Anda di halaman 1dari 115

BIOSTATISTIKA

TUGAS BIOSTATISTIK DASAR

Dosen Pengampu:
Ns. Dini Rudini , S.Kep., M.Kep.

DISUSUN OLEH:
Heidy Regina Nova G1B118045

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
Tugas : biostatistik dasar

1. Berikan contoh artikel penelitian yang menggunakan statistic deskriptif dan inferensial.
(jelaskan dan deskripsikan bagaian mana yang menunjukan bahwa artikel penelitian
tersebut menggunakan statistic deskriptip dan inferensial). Berikan masing2 satu contoh
 Artikel Terlampir

2. Berikan contoh artikel penelitian yang menggunakan data : Nominal, ordinal, interval,
Rasio. Berikan masing-masing satu contoh
 Artikel terlampir

3. Berikan contoh artikel penelitian yang menggunakan data kuantitatif dan kualitatif dan
jelaskan apa perbedaannya
 Artikel Terlampir
 Data kuantitatifawujud datanya berupa angka, bilangan atau informasi numerik
lainnya yang dapat diolah melalui perhitungan matematis. Penyajian data kuantitatif
biasanya disampaikan melalui tabel, diagram, kurva dan sebagainya.
Sementara itu untuk data kualitatif wujud datanya berupa informasi verbal dan
deskriptif mengenai suatu objek yang diteliti. Penyajian data kualitatif biasanya
disampaikan dengan bentuk deskripsi, uraian hingga interpretasi atas suatu fenomena
yang menjadi objek penelitian.
Pada data kuantitatif instrumen penelitian yang digunakan dapat bervariasi dan
tergantung dengan data seperti apa yang ingin didapatkan. Umumnya metode
pengumpulan data kuantitatif dilakukan melalui survei menggunakan angket atau
kuesioner.
Sementara pada data kualitatif instrumen utama penelitiannya ada pada peneliti
sendiri melalui catatan-catatan deskriptif yang dilakukan selama penelitian. Catatan
tersebut dapat diperoleh melalui kegiatan seperti wawancara kepada narasumber,
observasi atau pengamatan, dokumentasi, studi literatur dan lain sebagainya.

4. Berikan contoh artikel penelitian yang menggunakan data secara cross section dan time
series berikan masing2 1 contoh dan jelaskan perbedaannya
 Artikel Terlampir
 Data Silang (cross section) adalah data yang terdiri dari satu objek namun
memerlukan sub objek-sub objek lainnya yang berkaitan atau yang berada di dalam
objek induk tersebut pada suatu waktu (satu waktu saja, tidak seperti data time series
yang terdiri dari beberapa periode waktu). Contohnya, data penjualan Toko A pada
bulan Agustus 2021, terdiri dari data penjualan bersih dan data penjualan kotor pada
bulan agustus 2021 (disajikan hanya satu waktu yaitu bulan agstus 2021)
Data time series adalah data yang terdiri dari satu objek namun teridiri dari beberapa
waktu periode, seperti harian, bulanan, triwulanan, dan tahunan. Contohnya, Data
penjualan triwulan Toko B dari tahun 2012-2020. Objeknya hanya satu yaitu data
penjualan toko triwulanan, namun disajikan dalam beberapa periode yaitu tahun
2012-2020 secara triwulan
GAMBARAN PENGETAHUAN MASYARAKAT
TENTANG RESIKO PENYAKIT DIABETES MELLITUS
DI KECAMATAN PAKISAJI KABUPATEN MALANG

Bayu Jaya Noor Arisma


Moch Yunus
Erianto Fanani
Universitas Negeri Malang
bayujayanoor72@gmail.com

Abstract: Diabetes mellitus cases in Indonesia by Riskesdas (2007) is the sixth cause of death
disease (5.8%) and by Depkes (2012) in Indonesia there were 102,399 cases. In 2030 Indonesian
people with diabetes mellitus estimated as much as 21.3 million. The incidence of diabetes mellitus
in Pakisaji’s Puskesmas is 1164 incidents. The purpose of this research is to know the overview of
public knowledge about the risks of diabetes mellitus at Pakisaji, Malang. This research method is
a descriptive analytical research. The research using rapid survey method. The population is the
society with the age of >40 years old in district Pakisaji. The number of samples are taken from
254 of 12 villages in the Sub-District of Pakisaji with the cluster random sampling technique and
random sampling technique as the appropriate rules of rapid survey. The results of the research is
the percentage of public knowledge about the risks of diabetes mellitus in District of Pakisaji like
eating patterns the percentage of peopole who know about 63%, physical activity (56,5%), stress
(50%), smoking (45%), alcohol (56%), hypertension (60%), obesity (51%), age (64.5%),
generation (78%), and gender (64.5%). The average result value of the public knowledge in
district Pakisaji Malang about the risk of diabetes mellitus disease is less.

Keywords: diabetes mellitus, knowledge, risk

Abstrak: Data diabetes mellitus di Indonesia menurut Riskesdas (2007) menempati urutan
keenam penyakit penyebab kematian (5,8%) dan di Indonesia menurut Depkes (2012) terdapat
102.399 kasus diabetes mellitus. Diperkirakan pada tahun 2030 angka diabetes mellitus (diabetisi)
adalah sebanyak 21,3 juta jiwa. Angka kejadian diabetes mellitus di Puskesmas Pakisaji sejumlah
1164 kejadian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan masyarakat
tentang resiko penyakit diabetes mellitus di Kecamatan Pakisaji Kabupaten Malang. Metode
penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik. Penelitian ini menggunakan metode rapid
survey atau survei cepat. Populasi adalah masyarakat usia >40 tahun di kecamatan Pakisaji
kabupaten Malang. Jumlah sampel sebesar 254 diambil dari 12 desa di kecamatan Pakisaji dengan
teknik cluster random sampling dan random sampling sesuai kaidah rapid survey. Hasil penelitian
dari 254 responden persentase pengetahuan masyarakat yang tahu tentang resiko penyakit diabetes
mellitus seperti pola makan, masyarakat yang tahu bahwa pola makan merupakan faktor resiko
diabetes mellitus sebanyak 63%, aktivitas fisik 56,5%, stres 50%, merokok 45%, alkohol 56%,
hipertensi 60%, obesitas 51%, usia 64,5%, keturunan 78%, dan jenis kelamin 64,5%. Sehingga
dari nilai pengetahuan masyarakat di Kecamatan Pakisaji Kabupaten Malang tentang resiko
penyakit diabetes mellitus masuk kategori kurang.

Kata kunci: diabetes mellitus, pengetahuan, resiko


Menurut Riset Kesehatan Dasar NCD World Health Organization
(Riskesdas) tahun 2007 diabetes di (WHO) tahun 2010 melaporkan
Indonesia menempati urutan keenam bahwa 60% penyebab kematian
penyakit penyebab kematian (5,8%) semua umur di dunia karena penyakit
setelah stroke, tuberkulosis, tidak menular, salah satunya
hipertensi, cedera, dan perinatal. adalah diabetes mellitus yang
Diabetes juga sebagai penyebab menduduki peringkat ke-6 sebagai
kematian pada kelompok usia 45-54 penyebab kematian. Berdasarakan
di daerah perkotaan menduduki data Departemen Kesehatan
peringkat ke-2 yaitu 14,7% dan Republik Indonesia (2012)
daerah pedesaan diabetes menduduki terdapat 102.399 kasus diabetes
peringkat ke-6 yaitu 5,8% mellitus. Indonesia
(PERKENI, 2011). diperkirakan pada tahun 2030 akan
Global status report on memiliki penyandang diabetes
mellitus (diabetisi) sebanyak 21,3 dekade terakhir dan tumbuh paling
juta jiwa (Depkes RI, 2013). cepat di negara-negara
Diabetes mellitus merupakan berpenghasilan rendah dan
masalah global yang insidennya menengah (WHO, 2016).
semakin meningkat. Diabetes Prevalensi diabetes mellitus
mellitus menyebabkan 1,5 juta di kabupaten Malang pada tahun
kematian pada tahun 2012 yang 2015 terdapat sejumlah 1684 kasus,
mana glukosa darah tinggi dari angka yang angka terbanyak terdapat pada
normal bertanggung jawab terhadap rentang usia 40-69 tahun yaitu 943
2,2 juta kematian tambahan sebagai kasus. Diabetes mellitus secara
akibat dari peningkatan risiko keseluruhan menjadi penyakit
penyakit kardiovaskular dan lainnya, terbanyak nomer 2 dari yang tercatat
dengan total 3,7 juta kematian terkait dari semua puskesmas di kabupaten
dengan kadar glukosa darah pada Malang (Dinkes Kabupaten Malang,
tahun 2012. Banyak dari kematian 2016).
(43%) terjadi di bawah usia 70. Pada Data rekapitulasi dari
tahun 2014, 422 juta orang di dunia Puskesmas Pakisaji tahun 2015
menderita diabetes mellitus dengan angka kejadian diabetes mellitus di
prevalensi 8,5% di antara populasi Kecamatan Pakisaji Kabupaten
orang dewasa. Prevalensi diabetes Malang masuk dalam 10 besar
mellitus terus meningkat selama 3 kejadian penyakit terbanyak yaitu
sejumlah 1164 kejadian, dimana
angka kejadian paling tinggi terjadi
di bulan November yaitu 131
kejadian. (Puskesmas Pakisaji,
2016).
Pengetahuan merupakan
salah satu variabel penting yang
menunjang insiden dan prevalensi
kasus penyakit diabetes mellitus di
kecamatan Pakisaji. Salah satu faktor
yang mempengaruhi pengetahuan
menurut Notoatmojo (2010) adalah
tingkat pendidikan, di kecamatan
Pakisaji tingkat pendidikan rata-rata
paling banyak adalah SD dengan
kisaran 35%, SMP dengan kisaran
persentase 27%, SMA dengan
kisaran persentase 23% dan 10%
terbagi dalam lulusan pendidikan
tinggi (Diploma dan Sarjana) serta
sisanya merupakan yang tidak
sekolah atau tidak tamat SD, Angka
tersebut merupakan jumlah
penduduk usia lebih dari 25 tahun
dari total populasi di kecamatan
Pakisaji yang berjumlah 84.964 jiwa
(BPS Kabupaten Malang, 2015).
Pengetahuan adalah hasil dari (dalam Notoatmodjo, 2007) adalah
tahu yang terjadi melalui proses sebelum seseorang mengadopsi
sensoris khususnya mata dan telinga sesuatu di dalam diri orang tersebut
terhadap suatu objek tertentu. Proses suatu proses yang berurutan yaitu:
adopsi perilaku, menurut Rogers Awareness (kesadaran), Interest
(tertarik), Evaluating (menimbang- dapat dimodifikasi. Faktor resiko
nimbang), Trial (mencoba), yang tidak dapat dimodifikasi: umur,
Adaptation (adaptasi). jenis kelamin, bangsa dan etnik,
Diabetes mellitus adalah faktor keturunan, riwayat menderita
penyakit dengan gangguan diabetes gestasional, dan riwayat
metabolisme (metabolic syndrome) melahirkan bayi dengan berat badan
dari distribusi gula oleh tubuh. lahir lebih dari 4000 gram.
Penderita diabetes mellitus tidak Sedangkan faktor resiko yang dapat
mampu memproduksi hormon insulin dimodifikasi: obesitas, aktifitas fisik
dalam jumlah cukup, atau tubuh yang kurang, hipertensi, stres, pola
tidak dapat menggunakannya secara makan, penyakit pada pankreas:
efektif sehingga terjadi kelebihan pankreatitis, neoplasma, fibrosis
gula di dalam darah (Irianto, 2014). kistik, dan alkohol (Tjokroprawiro,
Faktor resiko menurut 2006).
American Diabetes Association Tujuan dari penelitian ini
(ADA) adalah karakteristik, tanda adalah untuk mengetahui gambaran
atau kumpulan gejala pada penyakit pengetahuan masyarakattentang
yang diderita individu yang secara resiko penyakit diabetes mellitus di
statistik berhubungan dengan kecamatan Pakisaji kabupaten
peningkatan kejadian kasus baru Malang.
berikutnya (beberapa individu lain
pada suatu kelompok masyarakat). METODE
Karakteristik, tanda atau kumpulan Penelitian ini merupakan
gejala pada penyakit yang diderita penelitian epidemiologi deskriptif
individu dan ditemukan juga pada analitik. Rancangan penelitian
individu-individu yang lain bisa menggunakan metode Rapid Survey
dirubah dan ada juga yang tidak atau survei cepat. Lokasi
dapat bisa dirubah atau tepatnya) pengambilan data di semua desa
Faktor resiko yang tidak dapat yang ada di Kecamatan Pakisaji
dimodifikasi misalnya umur dan Kabupaten Malang dan pengambilan
genetik, 2) Faktor resiko yang dapat data dilakukan pada bulan Januari-
dimodifikasi misalnya kebiasaan Februari tahun 2017.
merokok atau latihan olahraga. Populasi adalah masyarakat
Faktor resiko diabetes usia >40 tahun di kecamatan Pakisaji
mellitus terbagi menjadi 2 yaitu kabupaten Malang. Jumlah sampel
faktor resiko yang tidak dapat sebesar 254 diambil dari 12 desa di
dimodifikasi dan faktor resiko yang kecamatan Pakisaji dengan teknik
cluster random sampling dan
random sampling sesuai kaidah
rapid survey. Teknik analisis dalam
penelitian ini adalah analisis statistik
deskriptif dengan software komputer.
Analisis instrumen
menggunakan aspek aspek yang
mempengaruhi pengetahuan dan
hasil akan di analisis dengan
menggunakan pembagian tingkatan
pengetahuan menurut Erlinawati
(2007) tingkat pengetahuan ada kurang: rata-rata nilai 50-69, 4)
beberapa kategori sebagai berikut: 1) Pengetahuan sangat kurang: rata-rata
Pengetahuan baik: rata-rata nilai 85- nilai kurang dari 50.
100, 2) Pengetahuan cukup baik:
rata-rata nilai 70-84, 3) Pengetahuan
HASIL hasil pengetahuan berdasarkan Desa
Berikut adalah tabel skor dan di Kecamatan Pakisaji Kabupaten
Malang:
Tabel 1 Skor dan Hasil Pengetahuan berdasarkan Desa
Skor Hasil
No Nama Desa Jumlah Responden (rata-rata)
1 Permanu 16 68,37 Kurang
2 Karangpandan 15 57,14 Kurang
3 Glanggang 14 69,52 Kurang
4 Sutojayan 14 65,71 Kurang
5 Wonokerso 14 52,55 Kurang
6 Karangduren 21 61,36 Kurang
7 Pakisaji 23 61,22 Kurang
8 Jatisari 18 61,5 Kurang
9 Wadung 18 61,11 Kurang
10 Genengan 24 63,18 Kurang
11 Kebonagung 50 61,37 Kurang
12 Kendalpayak 27 65,6 Kurang
Total 254 61,9 Kurang

Tabel 1 menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat di


dari 12 desa di kecamatan Pakisaji kecamatan Pakisaji masuk kategori
desa dengan skor tertinggi ada pada kurang.
desa Glanggang sedangkan skor Berikut ini merupakan
terendah ada pada desa Wonokerso. persentase hasil pengetahuan
Rata-rata skor pengetahuan masyarakat di Kecamatan Pakisaji
masyarakat di kecamatan Pakisaji Kabupaten Malang:
adalah 61,9. Sehingga hasil
Pengetahuan

Sangat Kurang Kurang Cukup Baik

7%
14%
29%

50%

Gambar 1 Pengetahuan Masyarakat di Kecamatan Pakisaji Kabupaten Malang

Gambar 1 dapat disimpulkan sebanyak 14% dari 254 responden,


yaitu jumlah responden dengan kategori kurang 50% dari 254
pengetahuan kategori sangat kurang responden, kategori cukup 29% dari
254 responden, dan kategori baik ada adalah Sekolah Dasar, dan 27%
9% dari 254 responden. Sehingga adalah Sekolah Menengah Pertama,
tingkat pengetahuan tentang 23% adalah Sekolah Menengah Atas
pengetahuan resiko penyakit diabetes dan 10% Pendidikan tinggi. Hasil
mellitus di kecamatan Pakisaji masuk pengetahuan masyarakat tentang
dalam kategori kurang (50%). resiko diabetes mellitus berbanding
lurus dengan tingkat pendidikan, skor
Pendidikan tertinggi yaitu 70,6 (kategori cukup)
Pendidikan masyarakat dari ada pada masyarakat dengan
kecamatan Pakisaji sebanyak 35% pendidikan tinggi.
Usia dan perempan memiliki skor
Rata-rata usia penduduk di 62 (kategori kurang).
kecamatan Pakisaji Kabupaten
Malang adalah usia 40-49 tahun. PEMBAHASAN
Hasil pengetahuan masyarakat Pendidikan
tentang resiko diabetes mellitus Pendidikan masyarakat dari
dengan usia 40-49 tahun memiliki kecamatan Pakisaji sebanyak >30%
skor 61,8 (kategori kurang). adalah Sekolah Dasar, dan >20%
adalah Sekolah Menengah Pertama,
Pekerjaan sehingga berbanding lurus dengan
Sekitar 8.024 orang di hasil pengetahuan yang menyatakan
kecamatan Pakisaji Kabupaten kurang dan nilai skor antara
Malang bekerja sebagai karyawan masyarakat yang berpendidikan
(Swasta). Hasil pengetahuan tinggi lebih tinggi daripada
masyarakat tentang resiko diabetes masyarakat yang berpendidikan
mellitus dengan pekerjaan Swasta SMA, SMP, dan SD. Menurut Hary
memiliki skor 61,4 (kategori kurang). (dalam Hanifah, 2010) menyebutkan
bahwa tingkat pendidikan turut pula
Jenis Kelamin menentukan mudah tidaknya
Jenis Kelamin penduduk di seseorang menyerap dan memahami
Kecamatan Pakisaji Kabupaten pengetahuan yang mereka peroleh
Malang sebanyak 59% adalah pada umumnya semakin tinggi
perempuan dan 41% laki-laki. Hasil pendidikan seseorang makin baik
pengetahuan masyarakat tentang pula pengetahuannya. Pendidikan
resiko diabetes mellitus dengan jenis merupakan jenjang pendidikan
kelamin laki-laki memiliki skor 61,2 formal terakhir yang pernah diikuti
oleh seseorang. Orang yang tingkat
pendidikannya tinggi biasanya akan
memiliki pengetahuan tentang
kesehatan (Legumen, 2013). Dengan
adanya pengetahuan tersebut orang
akan memiliki kesadaran dalam
menjaga kesehatannya (Irawan,
2010). Pembagian tingkat pendidikan
antara lain (Notoatmodjo, 2007):
Pendidikan Dasar (SD,
SMP/Sederajat), Pendikan Menengah
(SMA/Sederajat), dan Pendidikan
Tinggi (Akademik/Perguruan
Tinggi). Tingkat pendidikan
memiliki pengaruh terhadap
pengetahuan masyarakat terhadap
resiko kejadian diabetes mellitus dan
atau kejadian diabetes mellitus,
Pendidikan responden sebanyak 39%
adalah sekolah dasar (SD) sehingga
pengetahuan masyarakat masuk
kategori kurang.
Usia cukup usia, tingkat kematangan
Menurut Nursalam (dalam seseorang akan lebih matang dalam
Hanifah, 2010) usia individu berfikir dan bekerja. Dari segi
terhitung mulai dilahirkan sampai kepercayaan masyarakat, seseorang
saat ini (dalam tahun). Semakin yang lebih dewasa akan lebih dewasa
akan lebih dipercaya dari orang menemukan bahwa kelompok usia
belum cukup kedewasanya. yang paling banyak menderita
Ahmadi (dalam Hanifah, diabetes mellitus adalah kelompok
2010) juga mengemukakan bahwa usia 45-55 (47,5%). Peningkatan
memang daya ingat itu salah satunya diabetes risiko diabetes seiring
dipengaruhi oleh usia. Usia dengan usia. Adanya proses penuaan
masyarakat 40-49 tahun merupakan menyebabkan berkurangnya
masa dimana seharusnya sudah kemampuan sel β pankreas dalam
masuk kategori matang tetapi secara memproduksi insulin (Sanjaya,
skor usia 50-59 tahun memiliki nilai 2009). Sehingga usia 50-59 tahun
lebih tinggi daripada usia 40-49 dan >60 tahun memiliki resiko lebih
dikarenakan masyarakat usia 50-59 besar terkena diabetes mellitus dan
memiliki pengalaman lebih karena atau memiliki riwayat terkena
usia 50-59 tahun terdapat jumlah diabetes mellitus.
penderita diabetes mellitus lebih
banyak daripada usia 40-49 tahun. Pekerjaan
Sedangkan usia >60 juga sama Jenis pekerjaan erat kaitannya
banyaknya dengan usia 50-59 tahun dengan kejadian diabetes mellitus.
akan tetapi secara kognitif dan Pekerjaan seseorang mempengaruhi
penerimaan informasi sangat kurang tingkat aktivitas fisiknya. Misalnya
daripada usia 40-49 tahun dan 50-59 IRT yang secara aktivitas tidak
tahun sehingga memiliki skor rendah karena melakukan perkerjaan
kurang. seperti menyapu, mencuci, memasak
Penelitian antara usia dengan dan lain-lain. Berdasarkan analisis
kejadian diabetes mellitus hubungan antara pekerjaan dengan
menunjukan adanya hubungan yang kejadian diabetes mellits tipe 2,
signifikan. Kelompok usia < 45 didapatkan bahwa tidak ada
tahun merupakan kelompok yang hubungan yang signifikan antara
kurang berisiko menderita diabetes pekerjaan dengan kejadian diabetes
mellitus. Resiko pada kelompok ini mellitus tipe 2 (Fatimah, 2015).
72 persen lebih rendah dibanding Pekerjaan dalam pemenuhan hasil
kelompok umur ≥45 tahun. Menurut pengetahuan dapat diukur dari
Iswanto (dalam Legumen, 2013) juga bidang pekerjaan yang ditekuni oleh
menemukan bahwa ada hubungan seseorang. Pengetahuan baik ada
yang signifikan antara usia dengan
pada kelompok responden yang
kejadian diabetes mellitus. Studi
bekerja sebagai PNS. Hal ini sesuai
yang dilakukan Sanjaya (2009) juga
dengan yang diuraikan Situmorang
(2009) bahwa lingkungan pekerjaan
dapat menjadikan seseorang
memperoleh pengalaman dan
pengetahuan baik secara langsung
maupun secara tidak langsung,
demikian juga yang terlihat dalam
kelompok responden pekerjaan PNS.
PNS 80-90% pekerja PNS
merupakan mereka yang memiliki
dasar pendidikan minimal SMA dan
rata-rata pendidikan tinggi berbeda
dengan buruh yang dasar
KESIMPULAN
pendidikannya SD dan SMP,
Berdasarkan hasil penelitan
sehingga skor pekerja PNS lebih baik
menunjukkan pengetahuan
daripada buruh. Pekerjaan lain selain
masyarakat di kecamatan Pakisaji
PNS dasar pendidikan lebih
kabupaten Malang tentang resiko
bervariasi dan 70% lebih banyak
penyakit diabetes mellitus masuk
pendidikan SD dan SMP sehingga
kategori kurang dengan karakteristik
pekerja swasta, wiraswasta, buruh,
masyarakat adalah masyarakat yang
dan IRT memiliki skor lebih rendah.
memiliki usia >40 tahun. Faktor
Pekerjaan terbanyak sebesar 42%
resiko diabetes mellitus dibagi
responden adalah IRT, sehingga hasil
menjadi 2 yaitu faktor resiko yang
pengetahuan rata-rata di kecamatan
dapat dimodifikasi dan faktor resiko
Pakisaji kurang.
yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor
resiko yang dapat dimodifikasi antara
Jenis Kelamin
lain pola makan, aktivitas fisik, stres,
Jenis kelamin di masyarakat
merokok, alkohol, hipertensi, dan
pakisaji menunjukkan 64%
obesitas, sedangkan faktor resiko
perempuan dan 36% laki-laki dan
yang tidak dapat dimodifikasi yaitu
diketahui skor perempuan lebih
usia, keturunan dan jenis kelamin.
tinggi daripada laki-laki.
Pengetahuan masyarakat yang
Berdasarkan analisis antara jenis
mengetahui tentang resiko penyakit
kelamin dengan kejadian diabetes
diabetes mellitus di kecamatan
mellitus tipe 2, prevalensi kejadian
Pakisaji kabupaten Malang yaitu
diabetes mellitus tipe 2 pada wanita
pola makan, masyarakat yang tahu
lebih tinggi daripada laki-laki.Wanita
bahawa pola makan merupakan
lebih berisiko mengidap diabetes
resiko diabetes mellitus sebanyak
karena secara fisik wanita memiliki
63%, sedangkan aktivitas fisik
peluang peningkatan indeks masa
56,5%, Stres 50%, merokok 45%,
tubuh yang lebih besar. Sindroma
alkohol 56%, hipertensi 60%,
siklus bulanan
obesitas 51%, usia 64,5%, keturunan
(premenstrual syndrome),
78%, dan jenis kelamin 64,5%.
pasca-menopouse yang membuat
Hasil skor dari 254 responden
distribusi lemak tubuh
memiliki rentang skor 28 (benar 4)
menjadi mudah terakumulasi akibat
adalah skor paling rendah atau
proses hormonal tersebut sehingga
minimum dan skor 100 (benar 14)
wanita berisiko menderita diabetes
adalah skor paling tinggi atau
mellitus tipe2 (Irawan, 2010).
maksimum. Jumlah skorpaling
Perempuan 90% bekerja banyak (modus) ada pada skor 57
sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT) dan 64 (benar 8 dan 9), sedang nilai
sehingga media informasi dari rata-rata (mean) secara keseluruhan
perempuan lebih banyak seperti adalah 61,9 (kurang). Persentase
menonton televisi dan aktivitasnya hasil pengetahuan dari 254
dalam bidang sosial lebih banyak responden sebanyak 127 responden
sehingga proses diskusi dan atau 50% yang memiliki
pertukaran informasi dan pikiran pengetahuan kurang.
lebih banyak daripada laki-laki.
Ketidakselarasan hasil
pengetahuan terjadi karena selain
daripada faktor-faktor yang telah
disebutkan dalam mempengaruhi pada setiap individu di luar dari
pengetahuan seperti usia, pekerjaan, tingkat pendidikannya seperti yang
pendidikan, yaitu kembali kepada diuraikan dalam Notoatmodjo (2010)
proses terbentuknya pengetahuan yaitu pengetahuan adalah hasil
penginderaan manusia, atau hasil Universitas lain dalam pemenuhan
tahu seseorang terhadap objek tugas kuliahnya.
melalui indra yang dimilikinya
(mata, hidung, telinga, dan Bagi Peneliti Selanjutnya
sebagainya). Artinya sangat Dengan ditulisnya skripsi dan
dipengaruhi oleh intensitas perhatian penelitian ini diharapkan mampu
dan persepsi terhadap objek. menjadi sumber ide kepada peneliti-
peneliti selanjutnya untuk
SARAN meneruskan membuat penelitian
Saran dari penelitian skripsi terkait penyakit diabetes mellitus
yang berjudul Gambaran akan tetapi lebih dikupas secara luas
Pengetahuan Masyarakat tentang dan mendalam dengan variabel-
Resiko Penyakit Diabetes Mellitus di variabel lain seperti sikap, tindakan
Kecamatan Paksiaji Kabupaten dan perilaku.
Malang” ini, antara lain:
DAFTAR RUJUKAN
Bagi Kecamatan dan atau Badan Pusat Statistik Kabupaten
Puskesmas Pakisaji Malang. 2016. Kecamatan
Dengan ditulisnya skripsi dan Pakisaji Dalam Angka 2015.
penelitian ini diharapkan mampu Malang.
menjadi acuan yang dapat Departemen Kesehatan. 2008.
menggambarkan kondisi masyarakat Kurikulum & Modul
di kecamatan Pakisaji tentang Diabetes Mellitus. Jakarta.
pengetahuan terhadap resiko Departemen Kesehatan. 2009.
penyakit diabetes mellitus sehingga Pedoman Teknis Penemuan
dapat dilakukan upaya pencegahan dan Tatalaksana Penyakit
dan promosi kesehatan dalam bentuk Diabetes Mellitus. Jakarta.
program atau sebuah kebijakan untuk Departemen Kesehatan. 2013.
memperbaiki dan meningkatkan Pedoman Teknis Penemuan
derajat kesehatan masyarakat di dan Tatalaksana Penyakit
kecamatan Pakisaji. Diabetes Mellitus. Jakarta.
Dinas Kesehatan Kabupaten Malang.
Bagi Jurusan Ilmu Kesehatan 2016. Profil Kesehatan
Masyarakat Kabupaten Malang. Malang.
Dengan ditulisnya skripsi dan Erlinawati. 2007. Buku Ajar Ilmu
penelitian ini diharapkan mampu Penyakit Dalam Jilid I.
menjadi salah satu rujukan untuk Jakarta: Balai Pustaka.
para mahasiswa jurusan ilmu Fatimah, Restyana Noor. 2015.
kesehatan masyarakat baik di Diabetes Mellitus Tipe 2.
Universitas Negeri Malang dan atau Jurnal Majority Volume 4
Nomor.
Hanifah, Maryam. 2010.
Hubungan Usia dan Tingkat
Pendidikan dengan
Pengetahuan Wanita Usia
20-50 Tahun
2010 tentang Periksa
Payudara Sendiri
(SADARI).
Universitas Islam Negeri Tipe 2 Pasien Rawat Jalan
Syarif Hidayatullah. Skripsi (Studi Kasus di Rumah Sakit
Hastuti. 2008. Faktor Risiko Umum Daerah Sunan
Kejadian Diabetes Mellitus Kalijaga Demak. Tesis
Universitas Negeri Notoatmodjo, S. 2010. Ilmu Perilaku
Semarang). (online) Kesehatan. Jakarta: Rineka
[http:/lib.unnes.ac.id/2428/] Cipta.
diunduh pada 19 November PERKENI. 2011.
2016. Konsensus
Irawan, Dedi. 2010. Prevalensi dan Pengelolaan dan
Faktor Risiko Kejadian Pencegahan Diabetes
Diabetes Melitus Tipe 2 di Mellitus Tipe 2 di Indonesia.
Daerah Urban Jakarta: PB.
Indonesia (Analisa PERKENI
Data Puskesmas Pakisaji. 2016. Profil &
Sekunder Data Kesehatan Kecamatan
Riskesdas 2007). Universitas Pakisaji tahun 2015. Malang.
Indonesia. Thesis (tidak Sanjaya, I Nyoman. 2009. Pola
diterbitkan). Konsumsi Makanan
Irianto, Koes. 2014. Epidemiologi Tradisional Bali sebagai
Penyakit Menular dan Tidak Faktor Risiko Diabetes
Menular:Panduan Klinis. Melitus Tipe 2 di Tabanan.
Bandung: Alfabeta. Jurnal Skala Husada Vol. 6
Kementrian Kesehatan RI. 2007. No.1 hal: 75-81
Hasil Riskesdas Tahun 2007. Siregar, Sofyan. 2012. Statistik
Banlitbangkes. Deskriptif untuk Penelitian.
Kementrian Kesehatan RI. 2013. Depok. Rajagrafino Persada.
Hasil Riskesdas Tahun 2013. Situmorang, Siska dkk. 2009.
Banlitbangkes. Gambaran Pengetahuan
Notoatmojo, S. 2007. Promosi Masyarakat Kota Medan
Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Mengenai Penggunaan Obat
Jakarta: Rineka Cipta. Antijamur Topikal. E-
Journal FK USU Vol.1 No.1.
Tjokroprawiro, Askandar. 2006.
Diabetes Mellitus Klasifikasi,
Diagnosis, dan Terapi.
Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
World Health Organization. 2016.
Global Report on Diabetes.
Geneva.
EFEKTIFITAS POSISI CONDONG KE DEPAN DAN PURSED LIPS BREATHING (PLB)
TERHADAP PENINGKATAN SATURASI OKSIGEN PASIEN
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK

Effectiveness of Position Thrust Forward and Pursed Lips Breathing (PLB) to Improvement Oxygen
Saturation of Patients with Chronic Obstructive Pulmonary Disease

Suci Khasanah1*, Madyo Maryoto2


1,2
STIKES Harapan Bangsa Purwokerto
Jl. Raden Patah No 100 Ledug Purwokerto (0281) 6843493
*Alamat Korespondensi: suci_medika90@yahoo.co.id

ABSTRAK
Hasil riset menunjukkan posisi CKD dan PLB dapat membantu meningatkan kondisi pernafasan
pasien PPOK.Saturasi oksigen (SaO2) merupakan salah satu parameter untuk menilai kondisi
pernafasan.Tujuan penelitian adalah mengetahui efektifitas posisi CKD dan PLB terhadap peningkatan
SaO2 pasien PPOK. Metode Penelitian: eksperimen randomized control trial pre post test with control
group. Sampel 25 pasien, dengan random sampling. Terdapat tiga kelompok: intervensi/ klp 1
(diposisikan CKD dan PLB), kontrol 1/ klp 2 (diposisikan semi fowler dan natural breathing) dan
kontrol 2/ klp 3 (diposisikan CKD dan natural breathing), masing-masing tindakan dilakukan selama 3
hari. Hasil: ada perbedaan SaO2 pada klp 1, pv (0,000), hasil post hoc SaO2 hari ke-1 vs hari ke-2 pv=
0,170; hari ke-1 vs hari ke-3 pv= 0,003; hari ke-2 vs hari ke-3 pv= 0,004. Tidak ada perbedaan SaO 2
pada klp 2, pv (0,479). Ada perbedaan SaO 2 pada klp 3, pv (0,000) dan hasil post hoc SaO2 hari ke-1 vs
hari ke-2 pv= 0,01; hari ke-1 vs hari ke-3 pv= 0,007; hari ke-2 vs hari ke-3 pv= 0,015. Tidak ada
perbedaan SaO2 antar kelompok pada hari ke-1,pv (0,084) > α (0,05). Hari kedua dan ketiga tidak ada
perbedaan SaO2 antara klp 1 dengan klp 3 (pv= 0,089 & 0,156) tetapi ada perbedaan SaO 2 antara klp 1
dengan klp 2 (pv= 0,033 & 0,003) dan antara klp 2 dengan klp 3 (pv= 0,006 & 0,002). Kesimpulan:
Posisi CKD dan PLB lebih efektif meningkatkan SaO2.

