Dosen Pengampu:
Ns. Dini Rudini , S.Kep., M.Kep.
DISUSUN OLEH:
Heidy Regina Nova G1B118045
1. Berikan contoh artikel penelitian yang menggunakan statistic deskriptif dan inferensial.
(jelaskan dan deskripsikan bagaian mana yang menunjukan bahwa artikel penelitian
tersebut menggunakan statistic deskriptip dan inferensial). Berikan masing2 satu contoh
Artikel Terlampir
2. Berikan contoh artikel penelitian yang menggunakan data : Nominal, ordinal, interval,
Rasio. Berikan masing-masing satu contoh
Artikel terlampir
3. Berikan contoh artikel penelitian yang menggunakan data kuantitatif dan kualitatif dan
jelaskan apa perbedaannya
Artikel Terlampir
Data kuantitatifawujud datanya berupa angka, bilangan atau informasi numerik
lainnya yang dapat diolah melalui perhitungan matematis. Penyajian data kuantitatif
biasanya disampaikan melalui tabel, diagram, kurva dan sebagainya.
Sementara itu untuk data kualitatif wujud datanya berupa informasi verbal dan
deskriptif mengenai suatu objek yang diteliti. Penyajian data kualitatif biasanya
disampaikan dengan bentuk deskripsi, uraian hingga interpretasi atas suatu fenomena
yang menjadi objek penelitian.
Pada data kuantitatif instrumen penelitian yang digunakan dapat bervariasi dan
tergantung dengan data seperti apa yang ingin didapatkan. Umumnya metode
pengumpulan data kuantitatif dilakukan melalui survei menggunakan angket atau
kuesioner.
Sementara pada data kualitatif instrumen utama penelitiannya ada pada peneliti
sendiri melalui catatan-catatan deskriptif yang dilakukan selama penelitian. Catatan
tersebut dapat diperoleh melalui kegiatan seperti wawancara kepada narasumber,
observasi atau pengamatan, dokumentasi, studi literatur dan lain sebagainya.
4. Berikan contoh artikel penelitian yang menggunakan data secara cross section dan time
series berikan masing2 1 contoh dan jelaskan perbedaannya
Artikel Terlampir
Data Silang (cross section) adalah data yang terdiri dari satu objek namun
memerlukan sub objek-sub objek lainnya yang berkaitan atau yang berada di dalam
objek induk tersebut pada suatu waktu (satu waktu saja, tidak seperti data time series
yang terdiri dari beberapa periode waktu). Contohnya, data penjualan Toko A pada
bulan Agustus 2021, terdiri dari data penjualan bersih dan data penjualan kotor pada
bulan agustus 2021 (disajikan hanya satu waktu yaitu bulan agstus 2021)
Data time series adalah data yang terdiri dari satu objek namun teridiri dari beberapa
waktu periode, seperti harian, bulanan, triwulanan, dan tahunan. Contohnya, Data
penjualan triwulan Toko B dari tahun 2012-2020. Objeknya hanya satu yaitu data
penjualan toko triwulanan, namun disajikan dalam beberapa periode yaitu tahun
2012-2020 secara triwulan
GAMBARAN PENGETAHUAN MASYARAKAT
TENTANG RESIKO PENYAKIT DIABETES MELLITUS
DI KECAMATAN PAKISAJI KABUPATEN MALANG
Abstract: Diabetes mellitus cases in Indonesia by Riskesdas (2007) is the sixth cause of death
disease (5.8%) and by Depkes (2012) in Indonesia there were 102,399 cases. In 2030 Indonesian
people with diabetes mellitus estimated as much as 21.3 million. The incidence of diabetes mellitus
in Pakisaji’s Puskesmas is 1164 incidents. The purpose of this research is to know the overview of
public knowledge about the risks of diabetes mellitus at Pakisaji, Malang. This research method is
a descriptive analytical research. The research using rapid survey method. The population is the
society with the age of >40 years old in district Pakisaji. The number of samples are taken from
254 of 12 villages in the Sub-District of Pakisaji with the cluster random sampling technique and
random sampling technique as the appropriate rules of rapid survey. The results of the research is
the percentage of public knowledge about the risks of diabetes mellitus in District of Pakisaji like
eating patterns the percentage of peopole who know about 63%, physical activity (56,5%), stress
(50%), smoking (45%), alcohol (56%), hypertension (60%), obesity (51%), age (64.5%),
generation (78%), and gender (64.5%). The average result value of the public knowledge in
district Pakisaji Malang about the risk of diabetes mellitus disease is less.
Abstrak: Data diabetes mellitus di Indonesia menurut Riskesdas (2007) menempati urutan
keenam penyakit penyebab kematian (5,8%) dan di Indonesia menurut Depkes (2012) terdapat
102.399 kasus diabetes mellitus. Diperkirakan pada tahun 2030 angka diabetes mellitus (diabetisi)
adalah sebanyak 21,3 juta jiwa. Angka kejadian diabetes mellitus di Puskesmas Pakisaji sejumlah
1164 kejadian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan masyarakat
tentang resiko penyakit diabetes mellitus di Kecamatan Pakisaji Kabupaten Malang. Metode
penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik. Penelitian ini menggunakan metode rapid
survey atau survei cepat. Populasi adalah masyarakat usia >40 tahun di kecamatan Pakisaji
kabupaten Malang. Jumlah sampel sebesar 254 diambil dari 12 desa di kecamatan Pakisaji dengan
teknik cluster random sampling dan random sampling sesuai kaidah rapid survey. Hasil penelitian
dari 254 responden persentase pengetahuan masyarakat yang tahu tentang resiko penyakit diabetes
mellitus seperti pola makan, masyarakat yang tahu bahwa pola makan merupakan faktor resiko
diabetes mellitus sebanyak 63%, aktivitas fisik 56,5%, stres 50%, merokok 45%, alkohol 56%,
hipertensi 60%, obesitas 51%, usia 64,5%, keturunan 78%, dan jenis kelamin 64,5%. Sehingga
dari nilai pengetahuan masyarakat di Kecamatan Pakisaji Kabupaten Malang tentang resiko
penyakit diabetes mellitus masuk kategori kurang.
7%
14%
29%
50%
Effectiveness of Position Thrust Forward and Pursed Lips Breathing (PLB) to Improvement Oxygen
Saturation of Patients with Chronic Obstructive Pulmonary Disease
ABSTRAK
Hasil riset menunjukkan posisi CKD dan PLB dapat membantu meningatkan kondisi pernafasan
pasien PPOK.Saturasi oksigen (SaO2) merupakan salah satu parameter untuk menilai kondisi
pernafasan.Tujuan penelitian adalah mengetahui efektifitas posisi CKD dan PLB terhadap peningkatan
SaO2 pasien PPOK. Metode Penelitian: eksperimen randomized control trial pre post test with control
group. Sampel 25 pasien, dengan random sampling. Terdapat tiga kelompok: intervensi/ klp 1
(diposisikan CKD dan PLB), kontrol 1/ klp 2 (diposisikan semi fowler dan natural breathing) dan
kontrol 2/ klp 3 (diposisikan CKD dan natural breathing), masing-masing tindakan dilakukan selama 3
hari. Hasil: ada perbedaan SaO2 pada klp 1, pv (0,000), hasil post hoc SaO2 hari ke-1 vs hari ke-2 pv=
0,170; hari ke-1 vs hari ke-3 pv= 0,003; hari ke-2 vs hari ke-3 pv= 0,004. Tidak ada perbedaan SaO 2
pada klp 2, pv (0,479). Ada perbedaan SaO 2 pada klp 3, pv (0,000) dan hasil post hoc SaO2 hari ke-1 vs
hari ke-2 pv= 0,01; hari ke-1 vs hari ke-3 pv= 0,007; hari ke-2 vs hari ke-3 pv= 0,015. Tidak ada
perbedaan SaO2 antar kelompok pada hari ke-1,pv (0,084) > α (0,05). Hari kedua dan ketiga tidak ada
perbedaan SaO2 antara klp 1 dengan klp 3 (pv= 0,089 & 0,156) tetapi ada perbedaan SaO 2 antara klp 1
dengan klp 2 (pv= 0,033 & 0,003) dan antara klp 2 dengan klp 3 (pv= 0,006 & 0,002). Kesimpulan:
Posisi CKD dan PLB lebih efektif meningkatkan SaO2.
ABSTRACT
The results show the position of tripoid/ for ward position and PLB can help improve respiratory
conditions of COPD patients. Oxygen saturation (SaO 2) is one of the parameters to assess respiratory
conditions. The research objective was to determine the effectiveness of the position of and PLB to the
increase of SaO2 in COPD patients. Methods: experimental randomized control trial of pre post-test
with control group. Sample of 25 patients, with random sampling. There were three groups:
intervention/group 1 (positioned as tripoid position and PLB), control 1/group 2 (positioned as semi-
fowler and natural breathing) and control 2 / klp 3 (positioned as tripoid position and natural
breathing), each action was performed for 3 days . Results: There was a difference in SaO 2 in klp 1, pv
(0.000), the results of the post hoc SaO2 day 1 vs. day 2 pv= 0.170; day 1 vs. day 3 pv= 0.003; day 2 vs.
day 3 pv= 0.004. There was no a difference in SaO 2 in klp 2, pv (0.479). There was a difference in SaO 2
in klp 3, pv (0,000) and the results of post hoc SaO2 day 1 vs. day 2 pv= 0.01; day 1 vs. day 3 pv=
0.007; day 2 vs. day 3 pv= 0.015. No differences between groups SaO 2 on day 1, pv (0.084)> α (0.05).
The second and third day showed there were no any differences between klp SaO2 1 with klp 3 (pv=
0.089 & 0.156) but no difference in SaO 2 between klp 1 with klp 2 (pv= 0.033 and 0.003) and between
klp 2 with klp 3 (pv= 0.006 & 0.002). Conclusion: The position of tripoid position and PLB more
effectively increase SaO2.
Tabel 2
Hasil Uji Post Hoc Pada Kelompok 1 dan Kelompok 3
Klp 1 Klp 3
SaO2
Nilai PV α Nilai PV α
Pre vs Hari ke-1 0,000 0,05 0,007 0,05
Pre vs Hari ke-2 0,000 0,008
Pre vs Hari ke-3 0,000 0,008
Hari ke-1 vs hari ke-2 0,170 0,01
Hari ke-1 vs hari ke-3 0,003 0,007
Hari ke-2 vs hari ke-3 0,004 0,015
Tabel 3
Perbedaan SaO2 Antar Kelompok
Hari Hari
Pre Pertama Hari kedua Ketiga
SaO2 Median Median Median Median
(nilai min- PV (nilai min- PV (nilai min- PV (nilai min- PV
max) max) max) max)
SaO2 klp intervensi 86 (80-91 0,042 91 (84-94) 0,084 92 (86-95) 0,013 94 (89-98) 0,002
SaO2 klp kontrol 1 89 (84-91) 89 (87-91) 89 (80-91) 89 (84-91)
SaO2 klp kontrol 2 86 (84-87) 91 (87-91) 91 (90-91) 91 (90-95)
Tabel 2 memberikan informasi hasil uji pada kelompok 3 menunjukan bahwa ada
post hoc pada kelompok 1 menunjukan bahwa perbedaan SaO2 antara hari pertama dengan hari
ada perbedaan SaO2 antara hari pertama dengan kedua, dan hari kedua dengan hari ketiga serta
hari kedua, dan hari kedua dengan hari ketiga antara hari kedua dengan hari ketiga bermakna
bermakna secara statistik, dengan nilai pv< α . secara statistik, dengan nilai pv< α .
Sementara pada kelompok 1 nilai SaO2 antara Tabel 3 memberikan informasi bahwa pada
hari pertama dengan hari kedua menunjukan hari pertama tidak ada perbedaan bermakna
tidak ada perbedaan yang bermakna secara secara statitistik nilai SaO2 antar kelompok,
statistik, dengan nilaipv > α . Hasil uji post hoc dengan nilai pv> α .Pada hari kedua dan hari
ketiga menunjukan ada perbedaan bermakna kelompok 1 dengan kelompok 2 dan antara
secara statistik nilai SaO2 antar kelompok, kelompok 2 dengan kelompok 3, dengan
dengan nilai pv< α. Dengan demikian dapat masing-masing nilai pv< α, tetapi tidak ada
disimpulkan perbedaan SaO2 antar kelompok perbedaan bermakna secara statistik nilai SaO2
terjadi pada hari kedua. antara kelompok 1 dengan kelompok 3, dengan
Tabel 4 masing-masing nilai pv> α.
Hasil Post Hoc Hari Kedua dan Hari Ketiga
Hari Kedua Hari Ketiga
Posisi CKD dan PLB yang dilakukan
SaO2
PV PV bersama-sama dengan lama waktu setiap latihan
Klp 1 vs klp 2 0,033 0,003
5 menit sebanyak 3 kali dengan durasi istirahat
Klp 1 vs klp 3 0,089 0,156
Klp 2 vs klp 3 0,006 0,002 5 menit yang dilakukan selama tiga hari,
berdasarkan hasil penelitian ini dapat
Tabel 4 memberikan informasi hasil uji disimpulkan bahwatindakan tersebut efektif
post hoc baik pada hari kedua maupun pada hari untuk meningkatkan SaO2 pada pasien PPOK.
ketiga menunjukan bahwa ada perbedaan Posisi CKD dan natural breathing berdasarkan
bermakna secara statistik nilai SaO2 antara hasil penelitian ini juga dapat disimpulkan
bahwa tindakan tersebut efektif untuk
meningkatkan SaO2 pada pasien PPOK. Namun
berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa tindakan posisi CKD dan PLB lebih
efektif dari pada hanya meposisikan CKD dan
natural breathing.
PEMBAHASAN
Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian Filibeck (2005) yang menunjukan
bahwa tidak ada perbedaan dalam ukuran fungsi
paru (VE, FVC, FEV1) dan frekuensi RR,
denyut jantung serta SaO2 pada posisi duduk
merosot/ semi fowler dan duduk tegak pada
pasien PPOK. Penelitian Fillibeck (2005) posisi
yang diamati adalah posisi duduk dan semi
fowler. Pada posisi semi fowler berdasarkan
telaah terhadap konsep dan teori sebagaimana
telah disampaikan Sherwood (2001) tentang
bulkflow aliran udara dari dan ke paru, maka
dapat disebabkan oleh derajat pasien PPOK.
pada posisi tersebut dapat diprediksi inspirasi
dan ekspirasi kurang adekut.Demikian pula
pada posisi duduk tegak.
Pada posisi duduk tegak peningkatan kerja
otot diafragma dan otot interkosta eksterna tidak
ada karena posisi otot tersebut tegak lurus
dengan gaya grafitasi bumi, sementara pada
posisi semi fowler terdapat gaya grafitasi bumi
yang berkerja namun kerjanya berlawanan
dengan kerja otot utama inspirasi. Begitu juga
dengan otot ekspirasi pada posisi duduk tegak,
peningkatan kerja pada otot tersebut tidak ada.
Kondisi seperti ini pada pasien PPOK yang
mengalami obstruktif menurut peneliti kurang
dapat membantu meningkatkan inspirasi dan
ekspirasi, sehingga pada akhirnya kedua posisi
tersebut kurang efektif untuk meningkatkan
SaO2.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan
pnelitian Bhatt et al (2009) yang menunjukan
bahwa tidak ada perbedaan tidal volume (TV)
dan RR ,rasio Forced Expiratory Volume to
Forced Vital Capacity (FEV/FVC), maxsimum
inspiratory pressure (MIP),
maximal exspiratory pressure
(MEP), pergerakan diafragma
selama tidal breathing atau forced breathing
pada posisi duduk atau supinasi, atau posisi
CKD dengan tangan disupport pada lutut
(tripod position) pada pasien dengan PPOK.
