Anda di halaman 1dari 15

PENDIDIKAN KESEHATAN : PEMANFAATAN OBAT

SECARA BENAR PADA PASIEN HALUSINASI


PENDENGARAN
(1) Ardina Marwah, (2) Buntar Handayani, (3) Sri Atun Wahyuningsih
Program Diploma Tiga Keperawatan, Akademi Keperawatan Pelni Jakarta
Email : Ardinamarwah@gmail.com No.Hp : 082373734494

Abstrak

Halusinasi pendengaran yaitu berupa suara-suara bising atau mendengung,


berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat, bisa juga pasien bersikap
mendengar dengan penuh perhatian pada orang yang tidak berbicara atau pada
benda mati. halusinasi pendengaran dapat terkontrol menggunakan salah satu
tindakan keperawatan yaitu edukasi pemanfaatan minum obat dengan prinsip 5
benar. Jenis Penelitian ini adalah studi kasus yaitu pengkajian satu unit penelitian
secara intensif misalnya satu pasien, keluarga, kelompok dan tetap
mempertimbangkan waktu. Penelitian ini bertujuan untuk mengontrol tanda dan
gejala pada pasien halusinasi pendengaran. Penelitian ini berlangsung selama 3
hari dan 6 kali pertemuan, adapun hasil dari penelitian ini adalah terkontrolnya
tanda dan gejala halusinasi dan tidak terjadi kekambuhan pada pasien halusinasi
pendengaran. Peneliti merekomendasikan agar pasien halusinasi pendengaran
dapat memanfaatkan obat secara benar agar tidak terjadi kekambuhan.

Kata kunci : Halusinasi Pendengaran; Pendidikan Kesehatan; Obat.

Abstract

Auditory hallucinations are in the form of noises or buzzing, in the form of words
arranged in the form of sentences, the patient can also listen attentively to people
who are not talking or to inanimate objects. Auditory hallucinations can be
controlled using one of the nursing actions, namely education on the use of taking
medication with the 5 correct principles. This type of research is a case study,
which is an intensive study of one research unit, for example one patient, family,
group and still considers time. This study aims to control signs and symptoms in
patients with auditory hallucinations. This study lasted for 3 days and 6 meetings,
while the results of this study were controlled signs and symptoms of
hallucinations and no recurrence in patients with auditory hallucinations.
Researchers recommend that patients with auditory hallucinations can use the
drug properly to prevent recurrence.

Keywords : Auditory Hallucinations, Health Education, Drug.


