pribadi dengan Ibu Sukrisi pemulung dari Demak, Bekasi, 14 Mei 2017.
104
Wawancara Pribadi dengan Ibu Sukrisi pemulung dari Demak, Bekasi, 14 Mei 2017.
105
Wawancara Pribadi dengan Pak Atip pemulung dari Madura, Bekasi, 15 Mei 2017.

89
“Ya biasa aja kalau pakaian, wah dulu saya belum mikirin harus
ada pakaian baru. Dulu saya belum bisa tinggal kayak sekarang,
alhamdulillah sekarang sudah punya rumah sendiri.”106

 Sesudah Proyek

Pak Atip merantau tahun 1993, saat itu Pak Atip diajak oleh

pamannya ke Bantargebang, disitu pertama kali Pak Atip mulai

mulung. Pak Atip mencari sampah jenis emberan untuk dijual ke

pamannya yang berprofesi sebagai pengepul. Hal ini seperti penuturan

Pak Atip:

“Dene‎ puikehe‎ kreuet‎ pehen,‎ pep‎ rke‎ keaen‎ 93,‎ neheaen‎ aeprnnae‎
pas mulung, rokok jaman dulu masih dua ribu, yang namanya nasi
uduk itu cepe, ada yang seratus jigo. Sampah yang diambil
emberan, pas itu plastik masih murah, terus kalo jaman dulu pas
mungut yang nyari plastik itu grupnya orang Semarang.
Ehbuienae‎peae‎ueen‎tu‎Pehen.”107
Selama enam tahun mulung Pak Atip terus belajar bagaimana bisa

mengembangkan usaha di Bantargebang, beliau melihat pamannya

bekerja, bergaul dengan siapapun, dan juga menabung untuk modal

usaha. Pada tahun 1999 Pak Atip mulai usahanya dengan menjual

rongsokan, besi-besi.

“Awen‎hener‎epeae‎keieni‎rke‎keaen‎99,‎puikehe‎rke‎ueennae‎bupr-
besi, rongsokan awalnya. Terus berhubung waktu itu rongsokan
harganya mahal barangnya ngga ada alih profesi jadi plastik,
karena plastik bahan bakunya banyak, juga daur ulang mayoritas
plastit.”108

106
Wawancara Pribadi dengan Pak Atip pemulung dari Madura, Bekasi, 15 Mei 2017.
107
Wawancara Pribadi dengan Pak Atip pemulung dari Madura, Bekasi, 15 Mei 2017.
108
Wawancara Pribadi dengan Pak Atip pemulung dari Madura, Bekasi, 15 Mei 2017.

90
Menurut Pak Atip usaha itu yang terpenting adalah giat, jujur,

sama mau bergaul. Karena menurut Pak Atip usahanya bisa

berkembang adalah karena punya kenalan, dari kenalan tersebut Pak

Atip mendapatkan info untuk mengembangkan usahanya.

Kini usahanya Pak Atip semakin berkembang, dalam sehari Pak

Atip bisa mengirim barang dua hingga tujuh truk, dalam satu truk

berisi 4 ton, Pak Atip kini fokus pada penjualan plastik, harga plastik

perkilo Rp. 2.500 hingga Rp. 3.500, jadi dalam sehari omset yang

didapat Pak Atip dari hasil pengiriman satu truk mencapai Rp.

10.000.000 – Rp. 14.000.00.

Dari hasil usahanya, Pak Atip bisa membangun rumah untuk

ditinggali bersama keluarga, membeli tanah untuk dijadikan lapak

beliau bekerja, juga membeli empat truk untuk operasional usaha Pak

Atip. Pak Atip memiliki tiga orang anak, yang pertama sudah duduk di

bangku SMA, yang kedua berumur 5 tahun dan yang ketiga berumur 3

tahun.

Dalam menjaga kesehatan, Pak Atip sering berolahraga, beliau

masih menyempatkan berolahraga setiap minggunya. Dalam tiga bulan

terakhir Pak Atip pun tidak memiliki keluahan dalam kesehatannya.

Hal ini seperti penuturan Pak Atip:

“Qeae‎ hasih nyempetin olahraga pagi, makan juga harus yang


bener, kalo waktunya makan siang, saya sering pulang, biasanya ya
sayur, daging, ikan, telur, tergantung yang belanja sih ya hehe. Ya

91
sehat kan bagaimana sama diri kita yang mau ngejaga. Tapi kalo
emang sakit, biasanya anak yaa saya bawa ke klinik atau rumah
sakit thamrin.”109
Dari wawancara diatas, Pak Atip masih menyempatkan makan

bersama keluarga di rumah, juga pola makannya pun terjaga. Ini

membuktikan bahwa Pak Atip sadar akan pentingnya kesehatan. Juga

ketika di dalam keluarga terdapat yang sakit, maka beliau akan

membawanya ke klinik atau rumah sakit terdekat.

Dalam berpakaian, Pak Atip dan keluarga sudah menyesuaikan

dengan aktifitasnya, selalu ada baju baru setiap tahun untuk keluarga.

Hal ini seperti penuturan Pak Atip:

“Ye‎teno‎enet‎ten‎prnirnnya punya baju baru, jadi biasanya kalo


hee‎nubeien‎bunr‎beek‎tuneeiie.‎Beek‎pukrep‎tuireken‎ueie‎buke.” 110
Dalam hal memiliki anak, Pak Atip tidak mengikuti program KB.

Pak Atip juga ikut berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat, dan ikut

memberikan iuran kegiatan masyarakat. Seperti penuturan Pak Atip:

“Keno‎kr‎nrnitenien‎neir‎hee‎eke‎tuireken,‎teae‎benien‎hepaonne,‎
kerja bakti, atau yang lain, saya ikut nyumbang buat kegiatan itu.
Atau kalau ada kegiatan hari besar saya ikut.”111
Dalam mendapatkan informasi dari luar, Pak Atip mendapatkannya

dari televisi. Dalam pengamatan peneliti pun Pak Atip memiliki

109
Wawancara Pribadi dengan Pak Atip pemulung dari Madura, Bekasi, 15 Mei 2017.
110
Wawancara Pribadi dengan Pak Atip pemulung dari Madura, Bekasi, 15 Mei 2017.
111
Wawancara Pribadi dengan Pak Atip pemulung dari Madura, Bekasi, 15 Mei 2017.

92
handphone yang terkoneksi dengan internet, jadi Pak Atip juga bisa

mendapatkan informasi melalui internet.112

B. Analisis Data

Hasil temuan diatas merupakan proses penelitian lapangan yang telah

dilakukan peneliti selama kurun waktu Mei 2017-Agustus 2017 dengan

pemenuhan persyaratan administrasi penelitian dan pengurusan surat izin

penelitian. Dan penelitian ini mengunakan metode kualitatif, tentang seberapa

besar dampak keberadaan TPST Bantargebang dalam peningkatan kesejahteraan

keluarga.

Analisis yang dilakukan peneliti adalah untuk menggali tingkat kesejahteraan

keluarga pemulung perantau di RT 01 RW 05 Kelurahan Ciketingudik

Bantargebang. Analisis ini dilakukan untuk mencari tahu dan menjadi alat ukur

dampak langsung dari TPST Bantargebang kepada para pemulung perantau yang

tinggal di RT 01 RW 05 dengan mengetahui kehidupan dari sebelum menjadi

pemulung dan sesudah menjadi pemulung di TPST Bantargebang.

Merujuk pada teori Irwan (2015) mengenai dampak, dampak merupakan suatu

akibat atau pengaruh yang dapat menyebabkan perubahan dari suatu kegiatan atau

program dengan mengakibatkan perubahan positif maupun negatif. Seperti halnya

TPST Bantargebang yang membawa dampak tersendiri bagi para pemulung yang

berada di RT 01 RW 05, yang merupakan lokasi dimana peneliti melakukan

penelitian. Untuk mengetahui hal tersebut peneliti menggunakan indikator

112
Pengamatan di tempat kerja Pak Atip pada tanggal 15 Mei 2017.

93
dampak agar dapat mengukur dampak dari TPST Bantargebang dengan

membandingkan antara keadaan keluarga pemulung sebelum proyek (TPST) dan

keadaan keluarga pemulung sesudah proyek (TPST).113

1. 4.1 Gambaran Kesejahteraan Keluarga Pemulung Perantau Sebelum Proyek

No Indikator Tarwenda Toha Sukrisi Atip

1 Keluarga makan dua kali Ya Ya Ya Ya

sehari atau lebih.

2 Anggota keluarga Ya Ya Ya Ya

memiliki pakaian yang

berbeda untuk di rumah,

bekerja/sekolah dan

berpergian.

3 Rumah yang ditempati Tidak Tidak Tidak Tidak

keluarga mempunyai atap,

lantai, dinding yang baik.

4 Bila ada anggota keluarga Ya Ya Ya Ya

sakit dibawa ke sarana

kesehatan.

5 Bila pasangan subur ingin Ya Tidak Tidak Tidak

113
Bab II halaman 20.

94
be KB pergi ke sarana

pelayanan kontrasepsi.

6 Semua anak umur 7-15 Tidak Tidak Tidak Tidak

tahun dalam keluarga

bersekolah.

a. Pak Tarwenda

Sebelum berganti profesi menjadi seorang pemulung di Bantargebang

Pak Tarwenda masuk dalam klasifikasi kesejahteraan tingkat pra sejahtera.

Pak Tarwenda merupakan seorang pemulung perantau yang berasal dari

Indramayu. Sebelum menjadi pemulung Pak Tarwenda berprofesi sebagai

buruh tani, keseharian Pak Tarwenda adalah menggarap sawah di lahan

milik orang lain.

Pak Tarwenda memiliki dua orang anak, sebelum berprofesi menjadi

pemulung di Bantargebang, Pak Tarwenda tidak bisa memberikan

pendidikan yang cukup untuk anak pertamanya. Kini anak pertama Pak

Tarwenda sudah menikah dan menggeluti profesi yang sama dengan Pak

Tarwenda.

Ketika hanya menjadi seorang buruh tani, Pak Tarwenda pun merasa

hasil dari kerjanya belum bisa memenuhi kebutuhan hidup dirinya dan

keluarganya. Pak Tarwenda mendapatkan upah setiap panen, dan itu

95
memakan waktu paling tidak tiga bulan. Setiap panen Pak Tarwenda

hanya mendapat hasil sekitar satu jutaan. Dengan motivasi tinggi ingin

merubah keadaan, Pak Tarwenda mengikuti jejak kakaknya yang sudah

lebih dulu merantau ke Bantargebang.

b. Pak Toha

Sebelum berganti profesi menjadi seorang pemulung di Bantargebang

Pak Toha masuk dalam klasifikasi kesejahteraan tingkat pra sejahtera. Pak

Toha merupakan pemulung perantau yang berasal dari Madura. Sebelum

menjadi seorang pemulung, Pak Toha bekerja sebagai buruh di daerah

Cakung. Pak Toha bekerja memilah plastik limbah dari sebuah pabrik.

Saat bekerja sebagai buruh, hasil yang didapat tidak cukup untuk

membiayai hidupnya dan keluarganya. Bekerja di sana pun penuh dengan

tekanan dari bosnya, Pak Toha seringkali dimarahi oleh bosnya, membuat

Pak Toha berfikir untuk berhenti menjadi buruh. Pada akhirnya Pak Toha

memutuskan untuk ikut kakaknya bekerja sebagai pemulung di TPST

Bantargebang.

c. Ibu Sukrisi

Sebelum berganti profesi menjadi seorang pemulung di Bantargebang

Ibu Sukrisi masuk dalam klasifikasi kesejahteraan tingkat pra sejahtera.