Kata Kunci: SaO2, PPOK, PLB, posisi CKD

ABSTRACT
The results show the position of tripoid/ for ward position and PLB can help improve respiratory
conditions of COPD patients. Oxygen saturation (SaO 2) is one of the parameters to assess respiratory
conditions. The research objective was to determine the effectiveness of the position of and PLB to the
increase of SaO2 in COPD patients. Methods: experimental randomized control trial of pre post-test
with control group. Sample of 25 patients, with random sampling. There were three groups:
intervention/group 1 (positioned as tripoid position and PLB), control 1/group 2 (positioned as semi-
fowler and natural breathing) and control 2 / klp 3 (positioned as tripoid position and natural
breathing), each action was performed for 3 days . Results: There was a difference in SaO 2 in klp 1, pv
(0.000), the results of the post hoc SaO2 day 1 vs. day 2 pv= 0.170; day 1 vs. day 3 pv= 0.003; day 2 vs.
day 3 pv= 0.004. There was no a difference in SaO 2 in klp 2, pv (0.479). There was a difference in SaO 2
in klp 3, pv (0,000) and the results of post hoc SaO2 day 1 vs. day 2 pv= 0.01; day 1 vs. day 3 pv=
0.007; day 2 vs. day 3 pv= 0.015. No differences between groups SaO 2 on day 1, pv (0.084)> α (0.05).
The second and third day showed there were no any differences between klp SaO2 1 with klp 3 (pv=
0.089 & 0.156) but no difference in SaO 2 between klp 1 with klp 2 (pv= 0.033 and 0.003) and between
klp 2 with klp 3 (pv= 0.006 & 0.002). Conclusion: The position of tripoid position and PLB more
effectively increase SaO2.

Keywords: SaO2, COPD, PLB, tripoid position


PENDAHULUAN Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA) Vol. VII. No.1, Maret 2015 25
merupakan salah satu dari kelompok penyakit menunjukan bahwa PLB dapat meningkatkan
tidak menular yang telah menjadi masalah kondisi pernafasan pasien PPOK, yaitu
kesehatan masyarakat di Indonesia.Kejadian meningkatkan SaO2. Tindakan keperawatan lain
PPOK akan semakin meningkat seiring dengan yang dapat dilakukan untuk membantu
meningkatnya jumlah perokok, polusi udara meningkatkan kondisi pernafasan pasien PPOK
dari industri dan asap kendaraan yang menjadi adalah memposisikan pasien. Posisi condong ke
faktor risiko penyakit tersebut. depan menigkatkan tekanan intraabdominal dan
Word Health Organisation (WHO) menurunkan penekanan diafragma kebagian
memperkirakan bahwa pada tahun 2020 rongga abdomen selama inspirasi (Bhatt, et al,
prevalensi PPOK akan terus meningkat dari 2009). Pada penelitian yang dilakukan oleh
peringkat ke-6 menjadi peringkat ke-3 di dunia Kim, et al (2012) posisi condong ke depan
dan dari peringkat ke-6 menjadi peringkat ke-3 (CKD) dapat membantu meningkatkan kondisi
penyebab kematian tersering di dunia (Depkes pernafasan.
RI, 2008). Menurut WHO pada tahun 2010 Hasil penelitian Khasanah (2013),
PPOK adalah masalah kesehatan utama yang menunjukan posisi CKD dan PLB yang
menjadi penyebab kematian no 4 di Indonesia dilakukan secara bersama-sama dan hanya
(PDPI, 2006). dilakukan satu kali tindakan didapatkan hasil
Sesak nafas atau dyspnoea merupakan bahwa tindakan tersebut efektif untuk
gejala yang umum dijumpai pada penderita meningkatkan SaO2. Praduga peneliti bila
PPOK (Ambrosino & Serradori, 2006). tindakan tersebut dilakukan lebih dari satu kali
Penyebab sesak nafas tersebut bukan hanya dan dilakukan secara kontinyu tentunya akan
karena obstruksi pada bronkus atau berdampak kepada SaO2 yang lebih baik lagi.
bronkhospasme saja tapi lebih disebabkan Oleh karena itu berdasarkan uraian tersebut di
karena adanya hiperinflansi. Keadaan tersebut atas penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
berdampak kepada menurunnya saturasi efektifitas posisi CKD dan PLB yang dilakukan
oksigen (SaO2). bersama-sama selama 3 hari terhadap
Serangkaian penelitian tentang PLB yang peningkatan SaO2 pasien PPOK.
telah dilakukan, seperti dilakukan oleh Bianchi METODE
(2004), Ambrosino dan Serradori (2006), Desain penelitian adalah randomized
Ramos et al (2009), dan Kim, et al (2012) control trial pre post test with control
group.Populasi pada penelitian ini adalah para
pasien PPOK yang dirawat di rumah sakit
Margono Soekarjo dan sekitarnya. Teknik
Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA) Vol. VII. No.1, Maret 2015 26
sampling menggunakansimple random menggunakan uji lebih 2 sampel tidak
sampling. Besar sampel yang diteliti adalah 25 berpasangan/ one way ANOVA bila data
responden, terdiri dari 9 pasien PPOK sebagai terdistribusi normal dan uji Kruskall Wallis
kelompok intervensi/ klp 1, 8 pasien PPOK bila data tidak terdistribusi norma.
sebagai kelompok kontrol 2/ klp 2 dan 8 pasien HASIL
PPOK sebagai kelompok kontrol 2/ klp 3. Hasil penelitian tentang Perbedaan SaO2
Kriteria sampel meliputi: bersedia menjadi dapat dilihat pada table 1, 2 dan 3. Tabel 1
responden, kemmapuan inspirasi maksimal memberikan informasi pada kelompok 1, yaitu
kurang sama dengan 1000 ml, SaO2 kurang kelompok yang diberikan posisi CKD dan PLB
sama dengan 95%, pasien yang mengeluh sesak dari hari pertama sampai dengan hari ketiga.
nafas dan mendapatkan terapi bronchodilator. Pada kelompok terjadi peningkatan nilai rerata,
Alat yang digunakan adalah puls oxymeter. dengan nilai pv < α menunjukan bahwa ada
Peneliti melakukan manipulasi tindakan, perbedaan SaO2 dari hari pertama sampai hari
sementara untuk pengukuran SaO2 dilakukan ketiga bermakna secara statistik. Sementara
oleh asisten peneliti. Kelompok intervensi/ klp pada kelompok 2, yaitu kelompok pasien PPOK
1 diberikan posisi CKD dan PLB yang yang diposisikan semi fowler dan natural
dilakukan secara bersama-sama selama 3 hari breathing nilai median hari pertama samapi hari
berturut-turut, dimana setiap kali dilakukan ketiga adalah sama, dengan nilai pv > α
tindakan tersebut pasien diberi kesempatan menunjukan bahwa tidak ada perbedaan SaO2
untuk beristirahat setiap 5 menit sebanyak 3 dari hari pertama sampai hari ketiga bermakna
kali. Kelompok kontrol 1/ klp 2 diberikan posisi secara statistik. Pada kelompok 3, yaitu
semi fowler dan natural Breathing dan kelompok yang diposisikan CKD dan natural
kelompok kontrol 2/ klp 3 diberikan posisi breathing nilai median cenderung sama tetapi
CKD dan natural breathing. nilai maksimal cenderung mengalami kenaikan,
Analisis data menggunakan analisis dengan nilai pv< α menunjukan bahwa ada
deskriptif dan inferensial. Analisis inferensial perbedaan SaO2 dari hari pertama sampai hari
yang digunakan untuk mengetahui perbedaan ketiga bermakna secara statistik.
SaO2 pada tiap kelompok menggunakan uji
lebih 2 sampel berpasangan/ repeated ANOVA
bila data terdistribusi normal dan uji friedman
bila data tidak terdistribusi normal. Analisis
inferensial yang digunakan untuk mengetahui
perbedaan SaO2 pada antar kelompok

Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA) Vol. VII. No.1, Maret 2015 27


Tabel 1
Perbedaan SaO2 Pada Tiap Kelompok

Klp 1 Klp 2 Klp 3


SaO2 Median Median
Rerata ±
pv (nilai min- pv (nilai min- pv
SD
max) max)
Pre 85,4± 4,06 0,000 89 (84-91) 0,479 86 (84-87) 0,000
Hari ke-1 89,8 ± 3,19 89 (87-91) 91 (87-91)
Hari ke-2 91,7 ± 2,96 89 (80-91) 91 (90-91)
Hari ke-3 93,9 ± 2,98 89 (84-91) 91 (90-95)

Tabel 2
Hasil Uji Post Hoc Pada Kelompok 1 dan Kelompok 3
Klp 1 Klp 3
SaO2
Nilai PV α Nilai PV α
Pre vs Hari ke-1 0,000 0,05 0,007 0,05
Pre vs Hari ke-2 0,000 0,008
Pre vs Hari ke-3 0,000 0,008
Hari ke-1 vs hari ke-2 0,170 0,01
Hari ke-1 vs hari ke-3 0,003 0,007
Hari ke-2 vs hari ke-3 0,004 0,015

Tabel 3
Perbedaan SaO2 Antar Kelompok
Hari Hari
Pre Pertama Hari kedua Ketiga
SaO2 Median Median Median Median
(nilai min- PV (nilai min- PV (nilai min- PV (nilai min- PV
max) max) max) max)
SaO2 klp intervensi 86 (80-91 0,042 91 (84-94) 0,084 92 (86-95) 0,013 94 (89-98) 0,002
SaO2 klp kontrol 1 89 (84-91) 89 (87-91) 89 (80-91) 89 (84-91)
SaO2 klp kontrol 2 86 (84-87) 91 (87-91) 91 (90-91) 91 (90-95)
Tabel 2 memberikan informasi hasil uji pada kelompok 3 menunjukan bahwa ada
post hoc pada kelompok 1 menunjukan bahwa perbedaan SaO2 antara hari pertama dengan hari
ada perbedaan SaO2 antara hari pertama dengan kedua, dan hari kedua dengan hari ketiga serta
hari kedua, dan hari kedua dengan hari ketiga antara hari kedua dengan hari ketiga bermakna
bermakna secara statistik, dengan nilai pv< α . secara statistik, dengan nilai pv< α .
Sementara pada kelompok 1 nilai SaO2 antara Tabel 3 memberikan informasi bahwa pada
hari pertama dengan hari kedua menunjukan hari pertama tidak ada perbedaan bermakna
tidak ada perbedaan yang bermakna secara secara statitistik nilai SaO2 antar kelompok,
statistik, dengan nilaipv > α . Hasil uji post hoc dengan nilai pv> α .Pada hari kedua dan hari
ketiga menunjukan ada perbedaan bermakna kelompok 1 dengan kelompok 2 dan antara
secara statistik nilai SaO2 antar kelompok, kelompok 2 dengan kelompok 3, dengan
dengan nilai pv< α. Dengan demikian dapat masing-masing nilai pv< α, tetapi tidak ada
disimpulkan perbedaan SaO2 antar kelompok perbedaan bermakna secara statistik nilai SaO2
terjadi pada hari kedua. antara kelompok 1 dengan kelompok 3, dengan
Tabel 4 masing-masing nilai pv> α.
Hasil Post Hoc Hari Kedua dan Hari Ketiga
Hari Kedua Hari Ketiga
Posisi CKD dan PLB yang dilakukan
SaO2
PV PV bersama-sama dengan lama waktu setiap latihan
Klp 1 vs klp 2 0,033 0,003
5 menit sebanyak 3 kali dengan durasi istirahat
Klp 1 vs klp 3 0,089 0,156
Klp 2 vs klp 3 0,006 0,002 5 menit yang dilakukan selama tiga hari,
berdasarkan hasil penelitian ini dapat
Tabel 4 memberikan informasi hasil uji disimpulkan bahwatindakan tersebut efektif
post hoc baik pada hari kedua maupun pada hari untuk meningkatkan SaO2 pada pasien PPOK.
ketiga menunjukan bahwa ada perbedaan Posisi CKD dan natural breathing berdasarkan
bermakna secara statistik nilai SaO2 antara hasil penelitian ini juga dapat disimpulkan
bahwa tindakan tersebut efektif untuk
meningkatkan SaO2 pada pasien PPOK. Namun
berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa tindakan posisi CKD dan PLB lebih
efektif dari pada hanya meposisikan CKD dan
natural breathing.
PEMBAHASAN
Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian Filibeck (2005) yang menunjukan
bahwa tidak ada perbedaan dalam ukuran fungsi
paru (VE, FVC, FEV1) dan frekuensi RR,
denyut jantung serta SaO2 pada posisi duduk
merosot/ semi fowler dan duduk tegak pada
pasien PPOK. Penelitian Fillibeck (2005) posisi
yang diamati adalah posisi duduk dan semi
fowler. Pada posisi semi fowler berdasarkan
telaah terhadap konsep dan teori sebagaimana
telah disampaikan Sherwood (2001) tentang
bulkflow aliran udara dari dan ke paru, maka
dapat disebabkan oleh derajat pasien PPOK.
pada posisi tersebut dapat diprediksi inspirasi
dan ekspirasi kurang adekut.Demikian pula
pada posisi duduk tegak.
Pada posisi duduk tegak peningkatan kerja
otot diafragma dan otot interkosta eksterna tidak
ada karena posisi otot tersebut tegak lurus
dengan gaya grafitasi bumi, sementara pada
posisi semi fowler terdapat gaya grafitasi bumi
yang berkerja namun kerjanya berlawanan
dengan kerja otot utama inspirasi. Begitu juga
dengan otot ekspirasi pada posisi duduk tegak,
peningkatan kerja pada otot tersebut tidak ada.
Kondisi seperti ini pada pasien PPOK yang
mengalami obstruktif menurut peneliti kurang
dapat membantu meningkatkan inspirasi dan
ekspirasi, sehingga pada akhirnya kedua posisi
tersebut kurang efektif untuk meningkatkan
SaO2.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan
pnelitian Bhatt et al (2009) yang menunjukan
bahwa tidak ada perbedaan tidal volume (TV)
dan RR ,rasio Forced Expiratory Volume to
Forced Vital Capacity (FEV/FVC), maxsimum
inspiratory pressure (MIP),
maximal exspiratory pressure
(MEP), pergerakan diafragma
selama tidal breathing atau forced breathing
pada posisi duduk atau supinasi, atau posisi
CKD dengan tangan disupport pada lutut
(tripod position) pada pasien dengan PPOK.
Perbedaan hasil penelitian ini dengan
penelitian Bhatt et al (2009), kemungkinan
Pada penelitian Bhatt et al (2009) derajat Otot diafragma merupakan otot utama
PPOK pada respondenya tidak dijelaskan inspirasi dan otot interkosta
begitu juga pada penelitian ini derajat PPOK eksternal jugamerupakan otot
teridentifikasi berdasarkan kemampuan untuk inspirasi. Otot diafragma yang berada pada
inspirasi kurang dari 1000 ml. Berat ringannya posisi 45 derajat menyebabkan gaya grafitasi
derajat PPOK tentunya akan berpengaruh bumi bekerja cukup adekuat pada otot utama
terhadap kondisi pernafasan pasien PPOK, inspirasi tersebut dibandingkan posisi duduk
mengingat penyakit ini adalah suatu penyakit atau setengah duduk. Gaya grafitasi bumi yang
paru obstruktif kronik yang bersifat progresif bekerja pada otot diafragma memudahkan otot
dan irreversibel. Alasan ini diperkuat oleh tersebut berkontraksi bergerak ke bawah
teori yang disampaikan GOLD (2006) yang memperbesar volume rongga toraks dengan
menyatakan bahwa kondisi pernafasan pasien menambah panjang vertikalnya. Begitu juga
PPOK dapat dilihat dari berat ringannya dengan otot interkosta eksternal, gaya grafitasi
derajat PPOK. bumi yang bekerja pada otot tersebut
Posisi CKD akan meningkatkan mempermudah iga terangkat keluar sehingga
otot diafragma dan otot interkosta semakin memperbesar rongga toraks dalam
eksternal pada posisi kurang lebih 45 derajat. dimensi anteroposterior.

Rongga toraks yang membesar Peningkatan kontraksi pada otot diafragma


menyebabkan tekanan di dalam rongga toraks dan otot interkosta eksternal saat proses inspirasi
mengembang dan memaksa paru untuk juga meningkatkan kontraksi
mengembang, dengan demikian tekanan otot intraabdomen saat otot-otot inspirasi tersebut
intraalveolus akan menurun. Penurunan tekanan melemas. Otot intraabdomen merupakan otot
intraalveolus lebih rendah dari tekanan atmosfir utama ekspirasi.
menyebabkan udara mengalir masuk ke dalam Peningkatan kontraksi otot intraabdomen
pleura. akan meningkatkan tekanan intrabdomen.
Proses tersebut menujukan bahwa dengan Peningkatan tekanan intrabdomen akan
posisi CKD mempermudah pasien PPOK yang mendorong diafragma ke atas semakin terangkat
mengalami obstruktif jalan nafas melakukan ke rongga toraks sehingga semakin memperkecil
inspirasi tanpa banyak mengeluarkan energi. ukuran rongga toraks. Otot ekspirasi yang lain
Proses inspirasi dengan menggunakan energi yaitu otot interkosta internal dengan diposisikan
yang sedikit dapat mengurangi kelelahan pasien CKD menepatkan otot tersebut pada sudut sekitar
saat bernafas dan juga meminimalkan 45 derajat, yang memungkinakan gaya grafitasi
penggunaan oksigen. bekerja lebih
optimal. Gaya grafitasi bumi tersebut akan membantu menarik otot interkosta interna ke
bawah sehingga ukuran rongga toraks semakin
kecil.
Ukuran rongga toraks yang semakin kecil
membuat tekanan intraalveolus semakin
meningkat. Peningkatan tekanan intraalveolus
yang melebihi tekanan atmosfir menyebabkan
udara mengalir keluar dari paru.Proses ventilasi
yang meningkat pada pasien PPOK yang
diposisikan CKD akan meningkatkan
pengeluaran CO2 dan meningkatkan asupan
oksigen ke dalam intraalveolus.
Peningkatan proses ventilasi pada pasien
yang diposisikan CKD didasarkan pada teori
yang disampaikan oleh Sherwood (2001) bahwa
bulkflow udara ke dalam dan keluar paru terjadi
karena perubahan siklus tekanan intra alveolus
yang secara tidak langsung ditimbulkan oleh
aktifitas otot-otot pernafasan. Hal senada
disampaikan oleh Gorman (2002); Kleinman
(2002) dalam Gosselink (2003), bahwa pada
pasien PPOK, pergerakan diafragma dan
kontribusinya terhadap volume tidal seperti
orang yang beristirahat. Diafragma dapat
diperpanjang dengan meningkatkan tekanan
perut selama ekspirasi aktif atau dengan
mengadopsi posisi tubuh CKD.
Hal ini juga senada dengan penelitian
Willeput dan Sergysels (1991, dalam Landers et
al., 2006) yang menunjukan adanya
peningkatan tingkat ekspirasi akhir dan
ekspirasi yang aktif pada posisi CKD dari pada
duduk bersandar. Hal senada juga didapatkan
melalui penelitian Landers et al (2006) bahwa mengalir keluar dari paru ke atmosfir. Ekspirasi
posisi condong kedepan dengan menempatkan yang dipaksa pada bernafas PLB juga akan
kepala dan leher pada posisi yang sejajar atau menyebabkan obstruksi jalan nafas dihilangkan
selaras dapat mengurangi obstruksi jalan nafas sehinga resistensi pernafasan menurun.
dan membantu meningkatkan fungsi paru. Penurunan resistensi pernafasan akan
Pendapat peneliti juga sejalan dengan memperlancar udara yang dihembuskan dan
penelitian yang dilakukan oleh Kim, et al atau dihirup.
(2012). Hasil penelitian Kim, et al (2012) Bernafas PLB selain ekspirasi dipaksa juga
menunjukan bahwa aktifitas otot SM dan SCM diperpanjang. Upaya memperpanjang ekspirasi
meningkat secara signifikan pada posisi CKD akan mencegah udara dihembuskan secara
dengan lengan disangga pada paha ataupun spontan yang dapat berakibat paru kolap atau
lengan disangga kepala dibandingkan posisi runtuh, dengan demikian dengan
netral. bernafas PLB membantu mengeluarkan udara
PLB adalah suatu latihan bernafas yang yang terperangkap pada pasien PPOK sehingga
terdiri dari dua mekanisme yaitu inspirasi CO2 di paru dapat dikeluarkan.
secara kuat dan dalam serta ekspirasi aktif dan Pengeluaran CO2 dari paru memberikan
panjang. Proses ekspirasi secara normal peluang kepada O2 untuk mengisi ruang
merupakan proses mengelurkan nafas tanpa alveolus lebih banyak lagi. Apalagi pada
menggunakan energi. Bernafas PLB melibatkan bernafas PLB juga ada mekanisme inspirasi
proses ekspirasi secara paksa. yang kuat dan dalam, maka mekanisme ini akan
Ekspirasi secara paksa tentunya akan membantu meningkatkan asupan O2 ke
meningkatkan kekuatan kontraksi otot alveolus.
intraabdomen sehingga tekanan intraabdomen Tingginya tekanan O2 di alveolus
pun meningkat melebihi pada saat ekspirasi dibandingkan dengan tekanan O2 di kapiler paru
pasif. dan rendahnya tekanan CO2 di alveolus
Tekanan intrabdomen yang meningkat dibandingkan dengan tingginya tekanan CO2 di
lebih kuat lagi tentunya akan meningkatkan kapiler paru menyebabkan meningkatnya
pula pergerakan diafragma ke atas membuat gradien tekanan gas-gas tersebut di atara kedua
rongga torak semakin mengecil. Rongga toraks sisi. Perbedaan gradient tekanan O2 yang tinggi
yang semakin mengecil ini menyebabkan meningkatkan pertukaran gas, yaitu difusi O2
tekanan intraalveolus semakin meningkat dari alveolus ke kapiler paru.Perbedaan tekanan
sehinga melebihi tekanan udara atmosfir. CO2 yang tinggi juga meningkatkan pertukaran
Kondisi tersebut akan menyebabkan udara gas, yaitu difusi CO2 dari kapiler paru ke
Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA) Vol. VII. No.1, Maret 2015 33
alveolus untuk selanjutnya dikelurkan ke meningkatkan saturasi oksigen pada pasien
atmosfir. dengan PPOK.
Logikanya posisi CKD saja dapat Penjelasan mekanisme bernafas PLB ini
meningkatkan inspirasi dan ekspirasi maka didasarkan pada prinsip pertukaran gas dan
dengan posisi CKD dan bernafas PLB pada resistensi pernafasan sebagaimana disampaikan
pasien dengan PPOK kerja inspirasi dan oleh Sherwood (2001).
ekspirasi akan lebih optimal lagi, beban otot Penjelasan mekanisme PLB juga didukung
inspirasi berkurang, sehingga udara oleh teori yang disampaikan oleh Ong (2012)
terperangkap/ hiperinflasi menurun, kapasitas bahwa dengan breathing exercise PLB
residu juga menurun dan pertukaran gas pun menyebabkan otot inspirasi bekerja lebih
meningkat. optimal sehingga beban terhadap otot inspirasi
Peningkatan pertukaran gas pada pasien pun berkurang.
yang melakukan posisi CKD dan PLB maka Pendapat ini sejalan dengan penelitian
oksigen yang berpindah ke kapiler paru pun Alfanji dan Harry (2011) bahwa PLB yang
akan meningkat dan CO2 yang dikeluarkan ke dilakukan sebanyak 4 kali dalam sehari sebelum
alveolus pun akan meningkat. Peningkatan makan dan sebelum tidur selama 30 menit dan
jumlah oksigen yang berpindah ke kapiler paru dilakukan secara teratur maka setelah 3 minggu
akan meningkatkan jumlah oksigen yang terikat didapatkan hasil SaO2 secara signifikan
oleh Hb. meningkat, PaCO2 menurun dan frekuensi
SaO2 adalah adalah rasio kadar hemoglobin bernafas secara signifikan menurun.
oksigen/ hemoglobin teroksigenasi (HbO2)
dengan hemoglobin dalam darah (total kadar KESIMPULAN
HbO2 dan hemoglobin terdeoksigenasi), dengan Berdasarkan hasil penelitian dapat
demikian SaO2 pun akan meningkat. disimpulkan bahwa
Sebagaimana disampaikan oleh Sherwood 1. Posisi CKD dan PLB yang dilakukan
(2001) bahwa peningkatan PaO2 akan bersama-sama dengan lama waktu setiap
meningkatkan afinitas Hb terhadap oksigen dan latihan 5 menit sebanyak 3 kali dengan
penurunan jumlah CO2 juga akan meningkatkan durasi istirahat 5 menit yang dilakukan
afinitas Hb terhadap oksigen dan sebaliknya. selama tiga hari efektif untuk meningkatkan
Hasil penelitian ini sejalan dengan SaO2 pada pasien PPOK.
penelitian Ramos et al (2009) yang menunjukan 2. Posisi CKD dan PLB yang dilakukan selama
bahwa bahwa PLB secara signifikan dapat tiga hari lebih efektif untuk meningkatkan
menurunkan sesak nafas dan heart rate serta SaO2 dari pada posisi CKD dan
Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA) Vol. VII. No.1, Maret 2015 34
natural breathing. Serradori, M. pulmonary Bianchi, R., et al.
2006. disease. Indian J 2004. Chest Wall
UCAPAN TERIMA
Comprehensive Chest Dis Allied Kinematics and
KASIH
Treatment of Sci. 51:83–85
Peneliti Dyspnoea in Breathlessness
Chronic Bianchi, R. et al. During
Obstructive 2007. Patterns of Pursed-Lip
mengucapkanterima
Pulmonary chest wall Breathing in
kasih Disease kinematics during Patients With
Patients. volitional pursed- COPD.Chest
terutama kepada
University lip breathing in Journal. 125;459-
Direktorat Penelitian Hospital of Pisa: COPD at rest. 465 diakses 1
Long Elsevier Mei 2012 dari
dan Pengabdian
Termhealth Care Rspiratory http://chestjournal
Medicine. 2012. .chestpubs.org/co
Masyarakat Dikti Ambrosino, N., 0954-6111/s. ntent/12
Giorgio, M.D., diakses 19 5/2/459.full.html
yang
& Paco, A.D. Agustus 2012
telah mendanai 2006. Strategies dari Bianchi, R., et al.
to improve doi:10.1016/j.rme 2004. During
breathlessness d.2007.01.021 Pursed-Lip
penelitian ini.
and exercise Breathing in
Peneliti tolerance in Patients With
chronic Chest Wall
juga mengucapkan
obstructive Kinematics and
terima kasih pulmonary Breathlessness
disease.Elsevier COPD.Chest
kepada
Respiratory Journal.125;459-
pihak Medicine. 2:2-8. 465. diakses
diakses 19 1 Mei
STIKES Harapan
Agustus 2012
Bangsa Purwokerto dari dari
doi:10.1016/j.rm http://chestjournal
terutama Lembaga
edu.2006.06.002 .chestpubs.org/co
Penelitian dan ntent/12
Bhatt, S.P., Guleria, 5/2/459.full.html
Pengabdian
R., Luqman-
Masyarakat yang Arafath, T.K., Departemen
Gupta, A.K., Kesehatan
telah memfasilitasi
Mohan, A., Republik
jalannya penelitian Nanda, S., & Indonesia. 2008.
Stoltzfus, J.C. Keputusan Mentri
ini sehingga dapat
2009. Effect of Kesehatan
selesai tepat pada tripod position Republik Indonesia
on objective No.
waktu.
parameters of 1022/Menkes/SK/
RUJUKAN respiratory XI/2008. Jakarta:
PUSTAKA function in Depkes RI
stable chronic
Ambrosino, N. &
obstructive Departemen
Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA) Vol. VII. No.1, Maret 2015 35
Kesehatan RI. Sitting Postures obstructive Perhimpunan Dokter
2008. Pedoman and Their Effect pulmonary Paru Indonesia.
Pengendalian on Pulmonary disease 2003. Penyakit
and Management of Paru Obstruktif
Penyakit paru
Cardiovascular chronic Kronik Pedoman
Obstruktif Function. obstructive Diagnosis dan
Kronik. Jakarta: pulmonary Penatalaksanaan
Direktorat Gosselink, R. 2003. disease in adults di Indonesia.
Jendral Controlled in primary and Jakarta: Depkes
Pengendalian breathing and secondary care RI
penyakit dan dyspnea in (partial update).
patients with Manchester: Ramos, et al. 2009.
Lingkungan,
chronic NICE Clinical Influence of
Direktorat obstructive Guideline pursed-lip
Pengendalian pulmonary breathing on
Penyakit Tidak disease heart rate
Menular. (COPD).Journal variability and
Depkes RI. 2009. of Rehabilitation cardiorespiratory
Profil Kesehatan parameters in
and subjects with
Jawa Tengah.
Development.Vol chronic
. 40, No. 5. obstructive
Fillibeck, et al. 2005. Supplement 2. pulmonary
dengan judul 25-34 disease (COPD).
penelitian Does Rev Bras
Sitting Posture in Kim et al. 2012. Fisioter, São
Chronic Effects of Carlos. v. 13, n.
Obstructive breathing 4, p. 288-93
Pulmonary maneuver and
Disease Really sitting posture on
Matter ? An muscle activity
Analysis of Two in
inspiratory Coppieters MW,
accessory Hodges PW:
muscles in Changes in sitting
patients with posture induce
chronic multiplanar
obstructive changes in chest
pulmonary wall shape and
disease. motion with
Multidisciplinary breathing. Respir
Respiratory Physiol Neurobiol
Medicine. 7:9. 2010, 170:236–
diakses 13 Juni 245.
2013 dari
http://www.mrmj National Institute For
ournal.com/conte Health and
nt/7/1/9 Clinical
Excellence. 2010.
Lee LJ, Chang AT, Chronic
Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA) Vol. VII. No.1, Maret 2015 36
Rara Warih Gayatri / Journal of Health 2 (2) (2017)

JHE 2 (2) (2017)

Jurnal of Health Education


http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jhealthedu/

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU


PEMELIHARAAN KESEHATAN GIGI ANAK SDN KAUMAN 2 MALANG

Rara Warih Gayatri 

Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Malang, Indonesia

Info Artikel Abstrak

Sejarah Artikel: Latar Belakang: Status karies gigi di SDN Kauman 2 dan SDN Percobaan 2 Kota Malang
Diterima menunjukkan indeks DMF-T 5,75 yang berarti prevalensi dianggap tinggi. Tujuan penelitian ini
Disetujui untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan kesehatan gigi dengan perilaku pemeliharaan
Dipublikasikan gigi pada anak usia sekolah dasar.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode deskriptif korelatif dengan desain cross-sectional.
Keywords: Metode sampling yang digunakan stratified random sampling dengan variable yang diukur adalah
Knowledge, behaviour, tingkat pengetahuan kesehatan gigi dan perilaku pemeliharaan gigi. Teknik pengumpulan data
dental health, school-aged menggunakan kuesioner dengan memberikan pertanyaan kepada anak usia 6-12 tahun.
children Hasil: Hasil dari penelitian diperoleh sebanyak 82,9 % (n=63) siswa kelas 5-6 SDN Kauman 2
memiliki tingkat pengetahuan kesehatan gigi tinggi dan sebanyak 17,1% (n=13) memilki tingkat
pengetahuan kesehatan gigi rendah. Selain itu, sebanyak 50 % (n=38) siswa kelas 5 dan 6 SDN
Kauman 2 Malang memiliki perilaku pemeliharaan kesehatan gigi positif. Namun, 50% sisanya
diketahui memiliki perilaku pemeliharaan negatif. Tidak ada hubungan yang signifikan antara
tingkat pengetahuan kesehatan gigi anak SDN Kauman 2 Malang dengan perilaku pemeliharaan
kesehatan gigi (p= 0,361).
Simpulan: Tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan kesehatan gigi anak
SDN Kauman 2 Malang dengan perilaku pemeliharaan kesehatan gigi.

Abstract

Background: Status of dental caries at SDN Kauman 2 and SDN Percobaan 2 Malang showed DMF-T index
5.75 which means high prevalence (Gayatri, 2015). The purpose of this study was to determine the relationship
between dental health knowledge and dental maintenance behavior in primary school age children.
Methods: This was a cross-sectional quantitative descriptive research. The sampling used stratified random
sampling and the measured variable was the level of dental health knowledge and dental health behaviour.
Data collection technique used a questionnaire containing a set of questions to children aged 6-12 years.
Results: The result of this study shown 82.9% (n = 63) 5-6 grade students of SDN Kauman 2 had a high level
of dental health knowledge and 17.1% (n = 13) had a low level of dental health knowledge. In addition,
as many as 50% (n = 38) 5th graders and 6 SDN Kauman 2 Malang have positive dental health
maintenance behavior. However, the remaining 50% are known to have negative maintenance behavior.
There is no significant correlation between level of knowledge of dental hygiene of SDN Kauman 2 Malang
children with dental health maintenance behavior (p = 0,361).
Conclusion: In this regard, a good level of dental health knowledge is expected to support the establishment
of good dental health behaviour.

