Anda di halaman 1dari 5

Rangkuman Minggu ke 2

Nama: Rizky Amalia


NIM : 2014950022
Al-Hisbah sebagai model awal Auditing Syariah
Konsep, Organisasi dan Operasi (awal) Al- Hisbah
Islam menganjurkan sistem ekonomi bebas dibimbing oleh kode yang
diterima secara sosial etik, yang dibangun bersamaan untuk menjaga dan
mendisiplinkan perilaku manusia dalam kegiatan ekonomi dan sosial agar
jangan sampai tersesat. Salah satu sarana yang ingin dicapai dalam
komunitas Muslim adalah lembaga Hisbah (kantor Ombudsman). Hisbah
adalah lembaga penting yang bertugas memerintah kebaikan dan mencegah
keburukan,

serta

pemantauan

pasar,

pengerjaan

dan

manufaktur

keprihatinan memastikan bahwa etika bisnis ditegakkan oleh entitas dan


standar kualitas yang terjaga.
Secara harfiah, kata Hisbah berkonotasi "akuntabilitas" atau "mencari
pahala" (Wehr, 1976). Secara teknis Namun, itu menggambarkan "lembaga
negara untuk mempromosikan perilaku yang tepat dan menghindari semua
jenis kejahatan atau pelanggaran" (Salleh, 2009). Ini merupakan lembaga
yang ada melalui sebagian besar sejarah Islam untuk memerintah apa yang
baik dan mencegah apa yang jahat sejalan dengan petunjuk Alquran:
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan
mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang
beruntung. [Al-Imran 3: 104]
Jadi, sementara Al-Qur'an dan Sunnah umumnya membayangkan
bahwa setiap Muslim memiliki tanggung jawab untuk penyebaran kebaikkan

dan pemberantasan hal yang salah, namun negara, memberdayakan untuk


membangun lembaga resmi untuk mengawasi pelaksanaannya. Al-Hamar
(1999) berpendapat bahwa agar negara mengkoordinasikan upaya dalam
melaksanakan tanggung jawabnya dari memerintahkan yang baik dan
melarang yang buruk, Islam mendirikan lembaga Hisbah khusus untuk
menangani tugas yang dilakukan oleh orang-orang yang dipilih secara hatihati sesuai dengan kondisi dan tatacara yang jelas agar kegiatannya dikelola
dengan baik oleh negara. Dengan demikian, Hisbah, seperti Zaidan (1989)
katakan, adalah lembaga keagamaan yang mewujudkan penerapan prinsip
Islam yang memerintahkan apa yang baik dan melarang apa yang jahat,
yang merupakan kewajiban bagi orang yang mengawasi urusan umat Islam
untuk menunjuk siapa pun ia yang memiliki kualifikasi untuk urusan ini.
Tujuan
masyarakat

dari
dari

lembaga

Hisbah

penyimpangan,

adalah untuk

melindungi

mempertahankan

iman

anggota

mereka

dan

menjamin kesejahteraan rakyat dalam hal agama dan duniawi sesuai dengan
syariah. Hisbah berfungsi sebagai mekanisme kontrol Islam yang didirikan
untuk menjaga tatanan kehidupan sosial, sehingga setiap orang akan
menikmati keamanan dan pemenuhan kebutuhan dasar (Al-Hamar, 1999;
Abdullah, 2010). Menurut Zaidan (1989, pp. 338-9), Hisbah adalah jalan
tengah antara kehakiman (wilayat al-hukm) dan Pengaduan Masyarakat
Komisi (wilayat al-mazhalim). Jangkauannya meliputi aqidah (keyakinan),
ibadat

(ibadah),

mu'amalaat

(transaksi),

lingkungan,

moralitas

dan

perdagangan dan kerajinan.


Pada awalnya, kegiatan Hisbah didominasi dengan mendorong perilaku
moral dan mengecilkan yang bermoral, memberitakan kebenaran dan
menasihati

terhadap

kesalahan. Selama

bertahun-tahun

namun,

pengembangan Hisbah melampaui makna religius "memerintah kebaikan


dan

mencegah

keburukan"

dengan

tugas

praktis

konsisten

dengan

kepentingan umum umat Islam. Elsergany (2010) mengamati bahwa dalam

berjalannya waktu, Hisbah mulai menangani berbagai masalah sosial yang


mencakup pemeliharaan kebersihan jalan, kesejahteraan hewan, mencegah
guru dari pemukulan terhadap murid, dan mengendalikan bar dan peminum
anggur serta perempuan malam.