Ibu Sukrisi merupakan pemulung perantau yang berasal dari Demak.

Sebelum menjadi seorang pemulung, Ibu Sukrisi bekerja sebagai

pembantu rumah tangga. Ibu Sukrisi menggeluti pekerjaannya sebagai

96
pembantu rumah tangga selama 7 tahun. Saat menjadi pembantu rumah

tangga Ibu Sukrisi dan suami hidup apa adanya, tidak memikirkan pakaian

dan tempat tinggal yang layak. Setelah itu barulah Ibu Sukrisi mulai

berganti profesi bersama suaminya sebagai pemulung di TPST

Bantargebang.

Namun kini suami Ibu Sukrisi sudah tidak mampu untuk bekerja keras,

fisiknya mulai melemah dengan penyakit kolesterol yang dideritanya.

Maka semenjak itu Ibu Sukrisi menjelma sebagai tulang punggung

keluarga dengan mengurus usahanya yang dibangun bersama suaminya

sejak awal.

d. Pak Atip

Sebelum berganti profesi menjadi seorang pemulung di Bantargebang

Pak Atip masuk dalam klasifikasi kesejahteraan tingkat pra sejahtera. Pak

Atip merupakan pemulung perantau yang berasal dari Madura. Sejak Pak

Atip lulus SD Pak Atip tidak melanjutkan pendidikan karena biaya. Dari

situ Pak Atip mulai bekerja sebagai buluh ayam di kampungnya. Dengan

pekerjaan yang tidak tetap dan penghasilan yang tidak seberapa, Pak Atip

pun menuruti ajakan pamannya untuk ikut merantau ke Bantargebang.

2. Dampak Kesejahteraan Keluarga Pemulung Perantau Sesudah Proyek

Merujuk pada teori Departemen Sosial RI mengenai kesejahteraan

keluarga, kesejahteraan keluarga adalah suatu kondisi dinamis keluarga

dimana terpenuhi kebutuhan fisik, materil, mental, spiritual dan sosial, yang

97
memungkinkan keluarga dapat hidup wajar sesuai dengan lingkungannya serta

memungkinkan anak-anak tumbuh kembang dan memperoleh perlindungan

yang diperlukan untuk membentuk sikap mental dan kepribadian yang mantap

dan matang sebagai sumber daya manusia yang berkualitas.114

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa keluarga sejahtera

merupakan kondisi terpenuhinya kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder

dalam kehidupan suatu keluarga dalam masyarakat. Kesejahteraan keluarga

merupakan suatu upaya untuk membantu keluarga dalam memenuhi

kebutuhan dasar, sosial, jasmani dan rohani supaya bisa mencapai

kesejahteraan.

Merujuk pada indikator BKKBN, peneliti menggunakan indikator

kesejahteraan yang terbagi kedalam Tahapan Keluarga:

1) Pra Sejahtera (KPS)

Yaitu keluarga yang tidak memenuhi salah satu dari 6 (enam)

inkrtekoi‎Kuneeiie‎Quueakuie‎I‎(KQ‎I)‎ekee‎rnkrtekoi‎”tubekeaen

kepei‎tuneeiie”‎(bepri‎nuukp).

2) Tahapan Keluarga Sejahtera I (KS I)

Yaitu keluarga mampu memenuhi 6 (enam) indikator tahapan

KS I, tetapi tidak memenuhi salah satu dari 8 (delapan)

indikator Kuneeiie‎ Quueakuie‎ II‎ ekee‎ rnkrtekoi‎ ”tubekeaen‎

pprtonoirp” (psychological needs) keluarga.

114
BAB II halaman 38.

98
3) Tahapan Keluarga Sejahtera II

Yaitu keluarga yang mampu memenuhi 6 (enam) indikator

tahapan KS I dan 8 (delapan) indikator KS II, tetapi tidak

memenuhi salah satu dari 5 (lima) indikator Keluarga Sejahtera

III (KS III), ekee‎ rnkrtekoi‎ ”tubekeaen‎ puniuhbenien”‎

(develomental needs) dari keluarga.

4) Tahapan Keluarga Sejahtera III

Yaitu keluarga yang mampu memenuhi 6 (enam) indikator

tahapan KS I, 8 (delapan) indikator KS II, dan 5 (lima)

indikator KS III, tetapi tidak memenuhi salah satu dari 2 (dua)

indikator Keluarga Sejahtera III Plus (KS III Plus) atau

rnkrtekoi‎”etkeenrpepr‎krir”‎(puna esteem) keluarga.

5) Tahapan Keluarga Sejahtera III Plus

Yaitu keluarga yang mampu memenuhi keseluruhan dari 6

(enam) indikator tahapan KS I, 8 (delapan) indikator KS II, 5

(lima) indikator KS III, serta 2 (dua) indikator tahapan KS III

Plus.115

1) Penghasilan Pemulung

a. Pak Tarwenda

Dalam sehari Pak Tarwenda dapat membawa pulang

sampah sebanyak satu kwintal hingga dua kwintal. Sampah yang

dibawa berupa plastik dan beling. Nilai jual dari sampah Pak

115
BAB II halaman 39.

99
Tarwenda perkilonya seharga Rp 800. Dalam pendistribusian hasil

Pak Tarwenda menjualnya tidak dengan dipilah, maka dari itu

harga yang ditawarkan pengepul pun cukup kecil. Dalam sehari

Pak Tarwenda dapat meraup hasil sebesar Rp 150.000 hingga Rp

200.000.

b. Pak Toha

Pak Toha merupakan pemulung yang sedang merintis

menjadi seorang pengepul. Pak Toha menjadi pemulung sejak

tahun 2006 hingga tahun 2012. Saat masih menjadi pemulung Pak

Toha bisa mendapatkan hasil dalam sehari sebesar Rp 200.000.

Namun semenjak tahun 2012 Pak Toha mencoba merintis di dunia

dagang. Beliau tak hanya ingin terus menjadi seorang pemulung,

maka dari itu hasil yang didapat dari mulung beliau gunakan untuk

mengembangkan usahanya, kini Pak Toha lebih sering memilah

sampah hasil dari anak buahnya, dalam sehari pengiriman sampah,

kini Pak Toha bisa meraup hasil Rp 4.000.000 hingga Rp

5.000.000.

c. Ibu Sukrisi

Ibu Sukrisi merupakan pemulung yang sudah lama berada

di Bantargebang. Ibu Sukrisi sudah menjadi pemulung sejak tahun

1989. ketika itu Ibu Sukrisi mengatakan bahwa pendapatan

seharinya cukup lumayan dari pada menjadi pembantu rumah

100
tangga. Kemudian pada tahun 1990an Ibu Sukrisi mencoba

mengembangkan usahanya untuk menjadi seorang pengepul, dari

sana pendapatan Ibu Sukrisi pun meningkat, tidak hanya dari hasil

beliau mencari sampah di TPST, namun juga dari anak buahnya.

Harga beling yang akan dijual Ibu Sukrisi: beling putih Rp

1.000/kg, beling warna Rp 850/kg, botol plastik Rp 5.000/kg.

Dalam sehari Ibu Sukrisi dapat menjual sekitar 1 ton beling, dan

setengah ton plastik. Saat ini, usaha Ibu Sukrisi bertambah dari

hasil sewa mobil miliknya juga dari kontrakan yang Ibu Sukrisi

kelola. Dari bertambahnya usaha, penghasilan Ibu Sukrisi juga

meningkat.

d. Pak Atip

Pak Atip menjadi seorang pemulung sejak tahun 1993

hingga 1999. Pada saat itu ia mengatakan menjadi seorang

pemulung penghasilannya cukup lumayan, dengan harga-harga

kebutuhan sehari-hari yang masih sangat murah saat itu.

Namun seiring berjalan waktu Pak Atip mengembangkan

usaha untuk menjadi seorang pengepul. Pertama Pak Atip menjual

rongsokan, lalu saat barang menipis dan nilai jualnya juga mahal,

Pak Atip beralih ke plastik. Kini dalam sehari Pak Atip bisa

mengirim 2 hingga 7 truk, dalam satu truk bermuatan 7 ton sampah

plastik dengan nilai jual perkilonya Rp. 2.500 hingga Rp. 3.500,

101
jadi dalam sehari omset yang didapat Pak Atip dari hasil

pengiriman satu truk mencapai Rp. 10.000.000 – Rp. 14.000.00.

Merujuk pada teori Alex S mengenai sampah anorganik,

sampah anorganik yaitu sisa material sintetis misalnya plastik,

kertas, logam, kaca, keramik dan sebagainya. 116 Menurut hasil

penelitian diatas menggambarkan penghasilan pemulung dalam

sehari. Penghasilan dalam kisaran sebab hasil yang didapat

tergantung bagaimana semangat dalam mencarinya. Jenis sampah

yang dicari oleh pemulung adalah jenis sampah anorganik, yaitu

sampah plastik dan beling.

Melihat penghasilan pemulung yang cukup baik, dan untuk

memenuhi kebutuhan hidup akan pangan, sandang, papan,

kesehatan, pendidikan, dan sosial memerlukan biaya, maka dapat

dimaknai bahwa keberhasilan pemulung tersebut dapat

memperbaiki kesejahteraan keluarga pemulung.

Untuk mengetahui kondisi kesejahteraan keluarga

pemulung, akan digambarkan dengan tingkat pemenuhan

kebutuhan hidupnya meliputi pangan, sandang, papan, pendidikan,

kesehatan, dan sosialnya. Selanjutnya akan diuraikan tentang

pemenuhan kebutuhan pangan dari keluarga pemulung pada Tabel

4.1 dibawah ini.

116
BAB II halaman 30.

102
2) Tabel 4.2 Tingkat pemenuhan kebutuhan pangan pemulung.

No Indikator Tarwenda Toha Sukrisi Atip

1. Makan dengan Ya Ya Ya Ya

daging/ikan/telur

sekali dalam

seminggu (tidak

untuk vegetarian)

2. Makan dua kali atau Ya Ya Ya Ya

lebih, jenis makanan

pokok sesuai

domisili.

a. Pak Tarwenda

Pada pemenuhan kebutuhan pangan sehari-hari keluarga

Pak Tarwenda makan nasi sehari tiga kali dengan sering lauk ikan,

keluarga Pak Tarwenda menyukai ikan. Keluarga Pak Tarwenda

juga sering untuk makan bersama keluarga, setiap hari Pak

Tarwenda dan keluarga makan bersama, kecuali dengan anak

pertama yang sudah menikah.

b. Pak Toha

Pada pemenuhan pangan sehari-hari keluarga Pak Toha

makan nasi tiga kali sehari dengan lauk yang beragam, kadang

ayam, ikan. Pak Toha juga sering makan dengan keluarga, bahkan

103
tidak hanya dengan keluarga, dengan anak buahnya pun ketika

sedang kerja memilah sampah, diajak untuk makan bersama Pak

Toha.

c. Ibu Sukrisi

Dalam pemenuhan kebutuhan pangan sehari-hari Ibu

Sukrisi mengkonsumsi nasi dengan lauk pauk dan sayuran. Untuk

makan daging, ikan, dalam seminggu selalu ada. Dalam

pemenuhan makan bersama keluarga, Ibu Sukrisi sering makan

bersama dengan keluarga, tidak hanya itu, makan bersama dengan

anak buahnya pun Ibu Sukrisi sering lakukan, sebab tempat tinggal

anak buahnya berada di dalam tanah Ibu Sukrisi, tepat

bersebelahan dengan rumah Ibu Sukrisi.

d. Pak Atip

Dalam pemenuhan kebutuhan pangan sehari-hari Pak Atip

mengkonsumsi nasi dengan lauk pauk dan sayuran. Untuk

mengkonsumsi ikan, daging, telur dalam seminggu selalu ada.

