Klasifikasi Keputusan Tata Usaha Negara
Klasifikasi Keputusan Tata Usaha Negara
RAJA CHAESAR
rajachaesar.pdg@gmail.com
1910003600207
Universitas Ekasakti-AAI
A. PENDAHULUAN
Dalam kehidupan sehari-hari sebenarnya kita telah banyak terlibat dalam uruasan KTUN
atau dengan istilah keputusan tata usaha negara (KTUN) atau dalam bahasa Belanda di sebut
dengan Beschikking. Keputusan ini adalah suatu produk hukum yang di buat oleh seorang
Pejabat Tata Usaha Negara yang bertujuan untuk semaksimal mungkin menciptakan keteraturan
hidup dalam masyarakat. Masyarakat sebagai objek utama dalam suatu keputusan Tata Usaha
Negara tentulah harus lebih memahami peraturan-peraturan apa yang mengatur kehidupannya
sehari-hari. Badan / Pejabat Tata Usaha Negara dalam menjalankan administrasi negara akan
membuat keputusan-keputusan baik yang bersifat menetapkan maupun yang bersifat mengatur.
Keputusan Badan / Pejabat Tata Usaha Negara ini disebut sebagai Keputusan Tata Usaha
Negara.
Undang-Undang PTUN memberikan pengertian tentang keputusan Tata Usaha Negara sebagai
berikut:
“Keputusan TUN adalah penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat
TUN yang berisi tindakan hukum tata usaha negara, berdasarkan Undang-Undang,
bersifat konkrit, individuil, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seorang atau
badan hukum perdata (Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No 5 Tahun 1986)”
Keputusan Tata Usaha Negara (selanjutnya disebut KTUN) merupakan tindakan hukum
publik pemerintah yang bersegi satu atau bersifat sepihak (eenzijdige publiekrechtelijke
handeling). Istilah Keputusan Tata Usaha Negara Y(Jerman). Istilah ini diperkenalkan di
Belanda oleh C.W. van der Pot dan C. van Vollenhoven dengan istilah “beschikking” dan di
Perancis dikenal dengan istilah ”acte administratif”. Istilah “beschikking” diperkenalkan di
Indonesia oleh WF. Prins dan diterjemahkan dengan istilah “ketetapan” (E. Utrecht, Bagir
Manan), “penetapan” (Prajudi Amtosudirjo), dan “keputusan” (WF. Prins, Philipus M. Hadjon).
Menurut van der Pot (sebagaimana dikutip oleh Djenal Hoesen Koesoemahatmaja),
beschikking merupakan tindakan hukum yang dilakukan alat- alat pemerintahan, pernyataan
kehendak mereka dalam menyelenggarakan hal khusus, dengan maksud mangadakan perubahan
dalam lapangan hubungan hukum. Oleh E. Utrecht, beschikking diartikan sebagai perbuatan
hukum public (yang bersegi satu yang dilakukan oleh alat-alat pemerintahan berdasarkan suatu
kekuasaan istimewa).
Bedasarkan ketentuan Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara, menyatakan bahwa:
Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan
atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang
menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
Rumusan Masalah
Mengenai macam-macam Keputusan Tata Usaha Negara terdapat berbagai doktrin atau
pendapat oleh beberapa ahli hukum. Diantaranya menurut Utrecht yang menyebut Keputusan
Tata Usaha Negara sebagai ketetapan sedangkan Prajudi Atmosudirdjo dan sarjana hukum
lainnya menyebutnya sebagai penetapan.
Menurut Utrecht ketetapan dapat dibedakan menjadi beberapa macam, antara lain sebagai
berikut :
a. Ketetapan Positif dan Negatif
Ketetapan Positif menimbulkan hak dan kewajiban bagi yang dikenai ketetapan, jadi
menimbulkan suatu keadaan hukum (rechtssituatie) yang baru. Misalnya : suatu ketetapan yang
baru membatalkan suatu ketetapan yang lama. Ketetapan Negatif tidak menimbulkan perubahan
dalam keadaan hukum yang telah ada, oleh karenanya ketetapan negatif adalah tiap penolakan
atas suatu permohonan untuk mengubah suatu keadaan hukum tertentu yang telah ada. Misalnya
seseorang atau badan hukum perdata mengajukan permohonan agar tanahnya yang sudah
bersertifikat diterbitkan ijin untuk menambang batu bara, akan tetapi permohonan itu ditolak
oleh Kepala Daerah yang bersangkutan. Ketetapan Negatif dapat berbentuk: pernyataan tidak
berkuasa (onbevoegd-verklaring), pernyataan tidak diterima (niet-ontvankelijk verklaring) atau
suatu penolakan (afwijzing).
d. KTUN berupa dispensasi (dispensatie), ijin (vergunning), lisensi (licentie), dan konsesi
(concessie).
Dispensasi adalah ketetapan untuk memperkenankan diadakan suatu pengecualian terhadap
larangan tersebut, misalnya : pegawai honorer berbeda status hukumnya dengan PNS, tetapi
karena alasan-alasan penting atau kebutuhan yang mendesak pejabat daerah yang berwenang
bisa mengangkat pegawai honorer tersebut menjadi PNS tanpa melalui ujian/test. Menurut W.F.
