NIM : 2010241673
UAS PELAPORAN AKUNTANSI DAN KEUANGAN
JUM’AT 25 JUNI 2021
1. Saudara diminta mencari Laporan Keuangan Tahunan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk
tahun 2018 Atau PT Asuransi Jiwasraya (Persero) tahun 2017.
C. Aspek Transaksi dengan Pihak Berelasi, entitas sepengendali dan kerja sama operasi
D. Pengungkapan
Jawab :
Analisis Transaksi Mata uang Asing Jika dilihat berdasarkan laporan laba rugi tahun berjalan
terlihat bahwa pada pendapatan lainnya, yaitu pada keuntungan selisih kurs sebesar $27,9 Juta,
Namun jika dilihat dari penghasilan komprehensif lain pada pos-pos yang akan di
reklasifikasikan ke Laba-Rugi, terdapat selisih kurs karena penjabaran laporan keuangan sebesar
$9,4 Juta. Artinya dari kedua pos tersebut dengan adanya selisih kurs ini, maka ini akan
menambahkan pendapatan dari PT. Garuda Indonesia, Tbk.
Dalam penyusunan laporan keuangan setiap entitas dalam Grup, transaksi dalam mata uang
nonfungsional (mata uang asing) dicatat dengan kurs yang berlaku pada saat transaksi terjadi.
Pada tanggal pelaporan, aset dan liabilitas moneter dalam mata uang asing disesuaikan untuk
mencerminkan kurs yang berlaku pada tanggal tersebut. Pos non-moneter yang diukur
menggunakan nilai wajar dalam mata uang asing dijabarkan kembali untuk mencerminkan kurs
yang berlaku pada tanggal pengukuran nilai wajar tersebut dilakukan. Pos-pos non-moneter yang
diukur berdasarkan biaya historis dan merupakan mata uang asing tidak dijabarkan kembali.
D. Pengungkapan
Laporan keuangan konsolidasian telah disusun dan disajikan sesuai dengan Standar
Akuntansi Keuangan di Indonesia yang mencakup Pernyataan StandarAkuntansi
Keuangan(PSAK) dan Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan(ISAK) yang diterbitkan oleh
Dewan Standar Akuntansi -Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia dan Dewan Standar Akuntansi
Syariah -Ikatan Akuntan Indonesia serta peraturan regulator pasar modal untuk entitas yang
berada dibawah pengawasannya, antara lain Peraturan No. VIII.G.7 Lampiran No. Kep-
347/BL/2012 tanggal 25 Juni 2012 tentang pedoman Penyajian dan Pengungkapan Laporan
Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik. Menurut opini, Laporan Keuangan menyajikan secara
wajar, dalam semua hal yang material, Posisi Keuangan Garuda Indonesia dan entitas anak
tanggal 31 Desember 2018 serta kinerja keuangan dan arus kas konsolidasian untuk tahun yang
berakhir pada tanggal tersebut, sesuai dengan standar Akuntansi Keuangan di Indoneisa.
3. Apakah Analisis saudara berkaitan dengan “Kasus Garuda” yang belum lama ini pernah
ramai diberitakan?
Jawab :
Analisis Kasus Garuda yang ramai diberitakan dalam beberapa waktu belakangan
berkaitan kondisi Garuda Indonesia memang semakin memburuk PT Garuda Indonesia Tbk
(Persero) berada di ambang kebangkrutan. Kondisi keuangan maskapai flag carrier ini tengah
berdarah-darah. Selain terjerat utang menggunung hingga Rp 70 triliun, perusahaan juga
menderita kerugian. Pandemi Covid-19 yang diperkirakan masih akan berlangsung lama bakal
membuat kinerja keuangan Garuda Indonesia semakin babak belur. Kementerian BUMN
menyebutkan, salah satu biang kerok kerugian Garuda Indonesia adalah kesepakatan harga
pesawat dari perusahaan lessor. Kondisi Garuda Indonesia memang semakin memburuk, dan
lantaran lessor yang ditunda pembayarannya akhirnya menarik pesawat, saat ini memang sudah
banyak pesawat Garuda Indonesia yang di grounded oleh para lessor dan tidak bisa lagi dipakai.
Sehingga saat ini maskapai pelat merah tersebut beroperasi dengan jumlah pesawat yang
minimum sehingga saat ini Garuda beroperasi minimum dengan 50 pesawat.