Menu selalu berganti sesuai sang istri memasak. Dalam

pemenuhan makan bersama dengan keluarga Pak Atip sering

melakukannya, bahkan ketika kerja, Pak Atip masih

menyempatkan diri untuk pulang ke rumah ketika waktunya makan

siang.

104
Berdasarkan data Tabel 4.2 diatas menunjukan bahwa

tingkat pemenuhan kebutuhan pangan keluarga pemulung sudah

memenuhi kebutuhan pangan yang baik. Mereka sudah mampu

menyediakan makan sehari 3 kali dengan makanan yang bergizi,

baik menggunakan lauk dari protein hewani seperti daging ayam,

telur, ikan, sapi, maupun protein nabati seperti sayuran. Hal

tersebut dimungkinkan karena keluarga mempunyai penghasilan

yang cukup tinggi dari hasil pekerjaan.

Selain itu mereka juga sering menyediakan waktu untuk

makan bersama keluarga. Dengan mereka yang sudah tinggal dan

menetap di Bantargebang membuat hal ini sering dilakukan,

bahkan tak jarang juga mereka yang sudah menjadi bos pemulung

makan bersama dengan para anak buahnya.

Jadi, kondisi pemenuhan kebutuhan pangan yang baik dari

keluarga pemulung menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan

keluarganya juga baik. Selanjutnya akan diuraikan tentang tingkat

pemenuhan kebutuhan sandang dari keluarga pemulung pada tabel

4.3 dibawah ini.

3) Tabel 4.3 Tingkat pemenuhan kebutuhan sandang.

No Indikator Tarwenda Toha Sukrisi Atip

1. Memperoleh pakaian Ya Ya Ya Ya

baru minimal 1 stel

105
dalam setahun.

2. Pakaian berbeda Ya Ya Ya Ya

sesuai dengan

kebutuhan dan

kegiatan.

a. Pak Tarwenda

Dalam pemenuhan sandang, dalam setahun Pak Tarwenda

dan keluarga selalu membeli pakaian baru. Terutama untuk

anaknya, moment lebaran adalah moment untuk Pak Tarwenda dan

keluarga membeli pakaian baru. Dalam penggunaan pakaian

sehari-hari pun berbeda, ketika mulung Pak Tarwenda memakai

kaos biasa, namun ketika datang ke acara tertentu Pak Tarwenda

meyesuaikanya.

b. Pak Toha

Dalam pemenuhan sandang, dalam setahun selalu ada

pakaian baru untuk Pak Toha dan keluarga, baginya itu seperti

kewajiban. Pakaian untuk sehari-hari dan kegiatan tertentu juga

Pak Toha menyesuaikannya.

c. Ibu Sukrisi

Dalam pemenuhan sandang, selalu ada pakaian baru untuk

Ibu Sukrisi dan keluarga. Moment lebaran menjadi moment bagi

Ibu Sukrisi dan keluarga membeli pakaian baru. Di samping itu

106
juga Ibu Sukrisi menyesuaikan memakai pakaian sehari-hari

dengan kegiatan tertentu.

d. Pak Atip

Dalam pemenuhan sandang, Pak Atip dan keluarga selalu

membeli pakaian baru, terutama untuk ketiga anaknya. Dalam

pemakaian baju sehari-hari dan kegiatan tertentu juga Pak Atip

perhatikan dan sesuaikan.

Berdasarkan data pada Tabel 4.3 di atas, dapat dimaknai

bahwa pemulung dapat memenuhi kebutuhan sandang dengan

sangat baik, mereka sudah mampu berpakaian sesuai dengan

kebutuhannya, seperti pakaian harian, pakaian ibadah, dan pakaian

untuk menghadiri acara formal. Hal ini menunjukkan bahwa

tingkat kesejahteraan pemulung sudah baik dan termasuk keluarga

yang terpandang di masyarakat. Momen hari raya lebaran menjadi

momen yang tepat untuk mendapatkan atau membeli pakaian baru

setiap tahunnya. Selanjutnya akan dikemukakan kondisi rumah

tempat tinggal keluarga pemulung seperti pada Tabel 4.4, sebagai

berikut:

107
4) Tabel 4.4 Tingkat pemenuhan kebutuhan papan.

No Indikator Tarwenda Toha Sukrisi Atip

1. Luas lantai 8 meter² Tidak Tidak Ya Ya

untuk setiap

penghuni rumah.

2. Mempunyai atap, Tidak Tidak Ya Ya

dinding dan lantai

yang baik sesuai

dengan perlindungan

dan kesehatan.

a. Pak Tarwenda

Dalam observasi dan wawancara yang telah dilakukan oleh

peneliti, Pak Tarwenda kini tinggal pada sebuah kontrakan di

Bantargebang, kontrakan ini berukuran kurang dari 8 meter²,

dengan kondisi yang kurang baik. Lantai yang bukan dari keramik,

dinding yang didominasi oleh bahan kayu, atap yang terlihat

rentan. Dalam sebulan Pak Tarwenda mengeluarkan biaya Rp

250.000 untuk kontrakan.

Namun Pak Tarwenda mengaku tinggal di Bantargebang

hanya untuk sementara. Kini hasil Pak Tarwenda bekerja

digunakan untuk membangun rumah di kampung halamannya.

108
b. Pak Toha

Dalam observasi dan wawancara yang telah dilakukan

peneliti, Pak Toha kini tinggal di sebuah kontrakan yang terbilang

kurang layak. Dengan dinding yang didominasi bahan kayu, atap

yang rentan, juga lantai yang belum keramik.

Namun Pak Toha mengatakan, dirinya sangat ingin

memiliki rumah sendiri, namun dananya kini difokuskan untuk

mengembangkan usahanya terlebih dahulu. Jika pun sudah

memiliki dana, ia ingin membangun rumah di kampung

halamannya.

c. Ibu Sukrisi

Dalam observasi dan wawancara yang telah dilakukan

peneliti, Ibu Sukrisi kini sudah tinggal di tanah milik sendiri di

Bantargebang. Kondisi rumahnya pun cukup baik dengan tembok

yang sudah permanen, atap yang kokoh, dan juga lantai yang sudah

dikeramik.

d. Pak Atip

Dalam observasi dan wawancara yang telah dilakukan

peneliti, kini Pak Atip sudah memiliki rumah sendiri di

Bantargebang. Dengan luas yang lebih dari 8 meter², dan bangunan

yang sangat layak untuk dihuni. Tembok yang permanen, atap

yang kokoh dan juga seluruh lantai yang sudah dikeramik.

109
Berdasarkan pada tabel 4.4 di atas, terlihat bahwa dari

informan yang peneliti teliti setengahnya sudah memiliki tempat

tinggal yang baik, yaitu sudah permanen dan memenuhi unsur

kebersihan dan kesehatan. Hal ini didasari karena mereka sudah

memiliki tanah dan bangunan sendiri, dan bagi para pemulung

yang belum memiliki tempat tinggal yang memenuhi kriteria

kebersihan dan kesehatan, itu karena mereka tinggal pada sebuah

kontrakan yang dikelola oleh warga asli setempat. Gubug-gubug

yang biasa terlihat adalah merupakan kontrakan yang disewakan,

bukan bangunan liar yang para pemulung buat sendiri.

Dalam sebulan para pemulung yang mengontrak dikenakan

biaya sebesar Rp 250.000, itu juga tergantung mereka mengontrak

dengan kriteria kondisi bangunan, sebab harga yang lebih mahal

pun juga tersedia, namun dengan kondisi yang lebih bagus dan

juga terawat.

Para pemulung yang mengontrak pun sejatinya memiliki

rumah di kampung halamannya. Seperti halnya Pak Tarwenda

yang berasal dari Indramayu, beliau mengatakan bahwasannya

tinggal di kawasan Bantargebang hanyalah sementara, Pak

Tarwenda dan keluarga sering pulang mengunjungi rumah jika

sekiranya dana sudah terkumpul. Dan menurut penuturannya,

rumah yang Pak Tarwenda miliki di kampung sudah permanen,

dengan ubin keramik, dan tanah sendiri. Kesadaran menikmati hari

110
tua adalah alasan mengapa ia lebih memilih membangun rumah di

kampung daripada membangun rumah di kawasan Bantargebang.

Jadi kondisi rumah yang memenuhi unsur kebersihan,

kesehatan, dan keindahan menunjukkan bahwa kesejahteraan

keluarga pemulung termasuk kategori baik.

Salah satu indikator kesejahteraan sosial yang dapat

mengukur miskin dan tidak miskinnya suatu rumah tangga dapat

dilihat dari kepemilikan, kualitas dan bahan baku rumah. Gambaran

umum kondisi kehidupan pemulung dapat dilihat dari fakta-fakta

fisik rumah berupa kualitas rumah, kepemilikan rumah dan perabot

rumah tangga. Gambaran upaya menjaga kesehatan pemulung pada

tabel 4.5

5) Tabel 4.5 Upaya mengatasi kesehatan keluarga.

No Indikator Tarwenda Toha Sukrisi Atip

1. 3 bulan terakhir Ya Ya Ya Ya

dalam keadaan sehat

dan tidak kehilangan

fungsinya

2. Jika ada yang sakit Ya Ya Ya Ya

dibawa ke sarana

kesehatan

111
a. Pak Tarwenda

Dalam tiga bulan Pak Tarwenda dan keluarga dalam

keadaan sehat dan tidak kehilangan fungsinya. Upaya yang

dilakukan keluarga Pak Tarwenda hanyalah makan yang teratur,

dan terus beraktifitas agar badan selalu sehat. Jika terdapat yang

sakit di keluarga, maka Pak Tarwenda akan membawanya ke

puskesmas atau rumah sakit terdekat.

b. Pak Toha

Dalam tiga bulan terakhir Pak Toha dan keluarga baik-baik

saja, dalam wawancara peneliti, Pak Toha mengatakan bahwa

tinggal di kawasan TPST tidaklah seburuk yang dikatakan media.

Ia merasa baik-baik saja tanpa pernah terkena penyakit yang serius.

Namun jika ia atau keluarga ada yang sakit, maka Pak Toha akan

membawa ke rumah sakit terdekat.

c. Ibu Sukrisi

Dalam tiga bulan terakhir Ibu Sukrisi tidak mengalami

gangguan kesehatan, uapaya yang dilakukannya hanyalah sering

beraktifitas agar keluar keringat. Dan jika didalam keluarga ada

yang sakit maka Ibu Sukrisi akan membawanya ke rumah sakit

terdekat.

Seperti halnya suami Ibu Sukrisi yang mengidap kolesterol

tinggi. Ibu Sukrisi akan membawa suaminya ke rumah sakit untuk

check up.

112
d. Pak Atip

Dalam upaya Pak Atip menjaga kesehatannya ialah dengan

meluangkan waktu seminggu sekali untuk berolahraga pagi. Juga

beraktifitas agar keluar keringat. Dalam tiga bulan terakhir, Pak

Atip merasa baik-baik saja tanpa ada gangguan kesehatan. Namun

jika memang teradapat yang sakit di dalam keluarga, maka Pak

Atip akan membawanya ke klinik atau rumah sakit terdekat.