Pendahuluan

Skizofrenia merupakan kondisi terjadinya penyimpangan fundamental dan


karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta afek tumpul (Eko, 2014). Dan
merupakan suatu bentuk psikosa fungsional dengan gangguan utama pada proses
pikir serta disharmoni (keretakan, perpecahan) antara proses pikir, afek, emosi,
kemauan dan psikomotor disertai distorsi kenyataan, terutama karena waham dan
halusinasi (Direja, 2011). yang serius dan dapat menurunkan kualitas hidup
manusia, pada pasien skizofrenia terdapat gangguan yang paling sering terjadi
adalah halusinasi pendengaran yang merupakan bentuk gangguan persepsi sensori.
(Reza, 2015).
Halusinasi pendengaran bisa berupa suara-suara bising atau mendengung,
berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat, Bisa juga pasien bersikap
mendengar dengan penuh perhatian pada orang yang tidak berbicara atau pada
benda mati (Dermawan & Rusdi, 2013). Dan mengalami perubahan sensori
persepsi tentang suatu objek, gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa
adanya rangsangan dari luar (Fitria, 2010).
Sekitar 7 dari 1000 populasi atau sekitar lebih dari 21 juta orang dewasa di
dunia mengalami skizofrenia (WHO, 2012). Menurut data riskesdas tahun 2013
menunjukan bahwa prevalensi gangguan jiwa berat termasuk skizofrenia di
Indonesia mencapai 1,7 per mil atau 1-2 orang dari 1000 warga di Indonesia
mengalami gangguan jiwa berat. Di DKI Jakarta jumlah penderita sakit jiwa
hingga triwulan kedua 2014 tercatat sebanyak 150.029 orang. Jika
dibanding dengan kasus yang sama tahun 2015 telah mencapai angka
306.621 orang, ini bearti ada peningkatan penderita sakit jiwa hingga 100%
(Twistiandayani & Pranata, 2016).
Pasien skizofrenia dengan diagnosis keperawatan halusinasi pendengaran
dapat terkontrol menggunakan salah satu tindakan keperawatan yaitu edukasi
pemanfaatan minum obat dengan prinsip 5 benar, pasien dapat menyebutkan
warna obat, kapan harus minum obat, dan memastikan obat itu miliknya
(Fahmawati, Hastuti dan Wijayanti, 2014). Terdapat penurunan tanda dan gejala
pada pasien halusinasi setelah dilakukan edukasi tentang penggunaan obat secara
teratur dengan menggunakan prinsip 5 benar obat meliputi benar obat, benar
pasien, benar cara, benar waktu dan benar dosis (Abidin & Wahyuningsih, 2020).
Pravelensi pasien dengan diagnosa medis skizofrenia yang berobat
(85,0%), tidak berobat (15,0%), minum obat rutin (48,9%) dan tidak rutin (51,1%)
dan ditemukan alasan pasien tidak minum obat 1 bulan terakhir yang merasa
sudah sehat (36,1%), tidak rutin berobat (33,7%) tidak mampu membeli obat rutin
(23,6%), tidak tahan ESO (Efek Samping Obat) (7%), sering lupa (6.1%), merasa
dosis tidak sesuai (6,1%), obat tidak tersedia (2,4%) (Kemenkes RI, 2018). Di
Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta tahun 2012 menunjukkan pasien
rawat jalan yang menderita halusinasi memiliki presentasi 78% dari 100% jumlah
pasien rawat jalan seluruhnya di tahun tersebut (Linggu & Wardani, 2014). 70%
faktor presipitasi pasien dengan putus obat dapat mengalami halusinasi kembali,
salah satu cara untuk mencegahnya yaitu dengan memberikan pendidikan
kesehatan pemafaatan obat secara benar (Pardede & Siregar, 2016).
Tingkat kekambuhan pada pasien skizofrenia setelah dilakukan pendidikan
kesehatan tentang pemanfaatan obat secara benar terjadi penurunan, karna obat
bisa menurunkan tanda dan gejala sehingga mampu mencegah kekambuhan
(Pardede & Siregar, 2016). Adanya hubungan antara kepatuhan obat dengan
kejadian kekambuhan, karena dengan meminum obat rutin dapat mengurangi atau
menghambat gejala positif pasien dengan Skizofrenia (Baiq, 2014). Dan didukung
oleh penelitian (Mubin & Liviana, 2019) yang menyatakan bahwa semakin patuh
pasien minum obat maka semakin kecil juga kemungkinan pasien Skizofrenia
Paranoid mengalami kekambuhan.
Mengontrol halusinasi pendengaran dengan upaya minum obat secara
teratur yang dilakukan enam kali setiap pertemuan pada masing-masing pasien
didapatkan hasil terjadinya peningkatan kesehatan dan kualitas hidup pasien
secara kondusif (Fahmawati, Hastuti dan Wijayanti, 2014). Dan terbukti mampu
meningkatkan kemampuan kognitif dan psikomotor dalam mengendalikan
halusinasi sehingga menurunkan tanda-tanda halusinasi (Suheri, 2014). Pemberian
obat-obatan antipsikotik juga dapat menurunkan intensitas halusinasi pendengaran
yang dialami pasien (Aldam & Wardani, 2019).
Melihat tingginya angka kejadian halusinasi pendengaran yang mengalami
kekambuhan akibat tidak patuh minum obat , serta adanya dampak yang lebih
lanjut bila halusinasi pendengaran tidak diatasi, maka pentingnya peran perawat
memberikan pendidikan kesehatan tentang benar minum obat untuk mencegah
kekambuhan pada pasien halusinasi pendengaran.