© 2017 Universitas Negeri Semarang



Alamat korespondensi:
Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Malang
E-mail: rara.warih.fik@gmail.com

201
Rara Warih Gayatri / Journal of Health 2 (2) (2017)

PENDAHULUAN Gambaran kondisi diatas didukung oleh


Menurut Bagramian dkk. (2009), hampir 90 % beberapa studi yang menunjukkan hubungan
anak – anak usia sekolah di seluruh dunia menderita signifikan tentang pengetahuan dan kesehatan gigi
karies gigi. Sementara itu, menurut Centers of dan mulut. Pengetahuan sebagai salah satu faktor
Control Disease Prevention (CDC, 2013), karies yang memengaruhi personal hyigiene seseorang.
gigi merupakan penyakit kronis yang sering terjadi (Ariska, 2014). Menurut Fankari (2004) juga
pada anak usia 6-11 tahun (25%) serta remaja usia menegaskan bahwa penyebab timbulnya masalah
12-19 tahun (59%) meskipun karies gigi sendiri gigi dan mulut pada masyarakat salah satunya
merupakan penyakit yang dapat dicegah. adalah faktor perilaku atau sikap mengabaikan
Fenomena ini juga terjadi di Indonesia dimana kebersihan gigi dan mulut. Hal ini dilandasi oleh
terdapat 76,2 % anak Indonesia pada kelompok usia kurangnya pengetahuan akan pentingnya
12 tahun (kira-kira 8 dari 10 anak) mengalami gigi pemeliharaan gigi dan mulut. Dengan adanya
berlubang (SKRT dalam Rhardjo, 2007). Lebih pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut secara
lanjut, menurut Kemenkes RI (dalam Wala, 2014), tidak langsung akan menjaga kesehatan gigi dan
anak di bawah usia 12 tahun di Indonesia, mulut sehingga pada akhirnya dapat mencegah
menderita karies gigi sebanyak 89 %. karies gigi (Kawuryan, 2008). Hal ini berarti berarti
Karies gigi merupakan penyakit yang pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut juga
disebabkan oleh banyak faktor. Menurut Sondang berdampak pada kejadian karies gigi.
dan Hamada (2008), faktor penyebab karies adalah Sementara itu, karies gigi pada anak usia
host (gigi dan saliva), mikroorganisme (plak), sekolah dasar di Kota Malang menunjukkan hasil
substrat (karbohidrat) dan ditambah faktor waktu). yang beragam. Berdasarkan hasil penelitian
Selain itu, faktor predisposisi lain yang turut sebelumnya oleh Gayatri (2015) diperoleh prevalensi
berkontribusi terhadap keparahan karies antara lain karies gigi anak-anak sekolah dasar di SDN Kauman
pengalaman karies, sosial ekonomi, usia, jenis 2 Malang dan SDN Percobaan 2 Malang
kelamin, geografis, dan perilaku terhadap kesehatan menunjukkan indeks DMF-T tinggi yaitu sebesar
gigi (Sondang dan Hamada, 2008). 5,75. Menurut WHO (2003), indeks DMF-T tinggi
Menurut penelitian Pontunuwu (dalam Afiati adalah pada rentang 4,5-6,5. Gambaran karakteristik
dkk, 2014) menjelaskan bahwa pengetahuan yang responden penelitian tersebut adalah anak sekolah
tepat memengaruhi perilaku kesehatan dalam dasar usia 6-12 tahun sejumlah 284 responden, 138
meningkatkan kesehatan khususnya kesehatan gigi siswa SDN Kauman 2 Malang dan 146 siswa SDN
dan mulut. Namun, pengetahuan seseorang tentang Percobaan 2 Malang. Terkait temuan pada penelitian
perilaku memelihara kesehatan gigi dan mulut tersebut, peneliti bermaksud melakukan penelitian
seringkali terdapat ketidakselarasan. Berdasarkan lanjutan yang bertujuan untuk mengetahui hubungan
Riset Kesehatan Dasar (2007), 91,1 % masyarakat tingkat pengetahuan kesehatan gigi dengan perilaku
Indonesia menggosok gigi tiap hari namun hanya pemeliharaan gigi pada anak usia sekolah dasar di
7,3% dari data tersebut yang melakukan gosok gigi SDN Kauman 2 Malang..
dengan benar. Kenyataan yang lain dapat
ditunjukkan pada perilaku masyarakat yang METODE
mengunjungi fasilitas pelayanan kesehatan gigi.
Menurut Suratri dkk (2016) pengetahuan dan sikap Desain penelitian ini adalah penelitian
ibu terhadap kesehatan atau perawatan gigi dan deskriptif kuantitatif dengan pendekatan cross-
mulut anak cukup baik akan tetapi perilakunya yang sectional yang dilaksanakan pada bulan Mei-Oktober
belum sesuai dengan pengetahuan dan sikapnya, ini 2015 dengan lokasi penelitian adalah Sekolah Dasar
terlihat pada hanya 50% anak yang sakit gigi dibawa Negeri Kauman 2 Malang. Teknik sampling yang
berobat ke pelayanan gigi dan mulut. digunakan adalah total sampling sehingga subyek

penelitian adalah keseluruhan siswa kelas

202
Rara Warih Gayatri / Journal of Health 2 (2) (2017)

5 dan 6 SDN Kauman Responden


Perilaku positif jika x
2 Malang sejumlah 81 Berdasarkan Usia di
> 45 (median = 45) SDN Kauman 2 Malang
siswa. Subyek
dan perilaku negatif
penelitian yang
apabila x ≤ 45
dimaksud memenuhi Usia Frekuensi (n)
(median=45).
kriteria inklusi yaitu
Pengolahan data yang 10 tahun 17
Anak usia sekolah 10-
dilakukan meliputi 11 tahun 40
12 tahun, memahami
proses editing, coding, 12 tahun 19
bahasa Indonesia dan
scoring, data entry
dapat membaca menulis Total 76
dan cleaning. Teknik
dan bersedia menjadi
analisis statistik yang
responden. Teknik Variabel Mean Median Modus Standart devias
dipergunakan pada
pengumpulan data
penelitian ini adalah Usia 11,03 11 11 0,69
penelitian ini adalah
analisis univariat
wawancara dengan
dimana data yang
menggunakan
telah terkumpul
kuesioner. Pengukuran
dihitung untuk Berdasarkan
variabel pengetahuan adalah 11 tahun, modus 11
melihat persentase
menggunakan skala tabel 1 diketahui bahwa
jumlah data yang ada. tahun dan standart
Guttman dimana
Selain itu untuk mayoritas responden
pilihan jawaban benar deviasi 0,69.
mengetahui ada berusia 11 tahun (40
dan salah. Anak Berdasarkan
tidaknya hubungan siswa). Sementara itu,
diminta untuk memilih hasil penelitian dapat
digunakan analisa
manakah jawaban responden berusia 12
bivariat (chi-square). diketahui bahwa siswa
yang sesuai dengan
tahun sebanyak
pengetahuan yang SDN Kauman 2 Malang
HASIL DAN 19 siswa dan sisanya
dimiliki. Nilai minimal berusia 10 -12 tahun
PEMBAHASAN
= 0 dan nilai maksimal berusia 10 tahun (17
Keseluruhan sejumlah 76 orang.
= 15. siswa). Rata-rata usia
responden berjumlah Responden terbanyak
Variabel yang
76 siswa yang mengisi responden yang menjadi
lain adalah Perilaku pada usia 11 tahun
kuesioner dengan sampel pada penelitian
pemeliharaan gigi dengan jumlah 40 siswa.
lengkap. Sementara 5
dimana pengkuran ini sebesar 11,03
siswa yang lain dari Menurut CDC (2014
variabel ini dengan dengan median usia
total 81 siswa tidak dalam Gayatri, 2016)
cara memberikan
mengisi kuesioner
sejumlah pertanyaan karies gigi merupakan
dengan lengkap.
mengenai
Sehingga, 5 siswa penyakit kronis dengan
pemeliharaan gigi. Survey (NHANES,
tersebut dalam hal ini
Pertanyaan yang prevalensi yang cukup
termasuk dalam 2004), sebanyak 31,36%
diberikan berupa tinggi pada anak usia
kriteria eksklusi dari anak usia 9-11 tahun di
pertanyaan dengan sekolah dasar (6-11
penelitian.
skala Likert (Selalu, Amerika menderita
tahun). Menurut The
sering, kadang- karies pada gigi
kadang, tidak pernah). National Health and
Nutrition Examination

Tabel 2. Karakteristik Responden


Tabel 1. Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin di SDN
203
Rara Warih Gayatri / Journal of Health 2 (2) (2017)

Kauman 2 Malang Std. Eror of


Mean Median Modus Skewness
skewness
Jenis Kelamin Frekuensi 12,55 13 13 -0,905 0,276
Laki-laki
Perempuan
Total Berdasarkan kesehatan gigi rendah.
tabel 3 di ketahui bahwa
Rata-rata pengetahuan
sebagian besar siswa kesehatan gigi
memiliki tingkat
Berdasarkan responden sebesar 12,55
siswa) dibanding siswa
pengetahuan tentang
tabel 2 diketahui bahwa dengan median adalah
perempuan (139 siswa)
kesehatan gigi tinggi
sebagian besar 13 dan modus 13. Nilai
(Gayatri, 2015).
responded adalah siswa (82,3 %). Hanya 17,1 %
Meskipun dalam skewness pengetahuan
laki-laki (41 siswa) dan dari 76 siswa yang
penelitian ini tidak kesehatan gigi sebesar
46,1 % sisanya adalah memilki tingkat
dihubungkan dengan -0,905 dengan
siswa perempuan (35 pengetahuan
prevalensi karies gigi
siswa). Pada penelitian standart error skewness sebanyak 17,1% (n=13)
pada responden,
ini jumlah responden sebesar 0,276. Nilai memiliki tingkat
penelitian sebelumnya
dengan jenis kelamin pengetahuan kesehatan pengetahuan kesehatan
oleh Gayatri (2015) pada
laki-laki (41 siswa) lebih gigi berkisar antara 8 gigi rendah. Sub variabel
siswa SDN Kauman 2
banyak dibanding yang diukur dalam
Malang menunjukkan hingga
dengan jenis kelamin variabel tingkat
bahwa indeks DMF-T 15. Responden yang
perempuan (35 siswa). pengetahuan kesehatan
pada laki-laki lebih memiliki nilai
Hal ini disebabkan gigi adalah pengetahuan
tinggi dibandingkan pengetahuan kesehatan
karena distribusi tentang penyakit gigi,
pada perempuan. gigi di atas rata-rata
frekuensi siswa SDN penyebab penyakit gigi,
sebanyak 63 orang
Kauman 2 Malang lebih akibat penyakit gigi dan
sedangkan yang dibawah
banyak siswa laki-laki perilaku pemeliharaan
rata-rata sebanyak 13
(145 kesehatan
orang.

Berdasarkan
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan
hasil analisis data,
Pengetahuan Kesehatan Gigi di SDN Kauman
2 Malang diketahui bahwa
sebanyak 82,9 % (n=63)
Pengetahuan kesehatan gigi siswa kelas 5-6 SDN
Frekuensi
Rendah Kauman 2 memiliki
Tinggi tingkat pengetahuan
Total kesehatan gigi tinggi dan

204
Rara Warih Gayatri / Journal of Health 2 (2) (2017)

gigi. Hasil penelitian sebesar kurang lebih


ini tidak didukung oleh 31% (Kurniasari, 2015).
hasil penelitian Dewanti Di SDN Grabag
(2012), dimana kecamatan Grabag
diketahui bahwa 54,2 % Kabupaten Purworejo
siswa SDN Pondok Kurniastuti (2015) juga
Cina Depok memiliki memperoleh hasil yang
tingkat pengetahuan tidak jauh berbeda yaitu
tinggi. Hasil penelitian kurang lebih 70% siswa
tingkat pengetahuan SDN Grabag
tentang kesehatan mulut Kecamatan Grabag
dan gigi siswa kelas IV Kabupaten Purworejo
dan V SD Negeri memiliki tingkat
Grabag Kecamatan pengetahuan kesehatan
Grabag Kabupaten gigi sedang sampai
dengan kategori sangat tinggi.
tinggi dan tinggi adalah

Tabel 4.Distribusi Frekuensi Berdasarkan Perilaku


pemeliharaan gigi di SDN Kauman 2 Malang

Perilaku pemeliharaan gigi Frekuensi


Negatif
Positif
Total
Std. Eror of
Mean Median Modus Skewness Nilai min-maks > mean ≤ mean
skewness
45,91 45,5 54 -0,084 0,276 33 – 58 38 38

205
Rara Warih Gayatri / Journal of Health 2 (2) (2017)

Berdasarkan tabel di atas di ketahui pemeliharaan gigi di atas rata-rata sebanyak 38


bahwa dari 76 orang yang menjadi sampel pada orang sedangkan yang dibawah rata-rata
penelitian ini, sebanyak 38 orang memiliki sebanyak 38 orang.Siswa SDN Kauman 2
perilaku pemeliharaan gigi yang negative dan 38 Malang kelas 5 dan 6 mengetahui tentang
orang lainnya memiliki perilaku pemeliharaan penyakit gigi dengan baik. Pengetahuan
gigi yang positif. merupakan domain yang sangat penting untuk
membentuk perilaku seseorang. Menurut
Berdasarkan tabel di atas di ketahui Sariningrum dkk (2009), Ignatia dkk. (2013) dan
bahwa rata-rata perilaku pemeliharaan gigi Lintang dkk (2015), perilaku kebersihan gigi dan
responden sebesar 45,91 dengan median adalah mulut dipengaruhi salah sataunya adalah
45,5 dan modus 54. Nilai skewness perilaku pengetahuan tentang pentingnya menjaga
pemeliharaan gigi sebesar -0,084 dengan standart kebersihan gigi dan mulut. Menjaga kebersihan
error skewness sebesar 0,276. Nilai perilaku gigi dan mulut pada usia sekolah merupakan
pemeliharaan gigi berkisar antara 33 hingga 58. salah satu cara dalam meningkatkan kesehatan
Responden yang memiliki nilai perilaku sejak dini (Herijulianti dkk dalam Gayatri, 2016).

Tabel 5. Hubungan Tingkat Pengetahuan


dengan Perilaku Pemeliharaan Kesehatan Gigi
Anak
Usia Sekolah
di SDN
Kauman 2
Malang

Perilaku pemeliharaan gigi


Pengetahuan
Total
kesehatan gigi Negatif Positif

Rendah 8 (10,5%) 5 (6,6%) 13 (17,1%)


Tinggi 30 (39,5%) 33 (43,4%) 63 (82,9%)
Total 38 (50,0%) 38 (50,0%) 76 (100%)

Berdasarkan gigi yang negatif. 5


tabel di atas di ketahui orang lainnya memiliki
bahwa dari 76 orang pengetahuan kesehatan
yang menjadi sampel gigi yang rendah tetapi
pada penelitian ini, 8 perilaku pemeliharaan
orang memiliki giginya positif. 30 orang
pengetahuan lainnya memiliki
kesehatan gigi yang pengetahuan kesehatan
rendah dengan gigi yang tinggi dengan
perilaku pemeliharaan perilaku pemeliharaan
206
Rara Warih Gayatri / Journal of Health 2 (2) (2017)

yang negative dan 33 pengetahuan tentang merupakan usaha


Nilai Odd
orang sisanya memiliki Ratio yang diperoleh kesehatan gigi yang penjagaan untuk
pengetahuan kesehatan sebesar 1,760 artinya, tinggi. mencegah kerusakan
gigi yang tinggi dengan orang Dalam gigi dan penyakit gusi
yang
perilaku berpengetahuan penelitian ini (Schuurs, 1992 dalam
pemeliharaan yang rendah diketahui bahwa Dewanti, 2015).
positif. sebanyak 50 % (n=38) Pemeliharaan
berkecenderungan
akan memiliki siswa kelas 5 dan 6 kesehatan gigi yang

perilaku yang negative SDN Kauman 2 umum dilakukan adalah

sebesar 1,760 kali Malang memiliki dengan menggosok

lebih besar daripada perilaku pemeliharaan gigi. Kebiasaan

orang yang kesehatan gigi positif. menggosok gigi

berpengetahuan Namun, 50% sisanya merupakan salah satu

tinggi. Nilai CI diketahui memiliki hal penting dalam proses

diperoleh sebesar perilaku pemeliharaan terjadinya karies gigi.

0,519 hingga 5,973. negatif. Aspek perilaku Kualitas menggosok

Artinya, responden pemeliharaan kesehatan gigi yang baik akan

yang berpengetahuan gigi yang diukur dalam meningkatkan efikasi

rendah setidaknya penelitian ini meliputi prosedur menggosok gigi

akan melakukan perilaku menggosok tersebut (Ningsih dkk.,

perilaku negatif gigi, pengaturan 2013). Manson dan Elley

paling rendah sebesar makanan, penggunaan (1993), menyikat gigi

0,519 kali dan paling fluoride dan sebaiknya dilakukan

tinggi sebesar 5,973 pemerikasaan gigi ke

kali. Karena pada dokter gigi. Hasil

nilai CI mengandung penelitian yang

angka 1 maka menunjukkan bahwa

hubungan antara siswa kelas 5 dan 6


SDN Kauman 2 Malang
pengetahuan gigi tidak signifikan. Hal
separuh telah
kesehatan gigi dan ini berarti tidak semua
melakukan
perilaku responden yang
pemeliharaan
pemeliharaan gigi memiliki pengetahuan
kesehatan gigi dengan
tidak signifikan. tinggi akan melakukan
benar. Pemeliharaan
Nilai p-value pemeliharaan gigi yang
kesehatan gigi dengan
sebesar 0,361 baik dan sebaliknya
benar pada anak usia
menunjukkan bahwa tidak semua responden
sekolah sangat penting
hubungan yang terjadi yang melakukan
dilakukan agar anak
antara pengetahuan pemeliharaan gigi yang
terhindar dari penyakit
kesehatan gigi dengan baik belum tentu
gigi. Perawatan gigi
perilaku pemeliharaan mempunyai
207
Rara Warih Gayatri / Journal of Health 2 (2) (2017)

dengan cara kebiasaan pengetahuan akan melakukan


sistematis supaya memeriksakan kesehatan gigi dengan pemeliharaan gigi yang
tidak ada gigi yang kesehatan gigi ke perilaku pemeliharaan baik dan sebaliknya
terlampaui, yaitu dokter gigi sangat gigi tidak signifikan. tidak semua
mulai dari posterior penting untuk rentan Hal ini berarti tidak responden yang
ke anterior dan tidaknya gigi semua responden melakukan
berakhir pada bagian berlubang. Dalam yang memiliki pemeliharaan gigi
posterior sisi lainnya. penelitian oleh pengetahuan tinggi yang baik belum
Menggosok gigi Budisuari dkk. (2010) tentu mempunyai membentuk dan
dengan disebutkan bahwa pengetahuan tentang mempengaruhi
menggunakan kebiasaan kesehatan gigi yang penghayatan terhadap
fluoride merupakan mengkonsumsi tinggi. Menurut stimulasi sosial.
suatu tambahan makanan manis Notoatmodjo (2007), Tanggapan akan
dalam pencegahan cenderung terjadinya terdapat hubungan menjadi salah satu
karies gigi (Nyvad, karies gigi lebih besar antara pengetahuan dasar terbentuknya
2013). Selain itu, dibandingkan dengan dengan perilaku sikap. Agar dapat
frekuensi menggosok yang memiliki pola seseorang. Dalam mempunyai tanggapan
gigi juga makan berserat. penelitian ini, hasil dan penghayatan,
menentukan status Selain itu, Widayati yang berbeda, dapat seseorang harus
kebersihan gigi (2014), menyarankan disebabkan karerna mempunyai
tersebut. Hal ini bahwa perlu adanya beberapa hal. pengalaman yang
didukung oleh informasi tentang Pengetahuan berkaitan dengan
penelitian oleh pentingnya kesehatan gigi anak obyek psikologis.
Anitasari dan Rahayu pemeriksaan gigi dan tinggi namun tingkat Apakah kemudian
(2005) yang mulut anak secara perilaku pemeliharaan penghayatan tesebut
menyebutkan bahwa rutin 6 bulan sekali. kesehatan giginya kemudian akan
terdapat hubungan Hasil analisis rendah dapat dipahami membentuk sikap
yang positif antara hubungan tingkat sebagai hasil dari positif ataukah sikap
kebersihan gigi pengetahuan pembentukan perilaku negatif, akan
dengan frekuensi kesehatan gigi yang tidak hanya oleh tergantung pada
menggosok gigi 2-3 dengan perilaku dipengaruhi domain berbagai faktor
kali sehari. pemeliharaan gigi pengetahuan namun lain.Sehubungan
Penggunaan fluoride anak usia sekolah di juga domain sikap. dengan hal ini Azwar
baik sistemik maupun SDN Kauman 2 Pembentukan sikap (2007) mengatakan
topical (pasta gigi) Malang menunjukan salah satunya di bahwa tidak ada
juga dapat mencegah nilai p-value sebesar pengaruhi oleh pengalaman sama
gigi berlubang 0,361 yang memiliki sekali dengan suatu
pengalaman pribadi,
(Apsari, 2015). makna bahwa obyek psikologis akan
apa yang telah dan
Pola makan hubungan yang sedang di alami membentuk sikap
yang baik maupun terjadi antara seseorang akan ikut negatif terhadap obyek

208
Rara Warih Gayatri / Journal of Health 2 (2) (2017)

tersebut. anak. Peran orang pemeliharaan gigi pemeliharaan


Perilaku tua dalam anak usia sekolah negatif.
pemeliharaan memelihara dasar negeri Kauman Hasil analisis
kesehatan gigi kesehatan gigi dan 2 malang. hubungan tingkat
positif namun mulut anak dapat Berdasarkan hasil pengetahuan
tingkat pengetahuan mempengaruhi analisis data, kesehatan gigi
tentang kesehatan status kesehatan gigi diketahui bahwa dengan perilaku
gigi rendah dapat anak tersebut sebanyak 82,9 % pemeliharaan gigi
dipahami sebagai hal (Halim, 2011). (n=63) siswa kelas 5-6 anak usia sekolah di
yang juga terkait Terdapat SDN Kauman 2 SDN Kauman 2
dengan faktor-faktor kemungkinan memiliki tingkat Malang menunjukan
pembentukan sikap perilaku anak pengetahuan nilai p-value sebesar
seseorang. Faktor terhadap kesehatan gigi tinggi 0,361 yang memiliki
sikap merupakan pemeliharaan dan sebanyak 17,1% makna bahwa
factor yang turut kesehatan gigi yang (n=13) memilki hubungan yang
andil dalam baik sebab tingkat pengetahuan terjadi antara
pembentukan mengadopsi perilaku kesehatan gigi rendah. pengetahuan
perilaku orang tua, namun Sementara itu, kesehatan gigi dengan
(Notoatmodjo, 2007). dalam hal ini anak diketahui bahwa perilaku pemeliharaan
Faktor yang tidak mengetahui sebanyak 50 % gigi tidak signifikan.
membentuk sikap pengetahuan yang (n=38) siswa kelas 5 Hal ini
menurut Wawan dkk. mendasari perilaku dan 6 SDN Kauman dimungkinkan
(2011) antara lain tersebut. Menurut 2 Malang memiliki disebabkan terjadinya
adanya orang lain Wawan dkk. (2011) perilaku ketidakselarasan
yang dianggap kencederungan untuk pemeliharaan antara faktor
penting. Individu memilki sikap yang kesehatan gigi positif. pengetahuan, sikap
cenderung memilki sama terbut sebab Namun, 50% sisanya dan perilaku yang
sikap yang konfirmis tidak ingin memilki diketahui memiliki dimiliki anak itu
atau searah dengan konflik dengan orang perilaku sendiri.
sikap orang yang yang dianggap DAFTAR PUSTAKA childhood caries,
dianggap penting. penting tersebut. [Online],
Dalam penelitian ini, Berdasarkan hal ini http://www2.a
Afiati, R., Adhani, R.,
Ramadani, K., ap.org/oralheal
orang tua dapat maka pembentukan
dan Diana, S. th/pact/
dianggap sebagai pengetahuan, sikap ch4_sect7.cfm.
2014.
orang yang memilki dan perilaku tentang Diakses tanggal
Hubungan
peran dalam kesehatan gigi perlu Perilaku ibu 30 Maret 2015.
membentuk sikap untuk diselaraskan tentang Anggriana, D dan
kepada anak-anak pemeliharaan Musyifah.
kesehatan gigi 2005.
sejak dini. Stimulating
dan mulut
terhadap factor of parents
PENUTUP status karies motivation to
gigi anak. take their
Jurnal chlidren’s dental
Dalam
kedokteran health for
penelitian dapat treatment in the
gigi: Dentino.
ditarik beberapa faculty of
Vol. 2 No 1
kesimpulan terkait Maret 2017. Dentistry
hubungan tingkat Hal. 56-62. Airlangga
pengetahuan American Academy University.
of Pediatric. 2015. Journal of
kesehatan gigi
Risk Dental Health.
dengan perilaku factors of early Anitasari, S dan
209
Rara Warih Gayatri / Journal of Health 2 (2) (2017)

Rahayu, N. Indonesia, Carounanidy, U. dan


2005. berhubungan (online), Sathyanaraya
Hubungan dengan download.port nan, R. 2009.
frekuensi kebersihan gigi algaruda.org/a Dental caries:
menggosok dan mulut rticle.php? A complete
gigi dengan masyarakat article=80694
changeover
tingkat Desa Jumphoih &val=4892.
(Part II)-
kebersihan Adan Changeover in
gigi dan mulut tanggal 7
the diagnosis
siswa sekolah Kecamatan Nopember
and prognosis,
dasar negeri 2016.
[O
di Kecamatan
Mutiara http://www.n
Palaran
Kabupaten cbi.nlm.nih.go
Kotamadya
v/pmc/arti
samarinda
Pidie, cles/PMC287
Kalimantan
9723/.
Timur,
(Online), Diakses
http://etd.uns tanggal 30
journal.unair. Maret 2015.
ac.id/filerPD yiah.ac.id/inde
x.php?p=s Centers of Control
F/DENTJ-
how_detail&id Diseases
38-2-10.pdf.
=7958. Diakses Prevention.
diakses
tanggal: 30 2013.
tanggal 5
Maret 2016 Preventing
Nopember
Bagramian, R., dental caries
2016.
Godoy, F., with
Apsari, Widya. 2015.
Volpe, A. community
Fluoride,
2009 ‘ The programs,
mineral
global increase (online),
penting
in dental http://www.c
untuk
caries. A dc.gov/oralhe
pending public alth/publica
kesehatan tions/factshe
gigi, ets/dental_ca
health
ries.htm.
(online), Diakses
difaoralhealt crisis’, tanggal 30 Maret
hcenter.com/ 2016. J Departemen
v1/wp- (Online), Kesehatan Republik
content/uploa http://amjdent Indonesia.
ds/2015/12/N .com/Archive/ 2008. Riset
ewsletter4. 2009/Bag
pdf. diakses ramian%20- Kesehatan
tanggal 7 %20February Dasar
Nopember %202009.pdf. 2007,
2016. Diakses
(Online),
Arikunto, Suharsini. tanggal: 30
2006. Prosedur https://www.
Maret 2016.
penelitian k4health.org/
Budisuari, M.,
suatu sites/default
Oktarina dan
pendekatan /
Mikrajab, M.
praktik. files/laporanN
2010.
asional
Jakarta: Hubungan pola
%20Riskesdas
Rineka Cipta makan dan
%2
Ariska, Maulida. kebiasaan
2014. Faktor-faktor 02007.pdf.
menyikat gigi
personal diakses
dengan
hygiene tanggal 31
kesehatan gigi
Maret 2016.
dan mulut
Dewanti. 2012.
yang (karies) di
Hubungan
210
Rara Warih Gayatri / Journal of Health 2 (2) (2017)

tingkat Malang: UM children. St. 2013.


pengetahuan Press Lois; Mosyby Perbedanaan
tentang Gayatri, Rara Warih. Elsevier. tingkat
kesehatan 2015.Tingkat Ignatia P.S., Trining pengetahuan
gigi dengan pengetahuan W. dan Ranny, R. kesehatan
perilaku kesehatan gigi
gigi dan mulut Nopember
perawatan anak sekolah 2016.
pada siswa
gigi pada dasar negeri Lintang, J, Palandeng,
sekolah dasar
anak usia kauman 2 H. dan Leman,
di kota dan
sekolah di Malang, M. 2015.
desa.p.: 1-2
SDN Pondok (online), Hubungan
Kawuryan, U. 2008.
Cina4 http://journa tingkat
Hubungan
Depok, l.um.ac.id/in pengetuan
pengethauan
(online), dex.php/prev pemeliharaan
tentang
lib.ui.ac.id/f entia/article/ kesehatan gigi
kebersihan gigi
ile? view/8849. dan tingkat
dan mulut
file=digital/ Diakses keparahan karies
dengan
20311320- tanggal: 3 gigi siswa SDN
kejadian karies
S42783- Februari Tumaluntung
anak SDN
Hubungan 2017. Minahasa
Kleco II kelas
%20tingkat. Halim, M. 2011. Utara, (o
V dan VI
pdf. Peran orang download.porta
Laweyan
Diakses tua terhadap lgaruda.org/arti
tanggal: 8 Surakarta.
pemeliharaan cle.php?
Nopember Skripsi.
kesehatan gigi article=376698
2016. Surakarta:
dan mulut &val=1000&titl
Fankari. 2004. Universitas
anak dan e=HUBU
Pengaruh Muhammadiya
status NGAN
penyuluhan h Surakarta
kesehatan %20TINGKAT
dengan (tidak
gigi dan %20PENGETA
metode dipublikasika
mulut anak HUAN
Stimulasi n)
kelas 2 SD %20PEMELIH
dan Kurniastuti, Afif
St.Yoseph 1 ARAAN
demonstrasi Medan, %20KE
terhadap Fauziah. SEHATAN
(online), 2015.
Perubahan repository.us %20GIGI
perilaku Tingkat %20DAN
u.ac.id/bitstr
menjaga pengetahuan %20TIN GKAT
eam/1234567
kesehatan tentang %20KEPARA
89/33087/7/
gigi dan kesehatan HAN
Cover.pdf.
mulut anak mulut dan gigi %20KARIES
Diakses
sekolah siswa kelas IV %20GIGI
tanggal 6
dasar. Karya dan V TA %20SISWA
Hopember
tulis ilmiah 2014/2015 SDN %20SDN
20016.
DIV. Herijulianti E., Grabag %20TU
Gayatri, Rara Indriani T.S., Kecamatan MALUNTUNG
Warih. dan Artini, S. Grabag %20MINAHA
2015. 2001. Kabupaten SA%20
Gambaran Pendidikan Purworejo UTARA.
Karies gigi Kesehatan Jawa Diakses
anak usia gigi. Jakarta : tengah, tanggal: 7
sekolah Buku (online), Nopember
dasar di Kedokteran eprints.uny.ac. 2016.
Kota EGC. P. 98. id/23070/1/SK National Health and
Malang. Hockenberry, M.J RIPSI%2 0Afif Nutrition
and Wilson, %20Fauziah Examination
Journal
D. 2007. %20Kurniastu Survey
Preventia
Wong’s ti.pdf. (NHANES).
Vol 1 No 1
nursing care Diakses 2004. Dental
Juni 2015
tanggal: 8 Caries (Tooth
hal 42-50.. infants and
211
Rara Warih Gayatri / Journal of Health 2 (2) (2017)

Decay) in 2016. Nyvad B. Role of tingkat


Children (Age Notoatmodjo, S. 2007. dental pendidikan,
2 to 11), Pendidikan dan hygiene, sikap dan
(Online), perilaku dalam pengetahuan
https://www. kesehatan. Fejerskov O, orang tua
nidcr.nih.gov/ Jakarta: Kidd EAM, tentang
DataStatisti rineka Cipta Nyvad B, kebersihan gigi
cs/FindData Notoatmodjo, S. 2007. Baelum V ed. dan mulut pada
ByTopic/Den Promosi Dental caries anak balita 3-
talCaries/De Kesehatan dan the disease 5 tahun
ntalCariesChi Ilmu Perilaku. and its clinical
ldren2to11.ht dengan tingkat
Jakarta:
management kejadian karies
m. Rineka Cipta
2nded. di PAUD
tanggal: 3 Tunbridge Jatipurno.
Januari 2017. Wells: Berita Ilmu
National Health Blackwell Keperawatan
Service Munksgaard, ISSN 2009:2
(NHS). 2013. 2008, 263 p. No 3
Preventing Potter, P.A. and (1979-1997):
tooth Perry, A.G. 119-124
[Online], 2005. Sondang, P dan
http://www.n Fundamental Hamada, T.
hs.uk/Conditi Nursing: 2008. Menuju
ons/Dental Concepts, gigi dan Mulut
- process and Sehat:
decay/Pages/ practice (6th Pencegahan
Prevention.as Ed). St. Lois: dan
px. Diakses Mosby Year Pemeliharaan,
tanggal 30 Book. (Online),
Maret 2015. http://usupre
Riyanti E. 2005.
Ningsih, D., ss.usu.ac.id/fil
Pengenalan
Hutomo, L. es/Menuju
dan
dan %20Gigi
perawatan
Rahaswanti, %20dan
kesehatan
L. 2013. %20Mulut
gigi anak
Gambaran %20Sehat%2
perilaku sejak dini.
[serial 0_Pencegahan
menggosok gigi %20dan
online],
terhadap %20Pemelihar
kejadian karies aan
gigipada anak http://resour
usia sekolah ces.
unpad.ac.id/ Normal_awal.
dasar di
unpad- pdf. Diakses
wilayah kerja tanggal 29
Puskesmas content/uplo
ads/ Maret 2016.
Sidemen, Suratri, MAL.,
Kecamatan publikasidose
n. Pdf. Sintawati, FX., dan
sidemen, Andayasari,
Kabupaten Diakses
tanggal 30 L. 2016.
Karangasem Pengetahuan,
Maret 2015.
pada Juni-Juli Sikap dan
Santrock. 2008. Life
2013, (online), perilaku orang
ojs.unud.ac.id Span and
Development. tua tentang
/index.php/e kesehatan gigi
um/article/ (12th Ed).
Newyork: dan mulut
download/12
McGraw Hill pada anak
685/8670.
Saringningrum E dan usia taman
Indrawati. 2009. kanak-kanak
tanggal: 8
Hubungan di provinsi
Nopember
212
Rara Warih Gayatri / Journal of Health 2 (2) (2017)

Daerah (Online),
Istimewa http://www.w
Yogyakarta ho.int/oral_h
dan provinsi ealth/action
banten /
Tahun 2014, information/s
(Online), urveillance/e
http://ejour n/. Diakses
nal.litbang.d tanggal: 30
epkes.go.id/i Maret 2016.
nd
ex.php/MP
K/article/vi
ewFile/5449
/44
85. Diakses
tanggal 12 Januari
2017. Wawan, A
dan Dewi, M.
2011. Teori dan
Pengukuran
pengetahuan,
sikap dan
perilaku.
Yogyakarta :
Nuha
Medika.
Widayati, Nur.
2014.
Factor yang
berhubungan
dengan karies
gigi pada
anak usia 4-6
tahun,
(online),
www.pps.un
ud.ac.id/.../
pdf.../unud-
395-
758510795-
bab
%20ii.doc.D
iakses
tanggal: 7
Nopember
2016.
Wong, S, L. 2009.
Buku Ajar
Keparawatan
Pediatric.
Jakarta :
EGC
World Health.
Organization
(WHO).
2003. Oral
Health
Information
System,

213
HUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PEMELIHARAAN KESEHATAN GIGI
DAN MULUT DENGAN PENDIDIKAN IBU HAMIL DI KABUPATEN
GIANYAR TAHUN 2021

I Gusti Ayu Raiyanti 1 I Nyoman Gejir2, Ni Kadek Devi Kastini 3,


1,2
.Dosen Jurusan Kesehatan Gigi Poltekkes Denpasa.
3
.Mahasiswa Jurusan Kesehatan Gigi Poltekkes Denpasar
Email: igaraiyanti@gmail.com

ABTRACT

Phenomenon in the society found that 65% of pregnant women had four too risky in
pregnancy, are too young, too old, too often and too much. Total parity is too much,
meaning that more and more pregnant women will be at risk of adverse pregnancy outcomes
obtained. It should be lowered with adequate prenatal care that is focused on the health and
reduction in risk factors, so that the condition can improve the outcome of pregnancy
(Indriyani, 2013). Based on theabove, it is necessary to find out the correlation between
education and knowledge with the dental hygiene on women p r e g n a n t . The purpose of
this study is identify the relationship between the level of education, knowledge with the
pregnat in to describe the level of knowledge of dental and oral health care in respondens at
the location of KKN IPE Health Polytechnic of the Ministry of Health Denpasar Group 4
Gianyar I, Gianyar Regency in 2021. Method: Type of the reseach was analytical research
with cross sectional approach. Thepopulation of this research were all women in the
pregnant as peoplewith sample size of 45 people. The independent variable was education
and knowledge dental hygiene whereas the dependent variables were behavior Bivariat
analysis used Correlation Rank Spearman Test. The The study design used is observational
approach with cross sectional design. Samples were taken by accidental sampling with
research instruments such as observation sheet with a sample of 45 pregnant women, level
of education (51,1 %) is high school, Spearman's rho analysis of a significant relationship
between the level of education and knowledge with the outcome (p =0,064, < 0,05) There is
a correlation between education with knowledge of dental hygiene (p-value=0,046 <0,05).
The Conclusion: There was a correlation between education and knowledge with dental
hygiene

Keywords : Education, Knowledge, Pregnant women

PENDAHULUAN tinggi adalah


Kehamilan dapat memiliki
kondisi yang disebut resiko, baik resiko
rendah sampai tinggi. Kehamilan resiko
rendah merupakan kehamilan yang
fisiologis, kemungkinan besar diikuti
dengan persalinan normal serta ibu dan
bayi sehat. Sementara kehamilan resiko

34
salah satu kehamilan yang
didalamnya, kehidupan atau
kesehatan ibu maupun janin
dalam bahaya akibat gangguan
1
kehamilan Ibu hamil
merupakan salah satu kelompok
yang rentan akan penyakit gigi
dan mulut. Beberapa penelitian
menyatakan bahwa tingkat
pengetahuan

35
dan perilaku ibu hamil dapat berpengaruh
pada kesehatan gigi dan mulut.
Terdapat faktor-faktor yang HASIL PENELITIAN DAN
mempengaruhi kehamilan resiko tinggi PEMBAHASAN
meliputi umur, pengetahuan , paritas,
pendidikan, pekerjaan, status sosial
1. Kondisi lokasi penelitian
ekonomi, dan sebagainya 2.
Kabupaten Gianyar merupakan
Program pembangunan kesehatan di
salah satu kabupaten dari sembilan
Negara Indonesia saat ini masih
kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi
diprioritaskan pada upaya peningkatan
Bali. Kabupaten Gianyar terdiri dari tujuh
derajat kesehatan ibu dan anak, terutama
kecamatan, 64 desa, enam kelurahan, 504
kelompok yang paling rentan kesehatan
banjar/dusun. Kabupaten Gianyar
yaitu ibu hamil, ibu bersalin dan ibu nifas
memiliki luas wilayah 368 km2 atau
serta bayi pada masa perinatal.
sekitar 6,53% dari luas wilayah Provinsi
Bali. Kecamatan Sukawati merupankan
METODO PENELITIAN salah satu kecamatan di Kabupaten
Gianyar dengan jumlah penduduk yaitu
Desain penelitian yang digunakan
122.698 jiwa dan luas wilayah 55,02 km2.4
adalah pendekatan Observasional dengan
2. Karakteristik subjek penelitian
rancangan cross sectional yaitu dimana
Karakteristik ibu hamil
data Independen dan Dependen
berdasarkan tingkat pendidikan di lokasi
dikumpulkan dalam waktu yang bersama
KKN IPE Poltekkes Kemenkes Denpasar
3
(point time approach) Penelitian ini
Kelompok 4 Gianyar I Kabupaten Gianyar
dilakukan pada bulan Bulan Maret sampai
Jumlah ibu hamil (orang)

Tahun 2021 dapat dilihat pada gambar 2.