Berdasarkan pada data tabel 4.4 di atas, dapat diketahui

bahwasannya para pemulung meski harus bekerja pada tumpukan

sampah, namun mereka masih memperhatikan kesehatannya.

Sebagaimana di dalam tabel, dalam 3 bulan terakhir mereka dalam

keadaan sehat, dan jika ada yang sakit di dalam keluarga mereka

akan membawanya ke rumah sakit.

Seperti halnya Ibu Sukrisi, Ibu Sukrisi memiliki seorang

suami yang dalam beberapa kurun waktu terakhir mengalami

penurunan kondisi fisik, Ibu Sukrisi sering membawa suami ke

rumah sakit untuk pengecekan, menurut penturan Ibu Sukrisi, sang

suami mengidap kolesterol yang tinggi, yang membuat kini sang

suami tidak terlalu melakukan kegiatan yang berat.

Dalam hal ini menunjukan bahwa keluarga pemulung sudah

memperhatikan masalah kesehatan dan berpikir secara rasional

113
dalam mengatasi penyakit. Kondisi tersebut juga menunjukkan

tingkat kesejateraan keluarga pemulung yang baik pula.

6) Tabel 4.6 Keluarga berencana.

No Indikator Tarwenda Toha Sukrisi Atip

1. Pasangan usia subur Ya Tidak Tidak Tidak

sudah menggunakan

KB dan melalui

sarana kesehatan

a. Pak Tarwenda

Dalam wawancara yang telah dilakukan peneliti, Pak

Tarwenda menggunakan KB dengan mengikuti sarana kesehatan.

b. Pak Toha

Dalam wawancara yang telah dilakukan peneliti, Pak Toha

belum ber KB dikarenakan beliau belum memiliki keturunan dan

tidak terlalu memikirkan hal itu.

c. Ibu Sukrisi

Dalam wawancara yang telah dilakukan peneliti, Ibu

Sukrisi tidak menggunakan KB dengan alasan tidak tertarik dengan

program KB.

114
d. Pak Atip

Dalam wawancara yang telah dilakukan peneliti, Pak Atip

tidak ingin ingin mengikuti program KB, dan kini beliau memiliki

tiga orang anak.

Berdasarkan data pada Tabel 4.6 hanya terdapat 1 orang

pemulung yang peneliti teliti dalam penggunaan KB. Pak

Tarwenda adalah pemulung yag mengetahui program KB dan

menggunakan KB. Penggunaan KB sendiri agar dapat mengatur

jarak kelahiran atau menunda untuk memili anak. Mayoritas

pemulung sudah berusia lanjut, maka banyak yang tidak

menggunakan KB, juga karena ketidaktertarikan pada program

KB. Namun mereka mengetahui fungsi dari mengikuti KB.

Terdapat satu pemulung yang peneliti teliti belum menggunakan

KB, yaitu Pak Toha, Pak Toha mengutarakan alasan tidak atau

belum menggunakan KB karena belum memiliki anak. Selanjutnya

untuk mengetahui pengetahuan dan pendidikan pemulung dapat

dilihat dari Tabel 4.7 berikut:

115
7) Tabel 4.7 Pengetahuan dan pendidikan.

No Indikator Tarwenda Toha Sukrisi Atip

1. Anggota keluarga Ya Ya Tidak Ya

yang berusia 10-60

tahun mampu

membaca tulisan

latin dan memahami

2. Anak usia 7-15 Ya Tidak Ya Ya

tahun sedang

bersekolah

a. Pak Tarwenda

Dalam wawancara yang telah dilakukan peneliti, Pak

Tarwenda dan keluarga dapat membaca. Dalam keluarga kini

hanya anak ke 2 yang sedang bersekolah karena anak yang pertama

sudah lulus dan menikah. Hal ini juga berdasarkan pengamatan

yang peneliti lakukan di lapangan.

b. Pak Toha

Dalam wawancara yang telah dilakukan peneliti, Pak Toha

dan keluarga dapat membaca. Hal ini juga berdasarkan pengamatan

yang peneliti lakukan di lapangan. Pak Toha belum dikaruniai

anak, maka dari itu belum bisa memenuhi indikator usia 7-15 tahun

dalam keluarga sedang bersekolah.

116
c. Ibu Sukrisi

Dalam wawancara yang telah dilakukan peneliti, Ibu

Sukrisi belum dapat membaca, dikarenakan Ibu Sukrisi belum

cukup pendidikan sewaktu beliau kecil. Namun dalam keluarga Ibu

Sukrisi semua bisa membaca. Dalam hal pendidikan anak, kini

anak Ibu Sukrisi sedang mengenyam bangku kelas 5 SD. Hal ini

juga berdasarkan pengamatan yang peneliti lakukan di lapangan.

d. Pak Atip

Dalam wawancara yang telah dilakukan peneliti, Pak Atip

dan keluarga dapat membaca. Dalam hal pendidikan anak, kini

anak pertama Pak Atip sedang mengeyam bangku SMA, anak yang

ke dua mengenyam bangku TK, dan yang ketiga masih tiga tahun.

Hal ini juga berdasarkan pengamatan yang peneliti lakukan di

lapangan.

Menurut data tabel 4.7 sebanyak tiga dari empat pemulung

yang peneliti teliti dapat membaca dan menulis, begitupun anggota

keluarganya. Dalam temuan peneliti hanya Ibu Sukrisi yang tidak

dapat membaca dan menulis, dikarenakan Ibu Sukrisi tidak

mengenyam bangku pendidikan yang cukup, semasa kecil beliau

tidak lulus SD.

Lalu dari data tabel di atas, anggota keluarga pemulung

yang berusia 7-15 tahun semua bersekolah, ini menandakan akan

117
kesadaran para pemulung akan pentingnya pendidikan. Semua

anak pemulung ada yang sedang bersekolah dan juga ada yang

sudah tamat. Semua anak pemulung memiliki tingkat pendidikan

yang lebih baik daripada pendidikan orang tuanya yang hanya

sebatas tamat sekolah dasar atau sederajat. Artinya, kesadaran

pemulung akan arti pendidikan sudah tumbuh dan diaplikasikan

kepada anak-anak mereka. Pendidikan yang tinggi merupakan

salah satu tolak ukur atau ciri-ciri keluarga sejahtera. Selanjutnya

untuk mengetahui hubungan pekerja dengan Tuhan maka dapat

dilihat pada Tabel 4.8 berikut:

8) Tabel 4.8 Tingkat kebutuhan rohani.

No Indikator Tarwenda Toha Sukrisi Atip

1. Berupaya Tidak Tidak Tidak Tidak

meningkatkan

pengetahuan agama.

Mengikuti

pengajian, serta

kegiatan keagamaan

lainnya.

2. Anggota keluarga Ya Ya Ya Ya

menjalankan ibadah

sesuai dengan

118
kepercayaan agama

yang di anut.

a. Pak Tarwenda

Dalam wawancara yang telah dilakukan peneliti, Pak

Tarwenda belum bisa mengikuti kegiatan keagamaan, dikarenakan

harus terus bekerja. Namun istri Pak Tarwenda aktif mengikuti

kegiatan keagamaan setiap minggunya.

b. Pak Toha

Dalam wawancara yang telah dilakukan peneliti, Pak Toha

belum bisa mengikuti kegiatan keagamaan, dikarenakan harus terus

bekerja. Sang istri pun belum bisa aktif dalam mengikuti kegiatan

keagamaan.

c. Ibu Sukrisi

Dalam wawancara yang telah dilakukan peneliti, Ibu

Sukrisi dan keluarga belum bisa mengikuti kegiatan keagamaan,

dikarenakan harus terus bekerja.

d. Pak Atip

Dalam wawancara yang telah dilakukan peneliti, Pak Atip

belum bisa mengikuti kegiatan keagamaan, dikarenakan harus terus

bekerja.

119
Selanjutnya untuk mengetahui anggota keluarga pemulung

yang telah berusia di atas 15 tahun telah memiliki penghasilan

tetap atau belum, data dijelaskan pada Tabel 4.9 berikut:

9) Tabel 4.9 Anggota keluarga yang memiliki penghasilan.

No Indikator Tarwenda Toha Sukrisi Atip

1. Paling kurang 1 Ya Ya Ya Ya

orang anggota

keluarga di atas 15

tahun memiliki

penghasilan tetap

a. Pak Tarwenda

Berdasarkan wawancara peneliti, di dalam keluarga Pak

Tarwenda kini hanya Pak Tarwenda yang bekerja. Anak pertama

Pak Tarwenda sudah menikah, dan tidak lagi tinggal bersama Pak

Tarwenda.

b. Pak Toha

Berdasarkan wawancara peneliti, di dalam keluarga Pak

Toha hanya Pak Toha yang memiliki penghasilan.

c. Ibu Sukrisi

Berdasarkan wawancara peneliti, Ibu Sukrisi merupakan

sosok untuk mengurus usaha keluarga, suami Ibu Sukrisi pun

120
terkadang masih bekerja, namun tidak bisa sepenuhnya, hanya

kalau dirasa mampu untuk dirinya. Anak pertama Ibu Sukrisi pun

sudah menikah dan tidak lagi tinggal bersama Ibu Sukrisi.

d. Pak Atip

Berdasarkan wawancara peneliti, di dalam keluarga Pak

Atip hanya Pak Atip yang berpenghasilan. Istri Pak Atip sibuk

mengurusi rumah tangga dan anak-anak.

Dari data tabel 4.9 diketahui bahwa semua anggota

keluarga pemulung memiliki satu yang berpenghasilan tetap di

dalam keluarga. Dan hanya terdapat dua keluarga yang peneliti

teliti yang memiliki anak berusia 15 tahun ke atas, namun kini

mereka sudah bekerja dan memiliki keluarga sendiri. Selanjutnya

untuk mengetahui upaya pemulung dalam hidup bermasyarakat

dapat dilihat pada Tabel 4.10 berikut:

10) Tabel 4.10 Upaya dalam hidup bermasyarakat.

No Indikator Tarwenda Toha Sukrisi Atip

1. Secara teratur, Ya Ya Ya Ya

sukarela

memberikan

sumbangan di

masyarakat

121
2. Keluarga mengikuti Ya Ya Ya Ya

kegiatan masyarakat

a. Pak Tarwenda

Berdasarkan wawancara peneliti, keluarga Pak Tarwenda

aktif dalam memberikan kontribusi pada kegiatan masyarakat. Jika

terdapat kegiatan maka Pak Tarwenda akan ikut iuran, juga istri

Pak Tarwenda aktif mengikuti pengajian mingguan di wilayahnya.

b. Pak Toha

Berdasarkan wawancara peneliti, Pak Toha aktif

memberikan sumbangan pada kegiatan masyarakat. Menurut

wawancara dengan Pak Toha, bahwa terkadang ada kerja bakti,

disitu Pak Toha ikut aktif berpartisipasi.

c. Ibu Sukrisi

Berdasarkan wawancara peneliti, Ibu Sukrisi aktif

memberikan sumbangan pada kegaiatan masyarakat. Namun disisi

lain keluarga Ibu Sukrisi belum bisa aktif dalam mengikuti

kegiatannya.

d. Pak Atip

Berdasarkan wawancara peneliti, Pak Atip aktif

memberikan sumbangan pada kegaiatan masyarakat. Jika terdapat

hari besar Pak Atip aktif mengikuti kegiatannya.