Metode Penelitian

Penelitian ini berbentuk deskriptif dengan rancangan penelitian studi


kasus, yaitu rancangan penelitian yang mencakup pengkajian satu unit penelitian
secara intensif misalnya satu pasien, keluarga, kelompok, komunitas atau institusi.
Desain dari studi kasus tergantung dari keadaan kasus tetapi tetap
mempertimbangkan waktu. Studi kasus merupakan rancangan penelitian yang
mencakup pengkajian satu unit penelitan secara intensif, misal satu pasien,
keluarga, kelompok, komunitas, atau institusi. Meskipun jumlah subyek
cenderung sedikit, jumlah variabel yang diteliti sangat luas (Nursalam, 2013).
Pada penelitian ini peneliti melakukan intervensi pendidikan kesehatan :
pemanfaatan obat secara benar pada dua responden sesuai kriteria inklusi dan dua
responden tersebut sama-sama diberikan intervensi.
Hasil penelitian memenuhi syarat untuk diujikan, peneliti sudah lulus uji
proposal dan uji etik pada penelitian ini.
Hasil

Karakteristik responden I

Responden I berjenis kelamin laki-laki, berumur 20 tahun, pendidikan


terakhir SMA, agama islam, diagnosa medis F.20 (skizofrenia paranoid) dan
diagnosis keperawatan halusinasi pendengaran. Saat ini responden I masuk
rumah sakit jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta untuk yang ketiga kalinya
karna putus obat. Masuk pertama kali tahun 2018, kedua kali tahun 2020
dan ketiga kalinya tahun 2021. Berdasarkan pengamatan responden I
tampak menggerakkan bibir tanpa suara, tersenyum atau tertawa tidak
sesuai, pergerakan mata cepat, respon verbal lambat, suka menyendiri dan
tidak bisa membedakan halusinasi dan realita serta adanya peningkatan nadi
dan tekanan darah

Pelaksanaan Intervensi dan Implementasi :

Hari/Pertemuan Tujuan Respon Hasil


Hari I / Pertemuan Mendapatkan Responden I terlihat Responden I setuju
I persetujuan tersenyum dan untuk dijadikan objek
Peneliti penelitian dari tertawa tidak penelitian.
melakukan BHSP responden serta sesuai, suka
Memberikan mendapatkan menyendiri,
informed consent, informasi terhadap menggerakkan bibir
lembar wawancara kondisi responden. tanpa suara,
dan melakukan pergerakan mata
pengkajian. tidak sesuai, respon
verbal lambat,
adanya peningkatan
tekanan darah dan
nadi, dan
mengatakan suara-
suara yang
didengarnya nyata.
Hari I/ Pertemuan Meningkatkan Responden I terlihat Responden I
II pengetahuan memperhatikan memahami materi yang
Peneliti tentang manfaat materi yang disampaikan dan
Memberikan dan prinsip 5 disampaikan bertanya mengenai
pendidikan benar obat peneliti materi tersebut.
kesehatan
mengenai manfaat
dan prinsip 5
benar obat
Hari/Pertemuan Tujuan Respon Hasil
Hari II/ Pertemuan Meningkatkan Responden I terlihat Responden I
I pengetahuan memperhatikan memahami materi yang
Peneliti tentang warna obat materi yang disampaikan dan
memberikan dan frekuensi obat disampaikan bertanda mengenai
pendidikan yang diminum peneliti materi tersebut
kesehatan
mengenai warna
dan frekuensi obat
yang dikonsumsi

Hari II/ Pertemuan Meningkatkan Responden I terlihat Responden I


II pengetahuan memperhatikan memahami materi yang
Peneliti tentang cara materi yang disampaikan dan
memberikan minum obat yang disampaikan bertanya mengenai
pendidikan benar dan manfaat peneliti materi tersebut
kesehatan obat yang
mengenai cara dikonsumsi
minum obat dan
menfaat obat yang
dikonsumsi