April Tahun 2021. Penelitian ini 25
dilakukan di lokasi KKN IPE Poltekkes
20
Kemenkes Denpasar Kelompok 4 Gianyar
15
I Kabupaten Gianyar. Sampel penelitian
10
yaitu seluruh Ibu Hamil yang menjadi
keluarga binaan pada saat KKN IPE 5

Poltekkes Kemenkes Denpasar Kelompok 0


PendidPikeanndDidaiskarn MPeenndeindgikaahn tinggi
4 Gianyar I Kabupaten Gianyar Tahun
2021 yang berjumlah 45 orang
Gambar 2. Karakteristik Ibu Hamil

36
Berdasarkan Tingkat dengan kategori baik yaitu 27 orang
Pendidikan di Lokasi KKN
(60%) dan paling sedikit dengan kategori
IPE Poltekkes Kemenkes
Denpasar Kelompok 4 Gianyar kurang yaitu tiga orang (6,67%).
I Kabupaten Gianyar Tahun
2.Persentase ibu hamil yang memiliki
2021
tingkat pengetahuan pemeliharaan
Gambar 2 menunjukkan bahwa
kesehatan gigi dan mulut di lokasi KKN
dari 45 responden yang diteliti paling
IPE Poltekkes Kemenkes Denpaar tahun
banyak ibu hamil dengan pendidikan
2021 berdasarkan tingkat pendidikan.
tinggi sebanyak 23 orang dan paling
sedikit dengan pendidikan dasar sebanyak Tabel 2
Distribusi Persentase Tingkat
tiga orang. Pengetahuan Pemeliharaan Kesehatan
Gigi dan Mulut Ibu Hamil Berdasarkan
Pendidikan
2 . Hasil Penelitian
Kategori Tingkat Pengetahuan
BKategori tingkat Baik Cukup Kurang
Total
No
pendidikan
e ∑ (%) ∑ (%) ∑ (%) ∑ (%)

1 Pendidikan Dasar 1 33,3 0 0 2 66,6 3 100


r
3 7
2 d Pendidikan 1 52,6 8 42,1 1 5,26 1 100
Menengah 3 1
a
3 Pendidikan Tinggi 1 69,5 7 30,4 0 0 2 100
s 7 3
Jumlah 2 1 3 4
a
r
k
a
n

d
a
t
a

d
i
p
e

37
r u
o a
l n
e
h t
, e
n
d t
i a
s n
t g
r
i k
b e
u s
s e
i h
a
t t
i a
n n
g
k g
a i
t g
i
p
e d
n a
g n
e
t m
a u
h l

38
u
Tabel 1. Distribusi Tingkat Pengetahuan
t
Ibu HamilDistribusi Persentase Tingkat
Pengetahuan Pemeliharaan Kesehatan
Gigi dan Mulut Ibu Hamil
b Tabel 2.
e T menunjukkan
a bahwa dari
r
b 45 ibu hamil,
d e
l persentase
a
tingkat
s 1
Distribusi pengetahuan
a
Persentase berdasarkan
r Tingkat
Pengetahuan tingkat
k
Pemeliharaan pendidikan
a Kesehatan
Gigi dan paling banyak
n
Mulut Ibu yaitu
Hamil
pendidikan
t No Kategori
tingkat tinggi dengan
i pengetahuan kategori baik
n 1 Baik
2 Cukup sebanyak 16
g 3 Kurang orang
k Jumlah
(69,57%) dan
a
Tabel 1 tidak ada ibu
t
menunjukka hamil yang
n bahwa
dari memiliki
p
45 ibu hamil, tingkat
e
persentase pendidikan
n
tingkat dasar dengan
d
pengetahuan ibu kategori cukup
i
hamil paling (0%) dan
d
banyak pendidikan
i
tinggi dengan
k
kategori
a
kurang (0%).
n
Rata –
a. Analisis Univariat
rata tingkat
39
penge
tahua
n
tentan
g
pemel
iharaa
n
keseh
atan
gigi
dan

40
mulut pada ibu hamil di lokasi KKN IPE yaitu 27 orang ibu hamil (60%). Hasil
Poltekkes Kemenkes Denpasar Kelompok penelitian ini sejalan dengan penelitian
4 Gianyar I Kabupaten Gianyar Tahun yang dilakukan oleh Setyawati di
2021 adalah 78,44 dengan kategori cukup. Puskesmas Dlingo II Yogyakarta, bahwa
sebagian besar pengetahuan kesehatan gigi
b.Analisis Bivariat dan mulut ibu hamil adalah baik yaitu
sebanyak 38 responden atau 84.4% dari
Hubungan pendidikan dengan 45 responden.5 Kemungkinan hal ini
pengetahuan dengan menggunakan uji disebabkan kerena responden sudah
korelasi rank spearman pada hubungan pernah mendapatkan informasi
pendidikan dengan pengetahuan, mengenai pemeliharaan kesehatan
didapatkan hasil koefisien korelasi r= gigi dan mulut pada saat pelaksanaan
0,064 yang artinya mempunyai hubungan KKN IPE Poltekkes Kemenkes Denpasar
rendah dengan arah hubungan positif saat diberikan
sehingga dapat diartikan pula semakin penyuluhan oleh mahasiswa, JKG pada
tinggi pendidikan maka semakin tinggi waktu pelaksanaan IPE sehingga
pengetahuan ibu hamil tentang kesehatan pengetahuan yang dimiliki ibu hamil saat
gigi dan mulut Hasil uji statistik korelasi ini paling banyak pada kategori baik.
menunjukan bahwa p-value= 0,064 Pendapat ini didukung oleh pernyataan
(<0,05) sehingga dapat disimpulkan ada Mubarak yang menyebutkan bahwa
hubungan yang signifikan antara informasi merupakan salah satu faktor
pendidikan dengan pengetahuan mengenai yang dapat mempengaruhi pengetahuan
kesehatan gigi dan mulut pada ibu hamil. seseorang. Informasi dapat membantu
mempercepat seseorang untuk
B.Pembahasan memperoleh pengetahuan.6 Pendapat ini
didukung pula oleh pernyatan Mubarak
Berdasarkan hasil penelitian
yang menyatakan bahwa semakin tinggi
terhadap 45 ibu hamil di lokasi KKN IPE
pendidikan seseorang semakin mudah
Poltekkes Kemenkes Denpasar Kelompok
mereka menerima informasi, sehingga
4 Gianyar I Kabupaten Gianyar Tahun
semakin banyak informasi yang mereka
2021, diketahui bahwa persentase ibu
dapatkan, dan pada akhirnya semakin
hamil yang memiliki tingkat pengetahuan
banyak pengetahuan yang dimilikinya.6
pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut
Berdasarkan tingkat pendidikan
paling banyak berada pada kategori baik
menunjukkan bahwa persentase ibu hamil

41
paling banyak yaitu
pendidikan tinggi

42
dengan kategori baik sebanyak 16 orang 2021 dengan kategori cukup yaitu 78,44.

(69,57%). Kemungkinan hal ini


disebabkan karena pendidikan merupakan
salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi tingkat pengetahuan
seseorang, semakin tinggi pendidikan
seseorang maka semakin baik
7
pengetahuan yang dimiliki Pendidikan
berarti bimbingan yang diberikan oleh
seseorang terhadap perkembangan orang
lain menuju ke arah suatu cita.cita
tertentu. Makin tinggi tingkat pendidikan
seseorang, maka makin mudah dalam
memperoleh menerima
informasi, sehingga
kemampuan ibu dalam berpikir lebih
rasional. Ibu yang mempunyai pendidikan
8
tinggi akan lebih berpikir rasional
Pendidikan ibu sangat
mempengaruhi bagaimana seseorang
untuk bertindak dan mencari penyebab
serta solusi dalam hidupnya. Orang yang
berpendidikan tinggi biasanya akan
bertindak lebih rasional9 Hasil penelitian
oleh Dictionary of Education
menyebutkan bahwa pendidikan adalah
proses dimana seseorang mengembangkan
kemampuan sikap dan bentuk-bentuk
tingkah laku lainnya
Rata – rata pengetahuan
tentang pemeliharaan kesehatan gigi dan
mulut pada ibu hamil di lokasi KKN IPE
Poltekkes Kemenkes Denpasar Kelompok
4 Gianyar I Kabupaten Gianyar Tahun

43
Hasil penelitian ini sejalan suatu proses belajar yang berarti dalam

dengan penelitian Yulianti di pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan,

Puskesmas pembantu Dauh Puri perkembangan, atau perubahan kearah

Denpasar Barat terhadap 30 yang lebih dewasa. Kondisi pendidikan

orang ibu hamil dimana didapat merupakan salah satu indikator yang kerap

rata – rata pengetahuan ibu hamil ditelaah dalam mengukur tingkat

dengan kategori cukup yaitu pembangunan manusia suatu negara.

72,6.10 Hal ini kemungkinan Melalui pengetahuan, pendidikan

disebabkan karena tingkat


pendidikan responden yang
bervariasi, ada responden yang
memiliki tingkat pendidikan
dasar yaitu SD, tingkat
pendidikan menengah yaitu
SMA, dan tingkat pendidikan
tinggi yaitu diploma dan sarjana
yang dapat mempengaruhi
responden dalam menerima
informasi mengenai
pemeliharaan kesehatan gigi dan
mulut. Tingkat pendidikan
merupakan faktor yang
mendasari pengambilan
keputusan dan juga ditunjang
oleh tingkat pengetahuan ibu
tentang kesehatan, lingkungan,
ekonomi, interaksi dengan tenaga
kesehatan dan kesadaran ibu itu
sendiri. Terdapat juga beberapa
ibu hamil yang sudah memiliki
pengetahuan yang cukup baru
akan memeriksakan kesehatan
gigi dan mulut jika yang sangat
mengganggu. Pendidikan adalah

44
berkontribusi terhadap perubahan perilaku mulut pada ibu hamil. Adanya hubungan
kesehatan. Pengetahuan yang dipengaruhi antara tingkat pendidikan dengan tingkat
oleh tingkat pendidikan merupakan salah pengetahuan karena tidak dapat dipungkiri
satu faktor pencetus yang berperan dalam bahwa makin tinggi pendidikan seseorang
mempengaruhi keputusan seseorang untuk semakin tinggi pula mereka menerima
berprilaku sehat .10 Pendidikan berarti informasi dan pada akhirnya makin
bimbingan yang diberikan seseorang pada banyak pula pengetahuan yangdimilikinya.
orang lain terhadap sesuatu hal agar Sebaliknya jika seseorang tingkat
mereka dapat memahami. Tidak dapat pendidikannya rendah, akan menghambat
dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan perkembangan sikap seseorang terhadap
seseorang semakin mudah pula mereka penerimaan informasi dan nilai-nilai yang
menerima informasi dan pada akhirnya baru diperkenalkan. Hasil penelitian yang
makin banyak pula pengetahuan yang dilakukan oleh Purwati bahwa tingkat
dimilikinya.Sebaliknya jika seseorang pengetahuan yang dipenga-ruhi oleh
tingkat pendidikannya rendah, akan pendidikan, untuk tingkat pendidikan
menghambat perkembangan sikap yang lebih tinggi maka tingkat
seseorang terhadap penerimaan informasi pengetahuannya juga lebih baik.11
dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan.
Daftar Pustaka:
Dengan demikian semakin tinggi tingkat
1. Indriyani D. (2013). Keperawatan
pendidikan ibu semakin mudah ibu untuk maternitas Pada Area Perawatan
memperoleh informasi. Dari hasil uji Antenatal, Graha Ilmu, Yogyakarta.
korelasi Spearman terdapat hubungan
2. Sofian A. (2013). Rustam Mochtar
antara tingkat pendidikan dengan tingkat Sinopsis Obstetri: Obstetri Operatif,
pengetahuan kesehatan gigi dan mulut Obstetri Sosial, Ed. 3. Jilid 2. Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
0,064 menunjukan bahwa p-value= 0,064
(<0,05) yang artinya mempunyai 3. Notoatmojo 2012). Metodologi
hubungan dengan arah hubungan positif Penelitian Kesehatan /
Soekidjo Notoadmojo – Ed
sehingga dapat diartikan pula semakin Rev . Jakarta: Rineka Cipta
tinggi pendidikan maka semakin tinggi
4. Dinkes Kabupaten Gianyar. 2019.
pengetahuan ibu hamil tentang kesehatan Profil Kesehatan Kabupaten Gianyar
gigi dan mulut Hasil uji statistik korelasi Tahun 2019. Tersedia dalam
file:///D:/Devi/KTI/KTI%20DEVI/pr
sehingga dapat disimpulkan ada hubungan ofil%202020%20dinas%20kesehatan
yang signifikan antara pendidikan dengan %20kab.%20gianyar.pdf. Diakses
pada tanggal 03 Maret 2021.
pengetahuan mengenai kesehatan gigi dan

45
5. Setyawati N1 , Suherni2 , Nur
Djanah3 Poltekkes Kemenkes
Yogyakarta hubungan
antara tingkat
pengetahuan dengan perilaku
kesehatan gigi dan mulut ibu hamil di
Puskesmas Dlingo II tahun 2017
http://ejournalpoltekkes
Yogya.ac.id/index.php/HM/article/do
wnload/35/37/ . Diakses pada tanggal
26 Januari 2021.

6.Mubarak, W.I., Chayatin, N., Rozikin,


K., Supradi. 2007. Promosi Kesehatan
Sebuah Pengantar Proses Belajar
Mengajar dalam Pendidikan.
Yogyakarata: Graha Ilmu.

7. Notoatmodjo,S. 2003. Ilmu Kesehatan


Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar.J
akarta: Rineka Cipta.

8 Ferry, A., dan J. Angeline. 2018. Bebas


Sakit Gigi & Mulut Pada Kehamilan.
Yogyakarta: Rapha Publishing.

9. Walyani E.S. (2015). Asuhan Kebidanan


Pada Kehamilan,
PUSTAKABARUPRESS, Yogyakarta.

10. Kemenkes RI. 2013. Hasil Riset


Kesehatan Dasar 2013. Jakarta :
Kepala Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI.

11. Purwati, W. 2013. TingkatPengetahuan


Tentang Kesehatan Gigi dan Mulut
Guru Penjaskes SD di Kecamatan
Rendang Tahun 2013.

46
EFEKTIFITAS FACIAL MASSAGE DAN FACIAL EXPRESSION TERHADAP
KESIMETRISAN WAJAH PASIEN STROKE DENGAN FACE DROOPING
DI RS MARDI RAHAYU KUDUS

Diah Khusnul Khotimah *), Sri Puguh K **), S. Eko Ch. Purnomo ***)

*)
Alumni Program Studi S.1 Ilmu Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang
**)
Dosen Program Studi S.1 Ilmu Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang
***)
Dosen Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Semarang

ABSTRAK

Stroke adalah sindrom klinis yang terdiri dari tanda dan atau gejala hilangnya fungsi sistem saraf pusat
fokal (atau global) yang berkembang cepat (dalam detik atau menit). Di Indonesia, Stroke menjadi
penyebab kematian nomor 1 dengan kejadian 328,5 ribu orang pada tahun 2012. Serangan stroke
mengakibatkan 8 dari 10 pasien, atau sekitar 80% mengalami kelumpuhan salah satu sisi tubuh, yang
berdampak pada tangan, kaki dan wajah. Masalah yang sering terjadi pada penderita stroke dengan
face drooping adalah kesulitan untuk menunjukkan ekspresi wajah sesuai dengan emosi, produksi air
liur berlebih yang dapat menyebabkan terjadi aspirasi, dan hilangnya kemampuan mengenali rasa.
Upaya yang dapat dilakukan adalah diberikan facial exercise (facial massage dan facial expression).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas facial massage dan facial expression untuk
mengembalikan kesimetrisan wajah pasien stroke dengan face drooping. Rancangan penelitian ini
menggunakan quasi experiment dengan desain penelitian two group pre-test and post-test. Jumlah
sampel pada penelitian ini sebanyak 32 responden dengan teknik pengambilan sampel menggunakan
purposive sampling. Uji statistik yang digunakan adalah uji paired t test yang sebelumnya dilakukan
uji normalitas dengan saphiro wilk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa facial expression dan facial
massage terbukti efektif dalam peningkatan kesimetrisan wajah dengan nilai p 0,000. Perbedaan rerata
facial massage sebesar 33 dan nilai t sebesar 27,3 sedangkan perbedaan rerata facial expression
sebesar 18,8 dan nilai t sebesar 21,6. Sehingga facial massage terbukti lebih efektif, dilihat dari
perbedaan rerata dan nilai t facial massage lebih besar dari facial expression. Rekomendasi hasil
penelitian ini adalah agar perawat dapat menerapkan latihan facial massage pada pasien stroke
dengan face drooping, dengan harapan terjadi peningkatan kesimetrisan wajah.

Kata Kunci: Stroke, face drooping, kesimetrisan wajah, facial exercise, facial massage, facial
expression

ABSTRACT

Stroke is a clinical syndrome consisting of signs and or symptomps of the disappearance of central
nerve system’a function locally (or globally) that develops fast (in seconds or minutes). In Indonesia,
stroke is ranked the first as the cause of death with the case of 328,5 thousand people in 2012. Stroke
caused 8 out of 10 patients, or approximately 80% patients suffer from paralysis on one side of their
bodies, on their face and upper and below limbs. The problem commonly caused by stroke is face
drooping or the difficulty of showing facial expression based on the emotion, excessive saliva that
may lead to aspiration, and the disappearance of ability in identifying flavors. One effort that can be
done is by giving facial exercise (facial massage and facial expression). This research is aimed to find
out the effectiveness of facial massage and facial expression to return the facial symmetry of stroke
1
Efektifitas facial massage dan facial expression terhadap ... () 1
patient by using face drooping. The design for this research is quasi experimental using two group pre-
test and post-test research design. The number of the samples are 32 respondents with the technique of
purposive sampling. The statistic test used is paired t test with normality test using Saphiro Wilk. The
results of this research shows that facial expression and facial massage are proven effective in
improving the facial symmetry with value p 0,000. The mean difference of facial massage is 33 and
the value of t is 27.3, while the mean difference of facial expression is 18.8 with the value of t 21.6.
So, facial massage is proven more effective considering the mean differences and it is t value which is
bigger than facial expression. This research recommens nurses to be able to apply facial massage on
stroke patients by using face drooping, and it is expected to have improvement on facial symmetry.

Keywords: Stroke, face drooping, facial symmetry, facial exercise, facial massage, facial expression

PENDAHULUAN mengkhawatirkan mengingat serangan stroke


Stroke adalah sindrom yang disebabkan oleh terjadi di otak.
gangguan perdarahan otak (GPDO) dengan
awitan akut, disertai manifestasi klinis berupa Otak manusia terdiri dari otak besar
defisit neurologis dan bukan sebagai akibat (cerebrum), otak kecil (cerebellum), dan
tumor, trauma ataupun infeksi susunan saraf batang otak. Otak besar terdiri atas belahan
pusat. Gejala-gejala ini berlangsung lebih dari yang disebut hemisfer, yaitu hemisfer kanan
24 jam atau menyebabkan kematian (Dewanto, dan kiri. Fungsi bagian tubuh sebelah kanan
et al., 2009, hlm.24). dikendalikan oleh hemisfer kiri dan fungsi
tubuh sebelah kiri oleh hemisfer kanan. Otak
Badan kesehatan dunia atau World Health terdiri atas lobus-lobus yang memiliki fungsi
Organization (WHO, 2012) menyatakan pada masing-masing sehingga gejala stroke yang
tahun 2012 di seluruh dunia, 3 juta wanita dan muncul bergantung pada bagian otak yang
2,5 juta laki-laki meninggal karena stroke terganggu (Pinzon, 2010, hlm.15).
setiap tahunnya. Bahkan di Amerika setiap 3
menit ada yang meninggal karena stroke. Serangan stroke mengakibatkan 8 dari 10
Stroke menjadi penyebab kematian nomor 1 di pasien, atau sekitar 80% mengalami
Indonesia dengan kejadian 328,5 ribu orang kelumpuhan salah satu sisi tubuh, yang
pada tahun 2012. berdampak pada tangan, kaki dan wajah
(National Stroke Association, 2016, ¶2). Gejala
Prevalensi stroke di Indonesia terjadi stroke yang muncul bervariasi. Gejala stroke
peningkatan 3,8 persen, yaitu dari 12,1 persen yang paling umum adalah kelumpuhan anggota
per 1.000 penduduk yang sebelumnya 8,3 gerak, wajah perot atau face drooping,
persen per 1.000 penduduk pada riset gangguan bicara atau afasia, pusing berputar,
kesehatan dasar 2007. Prevalensi stroke di nyeri kepala dan penurunan kesadaran. Gejala
Jawa Tengah sebanyak 7,7 persen (Riskesdas, lain yang muncul adalah perubahan tingkah
2013, hlm.126). Data di RS Mardi Rahayu laku, penurunan tajam penglihatan, gangguan
angka kejadian stroke dari tahun 2012 lapang pandang dan gangguan menelan
sebanyak 1244 pasien, 2013 sebanyak 1349 (Pinzon, 2010, hlm.16).
pasien, data 2014 sebanyak 1342 pasien. Data
pada bulan Januari sampai Oktober 2015 rata- Face drooping adalah hilangnya kemampuan
rata setiap bulan ada 105 pasien stroke yang bergerak otot wajah, karena terganggunya saraf
dirawat di RS Mardi Rahayu Kudus (RS Mardi otak nervus facialis (nervus VII) dan nervus
Rahayu Kudus, 2015). Kejadian stroke sangat trigeminal (nervus V). Face drooping dapat
dinilai dengan meminta pasien untuk
2
2 Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan (JIKK), Vol...No...
tersenyum atau menunjukkan giginya. Bila facial exercise yang dapat dilakukan antara
sudut bibir tidak simetris atau tertarik hanya ke lain: facial massage (pijat wajah), facial
salah satu sisi saja, ini adalah gejala face expression (latihan ekspresi wajah), facial
drooping. Biasanya terjadi pada salah satu sisi yoga (yoga wajah), facial gym (senam wajah)
wajah, sehingga wajah nampak tidak simetris (Pereira, et al., 2011, hlm.653).
(Pinzon, 2010, hlm.17).
Facial massage merupakan latihan gerak pada
Dampak dari face drooping jika tidak segera wajah secara pasif. Facial massage menurut
ditangani dapat berakibat pada kecacatan atau Hatayama, et al., (2008, hlm.318) adalah
face drooping permanen. Pasien dengan face sebuah perlakuan atau pemberian tekanan
drooping tidak mampu menutup mata dengan dengan jari pada wajah. Facial massage
sempurna. Ekspresi wajah pasien stroke yang memiliki efek positif bukan hanya untuk
mengalami face drooping tidak jelas selama kecantikan, tapi juga untuk status psikologi
percakapan sehingga kesulitan dan meningkatkan aktivitas otak. Maka
mengekspresikan emosinya. Pada saat bicara diharapkan dengan meningkatnya aktivitas
tidak jelas (khususnya saat marah). otak, nervus facialis yang sebelumnya
Ketidakmampuan mulut untuk menutup terganggu dapat kembali aktif sehingga
dengan sempurna saat makan mengakibatkan kesimetrisan wajah dapat tercapai. Data
keluarnya cairan dan makanan saat minum menunjukkan pasien yang mengalami facial
maupun makan. Selain itu juga memiliki efek drooping setelah dilakukan facial massage
merugikan pada citra tubuh dan harga diri aktivitas nervus meningkat dari 0,81±0.11
karena wajah nampak tidak simetris (Prakash, menjadi 1,22±0,19 dengan p value= 0.035
et al., 2012, hlm.606). (Hatayama, et al., 2008, hlm.317).

Wajah tidak simetris diartikan sebagai fitur Intervensi lain yang dapat dilakukan adalah
wajah yang tidak sejajar. Satu mata mungkin facial expression, merupakan latihan gerak
terletak lebih tinggi dari yang lain. Cuping pada wajah secara aktif. Facial expression
hidung agak bengkok. Sebelah bibir menurut Pereira, et al., (2011, hlm.651) adalah
tersungging lebih tinggi dari yang lain. Ukuran latihan otot wajah dengan berbagai ekspresi
mata sebelah kiri lebih kecil dan kelopak mata berdasarkan emosi seperti senang, sedih, takut,
tidak terbuka selebar sebelah kanan (Kelby, marah, terkejut dan jijik. Penambahan ekspresi
2011, hlm.172). wajah manusia berdasarkan emosi berguna
untuk mengkaji otak manusia, yang tanpa
Fenomena yang peneliti temukan, penanganan disadari dengan mencoba berbagai ekspresi
stroke difokuskan kepada latihan rentang akan melatih otot wajah yang sebelumnya kaku
gerak. Rentang gerak untuk mengatasi diharapkan kesimetrisan wajah tercapai. Hasil
kelumpuhan akibat stroke pada ekstremitas. penelitian menyimpulkan bahwa latihan terapi
Akan tetapi gejala lain face drooping tidak wajah dapat meningkatkan fungsi wajah, dan
diberikan intervensi secara spesifik dan hanya terapi bisa dimasukkan dalam terapi pemulihan
diberikan intervensi terapi aiueo (Gunawan, et pasien dengan face drooping, hasilnya p
al., 2014, hlm.26). value
= 0.005) (Pereira, et al., 2011, hlm.651).
Intervensi khusus diperlukan untuk
mengembalikan kesimetrisan wajah. Latihan Pasien stroke yang mengalami face drooping
otot wajah merupakan terapi khusus yang mengakibatkan terjadinya ketidak-simetrisan
dapat dilakukan untuk mengembalikan wajah. Sehingga dibutuhkan intervensi khusus
kesimetrisan wajah. Latihan otot wajah atau seperti facial exercise (facial massage dan
facial expression). Dari latar belakang dan
3
Efektifitas facial massage dan facial expression ter
fenomena di atas, maka peneliti ingin Kriteria yang diperhatikan dalam pengambilan
mengetahui keefektifan terapi facial massage sampel adalah berdasarkan kriteria inklusi,
dan facial expression dalam peningkatan pasien stroke yang mengalami face drooping
kesimetrisan wajah pasien stroke yang (gangguan sedang dan gangguan cukup parah)
mengalami face drooping. dan bersedia menjadi responden. Kriteria
eksklusi, pasien stroke yang mengalami
Tujuan umum dilakukan penelitian adalah penurunan kesadaran dan pasien stroke yang
Mengetahui efektifitas facial massage dan memiliki luka di wajah (ruam, luka bakar yang
facial expression untuk mengembalikan belum sembuh, dan luka bedah atau ada
kesimetrisan wajah pasien stroke dengan face jahitan). Sehingga sampel yang didapatkan
drooping. sebanyak 16 responden untuk tiap kelompok.
Total sampel 32.
Tujuan khusus dilakukan penelitian antara lain:
Mengetahui gambaran kesimetrisan wajah Pengambilan data telah dilakukan di Rumah
sebelum dilakukan terapi facial massage dan Sakit Mardi Rahayu Kudus pada tanggal 14-
terapi facial expression pada pasien stroke 26 Maret 2016.
dengan face drooping. Mengetahui perubahan
kesimetrisan wajah setelah dilakukan terapi Jenis pengumpulan data yang merupakan data
facial massage pada pasien stroke dengan face primer, yaitu sumber informasi yang langsung
drooping. Mengetahui perubahan kesimetrisan berasal dari yang mempunyai wewenang dan
wajah setelah dilakukan terapi facial tanggung jawab terhadap data tersebut.
expression pada pasien stroke dengan face Penelitian ini menggunakan instrument lembar
drooping. Mengetahui terapi yang lebih efektif observasi sunnybrook facial grading system
dalam mengembalikan kesimetrisan wajah untuk mengukur kesimetrisan wajah pasien
antara terapi facial massage dan facial stroke yang mengalami face drooping. Sumber
expression pada pasien stroke dengan face data primer yang telah dikumpulkan dalam
drooping. penelitian ini antara lain: nama, diagnosa,
tanggal observasi dilakukan, gambaran kondisi
METODE PENELITIAN kesimetrisan wajah pada mata, pipi dan mulut.
Rancangan penelitian ini menggunakan two Kondisi tersebut diobservasi saat istirahat
group pre-test and post-test design. Tidak (Resting symmetry), simetris saat digerakkan
memakai kelompok control. Pre-test pada sukarela (Symmetry voluntary movement) dan
kedua kelompok, diikuti dengan intervensi dan gerakan otot bersama yang tidak seharusnya
diakhiri dengan melakukan post-test setelah (Synkinesis).
beberapa waktu pemberian intervensi (Issel,
2014, hlm.418). Terapi facial massage dan terapi facial
expression dengan durasi 5-10 menit dilakukan
Populasi menurut Notoatmodjo (2012, sebanyak 3x/hari, dengan patokan waktu 12
hlm.115) merupakan keseluruhan objek jam dari 07.00-19.00 dibagi 3, sehingga terapi
penelitian atau objek yang diteliti. Populasi dilakukan 4 jam 1x. Terapi pagi (07.00-11.00),
pada penelitian ini adalah pasien stroke di RS siang (11.00-15.00), dan sore (15.00-19.00).
Mardi Rahayu Kudus. Data pasien dirawat Intervensi dilakukan selama 5 hari dan setiap
bulan Januari sampai Oktober 2015 didapatkan sore hari setelah dilakukan terapi dilakukan
rata-rata setiap bulan pasien stroke yang pengukuran post dengan lembar sunnybrook
dirawat di RS Mardi Rahayu Kudus sebanyak facial grading system.
105 pasien (RS Mardi Rahayu Kudus, 2015).

4 Jurnal Ilmu Keperaw


4
Dalam penelitian ini peneliti tidak melakukan Hasil penelitian berdasarkan tabel 1
uji validitas dan reliabilitas pada alat ukur yang menunjukkan adanya perbedaan kejadian
digunakan yaitu Sunnybrook facial grading stroke. Terjadi peningkatan kejadian stroke
system. Sunnybrook facial grading system pada tahapan usia, dan terbanyak dialami pada
merupakan alat ukur yang cukup stabil dalam usia 56-65 tahun yaitu sebesar 14 (43.8%)
mengukur kesimetrisan wajah, dengan hasil responden. Usia sebagai salah satu sifat
intraclass correlation coefficient (ICC) 0,890 karakteristik tentang orang, menurut Noor
menjadi 0,927 (Neely, et al., 2010, hlm.1038). (2008, hlm.98).

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan Peningkatan frekuensi stroke seiring dengan
dan mendiskripsikan karakteristik setiap peningkatan usia berhubungan dengan proses
variabel penelitian. Untuk data numerik penuaan, semua organ tubuh mengalami
digunakan nilai mean atau rata-rata, median, kemunduran fungsi termasuk pembuluh darah
standard deviasi, frekuensi dan persentase otak. Stroke sering terjadi pada usia 40-70
(Notoatmodjo, 2012, hlm.182). tahun, perdarahan di substansi dalam otak
paling umum karena perubahan degeneratif
Dalam penelitian ini analisis univariat sehingga menyebabkan ruptur pembuluh darah
dilakukan untuk menjelaskan variabel (Smeltzer, 2013, hlm.2133).
responden berdasarkan jenis kelamin, usia,
serangan stroke dan nilai kesimetrisan wajah. Hal ini sejalan dengan penelitian menurut
Analisis bivariat yang dilakukan terhadap dua Sofyan, Sihombing, dan Hamra (2012) yaitu
variabel yang diduga berhubungan atau kelompok umur yang berisiko tinggi
berkorelasi (Notoatmodjo, 2012, hlm.182). mengalami stroke adalah kelompok umur > 55
tahun. Penelitian lain yang berhubungan adalah
Pada penelitian ini analisis bivariat digunakan penelitian Puspita dan Putro (2008) yang
untuk menguji efektivitas peningkatan menyatakan bahwa resiko terjadinya stroke
kesimetrisan wajah setelah dilakukan terapi pada kelompok usia > 55 tahun adalah 3,640
facial massage dan facial expression. Pada kali dibandingkan kelompok usia ≤ 55 tahun.
penelitian ini adalah uji paired t test Artinya hasil penelitian sesuai dengan teori
(dependent t-test). bahwa usia termasuk faktor resiko stroke.