122
Berdasarkan data pada tabel 4.10 di atas, dalam hidup

bermasyarakat para pemulung pun ikut berpartisipasi dan berperan

aktif. Beragam partisipasi keluarga pemulung dalam kegiatan

masyarakat menjadikan mereka memiliki fungsi sosial yang baik,

seperti mengikuti pengajian mingguan, sekaligus membayar

iurannya, iuran pembangunan mushola, dan jika peringatan hari

besar, maka para pemulung juga berperan dalam memberi iuran

dan mengikuti kegiatannya. Namun belum ada dari keluarga

pemulung yang peneliti teliti menjadi pengurus dari setiap kegiatan

yang dilakukan. Selanjutnya untuk mengetahui upaya pemulung

dalam memperoleh informasi dapat dilihat pada Tabel 4.11 berikut:

11) Tabel 4.11 Upaya pemulung memperoleh informasi.

No Indikator Tarwenda Toha Sukrisi Atip

1. Memperoleh Ya Ya Ya Ya

informasi dari surat

kabar/majalah/radio/

TV/internet

a. Pak Tarwenda

Berdasrkan observasi dan wawancara peneliti, keluarga Pak

Tarwenda memperoleh informasi melalui televisi, juga melalui

handphone yang sudah terkoneksi dengan internet.

123
b. Pak Toha

Berdasrkan observasi dan wawancara peneliti, keluarga Pak

Toha memperoleh informasi melalui televisi, juga melalui

handphone yang sudah terkoneksi dengan internet.

c. Ibu Sukrisi

Berdasrkan observasi dan wawancara peneliti, keluarga Ibu

Sukrisi memperoleh informasi melalui televisi.

d. Pak Atip

Berdasrkan observasi dan wawancara peneliti, keluarga Pak

Atip memperoleh informasi melalui televisi, juga melalui

handphone yang sudah terkoneksi dengan internet

Menurut data tabel 4.11 semua pemulung memiliki akses

dalam menggali informasi dari luar. Untuk media yang paling

sering digunakan oleh pemulung adalah televisi, karena semua

pemulung telah memiliki televisi di rumah masing-masing. Untuk

media seperti surat kabar para pemulung tidak berlangganan media

tersebut. Dan untuk radio perlahan mulai ditinggalkan, dan untuk

berkomunikasi, dari hasil pengamatan peneliti para pemulung

memiliki handphone untuk mendapat kabar dari keluarga ataupun

untuk urusan pekerjaanya. Handphone yang dimiliki pun suda

terkoneksi langsung ke internet, jadi mereka juga bisa

mendapatkan informasi dari internet.

124
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti mengenai dampak

keberadaan TPST Bantargebang terhadap keluarga pemulung perantau melalui

wawancara, observasi, dan studi dokumentasi peneliti dapat menyimpulkan

sebagai berikut:

1. Keberadaan TPST Bantargebang sejak puluhan tahun memberikan

peningkatan kesejahteraan para pemulung. Kesejahteraan dalam arti

terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial agar dapat hidup

layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan

fungsi sosialnya. Kebutuhan hidup yang meliputi rohani, pangan, sandang,

papan, pendidikan, kesehatan, sosial dan lain sebagainya. Jadi untuk

menilai kesejahteraan seseorang atau masyarakat dapat dilihat pada

tatanan yang berlaku dalam masyarakat serta kondisi masyarakat. Dampak

TPST terhadap kesejahteraan pemulung juga beragam, dalam penelitian

ini keluarga Pak Tarwenda mengalami peningkatan dari pra sejahtera ke

fase Keluarga Sejahtera I (KS I), keluarga Pak Toha dan Ibu Sukrisi

mengalami peningkatan ke fase Keluarga Sejahtera II (KS II), dan

keluarga Pak Atip mengalami peningkatan ke fase Keluarga Sejahtera

(KS III), yang artinya telah terpenuhi basic needs atau kebutuhan dasar,

pyshological needs atau kebutuhan psikologis dan development needs atau

kebutuhan pengembangan diri.

125
2. Faktor-faktor yang yang menyebabkan ketidakmeningkatan dan

peningkatan tingkat kesejahteraan antara lain keluarga pemulung yang

terus berada pada kategori tingkat Kesejahteraan Keluarga I (KS I) lebih

mengutamakan hasil pendapatannya untuk sesuatu yang konsumtif, seperti

bangun rumah di kampung, berbeda dengan para pemulung yang memiliki

kategori tingkat kesejahteraan keluarga yang lebih baik, mereka

menggunakan penghasilannya untuk sesuatu yang produktif seperti

menginvestasikan penghasilanya membeli mobil bak untuk operasional

dan merekrut karyawan, disamping itu para pemulung yang gigih dalam

merubah nasibnya akan terus belajar bagaimana cara menjalin relasi, sebab

dengan relasi yang luas akan membuat suatu jaringan dikalangan

pemulung dalam pendistribusian barang dan peningkatan usaha.

B. SARAN

Adapun saran yang dapat peneliti ajukan kepada beberapa pihak terkait,

antara lain:

1. Untuk Divisi Pengembangan SDM Kelurahan Ciketingudik, berdasarkan

temuan lapangan, informan yang peneliti teliti ternyata masih ada yang

belum bisa membaca dan menulis, pada fakta di lapangan peneliti

menemukan suatu program yang berjalan yaitu pelatihan baca tulis, namun

dengan pengawasan yang kurang maka para peserta juga seenaknya untuk

ikut pelatihan atau tidak. Sedangkan membaca dan menulis adalah hal

yang sangat penting dalam mencapai tujuan peningkatan SDM.

126
2. Untuk para pemulung agar lebih giat dan konsisten dalam mengais rezeki,

sebab besar penghasilan dan berkembangnya suatu usaha tergantung pada

diri sendiri bagaimana menjalaninya. Juga pergunakan hasilnya untuk

sesuatu yang lebih berguna dan bermanfaat.

3. Untuk peneliti selanjutnya yang akan meneliti tentang sampah dan

manfaatnya di Bantargebang maka harus lebih berani saat berada di

lapangan, sebab itu akan berdampak pada maksimal atau tidaknya hasil

penelitian.

127
DAFTAR PUSTAKA

A. SUMBER BUKU

Alex S, Sukses Mengolah Sampah Organik Menjadi Pupuk Organik.

(Yogyakarta: Pustaka Baru Press).

Alex, Sobur, Psikologi Umum (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2003).

Ali Khomsa, Indikator Kemiskinan dan Misklasifikasi Orang Miskin (Jakarta:

Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2015).

Burhan Bungin, Metode Penelitian Kualitatif. (Jakarta: PT RajaGrafindo

Persada,2007).

Cecep Dani Sucipto, Teknologi Pengolahan Daur Ulang Sampah. (Jakarta:

Goysen Publishing, 2009).

Dedi Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif. (Penerbit: PT Remaja

Rosdakarya, Bandung. 2003).

Departemen Sosial RI, Kesejahteraan Keluarga. (Jakarta: CSIS 1995).

DR. Mansour Fakih, Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi.

(Yogyakarta: Insist Press, 2008).

Irwan. Dinamika dan Perubahan Sosial pada Komunitas Lokal. (Yogyakarta:

Deepublish Publisher, 2015).

Janu Murdiyatmoko, Sosiologi: Memahami dan Mengkaji Masyarakat.

(Jakarta: PT Rineka Cipta 2000).

Lexy J, Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 1998).

128
M. Djunaedi Ghony & Fauzan Almanshur, Metode Penelitian Kualitatif.

(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012).

Sua`adah, Sosiologi Keluarga. (Malang: Universitas Muhammadiyah 2005).

Suharto, Edi. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. (Bandung:

PT. Refika Aditama, 2005).

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Jakarta. (Jakarta: PT Rineka Cipta,

1993).

Suharsono, kamus besar bahasa Indonesia. (Semarang: widya karya, 2009).

Suratmo, F. Gunarwan. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. (Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press, 2007).

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia.

(Jakarta: Balai Pustaka, 2002).

B. SUMBER MAKALAH

Puspitawati, H. Konsep dan Teori Keluarga. Departemen Ilmu Keluarga dan

Konsumen Fakultas Ekologi Manusia, Institiut Pertanian Bogor,

2013.

C. SUMBER UNDANG-UNDANG

Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2009 Tentang

Kesejahteraan Sosial.

Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009, Tentang Perkembangan

Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera.

129
D. SUMBER INTERNET

http://m.beritasatu.com/megapolitan/321282-djarot-sampah-jakarta-7500-ton-

per-hari.html diakses pada 11 februari 2017, pukul 18.01 WIB.

http://megapolitan.kompas.com/read/2016/07/24/21265021/kisah.para.pemulu

ng.bantargebang. Diakses pada 31 Januari 2016, pukul 01.34 WIB.

Sri Subekti, Pengelolaan Sampah Rumah Tangga 3R Berbasis Masyarakat

Pendahuluan, Available at:

http://www.scribd.com/doc/19229978/tulisan-bektihadini Diakses

pada 5 Maret 2017 pukul 23.00 WIB.

Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran; Tafsir Maudhlui Atas Berbagai

Persoalan Umat. Edisi Ebook.

E. SUMBER WAWANCARA

Wawancara Pribadi dengan ketua RT 01 Pak Gunin, pada tanggal 13 Februari

2017.

Wawancara Pribadi dengan Pak Tarwenda pemulung dari Indramayu, Bekasi,

12 Mei 2017.

Wawancara Pribadi dengan Pak Toha pemulung dari Madura, Bekasi, 15 Mei

2017.

Wawancara Pribadi dengan Ibu Sukrisi pemulung dari Demak, Bekasi, 14 Mei

2017.

Wawancara Pribadi dengan Pak Atip pemulung dari Madura, Bekasi, 15 Mei

2017.

130
F. SUMBER PENGAMATAN

Pengamatan di rumah Pak Tarwenda pada tanggal 12 Mei 2017.

Pengamatan di tempat kerja Pak Atip pada tanggal 15 Mei 2017.

Pengamatan di rumah Pak Toha pada tanggal 15 Mei 2017.

Pengamatan di rumah Ibu Sukrisi pada tanggal 15 Juni 2017.

G. SUMBER LAINNYA

Profil TPST, Dinas Lingkungan Hidup 2017.Pengelolaan TPST Bantargebang.

Brosur TPST Bantargebang.

Laporan Penyelenggaraan Kinerja Kelurahan Ciketingudik Kecamatan

Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2015-2016.

Dokumen RT 01 RW 05 kelurahan Ciketingudik Kecamatan Bantargebang

Kota Bekasi.

131
Pedoman Wawancara

Dampak Keberadaan Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST)

Terhadap Kesejahteraan Keluarga Pemulung Di RT 01 RW 05 Ciketingudik

Bantargebang Bekasi

Tujuan Wawancara :

Peneliti menyadari bahwa keberadaan tampat pembuangan sampah terpadu

(TPST) Bantargebang membawa dampak tersendiri bagi masyarakat sekitar,

khusunya pemulung di RT 01 RW 05 yang merupakan lokasi terdekat dengan

gerbang TPST. Tak dipungkiri keberadaan TPST menjadikan lahan bagi para

pemulung untuk bekerja di sektor informal, maka dari itu peneliti tertarik untuk

meneliti dampak keberadaan TPST terhadap kesejahteraan keluarga pemulung di

RT 01 RW 05.

Pedoman wawancara Pak RT:

Identitas Informan

Nama :

Usia :

Status :

Jumlah Anak :

Tanggal Wawancara :
1. Sudah berapa lama anda tinggal disini?