Perbedaan hasil penelitian ini dengan
penelitian Bhatt et al (2009), kemungkinan
Pada penelitian Bhatt et al (2009) derajat Otot diafragma merupakan otot utama
PPOK pada respondenya tidak dijelaskan inspirasi dan otot interkosta
begitu juga pada penelitian ini derajat PPOK eksternal jugamerupakan otot
teridentifikasi berdasarkan kemampuan untuk inspirasi. Otot diafragma yang berada pada
inspirasi kurang dari 1000 ml. Berat ringannya posisi 45 derajat menyebabkan gaya grafitasi
derajat PPOK tentunya akan berpengaruh bumi bekerja cukup adekuat pada otot utama
terhadap kondisi pernafasan pasien PPOK, inspirasi tersebut dibandingkan posisi duduk
mengingat penyakit ini adalah suatu penyakit atau setengah duduk. Gaya grafitasi bumi yang
paru obstruktif kronik yang bersifat progresif bekerja pada otot diafragma memudahkan otot
dan irreversibel. Alasan ini diperkuat oleh tersebut berkontraksi bergerak ke bawah
teori yang disampaikan GOLD (2006) yang memperbesar volume rongga toraks dengan
menyatakan bahwa kondisi pernafasan pasien menambah panjang vertikalnya. Begitu juga
PPOK dapat dilihat dari berat ringannya dengan otot interkosta eksternal, gaya grafitasi
derajat PPOK. bumi yang bekerja pada otot tersebut
Posisi CKD akan meningkatkan mempermudah iga terangkat keluar sehingga
otot diafragma dan otot interkosta semakin memperbesar rongga toraks dalam
eksternal pada posisi kurang lebih 45 derajat. dimensi anteroposterior.
Sejarah Artikel: Latar Belakang: Status karies gigi di SDN Kauman 2 dan SDN Percobaan 2 Kota Malang
Diterima menunjukkan indeks DMF-T 5,75 yang berarti prevalensi dianggap tinggi. Tujuan penelitian ini
Disetujui untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan kesehatan gigi dengan perilaku pemeliharaan
Dipublikasikan gigi pada anak usia sekolah dasar.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode deskriptif korelatif dengan desain cross-sectional.
Keywords: Metode sampling yang digunakan stratified random sampling dengan variable yang diukur adalah
Knowledge, behaviour, tingkat pengetahuan kesehatan gigi dan perilaku pemeliharaan gigi. Teknik pengumpulan data
dental health, school-aged menggunakan kuesioner dengan memberikan pertanyaan kepada anak usia 6-12 tahun.
children Hasil: Hasil dari penelitian diperoleh sebanyak 82,9 % (n=63) siswa kelas 5-6 SDN Kauman 2
memiliki tingkat pengetahuan kesehatan gigi tinggi dan sebanyak 17,1% (n=13) memilki tingkat
pengetahuan kesehatan gigi rendah. Selain itu, sebanyak 50 % (n=38) siswa kelas 5 dan 6 SDN
Kauman 2 Malang memiliki perilaku pemeliharaan kesehatan gigi positif. Namun, 50% sisanya
diketahui memiliki perilaku pemeliharaan negatif. Tidak ada hubungan yang signifikan antara
tingkat pengetahuan kesehatan gigi anak SDN Kauman 2 Malang dengan perilaku pemeliharaan
kesehatan gigi (p= 0,361).
Simpulan: Tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan kesehatan gigi anak
SDN Kauman 2 Malang dengan perilaku pemeliharaan kesehatan gigi.
Abstract
Background: Status of dental caries at SDN Kauman 2 and SDN Percobaan 2 Malang showed DMF-T index
5.75 which means high prevalence (Gayatri, 2015). The purpose of this study was to determine the relationship
between dental health knowledge and dental maintenance behavior in primary school age children.
Methods: This was a cross-sectional quantitative descriptive research. The sampling used stratified random
sampling and the measured variable was the level of dental health knowledge and dental health behaviour.
Data collection technique used a questionnaire containing a set of questions to children aged 6-12 years.
Results: The result of this study shown 82.9% (n = 63) 5-6 grade students of SDN Kauman 2 had a high level
of dental health knowledge and 17.1% (n = 13) had a low level of dental health knowledge. In addition,
as many as 50% (n = 38) 5th graders and 6 SDN Kauman 2 Malang have positive dental health
maintenance behavior. However, the remaining 50% are known to have negative maintenance behavior.
There is no significant correlation between level of knowledge of dental hygiene of SDN Kauman 2 Malang
children with dental health maintenance behavior (p = 0,361).
Conclusion: In this regard, a good level of dental health knowledge is expected to support the establishment
of good dental health behaviour.
201
Rara Warih Gayatri / Journal of Health 2 (2) (2017)
202
Rara Warih Gayatri / Journal of Health 2 (2) (2017)
Berdasarkan
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan
hasil analisis data,
Pengetahuan Kesehatan Gigi di SDN Kauman
2 Malang diketahui bahwa
sebanyak 82,9 % (n=63)
Pengetahuan kesehatan gigi siswa kelas 5-6 SDN
Frekuensi
Rendah Kauman 2 memiliki
Tinggi tingkat pengetahuan
Total kesehatan gigi tinggi dan
204
Rara Warih Gayatri / Journal of Health 2 (2) (2017)
205
Rara Warih Gayatri / Journal of Health 2 (2) (2017)
208
Rara Warih Gayatri / Journal of Health 2 (2) (2017)
Daerah (Online),
Istimewa http://www.w
Yogyakarta ho.int/oral_h
dan provinsi ealth/action
banten /
Tahun 2014, information/s
(Online), urveillance/e
http://ejour n/. Diakses
nal.litbang.d tanggal: 30
epkes.go.id/i Maret 2016.
nd
ex.php/MP
K/article/vi
ewFile/5449
/44
85. Diakses
tanggal 12 Januari
2017. Wawan, A
dan Dewi, M.
2011. Teori dan
Pengukuran
pengetahuan,
sikap dan
perilaku.
Yogyakarta :
Nuha
Medika.
Widayati, Nur.
2014.
Factor yang
berhubungan
dengan karies
gigi pada
anak usia 4-6
tahun,
(online),
www.pps.un
ud.ac.id/.../
pdf.../unud-
395-
758510795-
bab
%20ii.doc.D
iakses
tanggal: 7
Nopember
2016.
Wong, S, L. 2009.
Buku Ajar
Keparawatan
Pediatric.
Jakarta :
EGC
World Health.
Organization
(WHO).
2003. Oral
Health
Information
System,
213
HUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PEMELIHARAAN KESEHATAN GIGI
DAN MULUT DENGAN PENDIDIKAN IBU HAMIL DI KABUPATEN
GIANYAR TAHUN 2021
ABTRACT
Phenomenon in the society found that 65% of pregnant women had four too risky in
pregnancy, are too young, too old, too often and too much. Total parity is too much,
meaning that more and more pregnant women will be at risk of adverse pregnancy outcomes
obtained. It should be lowered with adequate prenatal care that is focused on the health and
reduction in risk factors, so that the condition can improve the outcome of pregnancy
(Indriyani, 2013). Based on theabove, it is necessary to find out the correlation between
education and knowledge with the dental hygiene on women p r e g n a n t . The purpose of
this study is identify the relationship between the level of education, knowledge with the
pregnat in to describe the level of knowledge of dental and oral health care in respondens at
the location of KKN IPE Health Polytechnic of the Ministry of Health Denpasar Group 4
Gianyar I, Gianyar Regency in 2021. Method: Type of the reseach was analytical research
with cross sectional approach. Thepopulation of this research were all women in the
pregnant as peoplewith sample size of 45 people. The independent variable was education
and knowledge dental hygiene whereas the dependent variables were behavior Bivariat
analysis used Correlation Rank Spearman Test. The The study design used is observational
approach with cross sectional design. Samples were taken by accidental sampling with
research instruments such as observation sheet with a sample of 45 pregnant women, level
of education (51,1 %) is high school, Spearman's rho analysis of a significant relationship
between the level of education and knowledge with the outcome (p =0,064, < 0,05) There is
a correlation between education with knowledge of dental hygiene (p-value=0,046 <0,05).
The Conclusion: There was a correlation between education and knowledge with dental
hygiene
34
salah satu kehamilan yang
didalamnya, kehidupan atau
kesehatan ibu maupun janin
dalam bahaya akibat gangguan
1
kehamilan Ibu hamil
merupakan salah satu kelompok
yang rentan akan penyakit gigi
dan mulut. Beberapa penelitian
menyatakan bahwa tingkat
pengetahuan
35
dan perilaku ibu hamil dapat berpengaruh
pada kesehatan gigi dan mulut.
Terdapat faktor-faktor yang HASIL PENELITIAN DAN
mempengaruhi kehamilan resiko tinggi PEMBAHASAN
meliputi umur, pengetahuan , paritas,
pendidikan, pekerjaan, status sosial
1. Kondisi lokasi penelitian
ekonomi, dan sebagainya 2.
Kabupaten Gianyar merupakan
Program pembangunan kesehatan di
salah satu kabupaten dari sembilan
Negara Indonesia saat ini masih
kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi
diprioritaskan pada upaya peningkatan
Bali. Kabupaten Gianyar terdiri dari tujuh
derajat kesehatan ibu dan anak, terutama
kecamatan, 64 desa, enam kelurahan, 504
kelompok yang paling rentan kesehatan
banjar/dusun. Kabupaten Gianyar
yaitu ibu hamil, ibu bersalin dan ibu nifas
memiliki luas wilayah 368 km2 atau
serta bayi pada masa perinatal.
sekitar 6,53% dari luas wilayah Provinsi
Bali. Kecamatan Sukawati merupankan
METODO PENELITIAN salah satu kecamatan di Kabupaten
Gianyar dengan jumlah penduduk yaitu
Desain penelitian yang digunakan
122.698 jiwa dan luas wilayah 55,02 km2.4
adalah pendekatan Observasional dengan
2. Karakteristik subjek penelitian
rancangan cross sectional yaitu dimana
Karakteristik ibu hamil
data Independen dan Dependen
berdasarkan tingkat pendidikan di lokasi
dikumpulkan dalam waktu yang bersama
KKN IPE Poltekkes Kemenkes Denpasar
3
(point time approach) Penelitian ini
Kelompok 4 Gianyar I Kabupaten Gianyar
dilakukan pada bulan Bulan Maret sampai
Jumlah ibu hamil (orang)
36
Berdasarkan Tingkat dengan kategori baik yaitu 27 orang
Pendidikan di Lokasi KKN
(60%) dan paling sedikit dengan kategori
IPE Poltekkes Kemenkes
Denpasar Kelompok 4 Gianyar kurang yaitu tiga orang (6,67%).
I Kabupaten Gianyar Tahun
2.Persentase ibu hamil yang memiliki
2021
tingkat pengetahuan pemeliharaan
Gambar 2 menunjukkan bahwa
kesehatan gigi dan mulut di lokasi KKN
dari 45 responden yang diteliti paling
IPE Poltekkes Kemenkes Denpaar tahun
banyak ibu hamil dengan pendidikan
2021 berdasarkan tingkat pendidikan.
tinggi sebanyak 23 orang dan paling
sedikit dengan pendidikan dasar sebanyak Tabel 2
Distribusi Persentase Tingkat
tiga orang. Pengetahuan Pemeliharaan Kesehatan
Gigi dan Mulut Ibu Hamil Berdasarkan
Pendidikan
2 . Hasil Penelitian
Kategori Tingkat Pengetahuan
BKategori tingkat Baik Cukup Kurang
Total
No
pendidikan
e ∑ (%) ∑ (%) ∑ (%) ∑ (%)
d
a
t
a
d
i
p
e
37
r u
o a
l n
e
h t
, e
n
d t
i a
s n
t g
r
i k
b e
u s
s e
i h
a
t t
i a
n n
g
k g
a i
t g
i
p
e d
n a
g n
e
t m
a u
h l
38
u
Tabel 1. Distribusi Tingkat Pengetahuan
t
Ibu HamilDistribusi Persentase Tingkat
Pengetahuan Pemeliharaan Kesehatan
Gigi dan Mulut Ibu Hamil
b Tabel 2.
e T menunjukkan
a bahwa dari
r
b 45 ibu hamil,
d e
l persentase
a
tingkat
s 1
Distribusi pengetahuan
a
Persentase berdasarkan
r Tingkat
Pengetahuan tingkat
k
Pemeliharaan pendidikan
a Kesehatan
Gigi dan paling banyak
n
Mulut Ibu yaitu
Hamil
pendidikan
t No Kategori
tingkat tinggi dengan
i pengetahuan kategori baik
n 1 Baik
2 Cukup sebanyak 16
g 3 Kurang orang
k Jumlah
(69,57%) dan
a
Tabel 1 tidak ada ibu
t
menunjukka hamil yang
n bahwa
dari memiliki
p
45 ibu hamil, tingkat
e
persentase pendidikan
n
tingkat dasar dengan
d
pengetahuan ibu kategori cukup
i
hamil paling (0%) dan
d
banyak pendidikan
i
tinggi dengan
k
kategori
a
kurang (0%).
n
Rata –
a. Analisis Univariat
rata tingkat
39
penge
tahua
n
tentan
g
pemel
iharaa
n
keseh
atan
gigi
dan
40
mulut pada ibu hamil di lokasi KKN IPE yaitu 27 orang ibu hamil (60%). Hasil
Poltekkes Kemenkes Denpasar Kelompok penelitian ini sejalan dengan penelitian
4 Gianyar I Kabupaten Gianyar Tahun yang dilakukan oleh Setyawati di
2021 adalah 78,44 dengan kategori cukup. Puskesmas Dlingo II Yogyakarta, bahwa
sebagian besar pengetahuan kesehatan gigi
b.Analisis Bivariat dan mulut ibu hamil adalah baik yaitu
sebanyak 38 responden atau 84.4% dari
Hubungan pendidikan dengan 45 responden.5 Kemungkinan hal ini
pengetahuan dengan menggunakan uji disebabkan kerena responden sudah
korelasi rank spearman pada hubungan pernah mendapatkan informasi
pendidikan dengan pengetahuan, mengenai pemeliharaan kesehatan
didapatkan hasil koefisien korelasi r= gigi dan mulut pada saat pelaksanaan
0,064 yang artinya mempunyai hubungan KKN IPE Poltekkes Kemenkes Denpasar
rendah dengan arah hubungan positif saat diberikan
sehingga dapat diartikan pula semakin penyuluhan oleh mahasiswa, JKG pada
tinggi pendidikan maka semakin tinggi waktu pelaksanaan IPE sehingga
pengetahuan ibu hamil tentang kesehatan pengetahuan yang dimiliki ibu hamil saat
gigi dan mulut Hasil uji statistik korelasi ini paling banyak pada kategori baik.
menunjukan bahwa p-value= 0,064 Pendapat ini didukung oleh pernyataan
(<0,05) sehingga dapat disimpulkan ada Mubarak yang menyebutkan bahwa
hubungan yang signifikan antara informasi merupakan salah satu faktor
pendidikan dengan pengetahuan mengenai yang dapat mempengaruhi pengetahuan
kesehatan gigi dan mulut pada ibu hamil. seseorang. Informasi dapat membantu
mempercepat seseorang untuk
B.Pembahasan memperoleh pengetahuan.6 Pendapat ini
didukung pula oleh pernyatan Mubarak
Berdasarkan hasil penelitian
yang menyatakan bahwa semakin tinggi
terhadap 45 ibu hamil di lokasi KKN IPE
pendidikan seseorang semakin mudah
Poltekkes Kemenkes Denpasar Kelompok
mereka menerima informasi, sehingga
4 Gianyar I Kabupaten Gianyar Tahun
semakin banyak informasi yang mereka
2021, diketahui bahwa persentase ibu
dapatkan, dan pada akhirnya semakin
hamil yang memiliki tingkat pengetahuan
banyak pengetahuan yang dimilikinya.6
pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut
Berdasarkan tingkat pendidikan
paling banyak berada pada kategori baik
menunjukkan bahwa persentase ibu hamil
41
paling banyak yaitu
pendidikan tinggi
42
dengan kategori baik sebanyak 16 orang 2021 dengan kategori cukup yaitu 78,44.