Hari III/ Meningkatkan Responden I terlihat Responden I


Pertemuan I pengetahuan memperhatikan memahami materi yang
Peneliti tentang efek putus materi yang disampaikan dan
memberikan obat disampaikan bertanya mengenai
pendidikan peneliti materi tersebut.
kesehatan
mengenai efek
putus obat

Hari III/
Pertemuan II Meningkatkan Responden I terlihat Responden I
Peneliti pengetahuan memperhatikan memahami materi yang
memberikan tentang efek obat materi yang disampaikan dan
pendidikan yang dikonsumsi disampaikan bertanya mengenai
kesehatan dan mengetahui peneliti materi tersebut serta
mengenai efek keberhasilan tersenyum dan tertawa
samping obat yang intervensi yang tidak sesuai,
dikonsumsi dan dilakukan menyendiri sudah tidak
mengevaluasi nampak, dan
intervensi yang responden mangatakan
sudah diberikan suara-suara yang
didengarnya tidak
nyata.

Karakteristik responden II

Responden II berjenis kelamin laki-laki, berumur 27 tahun, pendidikan

terakhir SMP, agama islam, diagnosa medis F.20 (skizofrenia paranoid) dan
diagnosa keperawatan halusinasi pendengaran. Saat ini responden II masuk

rumah sakit jiwa Dr. Soeharto Heerdjan untuk yang kedua kalinya karna

putus obat. Masuk pertama kali tahun 2019 dan kedua kalinya tahun 2021.

Berdasarkan hasil pengamatan responden II tampak menggerakkan bibir

tanpa suara, tersenyum atau tertawa tidak sesuai, pergerakan mata cepat,

respon verbal lambat, suka menyendiri dan tidak bisa membedakan

halusinasi dan realita serta kenaikan nadi dan tekanan darah.

Pelaksanaan Intervensi dan Implementasi :

Hari/Pertemuan Tujuan Respon Hasil


Hari I / Pertemuan Mendapatkan Responden II Responden II setuju
I persetujuan terlihat tersenyum untuk dijadikan objek
Peneliti penelitian dari dan tertawa tidak penelitian.
melakukan BHSP responden serta sesuai, suka
Memberikan mendapatkan menyendiri, tidak
informed consent, informasi terhadap bisa membedakan
lembar wawancara kondisi responden. halusinasi dan
dan melakukan realita,
pengkajian. menggerakkan bibir
tanpa suara,
pergerakan mata
tidak sesuai, respon
verbal lambat, dan
peningkatan
tekanan darah dan
denyut jantung
Hari I/ Pertemuan Meningkatkan Responden II Responden II
II pengetahuan terlihat memahami materi yang
Peneliti tentang manfaat memperhatikan disampaikan dan
Memberikan dan prinsip 5 materi yang bertanya mengenai
pendidikan benar obat disampaikan materi tersebut.
kesehatan peneliti
mengenai manfaat
dan prinsip 5
benar obat

Hari II/ Pertemuan Meningkatkan Responden II Responden II


I pengetahuan terlihat memahami materi yang
Peneliti tentang warna obat memperhatikan disampaikan dan
memberikan dan frekuensi obat materi yang bertanda mengenai
pendidikan yang diminum disampaikan materi tersebut
kesehatan peneliti
mengenai warna
Hari/Pertemuan Tujuan Respon Hasil
dan frekuensi obat
yang dikonsumsi