2. Apa dampak yang anda rasakan tinggal di sekitar TPST?

3. Bagaimana pendapat anda dengan keberadaan TPST?

4. Dengan keberadaan TPST, apakah membawa dampak yang positif atau

negatif?

5. Dan bagaimana jika TPST ini tidak pernah dibangun sebelumnya?

6. Apakah dengan adanya TPST membuat warga terbantu ekonominya?

7. Apakah para pemulung disini merupakan warga asli atau lebih banyak

pendatang?

8. Apa harapan anda untuk para pemulung yang mengais rezeki di TPST?

9. Apa saran-saran anda kedepan sebagai warga yang tinggal di sekitar

TPST, juga saran-saran anda untuk para pemulung yang berada di wilayah

RT 01 RW 05?
Pedoman Wawancara

Dampak Keberadaan Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST)

Terhadap Kesejahteraan Keluarga Pemulung Di RT 01 RW 05 Ciketingudik

Bantargebang Bekasi

Tujuan Wawancara :

Peneliti menyadari bahwa keberadaan tampat pembuangan sampah terpadu

(TPST) Bantargebang membawa dampak tersendiri bagi masyarakat sekitar,

khusunya pemulung di RT 01 RW 05 yang merupakan lokasi terdekat dengan

gerbang TPST. Tak dipungkiri keberadaan TPST menjadikan lahan bagi para

pemulung untuk bekerja di sektor informal, maka dari itu peneliti tertarik untuk

meneliti dampak keberadaan TPST terhadap kesejahteraan keluarga pemulung di

RT 01 RW 05.

Pedoman wawancara dengan pemulung :

Identitas Informan

Nama :

Usia :

Status :

Jumlah Anak :

Tanggal Wawancara :
Daftar pertanyaan sebelum menjadi pemulung

1. Sebelum menjadi pemulung berapa kali bapa dan keluarga makan dalam

sehari?

2. Apakah saat itu anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk

setiap kegiatan?

3. Bagaimana keadaan tempat tinggal Bapa sebelum menjadi pemulung?

4. Apakah jika ada yang sakit Bapa bawa ke sarana kesehatan?

5. Apakah Bapa sudah ber KB pada saat itu?

6. Apakah sebelum menjadi pemulung anak Bapa bersekolah?

7. Lalu sudah berapa lama anda bekerja sebagai pemulung di TPST

Bantargebang?

8. Berapa pendapatan yang anda peroleh dalam sehari?

9. Jenis sampah apa yang diolah?

10. Kemana anda menjual sampah tersebut?

11. Berapa jam anda bekerja dalam sehari?

Daftar pertanyaan mengenai kesejahteraan keluarga pemulung

1. Bagaimana pemenuhan kebutuhan pangan sehari-hari?

2. Kapan terakhir kali makan bersama dengan keluarga?

3. Bagaimana pola makan keluarga?

4. Apakah anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk setiap

kebutuhan?

5. Bagaimana keadaan atap, lantai, dan dinding rumah?


6. Apa saja upaya dalam menjaga kesehatan setiap anggota keluarga?

7. Bagaimana keadaan kesehatan anda dalam 3 bulan terakhir?

8. Apakah jika ada anggota keluarga yang sakit dibawa ke sarana kesehatan?

9. Apakah anda menggunakan KB?

10. Apakah anak usia dalam keluarga 7-15 tahun sekolah?

11. Apakah anda dapat membaca?

12. Apakah anda aktif mengikuti kegiatan keagamaan disekitar sini?

13. Dimana biasa anda menjalankan ibadah?

14. Apakah hanya anda yang memiliki penghasilan dalam keluarga?

15. Apakah ada iuran untuk kegiatan masyarakat?

16. Lalu apakah anda ikut memberikan sumbangan untuk kegiatan tersebut?

17. Apakah anda atau anggota keluarga aktif dalam kegiatan masyarakat?

18. Bagaimana upaya anda memperoleh informasi dari luar?

Pedoman Observasi

 Melihat tempat tinggal informan.

 Melihat bagaimana informan memperoleh informasi dari luar.

 Melihat kegiatan informan sehari-hari.

 Melihat hasil iuran masyarakat RT 01 RW 05.


dari luar daerah, ada sih yang dari

warga sini asli, tapi jarang,

kebanyakan dari mereka itu dari

daerah lain. Dateng kesini bawa

sodara atau kerabatnya yang lain.

4. Emang pendapatan mereka berapa Tergantung kemauan sih itu ya,

Pa dalam sehari? kalau rajin ya dapet banyak, kalau

males ya dapetnya juga seadanya.

5. Saya perhatiin pemulung disini Iya, hampir semua malah di sini pada

pada punya motor Pa? punya motor, sehari itu mereka bisa

ngumpulin sampai 1 kuintal sampah,

bisa dapet 100 ribu atau lebih.

Jangankan motor, anak-anak mereka

di sini juga pada sekolah, kalau ngga

nanti saya yang nyuruh langsung

mereka biar sekolah.

6. Ada pencegahan dari bapa sendiri Ngga ada sih mas, gimana ya jadi

ngga Pa, supaya pemulung ngga pemulung di sini itu enak mas, jadi

makin melunjak? ya mereka juga pasti bakal ngajak

temen-temenya atau sodaranya yang

di kampung supaya ikut juga kesini.

7. Berarti lebih berdampak positif Iya positif, mereka jadi pada sekolah
buat pemulungnya ya Pa dari segi anak-anaknya, tercukupi kebutuhan

ekonomi? soalnya kan jadi lebih hidupnya. Harapanya supaya

sejahtera, ada harapan Bapa ngga semakin sadar akan pendidikan,

untuk para pemulung? karena itu adalah modal awal untuk

kesuksesan yang sesungguhnya.

Meski itu tergantung mereka dalam

mendidik anak, tapi sudah

seharusnya setiap anak itu mendapat

pendidikan yang cukup. Usaha lebih

giat lagi untuk mendapat hasil yang

maksimal juga.

7. Baik Pa mungkin cukup sekian, Iya mas sama-sama.

saya pamit dulu.


pemulung disini, terus saya ikut

kakak saya. Waktu itu saya merantau

tahun 1997.

3. Pas udah jadi pemulung lebih Sebenernya nih ya mas, banyak yang

enak mana Pa? enak jadi petani datang kesini, ngga cuma dari

atau pemulung? Indramayu aja, ada yang dari

Madura, ada yang dari Karawang,

Cirebon, Banten, macem-macem.

Soalnya jadi pemulung disini itu

enak. Dulu ya pas jadi petani, saya

dapet uang cuma pas panen, 3 bulan

sekali, tapi pas udah kesini bisa

setiap hari dapet uang.ya disana itu

ngga enak mas, dulu juga paling

dalam setiap panen cuma dapet satu

jutaan.

4. Kalau sebelum mulung disini Ya sama aja sih kalo makan mah,

makan minimal sehari berapa kali sehari ya tiga kali.

Pa?

5. Bapa punya anak berapa Pa? dua- Saya punya dua, yang satu sudah

duanya sekolah? menikah, yang satu lagi kelas 6 SD.

Kalo kakaknya pendidikannya

rendah kayak saya, jadi sama dia


sekarang mulung juga.

6. Terus kalau disini pendapatan Saya berangkat pagi, pulang

bapak sehari dapet berapa pa? biasanya habis ashar, sehari saya

Dari jam berapa Bapa sampai jam biasa bawa sekwintal sampai dua

berapa Bapa bekerja? kwintal. Yang saya bawa yang bisa

dijual aja mas, kaya botol-botol

plastik, beling, kan pengepul maunya

juga yang begitu, jadi kita nyari yang

bisa jadi uang. Sekilonya 800 rupiah,

kita kan jualnya per partai, ngga

dipilah. Sehari kira-kira 100 ribu

kadang juga bisa 200 ribu.

7. Sampahnya nanti dijualnya Ya ke pengepul, disini banyak.

kemana Pa?

8. Bapa ngga pingin jadi pengepul Ya mau aja, tapi kan lagi kepake

Pa? uangnya, saya lagi bangun rumah di

kampung, jadi uangnya juga lagi

kepakai kesana dulu. Pinginya kalo

udah selese mulung disini pulang

kampung, nikmatin hasil disana aja.

9. Jadi secara keseluruhan enak Iya mas jauh enak disini, disana

tinggal disini ya Pa dari pada di kayanya susah aja gitu mas, kurang
kampung, soalnya setiap hari bisa buat kebutuhan keluarga, kalo disini

dapet uang. Maaf Pa kalau boleh kan saya juga bisa nyekolahin anak.

tau untuk makan sehari-hari Kalau makan bareng sama keluarga

gimana Pa? Berapakali sehari? hampir setiap hari ya, soalnya kan

Pakai apa? Sama sering ngga lokasinya deket juga, kalau malem

makan bareng keluarga? kita bareng terus makanya, biasa mas

pakai nasi, buat lauk sih ya lebih

suka ikan, sering makan ikan,

soalnya satu keluarga emang pada

suka ikan.

10. Karena deket jadi nyempetin Pakaian sih beda-beda ya, kalau

makan di rumah ya Pa, maaf Pa kerja ya begini pakai kaos, kalo mau

kalau boleh tau untuk pakaian ke sekolah ketemu guru, apa ada

sendiri gimana Pa? Apakah beda- kondangan ya beda lagi.

beda untuk sehari-hari sama untuk

kegiatan lain, atau gimana Pa?

11. Maaf Pa kalau boleh tau dalam Ada, apalagi anak, biasanya kalo

setahun keluarga ada pakaian baru mau lebaran kan anak minta, jadi

Pa? beli bareng-bareng.

12. Moment lebaran ya Pa, jadi Ngga ada sih kalau keluhan, saya

emang pinginya punya baju baru jarang sakit mas. Tiap hari ya

hehe, kalau selama kerja disini berangkat kerja, keluar keringet, gitu

keadaan bapa bagaimana? Dalam terus, jadi sehat kali saya. Tapi kalo
tiga bulan terakhir gitu apa Bapa emang di keluarga ada yang sakit,

ada keluhan kesehatan atau kaya anak, ya saya bawa ke

engga? Untuk keluarga juga puskesmas, atau rumah sakit

gimana Pa? Kalau sakit dibawa ke thamrin.

sarana kesehatan?

13. Bapak ikut KB ngga Pa? Saya ikut mas.

14. Melalui sarana kesehatan Pa? Iya mas.

15. Saya dulu juga pernah jadi Oh yang kalo sabtu minggu itu yaa,

relawan disini Pa. Maaf Pa kalau bisa mas alhamdulillah hehe.

boleh tau Bapa sendiri bisa

membaca Pa?

16. Iya Pa setiap hari sabtu minggu. Ada mas, kalo hari besar saya ikut

Kalau disini suka ada kegiatan baru mas, istri saya ikut pengajian

masyarakat gitu ngga pa? mingguan, ya ada iuranya juga

Kegiatan keagamaan misalnya? perminggu buat pengajian. Kegiatan

Terus ada iuran gitu ga? yang lain juga biasanya ada iuranya

juga mas.

17. Bapak suka nyumbang juga Pa, Kalo yang lebih rajin ikut ya istri sih

sama suka ikut kegiatanya Pa? mas hehe, kalo nyumbang ya ikut

Terus kalo boleh tau untuk dapet nyumbang juga. Kalo dapet berita

informasi gitu Pa, kaya berita, biasa dari TV mas.

Bapa suka dapet dari mana?