Prins dan R. Kosim Adisapoetra istilah “lisensi” semestinya digunakan untuk menyatakan suatu
ijin yang memperkenankan yang bersangkutan menjalankan suatu perusahaan, jadi suatu
macam atau bentuk ijin yang istimewa seperti : lisensi usaha karet, lisensi untuk mengelola
kebun binatang, dll. Sedangkan arti “ijin” yaitu apabila suatu peraturan yang umumnya tidak
melarang suatu perbuatan, tetapi masih juga memperkenankannya asal saja diadakan secara
yang ditentukan untuk masing-masing hal yang konkrit, maka ketetapan yang memperkenankan
perbuatan tersebut bersifat suatu ijin. Secara khusus Donner mengartikan mengenai ijin ini biasanya
tidak mengenai suatu perbuatan yang pada umumnya berbahaya, yakni suatu perbuatan yang pada
hakekatnya harus dilarang, tetapi soal tersebut mengenai suatu perbuatan yang menurut sifatnya
tidak dapat merugikan dan perbuatan itu dapat diadakan asal saja di bawah pengawasan administrasi
negara, misalnya: ijin usaha pabrik bir. Sedangkan konsesi merupakan ketetapan yang
memperkenankan yang bersangkutan mengadakan perbuatan yang penting bagi umum tetapi ada
campur tangan dari pihak pemerintah misalnya : memohon untuk dapat mengeksplorasi tambang
batu bara/emas menurut rencana yang sederhana saja dan akan diadakan dengan biaya sendiri, karena
hal tersebut mengenai suatu pekerjaan yang besar dan bermaksud membawa manfaat bagi
kepentingan umum.
C. DAFTAR PUSTAKA
Andrew Shandy Utama, Independensi Pengawasan Terhadap Bank Badan Usaha Milik
Negara (Bumn) Dalam Sistem Hukum Nasional Di Indonesia, Soumatera Law Review,
Volume 1, Nomor 1, 2018, 10.22216/soumlaw.v1i1.3312.
Annisa Arifka, Sanksi Administrasi Bagi Wajib Pajak Pajak Penghasilan Orang Pribadi
Di Kota Padang, Soumatera Law Review, Volume 1, Nomor 2, 2018,
10.22216/soumlaw.v1i2.3745.
Ade Sarmini, Kualitas Pelayanan Surat Izin Mengemudi (SIM) Pada Kantor Satuan Lalu
Lintas Polres Karimun, Soumatera Law Review, Volume 2, Nomor 2, 2019,
10.22216/soumlaw.v2i2.4231.
Bram Mohammad Yasser, Pengujian Unsur Penyalahgunaan Wewenang Pada Peradilan
Tata Usaha Negara Dalam Kaitannya Dengan Tindak Pidana Korupsi, Soumatera Law
Review, Volume 2, Nomor 1, 2019, 10.22216/soumlaw.v2i1.3558.
Danel Aditia Situngkir, Asas Legalitas Dalam Hukum Pidana Nasional Dan Hukum
Pidana Internasional, Soumatera Law Review, Volume 1, Nomor 1, 2018,
10.22216/soumlaw.v1i1.3398.
Darmini Roza, Laurensius Arliman S, Peran Pemerintah Daerah Di Dalam Melindungi
Hak Anak Di Indonesia, Masalah-Masalah Hukum, Volume 47, Nomor 1, 2018.
https://doi.org/10.14710/mmh.47.1.2018.10-21.
Darmini Roza, Laurensius Arliman S, Peran Pemerintah Daerah untuk Mewujudkan Kota
Layak Anak di Indonesia, Ius Quia Iustum Law Journal, Volume 25, Nomor 1, 2018,
https://doi.org/10.20885/iustum.vol25.iss1.art10.
Darmini Roza, Laurensius Arliman S, Peran Badan Permusyawaratan Desa di Dalam
Pembangunan Desa dan Pengawasan Keuangan Desa, Padjadjaran Journal of Law,
Volume 4, Nomor 3, 2017. https://doi.org/10.15408/jch.v4i2.3433.
Debora Angelia Pardosi, Peran Jabatan Fungsional Auditor Terhadap Peningkatan
Kinerja Birokrat Di Lingkungan Inspektorat Provinsi Jawa Tengah, Soumatera Law
Review, Volume 1, Nomor 2, 2018, 10.22216/soumlaw.v1i2.3718.
Dewi Fiska Simbolon, Kurangnya Pendidikan Reproduksi Dini Menjadi Faktor Penyebab
Terjadinya Pelecehan Seksual Antar Anak, Soumatera Law Review, Voume 1, Nomor 1,
2017, http://doi.org/10.22216/soumlaw.v1i1.3310.
D.PENUTUP
KTUN merupakan tindakan hukum publik bersegi satu (sepihak) yang dilakukan oleh
pemerintah, melalui alat-alat perlengkapan pemerintahan (badan atau pejabat Tata Usaha
Negara), yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara (sebagai bentuk pernyataan kehendak),
berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, bersifat konkret, individual dan
final, serta menimbulkan akibat hukum tertentu (dalam bidang administrasi) bagi seseorang atau
badan hukum perdata.