Anda di halaman 1dari 7

Pendidikan, Lem Kuat untuk Mempersatukan Indonesia

Sub Tema : ARTI PERSATUAN BAGI GENERASI MUDA


Aditya Gunawan Putra
SMAN 14 Jakarta
“Monyet”. Hinaan itu ditumpahkan dari mulut orang-orang tak beradab terhadap
mahasiswa asal Papua di Surabaya. Kata itu bahkan bukan hinaan yang dipakai
orang-orang untuk menerka koruptor yang merugikan bumi pertiwi mereka.
Namun hinaan itu seakan-akan diberikan khusus untuk orang-orang berkulit hitam
yang kebanyakan tinggal di timur Indonesia.

Kasus rasisme terhadap mahasiswa asal Papua di Surabaya, merupakan salah satu
kasus rasisme yang terjadi di Indonesia. Kebanyakan korban membisukan diri,
karena massa sering menganggap lumrah. Laranya penderitaan yang dirasakan
oleh korban, mungkin tidak dirasakan oleh masyakarat mayoritas. Terlihat tidak
ada, namun kasus ini sering terjadi di depan mata.

Perasaan superior terhadap suatu ras membutakan mata manusia-manusia itu.


Merasa lebih berilmu, bermoral, dan bersih hanya bedasar pada suatu ras yang
didapatnya sejak lahir. Para serdadu yang seharusnya menjaga Merauke bahkan
memaki anak-anak kecil Papua dengan sebutan monyet dan mengejar mereka
dengan tongkat layaknya monyet. Korban dari manusia-manusia tersesat itu
terkadang tak kuat menanggung tindakan yang menyakitkan hati. Tak heran
mengapa banyak orang Papua Barat yang ingin memisahkan diri dari Indonesia.

Indonesia merupakan negara yang terdiri dari 17.504 Pulau, terbentang dari
Sabang sampai Merauke. Pada dasarnya, negara kepulauan merupakan sebuah
negara yang sangat rawan akan sebuah perpecahan. Terbukti dari banyaknya
negara-negara yang berhasil menjajah Indonesia selama 3,5 abad. Keberhasilan
pejajah menjajah Indonesia itu terjadi dikarenakan kemajemukan yang tak tertata,
dimana Bangsa Indonesia pada saat itu masih sering untuk membeda-bedakan
sesama, dan tidak bersatu mengusir penjajah.

Kasus keberhasilan penjajah itu seharusnya membuka pikiran masyarakat


Indonesia tentang betapa rapuh nya persatuan Indonesia. Kesalahan fatal bisa
berimbas terhadap perpecahan. Dengan kata lain, kasus rasisme dapat
menimbulkan perasaan tak dihargai yang dapat berimbas terhadap runtuhnya
jembatan persatuan yang rapuh. “Orang Papua banyak yang belum di-Indonesia-
kan,” seru Gubernur Papua Lukas Enembe.
Manusia-manusia tersesat itu seringkali melakukan tindakan rasis terhadap orang-
orang yang hidupnya lara. Mereka merasa derajatnya lebih tinggi dikarenakan
memiliki pendidikan yang lebih, manusia-manusia itu merasa bahwa tempat itu
tertutup, padahal merekalah yang pemikirannya tertutup.

Mereka merasa bahwa pendidikan di Papua yang rendah terjadi dikarenakan


orang-orang Papua itu sendiri. Mereka tidak membuka pemikiran bahwa ternyata
banyak faktor-faktor yang menyebabkan hal itu terjadi. Namun orang-orang itu
justru berpaling dan mencela mereka dengan kata “monyet”. Merasa lebih hebat,
angkuh karena merasa lebih berilmu.

Papua memiliki kualitas pendidikan yang rendah, terbukti dari tingkat buta aksara
di Provinsi Papua yang mencapai 21,9 persen. Angka itu merupakan angka yang
sangat besar, hal tersebut menyebabkan Papua menjadi salah satu provinsi
terendah dalam indeks pembangunan manusia.

Tidak sulit untuk mencari sekolah-sekolah Papua yang memiliki kualitas yang
sangat rendah, baik dalam hal fasilitas maupun pengajar. Banyak diantara pelajar
yang bahkan memilih untuk tidak sekolah, dikarenakan seringnya tenaga pengajar
yang tidak hadir dalam proses belajar mengajar. Pelajar itu juga kesulitan untuk
hanya dapat mengenggam sebuah buku sumber ilmu mereka, yang seharusnya
dapat di akses oleh pelajar dengan mudah. Bahkan banyak pelajar Papua yang
terpaksa putus sekolah dikarenakan sulit nya akses untuk ke tempat belajar
mereka.

“Jangan berikan kami uang, berikanlah kami pendidikan yang layak,” Kata
Mamat Alkatiri seorang tokoh pemuda Papua. Terbukti dari perkataan tersebut,
bahwa Papua butuh pendidikan yang layak. Papua ingin belajar lebih dan
meningkatkan mutu pendidikan mereka. Pendidikan yang layak adalah kunci
untuk Papua yang lebih baik.

Perkataan manusia-manusia tersesat yang merasa lebih superior itu dapat


dibungkam dari sebuah kasus. Profesor Yohanes Surya, anak bangsa yang
mengabdi terhadap Indonesia, berkomitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan
di Indonesia. Beliau menayangkan sebuah video yang menunjukan antusiasme
anak-anak Papua yang berebut menjawab soal matematika. Hanya dalam enam
bulan, anak-anak itu bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mereka takuti
sebelumnya.