HASIL PENELITIAN & PEMBAHASAN Tabel 2


1. Analisis Univariat Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 1 Di RS Mardi Rahayu Kudus
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tahun 2016
Usia Di RS Mardi Rahayu Kudus n = 32
Tahun 2016 Jenis Kelamin f %
n = 32 Laki-laki 17 53.1
Klasifikasi Usia f % Perempuan 15 46.9
26-35 tahun 1 3.1 Total 32 100.0
36-45 tahun 4 12.5
46-55 tahun 9 28.1 Hasil penelitian pada tabel 2 menunjukkan
56-65 tahun 14 43.8 responden yang mengalami stroke terbanyak
>65 tahun 4 12.5 adalah laki-laki yaitu sebesar 17 (53,1%)
Total 32 100.0 responden, dibandingkan perempuan 15
(46,9%). Menurut Noor (2008, hlm.99) faktor
Efektifitas facial massage dan facial expression terhadap ... (diahkhusnul.khotimah@gmail.com) 55
jenis kelamin merupkan salah satu variabel
deskriptif yang dapat memberikan perbedaan Serangan stroke yang mengakibatkan face
angka/rate kejadian pada pria dan wanita. drooping baik pada serangan pertama maupun
Faktor resiko stroke yang tidak dapat stroke berulang. Serangan stroke
dimodifikasi salah satunya adalah jenis mengakibatkan 8 dari 10 pasien, atau sekitar
kelamin. Laki-laki lebih banyak terkena stroke 80% mengalami kelumpuhan salah satu sisi
daripada wanita, yaitu mencapai kisaran 1,25 tubuh, yang berdampak pada tangan, kaki dan
kali lebih tinggi (Wiwit, 2010, hlm.25). wajah (National Stroke Association, 2016, ¶2).

Faktor resiko stroke yang tidak dapat Tingginya prevalensi stroke patut diwaspadai
dimodifikasi salah satunya adalah jenis agar tidak terjadi stroke berulang, karena
kelamin. Laki-laki lebih banyak terkena stroke terjadinya stroke terulang akan meningkatkan
daripada wanita, yaitu mencapai kisaran 1,25 resiko kematian dan kecacatan akan bertambah
kali lebih tinggi (Wiwit, 2010, hlm.25). (Mahendra & Rachmawati, 2007, hlm.33).
Prevalensi stroke pada laki-laki dikarenakan
konsumsi alkohol dan merokok. Merokok dan Serangan stroke dapat diatasi dan kondisi
konsumsi alkohol meningkatkan hematokrit pasien dapat pulih kembali sepenuhnya,
dan viskositas darah. Hal ini bertanggung bahkan dapat beraktifitas dan produktif seperti
jawab pada kejadian stroke yang disebabkan semula jika ditangani dengan cepat dan tepat
perdarahan subarakhnoid karena pecahnya (Pudiastuti, 2011, hlm.163). Penting sekali
aneurisma serebral (Misbach,2011, hlm.10). diterapkan upaya-upaya agar tidak terjadi
serangan ulang stroke (Sari, Indrawati, &
Hal ini sejalan dengan penelitian Handayani Dewi, 2016, hlm.30). Serangan stroke yang
(2012) yang menyatakan hormon pada wanita mengakibatkan face drooping baik pada
memiliki peranan dalam proteksi terhadap serangan pertama maupun stroke berulang.
penyakit pembuluh darah. Angka kejadian
stroke pada wanita lebih kecil daripada laki-
laki, yaitu 62 orang (68,9%) laki-laki, dan 28
orang (31,1%) wanita.

Tabel 3
Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Serangan Stroke
Di RS Mardi Rahayu Kudus
Tahun 2016
n = 32
Serangan Stroke f %
Serangan pertama 25 78.1
Serangan lebih dari 1 kali 7 21.9
Total 32 100.0

Data hasil penelitian tabel 3 menunjukkan,


prevalensi terbanyak sebesar 25 (67,6%)
responden pada serangan stroke pertama.

6
6 Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan (JIKK), Vol...No...
Tabel 4
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Nilai Kesimetrisan Wajah sebelum dilakukan Prosedur
Facial Expression dan Facial Massage Di RS Mardi Rahayu Kudus
Tahun 2016
n = 32
Nilai Pre facial expression Pre facial massage
Kesimetrisan
f % Mean Std.dev f % Mean Std.dev
Wajah
43-69 8 50 3 18.8
42,1 9,6 38,8 6,5
26-42 8 50 13 81.2
Total 16 100 16 100

baik volunter maupun involunter


Analisa data dari tabel 4 menunjukkan tingkat (Lumbantobing, 2013, hlm.55).
kesimetrisan wajah pada responden sebelum
dilakukan tindakan facial expression dan facial Rehabilitasi bagi penderita stroke sangat
massage. Rata-rata menunjukkan rendahnya dibutuhkan, terutama pada masa
nilai kesimetrisan wajah, pada pre facial penyembuhan. Rehabilitasi berupa latihan
expression didapatkan 42,1 yaitu gangguan melemaskan anggota tubuh yang mengalami
sedang dan pre facial massage 38,8 yaitu kelumpuhan (Wiwit, 2010, hlm.23). Latihan
gangguan cukup parah. gerak pada anggota tubuh dan wajah yang
mengalami kelumpuhan, diharapkan agar
Kerusakan atau gangguan yang terjadi pada fungsi motorik dapat diusahakan kembali
area otak, dapat menimbulkan adanya lesi atau normal (Mahendra & rachmawati, 2007,
infark. Infark yang terjadi di Pons akan hlm.33).
mempengaruhi atau mengganggu motorik dari
nervus VII atau nervus facialis, karena pons
merupakan inti motorik nervus VII. Bentuk
kanalis yang unik dan dikarenakan infark atau
iskemik dapat menyebabkan gangguan
konduksi, sehingga impuls motorik yang
dihantarkan mendapatkan gangguan di lintasan
supranuklear, nuklear dan infranuklear. Hal
tersebut mengakibatkan nervus VII terjepit di
dalam foramen stilomastoideus dan
menimbulkan face drooping (Tarwoto, 2013,
hlm.126).

Terdapat perbedaan antara gejala kelumpuhan


nervus VII jenis sentral dan perifer. Pada
gangguan jenis sentral, sekitar mata dan dahi
yang mendapat persarafan dari 2 sisi tidak
lumpuh, melainkan bagian bawah dari wajah
yang akan lumpuh. Pada gangguan jenis
perifer maka semua otot wajah akan lumpuh

7
Efektifitas facial massage dan facial expression terhadap ... (diahkhusnul.khotimah@gmail.com) 7
Tabel 5
Distribusi Responden Berdasarkan Rerata Post Prosedur Facial Expression
pada hari pertama, ke-2, ke-3, ke-4 dan ke-5
Di RS Mardi Rahayu Kudus
Tahun 2016
n = 32
Prosedur Hari
1 2 3 4 5
Mean 45,3 48,9 52,3 56 60
Facial
Expressio
Std.dev 9,83 9,4 8,7 8,7 9
n
Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan nilai wajah dari hari pertama 45,3 menjadi 60 hari
mean kesimetrisan wajah terjadi peningkatan ke-5.
rerata pada hari pertama sampai hari ke-5.

Pada tabel 5 rerata post facial expression


menunjukkan peningkatan nilai kesimetrisan

Tabel 6
Distribusi Responden Berdasarkan Rerata Post Prosedur Facial Massage
pada hari pertama, ke-2, ke-3, ke-4 dan ke-5
Di RS Mardi Rahayu Kudus
Tahun 2016
n = 32
Hari
Prosedur 1 2 3 4 5
Mean 45 51 57,5 64 71
Facial
Massag
Std.dev 6,31 6 6,54 5,94 5,36
e

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan nilai wajah adalah 56 dan setelah dilakukan
mean kesimetrisan wajah terjadi peningkatan treatment nilai kesimetrisan wajah adalah 70.
rerata pada hari pertama sampai hari ke-5.
2. Analisa Bivariat
Pada tabel 1.6 rerata post facial massage Analisis bivariat yang dilakukan terhadap dua
menunjukkan peningkatan nilai kesimetrisan variabel yang diduga berhubungan atau
wajah pada hari pertama 45 menjadi 71 pada berkorelasi (Notoatmodjo, 2012, hlm.182).
hari ke-5. Peningkatan rerata nilai kesimetrisan Pada penelitian ini analisis bivariat digunakan
setelah dilakukan intervensi facial expression untuk menguji efektivitas peningkatan
dan facial massage menunjukkan adanya kesimetrisan wajah setelah dilakukan terapi
perbaikan kesimetrisan wajah mendekati facial massage dan facial expression.
normal.
Sebelum dilakukan uji hipotesis, terlebih
Hal ini sejalan dengan penelitian Lindsay, dahulu dilakukan uji normalitas data
Robinson dan Hadlock (2010) nilai rerata menggunakan saphiro wilk karena responden
sebelum dilakukan treatment nilai kesimetrisan berjumlah < 50 (Dahlan, 2014, hlm.139).
8
8 Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan (JIKK), Vol...No...
Diperoleh data uji normalitas kelompok diperoleh data selisih perbedaan mean facial
intervensi pertama pre facial expression expression 18,8 dan nilai t 21,6 sedangkan
(0,529) dan post ke-5 facial expression facial massage 33 dan nilai t 27,3. Uji dengan
(0,551). Kelompok intervensi kedua pre facial derajat kemaknaan 5% atau (p value ≤ 0,05),
massage (0,612) dan post ke-5 facial massage diperoleh nilai p 0,000. Ha diterima karena p-
(0,938). Data berdistribusi normal (p≥ 0,05) value lebih kecil atau sama dengan 0,05.
dilanjutkan menggunakan uji statistik paired t
test (dependent t-test) dan tidak perlu T
menggunakan alternatif uji statistik Wilcoxon a
karena skala data interval. b
e
Perbedaan efektivitas facial massage dan l
facial expression dapat diketahui dengan
menguji efektivitas perlakuan pada dua 7
kelompok intervensi menggunakan selisih
perbedaan mean. Semakin besar selisih mean, P
semakin efektif perlakuan. Hasil penelitian e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

K
e
s
i
m
e
t
r
i
s
a
n

W
a
j
a
h
Pre dan Post hari ke-5 Facial Expression
dan Facial Massage

Efektifitas facial massage dan facial expression terhadap ... (diahkhusnul.khotimah@gmail.com)


99
Diperoleh data uji normalitas kelompok diperoleh data selisih perbedaan mean facial
D
i 21,6

0,00
R
0
S P
16
os
M t
60,9
a fa
4
r ci 33±4,83 27,3
d al
16
e 0,000
i
x
p
R re 16
a ss
h io
a n
y Pr
e
u
fa
ci
K al
u m
d a
u ss
s a
g
e
T
a P
h os
u t
n fa
ci
al
2
m
0 a
1 ss
6 a
n = 32 g
t e
Rerata
Perbedaa nilai p Hasil penelitian hitung > t tabel, t tabel
n
Pre Rerata±St h menunjukkan, setelah adalah 1,745 dan t hitung
faci d.dev i dilakukan latihan facial massage > facial
al t gerak wajah atau expression. Hasil
u facial exercise perbedaan rerata
n
dengan facial menunjukkan facial
g
expression 16 expression dan facial massage > facial
42,12 massage, diperoleh expression.
nilai
18,8±3,46 significancy
0,000 (p< 0,05), t Pada hasil perbedaan
Efektifitas facial massage dan facial expression terhadap ... (diahkhusnul.khotimah@gmail.com)
99
Diperoleh data uji normalitas kelompok diperoleh data selisih perbedaan mean facial
rerata pre facial diperoleh yaitu
expression dan 18,8 dengan
post hari ke-5 standard
facial expression deviasi
3,46.
Sedangkan
pre facial
massage
dan post
hari ke-5
facial
massage
diperoleh
33 dengan
standard
deviasi
4,83.
Perbedaan
rerata
menunjukk
an facial
massage >
facial
expression.

Pada pre
dan post
hari ke-5
kedua
intervensi
didapatkan
nilai p
0,000 yang
artinya
bermakna
dan sangat
efektif.
Penilaian
keefektifan
juga dapat
dilihat dari
nilai t
hitung,
harus lebih
besar dari
nilai t tabel

Efektifitas facial massage dan facial expression terhadap ... (diahkhusnul.khotimah@gmail.com)


99
1,745. Hasil uji statistik dengan menggunakan 3. Rerata post facial expression
uji paired t test, diperoleh pre facial menunjukkan peningkatan nilai
expression dan post hari ke-5 facial expression kesimetrisan wajah dari hari pertama 45,3
nilai t hitung 21,6. Sedangkan pre facial menjadi 60 hari ke-5. Artinya terjadi
massage dan post hari ke-5 facial massage peningkatan, namun masih dalam rentang
nilai t hitung 27,3. Terbukti nilai t hitung > gangguan sedang.
nilai t tabel, maka dianggap bermakna. Nilai t 4. Keefektifan facial
facial massage > nilai t facial expression. expression dibandingkan dengan facial
massage, nilai perbedaan rerata facial
Facial expression kurang signifikan dalam expression 18,8 dan facial massage 33.
meningkatkan kesimetrisan wajah pasien Nilai t hitung facial expression 21,6 dan
stroke. Menurut Tarwoto (2013, hlm.126) facial massage 27,3. Nilai perbedaan
impuls motorik yang dihantarkan mendapatkan rerata dan nilai t menunjukkan facial
gangguan di lintasan supranuklear, nuklear dan massage lebih efektif dibandingkan facial
infranuklear. Hal tersebut mengakibatkan expression.
nervus VII terjepit di dalam foramen
stilomastoideus dan menimbulkan face SARAN
drooping. Stimulus dari otak tidak bisa 1. Bagi RS Mardi Rahayu Kudus
dihantarkan sehingga kesulitan dalam RS Mardi Rahayu Kudus dapat
mengekspresikan wajah. menggunakan hasil penelitian ini sebagai
alternatif intervensi untuk meningkatkan
Maka hipotesa diterima yaitu “Terapi facial kesimetrisan wajah pasien stroke dengan
massage lebih efektif dari terapi facial face drooping sesuai langkah dan
expression terhadap peningkatan kesimetrisan prosedur.
wajah pada pasien stroke dengan face 2. Pendidikan Keperawatan
drooping di RS Mardi Rahayu Kudus”. Hal ini Sebagai tambahan informasi, pengetahuan
sejalan dengan penelitian menurut Hatayama, dan penatalaksanaan secara mandiri
et al., (2008, hlm 318) facial drooping kepada pasien stroke dengan face
menurun dari 2,19 menjadi 0,81 dengan nilai p drooping.
0,001 setelah dilakukan facial massage. 3. Penelitian Selanjutnya
Peneliti selanjutnya dapat mencari faktor
SIMPULAN yang mempengaruhi kurangnya
1. Berdasarkan nilai kesimetrisan wajah pre peningkatan kesimetrisan wajah dengan
facial expression gangguan sedang, yaitu intervensi facial expression kepada pasien
kelemahan wajah terlihat jelas, mata stroke dengan face drooping
menutup dengan baik, dan asimetri.
Sedangkan pre facial massage gangguan DAFTAR PUSTAKA
cukup parah, yaitu kelemahan wajah Dahlan, M Sopiyudin. (2014). Statistik untuk
terlihat jelas, terlihat synkinesis dan dahi kedokteran dan kesehatan: deskriptif,
tidak dapat digerakkan. bivariat, dan multivariate, dillengkapi
2. Rerata post facial massage menunjukkan aplikasi dengan menggunakan SPSS.
nilai kesimetrisan wajah pada hari Edisi 6. Jakarta: Epidemiologi Indonesia
pertama 45 menjadi 71 pada hari ke-5.
Artinya terjadi peningkatan kesimetrisan Dewanto, G., Suwono. J.W., Riyanto. B., &
wajah dari gangguan sedang menjadi Turana. Y. (2009). Panduan praktis
gangguan ringan. diagnosis & tata laksana penyakit saraf.
Jakarta: EGC

10
10 Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan (JIKK), Vol...No...
Gunawan, D., Haryanto, A., Argo, M., & can-help/survivors/stroke-recovery/post-
Kusuma, B. (2014). Stroke yang stroke-conditions/physical/hemiparesis
Mengalami Afasia Motorik. Jakarta: diperoleh tanggal 3 januari 2016
Serambi Ilmu Semesta
Neely, J.G., Cherian. N.G., Dickerson. C.B., &
Hatayama, T., Kitamura, S., Tamura C., Nedzelki. J.M. (2010). Sunnybrook
Nagano M., & Ohnuki K. (2008). The facial grading system: Reliability and
facial massage reduce anxiety and criteria for grading. The laryngoscope,
negative mood status, and increased 120: 1038-1045
sympathetic nervous activity. 29(6). 317-
320 Noor, N.N. (2008). Epidemiologi. Jakarta:
Rineka Cipta
Handayani, F. (2012). Angka Kejadian
Serangan Stroke Pada Wanita Lebih Notoatmodjo, Soekidjo. (2012). Metodologi
Rendah daripada Laki-laki. penelitian kesehatan. Ed. Rev. Jakarta :
Prosiding Seminar Nasional Rineka cipta
Issel, L.M. (2014). Health program and Pereira, L.M., Obara, K., Dias, J.M., Menacho,
evaluation: a practical, systematic M.O., Lavado, E.L., & Cardoso, J.R.
approach for community health. United (2011). Facial exercise therapy for
State of America : Jones & Bartlet facial palsy: systematic review and
Learning meta-analysis. 25(7). 649-658
Kelby, Scot. (2011). Professional portrait Pinzon, R. (2010). Awas stroke! Pengertian,
retouching techniques for Gejala, Tindakan, Perawatan dan
photographers using photoshop. Jakarta: Pencegahan. Yogyakarta: ANDI
Serambi Ilmu Semesta OFFSET
Lindsay, R., W., Robinson, M., & Hadlock, T., Prakash, V., Hariohm, K., Vijayakumar. P., &
A. (2010). Comprehensive Facial Thangjam. B.D. (2012). Functional
Rehabilitation Improves Function in Training in the Management of Chronic
People With Facial Paralysis: A 5-Year Facial Paralysis. 92. 605-603
Experience at the Massachusetts Eye
and Ear Infirmary. Physical Therapi. 90 Pudiastuti, R., D. (2011). Penyakit Pemicu
(3). 391-397 Stroke: Dilengkapi dengan Posyandu
Lansia dan Posbindu PTM. Yogyakarta:
Lumbantobing. (2013). Neurologi klinik Nuhamedika
pemeriksaan fisik dan mental. Jakarta:
FKUI Puspita, M & Putro, G. (2008). Hubungan
Gaya Hidup terhadap Kejadian
Mahendra, B., & Rachmawati, E. (2007). Atasi Stroke di Rumah Sakit Umum Daerah
Stroke dengan Tanaman Obat. Jakarta: Gambiran Kediri. Buletin Penelitian
Penebar Swadaya Sistem Kesehatan. 11 (3). 263-269
Misbach, J. (2011). Stroke: Aspek diagnostic, Riskesdas. (2013). Riset Kesehatan Dasar.
Patofisiologi, Manajemen. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
FKUI Kesehatan Kementrian Kesehatan RI
National Stroke Association. (2016).
Hemiparesis. http://www.stroke.org/we-

(diahkhusnul.khotimah@gmail.com) 11
11
RS Mardi Rahayu Kudus. (2015). Data rekam
medik kejadian stroke pada januari –
oktober 2015

Smeltzer, S., C. (2013). Buku Ajar


Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC

Sofyan, A., M., Sihombing, I., Y., & Hamra,


Y. (2013). Hubungan Umur, Jenis
Kelamin, dan Hipertensi dengan
Kejadian Stroke. Vol 1, No 1

Supardi dan Rustika. (2013). Metodologi. Riset


Keperawatan. Jakarta: Trans Info Media

Tarwoto. (2013). Keperawatan medikal bedah.


Jakarta: Sagung Seto

WHO. (2012). Global Burden of stroke,


Indonesia: WHO statistical Profile.
http://who.int/gho/mortality_burden_dis
ease/en/ diperoleh tanggal 30 oktober
2015

Wiwit., S. (2010). Stroke dan Penanganannya


: Memahami, Mencegah, & Mengobati
Stroke. Jogjakarta: Katahati

12 12
Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan (JIKK), Vol...No...
HASIL PENELITIAN

Hubungan Obesitas dengan Kejadian Hipertensi


di Kecamatan Sintang, Kalimantan Barat
Diana Natalia,1 Petrus Hasibuan,2 Hendro 3

Departemen Parasitologi, Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura,
1

2
Bagian Penyakit Dalam RSU St. Antonius,
3
Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Tanjungpura, Pontianak, Kalimantan Barat,Indonesia

ABSTRAK
Latar Belakang: Hipertensi dan komplikasinya merupakan penyebab kematian nomor satu secara global. Obesitas merupakan salah satu
faktor risiko hipertensi. Tujuan: Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji hubungan antara obesitas dan kejadian hipertensi di kecamatan
Sintang. Metode: Penelitian ini merupakan studi analitik dengan pendekatan cross-sectional. Cara pengambilan sampel adalah dengan
teknik non-probability sampling (consecutive sampling) dengan jumlah sampel sebanyak 146 subjek. Pengukuran meliputi tekanan darah
sistolik dan diastolik, berat badan, dan tinggi badan. Indeks massa tubuh (IMT) ditentukan berdasarkan berat badan dan tinggi badan,
dikelompokkan dalam 2 kategori, yakni normal (IMT 18,5 – 22,9 kg/m 2) dan obesitas (IMT ≥ 25 kg/m 2). Berdasarkan nilai tekanan darah,
subjek dikelompokkan dalam 2 kategori, yakni non-hipertensi (normal dan prahipertensi) dan hipertensi (hipertensi derajat 1 dan 2). Data
dianalisis menggunakan program Statistical Package for the Social Sciences (SPSS ) 17.0. Hasil: Terdapat hubungan bermakna secara statistik
antara obesitas dan kejadian hipertensi (P < 0,000). Rasio prevalensi terjadinya hipertensi pada penderita obesitas adalah PR 2,16; 95% IK 1,32
– 2,24. Simpulan: Terdapat hubungan bermakna antara obesitas dan kejadian hipertensi. Penderita obesitas mempunyai risiko mengalami
hipertensi 2,2 kali lebih besar dibandingkan dengan subjek yang mempunyai IMT normal.

Kata Kunci: Hipertensi, obesitas

ABSTRACT
Background: Hypertension and its’ complications was an important cause of death worldwide. Obesity was one of the risk factors of
hypertension. Objective: To examine the relationship between obesity and hypertension in Sintang subdistrict. Method: This research
was analytic study with cross-sectional approach. One hundred and fourty six participants were recruited using a non-probability sampling
(consecutive sampling) technique. Measurement was taken on systolic and dyastolic blood pressure, height, and weight. Body mass index
(BMI) was calculated using height (m2) and weight (kg), and classified as normal (BMI 18,5 – 22,9 kg/m2) and obesity (BMI more than 25
kg/m2). Based on blood pressure, all participants were divided into two groups: non-hypertensives (normal and prehypertension) and
hypertensives (hypertension grade 1 and 2). Data were analyzed with Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) 17.0. Result: The
relationship between obesity and hypertension was statistically significant (P < 0,000). The relative risk of hypertension in obese patient is PR
2,16; CI 1,32 – 2,24. Conclusion: There was significant relationship between obesity and hypertension. The risk for developing
hypertension among obese subjects was 2,2 fold compared with normal weight subjects. Diana Natalia, Petrus Hasibuan, Hendro.
Correlation between Obesity and Hypertension in Sintang, West Kalimantan.

Keywords: Hypertension, obesity

PENDAHULUAN
merokok, obesitas, inaktivitas fisik, dan stres yang berlangsung persisten.1 Seorang dewasa
Hipertensi merupakan penyebab kematian
psikososial. Hipertensi sudah menjadi masalah dikategorikan hipertensi apabila mempunyai
nomor satu di dunia, dan hipertensi menjadi
kesehatan masyarakat (public health problem) tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau
penyebab kematian nomor 3 setelah stroke
dan akan menjadi masalah yang lebih besar tekanan darah diastolik ≥90 mmHg (JNC VII).
dan tuberkulosis, yaitu 6,7% kematian dari
jika tidak ditanggulangi sejak dini.4 Sekitar 1 milyar penduduk dunia
semua umur di Indonesia.3,6 Di banyak negara
diperkirakan menderita hipertensi.2 Di
saat ini, prevalensi hipertensi meningkat
Hipertensi merupakan suatu kondisi pe- Indonesia, hasil Riset Kesehatan Dasar
sejalan dengan perubahan gaya hidup,
ningkatan tekanan darah arterial abnormal (Riskesdas) Departemen Kesehatan RI
seperti
tahun 2007 menunjukkan

Alamat korespondensi email: dnat_2005@yahoo.com

336 CDK-228/ vol. 42 no. 5, th. 2015


HASIL PENELITIAN

prevalensi hipertensi secara nasional men-


hipertensi di kabupaten Sintang tergolong 66 tahun. Rerata usia subjek pada penelitian
capai 31,7%,3 meningkat signifikan jika di-
cukup tinggi, yaitu mencapai 23,3 % ini adalah 40,5 tahun.
bandingkan dengan hasil Survei Kesehatan
dengan angka kejadian obesitas mencapai
Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 yang
10,3 %,5 padahal pemahaman obesitas Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan
mendapatkan prevalensi hipertensi di
sebagai faktor risiko hipertensi sangat Status IMT dan Tekanan Darah
Indonesia sebesar 8,3%.4 Laporan hasil riset
penting. Diperoleh 85 (58,2%) subjek dengan IMT
Balitbangkes Departemen Kesehatan RI
normal dan 61 (41,8%) subjek dengan IMT
untuk provinsi Kalimantan Barat
Tujuan penelitian ini adalah untuk menge- obesitas dari total 146 subjek penelitian. Dari
menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi
tahui hubungan antara obesitas dan kejadian 85 subjek dengan IMT normal, diketahui
berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah
hipertensi di kecamatan Sintang. 31 (36,5%) subjek menderita hipertensi dan
adalah 29,8%, ber- dasarkan diagnosis oleh
54 (63,5%) subjek mempunyai tekanan
tenaga kesehatan adalah 8,1%, sementara
METODE darah normal. Sedangkan dari 61 subjek
berdasarkan diagnosis dan atau riwayat
Penelitian ini merupakan studi analitik biva- dengan IMT obesitas, 48 (78,7%) subjek
minum obat hipertensi adalah 8,4%.
riat komparatif kategorik tidak berpasangan menderita
Tampak perbedaan prevalensi yang cukup
untuk mengetahui hubungan antara hipertensi dan 13 (21,3%) subjek mempunyai
besar antara angka prevalensi hipertensi
obesitas dan kejadian hipertensi. Desain tekanan darah normal.
berdasarkan diagnosis atau minum obat
penelitian ini adalah studi cross-sectional.
dibandingkan dengan angka prevalensi
Penelitian dilaksanakan pada bulan Hubungan Obesitas dan Tekanan Darah
hipertensi berdasarkan hasil pengukuran
Oktober sampai dengan Desember 2011 Analisis hubungan antara faktor risiko, yaitu
tekanan darah; data ini menunjukkan
di kecamatan Sintang, Kalimantan Barat. obesitas, dengan kejadian hipertensi dilaku-
banyak kasus hipertensi di Kalimantan
kan dengan uji chi-square dan perhitungan
Barat yang belum ditanggulangi dengan
Sampel penelitian ini adalah penduduk di nilai rasio prevalensi (Tabel).
baik.5
kecamatan Sintang yang mempunyai indeks
massa tubuh (IMT) normal atau obesitas, a. Angka prevalensi hipertensi pada
Obesitas merupakan salah satu faktor risiko
serta memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. kelompok subjek dengan IMT normal adalah
terjadinya hipertensi.8,9 Studi klinis dan
Pemilihan sampel dilakukan dengan cara 0,36.
penelitian pada hewan percobaan telah
consecutive sampling. Jumlah sampel dalam b. Angka prevalensi hipertensi pada
mengonfirmasi adanya hubungan yang
penelitian ini sebanyak 146 subjek, dengan kelompok subjek dengan IMT obesitas adalah
kuat antara kedua hal tersebut. 10 Angka
rincian 85 subjek dengan IMT normal dan 61 0,78.
prevalensi hipertensi pada pria obesitas (IMT
subjek dengan IMT obesitas. c. Nilai significancy sebesar 0,000 (uji chi-
≥30) adalah sebesar 42%, 11 lebih tinggi jika
square).
dibandingkan dengan prevalensi hipertensi
HASIL d. Nilai rasio prevalensi adalah 2,16 dengan
pada pria dengan indeks massa tubuh
Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan IK 95% 1,32 - 2,24.
(IMT) lebih rendah (IMT <25) sebesar 15%.
Jenis Kelamin
Hasil serupa juga ditemukan pada subjek
Dari 146 penduduk kecamatan Sintang DISKUSI
wanita, wanita obesitas (IMT ≥30)
yang menjadi subjek penelitian, 65 orang Pada penelitian ini terdapat hubungan
mempunyai prevalensi hipertensi sebesar
(44,5%) bermakna antara obesitas dan kejadian
38%, sedangkan wanita dengan IMT <25 perempuan dan 81 orang (55,5%) laki-laki. hipertensi (p=0,000) dengan nilai rasio
mempunyai angka prevalensi hipertensi
prevalensi (RP) sebesar 2,16 ; IK 95 1,32 - 2,24.
lebih kecil, yaitu 15%. 11 The Framingham
Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Hal ini berarti bahwa obesitas merupakan
Heart Study juga menyata- kan terdapat Usia faktor risiko untuk terjadinya hipertensi,
asosiasi erat antara obesitas dan hipertensi; Usia termuda subjek pada penelitian ini
65% faktor risiko hipertensi pada wanita adalah 20 tahun, sedangkan usia tertua adalah
dan 78% pada pria berkaitan erat dengan
obesitas.12 Rahmouni, et al, juga
menyatakan bahwa obesitas berhubungan
erat dengan kejadian hipertensi dan
terdapat beberapa mekanisme patofisiologi
hipertensi pada penderita obesitas.
Mekanisme tersebut melibatkan aktivasi
sistem saraf simpatis dan sistem renin-
angiotensin-aldosteron.10,13 Selain
mekanisme tersebut, disfungsi endotel dan
abnormalitas fungsi ginjal juga menjadi
faktor yang perlu diperhitungkan dalam
perkembangan hipertensi pada penderita
obesitas.10

Hasil riset Balitbangkes Departemen


Grafik 2. Distribusi subjek penelitian berdasarkan status
Kesehatan RI menunjukkan bahwa prevalensi Grafik 1. Distribusi subjek penelitian berdasarkan usia.
IMT dan tekanan darah.

CDK-228/ vol. 42 no. 5, th. 2015


337
HASIL PENELITIAN

Tabel. Tabel kontingensi (2x2) hasil penelitian


(waist-hip ratio). Kedua indikator tersebut
Tekanan Darah merupakan indikator yang lebih spesifik
Status IMT Total untuk menentukan status obesitas sentral.
Hipertensi Non-hipertensi
Normal 31 54 85 Hal tersebut menjadi penting sebab pada
Obesitas 48 13 61 obesitas moderat, distribusi lemak regional
Total 79 67 146 tampaknya merupakan indikator yang lebih
penting terhadap terjadinya perubahan
penderita obesitas mempunyai risiko
dapat dilakukan meliputi diet rendah garam metabolik dan kelainan kardiovaskuler di-
mengalami hipertensi 2,2 kali lebih besar di-
(≤2,4 gram natrium atau 6 gram NaCl), bandingkan IMT.
bandingkan subjek yang mempunyai IMT
olahraga (aerobik) teratur (≥30 menit/hari),
normal.
pola diet tinggi sayur, buah, dan rendah Masih terdapat masalah penelitian yang
lemak, menghindari kebiasaan merokok dan dapat dieksplorasi lebih lanjut. Penelitian
Pada analisis data, diketahui prevalensi
konsumsi minuman alkohol berlebihan, serta ini dapat dilanjutkan dengan analisis multi-
hipertensi pada kelompok subjek dengan
menurunkan berat badan hingga tercapai faktorial terhadap faktor risiko hipertensi.
IMT obesitas adalah 0,78. Hasil serupa juga
nilai IMT normal (18,5 – 22,9 kg/m2). Penelitian ini juga dapat dilanjutkan dengan
ditemukan pada penelitian Humayun, et
konsep analisis bivariat yang sama, yaitu
al, di Pakistan14 yang mendapatkan angka
Penelitian ini mempunyai beberapa ke- antara hipertensi dan obesitas, dengan
prevalensi hipertensi pada kelompok
terbatasan, di mana sebaiknya penegakan menggunakan indikator untuk status obesitas
subjek dengan IMT obesitas adalah 0,77.
diagnosis hipertensi pada subjek penelitian adalah lingkar perut atau rasio antara
Nilai rasio prevalensi pada penelitian ini
dilakukan dengan mengukur tekanan lingkar perut dan lingkar pinggul (waist-hip
2,16 (1,32 - 2,24). Hasil tersebut
darah sebanyak minimal 2 kali, kemudian ratio), sehingga nantinya akan diperoleh
memperkuat simpulan penelitian Tesfaye,
dua data pengukuran dengan selisih terkecil gambaran lebih spesifik mengenai peran
et al,15 di tiga negara berkembang
dihitung reratanya sebagai hasil pengukuran obesitas sentral sebagai faktor risiko
(Indonesia, Vietnam, dan Ethiopia) yang
tekanan darah, namun pengukuran hipertensi.
mendapatkan hubungan bermakna antara
tekanan darah hanya dilakukan dalam satu
obesitas dan kejadian hipertensi; nilai rasio
kali kunjungan. Sedangkan menurut JNC SIMPULAN
odds (RO) pada responden Indonesia sebesar
VII, diagnosis hipertensi hanya dapat a. Terdapat hubungan bermakna antara
7,64 (3,88 - 15,0), sedangkan pada responden
ditegakkan secara klinis apabila ditemukan obesitas dan kejadian hipertensi.
di Vietnam dan Ethiopia nilai RO masing-
peningkatan tekanan darah yang persisten b. Obesitas merupakan faktor risiko
masing 2,67 (1,75 - 4,08) dan 2,47 (1,42 -
dalam dua atau lebih kunjungan.2 Di terjadinya hipertensi. Penderita obesitas
4,29). Hasil penelitian ini juga sejalan
samping itu, faktor risiko yang diteliti pada mempunyai risiko hipertensi 2,2 kali lebih
dengan penelitian Jafar, et al,16 pada populasi
penelitian ini hanya mencakup satu besar dibandingkan dengan subjek yang
Indo-Asia di Pakistan yang memperoleh nilai
variabel, yaitu obesitas. Sebaliknya, mempunyai IMT normal.
RO sebesar 3,20 (2,74 – 3,74).
hipertensi merupakan suatu penyakit dengan
etiologi multifaktorial, baik faktor genetik Saran
Pada penelitian ini terlihat bahwa individu maupun lingkungan.17 Dari segi indikator Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan
obesitas cenderung mempunyai tekanan yang digunakan dalam penentuan status analisis multifaktorial terhadap faktor risiko
darah lebih tinggi. Dengan demikian, di- obesitas subjek penelitian, penelitian ini juga hipertensi. Penelitian ini juga dapat dilanjut-
perlukan intervensi non-farmakologis yang mempunyai kekurangan; penentuan status kan dengan tetap mengkaji hubungan
lebih awal dan lebih intensif pada pen- obesitas hanya dilakukan melalui obesitas dan hipertensi, akan tetapi meng-
derita obesitas guna mencegah penyakit perhitungan IMT tanpa disertai pengukuran gunakan indikator obesitas yang berbeda,
kardiovaskuler dan sindrom metabolik di indikator obesitas lainnya, seperti lingkar yaitu lingkar perut atau rasio antara lingkar
masa yang akan datang. Intervensi yang perut atau rasio antara lingkar perut dan perut dan lingkar pinggul (waist-hip ratio).
lingkar pinggul

DAFTAR PUSTAKA
1. Brashers VL. Aplikasi klinis patofisiologi: Pemeriksaan dan manajemen. In: Kuncara HY, Yulianti D, eds. Clinical Applications of Pathophysiology: Assessment, Diagnostic Reasoning,
and Management. Jakarta: EGC; 2003. p. 1-7.
2. Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, Cushman WC, Green LA, Izzo JL, et al. The seventh report of the joint national commitee on detection, evaluation and treatment of high blood
pressure. National Institute of Health; 2003. p. 2-15.
3. Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Riset kesehatan dasar 2007. Jakarta: Laporan Nasional; 2008. p. 50-111.
4. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. InaSH menyokong penuh penanggulangan hipertensi [Internet]. 2007 [cited 2010 September 15]. Available from: http://www.depkes.go.id.
5. Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Riset kesehatan dasar 2007. Jakarta: Laporan Provinsi Kalimantan Barat; 2008. p. 41-90.
6. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Hipertensi penyebab kematian nomor tiga [Internet]. 2010 [cited 2010 September 15]. Available from: http://www.depkes.go.id.
7. Fuster V, Walsh RA, O’Rourke RA, Poole-Wilson P. Hurst’s The Heart. 12nd ed. New York: McGraw Hill Companies, Inc; 2008. p. 1560-4, 1602-3.
8. Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Huaser S, Jameson J, Loscalzo J. Harrison’s principles of internal medicine. 17th ed. New York: McGraw-Hill Companies, Inc; 2008. p. 462-8.
9. Luke A, Adeyemo A, Kramer H, Forrester T, Cooper RS. Association between blood pressure and resting energy expenditure independent of body size. Hypertension 2004; 43:555.
10. Rahmouni K, Correia MLG, Haynes WG, Mark Al. Obesity-associated hypertension: New insights into mechanisms. Hypertension 2005; 45:9-14.