43
Hasil penelitian ini sejalan suatu proses belajar yang berarti dalam
orang ibu hamil dimana didapat merupakan salah satu indikator yang kerap
44
berkontribusi terhadap perubahan perilaku mulut pada ibu hamil. Adanya hubungan
kesehatan. Pengetahuan yang dipengaruhi antara tingkat pendidikan dengan tingkat
oleh tingkat pendidikan merupakan salah pengetahuan karena tidak dapat dipungkiri
satu faktor pencetus yang berperan dalam bahwa makin tinggi pendidikan seseorang
mempengaruhi keputusan seseorang untuk semakin tinggi pula mereka menerima
berprilaku sehat .10 Pendidikan berarti informasi dan pada akhirnya makin
bimbingan yang diberikan seseorang pada banyak pula pengetahuan yangdimilikinya.
orang lain terhadap sesuatu hal agar Sebaliknya jika seseorang tingkat
mereka dapat memahami. Tidak dapat pendidikannya rendah, akan menghambat
dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan perkembangan sikap seseorang terhadap
seseorang semakin mudah pula mereka penerimaan informasi dan nilai-nilai yang
menerima informasi dan pada akhirnya baru diperkenalkan. Hasil penelitian yang
makin banyak pula pengetahuan yang dilakukan oleh Purwati bahwa tingkat
dimilikinya.Sebaliknya jika seseorang pengetahuan yang dipenga-ruhi oleh
tingkat pendidikannya rendah, akan pendidikan, untuk tingkat pendidikan
menghambat perkembangan sikap yang lebih tinggi maka tingkat
seseorang terhadap penerimaan informasi pengetahuannya juga lebih baik.11
dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan.
Daftar Pustaka:
Dengan demikian semakin tinggi tingkat
1. Indriyani D. (2013). Keperawatan
pendidikan ibu semakin mudah ibu untuk maternitas Pada Area Perawatan
memperoleh informasi. Dari hasil uji Antenatal, Graha Ilmu, Yogyakarta.
korelasi Spearman terdapat hubungan
2. Sofian A. (2013). Rustam Mochtar
antara tingkat pendidikan dengan tingkat Sinopsis Obstetri: Obstetri Operatif,
pengetahuan kesehatan gigi dan mulut Obstetri Sosial, Ed. 3. Jilid 2. Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
0,064 menunjukan bahwa p-value= 0,064
(<0,05) yang artinya mempunyai 3. Notoatmojo 2012). Metodologi
hubungan dengan arah hubungan positif Penelitian Kesehatan /
Soekidjo Notoadmojo – Ed
sehingga dapat diartikan pula semakin Rev . Jakarta: Rineka Cipta
tinggi pendidikan maka semakin tinggi
4. Dinkes Kabupaten Gianyar. 2019.
pengetahuan ibu hamil tentang kesehatan Profil Kesehatan Kabupaten Gianyar
gigi dan mulut Hasil uji statistik korelasi Tahun 2019. Tersedia dalam
file:///D:/Devi/KTI/KTI%20DEVI/pr
sehingga dapat disimpulkan ada hubungan ofil%202020%20dinas%20kesehatan
yang signifikan antara pendidikan dengan %20kab.%20gianyar.pdf. Diakses
pada tanggal 03 Maret 2021.
pengetahuan mengenai kesehatan gigi dan
45
5. Setyawati N1 , Suherni2 , Nur
Djanah3 Poltekkes Kemenkes
Yogyakarta hubungan
antara tingkat
pengetahuan dengan perilaku
kesehatan gigi dan mulut ibu hamil di
Puskesmas Dlingo II tahun 2017
http://ejournalpoltekkes
Yogya.ac.id/index.php/HM/article/do
wnload/35/37/ . Diakses pada tanggal
26 Januari 2021.
46
EFEKTIFITAS FACIAL MASSAGE DAN FACIAL EXPRESSION TERHADAP
KESIMETRISAN WAJAH PASIEN STROKE DENGAN FACE DROOPING
DI RS MARDI RAHAYU KUDUS
Diah Khusnul Khotimah *), Sri Puguh K **), S. Eko Ch. Purnomo ***)
*)
Alumni Program Studi S.1 Ilmu Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang
**)
Dosen Program Studi S.1 Ilmu Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang
***)
Dosen Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Semarang
ABSTRAK
Stroke adalah sindrom klinis yang terdiri dari tanda dan atau gejala hilangnya fungsi sistem saraf pusat
fokal (atau global) yang berkembang cepat (dalam detik atau menit). Di Indonesia, Stroke menjadi
penyebab kematian nomor 1 dengan kejadian 328,5 ribu orang pada tahun 2012. Serangan stroke
mengakibatkan 8 dari 10 pasien, atau sekitar 80% mengalami kelumpuhan salah satu sisi tubuh, yang
berdampak pada tangan, kaki dan wajah. Masalah yang sering terjadi pada penderita stroke dengan
face drooping adalah kesulitan untuk menunjukkan ekspresi wajah sesuai dengan emosi, produksi air
liur berlebih yang dapat menyebabkan terjadi aspirasi, dan hilangnya kemampuan mengenali rasa.
Upaya yang dapat dilakukan adalah diberikan facial exercise (facial massage dan facial expression).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas facial massage dan facial expression untuk
mengembalikan kesimetrisan wajah pasien stroke dengan face drooping. Rancangan penelitian ini
menggunakan quasi experiment dengan desain penelitian two group pre-test and post-test. Jumlah
sampel pada penelitian ini sebanyak 32 responden dengan teknik pengambilan sampel menggunakan
purposive sampling. Uji statistik yang digunakan adalah uji paired t test yang sebelumnya dilakukan
uji normalitas dengan saphiro wilk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa facial expression dan facial
massage terbukti efektif dalam peningkatan kesimetrisan wajah dengan nilai p 0,000. Perbedaan rerata
facial massage sebesar 33 dan nilai t sebesar 27,3 sedangkan perbedaan rerata facial expression
sebesar 18,8 dan nilai t sebesar 21,6. Sehingga facial massage terbukti lebih efektif, dilihat dari
perbedaan rerata dan nilai t facial massage lebih besar dari facial expression. Rekomendasi hasil
penelitian ini adalah agar perawat dapat menerapkan latihan facial massage pada pasien stroke
dengan face drooping, dengan harapan terjadi peningkatan kesimetrisan wajah.
Kata Kunci: Stroke, face drooping, kesimetrisan wajah, facial exercise, facial massage, facial
expression
ABSTRACT
Stroke is a clinical syndrome consisting of signs and or symptomps of the disappearance of central
nerve system’a function locally (or globally) that develops fast (in seconds or minutes). In Indonesia,
stroke is ranked the first as the cause of death with the case of 328,5 thousand people in 2012. Stroke
caused 8 out of 10 patients, or approximately 80% patients suffer from paralysis on one side of their
bodies, on their face and upper and below limbs. The problem commonly caused by stroke is face
drooping or the difficulty of showing facial expression based on the emotion, excessive saliva that
may lead to aspiration, and the disappearance of ability in identifying flavors. One effort that can be
done is by giving facial exercise (facial massage and facial expression). This research is aimed to find
out the effectiveness of facial massage and facial expression to return the facial symmetry of stroke
1
Efektifitas facial massage dan facial expression terhadap ... () 1
patient by using face drooping. The design for this research is quasi experimental using two group pre-
test and post-test research design. The number of the samples are 32 respondents with the technique of
purposive sampling. The statistic test used is paired t test with normality test using Saphiro Wilk. The
results of this research shows that facial expression and facial massage are proven effective in
improving the facial symmetry with value p 0,000. The mean difference of facial massage is 33 and
the value of t is 27.3, while the mean difference of facial expression is 18.8 with the value of t 21.6.
So, facial massage is proven more effective considering the mean differences and it is t value which is
bigger than facial expression. This research recommens nurses to be able to apply facial massage on
stroke patients by using face drooping, and it is expected to have improvement on facial symmetry.
Keywords: Stroke, face drooping, facial symmetry, facial exercise, facial massage, facial expression
Wajah tidak simetris diartikan sebagai fitur Intervensi lain yang dapat dilakukan adalah
wajah yang tidak sejajar. Satu mata mungkin facial expression, merupakan latihan gerak
terletak lebih tinggi dari yang lain. Cuping pada wajah secara aktif. Facial expression
hidung agak bengkok. Sebelah bibir menurut Pereira, et al., (2011, hlm.651) adalah
tersungging lebih tinggi dari yang lain. Ukuran latihan otot wajah dengan berbagai ekspresi
mata sebelah kiri lebih kecil dan kelopak mata berdasarkan emosi seperti senang, sedih, takut,
tidak terbuka selebar sebelah kanan (Kelby, marah, terkejut dan jijik. Penambahan ekspresi
2011, hlm.172). wajah manusia berdasarkan emosi berguna
untuk mengkaji otak manusia, yang tanpa
Fenomena yang peneliti temukan, penanganan disadari dengan mencoba berbagai ekspresi
stroke difokuskan kepada latihan rentang akan melatih otot wajah yang sebelumnya kaku
gerak. Rentang gerak untuk mengatasi diharapkan kesimetrisan wajah tercapai. Hasil
kelumpuhan akibat stroke pada ekstremitas. penelitian menyimpulkan bahwa latihan terapi
Akan tetapi gejala lain face drooping tidak wajah dapat meningkatkan fungsi wajah, dan
diberikan intervensi secara spesifik dan hanya terapi bisa dimasukkan dalam terapi pemulihan
diberikan intervensi terapi aiueo (Gunawan, et pasien dengan face drooping, hasilnya p
al., 2014, hlm.26). value
= 0.005) (Pereira, et al., 2011, hlm.651).
Intervensi khusus diperlukan untuk
mengembalikan kesimetrisan wajah. Latihan Pasien stroke yang mengalami face drooping
otot wajah merupakan terapi khusus yang mengakibatkan terjadinya ketidak-simetrisan
dapat dilakukan untuk mengembalikan wajah. Sehingga dibutuhkan intervensi khusus
kesimetrisan wajah. Latihan otot wajah atau seperti facial exercise (facial massage dan
facial expression). Dari latar belakang dan
3
Efektifitas facial massage dan facial expression ter
fenomena di atas, maka peneliti ingin Kriteria yang diperhatikan dalam pengambilan
mengetahui keefektifan terapi facial massage sampel adalah berdasarkan kriteria inklusi,
dan facial expression dalam peningkatan pasien stroke yang mengalami face drooping
kesimetrisan wajah pasien stroke yang (gangguan sedang dan gangguan cukup parah)
mengalami face drooping. dan bersedia menjadi responden. Kriteria
eksklusi, pasien stroke yang mengalami
Tujuan umum dilakukan penelitian adalah penurunan kesadaran dan pasien stroke yang
Mengetahui efektifitas facial massage dan memiliki luka di wajah (ruam, luka bakar yang
facial expression untuk mengembalikan belum sembuh, dan luka bedah atau ada
kesimetrisan wajah pasien stroke dengan face jahitan). Sehingga sampel yang didapatkan
drooping. sebanyak 16 responden untuk tiap kelompok.
Total sampel 32.
Tujuan khusus dilakukan penelitian antara lain:
Mengetahui gambaran kesimetrisan wajah Pengambilan data telah dilakukan di Rumah
sebelum dilakukan terapi facial massage dan Sakit Mardi Rahayu Kudus pada tanggal 14-
terapi facial expression pada pasien stroke 26 Maret 2016.
dengan face drooping. Mengetahui perubahan
kesimetrisan wajah setelah dilakukan terapi Jenis pengumpulan data yang merupakan data
facial massage pada pasien stroke dengan face primer, yaitu sumber informasi yang langsung
drooping. Mengetahui perubahan kesimetrisan berasal dari yang mempunyai wewenang dan
wajah setelah dilakukan terapi facial tanggung jawab terhadap data tersebut.
expression pada pasien stroke dengan face Penelitian ini menggunakan instrument lembar
drooping. Mengetahui terapi yang lebih efektif observasi sunnybrook facial grading system
dalam mengembalikan kesimetrisan wajah untuk mengukur kesimetrisan wajah pasien
antara terapi facial massage dan facial stroke yang mengalami face drooping. Sumber
expression pada pasien stroke dengan face data primer yang telah dikumpulkan dalam
drooping. penelitian ini antara lain: nama, diagnosa,
tanggal observasi dilakukan, gambaran kondisi
METODE PENELITIAN kesimetrisan wajah pada mata, pipi dan mulut.
Rancangan penelitian ini menggunakan two Kondisi tersebut diobservasi saat istirahat
group pre-test and post-test design. Tidak (Resting symmetry), simetris saat digerakkan
memakai kelompok control. Pre-test pada sukarela (Symmetry voluntary movement) dan
kedua kelompok, diikuti dengan intervensi dan gerakan otot bersama yang tidak seharusnya
diakhiri dengan melakukan post-test setelah (Synkinesis).
beberapa waktu pemberian intervensi (Issel,
2014, hlm.418). Terapi facial massage dan terapi facial
expression dengan durasi 5-10 menit dilakukan
Populasi menurut Notoatmodjo (2012, sebanyak 3x/hari, dengan patokan waktu 12
hlm.115) merupakan keseluruhan objek jam dari 07.00-19.00 dibagi 3, sehingga terapi
penelitian atau objek yang diteliti. Populasi dilakukan 4 jam 1x. Terapi pagi (07.00-11.00),
pada penelitian ini adalah pasien stroke di RS siang (11.00-15.00), dan sore (15.00-19.00).
Mardi Rahayu Kudus. Data pasien dirawat Intervensi dilakukan selama 5 hari dan setiap
bulan Januari sampai Oktober 2015 didapatkan sore hari setelah dilakukan terapi dilakukan
rata-rata setiap bulan pasien stroke yang pengukuran post dengan lembar sunnybrook
dirawat di RS Mardi Rahayu Kudus sebanyak facial grading system.
105 pasien (RS Mardi Rahayu Kudus, 2015).
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan Peningkatan frekuensi stroke seiring dengan
dan mendiskripsikan karakteristik setiap peningkatan usia berhubungan dengan proses
variabel penelitian. Untuk data numerik penuaan, semua organ tubuh mengalami
digunakan nilai mean atau rata-rata, median, kemunduran fungsi termasuk pembuluh darah
standard deviasi, frekuensi dan persentase otak. Stroke sering terjadi pada usia 40-70
(Notoatmodjo, 2012, hlm.182). tahun, perdarahan di substansi dalam otak
paling umum karena perubahan degeneratif
Dalam penelitian ini analisis univariat sehingga menyebabkan ruptur pembuluh darah
dilakukan untuk menjelaskan variabel (Smeltzer, 2013, hlm.2133).
responden berdasarkan jenis kelamin, usia,
serangan stroke dan nilai kesimetrisan wajah. Hal ini sejalan dengan penelitian menurut
Analisis bivariat yang dilakukan terhadap dua Sofyan, Sihombing, dan Hamra (2012) yaitu
variabel yang diduga berhubungan atau kelompok umur yang berisiko tinggi
berkorelasi (Notoatmodjo, 2012, hlm.182). mengalami stroke adalah kelompok umur > 55
tahun. Penelitian lain yang berhubungan adalah
Pada penelitian ini analisis bivariat digunakan penelitian Puspita dan Putro (2008) yang
untuk menguji efektivitas peningkatan menyatakan bahwa resiko terjadinya stroke
kesimetrisan wajah setelah dilakukan terapi pada kelompok usia > 55 tahun adalah 3,640
facial massage dan facial expression. Pada kali dibandingkan kelompok usia ≤ 55 tahun.
penelitian ini adalah uji paired t test Artinya hasil penelitian sesuai dengan teori
(dependent t-test). bahwa usia termasuk faktor resiko stroke.