Beliau ingin menunjukan bahwa anak-anak Papua mampu, hanyalah kesempatan


yang belum mereka dapatkan selama ini. Oleh karena itu, beliau mengambil enam
anak Papua, memindahkan mereka ke Jakarta dengan pendidikan yang jauh lebih
baik. Ajaib, anak-anak itu ternyata bisa memahami pelajaran SD kelas satu sampai
enam yang sebelumnya mereka tidak pahami hanya dalam waktu enam bulan.

Tidak cukup dari situ, beliau meminta terhadap bupati-bupati Papua untuk
diberikan anak yang dianggap paling bodoh. Misinya adalah untuk menjadikan
mereka juara dunia. Terdengar tidak mungkin, namun beliau bersikeras untuk
melakukan hal tersebut.

Diberikanlah anak-anak tersebut. Ada anak yang tidak naik kelas selama 4 tahun,
siswa SMA yang bahkan pertambahan pun tidak bisa, dan juga anak yang bahkan
menulis saja tidak bisa. Total ada sembilan anak yang didatangkan dari berbagai
daerah di Papua. Mereka dilatih dengan baik di Jakarta, tidak ada yang pernah
menyangka, bahwa anak-anak tersebut berakhir menjadi juara dunia yang
sesungguhnya. Mereka bertanding di berbagai macam olimpiade hingga tingkat
internasional, salah satunya adalah olimpiade matematika dan sains tingkat Asia.
Dan mereka berhasil mendapat empat medali emas, lima perak, dan tiga
perunggu.

Dari kasus tersebut, kita dapat melihat bahwa anak-anak Papua sesungguhnya
bisa. Hanyalah kesempatan yang tidak mereka miliki selama ini, kesempatan
untuk meraih sebuah ilmu yang dapat mengubah hidup mereka 180 derajat.

Kesempatan untuk meraih sebuah pendidikan. kesempatan yang pupus itu


menimbulkan banyak kasus rasisme, perasaan ingin berpisah karena merasa Papua
belum di-Indonesia-kan, dan juga hilangnya bibit-bibit unggul yang seharusnya
bisa untuk menjadi juara-juara dunia.

Pendidikan dapat mengubah segalanya, orang yang dianggap paling bodoh


ternyata bisa menjadi juara dunia. Dan perkataan-perkataan manusia rasis itu pun
terbungkam, melihat bahwa ras tidak dapat membuat seseorang lebih rendah.
Karena setiap orang bisa untuk menjadi juara dunia dengan cara mereka
tersendiri.

Sebagai generasi muda, kita tidak boleh diperbodoh oleh massa yang tersesat. Kita
harus mengetahui apa celah yang menyebabkan rasisme bisa terjadi. Kita harus
tutupi celah tersebut menjadi sebuah kesempurnaan. Generasi muda haruslah
cerdas, bisa memahami dan peka akan masalah-masalah yang terjadi sekarang.
Mengerti akan pentingnya sebuah persatuan.

Pemahaman akan pentingnya sebuah persatuan dapat timbul apabila generasi


muda bisa memahami akar dari sebuah persatuan tersebut, yaitu pendidikan.
Dengan pendidikan kita dapat memperkuat jembatan-jembatan persatuan yang
rapuh. Menyadarkan Bangsa Indonesia bahwa kita satu.

Apabila Nelson Mandela mengatakan bahwa pendidikan adalah senjata untuk kita
merubah dunia, maka penulis mengatakan bahwa pendidikan adalah lem terkuat
yang dapat mempersatukan kemajemukan Indonesia. Pada akhirnya kita bisa
bertanya pada diri masing-masing, apa yang kita bisa lakukan untuk memajukan
pendidikan di Indonesia?. Siapa yang lebih membutuhkan pendidikan, orang yang
rasis atau anak-anak Papua bibit unggul juara dunia yang sering diolok-olok
sebagai monyet?.
Daftar Pustaka

Batamnews. (2020, September 5). Diambil dari 6 Provinsi Tertinggi Angka Buta
Aksara di RI, Papua Urutan Pertama: https://www.batamnews.co.id/berita-
66912-6-provinsi-tertinggi-angka-buta-aksara-di-ri-papua-urutan-
pertama.html
From zero to infinity, a story of children and math: Yohanes Surya at
TEDxJakarta. (2014, April 9). TEDx Talks. Diambil dari
https://www.youtube.com/watch?v=xXZCVp4jdBQ&t=451s
Gubernur Papua: Banyak yang Belum Di-Indonesia-kan! (2019, November 19).
metrotvnews. Diambil dari https://www.youtube.com/watch?
v=yhlSkujlzCg
Mamat Alkatiri: Orang Papua Alami Rasisme Bertahun-tahun! | Best Statement
ILC tvOne. (2020, Juni 7). Indonesia Lawyers Club. Diambil dari
https://www.youtube.com/watch?v=M5fG7FohuoI
Rasisme Terhadap Bangsa Papua itu Nyata. (2020, Juli 3). Diambil dari Suara
Papua: https://suarapapua.com/2020/07/03/rasisme-terhadap-bangsa-
papua-itu-nyata/
Yohanes Surya dalam Mata Najwa17Juni15 - Eps. Melihat ke Timur. (2015, Juni
18). SuryaGroup Id. Diambil dari https://www.youtube.com/watch?
v=yE2-jFcZgTg&t=2010s

Anda mungkin juga menyukai