Koran kah? TV? Apa radio gitu?

18. Oh begitu, baik Pa terimakasih ya Amiin, iya mas, kalo mau ngobrol-

Pa atas waktunya, kayaknya ngobrol lagi dateng aja mas, ngga

cukup Pa hehe, doakan supaya usah malu-malu, sering kok

lancar rezeki Bapa, sama doain mahasiswa yang dateng buat

saya supaya cepet selesai penelitian, biasanya agak pemalu,

tugasnya ya Pa hehe padahal mau nanya ya nanya aja.


4. Kalau boleh tau awal pertama Pas itu mulai merantau tahun 2006,

kesini karena apa ya Pa? Tahun itu nggak langsung ke sini, saya

berapa Pa? kerja dulu di Cakung milah plastik

limbah dari pabrik, tapi hasilnya

ngga seberapa dari pada disini, udah

gitu sering dimarahin bos juga. Saya

kesini di ajak sama kakak saya, pasti

mereka yang datang kesini udah

punya kenalan lebih dulu, ngga tau

dari keluarganya atau tetangganya,

kan bingung juga kalo ngga punya

kenalan. Dulu pas saya pertama

datang kesini, sehari saja saya

mulung bisa untuk hidup empat hari,

ya kira-kira 200 ribu lah saya dapat.

5. Sebelum mulung itu gimana Sama aja sih kalo tempat tinggal,

keadaan tempat tinggal Bapa? dulu ya pas di Cakung ya ngontrak,

sekarang juga masih tinggal di

gubug. Tapi ya mas, disini tinggal di

gubug itu cuma sekedar buat tinggal

aja, orang kalo soal makan ngga

bakal ada yang kelaperan di sini.

6. Terus untuk mulai ngembangin Tahun 2012 saya mau ngembangin


usaha tahun berapa Pa? usaha, belilah mobil harga pas itu

dua puluh lima juta, ya sekedar buat

operasional ngangkut barang.

Sekarang pagi saya berangkat buat

nimbang hasil anak buah, jam 9 saya

pulang buat milah, satu anak buah

saja saya bisa ngeluarin 200 sampai

300 ribu. Tapi tetep balik modal,

soalnya nanti kalo saya udah ngirim

barang bisa dapet untung empat juta

sampai lima juta.

7. Ngejualnya kemana Pa? Ke pabrik-pabrik, disini banyak juga

yang mau beli.

8. Untuk makan sehari-hari gimana Makan berasama disini mah sering

Pa? biasa pakai apa? Sering ngga banget, saya ya kalo lagi milah

makan bareng keluarga? plastik atau beling, pas makan siang,

anak buah saya juga saya ajak makan

bareng, disini tuh antara bos sama

anak buah emang akrab, ngga kaya

saya pas kerja di Cakung. Saya

sering makan pakai ayam, disini itu

tinggal di gubug cuma sekedar

tinggal, buat makan pasti ada, saya


juga orangnya suka milih, kalo ngga

enak saya ngga mau makan, malah

kadang saya sampe bosen makan

ayam.

9. Terus Pa kalau pakaian sendiri Iya beda-beda pastinya, kalo cuma

gimana? Apakah beda-beda untuk kerja gini ya pakai kaos aja, kalo

kegiatan? Terus dalam setahun mau jalan-jalan agak bagusan, kalo

ada pakaian baru ngga? ke kondangan juga beda lagi. Iya

pasti mas, itu udah kaya kewajiban.

Apa lagi kalo mau lebaran.

10. Dalam tiga bulan terakhir Kalo kiat-kiat sih ngga ada ya mas,

kesehatan Bapa sama keluarga ya paling itu, cuma makan yang

gimana? Ada ngga kiat-kiat bergizi aja. Saya tinggal di sini juga

supaya kesehatan terjaga? sehat-sehat aja, ngga sakit, kata

orang-orang di luar kan tinggal di

sini banyak penyakit, buktinya saya

ngga pernah sakit, tiap hari aktifitas

terus. Kalo dari keluarga yang sakit

saya bawa ke rumah sakit, pernah

pas itu istri saya tengah malam tiba-

tiba sakit, saya bawa ke rumah sakit

Thamrin.
11. Bapa ikut program KB Pa? Engga mas, saya belum punya anak

juga. Sempet sih hampir pingin

punya anak, tapi keguguran.

12. Bapa bisa membaca Pa? Bisa mas, kan dari tadi saya juga

main HP. Buka facebook.

13. Bapa suka ikut kegiatan Jarang saya ikut mas.

keagamaan disini?

14. Kalo ibadah dimana Pa? Di rumah aja saya mah mas.

15. Disini suka ada iuran gitu ngga Iuran mah ada, yaa saya sering

Pa? untuk kegiatan? Terus Bapa membantu, kadang kan ada yang

suka ikut nyumbang ngga? dateng ke rumah, bawa proposal,

buat kegiatan, kerja bakti, bangun

mushola, saya bantu yang saya bisa

saja.

16. Aktif ngga Bapa atau Ibu dalam Saya kurang aktif sih ya mas, paling

kegiatan masyarakat? gitu-gitu aja. Kalo ada proposal ya

saya ikut nyumbang, soalnya saya

juga sibuk kerja. Kalo jadi pengurus

gitu sih ngga pernah.

17. Kalo untuk dapet info dari luar Dari TV sih mas, saya juga kadang

dari mana Pa? TV kah? Atau malah dapet info dari sini HP.

Sekarang kan udah maju ya mas, jadi


koran, radio? bisa dari mana aja dapet informasi.

18. Kalo gitu makasih ya Pa atas Iya Mas, kalo masih butuh apa-apa

waktunya, kayanya cukup sekian, dateng aja kesini, biasa kalo udah

doakan cepet selesai tugas saya ya selesai kerja sih ngaso aja kaya gini.

Paa hehe
atau gimana? jadi pembantu sampe tahun 89, terus

habis itu pindah kesini bareng suami.

4. Untuk pakaian sehari-hari Dulu mah saya ngga kepikiran

sebelum jadi pemulung gimana pakaian mas, yang ada aja dipake.

Bu? Dalam setahun ada pakaian

baru?

5. Sebelum pindah kesini, tempat Yah dulu mah tidur sekedar tidur

tinggal Ibu gimana keadaannya? mas, belum bisa saya beli rumah

sendiri kaya gini.

6. Awal bisa merambah jadi Saya mulai ngepul itu awalnya iseng

pengepul gimana Bu? beli punya orang, taun 90an itu mulai

banyak yang dateng, dari situ saya

mulai punya anak buah, mereka

dateng aja gitu ke saya, ya akhirnya

setiap hasil mereka nyari saya yang

bayar, abis itu baru saya jual lagi ke

pabrik atau ke pelapak lain. Tapi

sempet repot di sini mas, dulu sekitar

taun 2002 sempat ada kebakaran,

rumah saya juga ikut kebakar, abis

itu bangun rumah lagi, dibenerin lagi

rumahnya.
7. Apa penyebabnya Bu? Apa aja Dari rumah tetangga belakang mas,

yang rusak? jadi nyamber gitu apinya, saya juga

kena. Padahal pas itu baru selesai di

bangun rumahnya. Tapi ngga semua

tanah saya bangun buat saya sendiri,

sebagian saya sediain buat anak

buah. Itu anak buah saya pada

tinggal disebelah rumah saya, biar

cuma gubug tapi ya saya senang bisa

membantu mereka, kan mereka juga

punya keluarga, kadang kalo soal

makan juga saya sering ngajak

makan bareng, kan dari situ kita jadi

deket sama mereka.

8. Sehari Ibu bisa jual berapa kilo Tergantung sih kalo itu, kadang saya

Bu? Terus dalam sehari itu bisa ngejual per minggu. Kalo udah

dapet berapa Bu penghasilan? kekumpul baru saya kirim biar

sekalian. Ada lah sehari 1 ton mah

buat beling. Kalo plastik paling

setengahnya. Harganya juga beda-

beda, beling putih Rp 1.000/kg,

beling warna Rp 850/kg, botol

plastik Rp 5.000/kg.
9. Sehari Ibu kerja berapa jam Bu? Saya tuh kerja gak kenal waktu mas,

Diimbangin sama makan ngga kadang saya kerja bisa sampe jam 2

Bu? Kalau makan sering pakai malem, begitu saya orangnya.

apa? Sekarang mau ngandelin suami udah

ngga bisa, suami saya sakit

kolesterol, harus sering ke rumah

sakit buat ngecek. Tapi untungnya

alhamdulillah saya sehat terus. Saya

sering minum kopi, sehari saya bisa

abis sampe 8 sachet, ngga bisa saya

kalo ngga minum kopi. Kalo soal

makan sih kadang ikan, daging,

sering lah, kan belakang rumah

tukang sayur, jadi belanja aja di situ,

kalo daging ya di Pasar

Bantargebang.

10. Untuk pakaian, apakah ganti-ganti Iya ganti-ganti mas, saya apalagi

untuk setiap kebutuhan Bu? Terus aktif kalo lagi pemilu mas, mobil

dalam setahun apakah ada saya dipake buat kampanye, kemaren

pakaian baru buat keluarga Bu? sempet nabrak depannya. Itu ya

harus rapih lah mas. Kalau pakaian

baru tiap tahun sih pasti ada mas,

apalagi kalo mau lebaran.


11. Anak ada berapa Bu? Pada Ada 2 mas, yang satu udah nikah,

sekolah? udah kerja sendiri. Kalo yang satu

masih kelas 5 SD.

12. Maaf Bu, Ibu bisa baca apa Saya ngga bisa mas, SD aja ngga

engga? lulus saya dulu.

13. Ibu aktif kegiatan keagamaan di Saya kurang aktif mas kalau begitu-

sini ngga? begitu.

14. Tapi Ibu aktif di kegiatan Saya ngga ikut KB mas, Kalau soal

masyarakat yang lain, kalo ada kegiatan sih disini ada, saya suka

iuran, Ibu berikan sumbangan? nyumbang kalo ada iuran-iuran, biar

Terus Ibu ikut KB juga ngga Bu? saya belum bisa aktif banget, tapi ya

saya juga pingin ngebantu. Disini

suka ada orang-orang dari mana aja

yang suka neliti, saya suka tawarin

nginep di rumah saya aja kalo jauh

rumahnya, ya tapi gitu tidurnya ala

kadarnya aja.

15. Kalau untuk dapat informasi dari Saya suka nonton TV, apalagi

luar lewat apa Bu? TV kah atau sekarang lagi rame soal ahok, saya

radio gitu? seneng ngikutinya, hampir tiap hari

saya liat berita jadinya.


4. Rumah yang Bapa tempati Dulu saya belum bisa tinggal kayak

bagaimana Pa? sekarang, alhamdulillah sekarang

sudah punya sendiri.

5. Pas udah pindah kesini untuk Lumayan hasilnya pas mulung,

hasilnya gimana Pa? rokok jaman dulu masih dua ribu,

yang namanya nasi uduk itu cepe,

ada yang seratus jigo. Sampah yang

diambil emberan, pas itu plastik

masih murah, terus kalo jaman dulu

pas mungut yang nyari plastik itu

grupnya orang Semarang.

Emberanya saya jual ke Paman.