Kondisi kritis tersebut membuat Kementerian BUMN memutuskan mengambil tindakan
drastis dengan melakukan restrukturisasi utang secara dalam. Sebab jika tidak, Garuda Indonesia
akan berhenti beroperasi karena arus kas (cash flow) yang sangat terbatas, bahkan minus setiap
bulannya. Berdasarkan pendapatan Mei 2021 Garuda Indonesia hanya memperoleh sekitar 56
juta dolar AS dan pada saat bersamaan masih harus membayar sewa pesawat 56 juta dolar AS,
perawatan pesawat 20 juta dolar AS, bahan bakar avtur 20 juta dolar AS, dan gaji pegawai 20
juta dolar AS. Sementara jika berdasarkan data laporan keuangan terakhir yang dirilis Garuda
Indonesia pada kuartal III 2020, BUMN penerbangan itu mempunyai utang sebesar Rp 98,79
triliun yang terdiri dari utang jangka pendek Rp 32,51 triliun dan utang jangka panjang sebesar
Rp 66,28 triliun. Sebelum pandemi Covid-19, perseroan sempat membukukan keuntungan
hampir mencapai Rp 100 miliar pada 2019. Namun, pandemi yang melanda Indonesia pada awal
2020 hingga sekarang telah memukul keuangan perusahaan. Pada kuartal III 2019, Garuda
Indonesia membukukan laba bersih sebanyak Rp 1,73 triliun, lalu merugi hingga Rp 15,19 triliun
pada kuartal III 2020 akibat dampak pandemi Pendapatan Garuda Indonesia tercatat turun dari
awalnya Rp 50,26 triliun pada kuartal III 2019 menjadi hanya Rp 16,04 triliun pada kuartal III
2020. Perseroan lantas menawarkan program pensiun dini untuk para karyawan hingga 19 Juni
2021 mendatang demi menyelamatkan keuangan perusahaan yang tertekan akibat rugi dan utang.
Sejauh ini, sudah ada lebih dari 100 karyawan yang mengajukan pensiun dini. Selain
pensiun dini, sejumlah aksi yang turut dilakukan Garuda Indonesia di antaranya memaksimalkan
kerja sama dengan mitra usaha guna mendorong peningkatan pendapatan. Sementara itu dari
pihak pemerintah berencana memangkas jumlah komisaris Garuda Indonesia hingga mengubah
orientasi bisnis perseroan yang semula melayani rute penerbangan internasional menjadi hanya
berfokus domestik. PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk melakukan percepatan pengembalian
lebih awal armada yang belum jatuh tempo masa sewanya. Hal ini sebagai upaya intensif
pemulihan kinerja keuangan perseroan yang tengah terpuruk. Langkah strategis ditandai dengan
pengembalian dua armada B737-800 NG kepada salah satu lessor atau perusahaan penyewa
pesawat. Percepatan pengembalian itu dilakukan setelah adanya kesepakatan bersama antara
Garuda Indonesia dan pihak lessor pesawat, di mana salah satu syarat pengembalian pesawat
adalah dengan melakukan perubahan kode registrasi pesawat terkait. Pengembalian armada yang
belum jatuh tempo merupakan langkah penting yang perlu dilakukan Garuda Indonesia di tengah
tekanan kinerja usaha imbas pandemi Covid-19. Kini fokus utama maskapai pelat merah ini
adalah penyesuaian terhadap proyeksi kebutuhan pasar di era kenormalan baru.
Khusus untuk liabiltas sewa pembiayaan merupakan akun yang kenaikan nya yang paling
sangat besar dan signifikan dibandingkan tahun lalu terhadap liabilitas jangka panjang, yaitu
sebesar $4,2 Miliar atau naik sekitar 316%. Selanjutnya pada laporan Laba Rugi Komprehensif
dapat dilhat bahwa adanya penurunan secara signifikan dibandingkan tahun lalu atau bisa
dikatakan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk mengalami kerugian sebesar $1,1 miliar.