Faktor resiko stroke yang tidak dapat Tingginya prevalensi stroke patut diwaspadai
dimodifikasi salah satunya adalah jenis agar tidak terjadi stroke berulang, karena
kelamin. Laki-laki lebih banyak terkena stroke terjadinya stroke terulang akan meningkatkan
daripada wanita, yaitu mencapai kisaran 1,25 resiko kematian dan kecacatan akan bertambah
kali lebih tinggi (Wiwit, 2010, hlm.25). (Mahendra & Rachmawati, 2007, hlm.33).
Prevalensi stroke pada laki-laki dikarenakan
konsumsi alkohol dan merokok. Merokok dan Serangan stroke dapat diatasi dan kondisi
konsumsi alkohol meningkatkan hematokrit pasien dapat pulih kembali sepenuhnya,
dan viskositas darah. Hal ini bertanggung bahkan dapat beraktifitas dan produktif seperti
jawab pada kejadian stroke yang disebabkan semula jika ditangani dengan cepat dan tepat
perdarahan subarakhnoid karena pecahnya (Pudiastuti, 2011, hlm.163). Penting sekali
aneurisma serebral (Misbach,2011, hlm.10). diterapkan upaya-upaya agar tidak terjadi
serangan ulang stroke (Sari, Indrawati, &
Hal ini sejalan dengan penelitian Handayani Dewi, 2016, hlm.30). Serangan stroke yang
(2012) yang menyatakan hormon pada wanita mengakibatkan face drooping baik pada
memiliki peranan dalam proteksi terhadap serangan pertama maupun stroke berulang.
penyakit pembuluh darah. Angka kejadian
stroke pada wanita lebih kecil daripada laki-
laki, yaitu 62 orang (68,9%) laki-laki, dan 28
orang (31,1%) wanita.
Tabel 3
Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Serangan Stroke
Di RS Mardi Rahayu Kudus
Tahun 2016
n = 32
Serangan Stroke f %
Serangan pertama 25 78.1
Serangan lebih dari 1 kali 7 21.9
Total 32 100.0
6
6 Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan (JIKK), Vol...No...
Tabel 4
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Nilai Kesimetrisan Wajah sebelum dilakukan Prosedur
Facial Expression dan Facial Massage Di RS Mardi Rahayu Kudus
Tahun 2016
n = 32
Nilai Pre facial expression Pre facial massage
Kesimetrisan
f % Mean Std.dev f % Mean Std.dev
Wajah
43-69 8 50 3 18.8
42,1 9,6 38,8 6,5
26-42 8 50 13 81.2
Total 16 100 16 100
7
Efektifitas facial massage dan facial expression terhadap ... (diahkhusnul.khotimah@gmail.com) 7
Tabel 5
Distribusi Responden Berdasarkan Rerata Post Prosedur Facial Expression
pada hari pertama, ke-2, ke-3, ke-4 dan ke-5
Di RS Mardi Rahayu Kudus
Tahun 2016
n = 32
Prosedur Hari
1 2 3 4 5
Mean 45,3 48,9 52,3 56 60
Facial
Expressio
Std.dev 9,83 9,4 8,7 8,7 9
n
Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan nilai wajah dari hari pertama 45,3 menjadi 60 hari
mean kesimetrisan wajah terjadi peningkatan ke-5.
rerata pada hari pertama sampai hari ke-5.
Tabel 6
Distribusi Responden Berdasarkan Rerata Post Prosedur Facial Massage
pada hari pertama, ke-2, ke-3, ke-4 dan ke-5
Di RS Mardi Rahayu Kudus
Tahun 2016
n = 32
Hari
Prosedur 1 2 3 4 5
Mean 45 51 57,5 64 71
Facial
Massag
Std.dev 6,31 6 6,54 5,94 5,36
e
Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan nilai wajah adalah 56 dan setelah dilakukan
mean kesimetrisan wajah terjadi peningkatan treatment nilai kesimetrisan wajah adalah 70.
rerata pada hari pertama sampai hari ke-5.
2. Analisa Bivariat
Pada tabel 1.6 rerata post facial massage Analisis bivariat yang dilakukan terhadap dua
menunjukkan peningkatan nilai kesimetrisan variabel yang diduga berhubungan atau
wajah pada hari pertama 45 menjadi 71 pada berkorelasi (Notoatmodjo, 2012, hlm.182).
hari ke-5. Peningkatan rerata nilai kesimetrisan Pada penelitian ini analisis bivariat digunakan
setelah dilakukan intervensi facial expression untuk menguji efektivitas peningkatan
dan facial massage menunjukkan adanya kesimetrisan wajah setelah dilakukan terapi
perbaikan kesimetrisan wajah mendekati facial massage dan facial expression.
normal.
Sebelum dilakukan uji hipotesis, terlebih
Hal ini sejalan dengan penelitian Lindsay, dahulu dilakukan uji normalitas data
Robinson dan Hadlock (2010) nilai rerata menggunakan saphiro wilk karena responden
sebelum dilakukan treatment nilai kesimetrisan berjumlah < 50 (Dahlan, 2014, hlm.139).
8
8 Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan (JIKK), Vol...No...
Diperoleh data uji normalitas kelompok diperoleh data selisih perbedaan mean facial
intervensi pertama pre facial expression expression 18,8 dan nilai t 21,6 sedangkan
(0,529) dan post ke-5 facial expression facial massage 33 dan nilai t 27,3. Uji dengan
(0,551). Kelompok intervensi kedua pre facial derajat kemaknaan 5% atau (p value ≤ 0,05),
massage (0,612) dan post ke-5 facial massage diperoleh nilai p 0,000. Ha diterima karena p-
(0,938). Data berdistribusi normal (p≥ 0,05) value lebih kecil atau sama dengan 0,05.
dilanjutkan menggunakan uji statistik paired t
test (dependent t-test) dan tidak perlu T
menggunakan alternatif uji statistik Wilcoxon a
karena skala data interval. b
e
Perbedaan efektivitas facial massage dan l
facial expression dapat diketahui dengan
menguji efektivitas perlakuan pada dua 7
kelompok intervensi menggunakan selisih
perbedaan mean. Semakin besar selisih mean, P
semakin efektif perlakuan. Hasil penelitian e
n
i
n
g
k
a
t
a
n
K
e
s
i
m
e
t
r
i
s
a
n
W
a
j
a
h
Pre dan Post hari ke-5 Facial Expression
dan Facial Massage
0,00
R
0
S P
16
os
M t
60,9
a fa
4
r ci 33±4,83 27,3
d al
16
e 0,000
i
x
p
R re 16
a ss
h io
a n
y Pr
e
u
fa
ci
K al
u m
d a
u ss
s a
g
e
T
a P
h os
u t
n fa
ci
al
2
m
0 a
1 ss
6 a
n = 32 g
t e
Rerata
Perbedaa nilai p Hasil penelitian hitung > t tabel, t tabel
n
Pre Rerata±St h menunjukkan, setelah adalah 1,745 dan t hitung
faci d.dev i dilakukan latihan facial massage > facial
al t gerak wajah atau expression. Hasil
u facial exercise perbedaan rerata
n
dengan facial menunjukkan facial
g
expression 16 expression dan facial massage > facial
42,12 massage, diperoleh expression.
nilai
18,8±3,46 significancy
0,000 (p< 0,05), t Pada hasil perbedaan
Efektifitas facial massage dan facial expression terhadap ... (diahkhusnul.khotimah@gmail.com)
99
Diperoleh data uji normalitas kelompok diperoleh data selisih perbedaan mean facial
rerata pre facial diperoleh yaitu
expression dan 18,8 dengan
post hari ke-5 standard
facial expression deviasi
3,46.
Sedangkan
pre facial
massage
dan post
hari ke-5
facial
massage
diperoleh
33 dengan
standard
deviasi
4,83.
Perbedaan
rerata
menunjukk
an facial
massage >
facial
expression.
Pada pre
dan post
hari ke-5
kedua
intervensi
didapatkan
nilai p
0,000 yang
artinya
bermakna
dan sangat
efektif.
Penilaian
keefektifan
juga dapat
dilihat dari
nilai t
hitung,
harus lebih
besar dari
nilai t tabel
10
10 Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan (JIKK), Vol...No...
Gunawan, D., Haryanto, A., Argo, M., & can-help/survivors/stroke-recovery/post-
Kusuma, B. (2014). Stroke yang stroke-conditions/physical/hemiparesis
Mengalami Afasia Motorik. Jakarta: diperoleh tanggal 3 januari 2016
Serambi Ilmu Semesta
Neely, J.G., Cherian. N.G., Dickerson. C.B., &
Hatayama, T., Kitamura, S., Tamura C., Nedzelki. J.M. (2010). Sunnybrook
Nagano M., & Ohnuki K. (2008). The facial grading system: Reliability and
facial massage reduce anxiety and criteria for grading. The laryngoscope,
negative mood status, and increased 120: 1038-1045
sympathetic nervous activity. 29(6). 317-
320 Noor, N.N. (2008). Epidemiologi. Jakarta:
Rineka Cipta
Handayani, F. (2012). Angka Kejadian
Serangan Stroke Pada Wanita Lebih Notoatmodjo, Soekidjo. (2012). Metodologi
Rendah daripada Laki-laki. penelitian kesehatan. Ed. Rev. Jakarta :
Prosiding Seminar Nasional Rineka cipta
Issel, L.M. (2014). Health program and Pereira, L.M., Obara, K., Dias, J.M., Menacho,
evaluation: a practical, systematic M.O., Lavado, E.L., & Cardoso, J.R.
approach for community health. United (2011). Facial exercise therapy for
State of America : Jones & Bartlet facial palsy: systematic review and
Learning meta-analysis. 25(7). 649-658
Kelby, Scot. (2011). Professional portrait Pinzon, R. (2010). Awas stroke! Pengertian,
retouching techniques for Gejala, Tindakan, Perawatan dan
photographers using photoshop. Jakarta: Pencegahan. Yogyakarta: ANDI
Serambi Ilmu Semesta OFFSET
Lindsay, R., W., Robinson, M., & Hadlock, T., Prakash, V., Hariohm, K., Vijayakumar. P., &
A. (2010). Comprehensive Facial Thangjam. B.D. (2012). Functional
Rehabilitation Improves Function in Training in the Management of Chronic
People With Facial Paralysis: A 5-Year Facial Paralysis. 92. 605-603
Experience at the Massachusetts Eye
and Ear Infirmary. Physical Therapi. 90 Pudiastuti, R., D. (2011). Penyakit Pemicu
(3). 391-397 Stroke: Dilengkapi dengan Posyandu
Lansia dan Posbindu PTM. Yogyakarta:
Lumbantobing. (2013). Neurologi klinik Nuhamedika
pemeriksaan fisik dan mental. Jakarta:
FKUI Puspita, M & Putro, G. (2008). Hubungan
Gaya Hidup terhadap Kejadian
Mahendra, B., & Rachmawati, E. (2007). Atasi Stroke di Rumah Sakit Umum Daerah
Stroke dengan Tanaman Obat. Jakarta: Gambiran Kediri. Buletin Penelitian
Penebar Swadaya Sistem Kesehatan. 11 (3). 263-269
Misbach, J. (2011). Stroke: Aspek diagnostic, Riskesdas. (2013). Riset Kesehatan Dasar.
Patofisiologi, Manajemen. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
FKUI Kesehatan Kementrian Kesehatan RI
National Stroke Association. (2016).
Hemiparesis. http://www.stroke.org/we-
(diahkhusnul.khotimah@gmail.com) 11
11
RS Mardi Rahayu Kudus. (2015). Data rekam
medik kejadian stroke pada januari –
oktober 2015
12 12
Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan (JIKK), Vol...No...
HASIL PENELITIAN
Departemen Parasitologi, Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura,
1
2
Bagian Penyakit Dalam RSU St. Antonius,
3
Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Tanjungpura, Pontianak, Kalimantan Barat,Indonesia
ABSTRAK
Latar Belakang: Hipertensi dan komplikasinya merupakan penyebab kematian nomor satu secara global. Obesitas merupakan salah satu
faktor risiko hipertensi. Tujuan: Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji hubungan antara obesitas dan kejadian hipertensi di kecamatan
Sintang. Metode: Penelitian ini merupakan studi analitik dengan pendekatan cross-sectional. Cara pengambilan sampel adalah dengan
teknik non-probability sampling (consecutive sampling) dengan jumlah sampel sebanyak 146 subjek. Pengukuran meliputi tekanan darah
sistolik dan diastolik, berat badan, dan tinggi badan. Indeks massa tubuh (IMT) ditentukan berdasarkan berat badan dan tinggi badan,
dikelompokkan dalam 2 kategori, yakni normal (IMT 18,5 – 22,9 kg/m 2) dan obesitas (IMT ≥ 25 kg/m 2). Berdasarkan nilai tekanan darah,
subjek dikelompokkan dalam 2 kategori, yakni non-hipertensi (normal dan prahipertensi) dan hipertensi (hipertensi derajat 1 dan 2). Data
dianalisis menggunakan program Statistical Package for the Social Sciences (SPSS ) 17.0. Hasil: Terdapat hubungan bermakna secara statistik
antara obesitas dan kejadian hipertensi (P < 0,000). Rasio prevalensi terjadinya hipertensi pada penderita obesitas adalah PR 2,16; 95% IK 1,32
– 2,24. Simpulan: Terdapat hubungan bermakna antara obesitas dan kejadian hipertensi. Penderita obesitas mempunyai risiko mengalami
hipertensi 2,2 kali lebih besar dibandingkan dengan subjek yang mempunyai IMT normal.
ABSTRACT
Background: Hypertension and its’ complications was an important cause of death worldwide. Obesity was one of the risk factors of
hypertension. Objective: To examine the relationship between obesity and hypertension in Sintang subdistrict. Method: This research
was analytic study with cross-sectional approach. One hundred and fourty six participants were recruited using a non-probability sampling
(consecutive sampling) technique. Measurement was taken on systolic and dyastolic blood pressure, height, and weight. Body mass index
(BMI) was calculated using height (m2) and weight (kg), and classified as normal (BMI 18,5 – 22,9 kg/m2) and obesity (BMI more than 25
kg/m2). Based on blood pressure, all participants were divided into two groups: non-hypertensives (normal and prehypertension) and
hypertensives (hypertension grade 1 and 2). Data were analyzed with Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) 17.0. Result: The
relationship between obesity and hypertension was statistically significant (P < 0,000). The relative risk of hypertension in obese patient is PR
2,16; CI 1,32 – 2,24. Conclusion: There was significant relationship between obesity and hypertension. The risk for developing
hypertension among obese subjects was 2,2 fold compared with normal weight subjects. Diana Natalia, Petrus Hasibuan, Hendro.
Correlation between Obesity and Hypertension in Sintang, West Kalimantan.
PENDAHULUAN
merokok, obesitas, inaktivitas fisik, dan stres yang berlangsung persisten.1 Seorang dewasa
Hipertensi merupakan penyebab kematian
psikososial. Hipertensi sudah menjadi masalah dikategorikan hipertensi apabila mempunyai
nomor satu di dunia, dan hipertensi menjadi
kesehatan masyarakat (public health problem) tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau
penyebab kematian nomor 3 setelah stroke
dan akan menjadi masalah yang lebih besar tekanan darah diastolik ≥90 mmHg (JNC VII).
dan tuberkulosis, yaitu 6,7% kematian dari
jika tidak ditanggulangi sejak dini.4 Sekitar 1 milyar penduduk dunia
semua umur di Indonesia.3,6 Di banyak negara
diperkirakan menderita hipertensi.2 Di
saat ini, prevalensi hipertensi meningkat
Hipertensi merupakan suatu kondisi pe- Indonesia, hasil Riset Kesehatan Dasar
sejalan dengan perubahan gaya hidup,
ningkatan tekanan darah arterial abnormal (Riskesdas) Departemen Kesehatan RI
seperti
tahun 2007 menunjukkan
DAFTAR PUSTAKA
1. Brashers VL. Aplikasi klinis patofisiologi: Pemeriksaan dan manajemen. In: Kuncara HY, Yulianti D, eds. Clinical Applications of Pathophysiology: Assessment, Diagnostic Reasoning,
and Management. Jakarta: EGC; 2003. p. 1-7.
2. Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, Cushman WC, Green LA, Izzo JL, et al. The seventh report of the joint national commitee on detection, evaluation and treatment of high blood
pressure. National Institute of Health; 2003. p. 2-15.
3. Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Riset kesehatan dasar 2007. Jakarta: Laporan Nasional; 2008. p. 50-111.
4. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. InaSH menyokong penuh penanggulangan hipertensi [Internet]. 2007 [cited 2010 September 15]. Available from: http://www.depkes.go.id.
5. Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Riset kesehatan dasar 2007. Jakarta: Laporan Provinsi Kalimantan Barat; 2008. p. 41-90.
6. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Hipertensi penyebab kematian nomor tiga [Internet]. 2010 [cited 2010 September 15]. Available from: http://www.depkes.go.id.
7. Fuster V, Walsh RA, O’Rourke RA, Poole-Wilson P. Hurst’s The Heart. 12nd ed. New York: McGraw Hill Companies, Inc; 2008. p. 1560-4, 1602-3.
8. Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Huaser S, Jameson J, Loscalzo J. Harrison’s principles of internal medicine. 17th ed. New York: McGraw-Hill Companies, Inc; 2008. p. 462-8.
9. Luke A, Adeyemo A, Kramer H, Forrester T, Cooper RS. Association between blood pressure and resting energy expenditure independent of body size. Hypertension 2004; 43:555.
10. Rahmouni K, Correia MLG, Haynes WG, Mark Al. Obesity-associated hypertension: New insights into mechanisms. Hypertension 2005; 45:9-14.
11. Brown CD, Higgins M, Donato KA, Rodhe FC, Garrison R, Obarzanek E, et al. Body mass index and the prevalence of hypertension and dyslipidemia. Obesity Research 2000; 8:608.
12. Wolk R, Shamsuzzaman ASM, Somers VK. Obesity, sleep apnea, and hypertension. Hypertension 2003; 42:1067.
13. Shibao C, Gamboa A, Diedrich A, Ertl AC, Chen KY, Byrne DW, et al. Autonomic contribution to blood pressure and metabolism in obesity. Hypertension 2007; 49:27.
14. Humayun A, Shah AS, Sultana R. Relation of hypertension with body mass index and age in male and female population in Peshawar, Pakistan. J Ayub Med Coll Abbottabad 2009;
21: 63-5.
15. Tesfaye F, Nawi NG, Minh HV, Byass P, Berhane Y, Bonita R, et al. Association between body mass index and blood pressure across three populations in Africa and Asia. Journal of Human
Hypertension 2007; 21:28-37.
16. Jafar TH, Chatuverdi N, Pappas G. Prevalence of overweight and obesity and their association with hypertension and diabetes mellitus in an indo-asian population. CMAJ 2006;
175: 1071-6.
17. Kumar P, Clark M. Kumar and clark’s clinical medicine. 7th ed. New York: Saunders Elsevier; 2009. p. 798.
lipotoksisitas yang disebabkan sejumlah asam jaringan otot dan jaringan adiposa secara
lemak bebas yang dilepaskan triasilgliserol signifikan. Penyandang DM akan kehilangan
dalam upaya kompensasi penghancuran berat tubuh yang hebat kendati terdapat
simpanan lemak yang berlebihan berpengaruh peningkatan selera makan (polifagia) dan
terhadap jaringan adiposa maupun non- asupan kalori normal atau meningkat26.
adiposa, serta berperan pada patofisiologi Terkait penuruanan berat badan pada tikus
penyakit di berbagai organ seperti hati dan yang mengalami DM juga telah dibuktikan
pankreas. Konsekuensi resistensi insulin oleh penelitian Indrayani (2016) pada pasien
adalah hiperglikemia, yang dikompensasi DM di rumah sakit umum kabupaten
dengan sintesis glukosa dari hati Ciamis27. Berdasarkan data analisis diatas,
(glukoneogenesis), yang justru ikut maka kondisi penyandang diabetes mellitus
memperberat hiperglikemia23. akan mengalami kondisi yang berbeda dalam
Peningkatan TNF-α yang diobservasi kategori berat badan baik peningkatan berat
pada jaringan lemak pasien obesitas badan maupun penurunan berat badan.
menunjukkan hubungan langsung timbulnya
resistensi insulin pada pasien obesitas24. Pada SIMPULAN
penderita diabetes melitus terdapat masalah Berat badan pada Tikus Rattus
dalam efek kerja insulin dalam metabolisme norvegicus Barkenhout, 1769 model DM
gula ke dalam sel tidak sempurna sehingga berhubungan dengan kadar glukosa darah.
gula darah tetap tinggi. Keadaan tersebut
dapat meracuni dan menyebabkan rasa lemah SARAN
dan tidak sehat serta menyebabkan Penelitian selanjutnya diharapkan
komplikasi dan gangguan metabolisme lain. dapat menggunakan desain penelitian yang
Apabila tubuh tidak mampu mendapatkan berbeda dengan jumlah sampel yang banyak
energi yang cukup dari gula, tubuh akan serta dilakukan analisis lebih lanjut untuk
mengolah zat-zat lain untuk diubah menjadi mengetahui tingkat stress dan kondisi
energi seperti lemak. Penggunaan atau imunologi pada hewan coba untuk
penghancuran lemak dan protein mengurangi variable konvonding dalam
menyebabkan turunnya berat badan . 25
memperkuat hasil penelitian.
Ketidaksediaan glukosa akan
mengakibatkan glukoneogenesis secara REFERENSI
berlebihan, sehingga sel-sel hati akan 1. World Health Organization. 2016. Global
meningkatkan produksi glukosa dari substrat Report On Diabetes. World Health
lain, salah satunya adalah dengan merombak Organization: WHO Press. ISBN
protein. Asam amino hasil perombakan 9789241565257
ditransaminasi sehingga dapat menghasilkan 2. Zaccardi et al. 2017. Nonlinear
substrat dalam pembentukan glukosa. Association Of BMI With All-Cause And
Peristiwa berlangsung secara terus menerus Cardiovascular Mortality In Type 2
dikarenakan insulin yang membatasi Diabetes Mellitus: A Systematic Review
glukoneogenesis sangat sedikit atau tidak ada And Meta-Analysis Of 414,587
sama sekali. Glukosa yang dihasilkan Participants In Prospective Studies.
kemudian akan terbuang melalui urine. Diabetologia (2017) 60:240–248. DOI
Akibatnya, terjadi pengurangan jumlah 10.1007/s00125-016-4162-6
The effect of weight loss on fasting blood P.A., & Rodwell, V.W. Biokimia Harper.
sugars and hemoglobin A1c in Edisi 25. Jakarta: EGC, 582 – 593.
overweight and obese diabetics and non- 27. Indriyani F. 2016. Gambaran Berat Badan
diabetics. Scientific Research. 2(1) Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe II Di
20. Witasari, U., Rahmawaty, S., & Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten
Zulaekah, S. 2009. Hubungan tingkat Ciamis Tahun 2016. Skripsi. Program
pengetahuan, asupan karbohidrat, dan Studi S-1 Keperawatan Sekolah Tinggi
serat dengan pengendalian kadar glukosa Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Ciamis.
darah pada penderita diabetes melitus tipe
2. Jurnal Penelitian Sains &
Teknologi, 10(2), 130-138.
21. Takeuchi, F., Yamamoto, K., Katsuya, T.,
Nabika, T., Sugiyama, T., Fujioka, A., ...
& Ikegami, H. (2011). Association of
genetic variants for susceptibility to
obesity with type 2 diabetes in Japanese
individuals. Diabetologia, 54(6), 1350-
1359.
22. Kelley, D. E., Kuller, L. H., McKolanis,
T. M., Harper, P., Mancino, J., & Kalhan,
S. (2004). Effects of moderate weight loss
and orlistat on insulin resistance, regional
adiposity, and fatty acids in type 2
diabetes. Diabetes Care, 27(1), 33-40.
23. Sudoyo, A.W. Setiyohadi B., Alwi I.,
Simadibrata M., Setiati S., (2009). Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
24. Hui, W. S., Liu, Z., & Ho, S. C. 2010.
Metabolic syndrome and all-cause
mortality: a meta-analysis of prospective
cohort studies. NCBI 25(6)
25. Albu, J., Heilronn, L., Kelley, D. and
Smith, S. 2010. Metabolic changes
following a 1-year diet and exercise
intervention in patients with type 2
diabetes. Diabetes, 59, 627-633.
doi:10.2337/db09-1239
26. Granner, D.K. 2003. Hormon Pankreas
dan Traktus Gastrointestinal. Dalam:
Murray, R.K., Granner, D.K., Mayes,
Amilin
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Fanny Yusronillah
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT
The purpose of this research is to figure out the influence between education
level and tax payers variety of jobs toward the motivation in fulfilling tax
obligatory. The sample in this research includes 80 correspondences from 8 (eight)
sub district of Jatinegara. Each sub district represents 10 correspondences. The
sampling method is Area Sampling (cluster sampling). The collected of data to use
primary data with questionnaire technique.
Quality of test in this research are validity of test to use is Pearson
correlation and reliability test of the research to use is cronbach alpha and then
hypothesis test to use is Univariate analysis of variance (two way ANOVA). The
results in this research are: (a). Educational level does not have any influences
toward the motivation in fulfilling tax obligatory. (b). the variety of jobs it self does
not have any influences towards the motivation in fulfilling tax obligatory. (c). the
interaction between educational level and variety of jobs does not have any
influences towards motivation in fulfilling tax obligatory.
28
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Direktorat Jendral Pajak (Ditjen Pajak/DJP) terbilang sering melakukan
reformasi perpajakan. Mulai dari mereformasi Undang-undang (UU) perpajakan
sampai dengan aturan pelaksanaannya juga upaya-upaya menutup berbagai celah
rawan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang memang diyakini ada dalam UU
dan aturan main tersebut. Memodernisasi sistem administrasi perpajakan yakni
administrasi yang dilakukan dengan teknologi informasi (TI) serta peningkatan
kualitas pelayanan kepada wajib pajak (Anwar, 2005).
Ini pun dalam pelaksanaannya terbukti telah mengurangi persentuhan antar
wajib pajak dan fiskus (aparat pajak) yang selama ini rawan menimbulkan
penyuapan, tawar-menawar pajak atau bahkan gertakan oleh pihak pajak dan lain-
lain. Sementara bagi pajak sendiri sistem ini jelas merupakan salah satu bentuk
monitoring yang akan sangat efektif untuk mengetahui seberapa besar kontribusi
wajib pajak terhadap pajak. Disamping ada perubahan radikal pada struktur, sistem
ini sebenarnya berusaha memberdayakan lagi spirit pelayanan yang lebih baik
kepada wajib pajak (Winardi, 2006).
Amandemen UU perpajakan itu penting sebagai upaya menampung
perkembangan yang terjadi di tengah masyarakat seperti kemajuan teknologi. Ditjen
pajak menampungnya dengan dibukanya pelaporan Surat Pemberitahuan Pajak
Tahunan (SPT) dan pembayaran pajak secara on-line (e-Reg, e-SPT dan e-Filling),
dan juga membenahi hal-hal yang dianggap kurang fair baik bagi aparat pajak
maupun wajib pajak (tax payer). Dalam perubahan UU tersebut juga diberikan
penegasan kapan seseorang atau suatu badan harus mulai melaksanakan kewajiban
perpajakannya. Demikian pula wewenang penyidik, kini semua instansi atau pihak
lain diwajibkan memberikan data perpajakan pada Ditjen Pajak.
Peningkatan penerimaan pajak tidak saja sebuah keuntungan besar bagi
daerah dalam rangka Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) namun bahkan
negara dalam rangka pembangunan nasional (APBN) karena nanti Indonesia akan
benar-benar mandiri dan bebas dari adanya utang luar negri. Tidak berlebihan
kiranya jika penulis sependapat dengan ungkapan No body like to pay tax meskipun
harus diakui terdapat juga wajib pajak yang selama ini patuh dan taat terhadap
semua kewajiban perpajakannya. Sebagai buktinya Ditjen Pajak setiap tahun selalu
dapat meningkatkan penerimaan pajak baik melalui intensifikasi dan ekstensifikasi.
Menurut Mustofa dalam Berita Pajak (2004), tersembunyinya potensi tersebut
tentunya bisa disebabkan karena berbagai hal antara lain:
1. Karena ketidaktahuan masyarakat akan kewajiban perpajakannya sehingga yang
seharusnya telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan memenuhi
kewajiban perpajakannya menjadi tidak terjaring.
2. Bagi yang sudah memiliki NPWP tetapi tidak mengerti akan kewajiban
perpajakannya sehingga tidak semua kewajiban perpajakannya dilaksanakan.
Amilin & Fanny JMK Vol. 7 No. 3, Maret
Yusronillah 2009
3. Bagi yang sudah memiliki NPWP dan sudah mengerti akan kewajiban
perpajakannya tetapi tidak mengungkapkannya secara jujur dalam SPT
pajaknya.
Pembinaan wajib pajak dapat dilakukan melalui sosialisasi dengan berbagai
upaya antara lain dengan cara memberikan penyuluhan mengenai perpajakan baik
melalui media elektronik, cetak maupun penerangan langsung di masyarakat. Usaha
pembinaan dapat pula melalui jalur pendidikan (melalui bidang studi perpajakan)
sebagai langkah awal dalam sosialisasi perpajakan. Peranan pendidikan dalam hal
ini sebagai media dalam merubah mental masyarakat kearah yang lebih positif,
mengarahkan adat gotong-royong pada posisi yang lebih luas. Sehubungan dengan
hal tersebut di atas maka pendidikan perpajakan harus mulai ditanamkan sejak dini
khususnya di lingkungan sekolah. Temuan Laporan Pembangunan Manusia
Indonesia (LPMI, 2004) mengatakan bahwa mutu manusia indonesia tergolong
rendah. LPMI mendesak pemerintah dan masyarakat memberikan prioritas investasi
lebih tinggi pada upaya pembangunan manusia, terutama lewat pendidikan dan
kesehatan (Tambunan, 2004).
Pembahasan yang dikemukakan di atas dapat dikatakan bahwa sosialisasi
dan pengembangan pajak cukup berhasil dengan bukti bahwa adanya peningkatan
penerimaan pajak setiap tahun. Adapun pengetahuan yang rendah tentang pajak
karena ada faktor penghambat yang sangat dominan yaitu kurangnya pengetahuan
masyarakat tentang pajak khususnya Pajak Penghasilan, sehingga dorongan untuk
memenuhi kewajiban pajak penghasilan sangat rendah. Oleh karena itu, peranan
pendidikan dalam hal ini sebagai alat pentransfer pengetahuan perpajakan sangatlah
penting. Lebih dari itu pendidikan mampu merubah mental masyarakat. Pendidikan
merupakan indikator yang dominan di dalam meningkatkan kualitas sumber daya
manusia. Sedangkan sumber daya manusia merupakan salah satu variabel yang
berpengaruh terhadap keberhasilan suatu negara di dalam mewujudkan tujuan
nasionalnya (Hutagaol, 2005).