338 CDK-228/ vol. 42 no. 5, th. 2015


HASIL PENELITIAN

11. Brown CD, Higgins M, Donato KA, Rodhe FC, Garrison R, Obarzanek E, et al. Body mass index and the prevalence of hypertension and dyslipidemia. Obesity Research 2000; 8:608.
12. Wolk R, Shamsuzzaman ASM, Somers VK. Obesity, sleep apnea, and hypertension. Hypertension 2003; 42:1067.
13. Shibao C, Gamboa A, Diedrich A, Ertl AC, Chen KY, Byrne DW, et al. Autonomic contribution to blood pressure and metabolism in obesity. Hypertension 2007; 49:27.
14. Humayun A, Shah AS, Sultana R. Relation of hypertension with body mass index and age in male and female population in Peshawar, Pakistan. J Ayub Med Coll Abbottabad 2009;
21: 63-5.
15. Tesfaye F, Nawi NG, Minh HV, Byass P, Berhane Y, Bonita R, et al. Association between body mass index and blood pressure across three populations in Africa and Asia. Journal of Human
Hypertension 2007; 21:28-37.
16. Jafar TH, Chatuverdi N, Pappas G. Prevalence of overweight and obesity and their association with hypertension and diabetes mellitus in an indo-asian population. CMAJ 2006;
175: 1071-6.
17. Kumar P, Clark M. Kumar and clark’s clinical medicine. 7th ed. New York: Saunders Elsevier; 2009. p. 798.

CDK-228/ vol. 42 no. 5, th. 2015


339
72

HUBUNGAN ANTARA BERAT BADAN DENGAN KADAR GULA


DARAH ACAK PADA TIKUS DIABETES MELLITUS

THE RELATIONSHIP BETWEEN BODY WEIGHT AND GLUCOSE


IN DIABETIC RATS

Yohanes Andy Rias, Ekawati Sutikno

Info Artikel: Abstrak


Latar belakang: Penyandang diabetes mellitus akan mengalami defisiensi
Sejarah Artikel insulin, sehingga terganggunya metabolisme protein dan lemak yang
Diterima: 31 Mei 2017 menyebabkan penurunan berat badan, sehingga mengakibatkan berkurangnya
jumlah simpanan kalori. Tujuan: Mengetahui hubungan antara berat badan
Disetujui: 1 Juni 2017 dengan kadar glukosa darah pada tikus yang mengalami diabetes mellitus.
Dipublikasikan: 16 Juni Metode: Penelitian ini menggunakan desain quasy eksperimental. Jumlah
2017 sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 20 tikus Rattus norvegicus
Barkenhout, 1769. Variabel terikat berupa berat badan sedangkan variabel bebas
berupa gula darah. Analisis yang dilakukan berupa uji perbandingan kemudian
K ata Kunci:
dilakukan regresi coleration. Hasil: Berdasarkan uji korelasi antara berat badan
Berat badan, kadar dan gula darah didapatkan nilai kovisien korelasi (R 2) adalah 0,774. Simpulan
gula, diabetes mellitus dan saran: Terdapat hubungan antara berat badan dan glukosa pada tikus yang
mengalami diabetes mellitus. Perlu adanya penentuan tingkat imunitas dan stress
Keywords: pada hewan coba.
Body weight,
glucose, diabetes Abstract
mellitus
Background: Diabetes mellitus experience insulin deficiency, so the distrurbed
of protein and fat metabolism that leads to weight loss, resulting in reduced
amount of calory deposits. Objective: To determine the relationship between
body weight and glucose level in Rat with diabetes mellitus. Methods: Design
study was experimental quasy. Total samples was 20 Rat Rattus norvegicus
Barkenhout, 1769. Dependent variables of body weight while the independent
variable is blood sugar. Statistical analysis using comparison test and
correlation regression. Results: Based on correlation test between body weight
and blood sugar obtained correlation value (R2) is 0.774. Conclusions and
suggestions: There is a relationship between body weight and glucose in Rat
with diabetes mellitus. It is necessary to determine the level of immunity and
stress in Rat model.

P-ISSN 2355-6498 | E-ISSN 2442-6555


Korespondensi :
1
Staf Pengajar S1 Keperawatan IIK Bhakti Wiyata Kediri. E-mail: yohanes.andi@iik.ac.id
2
Staf Pengajar D4 Analis Kesehatan IIK Bhakti Wiyata Kediri. E-mail: ekawati_sutikno@yahoo.com
73

Yohanes Andy Rias | Hubungan Berat Badan dengan…..


Jurnal Wiyata, Vol. 4 No. 1 Tahun 2017

PENDAHULUAN antara berat badan dengan kadar glukosa


Diabetes melitus (DM) merupakan darah pada tikus yang mengalami DM.
gangguan metabolisme kronis yang ditandai
dengan kenaikan kadar glukosa darah sebagai METODE PENELITIAN
akibat ketidakcukupan fungsi insulin1 dan Terdapat 20 Tikus Rattus norvegicus
berakitan erat dengan angka mortalitas yang Barkenhout, 1769 berjenis kelamin jantan
tinggi2. Prevalensi global, diperkirakan dengan umur 3-4 bulan yang memiliki berat
terdapat 422 juta jiwa penyandang DM pada badan 150-200 gram10 dipilih secara simple
tahun 20141. Prevalensi penyandang DM di random sampling. Kemudian dibagi untuk
Indonesia pada tahun 2007 sebanyak 1,1% tiap kelompok 10 ekor dengan diberi 2
dan mengalami peningkatan pada tahun 2013 cadangan tikus.
dengan prevalensi 2,1%3. Angka insiden Proses pembuatan hiperglikemi
diabetes mellitus tipe 2 berada pada angka dilakukan induksi streptozotocin (STZ) pada
tertinggi di negara ekonomi berkembang, tikus dilakukan secara intraperitonal (i.p)
khususnya di Indonesia4. melalui rongga peritoneum abdomen. Induksi
Penyandang DM akan mengalami STZ di 45 mg/kg dengan berat badan 150-200
defisiensi insulin, sehingga terganggunya gram serta dimonitoring setelah 72 jam untuk
metabolisme protein dan lemak yang dilakukan tes glukosa darah acak (>200
menyebabkan penurunan berat badan. mg/dl)11.
Penurunan berat badan ini akan Kadar glukosa darah ditentukan
mengakibatkan berkurangnya jumlah dengan metode Glucose Oxidase-Phenol 4-
5
simpanan kalori . Penyandang DM dalam Aminoantipirin (GOD-PAP). Prinsip metode
keadaan stres fisiologis dan emosional dapat ini adalah glukosa ditentukan setelah oksidasi
terjadi hiperglikemia, sehingga meningkatkan enzimatis dengan adanya glukosa oksidase,
produksi glukosa oleh hati dan mengganggu hydrogen peroksida yang terbentuk akan
penggunaan glukosa dalam jaringan otot serta bereaksi dengan adanya peroksidase dengan
lemak dengan cara melawan kerja insulin6. phenol serta 4-aminophenazone menjadi
Keadaan stres menyebabkan peningkatan warna quinoneimine yang berwarna merah
sekresi hormon epineprin dan kortisol yang violet. Hal ini terjadi setelah serum dicampur
meningkatkan kadar glukosa darah7. dengan reagen glucose liquiqolor dan
Menurut America Diabetic diinkubasi selama 10 menit pada suhu 20o C –
Asociation (ADA) penyakit DM dapat 25o C atau selama 5 menit pada suhu 37oC.
ditandai dengan banyak minum, banyak Kemudian mengukur absorbansi standar dan
makan, sering buang air kecil dan terjadi absorbansi sampel menggunakan
penurunan berat badan8. Penurunan berat spektrofotometer12. Sedangkan berat badan
badan dapat terjadi penurunan massa otot mengunakan timbangan tikus (hewan).
yang berada di tubuh. Apabila terjadi Metode penelitian yang digunakan
penurunan massa otot di pada nasofaring dan dalam penelitian ini penelitian quasy
orofaring dapat terjadi Obstructive Sleep experimental. Data di analisis uji
Apnea (OSA)9 yang pada akhirnya biasa perbandingan kemudian dilakukan regresi
mempengaruhi berat badan. Adapun tujuan colleration menggunakan uji dengan tingkat
penelitian ini adalah mengetahui hubungan kepercayaan 95%

P-ISSN 2355-6498 | E-ISSN 2442-6555


74

Yohanes Andy Rias | Hubungan Berat Badan dengan …..


Jurnal Wiyata, Vol. 4 No. 1 Tahun 2017

HASIL PENELITIAN Setelah dilakukan uji korelasi antara


Hasil penelitian hubungan berat berat badan dan gula darah didapatkan nilai
badan dengan glukosa darah dapat dilihat dari kovisien korelasi (R2) adalah 0,774. Nilai
Tabel 1 berikut ini: kovisien korelasi antara 0,61-0,80 tergolong
Tabel 1. Rerata Berat Badan (g) dan Kadar korelasi cukup13. Sehingga dapat dikatakan
Glukosa (mg/dl) pada tikus bahwa berat badan dan gula darah memiliki
Rerata ± Std. Deviasi hubungan.
Perlakuan N W Berat Kadar
Badan Gula
5 H0 172,2±3,2 68,9±1,2 PEMBAHASAN
Kontrol Berdasarkan hasil analisis diatas,
5 H1 182±2,9 69,4±0,9
terdapat hubungan antara berat badan dan
5 H0 163,8±3,2 262,7±2,9
Perlakuan kadar gula darah pada hewan percobaan. Hal
5 H1 154±3,8 263,3±2,7
tersebut sesuai dengan beberapa penelitian
Ket: N: Ulangan W: Waktu, Kontrol: Tikus normal yang menyatakan bahwa terdapat hubungan
tanpa diberikan STZ, Perlakuan: Tikus yang diberikan berat badan lebih dengan peningkatan kadar
STZ, H0:Hari pertama sebelum tikus diberikan STZ,
gula darah puasa dengan mengunakan uji chi
H1: Hari terakhir setelah tikus diberikan STZ
square p>0,0514,15. Hal ini dikarenakan
Dari hasil penelitian yang disajikan insulin diketahui sebagai reseptor penyerapan
dalam Tabel 1 diatas, terlihat bahwa berat glukosa melalui membran khusus dari insulin
badan tikus perlakuan setelah diberikan STZ sensitive yang menghasilkan peningkatan
menurun dari hari pertama adalah 163,8 ± 3,2 kadar glukosa darah akibat serapan glukosa
menjadi 154 ± 3,8 pada hari terakhir tertunda, oleh karena itu berat badan
sedangkan berat badan tikus kontrol berkorelasi dengan kadar glukosa darah16,17.
meningkat dari hari pertama adalah 172,2 ± Namun hal tersebut tidak selalu berhubungan
3,2 menjadi 182 ± 2,9 pada hari terakhir. yang dikarenakan banyak faktor antara lain
Sedangkan gula darah pada tikus kontrol dan kadar adrenalin18, diet fasting blood glucose
tikus perlakuan mengalami peningkatan. (FBG) yang tidak terkendali19, konsumsi
makanan yang berlebihan20 dan genetik21.
Penurunan berat badan secara signifikan
berhubungan dengan adanya penurunan
glukosa darah22.
Keadaan penambahan berat badan
dapat disebabkan oleh asupan nutrisi
berlebihan secara terus menerus, sehingga
terjadi simpanan lemak yang berlebihan.
Simpanan asam lemak dalam bentuk senyawa
kimia berupa triasilgliserol yang terdapat di
Gambar 1. Korelasi Berat badan (g) dengan Gula Darah dalam sel-sel adiposit dapat melindungi tubuh
(mg/dl); : Tikus normal tanpa diberikan dari efek toksik asam lemak. Asam lemak
STZ pada hari pertama, : Tikus normal dalam bentuk bebas dapat bersirkulasi dalam
tanpa diberikan STZ pada hari terakhir, :
pembuluh darah ke seluruh tubuh dan
Tikus perlakuan yang diberikan STZ pada
hari pertama, : Tikus perlakuan yang menimbulkan stres oksidatif yang kita kenal
diberikan STZ pada hari terakhir. dengan lipotoksisitas. Timbulnya efek

P-ISSN 2355-6498 | E-ISSN 2442-6555


75

Yohanes Andy Rias | Hubungan Berat Badan dengan…..


Jurnal Wiyata, Vol. 4 No. 1 Tahun 2017

lipotoksisitas yang disebabkan sejumlah asam jaringan otot dan jaringan adiposa secara
lemak bebas yang dilepaskan triasilgliserol signifikan. Penyandang DM akan kehilangan
dalam upaya kompensasi penghancuran berat tubuh yang hebat kendati terdapat
simpanan lemak yang berlebihan berpengaruh peningkatan selera makan (polifagia) dan
terhadap jaringan adiposa maupun non- asupan kalori normal atau meningkat26.
adiposa, serta berperan pada patofisiologi Terkait penuruanan berat badan pada tikus
penyakit di berbagai organ seperti hati dan yang mengalami DM juga telah dibuktikan
pankreas. Konsekuensi resistensi insulin oleh penelitian Indrayani (2016) pada pasien
adalah hiperglikemia, yang dikompensasi DM di rumah sakit umum kabupaten
dengan sintesis glukosa dari hati Ciamis27. Berdasarkan data analisis diatas,
(glukoneogenesis), yang justru ikut maka kondisi penyandang diabetes mellitus
memperberat hiperglikemia23. akan mengalami kondisi yang berbeda dalam
Peningkatan TNF-α yang diobservasi kategori berat badan baik peningkatan berat
pada jaringan lemak pasien obesitas badan maupun penurunan berat badan.
menunjukkan hubungan langsung timbulnya
resistensi insulin pada pasien obesitas24. Pada SIMPULAN
penderita diabetes melitus terdapat masalah Berat badan pada Tikus Rattus
dalam efek kerja insulin dalam metabolisme norvegicus Barkenhout, 1769 model DM
gula ke dalam sel tidak sempurna sehingga berhubungan dengan kadar glukosa darah.
gula darah tetap tinggi. Keadaan tersebut
dapat meracuni dan menyebabkan rasa lemah SARAN
dan tidak sehat serta menyebabkan Penelitian selanjutnya diharapkan
komplikasi dan gangguan metabolisme lain. dapat menggunakan desain penelitian yang
Apabila tubuh tidak mampu mendapatkan berbeda dengan jumlah sampel yang banyak
energi yang cukup dari gula, tubuh akan serta dilakukan analisis lebih lanjut untuk
mengolah zat-zat lain untuk diubah menjadi mengetahui tingkat stress dan kondisi
energi seperti lemak. Penggunaan atau imunologi pada hewan coba untuk
penghancuran lemak dan protein mengurangi variable konvonding dalam
menyebabkan turunnya berat badan . 25
memperkuat hasil penelitian.
Ketidaksediaan glukosa akan
mengakibatkan glukoneogenesis secara REFERENSI
berlebihan, sehingga sel-sel hati akan 1. World Health Organization. 2016. Global
meningkatkan produksi glukosa dari substrat Report On Diabetes. World Health
lain, salah satunya adalah dengan merombak Organization: WHO Press. ISBN
protein. Asam amino hasil perombakan 9789241565257
ditransaminasi sehingga dapat menghasilkan 2. Zaccardi et al. 2017. Nonlinear
substrat dalam pembentukan glukosa. Association Of BMI With All-Cause And
Peristiwa berlangsung secara terus menerus Cardiovascular Mortality In Type 2
dikarenakan insulin yang membatasi Diabetes Mellitus: A Systematic Review
glukoneogenesis sangat sedikit atau tidak ada And Meta-Analysis Of 414,587
sama sekali. Glukosa yang dihasilkan Participants In Prospective Studies.
kemudian akan terbuang melalui urine. Diabetologia (2017) 60:240–248. DOI
Akibatnya, terjadi pengurangan jumlah 10.1007/s00125-016-4162-6

P-ISSN 2355-6498 | E-ISSN 2442-6555


76

Yohanes Andy Rias | Hubungan Berat Badan dengan …..


Jurnal Wiyata, Vol. 4 No. 1 Tahun 2017

3. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Streptozotocin- Nicotinamide Induced


(2013). Badan Penelitian dan Type 2 Diabetic Rats. Int. J. Pharm. Biol.
Pengembangan Kesehatan Kementerian Arch. 1, 280–286.
RI tahun 2013. Diakses: 01 Juni 2017, 12. Komala SR, Suhartono T, Rahmi FL,
http://www.depkes.go.id/resources/downl Yusuf I, Ngestiningsih D. 2011. Petunjuk
oad/general/Hasil%20Riskesdas%20 Praktikum Biokimia II. Pemeriksaan
2013.pdf. Karbohidrat, Protein Plasma, Dan Lipid.
4. Astiyandani et al (2010). Uji Klinis In Semarang: Bagian Biokimia Fakultas
Vivo Pengaruh Konsumsi Daluman Kedokteran UNDIP.
(Cycllea barbata) Terhadap Penurunan 13. Sugiyono. 2014. Statistika Untuk
Kadar Gula Darah Pada Tikus Wistar Penelitian. Bandung : Alfabeta.
Jantan Dengan Diabetes Mellitus Tipe 2. 14. Justitia, N.L. 2011. Hubungan Obesistas
IPTEKMA 2(1), 01-04, ISSN: 2086-1354. dengan Peningkatan Kadar Gula Darah
5. Brunner & Suddarth, (2013). Buku Ajar pada Guru-Guru SMP 3 Medan. Fakultas
Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Kedokteran Universitas Sumatra Utara
volume 2. Jakarta. EGC. Diakses tanggal 2 Juni 2017, dari
6. Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L., http://repository.usu.ac.id/handle/123456
& Cheever, K.H. (2010). Texbook of 789/31305.
medical surgical nursing Brunner 15. Chandra.F, Masdar. H, Rosdiana.D. 2009.
&Suddarth’s. (11th.ed.). Philadelphia: Identifikasi Pola Aktivitas dan Status Gizi
Lippincott William & Wilkins. Pegawai Negri Sipil Pemerintah Daerah
7. Lorentz, M. (2006). Stress and Provinsi Riau dengan Kadar Gula darah.
Psychoneuroimmunology Revisited: Diakses tanggal 1 Juni 2017, dari
Using Mind Body Interventions to http://repository.unri.ac.id/bitstream/1
Reduce Stress. Alternative Journal of 23456789/2 873/4/isi30001.
Nursing, 11, 1-11. 16. Innocent, O., ThankGod, O. O., Sandra,
8. American Diabetes Asociation. 2014. E. O., & Josiah, I. E. 2013. Correlation
Executive Summary: Standards of between body mass index and blood
Medical Care in Diabetes 2014. Diab glucose levels among some Nigerian
Care. 37 (supl 1): S5-13. undergraduates. HOAJ Biology, 2(1), 4.
9. Rasmusson, Lars., Bidarian, Armin., 17. Abiodun, O. A., Jagun, O. A., Olu-
Sennerby, Lars., Gareth Scott, Gareth. Abiodun, O. O., & Sotunsa, J. O. 2014.
2012. Pathophysiology and Treatment Correlation between Body mass index,
Options in Obstructive Sleep Apnoea: a Waist Hip ratio, blood sugar levels and
Review of the Literature. In Jl Clin Med. blood pressure in apparently healthy adult
3: 473-84. Nigerians. IOSR Journal of Dental and
10. Armour, C. J. & Barnett, S. A. 1950. The Medical Sciences (IOSR-JDMS), 13(11),
Action Of Dicoumarol On Laboratory 56-61.
And Wild Rats, And Its Effect On Feeding 18. Sustrani, L., Alam, S., Hadibroto, L.
Behaviour. J. Hyg., Camb., 48, 158-7o 2004. Diabetes. PT Gramedia Pustaka
11. Pari L, Suman S. 2010. Effcacy Of Utama. Jakarta
Naringin On Hepatic Enzymes Of 19. Stanford, J., Kaiser, M., Ablah, E., Dong,
Carbohydrate Metabolism F., Paull-Forney, B., & Early, J. 2012.
In

P-ISSN 2355-6498 | E-ISSN 2442-6555


77

Yohanes Andy Rias | Hubungan Berat Badan dengan…..


Jurnal Wiyata, Vol. 4 No. 1 Tahun 2017

The effect of weight loss on fasting blood P.A., & Rodwell, V.W. Biokimia Harper.
sugars and hemoglobin A1c in Edisi 25. Jakarta: EGC, 582 – 593.
overweight and obese diabetics and non- 27. Indriyani F. 2016. Gambaran Berat Badan
diabetics. Scientific Research. 2(1) Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe II Di
20. Witasari, U., Rahmawaty, S., & Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten
Zulaekah, S. 2009. Hubungan tingkat Ciamis Tahun 2016. Skripsi. Program
pengetahuan, asupan karbohidrat, dan Studi S-1 Keperawatan Sekolah Tinggi
serat dengan pengendalian kadar glukosa Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Ciamis.
darah pada penderita diabetes melitus tipe
2. Jurnal Penelitian Sains &
Teknologi, 10(2), 130-138.
21. Takeuchi, F., Yamamoto, K., Katsuya, T.,
Nabika, T., Sugiyama, T., Fujioka, A., ...
& Ikegami, H. (2011). Association of
genetic variants for susceptibility to
obesity with type 2 diabetes in Japanese
individuals. Diabetologia, 54(6), 1350-
1359.
22. Kelley, D. E., Kuller, L. H., McKolanis,
T. M., Harper, P., Mancino, J., & Kalhan,
S. (2004). Effects of moderate weight loss
and orlistat on insulin resistance, regional
adiposity, and fatty acids in type 2
diabetes. Diabetes Care, 27(1), 33-40.
23. Sudoyo, A.W. Setiyohadi B., Alwi I.,
Simadibrata M., Setiati S., (2009). Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
24. Hui, W. S., Liu, Z., & Ho, S. C. 2010.
Metabolic syndrome and all-cause
mortality: a meta-analysis of prospective
cohort studies. NCBI 25(6)
25. Albu, J., Heilronn, L., Kelley, D. and
Smith, S. 2010. Metabolic changes
following a 1-year diet and exercise
intervention in patients with type 2
diabetes. Diabetes, 59, 627-633.
doi:10.2337/db09-1239
26. Granner, D.K. 2003. Hormon Pankreas
dan Traktus Gastrointestinal. Dalam:
Murray, R.K., Granner, D.K., Mayes,

P-ISSN 2355-6498 | E-ISSN 2442-6555


Amilin & Fanny JMK Vol. 7 No. 3, Maret
Yusronillah 2009
ANALISIS PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN DAN JENIS
PEKERJAAN WAJIB PAJAK TERHADAP MOTIVASI DALAM
MEMENUHI KEWAJIBAN PAJAK

Amilin
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Fanny Yusronillah
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ABSTRACT

The purpose of this research is to figure out the influence between education
level and tax payers variety of jobs toward the motivation in fulfilling tax
obligatory. The sample in this research includes 80 correspondences from 8 (eight)
sub district of Jatinegara. Each sub district represents 10 correspondences. The
sampling method is Area Sampling (cluster sampling). The collected of data to use
primary data with questionnaire technique.
Quality of test in this research are validity of test to use is Pearson
correlation and reliability test of the research to use is cronbach alpha and then
hypothesis test to use is Univariate analysis of variance (two way ANOVA). The
results in this research are: (a). Educational level does not have any influences
toward the motivation in fulfilling tax obligatory. (b). the variety of jobs it self does
not have any influences towards the motivation in fulfilling tax obligatory. (c). the
interaction between educational level and variety of jobs does not have any
influences towards motivation in fulfilling tax obligatory.

Keyword : Education level, variety of jobs, motivation to fulfilling tax obligatory.

28
I. PENDAHULUAN

Latar Belakang
Direktorat Jendral Pajak (Ditjen Pajak/DJP) terbilang sering melakukan
reformasi perpajakan. Mulai dari mereformasi Undang-undang (UU) perpajakan
sampai dengan aturan pelaksanaannya juga upaya-upaya menutup berbagai celah
rawan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang memang diyakini ada dalam UU
dan aturan main tersebut. Memodernisasi sistem administrasi perpajakan yakni
administrasi yang dilakukan dengan teknologi informasi (TI) serta peningkatan
kualitas pelayanan kepada wajib pajak (Anwar, 2005).
Ini pun dalam pelaksanaannya terbukti telah mengurangi persentuhan antar
wajib pajak dan fiskus (aparat pajak) yang selama ini rawan menimbulkan
penyuapan, tawar-menawar pajak atau bahkan gertakan oleh pihak pajak dan lain-
lain. Sementara bagi pajak sendiri sistem ini jelas merupakan salah satu bentuk
monitoring yang akan sangat efektif untuk mengetahui seberapa besar kontribusi
wajib pajak terhadap pajak. Disamping ada perubahan radikal pada struktur, sistem
ini sebenarnya berusaha memberdayakan lagi spirit pelayanan yang lebih baik
kepada wajib pajak (Winardi, 2006).
Amandemen UU perpajakan itu penting sebagai upaya menampung
perkembangan yang terjadi di tengah masyarakat seperti kemajuan teknologi. Ditjen
pajak menampungnya dengan dibukanya pelaporan Surat Pemberitahuan Pajak
Tahunan (SPT) dan pembayaran pajak secara on-line (e-Reg, e-SPT dan e-Filling),
dan juga membenahi hal-hal yang dianggap kurang fair baik bagi aparat pajak
maupun wajib pajak (tax payer). Dalam perubahan UU tersebut juga diberikan
penegasan kapan seseorang atau suatu badan harus mulai melaksanakan kewajiban
perpajakannya. Demikian pula wewenang penyidik, kini semua instansi atau pihak
lain diwajibkan memberikan data perpajakan pada Ditjen Pajak.
Peningkatan penerimaan pajak tidak saja sebuah keuntungan besar bagi
daerah dalam rangka Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) namun bahkan
negara dalam rangka pembangunan nasional (APBN) karena nanti Indonesia akan
benar-benar mandiri dan bebas dari adanya utang luar negri. Tidak berlebihan
kiranya jika penulis sependapat dengan ungkapan No body like to pay tax meskipun
harus diakui terdapat juga wajib pajak yang selama ini patuh dan taat terhadap
semua kewajiban perpajakannya. Sebagai buktinya Ditjen Pajak setiap tahun selalu
dapat meningkatkan penerimaan pajak baik melalui intensifikasi dan ekstensifikasi.
Menurut Mustofa dalam Berita Pajak (2004), tersembunyinya potensi tersebut
tentunya bisa disebabkan karena berbagai hal antara lain:
1. Karena ketidaktahuan masyarakat akan kewajiban perpajakannya sehingga yang
seharusnya telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan memenuhi
kewajiban perpajakannya menjadi tidak terjaring.
2. Bagi yang sudah memiliki NPWP tetapi tidak mengerti akan kewajiban
perpajakannya sehingga tidak semua kewajiban perpajakannya dilaksanakan.
Amilin & Fanny JMK Vol. 7 No. 3, Maret
Yusronillah 2009
3. Bagi yang sudah memiliki NPWP dan sudah mengerti akan kewajiban
perpajakannya tetapi tidak mengungkapkannya secara jujur dalam SPT
pajaknya.
Pembinaan wajib pajak dapat dilakukan melalui sosialisasi dengan berbagai
upaya antara lain dengan cara memberikan penyuluhan mengenai perpajakan baik
melalui media elektronik, cetak maupun penerangan langsung di masyarakat. Usaha
pembinaan dapat pula melalui jalur pendidikan (melalui bidang studi perpajakan)
sebagai langkah awal dalam sosialisasi perpajakan. Peranan pendidikan dalam hal
ini sebagai media dalam merubah mental masyarakat kearah yang lebih positif,
mengarahkan adat gotong-royong pada posisi yang lebih luas. Sehubungan dengan
hal tersebut di atas maka pendidikan perpajakan harus mulai ditanamkan sejak dini
khususnya di lingkungan sekolah. Temuan Laporan Pembangunan Manusia
Indonesia (LPMI, 2004) mengatakan bahwa mutu manusia indonesia tergolong
rendah. LPMI mendesak pemerintah dan masyarakat memberikan prioritas investasi
lebih tinggi pada upaya pembangunan manusia, terutama lewat pendidikan dan
kesehatan (Tambunan, 2004).
Pembahasan yang dikemukakan di atas dapat dikatakan bahwa sosialisasi
dan pengembangan pajak cukup berhasil dengan bukti bahwa adanya peningkatan
penerimaan pajak setiap tahun. Adapun pengetahuan yang rendah tentang pajak
karena ada faktor penghambat yang sangat dominan yaitu kurangnya pengetahuan
masyarakat tentang pajak khususnya Pajak Penghasilan, sehingga dorongan untuk
memenuhi kewajiban pajak penghasilan sangat rendah. Oleh karena itu, peranan
pendidikan dalam hal ini sebagai alat pentransfer pengetahuan perpajakan sangatlah
penting. Lebih dari itu pendidikan mampu merubah mental masyarakat. Pendidikan
merupakan indikator yang dominan di dalam meningkatkan kualitas sumber daya
manusia. Sedangkan sumber daya manusia merupakan salah satu variabel yang
berpengaruh terhadap keberhasilan suatu negara di dalam mewujudkan tujuan
nasionalnya (Hutagaol, 2005).
Begitu banyak jenis pekerjaan yang ada didunia ini, dan akan makin
bertambah banyak lagi seiring dengan perkembangan zaman. Beberapa jenis
pekerjaan/jenis usaha yang ada sekarang misalnya: dilihat dari segi produk yaitu,
usaha produksi dan usaha jasa. Dari segi skala usaha yaitu: perusahaan kecil,
menengah dan besar. Lalu dari sudut pembagian sektor usaha ada sektor riil yang
memproduksi barang-barang melalui pabrik-pabriknya dan ada juga sektor finansial
seperti: perbankan, serta badan usaha keuangan lainnya. Sifat usaha harus sesuai
dengan semangat kewiraswastaan yaitu harus saling menguntungkan untuk semua
pihak yang terlibat (Hakim, 1998:21).

Rumusan Masalah
Penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah tingkat pendidikan wajib pajak berpengaruh terhadap motivasi
memenuhi kewajiban pajak?

30
2. Apakah jenis pekerjan wajib pajak berpengaruh terhadap motivasi memenuhi
kewajiban pajak?
3. Apakah interaksi antara tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan berpengaruh
terhadap motivasi memenuhi kewajiban pajak?
Pembatasan masalah dalam penelitian ini hanya menyangkut pajak
penghasilan yang dikenakan pada wajib pajak. asumsi dalam penelitian ini adalah
semua orang yang bekerja mendapatkan penghasilan dan penghasilan mereka
dipotong pajak sehingga bisa disebut wajib pajak. Kriteria pendidikan hanya
difokuskan pada pendidikan formal saja.

Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui apakah tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan wajib
pajak berpengaruh terhadap motivasi memenuhi kewajiban pajak.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Peran Pendidikan di Indonesia


Pendidikan pada dasarnya merupakan usaha pengembangan sumber daya
manusia, yang dilakukan secara sistematis, programatis dan berjenjang, agar dapat
dihasilkan manusia-manusia yang berkualitas, yang akan dapat memberikan
manfaat dan sekaligus meningkatkan harkat dan martabatnya (Hasan, 2005:136).
Pendidikan berkenaan dengan perkembangan dan perubahan kelakuan peserta
didik. Pendidikan berkaitan dengan transmisi pengetahuan, keterampilan dan aspek-
aspek kelakuan lainnya kepada generasi muda. Pendidikan adalah proses belajar dan
mengajar pola-pola kelakuan manusia menurut apa yang diharapkan oleh
masyarakat Tingkat pendidikan adalah pendidikan formal yang dilakukan seseorang
secara berjenjang dan berkesinambungan dari pendidikan dasar sampai perguruan
tinggi (Nasution, 1999:10-11).
Penghasilan dari pekerjaan seseorang merupakan obyek potensial bagi
perpajakan di Indonesia. Pegawai Negri Sipil (PNS), pegawai swasta, wirausaha
serta profesi. Penghasilan yang mereka peroleh merupakan obyek pajak penghasilan
dan harus dipotong oleh pemerintah. Menurut Resmi (2003) pegawai adalah setiap
orang pribadi yang melakukan pekerjaan berdasarkan perjanjian atau kesepakatan
kerja baik tertulis maupun tidak tertulis, termasuk yang melakukan pekerjaan dalam
jabatan negri atau badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah.
UU no 9/1999 tersebut ditetapkan bahwa Usaha Kecil (UK) adalah suatu
unit usaha yang memiliki nilai aset neto (tidak termasuk tanah dan bangunan) yang
tidak melebihi 200 juta rupiah atau penjualan per tahun tidak lebih besar dari
1miliar rupiah. Sedangkan menurut Inpres no. 10/1999 tersebut Usaha Menengah
(UM) adalah suatu unit usaha dengan nilai aset neto (di luar tanah dan gedung)
antara Rp. 200 juta hingga Rp. 10 miliar diatas itu adalah Usaha Besar (UB)
(Tambunan, 2002:49).
Amilin & Fanny JMK Vol. 7 No. 3, Maret
Yusronillah 2009
Biro Pusat statistik (BPS) mendefinisikan skala usaha berdasarkan jumlah
tenaga kerja (Labour, L). UK adalah adalah perusahaan (baik yang berbadan hukum
atau tidak) yang mempunyai L antara 5-19 orang termasuk pemilik usaha atau
pengusaha, sedangkan usaha mikro (UMI) adalah usaha dengan L antara 1-4 orang.
Sedangkan UM perusahaan yang mempekerjakan antara 20-99 orang, dan
perusahaan dengan jumlah L lebih dari 99 orang dikategorikan sebagai UB
(Tambunan, 2003: 307-308).
Problem inti motivasi yang berkaitan dengan perpajakan adalah bagaimana
cara merangsang sekelompok orang yang masing-masing memiliki kebutuhan
mereka yang khas untuk bekerja sama menuju pencapaian sasaran pembangunan
ekonomi di suatu negara.
Ditjen Pajak dapat memotivasi para wajib pajak dengan memahami
kebutuhan-kebutuhan sosial mereka akan pengadaan public goods and service dan
membuat mereka merasa senang dan penting bagi pelaksanaan pembangunan. Dari
berbagai pendapat yang dikemukakan sebelumnya mengenai motivasi, pada
prinsipnya semua memiliki pandangan yang sama yaitu motivasi adalah merupakan
dorongan dari dalam manusia yang menjadi pangkal seseorang untuk melakukan
tindakan. Menurut Syah (1997:136), motivasi dapat dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Motivasi intrinsik adalah motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu
dirangsang dari luar.
2. Motivasi ekstrinsik adalah motif yang menjadi aktif karena adanya rangsangan
dari luar.
Motivasi ekstrinsik ini tidak mudah timbul, maka para aparat pajak sangat
berperan menumbuhkan motivasi wajib pajak agar proses penerimaan negara
berjalan dan berhasil dengan baik. Antara motivasi intrinsik dan ekstrinsik itu saling
memperkuat, bahkan motivasi ekstrinsik itu dapat membangkitkan motivasi
intrinsik. Hubungan peran aparat pajak dengan motivasi wajib pajak dalam
membayar pajak yaitu aparat pajak (fiskus) yang dipercaya untuk mengelola
penerimaan negara harus mampu meyakinkan kepada wajib pajak akan manfaat
pajak dalam suatu negara. Motivasi timbul dari dalam diri seseorang yang kemudian
terealisasi berupa usaha atau kegiatan untuk mencapai tujuan.
Keberhasilan pembangunan berkaitan erat dengan jumlah penghasilan
negara diantaranya PPh apalagi wajib pajak orang pribadi yang sekarang sedang
digalakkan untuk meningkatkan penerimaan negara. Karena penerimaan dana dari
wajib pajak orang pribadi masih sangat kecil dari 200 juta lebih penduduk Indonesia
hanya 10 juta warga Indonesia yang memiliki NPWP dan sudah termasuk wajib
pajak badan usaha (Indonesian Tax Review, 2005:1).
Kerangka Berfikir ini dapat dituangkan dalam sebuah model penelitian
sebagai berikut:

32
Gambar 1
Model Penelitian

Ha1
Tingkat Pendidikan
Motivasi
Ha3

Jenis Pekerjaan
Ha2
Penelitian terdahulu
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nurwati (1995) yaitu
menganalisa hubungan latar belakang pendidikan wajib pajak dengan motivasi
memenuhi kewajiban perpajakan di Kecamatan Matraman. Penelitian ini ingin
menguji pengaruh tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan wajib pajak terhadap
motivasi memenuhi kewajiban pajak di Kecamatan Jatinegara.

Perumusan Hipotesa
Berdasarkan kerangka teori dan kerangka berfikir maka dapat dirumuskan
hipotesis penelitian sebagai berikut:
Ha1: Tingkat pendidikan wajib pajak berpengaruh terhadap motivasi memenuhi
kewajiban pajak.
Ha2: Jenis pekerjaan wajib pajak berpengaruh terhadap motivasi memenuhi
kewajiban pajak.

Ha3: Interaksi antara tingkat pendidikan dengan jenis pekerjaan berpengaruh


terhadap motivasi memenuhi kewajiban pajak.

III. METODE PENELITIAN

Populasi dan Sampel


Penelitian ini penulis memilih Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur sebagai
tempat penelitian/melakukan riset. Populasi dalam penelitian ini adalah semua
warga Kecamatan Jatinegara yang berada di Kecamatan tersebut. Sampel
penelitiannya adalah seluruh warga kecamatan Jatinegara. Pengambilan sampel
dilakukan dengan teknik area sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan
daerah populasi yang telah ditetapkan. Kecamatan jatinegara mempunyai 8
kelurahan sehingga sampel daerah yang diambil adalah 80 sampel responden
dengan perincian masing-masing kelurahan ditetapkan sampel sebanyak 10
responden.
Amilin & Fanny JMK Vol. 7 No. 3, Maret
Yusronillah 2009
Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari variabel
independent dan variabel dependen.
Variabel Independen
1. Variabel tingkat pendidikan
Pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu
sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku
yang sesuai dengan kebutuhan. Variabel pendidikan menggunakan skala nominal.
Penelitian dibatasi hanya pada pendidikan formal wajib pajak yaitu terdiri dari: 1.
SD 2. SLTP 3. SMU 4. D3 5. S1
2. Variabel jenis pekerjaan
Jenis pekerjaan wajib pajak dalam penelitian ini terdiri dari: 1. Pegawai Negri 2.
Pegawai swasta 3. Profesi 4. Wirausaha. Jenis pekerjaan wajib pajak diukur
dengan menggunakan skala nominal.

Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah motivasi. Motivasi adalah
suatu kekuatan potensial yang ada dalam diri seorang manusia yang dapat
dikembangkan oleh sejumlah kekuatan luar yang dapat mempengaruhi hasil
kinerjanya secara positif atau negatif. Hal ini tergantung pada situasi dan kondisi
yang dihadapi orang tersebut. Motivasi diukur dengan menggunakan instrumen
kuesioner oleh penelitian sebelumnya (Nurwati, 1995) yang telah dimodifikasi oleh
penulis. Motivasi diukur dengan menggunakan skala interval.

Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian menggunakan kuesioner yang dibuat oleh Siti Nurwati
(1995) dan telah dimodifikasi oleh penulis. Bobot penilaian atau angka hasil
kuesioner dalam penelitian ini sesuai dengan yang digambarkan dalam skala Likert
dengan standar penilaian terendah 1 dan tertinggi 5 dengan tipe jawaban Sangat
Setuju, Setuju, Ragu-ragu, Tidak Setuju dan Sangat Tidak Setuju. Kuesioner yang
dibuat oleh peneliti sebelumnya (Nurwati, 1995) yaitu sebanyak 30 butir.
Sedangkan pada penelitian ini penulis memakai 23 butir pertanyaan sebagai alat
pengukur motivasi. Item atau butir pertanyaan yang sudah dimodifikasi penulis
yaitu butir pertanyaan 3, 7, 8, 9, 10, 11, 15, 17, 19, 20, 21, 22, 23.

Analisis Kualitas Data


Uji Validitas instrumen
Pengujian validitas ini menggunakan Pearson Correlation yaitu dengan cara
menghitung korelasi antara skor masing-masing butir pertanyaan dengan total skor.
Jika korelasi antara skor masing-masing butir pertanyaan dengan total skor
mempunyai tingkat signifikansi dibawah 0,05 maka butir pertanyaan tersebut
dinyatakan valid dan sebaliknya (Ghozali, 2005).

34
Uji Reliabilitas instrumen
Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur bahwa variabel yang digunakan
benar-benar bebas dari kesalahan sehingga menghasilkan hasil yang konsisten
meskipun diuji berkali-kali. Jika hasil dari Cronbach Alpha diatas 0,60 maka data
tersebut mempunyai keandalan yang tinggi (Ghozali, 2005). Perhitungan reliabilitas
dilakukan dengan metode Cronbach Alpha dengan bantuan SPSS 13.0.

Metode Analisis Data


Teknik analisis statistik yang digunakan adalah two way ANOVA
(Univariate Analysis of Variance). ANOVA merupakan metode untuk menguji
hubungan antara satu variabel dependen (metrik) dengan satu atau lebih variabel
independen (non metrik atau kategorial). Pada kasus satu variabel dependen metrik
dan dua atau lebih variabel independen kategorial sering disebut TWO WAY
ANOVA. Analysis of Variance digunakan untuk mengetahui pengaruh utama (main
effect) dan pengaruh interaksi (interaction) dari variabel independen kategorial
(sering disebut faktor) terhadap variabel dependen metrik. Pengaruh utama (main
effect) adalah pengaruh langsung variabel independen terhadap variabel dependen.
Sedangkan pengaruh interaksi adalah pengaruh bersama atau joint effect dua atau
lebih variabel independen terhadap variabel dependen (Ghozali, 2005). Hipotesis
diterima apabila nilai signifikansinya dibawah 5%.

IV. HASIL PENELITIAN & PEMBAHASAN

Profil Responden
Hasil penelitian terhadap 80 responden di Kecamatan Jatinegara yang
terbagi dalam 8 kelurahan yaitu: kelurahan Kampung Melayu, Balimester,
Bidaracina, Cipinang Cempedak, Rawa Bunga, Cipinang Besar Utara, Cipinang
Besar Selatan dan Cipinang Muara, sehingga setiap kelurahan mewakili 10
responden. Karakteristik responden disajikan dalam tabel 4.1. berikut ini:

Tabel 1
Data Statistik Responden
jumlah Persentase
Jenis Pria 46 57,5%
kelamin
Wanita 34 42,5%
pendidikan SD - -
SLTP - -
SMU 23 28,75%
D3 19 23,75%
Amilin & Fanny JMK Vol. 7 No. 3, Maret
Yusronillah 2009
jumlah Persentase
S1 35 43,75%
Lainnya, D2 3 3,75%
NPWP Ya 26 32,5%
Tidak 54 67,5%
Pekerjaan PNS 32 40%
Peg. Swasta 46 57,5%
Profesi - -
Wira usaha 2 2,5%

Tabel hasil penyebaran angket/kuesioner di 8 kelurahan dengan target


sampel 80 responden bisa terlihat dengan jelas bahwa perbandingan Jenis kelamin
yaitu Pria dan Wanita. Pria lebih mendominasi dengan persentase 57,5% sedangkan
wanita 42,5%. Jenjang pendidikan jika dilihat dari responden yang mengisi
kuesioner bahwa tingkat pendidikan SD dan SLTP tidak ada responden yang
menjawab. Sedangkan tingkat pendidikan SMU menunjukkan bahwa ada 23
reponden yang menjawab atau sekitar 28,75% dari total responden. Diploma dua
(D2) dalam kolom lainnya menunjukkan 3 orang responden dengan persentase
3,70%. Tingkat pendidikan Diploma tiga (D3) responden yang menjawab 19 orang
dengan persentase 23,75%. Tingkat pendidikan Strata satu (S1) lebih mendominasi
yaitu sebanyak 35 responden dengan persentase 43,75%. Dalam kolom pertanyaan
NPWP responden yang menjawab Ya sebanyak 26 responden atau 32,5% dan yang
menjawab Tidak sebanyak 54 responden atau 67,5%. Jenis pekerjaan seperti PNS
responden yang menjawab 32 orang atau 40%. Pegawai swasta responden yang
menjawab 46 orang atau 57,5% dan wira usaha dengan responden 2 orang atau
sekitar 2,5%.

Uji Kualitas Data


Uji Validitas
Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan Pearson Correlation.
Pedoman suatu model dikatakan valid jika tingkat signifikansi dibawah 0,005 maka
butir pertanyaan tersebut dapat dikatakan valid. Hasil pengujian berdasarkan
pertanyaan yang sudah dikeluarkan dapat dilihat pada Tabel 2
Tabel 2
Hasil uji Validitas
Pearson
pertanyaan sig keterangan
corelation
Mtv 001 0,000 0,415 valid
Mtv 003 0,000 0,444 valid
Mtv 004 0,000 0,415 valid

36
Pearson
pertanyaan sig keterangan
corelation
Mtv 005 0,000 0,521 valid
Mtv 007 0,000 0,405 valid
Mtv 008 0,000 0,488 valid
Mtv 0010 0,004 0,318 valid
Mtv 0012 0,000 0,576 valid
Mtv 0013 0,000 0,561 valid
Mtv 0018 0,000 0,643 valid
Mtv 0019 0,000 0,495 valid
Mtv 0020 0,000 0,614 valid
Mtv 0021 0,000 0,581 valid
Mtv 0022 0,000 0,592 valid
Mtv 0023 0,000 0,678 valid

Uji Reliabilitas
Pedoman alat pengukur dikatakan reliabel adalah jika nilai memberikan nilai
Cronbach Alpha besar dari 0,60. Hasil uji reliabilitas dapat dilihat pada tabel 3
berikut:
Tabel 3
Hasil uji Reliabilitas

Hasil uji Reliabilitas menunjukkan Cronbach Alpha sebesar 0,796 dan dinyatakan
reliabel karena diatas 0,60.

Uji Asumsi Model ANOVA


Jika nilai levene’s test signifikan (dibawah 5%), maka hipotesa nol akan
ditolak bahwa grup memiliki varians yang berbeda dan hal ini menyalahi asumsi.
Jadi yang dikehendaki adalah tidak dapat menolak hipotesa nol atau hasil levene’s
test tidak signifikan (diatas 5%)
Amilin & Fanny JMK Vol. 7 No. 3, Maret
Yusronillah 2009
Tabel 4
Uji asumsi Levene’s

Dependent Variable: motivasi


F df1 df2 Sig.
1.191 7 72 .319
Tests the null hypothesis that the error variance of the
dependent variable is equal across groups.
a. Design: Intercept+pendidikan+pekerjaan+pendidikan
* pekerjaan

Tabel 4 menunjukkan nilai F hitung sebesar 1,191 dan nilai sig (0,319) > α
(0.05) yang berarti hipotesa nol diterima. Jadi, varian dari variabel dependen sama
untuk semua kelompok dan tidak terjadi penyimpangan terhadap asumsi Anova.

Hasil Uji Hipotesis


Hipotesis pertama, menguji pengaruh tingkat pendidikan terhadap motivasi
memenuhi kewajiban pajak. Hipotesis kedua, menguji pengaruh jenis pekerjaan
wajib pajak terhadap motivasi memenuhi kewajiban pajak dan hipotesis ketiga,
menguji interaksi tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan berpengaruh terhadap
motivasi memenuhi kewajiban pajak.
Tabel 5 berikut menyajikan pengaruh kedua variabel dan pengaruh interaksi.
Tabel 5
Ikhtisar Hasil
Regresi
Dependent Variable: motivasi
Type III
Sum of Mean
Source Squares df Square F Sig.
Corrected Model 337.631(a) 7 48.233 1.430 .207
Intercept 2914.07
98283.867 1 98283.867 0 .000
pendidikan 260.637 3 86.879 2.576 .060
pekerjaan 54.105 2 27.053 .802 .452
pendidikan *
47.392 2 23.696 .703 .499
pekerjaan
Error 2428.369 72 33.727
Total 310286.00
0 80
Corrected Total 2766.000 79
a R Squared = .122 (Adjusted R Squared = .037)

Pada variabel pendidikan (Hipotesis 1), nilai signifikansi menunjukkan


angka 0.060. Karena nilai ini diatas nilai 0,05 maka Ha1 ditolak. Jadi, tingkat
pendidikan wajib pajak tidak berpengaruh terhadap motivasi untuk memenuhi
kewajiban pajak. Penelitian sebelumnya (Nurwati, 1995) menunjukkan adanya
38
hubungan yang kuat antara latar belakang pendidikan wajib pajak dengan motivasi
memenuhi kewajiban pajak.
Variabel jenis pekerjaan (Hipotesis 2) menunjukkan nilai signifikansi
sebesar 0,452. Karena nilai ini diatas 0,05 maka Ha2 ditolak. Jadi, jenis pekerjaan
wajib pajak tidak berpengaruh terhadap motivasi memenuhi kewajiban pajak.
Hipotesis 3 menguji pengaruh interaksi variabel pendidikan dan jenis
pekerjaan wajib pajak terhadap motivasi memenuhi kewajiban pajak. Hasil interaksi
(lihat pendidikan*pekerjaan) menunjukkan nilai signifikansi 0,499. Karena nilai
signifikansi diatas 0,05 maka Ha3 ditolak. Jadi, interaksi antara variabel pendidikan
dan jenis pekerjaan wajib pajak tidak berpengaruh terhadap motivasi memenuhi
kewajiban pajak.

Pembahasan atas Hasil Uji Hipotesis:


Hasil analisis diatas menjelaskan bahwa tingkat pendidikan tidak
berpengaruh terhadap motivasi memenuhi kewajiban pajak. Seharusnya, semakin
tinggi tingkat pendidikan wajib pajak diharapkan mereka semakin termotivasi untuk
memenuhi kewajiban pajak. Tetapi, ternyata dalam penelitian ini tingkat
pendidikan wajib pajak sama sekali tidak mempengaruhi motivasi untuk melakukan
kewajiban perpajakan. Padahal sistem perpajakan di jepang sudah menerapkan
pendidikan perpajakan di usia dini bagi warganya dan ini terbukti efektif.
Keberhasilan sistem pendidikan pajak di usia dini juga mampu menumbuhkan etika-
etika sosial dan nilai-nilai budaya tertanam dalam masyarakat dan mendorong
tumbuhnya tanggung jawab kolektif bangsa jepang. Kebersamaan ini menjadi salah
satu modal utama pertumbuhan pesat perekonomian jepang yang sekaligus
menyediakan lebih banyak lapangan pekerjaan bagi masyarakatnya (Berita Pajak 1
maret 2006:35). Sedangkan di Indonesia dengan sistem self assessment maka tugas
fiskus hanyalah melayani dan mengawasi. Wajib pajak dipercaya menghitung dan
menyetor sendiri jumlah pajak yang terutang dengan menyampaikan Surat
Pemberitahuan (SPT) kepada Ditjen Pajak. Bila SPT yang disampaikan tidak benar
atau tidak jujur DJP sulit mendeteksinya karena DJP kekurangan akses, juga karena
kurangnya koordinasi antar lembaga pemerintah. Maka untuk membentuk
masyarakat yang sadar, peduli dan terbuka tentang pajak, diperlukan penyuluhan
dan pendidikan pajak sejak dini serta berkesinambungan.
Sistem Self Assesment merupakan salah satu bentuk kepercayaan pemerintah
kepada masyarakat untuk menghitung, menyetor dan melaporkan pajak yang
terutang kepada negara. Bagi pegawai yang bekerja pada instansi pemerintahan atau
swasta kewajiban membayar pajak dipotong langsung oleh pemberi kerja
(perusahaan) sehingga banyak yang tidak paham akan mekanisme administrasi
perpajakan. Bagi mereka yang mempunyai penghasilan lebih dari satu pemberi kerja
maka mereka diharuskan menyampaikan SPTnya sendiri ke KPP dan itu pun
berlaku bagi para wirausaha serta profesi (tenaga ahli/ profesional).
Amilin & Fanny JMK Vol. 7 No. 3, Maret
Yusronillah 2009
Variabel pekerjaan tidak berpengaruh terhadap motivasi memenuhi
kewajiban pajak ini bisa saja disebabkan karena kurangnya sosialisasi, penyuluhan
dan lain-lain. Penelitian ini menunjukkan bukti empiris bahwa apapun jenis
pekerjaan atau profesi yang dijalani wajib pajak di kecamatan Jatinegara tidak
mempunyai pengaruh terhadap motivasi memenuhi kewajiban pajak. Seperti yang
penulis ungkapkan diatas bahwa kewajiban pajak mereka telah dipotong langsung
oleh perusahaan sehingga mereka tidak terlalu peduli terhadap kewajiban pajak
penghasilannya. Padahal sekarang DJP sedang menggalakkan NPWP secara jabatan
ini menyebabkan pihak yang tadinya tidak ber-NPWP menjadi ber-NPWP.
Pemberian NPWP ini dilaksanakan dengan seleksi yang dilakukan secara
komputerisasi berdasarkan pusat data pajak. Konsekuensinya mereka harus
melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Diakui bahwa banyak pihak yang
tidak senang dengan penetapan ini, namun hal tersebut harus tetap dilakukan untuk
meningkatkan jumlah penerimaan pajak dan tax ratio serta sebagai salah satu
bentuk kepedulian masyarakat untuk bahu-membahu membiayai negara melalui
pajak.
Interaksi antara tingkat pendidikan dengan jenis pekerjaan tidak
mempengaruhi motivasi wajib pajak dalam memenuhi kewajiban pajak. Hal ini
berarti tidak terdapat pengaruh bersama atau joint effect antara variabel tingkat
pendidikan dan variabel jenis pekerjaan terhadap motivasi dalam memenuhi
kewajiban pajak. Penelitian ini membuktikan bahwa tingkat pendidikan wajib pajak
tidak berpengaruh terhadap motivasi memenuhi kewajiban pajak dan jenis pekerjaan
yang dilakukan oleh wajib pajak juga tidak berpengaruh terhadap motivasi
memenuhi kewajiban pajak. Interaksi keduanya (tingkat pendidikan dan jenis
pekerjaan) juga menunjukkan tidak adanya pengaruh terhadap motivasi memenuhi
kewajiban pajak. R squared sebesar 0,122 yang berarti variabilitas motivasi yang
dapat dijelaskan oleh variabilitas tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan interaksi
antara variabel tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan adalah sebesar 12,2% dan
sisanya dijelaskan oleh variabel lain contohnya mengenai sosialisasi pajak adalah
faktor yang paling dominan karena diharapkan wajib pajak mengetahui terlebih
dahulu tentang definisi pajak, tujuan pajak dan penggunaan uang pajak untuk
pembangunan suatu negara sehingga diharapkan dengan pengetahuan tersebut
masyarakat akan muncul kesadaran dan lambat laun akan patuh dan taat membayar
pajak.

V. PENUTUP

Kesimpulan
Hasil pengujian dan analisis terhadap data, dapat disimpulkan bahwa:
1. Tingkat pendidikan wajib pajak tidak berpengaruh terhadap motivasi memenuhi
kewajiban pajak dengan menunjukkan nilai signifikansi diatas 5%.

40
Amilin & Fanny JMK Vol. 7 No. 3, Maret
Yusronillah 2009
2. Jenis pekerjaan wajib pajak tidak berpengaruh terhadap motivasi memenuhi
kewajiban pajak dengan menunjukkan nilai signifikansi diatas 5%.
3. Interaksi tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan wajib pajak tidak berpengaruh
terhadap motivasi memenuhi kewajiban pajak dengan menunjukkan hasil nilai
signifikansi diatas 5%.

Implikasi
Tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan wajib pajak tidak memiliki pengaruh
terhadap motivasi memenuhi kewajiban pajak dikarenakan kurangnya sosialisasi
pajak baik melalui penyuluhan langsung (yang dilakukan oleh aparat pajak) iklan
layanan masyarakat baik media cetak atau elektronik. Penelitian ini menunjukkan
bahwa sosialisasi pajak merupakan prioritas utama yang harus dilakukan aparat
pajak serta berkoordinasi dengan instansi yang terkait agar lebih komprehensif.

Keterbatasan
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah:
1. Kurang cermat dalam membuat kuesioner. Kuesioner yang digunakan oleh
peneliti dirasakan kurang mencerminkan konsep motivasi. Membuat kuesioner
yang baik memang membutuhkan waktu, biaya dan tenaga yang ekstra sehingga
bisa meminimalisir butir yang tidak valid.
2. Penelitian hanya terbatas pada lingkup Kecamatan Jatinegara dengan jumlah
sampel yang relatif sedikit. Diharapkan penelitian yang akan datang lebih luas
lagi lingkup dan sampel yang akan diteliti sehingga bisa dijadikan bahan
pertimbangan bagi pihak-pihak yang berkepentingan untuk bisa terus-menerus
memperbaiki citra perpajakan Indonesia.

Rekomendasi
Penelitian di masa mendatang diharapkan dapat menyajikan hasil penelitian
yang lebih berkualitas lagi dengan adanya beberapa rekomendasi mengenai
beberapa hal, diantaranya:
1. Agar lebih banyak penelitian yang lebih mengutamakan masyarakat sebagai
responden karena penulis yakin bahwa masyarakat harus lebih memahami dunia
penelitian sehingga tumbuh minat masyarakat untuk bisa bekerja sama dengan
peneliti lain sehingga menambah pengetahuan masyarakat dalam hal masalah
yang akan diteliti.
2. Memilih obyek penelitian lain dan jangkauan yang lebih luas lagi misalnya
tingkat walikotamadya, DKI Jakarta atau provinsi-provinsi lain yang
dikehendaki peneliti yang akan datang.
3. Sistem perubahan administrasi pajak modern (e Filling, e SPT, e Reg), juga
cukup menarik untuk dijadikan contoh penelitian berikutnya.

41
Amilin & Fanny JMK Vol. 7 No. 3, Maret
Yusronillah 2009
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Aan Almaidah. Mengukur mutu pelayanan dari Respons wajib pajak,
Berita Pajak, no 1530/ tahun 37, 1 nov 2005.
Assifie, Bahasyim. Analisis kinerja organisasi dengan pendekatan system
dynamics, Berita pajak, no 1522/ tahun 37, I sept 2004.
Damar, Hario dkk,. Gambaran umum administrasi perpajakan di Jepang, Berita
Pajak, tahun 38, 1 maret 2006.
Fitriandi, Primandita dkk. Kompilasi UU Perpajakan Terlengkap, Salemba
Empat, Jakarta, 2004.
Ghozali, Imam. Aplikasi Analisis Multivariat dengan program SPSS, Badan
Penerbit Universitas Diponegoro, Edisi III, Jakarta, 2005.
Gunadi. Reformasi adminstrasi perpajakan menuju good governance, Berita
Pajak no 1514 tahun 36, 1 mei 2004.
Hakim, Rusman. Dengan wirausaha menepis krisis, Elex media komputindo,
Jakarta, 1998.
Hasan, M Tholhah. Islam dan Masalah SDM, Lantabora Press, Jakarta, 2005.
Hutagaol, John. Sekilas tentang Badan Hukum Pendidikan dan Aspek
Perpajakannya, Berita Pajak no 1535/tahun 37, 15 maret 2005.
Hamid, Abdul. Panduan Penulisan Skripsi, FEIS UIN Press, Jakarta, 2004.
Indriantoro, Nur & Bambang Supomo. Metodologi Penelitian Bisnis untuk
Akuntansi dan Manajemen, BPFE, Yogyakarta, 2004.
Indriyanto, Kuwat. Masyarakat Berbasis pengetahuan, Berita Pajak tahun 38,
15 maret 2006.
Indonesian Tax Review. Di balik sepuluh juta NPWP, volume 4 edisi 50/2005.
Mustofa, Arif. Profesional Skepticism dalam Pemeriksaan Pajak, Berita Pajak
no 1514/ tahun 36, 1 mei 2004.
Nasution, S. Sosiologi Pendidikan, Bumi Aksara, Jakarta, 1999.
Nurwati, Siti. Analisis Hubungan latar belakang pendidikan wajib pajak dengan
motivasi memenuhi kewajiban pajak Di Kec. Matraman. Univ. Negeri
Jakarta, 1995.
Pandiangan, Liberty. Penyakit Pajak Bernama Psychotax, Berita Pajak, no 1517
tahun 36/ 15 juni 2004.
Resmi, Siti. Perpajakan Teori dan kasus, Salemba Empat, Jakarta, 2003.
Ridwan, Mohammad. Arti Pentingnya meningkatkan kualitas pelayanan
Perpajakan kepada wajib pajak, Berita Pajak no 1530 tahun 37/15 nof
2005.
Sugiyono. Metode Penelitian Bisnis, Alfabeta, Bandung, 2004.
Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Rosda,
Bandung, 1997.

42
Subri, Mulyadi. Ekonomi SDM dalam perspektif Pembangunan, Raja Graffindo
Persada, Jakarta, 2003.
Trihendradi, Cornelius. Memecahkan kasus statistic: Deskriptif, parametric,
dan non- parametric dengan SPSS 12.0, Penerbit Andi Yogyakarta, 2004.
Tambunan, Frietz. Pajak sosial Pendidikan, Mengapa Tidak?, Berita Pajak no
1522, tahun 37/ 1 sept 2004.
Tambunan, Tulus TH.Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia, Salemba
Empat, Jakarta, 2002.
----------------------------,. Perekonomian Indonesia Beberapa Masalah Penting,
Ghalia Indonesia, Jakarta, 2003.
Winardi, Wahyu. Manajemen komunikasi Internal dalam mewujudkan
efisiensi kerja, Berita Pajak, tahun 38, 15 maret 2006.
Winardi. Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajemen, Rajawali Press,
Jakarta, 2002.
HUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PEMELIHARAAN KESEHATAN GIGI
DAN MULUT DENGAN PENDIDIKAN IBU HAMIL DI KABUPATEN
GIANYAR TAHUN 2021

I Gusti Ayu Raiyanti 1 I Nyoman Gejir2, Ni Kadek Devi Kastini 3,


1,2
.Dosen Jurusan Kesehatan Gigi Poltekkes Denpasa.
3
.Mahasiswa Jurusan Kesehatan Gigi Poltekkes Denpasar
Email: igaraiyanti@gmail.com

ABTRACT

Phenomenon in the society found that 65% of pregnant women had four too risky in
pregnancy, are too young, too old, too often and too much. Total parity is too much,
meaning that more and more pregnant women will be at risk of adverse pregnancy outcomes
obtained. It should be lowered with adequate prenatal care that is focused on the health and
reduction in risk factors, so that the condition can improve the outcome of pregnancy
(Indriyani, 2013). Based on theabove, it is necessary to find out the correlation between
education and knowledge with the dental hygiene on women p r e g n a n t . The purpose of
this study is identify the relationship between the level of education, knowledge with the
pregnat in to describe the level of knowledge of dental and oral health care in respondens at
the location of KKN IPE Health Polytechnic of the Ministry of Health Denpasar Group 4
Gianyar I, Gianyar Regency in 2021. Method: Type of the reseach was analytical research
with cross sectional approach. Thepopulation of this research were all women in the
pregnant as peoplewith sample size of 45 people. The independent variable was education
and knowledge dental hygiene whereas the dependent variables were behavior Bivariat
analysis used Correlation Rank Spearman Test. The The study design used is observational
approach with cross sectional design. Samples were taken by accidental sampling with
research instruments such as observation sheet with a sample of 45 pregnant women, level
of education (51,1 %) is high school, Spearman's rho analysis of a significant relationship
between the level of education and knowledge with the outcome (p =0,064, < 0,05) There is
a correlation between education with knowledge of dental hygiene (p-value=0,046 <0,05).
The Conclusion: There was a correlation between education and knowledge with dental
hygiene

Keywords : Education, Knowledge, Pregnant women

PENDAHULUAN tinggi adalah


Kehamilan dapat memiliki
kondisi yang disebut resiko, baik resiko
rendah sampai tinggi. Kehamilan resiko
rendah merupakan kehamilan yang
fisiologis, kemungkinan besar diikuti
dengan persalinan normal serta ibu dan
bayi sehat. Sementara kehamilan resiko

34
salah satu kehamilan yang
didalamnya, kehidupan atau
kesehatan ibu maupun janin
dalam bahaya akibat gangguan
1
kehamilan Ibu hamil
merupakan salah satu kelompok
yang rentan akan penyakit gigi
dan mulut. Beberapa penelitian
menyatakan bahwa tingkat
pengetahuan

35
dan perilaku ibu hamil dapat berpengaruh
pada kesehatan gigi dan mulut.
Terdapat faktor-faktor yang HASIL PENELITIAN DAN
mempengaruhi kehamilan resiko tinggi PEMBAHASAN
meliputi umur, pengetahuan , paritas,
pendidikan, pekerjaan, status sosial 1. Kondisi lokasi penelitian
2
ekonomi, dan sebagainya . Kabupaten Gianyar merupakan
Program pembangunan kesehatan di salah satu kabupaten dari sembilan
Negara Indonesia saat ini masih kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi
diprioritaskan pada upaya peningkatan Bali. Kabupaten Gianyar terdiri dari tujuh
derajat kesehatan ibu dan anak, terutama kecamatan, 64 desa, enam kelurahan, 504
kelompok yang paling rentan kesehatan banjar/dusun. Kabupaten Gianyar
yaitu ibu hamil, ibu bersalin dan ibu nifas memiliki luas wilayah 368 km2 atau
serta bayi pada masa perinatal. sekitar 6,53% dari luas wilayah Provinsi
Bali. Kecamatan Sukawati merupankan
METODO PENELITIAN salah satu kecamatan di Kabupaten
Gianyar dengan jumlah penduduk yaitu
Desain penelitian yang digunakan 122.698 jiwa dan luas wilayah 55,02 km2.4
adalah pendekatan Observasional dengan 2. Karakteristik subjek penelitian
rancangan cross sectional yaitu dimana Karakteristik ibu hamil
data Independen dan Dependen berdasarkan tingkat pendidikan di lokasi
dikumpulkan dalam waktu yang bersama KKN IPE Poltekkes Kemenkes Denpasar
3
(point time approach) Penelitian ini Kelompok 4 Gianyar I Kabupaten Gianyar
dilakukan pada bulan Bulan Maret sampai
Jumlah ibu hamil (orang)

Tahun 2021 dapat dilihat pada gambar 2.