Kemudian jika dilihat pada Laporan Arus Kas PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, yang mana
jumlah kas dan setara kas pada akhir periode mengalami penurunan dibandingkan tahun lalu
yaitu sebesar $169 juta atau turun sekitar 104%. Berdasarkan penjelasan diatas menunjukan
adanya risiko yang tinggi, baik itu terhadap rasio liquiditas maupun solvabilitas pada PT Garuda
Indonesia (Persero) Tbk
Selain itu, yang jadi permasalahan baru yakni perubahan pengakuan kewajiban yang harus
disampaikan dalam laporan keuangan sesuai dengan Pedoman Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK) yaitu PSAK 73, di mana kewajiban harus dicatatkan sebagai utang, dari ketentuan
sebelumnya sebagai biaya operasi atau operational expenditure. Sebagaimana perubahan yang
dimaksud yaitu perubahan pengakuan kewajiban di mana operasional lease (sewa pesawat)
tadinya dicatat sebagai operational expenditure diakui menjadi utang. Sehingga dengan
demikian PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk mengalami peningkatan utang yang tinggi.
Memang secara PSAK diharuskan untuk dicatat sebagai kewajiban, ini membuat posisi secara
neraca insolvensi (tak mampu bayar kewajiban tepat waktu), karena antara utang dan ekuitasnya
sudah tidak memadai mendukung neraca keuangan.
4. Lihat juga Laporan Keuangan Tahunan PT Garuda Indonesia ( Perseso ) Tbk tahun 2020,
bagaimana dampak covid terhadap Laporan Keuangannya?
Jawab :
Namun kondisi keuangan perusahaan tersebut kian terpuruk akibat dampak dari
pandemic covid 19 yang melanda seluruh dunia. Sejak pandemi Covid-19, Garuda Indonesia
hanya melayani kurang lebih 10 hingga 20 persen trafik penerbangan yang dilayani. Baru
memasuki pertengahan 2020, Garuda bahkan dipastikan sudah kehilangan banyak peak season
karena pandemi Covid-19, yakni masa mudik Lebaran Idulfitri 2020, libur sekolah, umrah, dan
haji. Krisis tersebut disebabkan salah satunya anjloknya jumlah penumpang penerbangan.
Volume penumpang seluruh kelompok perusahaan Garuda Indonesia anjlok 66 persen pada
tahun lalu seiring dengan pembatasan perjalanan lintas batas negara dan rendahnya permintaan
domestik. Disis lain utang perseroan terus menumpuk dan diperkirakan akan terus bertambah
setiap bulannya. Sehingga jumlah pendapatan PT Garuda Indonesia mengalami penurunan
hingga 90% sedangkan jumlah hutang meningkat sebesar 180% dan juga terjadinya penurunan
harga sukuk PT Garuda Indonesia.
Kabar terbaru Bursa Efek Indonesia(BEI) menyetop sementara perdagangan saham PT
Garuda Indonesia Tbk. Langkah ini menyusul penundaan pembayaran kupon sukuk global.
Adapun berdasarkan surat Garuda Indonesia tanggal 17 Juni 2021, Garuda Indonesia menunda
pembayaran jumlah pembagian berkala ( Kupon sukuk ) senilai USD 500.000.000, dengan
mempertimbangkan hal tersebut, bursa memutuskan untuk melakukan penghentian sementara
perdagangan saham Garuda Indonesia di seluruh pasar terhitung sejak sesi I perdagangan bursa.
Berdasarkan laporan keuangan kuartal III/2020, Garuda Indonesia mengalami rugi bersih
sebesar US$1,07 miliar atau Rp16,03 triliun. Posisi tersebut berbanding terbalik dibandingkan
catatan pada kuartal III/2019 saat GIAA meraup laba bersih US$122,42 juta.
Penyebab utama penurunan itu adalah anjloknya pendapatan dari penerbangan berjadwal yang
menjadi sumber utama pendapatan perseroan.
Kontribusi pendapatan dari penerbangan berjadwal pada kuartal III/2020 tercatat sebesar
US$917,28 juta atau Rp13,69 triliun, jauh dibawah perolehan kuartal III/2019 sebesar US$2,79
miliar. Penerimaan perusahaan dari sektor penerbangan tidak berjadwal juga anjlok cukup
dalam. Perusahaan hanya mampu mencetak pendapatan US$46,92 juta berbanding torehan
kuartal III/2019 senilai US$249,91 juta.
Total pendapatan Garuda Indonesia pun mencapai US$1,13 miliar per September 2020 atau
Rp16,98 triliun, turun 67,85 persen year on year dari US$3,54 miliar pada kuartal III/2019.
Berdasarkan penjelasan perusahaan terkait dampak pandemi virus corona dari laman Bursa Efek
Indonesia.