6. Terus awal mulai jadi dagang gini Awal mulai usaha dagang itu tahun

kapan Pa? dalam sehari bisa jual 99, pertama itu jualnya besi-besi,

berapa kilo? rongsokan awalnya. Terus

berhubung waktu itu rongsokan

harganya mahal barangnya ngga ada

alih profesi jadi plastik, karena

plastik bahan bakunya banyak, juga

daur ulang mayoritas plastik. Sehari

ya ga nentu ya, berapa kali kirim

pake truk. Bisa 2 truk sampai 7 truk

dalam sehari. Yang enak itu tahun


2015, saya hampir tiap hari ngirim 7

truk, itu lagi bagus-bagusnya. Kalau

sekarang paling 2 truk aja. Satu truk

muat 4 ton plastik, itunganya perkilo,

satu kilonya kisaran harga Rp 2.500

sampai Rp 3.500.

7. Ada ngga kiat-kiat untuk jaga Kalo jaga kesehatan paling saya suka

kesehatan Pa? dari pola makan bantu-bantu anak buah kerja juga,

Bapa sendiri gimana? keringetan, tapi juga seminggu sekali

masih nyempetin olahraga pagi,

makan juga harus yang bener, kalo

waktunya makan siang, saya sering

pulang, biasanya ya sayur, daging,

ikan, telur, tergantung yang belanja

sih ya hehe. Ya sehat kan bagaimana

sama diri kita yang mau ngejaga.

Tapi kalo emang sakit, biasanya anak

yaa saya bawa ke klinik atau rumah

sakit thamrin.

8. Bapa ikut program KB? Ngga mas, saya ngga ikut.

9. Anak ada berapa Pa? semua Anak ada tiga, yang pertama udah

sekolah? SMA, yang kedua umur 5 tahun,


yang ketiga umur 3 tahun.

10. Setiap tahun ada pakaian baru Ya kalo anak kan pinginnya punya

untuk keluarga Pa? terus untuk baju baru, jadi biasanya kalo mau

tiap kegiatan beda-beda ngga? lebaran beli buat keluarga. Buat

setiap kegiatan juga beda.

11. Suka ikut kegiatan masyarakat Kalo di lingkungan lagi mau ada

gitu Pa? kalau ada iuran ikut kegiatan, kaya bangun musholla,

menyumbang? kerja bakti, atau yang lain, saya ikut

nyumbang buat kegiatan. Atau kalau

ada kegiatan hari besar saya ikut.

12. Untuk mendapatkan informasi TV sih mas, di rumah ada TV.

dari luar dapat dari media apa Pa?

13. Baik Pa, kayanya cukup sekian, Iya mas sama-sama.

terimakasih Pa atas waktunya.


HASIL OBSERVASI

Hari : Rabu

Tanggal : 15 Maret 2017

Setelah penulis mengurus surat perizinan penelitian di Kesbangpol Kota Bekasi,

penulis menyerahkan ke Kelurahan Ciketingudik. Setelah penulis serahkan surat

dari Kesbangpol, penulis mendapatkan surat izin dari Kelurahan untuk melakukan

penelitian di RT 01 RW 05. Penulis bertemu Pa Anwar selaku Kasi Kessos di

Kelurahan Ciketingudik. Penulis sempat berdiskusi sedikit dengannya, setelah itu

penulis izin untuk melihat lokasi penelitian.

Penulis menuju RT 01 RW 05, lokasi ini bersebelahan dengan pintu gerbang

masuk TPST Bantargebang. Setelah penulis memasuki kawasan RT 01 RW 05

terlihat banyak aktifitas dari pemulung disana, lokasi ini memang cukup strategis

untuk ditinggali para pemulung.

Dalam penulusuran ini penulis melihat kawasan pemukiman pemulung, ada yang

berupa gubug-gubug dan ada pula yang rumah permanen. Penulis juga melihat

rata-rata pemulung disini memiliki kendaraan bermotor. Penulusuran hari ini

dicukupi, sebab penulis menuju lokasi saat hari sudah cukup sore.
Hari : Minggu

Tanggal : 19 Maret 2017

Hari ini penulis berinisiatif menuju rumah Pak RW 05 untuk meminta izin

penelitian di RT 01, dan juga melakukan wawancara dengannya. Penulis menuju

RT 01 untuk bertanya dimana rumah Pak RW 05. Masyarakat RT 01 tidak semua

tahu letak keberadaan rumah Pak RW, bahkan penulis menemukan salah seorang

warga yang tidak bisa berbicara menggunakan bahasa Indonesia. Ia hanya bisa

berbicara memakai bahasa sunda.

Akhirnya Penulis berhenti pada sebuah warung, disana penulis bertanya letak

rumah Pak RW 05, pemilik warung memberitahu arah dan nama Pak RW 05,

beliau bernama Pak Solim. Langsung penulis mengikuti petunjuk arah yang

diberikan pemilik warung.

Sesampainya dirumah Pak RW Solim, saya masih sempat bertemu dengannya,

namun ia sedang ingin pergi bersama keluarganya. Saya di izinkan untuk menelti,

dan untuk wawancara beliau saya diberi nomor kontaknya, untuk janjian waktu

terlebih dahulu.
Hari : Rabu

Tanggal : 5 April 2017

Penulis Menuju Kelurahan untuk meminta profil Kelurahan Ciketingudik, Penulis

bertemu Pa Anwar, beliau memberikan hard copy profil Kelurahan Ciketingudik.

Setelah penulis mendapatkan profil Kelurahan, penulis menuju kantor (pengurus

TPST) untuk meminta Profil dari TPST, namun harus mengurus surat izin dahulu

ke pihak Dinas Lingkungan Hidup yang kini mengelola TPST Bantargebang. Jadi

penulis belum bisa mendapatkan profil TPST hari ini.

Setelah itu penulis melakukan observasi lanjutan untuk lebih mengekerucutkan

responden yang akan penulis teliti. Penulis bertemu dengan Ibu Sima, beliau

merupakan ibu rumah tangga dengan suami bekerja sebagai pemulung. Penulis

sempat mewawancarainya, Ibu Sima merupakan warga asli Ciketingudik, dan Ibu

Sima juga memberi informasi untuk para pemulung yang merantau.

Setelah penulis mewawancari Ibu Sima, penulis bertemu Pak Kasam, Pak Kasam

merupakan seorang pemulung yang asli warga sini. Beliau juga mau berbagi

informasi tentang pemulung yang merantau.

Setelah penulis mendapat informasi dari warga asli setempat, penulis menyudahi

observasi untuk menentukan responden.


Hari : Jum`at

Tanggal : 12 Mei 2017

Hari ini penulis menuju RT 01 RW 05 untuk mewawancarai keluarga pemulung.

sebelumnya penulis sudah mendapatkan gambaran mengenai informan kepada

warga. Pemulung perantau rata-rata memiliki kawasan masing-masing. Penulis

pun sudah mengetahui letak-letak disebelah mana saja para pemulung perantau

tinggal di RT 01 RW 05.

Penulis hari ini mewawancari Pak Tarwenda yang berasal dari Indramayu, yang

penulis amati adalah kondisi rumah Pak Tarwenda yang beliau tempati di

Bantargebang. Pak Tarwenda tinggal disebuah kontrakan yang harus ia bayar

perbulannya sebesar Rp. 250.000. Kontrakan Pak Tarwenda memiliki kondisi

dinding yang hanya dari kayu, lantai yang bukan keramik dan juga ruangan di

dalam rumah sempit, membuat kontrakan ini tidak layak untuk di tempati.
Hari : Senin

Tanggal : 15 Mei 2017

Hari ini penulis kembali ke tempat penelitian untuk mewawancarai narasumber,

hari ini peneulis bertemu dengan Pak Toha, beliau merupakan pemulung yang

berasal dari Madura. Observasi penulis ialah melihat bagaimana keadaan rumah

yang Pak Toha tempati di Bantargebang dan juga memperhatikan bagaimana Pak

Toha mendapatkan informasi dari luar.

Pak Toha tinggal pada sebuah kontrakan di Bantargebang, yang harus dibayar

perbulannya sebesar Rp.250.000. kontrakan yang Pak Toha tempati terlihat

kurang layak dengan dinding yang berbahan kayu, lantai yang belum berkeramik

dan juga atap yang terlihat kurang kokoh. Dalam pengamatan untuk mendapatkan

informasi dari luar, keluarga Pak Toha mendapatakan informasi dari luar melalui

TV, jyga peneliti melihat Pak Toha memiliki Handphone yang sudah terkoneksi

dengan internet.

Dari wawancara dengan Pak Toha, penulis mengunjungi rumah Pak Atip, Pak

Atip merupakan informan yang direkomendasi oleh Pak Toha, beliau mengatakan

Pak Atip sudah cukup lama di Bantargebang, dan menjadi teman Pak Toha juga.

Penulis pun mengunjungi rumah Pak Atip, namun beliau sedang tidak berada di

rumah, beliau sedang berada di lapak yang lokasinya cukup jauh dari RT 01 RW

05, akhirnya penulis pun menyambangi lapak Pak Atip.

Sesampainya di sana penulis merasa sedikit takut karena merupakan kawasan

yang cukup mengerikan, penulis pun sempat bersinggungan dengan preman yang
ternyata anak buah Pak Atip. Akhirnya Penulis bertemu dengan Pak Atip, pada

kesempatan kali ini penulis mengamati bagaimana Pak Atip dan keluarga

mendapatkan informasi dari luar. Sebelumnya juga penulis sudah mengobservasi

rumah Pak Atip yang sangat layak untuk dihuni.

Setelah mewawancarai Pak Atip, penulis mengobservasi pembangunan musholla

RT 01 RW 05 dari hasil iuran dana masyarakat.


Hari : Kamis

Tanggal : 15 Juni 2017

Hari ini penulis mengunjungi tempat penelitian lagi untuk melihat para informan

penulis, namun hari ini penulis hanya menyempatkan diri bertemu dengan Ibu

Sukrisi. Setibanya di rumah Ibu Sukrisi ternyata Ibu Sukrisi juga baru pulang dari

tumpukan sampah, beliau masih menyempatkan diri untuk mencari sampah jika

dirinya merasa tidak ada kerjaan.

Penulis juga berkesempatan melihat kegiatan Ibu Sukrisi setelahnya, memilah

sampahnya dan juga menimbang hasil anak buah yang datang ke rumah.

Namun penulis belum bisa bertemu dengan informan yang lain, dikarenakan Pak

Tarwenda yang masih berada di tumpukan sampah, Pak Toha yang sedang tidak

berada di rumah, dan Pak Atip yang sebetulnya penulis sedikit ragu untuk

mengunjungi lapaknya dikarenakan kawasan lapaknya yang cukup mengerikan

bagi keselamatan penulis.


DOKUMENTASI

A. TPST Bantargebang

Gerbang masuk TPST Bantargebang Bekasi.

Tumpukan Sampah TPST Bantargebang.


B. Informan

Bapak Gunin (Ketua RT 01 RW 05 Ciketingudik) Bapak Tarwenda dan Istri.

Ibu Sukrisi. Bapak Toha.

Bapak Atip.
C. Pengamatan

Mobil Pak Toha setelah menimbang

barang dengan anak buah.

Rumah Pak Atip Pak Atip sedang bekerja dan memantau anak buah.

Truk Pak Atip siap mengirim barang.


Kontrakan Pak Tarwenda. Tampak depan rumah Ibu Sukrisi.

Ibu Sukrisi sedang menimbang hasil anak buah. Kontrakan milik Ibu Sukrisi
D. Kegiatan Masyarakat

Gotong royong pembangunan Musholla.

Kegiatan lomba tujuh belasan di RT 01 RW 05 Ciketingudik.

Anda mungkin juga menyukai