April Tahun 2021. Penelitian ini 25

dilakukan di lokasi KKN IPE Poltekkes 20


Kemenkes Denpasar Kelompok 4 Gianyar
15
I Kabupaten Gianyar. Sampel penelitian
10
yaitu seluruh Ibu Hamil yang menjadi
keluarga binaan pada saat KKN IPE 5

Poltekkes Kemenkes Denpasar Kelompok 0


PendidPikeanndDidaiskarn MPeenndeindgikaahn tinggi
4 Gianyar I Kabupaten Gianyar Tahun
2021 yang berjumlah 45 orang
Gambar 2. Karakteristik Ibu Hamil

36
Berdasarkan Tingkat dengan kategori baik yaitu 27 orang
Pendidikan di Lokasi KKN
(60%) dan paling sedikit dengan kategori
IPE Poltekkes Kemenkes
Denpasar Kelompok 4 Gianyar kurang yaitu tiga orang (6,67%).
I Kabupaten Gianyar Tahun
2.Persentase ibu hamil yang memiliki
2021
tingkat pengetahuan pemeliharaan
Gambar 2 menunjukkan bahwa
kesehatan gigi dan mulut di lokasi KKN
dari 45 responden yang diteliti paling
IPE Poltekkes Kemenkes Denpaar tahun
banyak ibu hamil dengan pendidikan
2021 berdasarkan tingkat pendidikan.
tinggi sebanyak 23 orang dan paling
sedikit dengan pendidikan dasar sebanyak Tabel 2
Distribusi Persentase Tingkat
tiga orang. Pengetahuan Pemeliharaan Kesehatan
Gigi dan Mulut Ibu Hamil Berdasarkan
Pendidikan
2 . Hasil Penelitian
Kategori Tingkat Pengetahuan
BKategori tingkat Baik Cukup Kurang
Total
No
pendidikan
e ∑ (%) ∑ (%) ∑ (%) ∑ (%)

1 Pendidikan Dasar 1 33,3 0 0 2 66,6 3 100


r
3 7
2 d Pendidikan 1 52,6 8 42,1 1 5,26 1 100
Menengah 3 1
a
3 Pendidikan Tinggi 1 69,5 7 30,4 0 0 2 100
s 7 3
Jumlah 2 1 3 4
a
r
k
a
n

d
a
t
a

d
i
p
e

37
r u
o a
l n
e
h t
, e
n
d t
i a
s n
t g
r
i k
b e
u s
s e
i h
a
t t
i a
n n
g
k g
a i
t g
i
p
e d
n a
g n
e
t m
a u
h l

38
u
Tabel 1. Distribusi Tingkat Pengetahuan
t
Ibu HamilDistribusi Persentase Tingkat
Pengetahuan Pemeliharaan Kesehatan
Gigi dan Mulut Ibu Hamil
b Tabel 2.
e T menunjukkan
a bahwa dari
r
b 45 ibu hamil,
d e
l persentase
a
tingkat
s 1
Distribusi pengetahuan
a
Persentase berdasarkan
r Tingkat
Pengetahuan tingkat
k
Pemeliharaan pendidikan
a Kesehatan
Gigi dan paling banyak
n
Mulut Ibu yaitu
Hamil
pendidikan
t No Kategori
tingkat tinggi dengan
i pengetahuan kategori baik
n 1 Baik
2 Cukup sebanyak 16
g 3 Kurang orang
k Jumlah
(69,57%) dan
a
Tabel 1 tidak ada ibu
t
menunjukka hamil yang
n bahwa
dari memiliki
p
45 ibu hamil, tingkat
e
persentase pendidikan
n
tingkat dasar dengan
d
pengetahuan ibu kategori cukup
i
hamil paling (0%) dan
d
banyak pendidikan
i
tinggi dengan
k
kategori
a
kurang (0%).
n
Rata –
a. Analisis Univariat
rata tingkat
39
penge
tahua
n
tentan
g
pemel
iharaa
n
keseh
atan
gigi
dan

40
mulut pada ibu hamil di lokasi KKN IPE yaitu 27 orang ibu hamil (60%). Hasil
Poltekkes Kemenkes Denpasar Kelompok penelitian ini sejalan dengan penelitian
4 Gianyar I Kabupaten Gianyar Tahun yang dilakukan oleh Setyawati di
2021 adalah 78,44 dengan kategori cukup. Puskesmas Dlingo II Yogyakarta, bahwa
sebagian besar pengetahuan kesehatan gigi
b.Analisis Bivariat dan mulut ibu hamil adalah baik yaitu
sebanyak 38 responden atau 84.4% dari
Hubungan pendidikan dengan 45 responden.5 Kemungkinan hal ini
pengetahuan dengan menggunakan uji disebabkan kerena responden sudah
korelasi rank spearman pada hubungan pernah mendapatkan informasi
pendidikan dengan pengetahuan, mengenai pemeliharaan kesehatan
didapatkan hasil koefisien korelasi r= gigi dan mulut pada saat pelaksanaan
0,064 yang artinya mempunyai hubungan KKN IPE Poltekkes Kemenkes Denpasar
rendah dengan arah hubungan positif saat diberikan
sehingga dapat diartikan pula semakin penyuluhan oleh mahasiswa, JKG pada
tinggi pendidikan maka semakin tinggi waktu pelaksanaan IPE sehingga
pengetahuan ibu hamil tentang kesehatan pengetahuan yang dimiliki ibu hamil saat
gigi dan mulut Hasil uji statistik korelasi ini paling banyak pada kategori baik.
menunjukan bahwa p-value= 0,064 Pendapat ini didukung oleh pernyataan
(<0,05) sehingga dapat disimpulkan ada Mubarak yang menyebutkan bahwa
hubungan yang signifikan antara informasi merupakan salah satu faktor
pendidikan dengan pengetahuan mengenai yang dapat mempengaruhi pengetahuan
kesehatan gigi dan mulut pada ibu hamil. seseorang. Informasi dapat membantu
mempercepat seseorang untuk
B. Pembahasan memperoleh pengetahuan.6 Pendapat ini
didukung pula oleh pernyatan Mubarak
Berdasarkan hasil penelitian
yang menyatakan bahwa semakin tinggi
terhadap 45 ibu hamil di lokasi KKN IPE
pendidikan seseorang semakin mudah
Poltekkes Kemenkes Denpasar Kelompok
mereka menerima informasi, sehingga
4 Gianyar I Kabupaten Gianyar Tahun
semakin banyak informasi yang mereka
2021, diketahui bahwa persentase ibu
dapatkan, dan pada akhirnya semakin
hamil yang memiliki tingkat pengetahuan
banyak pengetahuan yang dimilikinya.6
pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut
Berdasarkan tingkat pendidikan
paling banyak berada pada kategori baik
menunjukkan bahwa persentase ibu hamil

41
paling banyak yaitu
pendidikan tinggi

42
dengan kategori baik sebanyak 16 orang 2021 dengan kategori cukup yaitu 78,44.

(69,57%). Kemungkinan hal ini


disebabkan karena pendidikan merupakan
salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi tingkat pengetahuan
seseorang, semakin tinggi pendidikan
seseorang maka semakin baik
7
pengetahuan yang dimiliki Pendidikan
berarti bimbingan yang diberikan oleh
seseorang terhadap perkembangan orang
lain menuju ke arah suatu cita.cita
tertentu. Makin tinggi tingkat pendidikan
seseorang, maka makin mudah dalam
memperoleh menerima
informasi, sehingga
kemampuan ibu dalam berpikir lebih
rasional. Ibu yang mempunyai pendidikan
8
tinggi akan lebih berpikir rasional
Pendidikan ibu sangat
mempengaruhi bagaimana seseorang
untuk bertindak dan mencari penyebab
serta solusi dalam hidupnya. Orang yang
berpendidikan tinggi biasanya akan
bertindak lebih rasional9 Hasil penelitian
oleh Dictionary of Education
menyebutkan bahwa pendidikan adalah
proses dimana seseorang mengembangkan
kemampuan sikap dan bentuk-bentuk
tingkah laku lainnya
Rata – rata pengetahuan
tentang pemeliharaan kesehatan gigi dan
mulut pada ibu hamil di lokasi KKN IPE
Poltekkes Kemenkes Denpasar Kelompok
4 Gianyar I Kabupaten Gianyar Tahun

43
Hasil penelitian ini sejalan suatu proses belajar yang berarti dalam

dengan penelitian Yulianti di pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan,

Puskesmas pembantu Dauh Puri perkembangan, atau perubahan kearah

Denpasar Barat terhadap 30 yang lebih dewasa. Kondisi pendidikan

orang ibu hamil dimana didapat merupakan salah satu indikator yang kerap

rata – rata pengetahuan ibu hamil ditelaah dalam mengukur tingkat

dengan kategori cukup yaitu pembangunan manusia suatu negara.

72,6.10 Hal ini kemungkinan Melalui pengetahuan, pendidikan

disebabkan karena tingkat


pendidikan responden yang
bervariasi, ada responden yang
memiliki tingkat pendidikan
dasar yaitu SD, tingkat
pendidikan menengah yaitu
SMA, dan tingkat pendidikan
tinggi yaitu diploma dan sarjana
yang dapat mempengaruhi
responden dalam menerima
informasi mengenai
pemeliharaan kesehatan gigi dan
mulut. Tingkat pendidikan
merupakan faktor yang
mendasari pengambilan
keputusan dan juga ditunjang
oleh tingkat pengetahuan ibu
tentang kesehatan, lingkungan,
ekonomi, interaksi dengan tenaga
kesehatan dan kesadaran ibu itu
sendiri. Terdapat juga beberapa
ibu hamil yang sudah memiliki
pengetahuan yang cukup baru
akan memeriksakan kesehatan
gigi dan mulut jika yang sangat
mengganggu. Pendidikan adalah

44
berkontribusi terhadap perubahan perilaku mulut pada ibu hamil. Adanya hubungan
kesehatan. Pengetahuan yang dipengaruhi antara tingkat pendidikan dengan tingkat
oleh tingkat pendidikan merupakan salah pengetahuan karena tidak dapat dipungkiri
satu faktor pencetus yang berperan dalam bahwa makin tinggi pendidikan seseorang
mempengaruhi keputusan seseorang untuk semakin tinggi pula mereka menerima
berprilaku sehat .10 Pendidikan berarti informasi dan pada akhirnya makin
bimbingan yang diberikan seseorang pada banyak pula pengetahuan yangdimilikinya.
orang lain terhadap sesuatu hal agar Sebaliknya jika seseorang tingkat
mereka dapat memahami. Tidak dapat pendidikannya rendah, akan menghambat
dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan perkembangan sikap seseorang terhadap
seseorang semakin mudah pula mereka penerimaan informasi dan nilai-nilai yang
menerima informasi dan pada akhirnya baru diperkenalkan. Hasil penelitian yang
makin banyak pula pengetahuan yang dilakukan oleh Purwati bahwa tingkat
dimilikinya.Sebaliknya jika seseorang pengetahuan yang dipenga-ruhi oleh
tingkat pendidikannya rendah, akan pendidikan, untuk tingkat pendidikan
menghambat perkembangan sikap yang lebih tinggi maka tingkat
seseorang terhadap penerimaan informasi pengetahuannya juga lebih baik.11
dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan.
Daftar Pustaka:
Dengan demikian semakin tinggi tingkat
1. Indriyani D. (2013). Keperawatan
pendidikan ibu semakin mudah ibu untuk maternitas Pada Area Perawatan
memperoleh informasi. Dari hasil uji Antenatal, Graha Ilmu, Yogyakarta.
korelasi Spearman terdapat hubungan
2. Sofian A. (2013). Rustam Mochtar
antara tingkat pendidikan dengan tingkat Sinopsis Obstetri: Obstetri Operatif,
pengetahuan kesehatan gigi dan mulut Obstetri Sosial, Ed. 3. Jilid 2. Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
0,064 menunjukan bahwa p-value= 0,064
(<0,05) yang artinya mempunyai 3. Notoatmojo 2012). Metodologi
hubungan dengan arah hubungan positif Penelitian Kesehatan /
Soekidjo Notoadmojo – Ed
sehingga dapat diartikan pula semakin Rev . Jakarta: Rineka Cipta
tinggi pendidikan maka semakin tinggi
4. Dinkes Kabupaten Gianyar. 2019.
pengetahuan ibu hamil tentang kesehatan Profil Kesehatan Kabupaten Gianyar
gigi dan mulut Hasil uji statistik korelasi Tahun 2019. Tersedia dalam
file:///D:/Devi/KTI/KTI%20DEVI/pr
sehingga dapat disimpulkan ada hubungan ofil%202020%20dinas%20kesehatan
yang signifikan antara pendidikan dengan %20kab.%20gianyar.pdf. Diakses
pada tanggal 03 Maret 2021.
pengetahuan mengenai kesehatan gigi dan

45
5. Setyawati N1 , Suherni2 , Nur
Djanah3 Poltekkes Kemenkes
Yogyakarta hubungan
antara tingkat
pengetahuan dengan perilaku
kesehatan gigi dan mulut ibu hamil di
Puskesmas Dlingo II tahun 2017
http://ejournalpoltekkes
Yogya.ac.id/index.php/HM/article/do
wnload/35/37/ . Diakses pada tanggal
26 Januari 2021.

6.Mubarak, W.I., Chayatin, N., Rozikin,


K., Supradi. 2007. Promosi Kesehatan
Sebuah Pengantar Proses Belajar
Mengajar dalam Pendidikan.
Yogyakarata: Graha Ilmu.

7. Notoatmodjo,S. 2003. Ilmu Kesehatan


Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar.J
akarta: Rineka Cipta.

8 Ferry, A., dan J. Angeline. 2018. Bebas


Sakit Gigi & Mulut Pada Kehamilan.
Yogyakarta: Rapha Publishing.

9. Walyani E.S. (2015). Asuhan Kebidanan


Pada Kehamilan,
PUSTAKABARUPRESS, Yogyakarta.

10. Kemenkes RI. 2013. Hasil Riset


Kesehatan Dasar 2013. Jakarta :
Kepala Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI.

11. Purwati, W. 2013. TingkatPengetahuan


Tentang Kesehatan Gigi dan Mulut
Guru Penjaskes SD di Kecamatan
Rendang Tahun 2013.

46
EFEKTIVITAS RENDAM KAKI AIR HANGAT TERHADAP
TEKANAN DARAH PENDERITA HIPERTENSI

Yora Nopriani
Program Studi SI Keperawatan STIKES Mitra Adiguna Palembang
Komplek Kenten Permai Blok J No 9-12 Bukit Sangkal Palembang 30114
Email : yoranopriani90@gmail.com

ABSTRAK

Hipertensi merupakan salah satu penyebab kematian utama di negara maju maupun negara
berkembang, karena perjalanan penyakitnya yang sangat perlahan dan penderitanya tidak menunjukkan
gejala selama bertahun-tahun sampai terjadi kerusakan organ yang bermakna sehingga disebut “the silent
killer”. Salah satu cara menurunkan tekanan darah dengan terapi non farmalogis berupa terapi rendam
kaki air hangat. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efektivitas rendam kaki air hangat terhadap
tekanan darah. Penelitian ini menggunakan Quasy experiment Time Series Design. Sampel penelitian
sebanyak 56 orang dengan Simple random sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendam kaki
air hangat efektif menurunkan tekanan darah penderita hipertensi secara bermakna p=0,000 dimana
p<0,05.
Kata kunci :Hipertensi, Rendam Kaki Air Hangat, tekanan darah

ABSTRACT

Hypertension is one of the leading causes of death in both developed and developing countries,
due to the very slow course of the disease and the sufferers do not show symptoms for years until
meaningful organ damage occurs so-called "the silent killer".One way to reduce blood pressure with non-
pharmacological therapy is the treatment of Warm Water Foot Submerging. The purpose of this study
was to determine the effectiveness of warm water foot soak against blood pressure. This study uses the
Time Series Design Quasy experiment. The research sample was 56 people with Simple random
sampling. The results showed that warm water foot soak was effective in reducing blood pressure of
hypertensive patients significantly p = 0,000 where p <0.05.
Keywords :Hypertension, Warm Water Foot Submerging, Blood Pressure

227
PENDAHULUAN Untuk penderita hipertensi terapi
farmakologis harus dikombinasikan dengan
Hipertensi merupakan kondisi yang
terapi non farmakologis seperti diet sehat,
sering dijumpai dan menjadi salah satu
kontrol berat badan, dan olah raga teratur
penyakit tidak menular dan akan menjadi
karena dapat berpotensi memperbaiki
masalah kesehatan global yang harus
kontrol tekanan darah dan bahkan dapat
diperhatikan karena dapat menjadi faktor
mengurangi kebutuhan obat. Olahraga
penyebab kematian utama di negara-negara
teratur, latihan relaksasi, yoga, meditasi,
maju maupun negara berkembang. Salah
ternyata juga sangat berguna untuk
satunya adalah hipertensi karena perjalanan
menurunkan tekanan darah dan mencegah
penyakitnya yang sangat perlahan dan
terjadinya komplikasi akibat hipertensi
penderitanya tidak menunjukkan
(Tjay & Rahardja, 2010).
gejalaselama bertahun-tahun sampai terjadi
Berbagai macam terapi relaksasi
kerusakan organ yang bermakna sehingga
juga dapat membantu menurunkan tekanan
biasa disebut sebagi “the silent killer”
darah, salah satunya adalah dengan
(Wahdah, 2011).
relaksasi rendam kaki air hangat karena
Para peneliti mengestimasi bila
membantu mempertahankan elastisitas
hipertensi menyebabkan kematian sekitar
pembuluh darah sehingga dapat
sembilan juta orang pertahun (WHO,
memperlancar aliran darah(Solechah,
2013). Prevalensi penyakit hipertensi di
2017). Relaksasi dengan terapi rendam kaki
Indonesia disetiap tahun semakin
air hangat merupakan metode yang
meningkat. Berdasarkan data Kemenkes RI
sederhana, mudah dilakukan, praktis, biaya
(2014) penyakit hipertensi merupakan
yang digunakan terjangkau, bisa dilakukan
penyebab kematian nomor lima tertinggi di
secara mandiri di rumah bagi penderita
Indonesia. Berdasarkan data dari Riskesdas
hipertensi untuk dijadikan pola hidup sehat
(2013), di Indonesia prevalensi penderita
di kesehariannya dan tidak mempunyai efek
hipertensi sebanyak 26,5%, dimana
yang merugikan bagi kesehatan tubuh
berdasarkan hasil pengukuran tekanan
(ibrahimoglu, 2017).
darah populasi hipertensi pada usia ≥18
tahun adalah sebesar 25,8%, sedangkan
METODE PENELITIAN
responden yang memiliki tekanan darah
normal dengan minum obat hipertensi Jenis Penelitian
sebanyak 0,7%.
Penanganan hipertensi dan Penelitian ini merupakan penelitian
komplikasi akibat hipertensi dapat quasi eksperimentkuantitatif denganmetode
dilakukan dengan dua cara yaitu secara penelitian Time Series Design (Nursalam,
farmakologis dan 2013). Teknik sampling yang digunakan
nonfarmakologis.Penanganan dengan terapi dalam penelitian ini adalah Simple random
farmakologis terdiri atas pemberian obat sampling(Notoadmojo, 2012). Sesuai
antihipertensiyang memerlukan keteraturan dengan kriteria inklusi didapatkan sebanyak
waktu, dengan memperhatikan tempat, 56responden.
mekanisme kerja dan tingkat kepatuhan Kriteria inklusif dalam penelitian ini
(Smeltzer & Bare, 2010).Penanganan adalah bersedia menjadi responden
dengan terapi nonfarmakologis dapat penelitian, pasien menderita hipertensi
dilakukan secara individual, diantaranya stadium 1 (sistolik 140-159 mmHg dan
dengan menurunkan berat badan, mengatur diastolik 90-99 mmHg) dan stadium 2
pola makan, diet rendah garam harian, (sistolik 160-179 mmHg dan diastolik 100-
aktifitas fisik, mambatasi konsumsi alkohol, 109 mmHg), berusia 20-65 tahun, pasien
dan berhenti merokok (Pudiastuti, 2011). hipertensi yang mendapatkan obat
228
antihipertensi dari puskesmas dengan jenis Tabel 1.Distribusi frekuensi
dan dosis yang sama. berdasarkan karakteristik responden

karakteristik intervensi kontrol p


Waktu dan Tempat Penelitian n % n %
Jenis
Penelitian dilakukan selama 3 kelamin
Laki-laki 2 7,1% 10 35,7% 0,009
minggu di wilayah kerja Puskesmas Perempuan 26 92,9% 18 64,3%
Gamping 2 Pen 14 50,0% 8
Yogyakarta. Terapi did 0,174
ika 28,6%
rendam kaki n
air hangat
dilakukan dengan Tida
merendam kaki k
seko
lah
menggunakan air SD 7
SMP 3 10,7% 825,0%
28,6% 9
selama 10-15 menit dengan suhu 32ºC-35ºC hangat
SMA setinggi 2mata
7,1% 332,1%
10,7%
yang bertujuan untuk menurunkan tekanan kaki
PT 2 7,1% 0 0,0%
darah pada penderita hipertensi. Pelaksanaan Riwayat
Keluarga
dilakukan sebanyak 3 kali dalam satu Ya 4 14,3% 5 17,9% 1,000
minggu dengan kurun waktu 3 minggu dan Tidak 24 85,7% 23
untuk mempertahankan suhu air hangat Pekerjaan
supaya tetap stabil, maka pada waskom Tidak bekerja 13 46,4% 82,1% 0,027
5 17,9%
diberikan handuk tebal seperti inhalasi uap PNS 2 7,1% 1 3,6%

tekanan darah
sebagai penutup dengan jedah 10
rendam kaki air menit setiap kali
hangat. pengukuran setelah
intervensi. Analisis
Instrumen data yang
yang digunakan digunakan dalam
dalam pengukuran penelitian ini
tekanan darah dengan uji reapeted
adalah tensimeter Measures
air raksa ukuran Anovakarena data
orang dewasa berdistribusi
yang sudah normal, sedangkan
dikalibrasi. untuk menganalisis
Penelitian ini perbedaan antara
dilakukan dengan kelompok
mengukur tekanan intervensi dan
darah dengan jeda kontrol pada
10 menit setiap distribusi normal
kali pengukuran digunakan
sebelum independen sampel
intervensi dan t-test untuk
dilakukan kembali membandingakan
pengukuran kelompok
229
intervensi dan Karakteristik
Wiraswasta 6 21,4% 10
kelompok responden yang
Buruh 7 25,0% 6 21,4%
kontrol. terdiri
Tani dari
0 0,0% 6 21,4%
Merokok
kelompok
Ya 1 3,6% 3 10,7% 0,61
HASIL intervensi 27dan96,4%
Tidak 25 89,3%
kontrol
Olah raga sebagian
Ya 2 7,1% 4 14,3% 0,669
Berikut besar responden
Tidak 26 92,9% 24 85,7%
ini disajikan lanjut usia rata-
Obat
karakteristik rata berusia 4 5714,3%
Ya 5 17,9% 1,000
Tidak 24 85,7% 23 82,1%
responden tahun dan 53
penderita Karakteristik tahun.
IntervensI
hipertensi di Usia
Pendidikan
Wilayah Kerja 57±8 53±10 didominasi tidak
Puskesmas 0,102 sekolah 50,0%
Gamping 2 TDS pre dan pendidikan
Yogyakarta. SD 32,1%.
138,8±8,66 140,0±8,81
0,600 Sebagian besar
tidak bekerja
TDD pre yaitu 46,4% dan
wiraswasta
88,5±4,34
35,7%. Sebagian
86,6±4,41
0,117 besar responden
tidak memiliki
S
u riwayat merokok
m 96,4% dan
b 89,3%. Sebagian
e besar responden
r
tidak
:
berolahraga
92,9% dan
D 85,7%. Sebagian
a besar responden
t tidak
a mengkonsumsi
P
obat secara rutin
r 85,7% dan
i 82,1%.
m
e
r

(
2
0
1
8
)

Berdasark
an tabel 1.

230
Tabel 2. Tekanan darah sistolik pre test, tersebut berarti terdapat penurunan tekanan
post test 1 sampai post test 9pada kelompok darah diastol dari pre test, post test hari ke-
dengan rendam kaki air hangat. 1,2,3 tetapi tidak terdapat perbedaan yang
signifikan, sedangkan post test hari ke-4
sampai hari ke-9 terjadi penuruanan rata-rata
Hari Variabel Mean±SD p-value
Pre test 149,28±10,862
tekanan darah diastolik dengan nilai p<0,05
1 Post test 149,28±10,862 yang berarti terdapat penurunan tekanan
2 Post test 145,71±10,690 0,028* darah diastolik yang signifikan.
3 Post test 142,50±10,046 0,000*
4 Post test 141,42±10,079 0,000* PEMBAHASAN
5 Post test 137,50±10,046 0,000*
Karakteristik responden yang terdiri
6 Post test 134,64±8,380 0,000*
7 Post test 135,00±8,819 0,000* dari kelompok intervensi dan kontrol
8 Post test 132,50±7,005 0,000* sebagian besar responden lanjut usia rata-
9 Post test 132,14±6,862 0,000* rata berusia 57 tahun dan 53 tahun. Semakin
Sumber : Data Primer (2018) tinggi usia semakin tinggi resiko mengalami
hipertensi (Darmojo, 2010). Penyakit
Berdasarkan tabel 2. Bahwa nilai
hipertensi muncul pada lansia diakibatkan
rata-rata pre test tekanan darah sistol yaitu
oleh penurunan fungsi dari jantung yang
149,28. Kemudian setelah dilakukan post
mengalami penebalan dan kaku pada katup
test hari ke-1 didapatkan nilai rata-rata
jantung, elastisitas pembuluh darah menjadi
149,28 hal tersebut berarti tidak terdapat
menurun, serta kemampuanjantung untuk
penurunan tekanan darah sistol antara pre
memompa darah ke seluruh tubuh menjadi
test dan post test hari ke-1, sedangkan post
menurun (Akbar dan Suganda, 2016).
test hari ke-2 sampai hari ke-9 terdapat
Penelitian lain yang sesuai dengan penelitian
penurunan rata-rata tekanan darah dengan
ini menyatakan bahwa yang terbanyak
nilai p<0,05 yang berarti terdapat penurunan
mengalami tekanan darah tinggi yaitu pada
tekanan darah sistol yang signifikan.
usia lansia yaitu kategori usia lansia
Tabel 3.Tekanan darah diastolik pre test, (elderly) sebesar 82,5% (Novitaningtyas,
post test 1 sampai post test 9 pada kelompok 2014).
dengan rendam kaki air hangat Jenis kelamin sebagian besar
perempuan 92,2% dan 64,3%. Hal ini terjadi
Hari Variabel Mean±SD p-value karena perempuan mengalami masa
Pre test 92,8571±7,126 menopause. Masa monopause muncul pada
1 Post test 92,1429±6,862 1,000 usia mulai dari 45 tahun ke atas. Perempuan
2 Post test 90,3571±7,444 0,259
3 Post test 91,0714±18,52 1,000
yang memasuki masa menopause cenderung
4 Post test 86,4286±5,587 0,000* akan mengalami peningkatan tekanan darah
5 Post test 84,6429±5,078 0,000* diakibatkan karena perempuan
6 Post test 82,8571±4,600 0,000* kehilangan hormon estrogen, dimana fungsi
7 Post test 82,8571±4,600 0,000* dari hormon estrogen melindungi pembuluh
8 Post test 82,1429b±4,17 0,000*
9 Post test 81,7857±3,900 0,000*
darah dari kerusakan (Novitaningtyas,
Sumber : Data Primer (2018) 2014). Hal ini sejalan dengan penelitian dari
(Prasetyo, 2015) yang menunjukkan bahwa
Berdasarkan tabel 3. Bahwa nilai angka kejadian hipertensi pada perempuan
rata-rata pre test tekanan darah diastolik lebih tinggi yaitu berjumlah 29 orang (69%).
yaitu 92,857. Kemudian setelah dilakukan Pendidikan didominasi tidak sekolah
post test hari ke-1 didapatkan nilai rata-rata 50,0% dan pendidikan SD 32,1%. Hal ini
92,142, hari ke-2 nilai rata-rata 90,357, hari menunjukkan bahwa dengan semakin tinggi
ke-3 91,071 dengan nilai p p>0,05, hal tingkat pendidikan maka semakin kecil
231
risiko terjadinya hipertensi.Hal ini sejalan dewasa harus melakukan paling sedikit 30
dengan penelitian yang menyatakan bahwa menit aktivitas fisik dengan intensitas
tingginya risiko terkena hipertensi pada sedang setiap hari (Soeharto, 2004).
pendidikan yang rendah mungkin bisa Melalui olahraga yang teratur (aktivitas fisik
disebabkan oleh kurangnya pengetahuan aerobik selama 30-45 menit/hari) dapat
terhadapkesehatan serta sulit menerima menurunkan tahanan perifer yang akan
berbagai informasi kesehatan yang diberikan mencegah terjadinya hipertensi (Sihombing,
baik itu dari petugas kesehatan atau berbagai 2010).
media yang menjelaskan tentang pentingnya
kesehatan sehingga berdampak pada prilaku
hidup sehat di kesehariannya (Anggara, KESIMPULAN
2013). Efektivitas terapi rendam kaki air
Sebagian besar tidak bekerja yaitu hangat efektif dalam menurunkan tekanan
46,4% dan wiraswasta 35,7%.Faktor darah sistol mulai pada hari ke-2 setelah
eksternal mempunyai intervensi dan tekanan darah diastol mulai
pengaruh terhadap kesehatan seseorang, hari ke-4 setelah intervensi pada penderita
salah satunya adalah pekerjaan, dimana hipertensi di wilayah kerja Puskesmas
pekerjaan mempengaruhi prilaku seseorang Gamping 2 Yogyakarta. Adapun saran
(Notoatmodjo, 2007). Hal ini sesuai dengan dalam penelitian ini yaitu mengembangkan
penelitian yang menyatakan bahwa latihan relaksasi otot progresif maupun
responden yang sibuk dengan pekerjaan rendam kaki air hangat pada berbagai
sehingga kurang memperhatikan informasi macam kegiatan terkait yang dilakukan oleh
tentang kesehatannya (Rahmawati, 2014). institusi pendidikan, seperti pelatihan,
Responden dalam penelitian ini seminar ilmiah dengan tujuan meningkatkan
dominan tidak mempunyai riwayat keluarga pemahaman pentingnya salah satu terapi
hipertensi yaitu sebanyak 47 orang. Hal ini nonfarmakologis untuk pasien dengan
mungkin disebabkan karena faktor lain yang hipertensi. Diharapkan bagi masyarakat
menyebabkan terjadinya hipertensi pada yang mengalami hipertensi atau responden
responden selain riwayat keluarga. Salah penelitian untuk tetap melakukan atau
satunya karena faktor usia, dimana melanjutkan kembali terapi relaksasi otot
responden dalam penelitian ini mayoritas progresif dan rendam kaki air hangat
berusia lanjut karena usia lanjut lebih tinggi penderita hipertensi.
cenderung mengalami hipertensi (Anggraini,
2009). SARAN
Sebagian besar responden tidak Perawat dan tenaga kesehatan
memiliki riwayat merokok 96,4% dan lainnya dapat menyampaikan atau
89,3%. Hal ini mungkin disebabkan karena mempromosikan serta menerapkan terapi
mayoritas responden penelitian baik relaksasi otot progresif dan rendam kaki air
kelompok intervensi maupun kelompok hangat sebagai salah satu intervensi untuk
kontrol berjenis kelamin perempuan. Hal itu menurunkan tekanan darah pada pasien yang
mungkin terjadi karena pengaruh budaya mengalami hipertensi. Bagi peneliti
dimana masyarakat diIndonesia mayoritas selanjutnya perlu dikembangkan lebih lanjut
perempuan tidak merokok. tentang latihan relaksasi yang lainnya untuk
Sebagian besar responden tidak menurunkan tekanan darah pada pasien
berolahraga 92,9% dan 85,7%. Salah satu dengan hipertensi sekunder atau tekanan
faktor pemicu terjadinya hipertensi adalah darah sistolik ≥180 mmHg atau diastolik
karena kurangnya aktivitas fisik seperti ≥120 mmHg.
olahraga. Pada dasarnya setiap orang
232
TERIMA KASIH Rineka Cipta
1. Muhammad Daroji, SKM, MPH,
Kepala Puskesmas Gamping 2
Yogyakarta
2. Ibu Diana H. Soebyakto, M.Kes, selaku
Ketua STIKES Mitra Adiguna
Palembang.

DAFTAR PUSTAKA
Akbar, I., Eka, D., & Afriyanti, E. (2012).
Pengaruh Relaksasi Otot Progresif
terhadap Penurunan Dismenore pada
Mahasiswi A 2012 Fakultas
Keperawatan Unand, (2004).
Anggara, D., & Prayitno, N. (2013). Faktor-
Faktor Yang Berhubungan Dengan
Tekanan Darah di Puskesmas Telaga
Murni Cikarang Barat Tahun 2012.
Jurnal Ilmiah Kesehatan, volume 5(1),
20–25.
https://doi.org/10.1002/9781444324808
.ch36
Anggraini, AD., Waren, S., Situmorang, E.,
Asputra, H., dan Siahaan, SS. 2009. Faktor--
Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Hipertensi Pada Pasien Yang Berobat Di
Poliklinik Dewasa Puskesmas Bangkinang
Periode Januari Sampai Juni 2008.Fakultas
Kesehatan. Universitas Riau. Files of
DrsMed-FK UNRI : 1-41
İbrahimoğlu, Ö. (2017). The Effect of
Progressive Muscle Relaxation
Exercises After Endotracheal
Extubation on Vital Signs and
Anxiety Level in Open Heart
Surgery Patients Açık Kalp
Ameliyatı Olan Hastalarda ,
Endotrakeal Ekstübasyon Sonrası
Uygulanan Progresif Kas Gevşeme
Egzer, 98–106.
https://doi.org/10.4274/tybd.04696
Kementrian Kesehatan RI. (2014).
Profil
Data Kesehatan Indonesia Tahun
2014. Jakarta : Kementrian
Kesehatan RI
Notoadmodjo, Soekidjo (2012). Ilmu
Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT.
233
Noviningtyas, T. (2014). Sucipto, A. (2014). Pengaruh Teknik
Hubungan Karakteristik Relaksasi Otot Progresif Terhadap
(Umur, Jenis Tekanan Darah Pada Lansia Dengan
Kelamin, Tingkat Pendidikan) Hipertensi Di Desa Karangbendo
Dan Aktivitas Banguntapan Bantul Yogyakarta.
FisikDenganTekanan Jurnal Ilmu Keperawatan Respati.
Darah Pada Lansia Di Kelurahan Volume 4, Nomor 2.
Makamhaji
Kecamatan
KartasuraKabupaten
Sukoharjo. Karya Tulis
Ilmiah Program Studi Gizi
Fakultas
Ilmu
KesehatanUniversitas
Muhammadiyah
Surakarta. Surakarta.
Nursalam. (2013). Metodologi Penelitian
Ilmu Keperawatan: Pendekatan
Praktis. Edisi 4. Jakarta : Salemba
Medika.
Pudiastuti, R. D. (2011). Penyakit Pemicu
Stroke (Dilengkapi Posyandu Lansia
dan Posyandu PTM). Yogyakarta:
Nuha Medika
Sihombing M. 2010. Hubungan Perilaku
merokok,

Konsumsi Makanan/Minuman, dan


Aktifitas Fisik dengan Penyakit
Hipertensi pada Responden Obes
Usia Dewasa di Indonesia. e-Jurnal
Kedokteran Indonesia. Vol 60 n0 9
406-412.
Smeltzer, B., Hinkle, J., Chever, K. (2010).
Brunner and Suddarth’s textbook of
medical surgical nursing (11th ed.).
Philadelphia : Lippincott Williams
& Wilkins.
Soeharto I. 2010. Serangan Jantung dan
Stroke Hubungannya dengan
Lemak dan Kolesterol Edisi
Kedua. Jakarta : Gramedia.
Solechah, N., Masi, G. N. ., & Rottie, J. V.
(2017). Pengaruh Terapi Rendam
Kaki Dengan Air Hangat. Pengaruh
Rendam Kaki Dengan Air Hangat,
5.
234
Wahdah, N. (2011). Menaklukan hipertensi
dan diabetes: mendeteksi,
mencegah, dan mengobati dengan
cara medis dan herbal. Yogyakarta:
Multipress.
World Health Organization (WHO). (2013).
A Global Brief Of Hypertension :
Silent Kliller, Global Public Health
Crisis.

235

Anda mungkin juga menyukai