Hari II/ Pertemuan Meningkatkan Responden II Responden II


II pengetahuan terlihat memahami materi yang
Peneliti tentang cara memperhatikan disampaikan dan
memberikan minum obat yang materi yang bertanya mengenai
pendidikan benar dan manfaat disampaikan materi tersebut
kesehatan obat yang peneliti
mengenai cara dikonsumsi
minum obat dan
menfaat obat yang
dikonsumsi
Hari III/
Pertemuan I Meningkatkan Responden II Responden II
Peneliti pengetahuan terlihat memahami materi yang
memberikan tentang efek putus memperhatikan disampaikan dan
pendidikan obat materi yang bertanya mengenai
kesehatan disampaikan materi tersebut.
mengenai efek peneliti
putus obat

Hari III/
Pertemuan II
Peneliti Meningkatkan Responden II Responden II
memberikan pengetahuan terlihat memahami materi yang
pendidikan tentang efek obat memperhatikan disampaikan dan
kesehatan yang dikonsumsi materi yang bertanya mengenai
mengenai efek dan mengetahui disampaikan materi tersebut serta
samping obat yang keberhasilan peneliti tersenyum dan tertawa
dikonsumsi dan intervensi yang tidak sesuai,
mengevaluasi dilakukan menyendiri sudah tidak
intervensi yang nampak, dan
sudah diberikan responden mangatakan
suara-suara yang
didengarnya tidak
nyata.

Pembahasan :

Proses Intervensi Responden I

Kondisi sebelum dilakukan intervensi responden I terlihat menggerakkan


bibir tanpa suara, tersenyum atau tertawa tidak sesuai, pergerakan mata
cepat, respon verbal lambat, suka menyendiri dan tidak bisa membedakan
halusinasi dan realita. Hari I pertemuan 1 dilakukan BHSP, responden
mengatakan bahwa dirinya sudah tiga kali masuk rumah sakit jiwa Dr.
Soeharto Heerdjan Jakarta dengan alasan bosan minum obat dan merasa
dirinya sudah sembuh.
Sebelum masuk rumah sakit jiwa Dr. Soehato Heerdjan Jakarta responden
I mengatakan mendengar suara gemuruh dan ramai ditelinganya sehingga
dirinya marah dan membanting kursi tidak lama setelah kejadian tersebut
pihak dari rumah sakit jiwa Dr. Soeharto Heerdjan datang menjemputnya,
setelah selesai rawat untuk yang pertama kalinya responden merasa bosan
karna harus minum obat-obatan secara terus menerus, dan merasa suara-
suara yang menganggu sudah hilang.
Saat dirawat responden juga mengatakan ingin pulang dan beraktifitas
seperti biasanya. Saat dilakukan intervensi responden memperhatikan setiap
materi yang diberikan dan sadar bahwa dirinya harus minum obat-obatan
secara terus menerus, karna apabila responden tidak meminum obat tersebut
suara-suara yang menganggu akan mencul kembali. Evaluasi secara
keseluruhan responden optimis suara-suara yang menganggu tidak akan
muncul lagi dengan cara minum obat dengan benar, responden mangatakan
tidak ingin masuk rumah sakit jiwa lagi.

Proses intervensi responden II

Kondisi sebelum dilakukan intervensi responden II terlihat menggerakkan


bibir tanpa suara, tersenyum atau tertawa tidak sesuai, pergerakan mata
cepat, respon verbal lambat, suka menyendiri dan tidak bisa membedakan
halusinasi dan realita. Hari I pertemuan 1 dilakukan BHSP, responden
mengatakan bahwa dirinya sudah dua kali masuk rumah sakit jiwa Dr.
Soeharto Heerdjan Jakarta dengan alasan tidak tahu obat apa yang diminum
dan membuangnya.
Sebelum masuk rumah sakit jiwa Dr. Soehato Heerdjan Jakarta responden
I mengatakan mendengar suara menyuruh responden membanting televisi,
tidak lama setelah kejadian tersebut pihak keluarga bilang kepada responden
ingin jalan-jalan dan ternyata responden dibawa ke rumah sakit jiwa Dr.
Soeharto Heerdjan, setelah selesai rawat untuk yang pertama kalinya
responden merasa bingung dengan obat-obatan yang dirinya minum
kemudian membuangnya. Saat dirawat responden juga mengatakan ingin
pulang dan beraktifitas seperti biasanya.
Saat dilakukan intervensi responden memperhatikan setiap materi yang
diberikan dan sadar bahwa dirinya harus minum obat-obatan secara terus
menerus, karna apabila responden tidak meminum obat tersebut suara-suara
yang menganggu akan mencul kembali. Evaluasi secara keseluruhan
responden optimis suara-suara yang menganggu tidak akan muncul lagi
dengan cara minum obat dengan benar, responden mangatakan tidak ingin
masuk rumah sakit jiwa lagi.