Begitu banyak jenis pekerjaan yang ada didunia ini, dan akan makin
bertambah banyak lagi seiring dengan perkembangan zaman. Beberapa jenis
pekerjaan/jenis usaha yang ada sekarang misalnya: dilihat dari segi produk yaitu,
usaha produksi dan usaha jasa. Dari segi skala usaha yaitu: perusahaan kecil,
menengah dan besar. Lalu dari sudut pembagian sektor usaha ada sektor riil yang
memproduksi barang-barang melalui pabrik-pabriknya dan ada juga sektor finansial
seperti: perbankan, serta badan usaha keuangan lainnya. Sifat usaha harus sesuai
dengan semangat kewiraswastaan yaitu harus saling menguntungkan untuk semua
pihak yang terlibat (Hakim, 1998:21).
Rumusan Masalah
Penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah tingkat pendidikan wajib pajak berpengaruh terhadap motivasi
memenuhi kewajiban pajak?
30
2. Apakah jenis pekerjan wajib pajak berpengaruh terhadap motivasi memenuhi
kewajiban pajak?
3. Apakah interaksi antara tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan berpengaruh
terhadap motivasi memenuhi kewajiban pajak?
Pembatasan masalah dalam penelitian ini hanya menyangkut pajak
penghasilan yang dikenakan pada wajib pajak. asumsi dalam penelitian ini adalah
semua orang yang bekerja mendapatkan penghasilan dan penghasilan mereka
dipotong pajak sehingga bisa disebut wajib pajak. Kriteria pendidikan hanya
difokuskan pada pendidikan formal saja.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui apakah tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan wajib
pajak berpengaruh terhadap motivasi memenuhi kewajiban pajak.
32
Gambar 1
Model Penelitian
Ha1
Tingkat Pendidikan
Motivasi
Ha3
Jenis Pekerjaan
Ha2
Penelitian terdahulu
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nurwati (1995) yaitu
menganalisa hubungan latar belakang pendidikan wajib pajak dengan motivasi
memenuhi kewajiban perpajakan di Kecamatan Matraman. Penelitian ini ingin
menguji pengaruh tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan wajib pajak terhadap
motivasi memenuhi kewajiban pajak di Kecamatan Jatinegara.
Perumusan Hipotesa
Berdasarkan kerangka teori dan kerangka berfikir maka dapat dirumuskan
hipotesis penelitian sebagai berikut:
Ha1: Tingkat pendidikan wajib pajak berpengaruh terhadap motivasi memenuhi
kewajiban pajak.
Ha2: Jenis pekerjaan wajib pajak berpengaruh terhadap motivasi memenuhi
kewajiban pajak.
Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah motivasi. Motivasi adalah
suatu kekuatan potensial yang ada dalam diri seorang manusia yang dapat
dikembangkan oleh sejumlah kekuatan luar yang dapat mempengaruhi hasil
kinerjanya secara positif atau negatif. Hal ini tergantung pada situasi dan kondisi
yang dihadapi orang tersebut. Motivasi diukur dengan menggunakan instrumen
kuesioner oleh penelitian sebelumnya (Nurwati, 1995) yang telah dimodifikasi oleh
penulis. Motivasi diukur dengan menggunakan skala interval.
Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian menggunakan kuesioner yang dibuat oleh Siti Nurwati
(1995) dan telah dimodifikasi oleh penulis. Bobot penilaian atau angka hasil
kuesioner dalam penelitian ini sesuai dengan yang digambarkan dalam skala Likert
dengan standar penilaian terendah 1 dan tertinggi 5 dengan tipe jawaban Sangat
Setuju, Setuju, Ragu-ragu, Tidak Setuju dan Sangat Tidak Setuju. Kuesioner yang
dibuat oleh peneliti sebelumnya (Nurwati, 1995) yaitu sebanyak 30 butir.
Sedangkan pada penelitian ini penulis memakai 23 butir pertanyaan sebagai alat
pengukur motivasi. Item atau butir pertanyaan yang sudah dimodifikasi penulis
yaitu butir pertanyaan 3, 7, 8, 9, 10, 11, 15, 17, 19, 20, 21, 22, 23.
34
Uji Reliabilitas instrumen
Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur bahwa variabel yang digunakan
benar-benar bebas dari kesalahan sehingga menghasilkan hasil yang konsisten
meskipun diuji berkali-kali. Jika hasil dari Cronbach Alpha diatas 0,60 maka data
tersebut mempunyai keandalan yang tinggi (Ghozali, 2005). Perhitungan reliabilitas
dilakukan dengan metode Cronbach Alpha dengan bantuan SPSS 13.0.
Profil Responden
Hasil penelitian terhadap 80 responden di Kecamatan Jatinegara yang
terbagi dalam 8 kelurahan yaitu: kelurahan Kampung Melayu, Balimester,
Bidaracina, Cipinang Cempedak, Rawa Bunga, Cipinang Besar Utara, Cipinang
Besar Selatan dan Cipinang Muara, sehingga setiap kelurahan mewakili 10
responden. Karakteristik responden disajikan dalam tabel 4.1. berikut ini:
Tabel 1
Data Statistik Responden
jumlah Persentase
Jenis Pria 46 57,5%
kelamin
Wanita 34 42,5%
pendidikan SD - -
SLTP - -
SMU 23 28,75%
D3 19 23,75%
Amilin & Fanny JMK Vol. 7 No. 3, Maret
Yusronillah 2009
jumlah Persentase
S1 35 43,75%
Lainnya, D2 3 3,75%
NPWP Ya 26 32,5%
Tidak 54 67,5%
Pekerjaan PNS 32 40%
Peg. Swasta 46 57,5%
Profesi - -
Wira usaha 2 2,5%
36
Pearson
pertanyaan sig keterangan
corelation
Mtv 005 0,000 0,521 valid
Mtv 007 0,000 0,405 valid
Mtv 008 0,000 0,488 valid
Mtv 0010 0,004 0,318 valid
Mtv 0012 0,000 0,576 valid
Mtv 0013 0,000 0,561 valid
Mtv 0018 0,000 0,643 valid
Mtv 0019 0,000 0,495 valid
Mtv 0020 0,000 0,614 valid
Mtv 0021 0,000 0,581 valid
Mtv 0022 0,000 0,592 valid
Mtv 0023 0,000 0,678 valid
Uji Reliabilitas
Pedoman alat pengukur dikatakan reliabel adalah jika nilai memberikan nilai
Cronbach Alpha besar dari 0,60. Hasil uji reliabilitas dapat dilihat pada tabel 3
berikut:
Tabel 3
Hasil uji Reliabilitas
Hasil uji Reliabilitas menunjukkan Cronbach Alpha sebesar 0,796 dan dinyatakan
reliabel karena diatas 0,60.
Tabel 4 menunjukkan nilai F hitung sebesar 1,191 dan nilai sig (0,319) > α
(0.05) yang berarti hipotesa nol diterima. Jadi, varian dari variabel dependen sama
untuk semua kelompok dan tidak terjadi penyimpangan terhadap asumsi Anova.
V. PENUTUP
Kesimpulan
Hasil pengujian dan analisis terhadap data, dapat disimpulkan bahwa:
1. Tingkat pendidikan wajib pajak tidak berpengaruh terhadap motivasi memenuhi
kewajiban pajak dengan menunjukkan nilai signifikansi diatas 5%.
40
Amilin & Fanny JMK Vol. 7 No. 3, Maret
Yusronillah 2009
2. Jenis pekerjaan wajib pajak tidak berpengaruh terhadap motivasi memenuhi
kewajiban pajak dengan menunjukkan nilai signifikansi diatas 5%.
3. Interaksi tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan wajib pajak tidak berpengaruh
terhadap motivasi memenuhi kewajiban pajak dengan menunjukkan hasil nilai
signifikansi diatas 5%.
Implikasi
Tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan wajib pajak tidak memiliki pengaruh
terhadap motivasi memenuhi kewajiban pajak dikarenakan kurangnya sosialisasi
pajak baik melalui penyuluhan langsung (yang dilakukan oleh aparat pajak) iklan
layanan masyarakat baik media cetak atau elektronik. Penelitian ini menunjukkan
bahwa sosialisasi pajak merupakan prioritas utama yang harus dilakukan aparat
pajak serta berkoordinasi dengan instansi yang terkait agar lebih komprehensif.
Keterbatasan
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah:
1. Kurang cermat dalam membuat kuesioner. Kuesioner yang digunakan oleh
peneliti dirasakan kurang mencerminkan konsep motivasi. Membuat kuesioner
yang baik memang membutuhkan waktu, biaya dan tenaga yang ekstra sehingga
bisa meminimalisir butir yang tidak valid.
2. Penelitian hanya terbatas pada lingkup Kecamatan Jatinegara dengan jumlah
sampel yang relatif sedikit. Diharapkan penelitian yang akan datang lebih luas
lagi lingkup dan sampel yang akan diteliti sehingga bisa dijadikan bahan
pertimbangan bagi pihak-pihak yang berkepentingan untuk bisa terus-menerus
memperbaiki citra perpajakan Indonesia.
Rekomendasi
Penelitian di masa mendatang diharapkan dapat menyajikan hasil penelitian
yang lebih berkualitas lagi dengan adanya beberapa rekomendasi mengenai
beberapa hal, diantaranya:
1. Agar lebih banyak penelitian yang lebih mengutamakan masyarakat sebagai
responden karena penulis yakin bahwa masyarakat harus lebih memahami dunia
penelitian sehingga tumbuh minat masyarakat untuk bisa bekerja sama dengan
peneliti lain sehingga menambah pengetahuan masyarakat dalam hal masalah
yang akan diteliti.
2. Memilih obyek penelitian lain dan jangkauan yang lebih luas lagi misalnya
tingkat walikotamadya, DKI Jakarta atau provinsi-provinsi lain yang
dikehendaki peneliti yang akan datang.
3. Sistem perubahan administrasi pajak modern (e Filling, e SPT, e Reg), juga
cukup menarik untuk dijadikan contoh penelitian berikutnya.
41
Amilin & Fanny JMK Vol. 7 No. 3, Maret
Yusronillah 2009
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Aan Almaidah. Mengukur mutu pelayanan dari Respons wajib pajak,
Berita Pajak, no 1530/ tahun 37, 1 nov 2005.
Assifie, Bahasyim. Analisis kinerja organisasi dengan pendekatan system
dynamics, Berita pajak, no 1522/ tahun 37, I sept 2004.
Damar, Hario dkk,. Gambaran umum administrasi perpajakan di Jepang, Berita
Pajak, tahun 38, 1 maret 2006.
Fitriandi, Primandita dkk. Kompilasi UU Perpajakan Terlengkap, Salemba
Empat, Jakarta, 2004.
Ghozali, Imam. Aplikasi Analisis Multivariat dengan program SPSS, Badan
Penerbit Universitas Diponegoro, Edisi III, Jakarta, 2005.
Gunadi. Reformasi adminstrasi perpajakan menuju good governance, Berita
Pajak no 1514 tahun 36, 1 mei 2004.
Hakim, Rusman. Dengan wirausaha menepis krisis, Elex media komputindo,
Jakarta, 1998.
Hasan, M Tholhah. Islam dan Masalah SDM, Lantabora Press, Jakarta, 2005.
Hutagaol, John. Sekilas tentang Badan Hukum Pendidikan dan Aspek
Perpajakannya, Berita Pajak no 1535/tahun 37, 15 maret 2005.
Hamid, Abdul. Panduan Penulisan Skripsi, FEIS UIN Press, Jakarta, 2004.
Indriantoro, Nur & Bambang Supomo. Metodologi Penelitian Bisnis untuk
Akuntansi dan Manajemen, BPFE, Yogyakarta, 2004.
Indriyanto, Kuwat. Masyarakat Berbasis pengetahuan, Berita Pajak tahun 38,
15 maret 2006.
Indonesian Tax Review. Di balik sepuluh juta NPWP, volume 4 edisi 50/2005.
Mustofa, Arif. Profesional Skepticism dalam Pemeriksaan Pajak, Berita Pajak
no 1514/ tahun 36, 1 mei 2004.
Nasution, S. Sosiologi Pendidikan, Bumi Aksara, Jakarta, 1999.
Nurwati, Siti. Analisis Hubungan latar belakang pendidikan wajib pajak dengan
motivasi memenuhi kewajiban pajak Di Kec. Matraman. Univ. Negeri
Jakarta, 1995.
Pandiangan, Liberty. Penyakit Pajak Bernama Psychotax, Berita Pajak, no 1517
tahun 36/ 15 juni 2004.
Resmi, Siti. Perpajakan Teori dan kasus, Salemba Empat, Jakarta, 2003.
Ridwan, Mohammad. Arti Pentingnya meningkatkan kualitas pelayanan
Perpajakan kepada wajib pajak, Berita Pajak no 1530 tahun 37/15 nof
2005.
Sugiyono. Metode Penelitian Bisnis, Alfabeta, Bandung, 2004.
Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Rosda,
Bandung, 1997.
42
Subri, Mulyadi. Ekonomi SDM dalam perspektif Pembangunan, Raja Graffindo
Persada, Jakarta, 2003.
Trihendradi, Cornelius. Memecahkan kasus statistic: Deskriptif, parametric,
dan non- parametric dengan SPSS 12.0, Penerbit Andi Yogyakarta, 2004.
Tambunan, Frietz. Pajak sosial Pendidikan, Mengapa Tidak?, Berita Pajak no
1522, tahun 37/ 1 sept 2004.
Tambunan, Tulus TH.Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia, Salemba
Empat, Jakarta, 2002.
----------------------------,. Perekonomian Indonesia Beberapa Masalah Penting,
Ghalia Indonesia, Jakarta, 2003.
Winardi, Wahyu. Manajemen komunikasi Internal dalam mewujudkan
efisiensi kerja, Berita Pajak, tahun 38, 15 maret 2006.
Winardi. Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajemen, Rajawali Press,
Jakarta, 2002.
HUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PEMELIHARAAN KESEHATAN GIGI
DAN MULUT DENGAN PENDIDIKAN IBU HAMIL DI KABUPATEN
GIANYAR TAHUN 2021
ABTRACT
Phenomenon in the society found that 65% of pregnant women had four too risky in
pregnancy, are too young, too old, too often and too much. Total parity is too much,
meaning that more and more pregnant women will be at risk of adverse pregnancy outcomes
obtained. It should be lowered with adequate prenatal care that is focused on the health and
reduction in risk factors, so that the condition can improve the outcome of pregnancy
(Indriyani, 2013). Based on theabove, it is necessary to find out the correlation between
education and knowledge with the dental hygiene on women p r e g n a n t . The purpose of
this study is identify the relationship between the level of education, knowledge with the
pregnat in to describe the level of knowledge of dental and oral health care in respondens at
the location of KKN IPE Health Polytechnic of the Ministry of Health Denpasar Group 4
Gianyar I, Gianyar Regency in 2021. Method: Type of the reseach was analytical research
with cross sectional approach. Thepopulation of this research were all women in the
pregnant as peoplewith sample size of 45 people. The independent variable was education
and knowledge dental hygiene whereas the dependent variables were behavior Bivariat
analysis used Correlation Rank Spearman Test. The The study design used is observational
approach with cross sectional design. Samples were taken by accidental sampling with
research instruments such as observation sheet with a sample of 45 pregnant women, level
of education (51,1 %) is high school, Spearman's rho analysis of a significant relationship
between the level of education and knowledge with the outcome (p =0,064, < 0,05) There is
a correlation between education with knowledge of dental hygiene (p-value=0,046 <0,05).
The Conclusion: There was a correlation between education and knowledge with dental
hygiene
34
salah satu kehamilan yang
didalamnya, kehidupan atau
kesehatan ibu maupun janin
dalam bahaya akibat gangguan
1
kehamilan Ibu hamil
merupakan salah satu kelompok
yang rentan akan penyakit gigi
dan mulut. Beberapa penelitian
menyatakan bahwa tingkat
pengetahuan
35
dan perilaku ibu hamil dapat berpengaruh
pada kesehatan gigi dan mulut.