Evolusi dan pengalaman praktik hisbah abad ke-10-19


Hisbah adalah lembaga yang sangat tua dan popular. Setelah berjaya
di periode kebangkitan dan kejayaan Islam, eksistensi hisbah mengalami
kemunduran. Sampai tahun 1826, di Turki, lembaga hisbah dijalankan oleh
Ihtisab Nazaretti. Pada 1854 lembaga ini juga dihapuskan, dan sejak saat itu
lembaga ini benarbenar hilang. Di Persia, lembaga hisbah masih ada sampai
tahun 1880 M, namun tidak lama setelah itu didirikan lembaga Kepolisian
dan hisbah ditempatkan sebagai bagian polisi. Di Mesir, sampai abad ke-18
lembaga hisbah masih eksis. Bahkan ketika Perancis menduduki Mesir pada
1890 M, pemerintah Perancis masih mempertahankan lembaga hisbah untuk
mengurus kepentingan umum. Justru ketika Perancis meninggalkan Mesir,
eksistensi hisbah semakin lemah. Pada masa Muhammad Ali Pasya,
eksistensi hisbah pernah dikembalikan, tetapi atas kebijakannya juga pada
tahun 1819, lembaga hisbah diletakkan di bawah Khadive langsung, karena
itu tugas-tugas hisbah hanya menuruti kemauan penguasa. Hanya ada dua
Negara yang tetap mempertahankan fungsi hisbah dalam sistem penegakan
hukumnya, yaitu Maroko, dan Arab Saudi.
Kemunduran Al-Hisbah terjadi dikarenakan adanya beberapa faktor seperti :
a) Pengaruh modernisasi yang melanda dunia Islam sehingga para penguasa
Islam gelap mata dan ingin mengadopsi konsep apa saja yang ditawarkan
barat seperti konsep penegakan hukum dengan lembaga polisi dan jaksa.
b) Konsep hisbah tidak dikembangkan menurut tuntutan keadaan perubahan
masa dan tempat, sehingga ketika datang konsep baru seperti polisi,
negara-negara Islam mengadopsinya dan menganggap konsep hisbah

sudah tidak up to date. Hal ini tidak terlepas dari peran ulama yang tidak
bisa memperbaharui konsep ini.
c) Tidak adanya kemauan politik dari penguasa untuk mempertahankan
lembaga hisbah.
Evolusi dan kontekstualisasi Al-Hisbah
Lembaga Hisbah tidak hanya berkontribusi pada pengembangan moral
masyarakat, tetapi juga melakukan sejumlah peran ekonomi dengan tujuan
untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat. Ini dimulai pertama
sebagai inspeksi pasar, tetapi kemudian bermetamorfosis menjadi sensor
moral

maupun

bertanggung

jawab

untuk

mengawasi

pasar. Hal

ini

memainkan peran untuk mencegah penipuan dalam industri dan transaksi


melalui pengawasan dan langkah-langkah untuk memastikan standar dan
caliber mereka, serta memeriksa kualitas produk dan ketertiban pasar
(Elsergany, 2010).
Secara historis, orang pertama

yang memegang posisi Hisbah

sehubungan dengan peran ekonomi dalam masyarakat Muslim adalah


Rasulullah SAW. Nabi Muhammad SAW sendiri digunakan untuk melakukan
inspeksi pasar untuk melihat bahwa pedagang tidak terlibat dalam perilaku
yang tidak benar dan setiap kali dia melihat seseorang yang terlibat dalam
praktek tidak etis, ia akan meminta orang tersebut untuk menjauhkan diri
dari perilaku tersebut.
Al-Hisbah merupakan salah satu lembaga peradilan (qadha) dalam
sistem pemerintahan Islam, yang memiliki kewenangan untuk amar maruf
nahi munkar. Embrio lembaga ini telah ditemui sejak masa Nabi SAW sebagai
salah satu kewajiban agama, dan pada masa pemerintahan Bani Umayyah
dan Abbasiyah lembaga ini menjelma menjadi sebuah lembaga terpisah dari
kekuasaan khalifah.

Al-Hisbah
pelanggar

ini

hukum.

berwenang
Walaupun

untuk

memberikan

demikian,

muhtasib

hukuman
tidak

terhadap

memberikan

hukuman tersebut secara langsung, tetapi melalui tahapan-tahapan seperti


menasehati, mengingatkan, yang kesemuanya itu termasuk dalam kategori
tazir. Namun demikian Hisbah hanya bertugas mengawasi hal-hal yang
tampak

(zahir)

dan

sudah

maruf

di

kalangan

masyarakat.

Yaitu

perkaraperkara umum yang tidak ada perselisihan ulama tentang kewajiban


melaksanakannya ataupun meninggalkannya, atau sering juga disebut
perkaraperkara

yang

sudah

menjadi

uruf

(adat)

dalam

keseharian

masyarakat.
Sebab itulah, untuk tahap awal yang paling penting dilakukan
sebenarnya adalah menumbuhkan kesadaran yang sempurna di kalangan
masyarakat, baik dengan ceramah ataupun yang lebih bagus tingkah laku
kongkrit para penguasa yang akan menjadi contoh rakyat. Petugas Hisbah
yang menjalankan tugas amar makruf nahi munkar wajib menjadikan dirinya
orang yang pertama melakukan perkara-perkara maruf dan orang yang
pertama meninggalkan perkara-perkara yang munkar.

Anda mungkin juga menyukai