Kesimpulan

Pendidikan kesehatan pemanfaatan obat secara sangat berpengaruh pada


pasien halusinasi pendengaran untuk mengontrol tanda gejala yang dialam oleh.
Hasil sebelum dilakukan intervensi pada responden I dan II yaitu tanda dan gejala
halusinasi di tahap I dan II masih ada yaitu menggerakkan bibir tanpa suara,
tersenyum atau tertawa tidak sesuai, pergerakan mata cepat, respon verbal lambat,
suka menyendiri dan tidak bisa membedakan halusinasi dan realita. Setelah
dilakukan intervensi pendidikan kesehatan pemanfaatan obat secara benar terdapat
penurunan tanda gejala pada kedua responden. Dan tanda gejala halusinasi tahap I
dan II yang dialami oleh kedua responden menurun sehingga halusinasinya
terkontrol setelah dilakukan intervensi 3 hari dan 6 kali pertemuan.

Saran

Bagi Pengembangan Ilmu Dan Teknologi Keperawatan, bagi perawat


diharapkan dapat mensosialisasikan intervensi keperawatan ini, berupa
pemberikan pendidikan kesehatan pemanfaatan obat secara benar untuk
mengontrol tanda dan gejala halusinasi pendengaran. Bagi Institusi, Diharapkan
institusi untuk menambah buku-buku terbaru mengenai Halusinasi di
perpustakaan untuk mendukung penelitian-penelitian berikutnya. Bagi Rumah
Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan, Dapat mempertimbangkan untuk melakukan
intervensi pendidikan kesehatan pemanfaatan obat secara benar sebagai
penatalaksanaan keperawatan pasien halusinasi khususnya pendengaran dalam
program pengobatan.

Ucapan Terimakasih

Pada kesempatan ini, peneliti mengucapkan terimakasih kepada Ahmad


Samdani, S.KM., MPH., Ketua YAYASAN SAMUDRA APTA, Buntar
Handayani, S.Kp.,M.Kep.,M.M., Direktur Akademi Keperawatan PELNI Jakarta
sekaligus Pembimbing Utama Yang Telah Membimbing Dan Mengarahkan
Penelitian Dalam Menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini, Sri Atun Wahyuningsih,
Ns.,M.Kep.,Sp.Kep.J Ketua Prodi Diploma III Keperawatan Akademi
Keperawatan PELNI Jakarta sekaligus Pembimbing Kedua Yang Telah
Membimbing Dan Mengarahkan Penelitian Dalam Menyelesaikan Karya Tulis
Ilmiah ini, Ns. Ricky Riyanto Iksan, M. Kep.,Sp.Kep.Kom, Dewan Penguji
Utama, Yang Telah Memberikan Masukan Saran Untuk Perbaikan Karya Tulis
Ilmiah, Tini Wartini, S.Pd., S.Kep., MKM, Anggota Penguji I Yang Telah
Memberikan Masukan Saran Untuk Perbaikan Karya Tulis Ilmiah Ini, Seluruh
Dosen , Direktur Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta Dr. Desmiarti,
SpKJ.,MARS, Tenaga Kependidikan Akademi Keperawatan PELNI Jakarta yang
telah memberikan banyak dukungan dan do’a serta ilmu yang sangat bermanfaat
Keluarga terutama orang tua dari penulis yang selalu memberikan do’a dan
dukungan dari segi moral maupun materil agar dapat menyelesaikan Karya Tulis
Ilmiah ini dengan sebaik-baiknya dan tepat waktu serta Teman-teman Akademi
Keperawatan PELNI Jakarta angkatan XXIII yang sama-sama sedang berjuang,
memberi dukungan dan do’a satu sama lain dalam menyelesaikan Karya Tulis
Ilmiah, maupun teman-teman diluar Akademi Keperawatan PELNI Jakarta.
Referensi