Terdapat faktor-faktor yang HASIL PENELITIAN DAN
mempengaruhi kehamilan resiko tinggi PEMBAHASAN
meliputi umur, pengetahuan , paritas,
pendidikan, pekerjaan, status sosial 1. Kondisi lokasi penelitian
2
ekonomi, dan sebagainya . Kabupaten Gianyar merupakan
Program pembangunan kesehatan di salah satu kabupaten dari sembilan
Negara Indonesia saat ini masih kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi
diprioritaskan pada upaya peningkatan Bali. Kabupaten Gianyar terdiri dari tujuh
derajat kesehatan ibu dan anak, terutama kecamatan, 64 desa, enam kelurahan, 504
kelompok yang paling rentan kesehatan banjar/dusun. Kabupaten Gianyar
yaitu ibu hamil, ibu bersalin dan ibu nifas memiliki luas wilayah 368 km2 atau
serta bayi pada masa perinatal. sekitar 6,53% dari luas wilayah Provinsi
Bali. Kecamatan Sukawati merupankan
METODO PENELITIAN salah satu kecamatan di Kabupaten
Gianyar dengan jumlah penduduk yaitu
Desain penelitian yang digunakan 122.698 jiwa dan luas wilayah 55,02 km2.4
adalah pendekatan Observasional dengan 2. Karakteristik subjek penelitian
rancangan cross sectional yaitu dimana Karakteristik ibu hamil
data Independen dan Dependen berdasarkan tingkat pendidikan di lokasi
dikumpulkan dalam waktu yang bersama KKN IPE Poltekkes Kemenkes Denpasar
3
(point time approach) Penelitian ini Kelompok 4 Gianyar I Kabupaten Gianyar
dilakukan pada bulan Bulan Maret sampai
Jumlah ibu hamil (orang)
36
Berdasarkan Tingkat dengan kategori baik yaitu 27 orang
Pendidikan di Lokasi KKN
(60%) dan paling sedikit dengan kategori
IPE Poltekkes Kemenkes
Denpasar Kelompok 4 Gianyar kurang yaitu tiga orang (6,67%).
I Kabupaten Gianyar Tahun
2.Persentase ibu hamil yang memiliki
2021
tingkat pengetahuan pemeliharaan
Gambar 2 menunjukkan bahwa
kesehatan gigi dan mulut di lokasi KKN
dari 45 responden yang diteliti paling
IPE Poltekkes Kemenkes Denpaar tahun
banyak ibu hamil dengan pendidikan
2021 berdasarkan tingkat pendidikan.
tinggi sebanyak 23 orang dan paling
sedikit dengan pendidikan dasar sebanyak Tabel 2
Distribusi Persentase Tingkat
tiga orang. Pengetahuan Pemeliharaan Kesehatan
Gigi dan Mulut Ibu Hamil Berdasarkan
Pendidikan
2 . Hasil Penelitian
Kategori Tingkat Pengetahuan
BKategori tingkat Baik Cukup Kurang
Total
No
pendidikan
e ∑ (%) ∑ (%) ∑ (%) ∑ (%)
d
a
t
a
d
i
p
e
37
r u
o a
l n
e
h t
, e
n
d t
i a
s n
t g
r
i k
b e
u s
s e
i h
a
t t
i a
n n
g
k g
a i
t g
i
p
e d
n a
g n
e
t m
a u
h l
38
u
Tabel 1. Distribusi Tingkat Pengetahuan
t
Ibu HamilDistribusi Persentase Tingkat
Pengetahuan Pemeliharaan Kesehatan
Gigi dan Mulut Ibu Hamil
b Tabel 2.
e T menunjukkan
a bahwa dari
r
b 45 ibu hamil,
d e
l persentase
a
tingkat
s 1
Distribusi pengetahuan
a
Persentase berdasarkan
r Tingkat
Pengetahuan tingkat
k
Pemeliharaan pendidikan
a Kesehatan
Gigi dan paling banyak
n
Mulut Ibu yaitu
Hamil
pendidikan
t No Kategori
tingkat tinggi dengan
i pengetahuan kategori baik
n 1 Baik
2 Cukup sebanyak 16
g 3 Kurang orang
k Jumlah
(69,57%) dan
a
Tabel 1 tidak ada ibu
t
menunjukka hamil yang
n bahwa
dari memiliki
p
45 ibu hamil, tingkat
e
persentase pendidikan
n
tingkat dasar dengan
d
pengetahuan ibu kategori cukup
i
hamil paling (0%) dan
d
banyak pendidikan
i
tinggi dengan
k
kategori
a
kurang (0%).
n
Rata –
a. Analisis Univariat
rata tingkat
39
penge
tahua
n
tentan
g
pemel
iharaa
n
keseh
atan
gigi
dan
40
mulut pada ibu hamil di lokasi KKN IPE yaitu 27 orang ibu hamil (60%). Hasil
Poltekkes Kemenkes Denpasar Kelompok penelitian ini sejalan dengan penelitian
4 Gianyar I Kabupaten Gianyar Tahun yang dilakukan oleh Setyawati di
2021 adalah 78,44 dengan kategori cukup. Puskesmas Dlingo II Yogyakarta, bahwa
sebagian besar pengetahuan kesehatan gigi
b.Analisis Bivariat dan mulut ibu hamil adalah baik yaitu
sebanyak 38 responden atau 84.4% dari
Hubungan pendidikan dengan 45 responden.5 Kemungkinan hal ini
pengetahuan dengan menggunakan uji disebabkan kerena responden sudah
korelasi rank spearman pada hubungan pernah mendapatkan informasi
pendidikan dengan pengetahuan, mengenai pemeliharaan kesehatan
didapatkan hasil koefisien korelasi r= gigi dan mulut pada saat pelaksanaan
0,064 yang artinya mempunyai hubungan KKN IPE Poltekkes Kemenkes Denpasar
rendah dengan arah hubungan positif saat diberikan
sehingga dapat diartikan pula semakin penyuluhan oleh mahasiswa, JKG pada
tinggi pendidikan maka semakin tinggi waktu pelaksanaan IPE sehingga
pengetahuan ibu hamil tentang kesehatan pengetahuan yang dimiliki ibu hamil saat
gigi dan mulut Hasil uji statistik korelasi ini paling banyak pada kategori baik.
menunjukan bahwa p-value= 0,064 Pendapat ini didukung oleh pernyataan
(<0,05) sehingga dapat disimpulkan ada Mubarak yang menyebutkan bahwa
hubungan yang signifikan antara informasi merupakan salah satu faktor
pendidikan dengan pengetahuan mengenai yang dapat mempengaruhi pengetahuan
kesehatan gigi dan mulut pada ibu hamil. seseorang. Informasi dapat membantu
mempercepat seseorang untuk
B. Pembahasan memperoleh pengetahuan.6 Pendapat ini
didukung pula oleh pernyatan Mubarak
Berdasarkan hasil penelitian
yang menyatakan bahwa semakin tinggi
terhadap 45 ibu hamil di lokasi KKN IPE
pendidikan seseorang semakin mudah
Poltekkes Kemenkes Denpasar Kelompok
mereka menerima informasi, sehingga
4 Gianyar I Kabupaten Gianyar Tahun
semakin banyak informasi yang mereka
2021, diketahui bahwa persentase ibu
dapatkan, dan pada akhirnya semakin
hamil yang memiliki tingkat pengetahuan
banyak pengetahuan yang dimilikinya.6
pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut
Berdasarkan tingkat pendidikan
paling banyak berada pada kategori baik
menunjukkan bahwa persentase ibu hamil
41
paling banyak yaitu
pendidikan tinggi
42
dengan kategori baik sebanyak 16 orang 2021 dengan kategori cukup yaitu 78,44.
43
Hasil penelitian ini sejalan suatu proses belajar yang berarti dalam
orang ibu hamil dimana didapat merupakan salah satu indikator yang kerap
44
berkontribusi terhadap perubahan perilaku mulut pada ibu hamil. Adanya hubungan
kesehatan. Pengetahuan yang dipengaruhi antara tingkat pendidikan dengan tingkat
oleh tingkat pendidikan merupakan salah pengetahuan karena tidak dapat dipungkiri
satu faktor pencetus yang berperan dalam bahwa makin tinggi pendidikan seseorang
mempengaruhi keputusan seseorang untuk semakin tinggi pula mereka menerima
berprilaku sehat .10 Pendidikan berarti informasi dan pada akhirnya makin
bimbingan yang diberikan seseorang pada banyak pula pengetahuan yangdimilikinya.
orang lain terhadap sesuatu hal agar Sebaliknya jika seseorang tingkat
mereka dapat memahami. Tidak dapat pendidikannya rendah, akan menghambat
dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan perkembangan sikap seseorang terhadap
seseorang semakin mudah pula mereka penerimaan informasi dan nilai-nilai yang
menerima informasi dan pada akhirnya baru diperkenalkan. Hasil penelitian yang
makin banyak pula pengetahuan yang dilakukan oleh Purwati bahwa tingkat
dimilikinya.Sebaliknya jika seseorang pengetahuan yang dipenga-ruhi oleh
tingkat pendidikannya rendah, akan pendidikan, untuk tingkat pendidikan
menghambat perkembangan sikap yang lebih tinggi maka tingkat
seseorang terhadap penerimaan informasi pengetahuannya juga lebih baik.11
dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan.
Daftar Pustaka:
Dengan demikian semakin tinggi tingkat
1. Indriyani D. (2013). Keperawatan
pendidikan ibu semakin mudah ibu untuk maternitas Pada Area Perawatan
memperoleh informasi. Dari hasil uji Antenatal, Graha Ilmu, Yogyakarta.
korelasi Spearman terdapat hubungan
2. Sofian A. (2013). Rustam Mochtar
antara tingkat pendidikan dengan tingkat Sinopsis Obstetri: Obstetri Operatif,
pengetahuan kesehatan gigi dan mulut Obstetri Sosial, Ed. 3. Jilid 2. Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
0,064 menunjukan bahwa p-value= 0,064
(<0,05) yang artinya mempunyai 3. Notoatmojo 2012). Metodologi
hubungan dengan arah hubungan positif Penelitian Kesehatan /
Soekidjo Notoadmojo – Ed
sehingga dapat diartikan pula semakin Rev . Jakarta: Rineka Cipta
tinggi pendidikan maka semakin tinggi
4. Dinkes Kabupaten Gianyar. 2019.
pengetahuan ibu hamil tentang kesehatan Profil Kesehatan Kabupaten Gianyar
gigi dan mulut Hasil uji statistik korelasi Tahun 2019. Tersedia dalam
file:///D:/Devi/KTI/KTI%20DEVI/pr
sehingga dapat disimpulkan ada hubungan ofil%202020%20dinas%20kesehatan
yang signifikan antara pendidikan dengan %20kab.%20gianyar.pdf. Diakses
pada tanggal 03 Maret 2021.
pengetahuan mengenai kesehatan gigi dan
45
5. Setyawati N1 , Suherni2 , Nur
Djanah3 Poltekkes Kemenkes
Yogyakarta hubungan
antara tingkat
pengetahuan dengan perilaku
kesehatan gigi dan mulut ibu hamil di
Puskesmas Dlingo II tahun 2017
http://ejournalpoltekkes
Yogya.ac.id/index.php/HM/article/do
wnload/35/37/ . Diakses pada tanggal
26 Januari 2021.
46
EFEKTIVITAS RENDAM KAKI AIR HANGAT TERHADAP
TEKANAN DARAH PENDERITA HIPERTENSI
Yora Nopriani
Program Studi SI Keperawatan STIKES Mitra Adiguna Palembang
Komplek Kenten Permai Blok J No 9-12 Bukit Sangkal Palembang 30114
Email : yoranopriani90@gmail.com
ABSTRAK
Hipertensi merupakan salah satu penyebab kematian utama di negara maju maupun negara
berkembang, karena perjalanan penyakitnya yang sangat perlahan dan penderitanya tidak menunjukkan
gejala selama bertahun-tahun sampai terjadi kerusakan organ yang bermakna sehingga disebut “the silent
killer”. Salah satu cara menurunkan tekanan darah dengan terapi non farmalogis berupa terapi rendam
kaki air hangat. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efektivitas rendam kaki air hangat terhadap
tekanan darah. Penelitian ini menggunakan Quasy experiment Time Series Design. Sampel penelitian
sebanyak 56 orang dengan Simple random sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendam kaki
air hangat efektif menurunkan tekanan darah penderita hipertensi secara bermakna p=0,000 dimana
p<0,05.
Kata kunci :Hipertensi, Rendam Kaki Air Hangat, tekanan darah
ABSTRACT
Hypertension is one of the leading causes of death in both developed and developing countries,
due to the very slow course of the disease and the sufferers do not show symptoms for years until
meaningful organ damage occurs so-called "the silent killer".One way to reduce blood pressure with non-
pharmacological therapy is the treatment of Warm Water Foot Submerging. The purpose of this study
was to determine the effectiveness of warm water foot soak against blood pressure. This study uses the
Time Series Design Quasy experiment. The research sample was 56 people with Simple random
sampling. The results showed that warm water foot soak was effective in reducing blood pressure of
hypertensive patients significantly p = 0,000 where p <0.05.
Keywords :Hypertension, Warm Water Foot Submerging, Blood Pressure
227
PENDAHULUAN Untuk penderita hipertensi terapi
farmakologis harus dikombinasikan dengan
Hipertensi merupakan kondisi yang
terapi non farmakologis seperti diet sehat,
sering dijumpai dan menjadi salah satu
kontrol berat badan, dan olah raga teratur
penyakit tidak menular dan akan menjadi
karena dapat berpotensi memperbaiki
masalah kesehatan global yang harus
kontrol tekanan darah dan bahkan dapat
diperhatikan karena dapat menjadi faktor
mengurangi kebutuhan obat. Olahraga
penyebab kematian utama di negara-negara
teratur, latihan relaksasi, yoga, meditasi,
maju maupun negara berkembang. Salah
ternyata juga sangat berguna untuk
satunya adalah hipertensi karena perjalanan
menurunkan tekanan darah dan mencegah
penyakitnya yang sangat perlahan dan
terjadinya komplikasi akibat hipertensi
penderitanya tidak menunjukkan
(Tjay & Rahardja, 2010).
gejalaselama bertahun-tahun sampai terjadi
Berbagai macam terapi relaksasi
kerusakan organ yang bermakna sehingga
juga dapat membantu menurunkan tekanan
biasa disebut sebagi “the silent killer”
darah, salah satunya adalah dengan
(Wahdah, 2011).
relaksasi rendam kaki air hangat karena
Para peneliti mengestimasi bila
membantu mempertahankan elastisitas
hipertensi menyebabkan kematian sekitar
pembuluh darah sehingga dapat
sembilan juta orang pertahun (WHO,
memperlancar aliran darah(Solechah,
2013). Prevalensi penyakit hipertensi di
2017). Relaksasi dengan terapi rendam kaki
Indonesia disetiap tahun semakin
air hangat merupakan metode yang
meningkat. Berdasarkan data Kemenkes RI
sederhana, mudah dilakukan, praktis, biaya
(2014) penyakit hipertensi merupakan
yang digunakan terjangkau, bisa dilakukan
penyebab kematian nomor lima tertinggi di
secara mandiri di rumah bagi penderita
Indonesia. Berdasarkan data dari Riskesdas
hipertensi untuk dijadikan pola hidup sehat
(2013), di Indonesia prevalensi penderita
di kesehariannya dan tidak mempunyai efek
hipertensi sebanyak 26,5%, dimana
yang merugikan bagi kesehatan tubuh
berdasarkan hasil pengukuran tekanan
(ibrahimoglu, 2017).
darah populasi hipertensi pada usia ≥18
tahun adalah sebesar 25,8%, sedangkan
METODE PENELITIAN
responden yang memiliki tekanan darah
normal dengan minum obat hipertensi Jenis Penelitian
sebanyak 0,7%.
Penanganan hipertensi dan Penelitian ini merupakan penelitian
komplikasi akibat hipertensi dapat quasi eksperimentkuantitatif denganmetode
dilakukan dengan dua cara yaitu secara penelitian Time Series Design (Nursalam,
farmakologis dan 2013). Teknik sampling yang digunakan
nonfarmakologis.Penanganan dengan terapi dalam penelitian ini adalah Simple random
farmakologis terdiri atas pemberian obat sampling(Notoadmojo, 2012). Sesuai
antihipertensiyang memerlukan keteraturan dengan kriteria inklusi didapatkan sebanyak
waktu, dengan memperhatikan tempat, 56responden.
mekanisme kerja dan tingkat kepatuhan Kriteria inklusif dalam penelitian ini
(Smeltzer & Bare, 2010).Penanganan adalah bersedia menjadi responden
dengan terapi nonfarmakologis dapat penelitian, pasien menderita hipertensi
dilakukan secara individual, diantaranya stadium 1 (sistolik 140-159 mmHg dan
dengan menurunkan berat badan, mengatur diastolik 90-99 mmHg) dan stadium 2
pola makan, diet rendah garam harian, (sistolik 160-179 mmHg dan diastolik 100-
aktifitas fisik, mambatasi konsumsi alkohol, 109 mmHg), berusia 20-65 tahun, pasien
dan berhenti merokok (Pudiastuti, 2011). hipertensi yang mendapatkan obat
228
antihipertensi dari puskesmas dengan jenis Tabel 1.Distribusi frekuensi
dan dosis yang sama. berdasarkan karakteristik responden
tekanan darah
sebagai penutup dengan jedah 10
rendam kaki air menit setiap kali
hangat. pengukuran setelah
intervensi. Analisis
Instrumen data yang
yang digunakan digunakan dalam
dalam pengukuran penelitian ini
tekanan darah dengan uji reapeted
adalah tensimeter Measures
air raksa ukuran Anovakarena data
orang dewasa berdistribusi
yang sudah normal, sedangkan
dikalibrasi. untuk menganalisis
Penelitian ini perbedaan antara
dilakukan dengan kelompok
mengukur tekanan intervensi dan
darah dengan jeda kontrol pada
10 menit setiap distribusi normal
kali pengukuran digunakan
sebelum independen sampel
intervensi dan t-test untuk
dilakukan kembali membandingakan
pengukuran kelompok
229
intervensi dan Karakteristik
Wiraswasta 6 21,4% 10
kelompok responden yang
Buruh 7 25,0% 6 21,4%
kontrol. terdiri
Tani dari
0 0,0% 6 21,4%
Merokok
kelompok
Ya 1 3,6% 3 10,7% 0,61
HASIL intervensi 27dan96,4%
Tidak 25 89,3%
kontrol
Olah raga sebagian
Ya 2 7,1% 4 14,3% 0,669
Berikut besar responden
Tidak 26 92,9% 24 85,7%
ini disajikan lanjut usia rata-
Obat
karakteristik rata berusia 4 5714,3%
Ya 5 17,9% 1,000
Tidak 24 85,7% 23 82,1%
responden tahun dan 53
penderita Karakteristik tahun.
IntervensI
hipertensi di Usia
Pendidikan
Wilayah Kerja 57±8 53±10 didominasi tidak
Puskesmas 0,102 sekolah 50,0%
Gamping 2 TDS pre dan pendidikan
Yogyakarta. SD 32,1%.
138,8±8,66 140,0±8,81
0,600 Sebagian besar
tidak bekerja
TDD pre yaitu 46,4% dan
wiraswasta
88,5±4,34
35,7%. Sebagian
86,6±4,41
0,117 besar responden
tidak memiliki
S
u riwayat merokok
m 96,4% dan
b 89,3%. Sebagian
e besar responden
r
tidak
:
berolahraga
92,9% dan
D 85,7%. Sebagian
a besar responden
t tidak
a mengkonsumsi
P
obat secara rutin
r 85,7% dan
i 82,1%.
m
e
r
(
2
0
1
8
)
Berdasark
an tabel 1.
230
Tabel 2. Tekanan darah sistolik pre test, tersebut berarti terdapat penurunan tekanan
post test 1 sampai post test 9pada kelompok darah diastol dari pre test, post test hari ke-
dengan rendam kaki air hangat. 1,2,3 tetapi tidak terdapat perbedaan yang
signifikan, sedangkan post test hari ke-4
sampai hari ke-9 terjadi penuruanan rata-rata
Hari Variabel Mean±SD p-value
Pre test 149,28±10,862
tekanan darah diastolik dengan nilai p<0,05
1 Post test 149,28±10,862 yang berarti terdapat penurunan tekanan
2 Post test 145,71±10,690 0,028* darah diastolik yang signifikan.
3 Post test 142,50±10,046 0,000*
4 Post test 141,42±10,079 0,000* PEMBAHASAN
5 Post test 137,50±10,046 0,000*
Karakteristik responden yang terdiri
6 Post test 134,64±8,380 0,000*
7 Post test 135,00±8,819 0,000* dari kelompok intervensi dan kontrol
8 Post test 132,50±7,005 0,000* sebagian besar responden lanjut usia rata-
9 Post test 132,14±6,862 0,000* rata berusia 57 tahun dan 53 tahun. Semakin
Sumber : Data Primer (2018) tinggi usia semakin tinggi resiko mengalami
hipertensi (Darmojo, 2010). Penyakit
Berdasarkan tabel 2. Bahwa nilai
hipertensi muncul pada lansia diakibatkan
rata-rata pre test tekanan darah sistol yaitu
oleh penurunan fungsi dari jantung yang
149,28. Kemudian setelah dilakukan post
mengalami penebalan dan kaku pada katup
test hari ke-1 didapatkan nilai rata-rata
jantung, elastisitas pembuluh darah menjadi
149,28 hal tersebut berarti tidak terdapat
menurun, serta kemampuanjantung untuk
penurunan tekanan darah sistol antara pre
memompa darah ke seluruh tubuh menjadi
test dan post test hari ke-1, sedangkan post
menurun (Akbar dan Suganda, 2016).
test hari ke-2 sampai hari ke-9 terdapat
Penelitian lain yang sesuai dengan penelitian
penurunan rata-rata tekanan darah dengan
ini menyatakan bahwa yang terbanyak
nilai p<0,05 yang berarti terdapat penurunan
mengalami tekanan darah tinggi yaitu pada
tekanan darah sistol yang signifikan.
usia lansia yaitu kategori usia lansia
Tabel 3.Tekanan darah diastolik pre test, (elderly) sebesar 82,5% (Novitaningtyas,
post test 1 sampai post test 9 pada kelompok 2014).
dengan rendam kaki air hangat Jenis kelamin sebagian besar
perempuan 92,2% dan 64,3%. Hal ini terjadi
Hari Variabel Mean±SD p-value karena perempuan mengalami masa
Pre test 92,8571±7,126 menopause. Masa monopause muncul pada
1 Post test 92,1429±6,862 1,000 usia mulai dari 45 tahun ke atas. Perempuan
2 Post test 90,3571±7,444 0,259
3 Post test 91,0714±18,52 1,000
yang memasuki masa menopause cenderung
4 Post test 86,4286±5,587 0,000* akan mengalami peningkatan tekanan darah
5 Post test 84,6429±5,078 0,000* diakibatkan karena perempuan
6 Post test 82,8571±4,600 0,000* kehilangan hormon estrogen, dimana fungsi
7 Post test 82,8571±4,600 0,000* dari hormon estrogen melindungi pembuluh
8 Post test 82,1429b±4,17 0,000*
9 Post test 81,7857±3,900 0,000*
darah dari kerusakan (Novitaningtyas,
Sumber : Data Primer (2018) 2014). Hal ini sejalan dengan penelitian dari
(Prasetyo, 2015) yang menunjukkan bahwa
Berdasarkan tabel 3. Bahwa nilai angka kejadian hipertensi pada perempuan
rata-rata pre test tekanan darah diastolik lebih tinggi yaitu berjumlah 29 orang (69%).
yaitu 92,857. Kemudian setelah dilakukan Pendidikan didominasi tidak sekolah
post test hari ke-1 didapatkan nilai rata-rata 50,0% dan pendidikan SD 32,1%. Hal ini
92,142, hari ke-2 nilai rata-rata 90,357, hari menunjukkan bahwa dengan semakin tinggi
ke-3 91,071 dengan nilai p p>0,05, hal tingkat pendidikan maka semakin kecil
231
risiko terjadinya hipertensi.Hal ini sejalan dewasa harus melakukan paling sedikit 30
dengan penelitian yang menyatakan bahwa menit aktivitas fisik dengan intensitas
tingginya risiko terkena hipertensi pada sedang setiap hari (Soeharto, 2004).
pendidikan yang rendah mungkin bisa Melalui olahraga yang teratur (aktivitas fisik
disebabkan oleh kurangnya pengetahuan aerobik selama 30-45 menit/hari) dapat
terhadapkesehatan serta sulit menerima menurunkan tahanan perifer yang akan
berbagai informasi kesehatan yang diberikan mencegah terjadinya hipertensi (Sihombing,
baik itu dari petugas kesehatan atau berbagai 2010).
media yang menjelaskan tentang pentingnya
kesehatan sehingga berdampak pada prilaku
hidup sehat di kesehariannya (Anggara, KESIMPULAN
2013). Efektivitas terapi rendam kaki air
Sebagian besar tidak bekerja yaitu hangat efektif dalam menurunkan tekanan
46,4% dan wiraswasta 35,7%.Faktor darah sistol mulai pada hari ke-2 setelah
eksternal mempunyai intervensi dan tekanan darah diastol mulai
pengaruh terhadap kesehatan seseorang, hari ke-4 setelah intervensi pada penderita
salah satunya adalah pekerjaan, dimana hipertensi di wilayah kerja Puskesmas
pekerjaan mempengaruhi prilaku seseorang Gamping 2 Yogyakarta. Adapun saran
(Notoatmodjo, 2007). Hal ini sesuai dengan dalam penelitian ini yaitu mengembangkan
penelitian yang menyatakan bahwa latihan relaksasi otot progresif maupun
responden yang sibuk dengan pekerjaan rendam kaki air hangat pada berbagai
sehingga kurang memperhatikan informasi macam kegiatan terkait yang dilakukan oleh
tentang kesehatannya (Rahmawati, 2014). institusi pendidikan, seperti pelatihan,
Responden dalam penelitian ini seminar ilmiah dengan tujuan meningkatkan
dominan tidak mempunyai riwayat keluarga pemahaman pentingnya salah satu terapi
hipertensi yaitu sebanyak 47 orang. Hal ini nonfarmakologis untuk pasien dengan
mungkin disebabkan karena faktor lain yang hipertensi. Diharapkan bagi masyarakat
menyebabkan terjadinya hipertensi pada yang mengalami hipertensi atau responden
responden selain riwayat keluarga. Salah penelitian untuk tetap melakukan atau
satunya karena faktor usia, dimana melanjutkan kembali terapi relaksasi otot
responden dalam penelitian ini mayoritas progresif dan rendam kaki air hangat
berusia lanjut karena usia lanjut lebih tinggi penderita hipertensi.
cenderung mengalami hipertensi (Anggraini,
2009). SARAN
Sebagian besar responden tidak Perawat dan tenaga kesehatan
memiliki riwayat merokok 96,4% dan lainnya dapat menyampaikan atau
89,3%. Hal ini mungkin disebabkan karena mempromosikan serta menerapkan terapi
mayoritas responden penelitian baik relaksasi otot progresif dan rendam kaki air
kelompok intervensi maupun kelompok hangat sebagai salah satu intervensi untuk
kontrol berjenis kelamin perempuan. Hal itu menurunkan tekanan darah pada pasien yang
mungkin terjadi karena pengaruh budaya mengalami hipertensi. Bagi peneliti
dimana masyarakat diIndonesia mayoritas selanjutnya perlu dikembangkan lebih lanjut
perempuan tidak merokok. tentang latihan relaksasi yang lainnya untuk
Sebagian besar responden tidak menurunkan tekanan darah pada pasien
berolahraga 92,9% dan 85,7%. Salah satu dengan hipertensi sekunder atau tekanan
faktor pemicu terjadinya hipertensi adalah darah sistolik ≥180 mmHg atau diastolik
karena kurangnya aktivitas fisik seperti ≥120 mmHg.
olahraga. Pada dasarnya setiap orang
232
TERIMA KASIH Rineka Cipta
1. Muhammad Daroji, SKM, MPH,
Kepala Puskesmas Gamping 2
Yogyakarta
2. Ibu Diana H. Soebyakto, M.Kes, selaku
Ketua STIKES Mitra Adiguna
Palembang.
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, I., Eka, D., & Afriyanti, E. (2012).
Pengaruh Relaksasi Otot Progresif
terhadap Penurunan Dismenore pada
Mahasiswi A 2012 Fakultas
Keperawatan Unand, (2004).
Anggara, D., & Prayitno, N. (2013). Faktor-
Faktor Yang Berhubungan Dengan
Tekanan Darah di Puskesmas Telaga
Murni Cikarang Barat Tahun 2012.
Jurnal Ilmiah Kesehatan, volume 5(1),
20–25.
https://doi.org/10.1002/9781444324808
.ch36
Anggraini, AD., Waren, S., Situmorang, E.,
Asputra, H., dan Siahaan, SS. 2009. Faktor--
Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Hipertensi Pada Pasien Yang Berobat Di
Poliklinik Dewasa Puskesmas Bangkinang
Periode Januari Sampai Juni 2008.Fakultas
Kesehatan. Universitas Riau. Files of
DrsMed-FK UNRI : 1-41
İbrahimoğlu, Ö. (2017). The Effect of
Progressive Muscle Relaxation
Exercises After Endotracheal
Extubation on Vital Signs and
Anxiety Level in Open Heart
Surgery Patients Açık Kalp
Ameliyatı Olan Hastalarda ,
Endotrakeal Ekstübasyon Sonrası
Uygulanan Progresif Kas Gevşeme
Egzer, 98–106.
https://doi.org/10.4274/tybd.04696
Kementrian Kesehatan RI. (2014).
Profil
Data Kesehatan Indonesia Tahun
2014. Jakarta : Kementrian
Kesehatan RI
Notoadmodjo, Soekidjo (2012). Ilmu
Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT.
233
Noviningtyas, T. (2014). Sucipto, A. (2014). Pengaruh Teknik
Hubungan Karakteristik Relaksasi Otot Progresif Terhadap
(Umur, Jenis Tekanan Darah Pada Lansia Dengan
Kelamin, Tingkat Pendidikan) Hipertensi Di Desa Karangbendo
Dan Aktivitas Banguntapan Bantul Yogyakarta.
FisikDenganTekanan Jurnal Ilmu Keperawatan Respati.
Darah Pada Lansia Di Kelurahan Volume 4, Nomor 2.
Makamhaji
Kecamatan
KartasuraKabupaten
Sukoharjo. Karya Tulis
Ilmiah Program Studi Gizi
Fakultas
Ilmu
KesehatanUniversitas
Muhammadiyah
Surakarta. Surakarta.
Nursalam. (2013). Metodologi Penelitian
Ilmu Keperawatan: Pendekatan
Praktis. Edisi 4. Jakarta : Salemba
Medika.
Pudiastuti, R. D. (2011). Penyakit Pemicu
Stroke (Dilengkapi Posyandu Lansia
dan Posyandu PTM). Yogyakarta:
Nuha Medika
Sihombing M. 2010. Hubungan Perilaku
merokok,
235