1. Eko P. (2014). Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa.


Yogyakarta : Nuha Medika
2. Direja. S. N. (2011) . Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuha
Medika.
3. Reza., (2015). Stigma Masyarakat Terhadap Penderita Skizofrenia.
Diakses melalui http://lib.unnes.ac.id pada tanggal 17 Maret 2018 pukul
14.17 WIB
4. Dermawan, R & Rusdi. (2013). Keperawatan Jiwa : Konsep dan
Kerangka Kerja Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Gosyen
Publishing.
5. Fitria, N. (2010). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan
Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
6. Twistiandayani, R & Pranata, F. (2016). Dukungan Keluarga Dalam
Merawat Klien Menurunkan Resiko Halusinasi, Jurnal Of Ners
Community, vol.07, no.2, November 2016, hlm. 104. Diakses pada
tanggal 7 agustus 2016
7. Fahmawati, R. F., Hastuti, W., Wijayanti. (2014). Upaya Minum Obat
Untuk Mengontrol Halusinasi Dengan Pasien Gangguan Persepsi Sensori
Halusinasi Pendengaran. Jurnal Keperawatan Jiwa.
8. Abidin, M, N & Wahyuningsih. (2020). Penerapan Strategi Pelaksanaan
(SP) 2 Pada Klien Skizofrenia Dengan Gangguan Persepsi Sensori :
Halusinasi Pendengaran, Jurnal Manajemen Asuhan Keperawatan, Vol. 4
No. 2, pp 133-140
9. Linggu, N. A & Wardani, I, Y. (2018). Hubungan Antara Dukungan
Keluarga Dengan Kebutuhan Minum Obat Pasien Dengan Halusinasi Di
Poliklinik
10. Baiq. (2014). Hubungan Kepatuhan Minum Obat Dengan Prevalensi
Kekambuhan Pada Pasien Skizofrenia Di Rsj Aceh. Stikes Aisyah
Yogyakarta. Jurnal Keperawatan, Diakses tanggal 2 Agustus 2016.
11. Mubin, F, M & Liviana PH. (2019). Hubungan Kepatuhan Minum Obat
Dengan Kekambuhan Pasien Skizofrenia Paranoid, Jurnal Farmasetis
Vol. 8, pp 21-24
12. Perdede, A. P & Siregar, A. R. (2016). Pendidikan Kesehatan Kepatuhan
Minum Obat Terhadap Perubahan Gejala Halusinasi Pada Pasien
Skizofrenia , Mental Health Nursing Journal, vol. 3 no. 1
13. Fahmawati, R. F., Hastuti, W., Wijayanti. (2014). Upaya Minum Obat
Untuk Mengontrol Halusinasi Dengan Pasien Gangguan Persepsi Sensori
Halusinasi Pendengaran. Jurnal Keperawatan Jiwa.
14. Aldam, S, F,S & Wardani, I, Y. (2019). Efektifitas Penerapan Standar
Asuhan Keperawatan Jiwa Generalis Pada Pasien Skizofrenia Dalam
Menurunkan Gejala Halusinasi, Jurnal Keperawatan Jiwa , vol. 7 no. 2,
pp 165-172.
15. Suheri. (2014). Pengaruh Tindakan Generalis Halusinasi Terhadap
Penurunan Frekuensi Halusinasi pada Pasien Skizofrenia di RS JIWA
GRAHASIA PEMDA DIY. Naskah Publikasi Fakultas Ilmu
Keperawatan. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ‘Aisyiyah Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai