Anda di halaman 1dari 154

ARI SANDHYAVITRI dkk

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT


UNTUK EMERGENCY BRIDGE

Penerbit
UR Press Pekanbaru
2016
JEMBATAN KAYU KOMPOSIT
UNTUK EMERGENCY BRIDGE

PENULIS
DR. Ari Sandhyavitri, MSc
Fakhri, ST., MT
Alex Kurniawandi, ST., MT
Indra Kuswoyo, ST., MT
Gun Faisal, ST., MSc
Rudianda Sulaeman, Shut., Msi
Rizki Ramadhan, ST
Mohd. Yusuf, SE, MP
Ir. Ibrahim Suriawan

Editor
DR. Ari Sandhyavitri, MSc

Sampul & Tata Letak : Ari Sandhyavitri


Diterbitkan oleh UR Press, Oktober 2016

Alamat Penerbit :
Badan Penerbit Universitas Riau
UR Pess Jl. Pattimura No. 9 Gobah Pekanbaru 28132
Riau, Indonesia
Telp. (0761) 22961, Fax. (0761) 857397
email:unri_press@yahoo.co.id
ANGGOTA IKAPI

Hak Cipta dilindungi Undang-undang


Dilarang mengutip atau memperbanyak
sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penulis

Cetakan Pertama : Oktober 2016

ISBN 978-979-792-709-7

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta


PASAL 2
(1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau
memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi
pembatasan menurut perundang-undangan yang berlaku.
PASAL 72
(1) Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan
dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000.00 (Satu Juta Rupiah), atau paling lama 7 (tujuh) tahun dan/
atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (Lima Miliar Rupiah).
(2) Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum
suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
500.000.000.00 (lima ratus juta rupiah).
 

 
 

KATA PENGANTAR
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
kemampuan pada Penulis untuk menyusun Buku JEMBATAN KAYU KOMPOSIT
UNTUK EMERGENCY BRIDGE.

Buku ini bertujuan untuk 1). Investigasi beberapa jenis kayu dari material
kayu lokal yang memungkinkan untuk dijadikan jembatan di area relatif sulit
dijangkau di Propinsi Riau, Indonesia. 2) Menguji sifat fisik (density dan kadar air)
serta sifat mekanik (kuat lentur dan geser laminasi) kayu lokal dan material
komposit. 3) Membuat pemodelan struktur jembatan komposit. 4) Mendesain
prototype jembatan komposit yang relatif workable lokally untuk pembutan
emergency bridge. dan 5) Menyusun standarisasi aplikasi teknologi komposit
bebasis bahan kayu lokal untuk pembangunan jembatan darurat.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Badan Penelitian dan


Pengembangan, Provinsi Riau serta Lembaga Penelitian dan Pengabdian
Universitas Riau dan pihak-pihak yang terlibat dalam penyusunan buku ini. Demi
perbaikan untuk mendapatkan kedalaman kajian, saran dan koreksi dari semua
pihak sangat kami harapkan.

Pekanbaru, Oktober 2016

Penulis

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE i


 

ABSTRAK
Kondisi alam area pesisir Provinsi Riau relative unik dengan banyaknya
sungai-sungai baik kecil maupun besar. Hal ini merupakan salah satu
penghambat dalam aksesibilitas transportasi masyarakat pesisir seperti di
Kabupaten Indragiri Hilir, Indragiri Hulu, Rokan Hilir, Siak dan Meranti. Sehingga
jika terjadi bencana banjir ataupun kebakaran hutan dan lahan maka daerah
pesisir ini sulit dijangkau. Maka perlu dikembangkan teknologi tepat guna untuk
pembuatan jembatan darurat berbasis kayu komposit dan kearifan lokal.
Berdasarkan hasil kajian ini maka ditemukan bahwa Pemanfaatan kayu
lokal dari jenis kayu cepat tumbuh, mutu rendah dapat dijadikan sebagai kayu
subtitusi untuk konstruksi emergency bridge di daerah yang kesulitan akses
bahan baku, pemanfaatan jenis kayu mutu rendah dapat meminimalisir
ketergantungan masyarakat terhadap material kayu mutu tinggi yang
pasokannya semakin langka.
Teknologi kayu komposit laminasi (kombinasi kayu kelas kuat I - II dan
kayu kelas kuat III - IV) dapat dijadikan sebagai material alternatif komponen
jembatan kayu terutama untuk gelagar jembatan untuk bentang relatif pendek 5
sampai 10 meter.
Berdasarkan analisa maka kayu komposit laminasi dengan proporsi 20%
kayu mutu tinggi (Keruing) dapat meningkatkan modulus elastifitas (MOE)
sebesar 145% balok kayu Meranti Merah (kayu mutu rendah). Kombinasi kayu
Kuras (20%) dengan kayu Meranti Kuning dapat meningkatkan nilai MOE sebesar
166%. Atau dengan menggunakan standar kayu mutu tinggi (kayu keruing),
maka kombinasi kayu komposit dapat menghasilkan MOE 87,47% dan 66,52%
dari total MOE Kayu mutu tinggi murni. Hal ini tentu dapat menghemat
penggunaan kayu kelas tinggi sebagai kontruksi struktur jembatan.
Analisa disain jembatan emergency bridge dengan panjang bentang 10
m dan lebar 2,75 m dan dimensi gelagar ganda ukuran 70/20 mm memenuhi
persyaratan teknis dalam analisa perhitungan struktur (Total Pembebanan =
1.853 kg dan total lendutan 26,2 mm < Lendutan izin 27,78 mm).Kayu komposit
(laminasi) dapat menjadi gelagar jembatan untuk emergency bridge.

Kata Kunci: Kayu komposit, Emergency Bridge, Modulus Elastisitas, Lendutan,


Gaya geser, Kearifan Lokal 

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE ii


 

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i 
ABSTRAK ........................................................................................................................ ii 
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... iii 
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................ vi 
DAFTAR TABEL ............................................................................................................. ix 
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................. I‐1 
1.2 Pokok Permasalahan ....................................................................................... I‐3 
1.3 Tujuan dan Sasaran ......................................................................................... I‐4 
1.4 Output dan Manfaat ....................................................................................... I‐5 
1.5 Ruang Lingkup ................................................................................................. I‐5 
BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Jembatan (Bridges) ........................................................................................ II‐1 
2.1.1 Pengertian ........................................................................................................ II-1
2.1.2 Jenis – jenis Jembatan .................................................................................. II-1
2.1.3 Pembebanan ................................................................................................... II-2
2.1.4 Bagian-bagian Jembatan............................................................................. II-7
2.2  Jembatan Kayu ......................................................................................... II‐11 
2.2.1 Pengertian ..................................................................................................... II-11
2.2.2 Pengertian Tentang Struktur Kayu ........................................................ II-12
2.2.3 Bentuk dan Kegunaan Kayu ....................................................................... II-12
2.2.4 Kekurangan dan Kelebihan Kayu ............................................................. II-13
2.2.5 Jenis Kayu di Riau ........................................................................................... II-14
2.2.6 Cara Meningkatkan Keawetan Kayu........................................................ II-15
2.3 Sifat Fisik dan Mekanik Kayu ........................................................................ II‐19 
2.4 Komposit ........................................................................................................ II‐21 
2.5 Kayu Laminasi (glulam) ................................................................................ II‐23 
2.6 Jenis-Jenis Resin Sintetis ............................................................................... II‐26 
2.7. Jenis-Jenis Sambungan dan Pasak ............................................................. II‐38 

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE iii


 

 
2.8 Kerangka Pemikiran ...................................................................................... II‐44 
2.9 Contoh Kondisi Eksisting Aplikasi Jembatan Kayu di Provinsi Riau ........ II‐45 
BAB IIII METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian ............................................................................................. III‐1 
3.2 Bahan dan Alat Penelitian ............................................................................ III‐2 
3.3 Benda Uji......................................................................................................... III‐4 
3.4 Pengujian sifat fisik dan mekanik kayu ........................................................ III‐5 
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI KEGIATAN 
4.1 Lokasi dan Keadaan Geografis ..................................................................... IV‐1 
4.2 Geografi dan Topografi ................................................................................ IV‐2 
4.3 Kondisi Tanah ................................................................................................. IV‐5 
4.4  Hidrologi dan Iklim .................................................................................... IV‐6 
4.5  Monografi Daerah ..................................................................................... IV‐8 
4.6 Kondisi Eksisting Jembatan Kayu di Kabupaten Indragiri Hilir ............... IV‐10 
4.7 Pendekatan Kearifan Lokal pada Suku Talang Mamak ........................... IV‐12 
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Analisa Pemilihan Material Struktur ............................................................ V‐16 
5.1.1.Potensi Kayu Alam .........................................................................................V-17
5.1.2.Potensi Kayu Hutan Tanaman Industri ....................................................V-22
5.1.3.Pemilihan jenis kayu untuk bahan baku jembatan .............................V-23
5.2 Analisis Pengujian Struktur Jembatan ........................................................ V‐28 
5.2.1 Analisis Kadar Air dan Kerapatan Kayu ...................................................V-28
5.2.2 Analisis Kuat Lentur Material Kayu untuk Konstruksi
Emergency Bridge ....................................................................................................V-30
5.2.3 Analisa Kuat Geser Material Kayu untuk Konstruksi
Emergency Bridge ....................................................................................................V-36
5.3 Analisa Pemilihan Tipe Sambungan Berdasarkan Kearifan Lokal ........... V‐41 
5.3.1 Kearifan Lokal Dalam Konstruksi Bangunan Pada Suku
Talang Mamak ...........................................................................................................V-41
5.3.2 Analisa Jenis-Jenis Sambungan Pada Konstruksi Bangunan
Suku Talang Mamak.................................................................................................V-43
5.3.3 Tunjuk Ajar Dalam Melestarikan Budaya Melayu Dalam Pemanfaatan
Sumber Daya Alam Untuk Pembangunan .......................................................V-47

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE iv


 

 
5.4 Pemodelan Struktur Jembatan .................................................................... V‐49 
5.4.1 Pokok-Pokok Perencanaan Jembatan (DESIGN OBJECTIVES)......V-49
5.4.2 Perhitungan Balok Gelagar......................................................................V-52
5.4.3 Pemodelan dan Analisis Struktur Jembatan ..........................................V-55
BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
6.1 Kesimpulan .......................................................................................................... VI--1
6.2 Rekomendasi ........................................................................................................ VI-3
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN 1. DOKUMENTASI SURVEI LAPANGAN 
LAMPIRAN 2. DOKUMENTASI PENGUJIAN MATERIAL KAYU 
LAMPIRAN 3. DESAIN MODEL JEMBATAN KOMPOSIT 
LAMPIRAN 4. DOKUMENTASI PEMBUATAN PROTOTYPE / MAKET JEMBATAN 
LAMPIRAN 5. HASIL PENGUJIAN LABORATORIUM UNTUK PENGUJIAN KAYU 

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE v


 

 
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Beban “D” ......................................................................................... I-5


Gambar 2.2 Penyebaran Pembebanan pada Arah Melintang ............... II-5
Gambar 2.3 Konfigurasi Pembebanan Truk “T”........................................... II-6
Gambar 2.4 Diagram Tegangan Regangan;
(A) Diagram Tegangan ............................................................ II-21
Gambar 2.5 Penyebaran Mata Kayu; Balok utuh (A), Balok Glulam
(B).................................................................................................... II-24
Gambar 2.6 Penampang Balok Glulam; (A) Penampang
Memanjang, ................................................................................ II-25
Gambar 2.7 Hubungan Ketebalan Garis Perekat dengan
Kuat Geser Kayu ......................................................................... II-28
Gambar 2.8 Pengaruh Pengerasan Perekat terhadap (A) hardener NH4Cl
dan (B) Suhu pada Perekat Urea Formaldehida .............. II-28
Gambar 2.9 Idealisasi Distribusi Tegangan Lentur Balok Glulam ....... II-32
Gambar 2.10 Tegangan Geser Horizontal Balok (A) Balok Dua Lapis tanpa
Intraksi Geser dan, (B) dengan Interaksi Geser ................ II-33
Gambar 2.11 Sambungan Bibir Lurus ........................................................... II-38
Gambar 2.12 Sambungan Kait Lurus ............................................................. II-38
Gambar 2.13 Sambungan Lurus Miring ........................................................ II-39
Gambar 2.14 Sambungan Kait Miring ........................................................... II-39
Gambar 2.15 Sambungan Takikan Mulut Ikan ........................................... II-39
Gambar 2.16 Sambungan Memanjang Kunci Sesisi ................................. II-40
Gambar 2.17 Sambungan Memanjang Kunci Jepit .................................. II-40
Gambar 2.18 Sambungan Memanjang Tegak Lurus ................................ II-40
Gambar 2.19 Sambungan Kayu Melebar Lidah dan Alur ....................... II-41
Gambar 2.20 Sambungan Takikan Lurus Rangkap ................................... II-41
Gambar 2.21 Sambungan Kayu Purus dan Lobang dengan
Gigi Tegak .................................................................................... II-42
Gambar 2.22 Sambungan Bersusun dengan Gigi ..................................... II-42
Gambar 2.23 Hubungan Penyiku ................................................................... II-42
Gambar 2.24 Hubungan Silang dan Lintang .............................................. II-43
Gambar 2.25 Hubungan Pen Lobang ........................................................... II-43
Gambar 2.26 Hubungan Serong..................................................................... II-44

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE vi


 

 
Gambar 2.27 Foto dan gambar penggunaan balok kayu jembatan
Ulin di Kabupaten Indragiri Hilir Sumber dokumentasi 2015
Gambar 4.1 Peta Wilayah Kabupaten Indragiri Hilir................................ IV-1
Gambar 4.2 Peta Geologi Kabupaten Indragiri Hilir ................................ IV-5
Gambar 4.3 Peta Topografi Kabupaten Indragiri Hilir ............................ IV-5
Gambar 4.4 Peta Tanah Kabupaten Indragiri Hilir ................................... IV-6
Gambar 4.5 Jumlah Rata-rata Curah Hujan (mm) per Bulan di Kabupaten
Indragiri Hilir Tahun 2013 (BPS, 2014)................................. IV-8
Gambar 4.6 Peta Iklim Kabupaten Indragiri Hilir ...................................... IV-8
Gambar 4.7 Suku Talang Mamak (Sumber: Dokumentasi, 2012)..... IV-12
Gambar 4.8 Perkampungan Suku Talang Mamak ................................ IV-13
Gambar 4.9 Struktur dan Kontruksi berupa sambungan dan
pasak Pada rumah Suku Talang Mamak
(Sumber: Dokumentasi, 2012) ............................................. IV-15
Gambar 5.1 Fungsi Kawasan di Kabupaten Indragiri Hilir ...................V-18
Gambar 5.2 Peta Kawasan Hutan Di Provinsi Riau .................................V-18
Gambar 5.3 Jumlah IUPHHK di Kabupaten Indragiri Hilir
dibandingkan Kabupaten Lainnya di Provinsi Riau ........V-19
Gambar 5.4 Sebaran Potensi Kayu ALam di Kabupaten
Indragiri Hilir ................................................................................V-21
Gambar 5.5 Meranti Kuning ...........................................................................V-24
Gambar 5.6 Meranti merah ............................................................................V-25
Gambar 5.7 Meranti Batu ................................................................................V-25
Gambar 5.8 Pohon Keruing............................................................................V-27
Gambar 5.9 Grafik Hasil Uji MOE Berdasarkan SNI 03-3960-1995 ...V-31
Gambar 5.10 Grafik Hasil Uji MOR Berdasarkan ASTM D 143-94 ........V-33
Gambar 5.11 Model Kerusakan Kayu Keruing ............................................V-34
Gambar 5.12 Model Kerusakan Kayu Kuras.................................................V-34
Gambar 5.13 Model Kerusakan Kayu Meranti Kuning .............................V-35
Gambar 5.14 Model Kerusakan Kayu Meranti Merah...............................V-35
Gambar 5.15 Model Kerusakan Komposit Kayu Kuras -
Meranti Kuning ...........................................................................V-36
Gambar 5.16 Model Kerusakan Kayu Komposit Keruing -
Meranti Merah ............................................................................V-36

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE vii


 

 
Gambar 5.17 Hasil Uji Geser Laminasi Kayu Kuras menggunakan
Perekat Epoxy .............................................................................V-37
Gambar 5.18 Hasil Uji Geser Laminasi Kayu Keruing menggunakan
Perekat Epoxy .............................................................................V-38
Gambar 5.19 Hasil Uji Geser Laminasi Kayu Meranti Merah menggunakan
Perekat Epoxy .............................................................................V-38
Gambar 5.20 Hasil Uji Geser Laminasi Kayu Meranti Kuning
menggunakan Perekat Epoxy ...............................................V-39
Gambar 5.21 Hasil Uji Kuat Geser Laminasi Kayu Keruing
menggunakan Perekat Crossbond X4 ................................V-39
Gambar 5.22 Hasil Uji Geser Laminasi Kayu Kuras menggunakan ......V-40
Gambar 5.23 Hasil Uji Geser Laminasi Kayu Meranti Merah menggunakan
Perekat Crossbond X4 ..............................................................V-40
Gambar 5.24 Hasil Uji Geser Laminasi Kayu Meranti Kuning
menggunakan Perekat Crossbond X4 ................................V-41
Gambar 5.25 Teknik dan Teknologi Lokal dalam Pembangunan
Rumah pada Suku Talang Mamak........................................V-42
Gambar 5.26 Kearifan Lokal Penebangan Kayu Untuk Bahan
Bangunan Suku Talang Mamak. ...........................................V-49
Gambar 5.27 Model Jembatan Emergency Bridge ...................................V-55
Gambar 5.28 Desain Jembatan Komposit ....................................................V-62
Gambar 5.29 Potongan Konstruksi Kuda-Kuda untuk Atap
Jembatan......................................................................................V-62
Gambar 5.30 Gelagar Komposit Sebagai Struktur Utama Jembatan
berdasarkan Hasil pengujian. ................................................V-63 
 

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE viii


 

 
DAFTAR TABEL
Tabel 2-1 Berat Bahan Nominal S.L.S dan U.L.S ................................. II-2
Tabel 2-2 Jumlah Maksimum Lajur Lajur Lalu Lintas Rencana ...... II-6
Tabel 2-3 Gaya Rem .................................................................................... II-7
Tabel 2-4 Kelas Kuat Kayu Berdasarkan Berat Jenisnya. ............. II-15
Tabel 2-5 Kelas Awet Kayu Berdasarkan Umurnya. ........................ II-16
Tabel 2-6 Hubungan Kerapatan dengan Kelas Kuat Kayu ........... II-20
Tabel 2-7 Faktor Lama Pembebanan (Cd) ......................................... II-36
Tabel 4-1 Wilayah Administrasi Kecamatan di
Kabupaten Indragiri Hilir .......................................................IV-2
Tabel 4-2 Sungai-sungai yang Melintasi Kecamatan di
Kabupaten Indragiri Hilir .......................................................IV-7
Tabel 4-3 Luas, Jumlah Penduduk, Distribusi dan Kepadatan
Penduduk Kabupaten Indragiri ...........................................IV-9
Tabel 4-4 Jembatan Kayu pada Desa Rumbai Jaya ...................... IV-11
Tabel 4-5 Penggunaan tumbuhan sebagai bahan konstruksi
dan bangunan oleh masyarakat Suku
Talang Mamak ....................................................................... IV-14
Tabel 5-1 Perkiraan Potensi Tegakan Hutan di Kabupaten
Indragiri Hilir ............................................................................ V-20
Tabel 5-2 Data Hasil Pengujian Kadar Air Kayu .............................. V-28
Tabel 5-3 Kelas Kuat Kayu Berdasarkan Nilai Kerapatan
(PKKI NI-5-1961) ..................................................................... V-29
Tabel 5-4 Data Kelas Kuat Kayu Berdasarkan Nilai MOE.............. V-30
Tabel 5-5 Data Hasil Uji MOE Berdasarkan SNI 03-3960-1995... V-31
Tabel 5-6 Data Hasil Uji MOR Berdasarkan ASTM D 143-94 ....... V-33
Tabel 5-7 Data Hasil Pengujian Kuat Geser Laminasi .................... V-36
Tabel 5-8 Hukum Adat Suku Talang Mamak Tentang
Pengelolaan Tanah dan Hutan ......................................... V-48
Tabel 5-9 Faktor Lama Pembebanan (Cd) ........................................ V-53

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE ix


 

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kondisi alam yang sulit dengan banyaknya sungai-sungai baik kecil
maupun besar merupakan salah satu penghambat dalam aksesibilitas transportasi
masyarakat dibeberapa daerah di Provinsi Riau terutama di area pesisir seperti di
Kabupaten Indragiri Hilir, Indragiri Hulu, Rokan Hilir, Siak dan Meranti. Hal ini
menjadi persolan dalam pemerataan pembangunan, banyak daerah yang masih
terisolir dan rendahnya taraf hidup masyarakat pada daerah-daerah tersebut.
Dalam rangka menanggulangi keterbatasan aksesibilitas
transportasi tersebut, maka perlu diupayakan membangun infrastruktur
jembatan yang relatif mudah pembuatannya, berbasis kearifan lokal dan
sebanyak mungkin diupayakan menggunakan bahan material lokal seperti kayu
lokal. Hal ini diharapkan dapat menunjang program penanggulangan
kemiskinan dan kebodohan serta peningkatan infrastruktur (K2I) di Provinsi Riau.
Sebagai upaya melancarkan arus lalulintas perekonomian masyarakat
untuk menunjang percepatan penanggulangan kemiskinan dapat dilaksanakan
dengan memperhatikan tiga aspek penting : (1) Membangun jalan dan
jembatan di daerah terisolir yang mempunyai potensi; (2) Membangun daerah
yang mempunyai nilai ekonomi tinggi; dan (3) Pembangunan, pemeliharaan dan
peningkatan jalan dan jembatan dengan nilai ekonomi dan sosial yang baik.
Permasalahan beberapa daerah di Provinsi Riau adalah terbatasnya
aksesibilitas transportasi sehingga perlu dilakukan pembangunan jembatan
terutama untuk daerah sulit terjangkaui. Padahal, beberapa daerah terisolir
terkendala dengan banyaknya sungai sungai, parit maupun kanal yang
ukurannya relatif tidak terlalu lebar (5-10 m). Maka, umumnya untuk membuka
aksesibilitas daerah terisolir tersebut dibuat konstruksi jembatan dengan bentang
pendek.
Bahan-bahan pembangunan jembatan bentang pendek tersebut
umumnya berupa besi dan beton selain harganya tinggi juga sulit dalam proses
pengangkutannya. Alternatif yang dapat dilakukan dalam menanggulangi
JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE
I‐1
 
 

 
masalah tersebut adalah penggunaan bahan jembatan yang tersedia disekitar
lokasi, salah satunya adalah material kayu.
Kayu merupakan salah satu bahan konstruksi yang menjadi pilihan
utama masyarakat dari dulu hingga sekarang. Beberapa hal yang menjadi faktor
penentu karena kayu mudah untuk dikerjakan, lebih murah, cukup awet, mudah
disambung dan memiliki nilai keindahan. Salah satu kontruksi yang dapat
dibangun dari kayu adalah jembatan. Sebagai bahan konstruksi jembatan, harus
memiliki bentangan yang cukup panjang sedangkan kayu yang dijual di pasar
sangat terbatas ukuran bentang panjangnya. Persyaratan lain dari kayu yang
digunakan untuk jembatan harus memiliki sifat-sitat seperti kelas kuat I – II, kelas
awet I.
Saat ini, ketersediaan kayu dengan sifat yang sesuai dengan jembatan
sudah semakin langka diperoleh seperti kayu kulim (Pongamia pinnata), kayu Ulin
(Eusideroxylon zwageri), kayu Merbau (Intsia bijuga), Meranti Batu (Shorea sp)
dan beberapa jenis kayu kelas kuat satu lainnya. Penyebabnya adalah semakin
berkurangnya luasan hutan sebagai sumber penghasil kayu. Untuk
mengantisipasi hal tersebut dibutuhkan suatu inovasi dengan memanfaatkan
kayu-kayu yang masih banyak tersedian tetapi sifatnya tidak memenuhi syarat.
Cara yang dilakukan adalah dengan aplikasi komposit kayu serta peningkatan
ketahanan, kekuatan serta keawetan dari kayu yang dijadikan sebagai bahan
baku kontruksi jembatan.
Kayu merupakan salah satu sumber alam yang bersifat dapat diperbarui,
pemanfaatannya sebagai bahan konstruksi sudah sangat lama, jauh sebelum
berkembangnya teknologi beton dan baja. Disamping tuntutan arsitektural, kayu
memiliki beberapa keuntungan antara lain; mempunyai kekuatan yang tinggi,
merupakan bahan struktur yang ringan, mudah diperoleh, di beberapa daerah
harga relatif murah serta mudah dalam pelaksanaan.
Penggunaan material kayu olahan untuk kebutuhan domestik terus
meningkat. Menurut Anita dkk (1998), setiap tahun rata-rata tidak kurang dari 3
juta m3 kayu gergajian digunakan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan
perumahan, gedung dan lain sebagainya. Disisi lain, untuk memperoleh kayu
gergajian bermutu baik dan ukuran yang relatif besar semakin sulit ditemui di
pasaran karena semakin menipisnya produk kayu hutan alam. Hal tersebut
diperkuat oleh Syafii (1998), bahwa dimasa mendatang diperkirakan potensi kayu

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


I‐2
 
 

 
dan luas hutan alam di Indonesia semakin menyusut, diameter kayu semakin kecil
serta semakin banyak pasokan bahan baku kayu dari produk Hutan Tanaman
Industri (HTI).
Semakin menurunnya kualitas dan kuantitas kayu hutan alam, perlu
dilakukan upaya untuk meningkatkan efisiensi penggunaan kayu sebagai bahan
konstruksi dapat dilakukan dengan pemanfaatan kayu lokal mutu rendah dari
jenis-jenis kayu cepat tumbuh (fast growing) dengan teknologi kayu komposit.
Jenis-jenis kayu cepat tumbuh pada umumnya mempunyai ciri berdiameter kecil
dan mutu rendah, misalnya; kayu Agatis, Acacia Magnium, Mahang, dan Sengon.
Apabila jenis-jenis kayu tersebut dimanfaatkan sebagai bahan pengisi kayu
komposit, selain dapat menghemat penggunaan kayu berkualitas lebih tinggi,
dapat pula diaplikasikan untuk keperluan konstruksi beban berat yang relatif
murah dan relatif tahan lama.

1.2 Pokok Permasalahan


Pada umumnya di daerah Riau memiliki banyak sungai dan parit, baik
berukuran lebar maupun kecil, sehingga aksesibilitas transportasi menjadi relative
terbatas. Pada daerah-daerah terisolir yang relatif sulit dijangkau hal ini akan
dapat berdampak pada sulitnya masyarakat untuk mendapatkan kebutuhan
pokok maupun penyaluran hasil pertanian. Berdasarkan permasalahan tersebut,
maka perlunya dibuat sarana transportasi berupa jembatan penghubung
bentang pendek untuk meningkatkan aksesibilitas area tersebut.

Jembatan berbahan dasar material kayu telah cukup lama di aplikasikan


di Provinsi Riau. Namun dengan semakin menyusutnya hutan alam di Provinsi
Riau, maka diameter kayu semakin kecil dan keberadaan material kayu kelas I
semakin terbatas. Dilain sisi ketersediaan kayu kelas II dan III relatif masih banyak
seperti kayu Akasia, kayu Agatis, Acacia Magnium, Mahang, dan Sengon.
Sehingga perlu dikaji teknologi komposit apa yang dapat mengkombinasikan
kekuatan kayu kelas I dengan kelas III agar dapat menjadi jembatan komposit
dengan kekuatan kayu kelas I.

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


I‐3
 
 

 
1.3 Tujuan dan Sasaran
Adapun tujuan umum dari buku ini adalah untuk mengembangkan
alternatif konstruksi jembatan kayu darurat (emergency bridge) bentang pendek
(5-10 m) dengan penggunaan bahan lokal dan kearifan lokal berbasis komposit
yang dapat dipergunakan di area yang minim akses jembatan di Provinsi Riau.

Adapun tujuan rincinya adalah sebagai berikut:

1) Menginvestigasi beberapa jenis material alam berupa kayu lokal yang


umum dijadikan jembatan di area relatif sulit dijangkau di Provinsi Riau

2) Menguji sifat fisik (density dan kadar air) serta sifat mekanik (kuat lentur
dan geser laminasi) kayu lokal dan material komposit.

3) Menginvestigasi metode teknologi konstruksi sambungan dan pasak


berbasis kearifan lokal masyarakat di pesisir Provinsi Riau dalam hal ini di
Indragiri Hulu.

4) Membuat pemodelan struktur jembatan komposit dengan hitungan


analisis struktur.

5) Desain prototype jembatan komposit yang relatif workable lokally untuk


pembutan emergency bridge berbasis kearifan lokal.

6) Merekomendasi disain teknis dan tatacara aplikasi teknologi komposit


bebasis bahan kayu lokal dan kearifan lokal untuk pembangunan
jembatan darurat di Propinsi Riau.

Sasaran penelitian ini adalah mengidentifikasi disain teknis dan teknologi


komposit bebasis bahan kayu lokal dan kearifan lokal untuk pembangunan
jembatan darurat di Propinsi Riau.

Diharapkan pihak pengambil kebijakan (misalnya Badan


Penanggulangan Bencana, Dinas Pertanian dan Kehutanan serta dinas Bina
Marga ataupun Cipta Karya di Provinsi Riau) dapat membangun jembatan kayu
komposit ini dengan penggunaan material lokal dan tenaga lokal secara

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


I‐4
 
 

 
sistematis, terarah dalam waktu yang relatif singkat sebagai jembatan darurat
(emergency bridge) di lokasi sulit dijangkau.

Sasaran berikutnya adalah dengan membangun jembatan darurat


berbasis komposit dari material lokal ini maka diharapkan dapat mempercepat
akses transportasi penyaluran bantuan logistik dan obat-obatan ke area terisolir
dan rawan bencana alam seperti kebakaran dan banjir tanpa terhambat oleh
ketiadaanya jembatan menju ke area tersebut.

1.4 Output dan Manfaat


Keluaran adanya buku ini maka diharapkan (out put):

1) Teridentifikasinya sifat fisik dan mekanik dari material kayu lokal di


Provinsi Riau.

2) Teridentifikasinya kearifan lokal dalam hal sambungan dan pasak bagi


pekerjaan konstruksi jembatan Emergency Bridge.

3) Teridentifikasinya teknologi komposit berbasis kayu untuk menambah


kekuatan dan keawetan struktur jembatan.

4) Hasil simulasi dan model struktur jembatan komposit.

Manfaat kajian ini adalah:

Dengan adanya kajian ini yang akhirnya membuat disain teknis dan
manual standar terhadap aplikasi teknologi komposit bebasis bahan kayu lokal
untuk pembangunan jembatan darurat di Provinsi Riau maka dapat
meningkatkan peluang untuk meningkatkan aksesibilitas transportasi ke wilayah
yang relatif terisolir.

1.5 Ruang Lingkup


Ruang lingkup buku ini yakni sebagai berikut:

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


I‐5
 
 

 
1) Melakukan Identifikasi kayu lokal di Kabupaten Indragiri Hilir sedangkan
untuk kearifan lokal konstruksi sambungan diambil dari Suku Talang
Mamak di Kabupaten Indragiri Hulu
2) Melakukan uji sifat fisik serta sifat mekanik (density , kadar air, kuat lentur
dan kuat geser laminasi) dari 4 material kayu lokal jembatan di Provinsi
Riau
3) Treatement 4 jenis kayu dalam rangka menambah kekuatan dan
keawetannya dengan teknologi kayu komposit laminasi
4) Melakukan 2 percobaan material dengan menggunakan teknologi
komposit berbasis kayu kelas I-II dan material kayu kelas III-IV.
5) Membuat model struktur jembatan komposit.
6) Membuat protype jembatan komposit yang relatif workable lokally untuk
pembutan emergency dari material yang sudah diuji dan disimulasikan
tersebut di Universitas Riau.

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


I‐6
 
 

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Jembatan (Bridges)


2.1.1 Pengertian
Dalam perencanaan atau pembuatan jembatan tetap memperhatikan
dan mempertimbangkan ilmu gaya (mekanika).

2.1.2 Jenis – jenis Jembatan


a. Berdasarkan Fungsinya
Ditinjau dari fungsinya maka jembatan dapat dibedakan menjadi :
1. Jembatan jalan raya (highway bridge) yaitu jembatan yang
direncanakan untuk memikul beban lalu lintas kendaraan baik
kendaraan berat maupun ringan. Jembatan jalan raya ini
menghubungkan antara jalan satu ke jalan lainnya.
2. Jembatan penyeberangan (foot bridge) yaitu jembatan yang
digunakan untuk penyeberangan jalan. Fungsi dari jembatan ini
yaitu untuk memberikan ketertiban pada jalan yang dilewati
jembatan penyeberangan tersebut dan memberikan keamanan
serta mengurangi faktor kecelakaan bagi penyeberang jalan.
3. Jembatan darurat Jembatan darurat yaitu jembatan yang
direncanakan dan dibuat untuk kepentingan darurat dan biasanya
dibuat hanya sementara. Umumnya jembatan darurat dibuat pada
saat pembuatan jembatan baru dimana jembatan lama harus
dilakukan pembongkaran, dan jembatan darurat dapat dibongkar
setelah jembatan baru dapat berfungsi.
b. Berdasarkan Sistem Struktur
Ditinjau dari sistem strukturnya maka jembatan dapat dibedakan
menjadi sebagai berikut :

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


II‐1
 

 
1. Jembatan lengkung (arch bridge) yaitu jembatan dengan bentuk
struktur non linier yang mempunyai kemampuan sangat tinggi
terhadap respon momen lengkung. Yang membedakan bentuk

pelengkung dengan bentuk–bentuk lainnya adalah bahwa kedua


perletakan ujungnya berupa sendi sehingga pada perletakan tidak
diijinkan adanya pergerakan kearah horisontal. Bentuk Jembatan
lengkung hanya bisa dipakai apabila tanah pendukung kuat dan
stabil. Jembatan tipe lengkung lebih efisien digunakan untuk
jembatan dengan panjang bentang 100 – 300 meter.
2. Jembatan gelagar (beam bridge) yaitu jembatan dengan bentuk
gelagar terdiri lebih dari satu gelagar tunggal. Jembatan jenis ini
dirangkai dengan menggunakan diafragma, dan umumnya
menyatu secara kaku dengan pelat yang merupakan lantai lalu
lintas.
3. Jembatan rangka (truss bridge), yaitu jembatan dengan bentuk
dasar berupa segitiga. Elemen rangka dianggap bersendi pada
kedua ujungnya sehingga setiap batang hanya menerima gaya
aksial tekan atau tarik saja. Jembatan rangka merupakan salah satu
jembatan tertua dan dapat dibuat dalam beragam variasi bentuk,
sebagai gelagar sederhana, lengkung atau kantilever.

2.1.3 Pembebanan
a. Beban Tetap
1. Beban Mati (Dead Load)
Berat nominal dan nilai terfaktor dari berbagai bahan dapat diambil
dari tabel 2-1 berikut ini:
Tabel 2-1 Berat Bahan Nominal S.L.S dan U.L.S
Berat Sendiri Berat Sendiri Berat Sendiri
Bahan Jembatan Nominal S.L.S Biasa U.L.S Terkurangi U.L.S
3 3
(kN/m ) (kN/m ) (kN/m3)

Beton Massa 24 31,2 18

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


II‐2
 

 
Berat Sendiri Berat Sendiri Berat Sendiri
Bahan Jembatan Nominal S.L.S Biasa U.L.S Terkurangi U.L.S
(kN/m3) (kN/m3) (kN/m3)
Beton Bertulang 25 32,5 18,80
Beton Bertulang Pratekan
25 30 21,30
(Pracetak)
Baja 77 84,7 69,30
Kayu, Kayu Lunak 7,8 10,9 5,50
Kayu, Kayu Keras 11 15,4 7,7

2. Beban Mati Tambahan


Beban mati tambahan adalah berat semua elemen tidak struktural
yang dapat bervariasi selama umur jembatan seperti:
• Perawatan permukaan khusus
• Pelapisan ulang dianggap sebesar 50 mm aspal beton (hanya
digunakan dalam kasus menyimpang dan nominal 22 kN/ m³)
• Sandaran, pagar pengaman dan penghalang beton
• Tanda-tanda (rambu)
• Perlengkapan umum seperti pipa air dan penyaluran (dianggap
kosong atau penuh)

b. Beban Tidak Tetap


1. Beban Lalu Lintas
Beban lalu lintas adalah semua beban yang berasal dari berat
kendaraan-kendaraan bergerak, dan pejalan kaki yang dianggap bekerja
pada jembatan. Beban lalu lintas meliputi:
• Beban Kendaraan Rencana
Beban kendaraan mempunyai tiga komponen, yaitu :
1. Komponen vertikal
2. Komponen rem
3. Komponen sentrifugal (untuk jembatan melengkung)
Beban lalu lintas untuk rencana jembatan jalan raya terdiri dari
pembebanan lajur “D” dan pembebanan truk “T”. Pembebanan
lajur “D” ditempatkan melintang pada lebar penuh dari jalan
JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE
II‐3
 

 
kendaraan jembatan dan menghasilkan pengaruh pada jembatan
yang ekivalen dengan rangkaian kendaraan sebenarnya, jumlah
total pembebanan lajur “D” yang ditempatkan tergantung pada
lebar jalan kendaraan jembatan. Pembebanan truk “T” adalah berat
kendaraan, berat tunggal truk dengan tiga gandar yang ditempat
dalam kedudukan sembarang pada lajur lalu lintas rencana. Tiap
gandar terdiri dari dua pembebanan bidang kontak yang
dimaksudkan agar mewakili pengaruh moda kendaraan berat.
Hanya satu truk “T” boleh ditempatkan perlajur lalu lintas rencana.
Umumnya, pembebanan “D” akan menentukan untuk bentang
sedang sampai panjang dan pembebaban “T” akan menentukan
bentang pendek dan sistem lantai.
• Beban Lajur “D”
Beban terbagi rata = UDL (Uniformly Distribute Load) mempunyai
intensitas q kPa, dimana besarnya q tergantung pada panjang total
yang dibebani L seperti berikut:
� � ���������������� � ����
15
� � ����� ���5 � ������������� � ����

Dimana:
L : panjang (meter), ditentukan oleh tipe konstruksi
jembatan
kPa : kilo pascal per jalur
Beban UDL boleh ditempatkan dalam panjang terputus agar
terjadi pengaruh maksimum. Dalam hal ini, L adalah jumlah dari
panjang masing-masing beban terputus tersebut.
Beban garis (KEL) sebesar P kN/m, ditempatkan dalam kedudukan
sembarang sepanjang jembatan dan tegak lurus pada arah lalu
lintas (P = 44,0 kN/m).
Pada bentang menerus, KEL ditempatkan dalam kedudukan
lateral sama yaitu tegak lurus arah lalu lintas pada 2 bentang agar
momen lentur negatif menjadi maksimum. Beban UDL dan KEL
bisa digambarkan pada gambar 2.1 di bawah ini:

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


II‐4
 

Gambar 2.1 Beban “D”

Ketentuan penggunaan beban “D” dalam arah melintang


jembatan adalah sebagai berikut :
1. Untuk jembatan dengan lebar lantai kendaraan sama atau lebih
kecil dari 5,50 meter, beban “D” sepenuhnya (100 %) harus
dibebankan pada seluruh lebar jembatan.
2. Untuk jembatan dengan lebar lantai kendaraan lebih besar dari
5,50 meter, beban “D” sepenuhnya (100 %) dibebankan pada
lebar jalur 5,50 meter sedang lebar selebihnya dibebani hanya
separuh beban “D” (50 %).
Untuk lebih jelasnya, berikut Gambar 2.2. merupakan penyebaran
beban dalam arah melintang :

Gambar 2.2 Penyebaran Pembebanan pada Arah Melintang

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


II‐5
 

• Beban Lajur “T”


Pembebanan truk “T” terdiri dari kendaraan truk semi trailer yang
mempunyai berat as. Berat dari masing-masing as disebarkan
menjadi 2 beban merata sama besar yang merupakan bidang
kontak antara roda dengan permukaan lantai.

Gambar 2.3 Konfigurasi Pembebanan Truk “T”

Hanya satu truk yang harus ditempatkan dalam tiap lajur lalu lintas
rencana untuk panjang penuh dari jembatan. Truk “T” harus
ditempatkan ditengah lajur lalu lintas. Jumlah maksimum lajur lalu
lintas rencana diberikan dalam tabel 2-2 berikut:

Tabel 2-2 Jumlah Maksimum Lajur Lajur Lalu Lintas Rencana


Jenis Lebar Jalan Kendaraan Jumlah Lajur Lalu
Jembatan Jembatan (m) Lintas Rencana
Lajur Tunggal 4,5 – 5,0 1
Dua arah 5,5 – 8,25 2
tanpa median 11,5 – 15,0 4
Jalan 10,0 – 12,9 3
kendaraan 11,25 – 15,0 4
majemuk 15,1 – 18,75 5
18,8 – 22,5 6

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


II‐6
 

• Gaya Rem
Pengaruh percepatan dan pengereman dari lalu lintas harus
diperhitungkan sebagai gaya dalam arah memanjang, dan
dianggap bekerja pada lantai kendaraan. Gaya ini tidak tergantung
pada lebar jembatan. Pemberian besarnya gaya rem dapat dilihat
pada tabel berikut:

Tabel 2-3 Gaya Rem


Panjang Struktur (m) Gaya Rem SLS (kN)
L ≤ 80 m 250
80 m < L < 180 m 2,5 L + 50
L ≥ 180 m 500
Catatan: Gaya Rem ULS adalah 2,0 * Gaya Rem SLS

• Beban Pejalan Kaki


Lantai dan balok yang langsung memikul pejalan kaki harus
direncanakan untuk 5 kPa.

2.1.4 Bagian-bagian Jembatan


a. Struktur Atas (Upper Structure)
Struktur atas merupakan struktur dari jembatan yang terletak di bagian
atas dari jembatan. Struktur jembatan bagian atas meliputi:
1. Pengaman Samping
Merupakan pembatas antara kendaraan dengan pinggiran
jembatan yang berfungsi sebagai pengaman bagi pemakai lalu
lintas yang melewati jembatan tersebut. Karena pengaman
samping, harus mampu menahan gaya benturan kendaraan, maka
diguanakan material beton bertulang sebagai pengaman samping
(konstruksi parapet), dengan spesifikasi yang telah ditentukan dalam
SNI mengenai struktur pengaman samping.

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


II‐7
 

2. Pelat Lantai Kendaraan


Berfungsi sebagai penahan lapisan perkerasan. Pelat lantai
kendaraan diasumsikan tertumpu pada dua sisi. Pembebanan pada
pelat lantai meliputi:
1. Beban tetap berupa berat sendiri pelat dan berat pavement.
2. Beban tidak tetap seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya.
Perhitungan untuk prinsip perhitungan penulangan pelat lantai
jembatan11. Pembebanan pada pelat meliputi :
1. Beban mati berupa berat sendiri pelat.
2. Beban akibat sandaran atau pengaman (parapet) samping.
3. Balok Memanjang
Gelagar jembatan berfungsi untuk menyalurkan beban-beban yang
bekerja di atasnya dan menyalurkannya ke bangunan di bawahnya.
4. Andas/Perletakan
Merupakan perletakan dari jembatan yang berfungsi untuk
menerima gaya-gaya dari konstruksi bangunan atas baik yang
vertikal, horisontal, maupun lateral dan menyalurkan ke bangunan
bawah. Disamping itu juga untuk meredam getaran sehingga
abutment tidak mengalami kerusakan.
Gaya-gaya diakibatkan oleh:
1. Beban vertical dan horizontal
2. Geser vertical dan horizontal
3. Putaran sudut
Macam-macam andas adalah sebagai berikut:
1. Andas pelat
2. Andas garis
3. Andas titik
4. Andas bidang
5. Andas pivot
6. Andas karet (elastomir)
7. Andas karet dengan seal
8. Andas roll (tunggal/ganda)
9. Andas pelat khusus
JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE
II‐8
 

b. Struktur Bawah (Sub Structure)


1. Pelat Injak dan Dinding Sayap (Wingwall)
Pelat injak merupakan suatu pelat yang menghubungkan antara
struktur jembatan dengan jalan raya. Pelat injak menumpu pada
tepi abutment sebelah luar dan tanah urug di sebelah tepi lainnya.
Sedangkan konstruksi dinding sayap (wingwall) yang selain
menerima beban dari pelat injak tersebut juga berfungsi sebagai
penahan tanah di sebelah tepi luar konstruksi jembatan sebagai
dinding penahan tekanan tanah dari belakang abutment.

2. Pangkal Jembatan (Abutment)


Abutment berfungsi untuk menyalurkan beban vertical dan
horisontal dari bangunan atas ke pondasi dengan fungsi tambahan
untuk mengadakan peralihan tumpuan dari timbunan jalan
pendekat ke bangunan atas jembatan. Dalam perencanaan ini,
struktur bawah jembatan berupa abutment yang dapat
diasumsikan sebagai dinding penahan tanah. Dalam hal ini
perhitungan abutment meliputi:
1. Menentukan bentuk dan dimensi rencana penampang
abutment serta mutu beton serta tulangan yang diperlukan.
2. Menentukan pembebanan yang terjadi pada abutment.
3. Menghitung momen, gaya normal dan gaya geser yang terjadi
akibat kombinasi dari beban – beban yang bekerja.
4. Mencari dimensi tulangan dan cek apakah abutment cukup
memadai untuk menahan gaya – gaya tersebut.
5. Ditinjau kestabilan terhadap sliding dan bidang

3. Pilar
Guna memperpendek bentang jembatan yang terlalu panjang,
terdiri atas:
• Kepala pilar (pier head)
• Kolom pilar
• Pile cap
JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE
II‐9
 

 
Dalam mendesain pilar dilakukan dengan urutan sebagai berikut:
1. Menentukan bentuk dan dimensi rencana penampang pilar,
mutu beton serta tulangan yang diperlukan.
2. Menentukan pembebanan yang terjadi pada pilar.
3. Menghitung momen, gaya normal dan gaya geser yang terjadi
akibat kombinasi dari beban – beban yang bekerja.
4. Mencari dimensi tulangan dan cek apakah pilar cukup memadai
untuk menahan gaya – gaya tersebut.

3. Pondasi
Berfungsi untuk meneruskan beban – beban di atasnya ke tanah
dasar. Pada perencanaan pondasi harus terlebih dahulu melihat
kondisi tanahnya. Dari kondisi tanah ini dapat ditentukan jenis
pondasi yang akan dipakai. Pembebanan pada pondasi terdiri atas
pembebanan vertical maupun lateral dimana pondasi harus
mampu menahan beban luar di atasnya maupun yang bekerja
pada arah lateralnya.
Ketentuan – ketentuan umum yang harus dipenuhi dalam
perencanaan
pondasi tidak dapat disamakan antara pondasi dengan yang lain
karena tiap – tiap jenis pondasi mempunyai ketentuan – ketentuan
sendiri.
Prosedur pemilihan tipe pondasi berdasarkan buku “Mekanika
Tanah dan
Teknik Pondasi” oleh Kazuto Nakazawa dkk, sebagai berikut:
1. Bila lapisan tanah keras terletak pada permukaan tanah atau 2
– 3 m di bawah permukaan tanah, pondasi telapak (spread
foundation) dapat digunakan.
2. Apabila formasi tanah keras terletak pada kedalaman ± 10 m di
bawah permukaan tanah, dapat dipakai pondasi sumuran atau
pondasi tiang apung (floating pile foundation) untuk
memperbaiki tanah pondasi.

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


II‐10
 

 
3. Apabila formasi tanah keras terletak pada kedalaman sampai ±
20 m di bawah permukaan tanah, dapat dipakai pondasi tiang,
pancang baja atau tiang bor.
4. Apabila formasi tanah keras terletak pada kedalaman sampai ±
30 m di bawah permukaan tanah, biasanya dipakai pondasi
caisson terbuka, tiang baja atau tiang yang dicor di tempat.
Tetapi apabila tekanan atmosfer yang bekerja ternyata kurang
dari 3 kg/cm2 dapat juga digunakan pondasi caisson tekanan.
5. Apabila formasi tanah keras terletak pada kedalaman > 40 m di
bawah permukaan tanah, pondasi yang paling baik digunakan
adalah pondasi tiang baja atau pondasi tiang beton yang dicor
di tempat.
Beban-beban yang bekerja pada pondasi meliputi:
• Beban terpusat yang disalurkan dari bangunan bawah.
• Berat merata akibat berat sendiri pondasi.
• Beban momen.

c. Perkerasan Jalan Pendekat


Perkerasan jalan pada perencanaan jembatan yaitu pada oprit jembatan
sebagai jalan pendekat yang merupakan bagian penting pada proses
perencanaan jalan yang berfungsi:
 Menyebarkan beban lalu lintas di atasnya ke tanah dasar
 Melindungi tanah dasar dari rembesan air hujan
 Mendapatkan kenyamanan dalam perjalanan,

2.2 Jembatan Kayu


2.2.1 Pengertian
Jembatan kayu merupakan jembatan sederhana yang mempunyai
panjang relatif pendek dengan beban yang diterima relatif ringan. Meskipun
pembuatannya menggunakan bahan utama kayu, struktur dalam perencanaan
atau pembuatannya tetap memperhatikan dan mempertimbangkan ilmu gaya
(mekanika).

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


II‐11
 

 
2.2.2 Pengertian Tentang Struktur Kayu
Struktur kayu merupakan suatu struktur yang elemen susunannya adalah
kayu. Dalam perkembangannya, struktur kayu banyak digunakan sebagai
alternatif dalam perencanaan pekerjaan-pekerjaan sipil, diantaranya adalah:
rangka kuda-kuda, rangka dan gelagar jembatan, struktur perancah, kolom, dan
balok lantai bangunan.
Pada dasarnya kayu merupakan bahan alam yang banyak memiliki
kelemahan struktural, sehingga pengunaan kayu sebagai bahan struktur perlu
memperhatikan sifat- sifat tersebut. Oleh sebab itu, maka struktur kayu kurang
popular dibandingkan dengan beton dan baja. Akibatnya saatini terdapat
kecenderungan beralihnya peran kayu dari bahan struktur menjadi bahan
pemerindah (dekoratif).
Namun demikian pada kondisi tertentu (misalnya: pada daerah tertentu,
dimana secara ekonomis kayu lebih menguntungkan dari padapenggunaan
bahan yanglain) peranan kayu sebagai bahan struktur masih digunakan.

2.2.3 Bentuk dan Kegunaan Kayu


Sebagai bahan struktur kayu mempunyai berbagai kekuatan, khususnya
dalam :
1.Menahan Tarikan.
Kekuatan terbesar yang dapat ditahan oleh kayu adalah sejajar arah serat,
sedangkan kekuatan tarikan tegak lurus arah serat lebih kecil dari pada
sejajar serat.
2.Menahan Tekanan (Desak).
Kayu juga dapat menahan beban desak, baik tekanan sejajar serat maupun
tegak lurus serat, misalnya sebagai bantalan kereta api. Daya tahan desak
tegak lurus serat lebih kecil bila dibandingkan dengan sejajar serat.

3.Menahan Lenturan.
Besarnya daya tahan kayu terhadap lenturan tergantung pada jenis kayu,
besarnya penampang kayu, berat badan, lebar bentangan, sehingga
dengan dapatnya kayu menahan lenturan maka dapat menahan beban
tetap meupun beban kejut/pukulan.

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


II‐12
 

 
Sebagai bahan struktur kayu biasanya diperdagangkan dengan ukuran
tertentu dan dipakai dalam bentuk balok, papan, atau bentangan bulat,
(berdasarkan SK-SNI-03-2445-1991).

1. Balok
a) Untuk kuda-kuda/ batang struktur (cm):8 x(8, 10, 12, 15, 18),10 x(10,
12, 15, 18).
b) Balok antar tiang (cm) : 4 x(6, 8); 6x(8, 12, 15);8 x(12, 15, 18), 10 x(12,
15).
c) Untuk kuzen pintu dan jendela (cm) : 6 x(10, 12, 13, 15); 8x (10, 12,
15).
d) Balok langit (cm) : 8 x (12, 15, 18, 20) ; 10 x (15, 18, 20).
e) Tiangbalok (cm) : 8 x (8, 10, 12); 10 x (10, 12);12 x (12, 15).
2. Reng dan Kaso :
2 x 3; 2,5 x (3,4,6,8, 10,12); 3,5 x (3,4,6,8,10,12,15);5 x
(7,8,10,12,13,15,18,20,22,25)
3. Lis dan Jalusi :
1 x(1,3,4,5, 6, 8)1,5 x(3,4,5,6,8,10,12,15,18,20,22)2 x(4, 5,6,8, 10, 12)
4. Papan kayu. :
2 x(15, 18,20,22,25)3 x(18,20,22,25,30)4 x(18,20,22,25)

2.2.4 Kekurangan dan Kelebihan Kayu


Kelebihan Kayu :
1. Berkekuatan tinggi dengan berat jenis rendah.
2. Tahan terhadap pengaruh kimia dan listrik.
3. Relatif mudah dikerjakandan diganti.
4. Mudah didapatkan, relatif murah.
5. Pengaruh temperatur terhadap perubahan bentuk dapat diabaikan.
6. Pada kayu kering memiliki daya hantar panas dan listrik yang rendah,
sehingga baik untuk partisi.
7. Memiliki sisi keindahan yang khas.
Kekurangan Kayu :
1. Adanya sifat-sifat kayu yang kurang homogeny (ketidak

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


II‐13
 

 
seragaman),cacat kayu(mata kayu, retak, dll.).
2. Beberapa jenis kayu kurang awet.
3. Kekuatannya sangat dipengaruhi oleh jenis kayu, mutu, kelembaban
dan pengaruh waktu pembebanan.
4. Keterbatasan ukuran khususnya untuk memenuhi kebutuhan struktur
bangunan yang makin beskala besar dan tinggi.
5. Untuk beberapa jenis kayu tertentu harganya relatif mahal dan
ketersediaan terbatas (langka).

2.2.5 Jenis Kayu di Riau


Menurut Peraturan Konstruksi Kayu-PKKI (Lampiran3), dari 3000-4000 jenis
pohon yang ada diIndonesia baru sekitar 150 jenis yang telah diselidiki dan
dianggap penting dalam perdagangan. Dari jumlah tersebut sebagian
merupakan jenis kayu yang penting sebagai bahan struktur.
Lembaga Pusat Penyelidikan Kehutanan telah menyusun daftar kayu
Indonesia yang terdiri dari 90 jenis kayu penting diIndonesia. Daftar tersebut
tercantum selengkapnya pada Lampiran I.
Susunan kayu sebagaimana disajikan pada Gambar 2.4. terdiri dari
susunan sel-sel, dan sel-sel tersebut terdiri dari susunan“cellose”yang diikat dan
disatukan oleh “lignine”. Perbedaan susunan sel-sel inilah yang menyebabkan
perbedaan sifat-sifat dari berbagai jenis.

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


II‐14
 

Tabel 2-4 Kelas Kuat Kayu Berdasarkan Berat Jenisnya.

KELAS BERAT JENIS KUATLENTUR KUAT DESAK


KUAT KERINGUDARA 2 2
(Kg/Cm ) (Kg/Cm )

I >0,90 >1100 >650


II
0,90 -0,60 1100 -725 650 -425
III
0,60 -0,40 725 -500 425 -300
IV
0,40 -0,30 00 -360 300 -215
V
<0,30 <360 <215

Berat jenis menyatakan berat kayu dibagi dengan volumenya, umumnya


kayu yang baru ditebang mempunyai kadar air 40% untuk kayu berat hingga dan
200% untuk kayu ringan. Kadar air tersebut akan keluar bersamaan dengan
mengeringnya kayu hingga mencapai titik jenuh serat (fiber satu ration point),
yang berkadar lengas kira-kira 25–35%. Apabila kayu mongering dibawah titik
jenuh seratnya, dinding sel menjadi padat, akibatnya serat-seratnya menjadi kuat
dan kokoh. Jadi turunnya kadar lengas kayu mengakibatkan bertambahnya
kekuatan kayu.
Berdasarkan berat jenisnya, kayu di Indonesia dibedakan menjadi lima
kelas kuat, sebagaimana tersaji pada Tabel 2-5 (Klasifikasi ini disusun oleh
Lembaga Pusat Penyelidikan Kehutanan).

2.2.6 Cara Meningkatkan Keawetan Kayu


Upaya meningkatkan keawetan kayu telah lama dilakukan, tujuannnya
adalah untuk meningkatkan ketahanan kayu terhadap serangan-serangan
(rayap, bubuk, dll.) agar memperpanjang umur kayu.
Lembaga Penelitian Hasil Hutan (LPPH), membagi keawetan kayu
menjadi lima kelas awet. Pembagian kelas awet tersebut didasarkan pada kriteria
yang terdapat dalam Tabel 2-5

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


II‐15
 

 
Tabel 2-5 Kelas Awet Kayu Berdasarkan Umurnya.
KELAS AWET I II III IV V

Selalu 8 5 3 Sangat Sangat


berhungan tahun tahun tahun pendek pendek
dengan tanah
lembab.

Kayu tidak
terlindung 20 15 10 beberapa sangat
terhadapangin tahun tahun tahun tahun pendek
dan iklim, tetapi
dilindungi
terhadapair.

Kayu tidak tidak sangat beberapa pendek


ditempatkan di terbatas terbatas lama tahun
tempat
terlindung.
Kayu tidak tidak tidak 20
ditempatkan di terbatas terbatas terbatas tahun tahun
tempat
terlindungtapi
dirawat, dicat,
dsb.
Kayu termakan tidak jarang agak sangat sangat
/ cepat cepat cepat
terserang
rayap

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


II‐16
 

 
KELAS AWET I II III IV V

Kayu termakan
oleh tidak tidak hampir tidak sangat
bubuk tidak seberapa cepat
kayu,rayap dan
seranggalain

Ada beberapa cara untuk meningkatkan keawetan kayu, diantaranya adalah:


1. Membakar Kayu. Salah satu carauntuk menambah ketahanan kayu
adalah dengan membakar lapisan luar kayu tersebut. Bagian luar yang
berlapis arang tidak akan mudah termakan rayap. Cara ini biasanya
dipakai untuk tiang-tiang yang sebagian tertanam dalam tanah. Cara ini
tidak baik sebab kayu akan retak, sehingga bubuk/rayap akan mudah
masuk dalam retak-retak itu dan akan menyebabkan rusaknya kayu.
2. Mengetir.Biasanya dipakai pada tiang pagar dan rangka atap dari kayu
muda. Ada dua macam tir yang sering dipakai yaitu:
“kolter”dan“sweedsteer”warnanya coklat muda dan cair.
3. Penggunaan Karbolium. Karbolium lebih pada tir, sebab pori-pori kayu
tidak tertutup dan getahnya masih bisa keluar. Biasanya digunakan pada
bangunan air dan umum, misalnya untuk tiang jembatan dalam laut,
perahu, dll.
4. Penggunaan Minyak Kreosoot. Kayu yang akan di-kreosoot dimasukan
kedalam ketel. Kemudian disalurkan uap air, agar getah kayu keluar. Air
panas yang tercampur getah dan angin dipompa keluar. Lewat saluran
0
pipa lain minyak kreosoot yang telah dipanasi sampai 60 C dimasukan,
lalu diproses sampai 10 atmosfir. Penggunaan minyak ini juga bisa
disapukan atau dicatkan dibagian luar seperti mengetir.
5. Proses Burnett. Proses ini sama dengan proses minyak kreosoot, hanya
bahannya yang berbeda yaitu ZnCl2 berbusa dan tak berwarna. Caraini
tidak dapat digunakan untuk struktur yang terendam air.

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


II‐17
 

 
6. Penggunaan Kopervitriool (Prusi). ada proses ini digunakan dua bejana
(tangki) khusus. Tangki bagian atas diisi campuran kopervitriool dan air,
kayu dimasukan kedalam tangki bagian bawah, sehinggakopervitriool
bercampurair akan mengalir dan mengisipori-pori kayu.
7. Proses Kijan. Kayu direndam dalam air yang sudah dicampur bahan
pengawet Hg Cl 2 (zat cair putih yang beracun sangat berbisa dan tak
berwarna) selama 5- 14 hari, kemudian ditumpuk pada tempat yang
berangin. Kayu yang sudah diobati tidak berbau dan berwarna, setelah
kering bias dicat. Cara ini tidak baik jika digunakan pada struktur yang
berlengas, juga tidak baik dipadukan (komposit) dengan besi.
8. Proses Wolman. Proses ini menggunakan garam wolman, yaitu bahan
pengawet yang terdiri dari NaFe ditambah dinitrophenol dan
bichromatkers. Dijual dalam bentuk bubuk. Kayu yang akan diawetkan
harus dikeringkan terlebih dahulu, kemudian direndam dalam air yang
sudah dicampur garam wolman selama 7 hari dan kemudian
dikeringkan.
Berdasarkan SK-SNI03-3233-1998, tentang Tata Cara Pengawetan Kayu
Untuk Bangunan Rumah dan Gedungs ebagai berikut :
Pengawetan adalah suatu proses memasukkan bahan pengawet ke
dalam kayu dengan tujuan untuk memperpanjang masa pakai kayu. Kayu yang
harus diawetkan untuk bangunan rumah dan gedung adalah kayu yang
mempunyai keawetan alami rendah (kelas awet III,IV,V dan kayu gubal kelasI dan
II), dan semua kayu yang tidak jelas jenisnya. Bahan kayu yang akan diawetkan
harus melalui proses vakum tekan, proses rendaman, permukaan kayu harus
bersih dan siap pakai.
Peralatan yang digunakan dalam pengawetan dengan proses vakum
tekan adalah tangki pengawet, tangki pengukus, tangki persediaan, tangki
pencampur, pompa vacum, pompa tekan hidrolik, bejana vakum, pompa
pemindah larutan, kompresor, manometer, termometer, hidrometer, gelasukur
100 mL dan timbangan. Untuk proses, rendaman diperlukan peralatanyaitu bak
pencampur, tangkipersediaan, bak pengawet,pompa pemindah larutan, geas
ukur, hidrometer termometer, timbangan, dan manometer. Sedangkan untuk
rendaman panas dingin digunakan peralatan yang sama seperti rendaman
dingin tanpatimbangan dan ditambah tungku panas.
JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE
II‐18
 

 
Cara pengawetan sebagai berikut: Pembuatan bahan larutan, dan
persiapan kayu yang akan diawetkan. Pelaksanaan pengawetan dengan cara
vacum tekan, rendaman dingin atau rendaman panas-dingin. Setelah kayu
diawetkan maka kayu disusun secara teratur dengan menggunakan ganjal yang
seragam (1,5-2,0) x (2,5-3,0) cm, dan lindungi kayu dari pengaruh hujan dan
matahari secara langsung sampai kering udara.

2.3 Sifat Fisik dan Mekanik Kayu


Kayu memiliki perbedaan kekuatan dan kekakuan bukan saja antar spesies,
namun juga dalan species yang sama (Blass dkk., 1995; Rhude,---). Hal tersebut di
atas disebabkan oleh beberapa kondisi antara lain; karena sifat pertumbuhan
kayu, iklim, kepadatan hutan, lokasi pengolahan kayu, kadar air, dan cacat-cacat
kayu sehingga berpengaruh pula pada sifat fisik dan mekanik kayu yang
dihasilkan (Somayaji, 1995).
Pada umumnya kayu-kayu yang terberat merupakan kayu yang terkuat
dan bahwa keteguhan, kekerasan dan hampir semua sifat-sifat teknis lainnya
berbanding lurus dengan berat jenis. Penyimpangan-penyimpangan dapat terjadi
antara lain disebabkan oleh kadar ekstraktiv yang tinggi atau endapan-endapan
diantara serabut-serabut kayu. Zat-zat tersebut tidak meningkatkan kekuatan
mekanik kayu, tetapi umumnya pertambahan tebal dinding serabut-serabut dan
sel-sel menyebabkan kenaikan berat jenis kayu (Soewarsono, 1990).
Untuk dapat menggunakan kaidah-kaidah perhitungan matematis, sifat-
sifat mekanik kayu diidealisasikan sebagai berikut (Suhardjono dan Priskasari,
1994):
a. Homogenitas; karena kayu terdiri dari kumpulan serat-serat sehingga tidak
bersifat homogen, tetapi dalam praktek kayu masih dapat dianggap
homogen. Adanya cacat-cacat kayu, penyimpangan arah serat dan lain-lain
menyebabkan berbedanya kekuatan ijin kayu.
b. Hukum Hooke berlaku juga untuk kayu, sampai batas proposional sampai
sekitar 75 persen dari tegangan ultimit.
c. Pada pembebanan tekan kayu bersifat elastis sampai batas proposional.
Untuk beban tarik sifat-sifat kayu tergantung pada tingkat kelengasan kayu.
Kayu kering memperlihatkan batas elastisitas yang rendah, sedangkan kayu

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


II‐19
 

 
yang berkadar lengas tinggi (basah) akan terjadi perubahan bentuk yang
permanen pada beban yang kecil sekalipun.
d. Modulus kenyal kayu untuk beban tarik lebih besar 4 sampai 5 persen dari
beban tekan, kekuatan tarik kayu lebih tinggi dari kekuatan tekan antara 2
sampai 3 kali.
e. Hipotesis Bernoulli (anggapan bahwa pada balok terlentur tampang-
tampang tetap rata) guna mempermudah perhitungan balok terlentur.
f. Kayu bukan bahan isotropis (mempunyai sifat sama pada semua arah), yang
mana kayu dibedakan dalam tiga arah serat; longitudinal, radial dan
tangensial, namun sifat mekanik kayu pada arah tangensial dan radial tidak
banyak berbeda, sehingga dapat dibedakan hanya pada dua arah yakni;
arah sejajar serat dan arah tegak lurus serat.
Pedoman yang digunakan sebagai kriteria kekuatan kayu untuk struktur
mengacu pada PKKI-1961. Kekuatan kayu dibedakan menjadi 5 (lima) kelas
kekuatan, yakni kelas I, II, III dan IV dan V. Besarnya kerapatan dan kisaran
kekuatan kayu dapat digunakan untuk penentuan kelas kuat kayu. Hubungan
kerapatan dengan kekuatan kayu seperti terlihat pada tabel 2-6.

Tabel 2-6 Hubungan Kerapatan dengan Kelas Kuat Kayu

Kelas Kuat      Kerapatan      Kekuatan Lengkung    Kekuatan Tekan 


                 (gram/cm )           Absolut (kg/cm )               Absolut (kg/cm2) 
3 2

I                   0,90                  > 1100                >650 


II            0,90 – 0,60              1100 –725                              650 – 425 
III         0,60 – 0,40               725 – 500             425 – 300 
IV          0,40 – 0,30               500 – 360             300 – 215 
V                     0,30                         360                                215  

Tabel 2-6. di atas mengacu pada kerapatan kayu pada kondisi kadar
lengas 15 % dari kayu kering mutlak. Kekuatan balok dipengaruhi oleh interaksi
tegangan tekan dan tarik pada arah sejajar serat. Tegangan lentur balok kayu
hanya memperlihatkan perilaku elastis pada kondisi beban rendah. Pada
tegangan lentur selanjutnya, diagram tegangan-regangan lentur tidak lagi
JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE
II‐20
 

 
berperilaku elastis. Tegangan lentur maksimum yang terjadi juga disebut modulus
of rupture (MOR) yang dipengaruhi oleh kapasitas tarik dan tekan pada
penampang balok.
Nilai modulus tersebut berada diantara tegangan tarik dan tekan,
namun bukan menggambarkan tegangan ekstrim gabungan. Ketidaksesuaian
antara tegangan aktual dan tegangan yang dihitung (menggunakan rumus
lenturan) disebabkan perilaku inelastis dan posisi sumbu netral penampang yang
selalu berubah (Somayaji, 1995). Gambar 2.4. memperlihatkan hubungan
tegangan regangan antara uji tarik, tekan dan lentur kayu.

Tarik  fc 
 
(B) d/2 

d/2 
Lentur
ft 
Tekan
fc 
(A) 

garis netral 

  ft

Gambar 2.4 Diagram Tegangan Regangan; (A) Diagram Tegangan


Kondisi Elastis, dan (B) Saat Keruntuhan

2.4 Komposit
Bahan komposit saat ini telah banyak diproduksi dan digunakan secara
luas karena memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan produk yang hanya
terdiri dari satu jenis bahan. Definisi komposit adalah suatu bahan yang terdiri
JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE
II‐21
 

 
dari kombinasi dua atau lebih bahan yang berbeda digabung atau dicampur
secara makroskopis menjadi suatu bahan yang bergunan (Jones, 1975). Menurut
Schwartz (1984), komposit adalah bahan yang tersusun dari campuran atau
kombinasi dua atau lebih unsur unsur utama yang secara makro berbeda di
dalam bentuk dan komposisi bahan yang tidak pada dasarnya dapat dipisahkan.
Komposit secara penggunaan bahan Pada umumnya bahan komposit terdiri dari
dua unsur, yaitu serat (fiber) sebagai penguat dan bahan pengikat serat-serat
tersebut yang disebut matrik. Komposit juga dapat dibentuk dari kombinasi dua
atau lebih bahan, baik logam, organik ataupun anorganik. Kombinasi bahan yang
mungkin di dalam komposit tidak terbatas, namun unsur pokok dari bentuknya
terbatas. Unsur pokok dalam komposit adalah serat, partikel, lamina atau lapisan,
flake, filler, dan matrik. Matrik adalah unsur pokok tubuh komposit yang menjadi
bagian penutup dan pengikat struktur komposit. Serat, partikel, lamina (lapisan),
flake, filler dan matrik merupakan unsur pokok struktur karena unsur tersebut
menentukan struktur internal komposit.
Jones (1975) menyatakan bahwa bahan komposit mempunyai
kelebihan yakni:
a. kekuatan (strength)
b. kekerasan (stiffness)
c. ketahanan terhadap korosi (corrosion resistance)
d. tidak mudah rusak (wear resistance)
e. daya tarik (attractiveness)
f. berat (weight)
g. usia fatigue (fatigue life)
h. temperature-dependent behavior
i. hambat panas (thermal insulation)
j. konduktivitas thermal (thermal conductivity)
k. serap bising (acoustical insulation)

Kaw (2006) mengklasisfikasikan 3 macam jenis komposit berdasarkan


penguat yang digunakannya, yaitu:
1. Fibrous Composites (Komposit Serat)
Merupakan jenis komposit yang hanya terdiri dari satu lamina atau satu
JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE
II‐22
 

 
lapisan yang menggunakan penguat berupa serat/fiber. Fiber yang digunakan
bisa berupa glass fibers, carbon fibers, aramid fibers (poly aramide), dan
sebagainya. Fiber ini bisa disusun secara acak maupun dengan orientasi tertentu
bahkan bisa juga dalam bentuk yang lebih kompleks seperti anyaman.
2. Laminated Composites (Komposit Laminat)
Merupakan jenis komposit yang terdiri dari dua lapis atau lebih yang
digabung menjadi satu dan setiap lapisnya memiliki karakteristik sifat sendiri.
3. Particulalate Composites (Komposit Partikel)
Merupakan komposit yang menggunakan partikel/serbuk sebagai
penguatnya dan terdistribusi secara merata dalam matriknya.

2.5 Kayu Laminasi (glulam)


Kayu laminasi atau dikenal juga secara luas dengan istilah glulam (glue
laminated) mulai diperkenalkan di Eropa pada akhir abad ke 19, berupa lapisan-
lapisan kayu gergajian (lumbers) yang dilekatkan dengan bahan resin tertentu
sehingga semua lapisan seratnya sejajar pada arah memanjang (Breyer, 1988).
Pembuatan struktur kayu glulam telah dimulai di Jerman pada tahun 1906
menggunakan jenis perekat casein, kemudian di Switzerland dan Scandinavia,
tetapi produksi balok laminasi dalam skala besar dimulai di Amerika beberapa
tahun sebelum perang dunia ke II, seiring berkembangnya teknologi dalam
pembuatan resin sintetis (Tsoumis, 1991). Glulam berbentuk lengkungan (arch
erected) mulai dibuat di Laboratorium Forest Products U.S.D.A. Madison,
Wisconsin pada tahun 1934. Aplikasi struktur glulam lainnya telah dibuat bentuk
curved arches dan kubah dengan panjang bentangan masing-masing mencapai
91 dan 115 meter (Somayaji, 1995).
Struktur glulam memiliki beberapa kelebihan dibanding kayu gegajian
yang solid, yakni; ukuran dapat dibuat lebih tinggi, lebih lebar, bentangan yang
lebih panjang, bentuk penampang lengkung (curved) dan konfigurasi bentuk
lonjong dapat difabrikasi dengan mudah, mutu kayu lebih rendah dapat
digunakan pada daerah tegangan rendah, pengeringan awal tiap lapisan kayu
dapat mengurangi perubahan bentuk, serta reduksi kekuatan akibat adanya
cacat cacat kayu (misalnya mata kayu) menjadi lebih acak di sepanjang volume
balok (Falk dan Colling, 1995; Blass dkk., 1995). Penyebaran mata kayu pada

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


II‐23
 

 
suatu potongan melintang balok glulam oleh Breyer (1988) terlihat pada
Gambar 2.5


Mata 


Pot. I‐I
(A)

II

Mata 

II
Pot. II‐II
(B)
Gambar 2.5 Penyebaran Mata Kayu; Balok utuh (A), Balok Glulam (B)

Blass dkk. (1995) menyatakan bahwa dalam pembuatan glulam,


penyebaran mata kayu dalam volume balok akan memungkinkan bahan yang
menjadi lebih homogen. Pengaruh kegagalan yang potensial pada daerah mata
kayu dapat tereduksi, menghasilkan lebih sedikit variasi, dan pada mutu kayu
yang lebih rendah, tegangan rata-rata akan lebih tinggi.
Penelitian mengenai balok glulam oleh Koval’chuk dan Batrushaitis,
(1989); Isna, (1998) memperlihatkan bahwa cacat-cacat (defect) pada kayu
kurang berpengaruh pada kekuatan balok glulam dibandingkan pada kayu yang
solid. Hal tersebut didukung oleh Falk dan Colling (1995) bahwa karakteristik
penting balok glulam menghasilkan kekuatan yang melebihi dibandingkan
lapisan tunggal serta deformasi yang terjadi lebih sedikit. Hasil penelitian oleh
Bohannan dan Moody (1973) diperoleh bahwa di daerah dalam penampang
suatu balok glulam yang mempunyai cacat kurang dari 60 persen, kekuatannya
dibandingkan kayu tanpa cacat tidak berbeda secara signifikan dan untuk lapisan-
lapisan bagian atas dan bawah penampang balok yang kurang dari 20 persen

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


II‐24
 

 
tidak peru memakai lapisan kayu yang bebas cacat untuk memperoleh rasio
kekuatan sebesar 100 persen.
Struktur glulam umumnya difabrikasi dengan lebar dan tinggi tertentu.
Ketebalan tiap lapis tidak melebihi 2 inci (Blass, dkk., 1995). Umumnya glulam
difabrikasi dengan tebal tiap lapis antara 3/4 inci sampai 1½ inci, lapisan yang
lebih tipis untuk ketebalan ¾ inci diperlukan untuk membuat struktur glulam
bentuk-bentuk lengkung. Lebar glulam dapat bervariasi antara 3 sampai 10 ½
inci. Kadar air tiap lapisan dibatasi sebesar 16 persen atau kurang sebelum
dilekatkan, perbedaan kadar air maksimal 5 persen (Breyer, 1988; ).
 
Balok glulam dapat dibentuk dengan dua mutu kayu yang berbeda,
dimana lapisan-lapisan kayu yang mempunyai kekuatan tinggi ditempatkan pada
bagian luar yang mempunyai tegangan lebih tinggi serta lapisan-lapisan bagian
dalam dengan kayu mutu lebih rendah (Blass, 1995) seperti terlihat pada gambar
2.6.

Tegangan 
 desak  Kayu mutu  

c

M Kayu mutu
c  rendah

tegangan   Kayu mutu  

(A)  (B) (C)


Gambar 2.6 Penampang Balok Glulam; (A) Penampang Memanjang,
(B) Diagram Tegangan, (C) Potongan Melintang

Golyakov (1976) telah meneliti pengaruh variasi mutu lapisan-lapisan


balok glulam terhadap kekakuan balok, hasil yang diperoleh bahwa penempatan
lapisan-lapisan kayu mutu lebih rendah pada bagian dalam akan cocok untuk

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


II‐25
 

 
balok bentang panjang. Sebaliknya, penempatan lapisan-lapisan kayu mutu lebih
tinggi pada bagian dalam lebih sesuai untuk balok-balok bentangan pendek.

2.6 Jenis-Jenis Resin Sintetis


Hartomo (1993) membedakan jenis resin sintetis menurut sifat
mekanisnya menjadi tiga jenis, yakni resin thermoplastik, resin thermoset dan
resin blend resin-karet.
Yang termasuk resin thermoplastik antara lain; poliamida, polime
vinil/akrilik, turunan selulosa atau bahan alam rosin, shellac, resin oleo dan lilin
mineral. Sifat resin tersebut akan melunak bila dipanaskan serta mengalami creep
bila dikenai tegangan. Resin ini hanya digunakan untuk beban-beban ringan non-
struktural. Resin thermoset berasal dari bahan-bahan alam (hewan, tanaman,
kasein) atau sintetik yang berupa epoksi, fenolik, poliester, poliaromat. Resin
termoset sifatnya bagus, tahan creep, memadai untuk resin struktural beban
berat, tahan kondisi ekstrim panas, dingin, tahan radiasi, kelembamam, serta
tahan terhadap bahan kimia. Sedangkan resin blend resin-karet merupakan
gabungan resin termoset dengan bahan karet, beberapa contoh resin ini adalah
fenolik-nitril dan penolik-neopren, penggunaan resin ini dipakai untuk resin
struktural maupun non- struktural.
Proses pengerasan resin thermoplastik merupakan proses secara fisik hasil
penguapan bahan pelarut atau menurunnya temperatur, sifat resin thermoplastik
yang telah mengeras akan melunak bila dikenai panas. Resin thermoset mengeras
karena reaksi kimia dengan bantuan panas atau katalis atau kedua-duanya,
kemudian akan mengeras secara permanen bila didinginkan (Tsoumis, 1991).
Jenis-jenis perekat buatan yang umum (dipakai secara luas) dalam
perekatan kayu adalah; Phenol Formaldehida (PF), Resorsinol Formaldehida (RF),
Melamin Formaldehida (MF) dan Urea Formaldehida (UF). Bahan-bahan tersebut
diperoleh dari alam berupa gas alam, coal (batu bara) dan petrolium (minyak
bumi) dengan bahan tambahan unsur-unsur alam di udara (Prayitno, 1994).
Bagan alir asal pembuatan perekat PF, RF, MF dan UF seperti terlihat pada
lampiran 1 (Kollmann, 1975).
Perekat PF dapat berupa cairan, tepung maupun berupa kertas lembaran
(film). Pengerasannya pada suhu tinggi, yakni 115 sampai 150oC, hanya untuk
jenis setting dingin dapat mengeras pada suhu ruang (20oC) (Tsoumis, 1991).

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


II‐26
 

 
Sifatnya tahan cuaca, air panas atau mikroba dan awet pada suhu tinggi, namun
bila terlalu asam (kontrol katalis tidak baik) mengakibatkan kerusakan pada kayu
pada suhu hangat-lembab. Penggunaan resin ini banyak dipakai untuk industri
plywood dan untuk penggunaan luar ruangan (Blass dkk., 1995).
Perekat RF dapat mengeras pada suhu antara 5 sampai 100oC. dan dapat
digunakan pada kadar air kayu sampai 18o. Perekat RF mempunyai kekuatan
yang sangat tinggi, namun harganya mahal. Biasanya diformulasikan sebagai
phenol-resrcinol menjadi perekat jenis Phenol-Resorcinol Formaldehida (PRF)
(Tsuomis,1991).
Perekat MF bisanya beredar di pasaran dalam bentuk tepung (yang dapat
larut dengan air), sebab dalam bentuk cairan akan sulit dalam masa
penyimpanan. Suhu pengerasannya antara 50 sampai 100oC. Sifatnya tahan air,
suhu tinggi dan mikroorganisme, namun dari segi harga cukup tinggi (Tsoumis,
1991).
Perekat UF jenis press panas (hot press) hanya sesuai untuk penggunaan
non-struktural seperti plywood, papan chip dan lainnya. Hanya perekat UF
khusus setting dingin yang cocok untuk keperluan struktural, sifatnya tidak boleh
terlalu asam serta harus ditambahkan bahan pengisi (filler) agar dapat mengisi
celah (sampai 1 mm). Disamping itu, garis perekatan dapat retak apabila lebih
tebal dari 0,1 mm. Perekat UF memiliki keterbatasan terhadap air dan panas
dalam waktu yang cukup lama. Perekat UF hanya digunakan untuk struktur
glulam type interior (Blass dkk., 1998).
Teknik perekatan dengan bahan porous memerlukan alat pengempaan.
Sistim pengempaan dapat dilakukan dengan tekanan panas (hot pressing) atau
kempa dingin (cold pressing). Pengempaan panas membutuhkan waktu relatif
singkat, namun secara teknis sulit dilakukan untuk balok laminasi, pengempaan
dingin membutuhkan waktu lebih lama (Prayitno, 1996).
Besarnya tekanan yang diberikan menurut Tsoumis (1991) adalah sebesar
0,7 MPa untuk kayu-kayu lunak dan 1 MPa untuk kayu keras. Menurut Blass
(1995), pada umumnya besarnya tekanan yang diberikan antara 0,4 - 1,2
2
N/mm . Ketebalan resin menghasilkan keteguhan rekat yang baik antara 0,01 –
0,002 in. (Selbo, 1975 dalam Prayitno, 1996). Hubungan antara ketebalan garis
perekatan dengan kekuatan geser kayu seperti diperlihatkan pada gambar 2.7.
(Maxwell, 1945 dalam Kollmann, 1975)
JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE
II‐27
 

Kuat geser  270
260
(kg/cm2) 
250
240
230
220
210
200
20 40 60  80 100 120
Tebal garis perekat (m) 
Gambar 2.7 Hubungan Ketebalan Garis Perekat dengan Kuat Geser Kayu

Proses dan pengerasan reaksi selama perekatan berlangsung dengan


bantuan pemanasan atau bahan katalis. Bahan katalis atau hardener dapat
berupa jenis-jenis asam, paraformaldehyde, garam-garam amonium atau bahan
kimia lainnya. Bahan tambahan diperlukan untuk menekan biaya atau
meningkatkan sifat perekatannya (misalnya kekentalan), bahan tambahan
tersebut berupa bahan pengembang (extender) atau bahan pengisi (filler).
Beberapa faktor yang mempengaruhi pengerasan perekat terlihat pada gambar
2.8. (Tsoumis, 1991).

Gambar 2.8 Pengaruh Pengerasan Perekat terhadap (A) hardener NH4Cl dan (B)
Suhu pada Perekat Urea Formaldehida

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


II‐28
 

 
Prayitno (1996) menyatakan bahwa kekuatan rekat kayu-kayu Indonesia
dengan berat jenis lebih dari 0,80 menghasilkan kekuatan rekat yang kurang
lebih sama. Hasil ini masih kurang meyakinkan karena tergantung beberapa
faktor, namun dapat disimpulkan bahwa korelasi yang positif hanya terlihat pada
berat jenis dibawah 0,80. Beberapa faktor mempengaruhi dalam perekatan kayu
antara lain adalah faktor perekat, faktor bahan yang direkat, teknik perekatan,
cara pengujian, aplikasi bahan. Faktor perekat dipengaruhi oleh bahan pengisi
(filler), bahan pengembang (extender), bahan pengeras (hardener), bahan
pengawet, bahan tahan api dan lain sebagainya. Adapun faktor bahan yang
direkat dipengaruhi oleh struktur anatomi bahan, massa jenis, kadar air, sifat
permukaan dan lain-lain.
Glue Spread adalah jumlah perekat yang dilaburkan per satuan luas
permukaan bidang rekat. Jumlah perekat yang dilaburkan menggambarkan
banyaknya perekat terlabur agar tercapainya garis perekat pejal yang kuat.
Satuan luas permukaan rekat ditentukan dengan satuan Inggris yakni seribu kaki
persegi (1000 square feet) dengan sebutan MSGL yang dinyatakan dengan
satuan pound (lbs). Bila kedua bidang permukaan dilabur, maka disebut MSDL
atau pelaburan dua sisi. Untuk perekatan dua sisi diperlukan tambahan perekat
sebesar 10 persen (Prayitno, 1996). Di laboratorium, satuan perekat dikonversikan
menjadi lebih sederhana yang disebut GPU (gram pick up) dengan formula :

S.A
GPU  ……………………………………( 2.1. )
317,5
dengan GPU = gram pick up (dalam gram), S = jumlah perekat yang dilaburkan
dalam pound/MSGL atau pound/MSDL, A = Luas bidang yang akan direkatkan
(inci per segi). Apabila luas bidang rekat dihitung dalam centimeter persegi, maka
faktor pembagi pada rumus 2.1. menjadi 2048,2.
Tahapan dalam perekatan kayu secara umum dilakukan sebagai berikut:
a. Menimbang sejumlah dua pertiga bahan perekat yang akan dipakai ke
dalam pencampur (biasanya dihitung terhadap bahan padat atau bukan
bahan pelarut (solid).
b. Menimbang bahan tambahan seperti pengisi (filler), pengembang
(extender), pengeras (hardener), katalisator (catalyst) dan pengawet

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


II‐29
 

 
(preservative) serta bahan lain yang diperlukan, dan kemudian dicampur
dengan perekat yang terdahulu.
c. Mengaduk bahan adonan perekat tersebut sampai tidak menunjukkan
gumpalan (lump free condition).
d. Menambahkan sisa sepertiga bahan perekat bersama-sama dengan air
yang diperlukan.
e. Mengaduk sampai tidak ada gumpalan.
Langkah pengerasan perekat pada permukaan kayu terdiri dari lima tahap,
yakni; flow (aliran sisi atau aliran samping), transfer (perpindahan dari sisi terlabur
ke sisi tak terlabur), penetration (masuknya bahan perekat ke dalam bahan yang
direkat), wetting (pembasahan kayu oleh pelarut perekat) serta solidification
(pengerasan perekat menurut cara pengerasannya) (Prayitno, 1996).

1. Kriteria perancangan balok glulam


Perancangan menurut batas tegangan ijin (allowable state design (ASD))
sudah lama dipakai sebagai dasar perhitungan konstruksi kayu, dimana tegangan
yang terjadi pada elemen struktur tidak melampaui tegangan yang diijinkan.
Peraturan konstrksi kayu di Indonesia (PKKI, NI-5) tahun1961 menggunakan
konsep perancangan tersebut. Peraturan lain yang lebih lengkap mengenai
perancangan balok glulam adalah peraturan NDS (National Design Spesification)
yang dikeluarkan oleh National Forest Products Assosiation (NFPA).
Konsep lain untuk perancangan struktur kayu yang dikembangkan saat ini
yakni perancangan atas dasar reliability menggunakan konsep perancangan
kekuatan batas (limit state design). Kekuatan batas tersebut terdiri dari kekuatan
batas ultimit (ultimate limit state) dan batas kemampuan layan (seviceability limit
state), dimana tegangan yang terjadi tidak melampaui batas ultimit bahan. Di sisi
lain, tidak ada beban dari kombinasi-kombinasi pembebanan yang dialami
struktur yang melampaui batas kemampuan layannya. Standar perancangan
kekuatan batas telah diatur dalam standar standar LRFD (Load and Resistance
Factor Design) yang dikeluarkan oleh AF&PA /ASCE-95.
Dasar perancangan balok glulam sama seperti perancangan balok yang
utuh, namun ada beberapa faktor modifikasi diperlukan untuk perancangan
struktur glulam (Rhude,---; Breyer, 1988).

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


II‐30
 

1.a. Perancangan menurut ASD:


Perancangan balok glulam menurut spesifikasi NDS-1991 didasarkan
pada kriteria tegangan lentur aktual (fb) harus lebih kecil atau sama dengan
tegangan lentur izin yang koreksi (F’b), atau :

f b  Fb' ……………..…………………….(2.2a.)

F’b = Fb x C …………………….…………..(2.2b.)
dengan; Fb = Tegangan lentur ijin, C = faktor-faktor modifikasi.
Tegangan ijin lentur mengacu pada ketentuan sebagai berikut:
a. Analisa kekuatan kayu bebas cacat secara statistik, kecuali untuk
tegangan tekan sejajar arah serat dan modulus elastisitas. Digunakan
tingkat kepercayaan (convident limit) sebesar 5%.
b. Perbedaan kadar air yang melebihi 5% tidak diperhitungkan.
c. Rasio tegangan digunakan untuk menetapkan nilai kayu bebas cacat
sebagai perhitungan reduksi kekuatan.
d. Tegangan padapoin (c) selanjutnya direduksi dengan faktor ketentuan
umum (general adjustment factor) yang berhubungan dengan waktu
pengujian, perakitan dan penggunaan ketentuan serta beberapa faktor-
faktor lainnya.
Pengaruh kombinasi ditetapkan sebagai faktor aman rata-rata sebesar 2,5.
Untuk modulus elastisitas tidakdiberikan faktor aman. Beberapa alasannya adalah
bahwa modulus elastisitas digunakan untuk perhitungan menghitung defleksi
aktual balok (Breyer, 1988).
Faktor-faktor modifikasi balok glulam antara lain oleh pengaruh lama
pembebanan, pengaruh kadar air, pengaruh ketinggian balok, pengaruh bentuk
penampang balok dan lain sebagainya (dibahas lebih lanjut pada sub bab 3.).
Ketentuan perancangan balok glulam pada spesifikasi NDS-1991
digunakan rumus lenturan seperti perhitungan balok kayu yang solid dengan
memberikan faktor-faktor modifikasi tertentu. Hitungan tegangan aktual pada
rumus 3. diilustrasikan pada gambar 2.9.

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


II‐31
 

Gambar 2.9 Idealisasi Distribusi Tegangan Lentur Balok Glulam


Besarnya tegangan lentur adalah:

M.y
fb  ……………………….………....(2.3.)
It
 1 1   E1 1
2
3 1 3
It  2 bh1  bh1  h1  h2    bh2 ……………….(2.4.)
12 2 2   E2 12
dengan M = momen akibat beban lateral, y = jarak dari garis netral ke serat
penampang yang ditinjau, It = momen inersia penampang transformasi.

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


II‐32
 

 
Gaya geser yang terjadi pada struktur balok dapat berupa gaya geser vertikal
maupun horizontal, tegangan geser horizontal maksimum akan terjadi pada
sumbu netral penampang balok. Perilaku tegangan geser pada balok
diilustrasikan pada gambar 2.10.
Gambar 2.10 Tegangan Geser Horizontal Balok (A) Balok Dua Lapis tanpa

garis 
P  netral
III

(A) 
 
L  III

P garis 
IV netra

(B) 
IV L   

Intraksi Geser dan, (B) dengan Interaksi Geser

Tegangan geser kayu relatif kecil sehingga tegangan geser horizontal


dapat pula menyebabkan kegagalan struktur ( Somayaji, 1995 ).
Spesifikasi NDS-1991 memberikan batasan tegangan geser horizontal
balok glulam berdasarkan rumus :

V.Q
fv   Fv' …………………………………..( 2.5a.)
I.b
F’v = Fv . C ……………..……………………..….(2.5b.)
dengan V = gaya geser yang terjadi, Q = statis momen terhadap sumbu netral
penampang, I = momen inersia penampang, b = lebar balok, Fv = tegangan geser
ijin, C = faktor-faktor modifikasi.

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


II‐33
 

 
1.b. Perancangan standar LRFD
Perancangan balok glulam menurut standar LRFD-95 didasarkan pada
kriteria beban terfaktor (Ru) harus lebih kecil atau sama dengan tahanan berfaktor

( R’), atau :

Ru λ R' ……………..…………………….(2.6a.)
R’ = Rn x C ……………….…….………………….(2.6b.)
dengan;  = faktor pengaruh kondisi pembebanan  = faktor ketahanan
untuk balok lentur, Rn = Tahanan referensi dan C = faktor-faktor modifikasi.
Faktor pengaruh pembebanan () dan faktor tahanan () seperti terlihat pada
lampiran 2.
Tahanan referensi Rn ditentukan secara konsep reliability berdasarkan
kondisi pengujian bahan dalam waktu singkat (short term) dan kondisi kering
udara. Tahanan referenasi struktur glulam didasarkan pada kondisi sebagai
berikut:
a. Kondisi kadar air maksimum 16 persen serta batas bawah kadar air
simbang tahunan rata-rata adalah enam persen.
b. Berlaku untuk suhu 32oC, atau suhu dapat mencapai 65oC pada
komponen struktur, atau temperatur sesaat yang melebihi 93oC pada
panel struktural. Komponen struktur kayu tidak diperkenankan untuk
secara terus menerus berada pada suhu di atas 65oC.
c. Produk-produk kayu yang tidak diawetkan.
d. Produk baru (bukan merupakan material yang diambil untuk digunakan
kembali).
e. Komponenstruktur tunggal tanpa pembagi beban (load sharing).

2. Kekakuan balok glulam


Grafik hubungan antara beban dan lendutan yang terjadi pada balok
dapat digunakan untuk menentukan kekakuan balok. Kekakuan didefinisikan
sebagai gaya yang dibutuhkan untuk memberikan satu unit displacement.
Besarnya kekakuan pada balok dihitung dengan rumus berikut :

P
k ………….………………………. (2.7.)

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


II‐34
 

 
dengan k = kekakuan, P = gaya dan  = lendutan.
Besarnya faktor kekakuan balok (EI) ditentukan dari hubungan antara
momen dan kelengkungan, dimana kelengkungan merupakan fungsi dari
momen lentur atau dapat ditulis sebagai berikut:

M
 ……………………………………… (2.8.)
EI
dengan  adalah kelengkungan balok, M adalah momen akibat pembebanan luar
serta EI merupakam faktor kekakuan atau ketegaran lentur (flexure rigidity)
Kelengkungan balok didekati dengan persamaan metode beda hingga
(finite difference) untuk dengan menganggap bahwa lendutan balok relatif kecil,
penurunan rumus menghasilkan persamaan beda tengah (central difference)
untuk penentuan kelengkungan suatu titik dengan pendekatan titik-titik di
sampingnya atau dapat ditulis menjadi:
y i 1  2 y i  y i 1
 ………………………………… (2.9)
x 2

Sehingga dengan menentukan mendekati atau secara balok


Selanjutnya persamaan kurva lendutan

3. Lendutan balok glulam


Adanya pembebanan lateral, menyebabkan terjadinya defleksi balok
glulam. Defleksi maksimum yang terjadi akibat pembebanan terpusat di tengah
bentang adalah sebesar:

P.l3
δ ………………………….………(2.10.)
48E.I
Pembatasan lendutan yang disyaratkan PKKI yakni maks  1/300L, untuk
konstruksi terlindung, dengan L = panjang bentang. Untuk balok yang tidak

terlindung maks  1/400L, maks  1/200L untuk konstruksi kuda-kuda. Untuk


konstruksi rangka batang yang tidak terlindung, maks dibatasi sampai 1/700L.
Sfasifikasi NDS-1991 memberikan batasan fmaks 1/240L untuk pembebanan
kombinasi.

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


II‐35
 

4. Faktor-faktor modifikasi balok glulam


Faktor modifikasi struktur kayu secaraumum adalah; faktor kadar air (CM),
faktor suhu (CT), faktor pengawetan kayu (Cpt), faktor lamanya pembebanan (CD),
dan faktor ukuran penampang (CF), faktor untuk balok lengkung (CC), faktor
kelangsingan (Cs), faktor bentuk (Cf), faktor perlakuan terhadapapi (Crt). Faktor-
faktor tersebut tidak seluruhnya digunakan dan tergantung dari kondisi yang
mungkin dialami suatu struktur glulam selama masa layannya.
Tegangan rancang yang disyaratkan untuk perancangan menurut ASD,
berdasarkan pada kondisi beban normal, yakni pembebanan selama 10 tahun
(asumsi beban hidup pada lantai). Oleh karena itu, faktor lamanya pembebanan,
CD jenis pembebanan tersebut ditetapkan sebesar 1,0. Besarnya CD untuk jenis
pembebanan lainnya berkisar antara 0,9 sampai 2,0. (Breyer, 1988; NDS-1991).

Tabel 2-7 Faktor Lama Pembebanan (Cd)


Kombinasi Jangka Pendek Pembebanan Cd

Beban Mati 0.9


Beban Hidup pada Lantai 1.0
Beban Salju 1.15
Beban Hidup pada Atap 1.25
Beban Angin atau Gempa 1.33
Beban Kejut 2.0

Faktor kadar air, CM berdasarkan pada kondisi kadar air masa layan
kurang dari 16 persen. Faktor CM hanya dikoreksi bila konstruksi pada masa layan
dapat melebihi 19 persen.
Tegangan lentur ijin yang disyaratkan berdasarkan pada balok shallow
penampang persegi yang dikenai tegangan pada sumbu kuat. Balok shallow
didefinisikan sebagai balok yang dengan tinggi balok 12 inci atau kurang. Faktor
ukuran penampang CF, dihitung berdasarkan rumus berikut:

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


II‐36
 

 
1/ 9
 12  ……………………………( 2.11.)
CF   
d
dengan d = tinggi balok (inci).

5. Kestabilan lateral balok glulam


Faktor kelangsingan pada balok lentur dihitung menurut runus:

le d
Cs  ……….……………………… (2.12.)
b2
Dengan le = panjangbentang efektif balok (inci), d dan b masing-masing
adalah tinggi dan lebar balok.
Untuk balok satu bentang dengan pembebanan terpusat, le = 1.61 lu,
untuk balok satu bentang dengan beban terbagi merata, le = 1.92 lu, dan untuk
balok satubentang atau balok cantilever dengan beban lainnya, harga le = 1.92
lu.
Apabila faktor kelangsingan, Cs tidak lebih dari 10 (balok pendek), harga
tegangan disain, Fb’ berdasarkan rumus 2.3. dan 2.5. dapat dipakai. Jika faktor
kelangsingan lebih besar dari 10, maka harga Fb’ diperhitungkan faktor kestabilan
balok. Untuk balok bentang panjang, faktor Cs tidak boleh lebih dari 50.
Untuk balok penampang empat persegi, digunakan syarat batas
pengekangan untuk mencegah perpindahan rotasi laterali. Penentuan
pengekangan lateral berdasarkan rasio tinggi terhadap tebal balok, yakni;
(a) Rasio d/b 1 sampai 2: tidak diperlukan pengekang lateral.
(b) Rasio d/b 3 sampai 4: Ujung-ujung balok dipertahankan dalam posisi
yang tetap dengan; balok yang solid setinggi balok, penghalang,
penggantung, dipaku atau dibaut pada balok-balok rangka, atau
dengan cara lainnya yang sesuai.
(c) Rasio d/b 5: salah satu ujungnya dipegang segaris sepanjang
bentang.
Rasio d/b 6: dihalangi balok solid setinggi balok atau pengaku menyilang
ditempatkan setiap jarak tidak kurang dari 8 feet sekurang-kurangnya kedua
ujung dipegang segaris atau sekurang-kurangnya ujung daerah tegangan desak
balok disanggah sepanjang bentang untuk mencegah perpindahan lateral.

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


II‐37
 

 
2.7. Jenis-Jenis Sambungan dan Pasak
Sambungan dan pasak kayu memiliki bermacam macam tipe, dimana
pada sambungan kayu tersebut dapat dimanfaatkan dalam kontruksi bangunan
maupun jembatan. Berikut jenis-jenis sambungan kayu yang dapat di temui pada
kontruksi bangunan pada umumnya.

a. Sambungan Bibir Lurus


Merupakan jenis sambungan yang paling sederhana, kekuatan
sambungan lemah karena masing-masing ditakik setengah, sehingga digunakan
untuk batang yang seluruh permukaannya tertahan (contoh balok tembok).
Sambungan bisa diperkuat dengan paku atau baut. Jenis sambungan bibir lurus
ini biasanya digunakan untuk penyambungan kayu pada arah memanjang.
(biasanya digunakan untuk kayu balok pada konstruksi bangunan).

Gambar 2.11 Sambungan Bibir Lurus

b. Sambungan Kait Lurus


Jenis sambungan ini digunakan apabila ada gaya tarik yang timbul pada
batang, dan seluruh permukaan batang tertahan. Sambungan dapat diperkuat
dengan paku atau baut.

Gambar 2.12 Sambungan Kait Lurus


JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE
II‐38
 

c. Sambungan Lurus Miring


Sambungan ini digunakan untuk menyambung gording yang dipikul
oleh kuda-kuda.

Gambar 2.13 Sambungan Lurus Miring

d. Sambungan Kait Miring


Hampir sama dengan bibir miring, sambungan digunakan jika gaya tarik
bekerja pada batang.

Gambar 2.14 Sambungan Kait Miring

e. Sambungan Takikan Mulut Ikan


Tipe sambungan takikan lurus mulut ikan ini biasa digunakan pada balok
kayu dengan arah memanjang. Untuk detailnya silakah lihat gambat berikut.

Gambar 2.15 Sambungan Takikan Mulut Ikan


JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE
II‐39
 

f. Sambungan Memanjang Kunci Sesisi


Jenis sambungan ini digunakan untuk konstruksi kuda-kuda baik balok
tarik maupun kaki kuda-kuda, karena menghasilkan kekuatan tarik maupun desak
yang baik. Letak pengunci pada balok tarik berada diatas, sedangkan pada pada
kaki kuda-kuda berada di atas. Pengunci akan menyebabkan momen sekunder
pada sambungan, oleh karena tidak diperkenankan menggunakan sambungan
miring.

Gambar 2.16 Sambungan Memanjang Kunci Sesisi

g. Sambungan Memanjang Kunci Jepit


Sambungan kunci jepit dapat menetralisir momen sekunder yang terjadi
pada sambungan kunci sesisi. Kekuatan yang dihasilkan lebih baik, namun
kurang tepat digunakan untuk kuda-kuda.

Gambar 2.17 Sambungan Memanjang Kunci Jepit


h. Sambungan Memanjang Tegak Lurus
Digunakan untuk tiang-tiang tinggi, yang dimensinya sulit didapatkan di
pasaran.

Gambar 2.18 Sambungan Memanjang Tegak Lurus


JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE
II‐40
 

i. Sambungan Kayu Melebar Lidah dan Alur


Tipe sambungan kayu melebar jenis Lidah Dan Alur ini biasa digunakan
pada jenis kayu melebar untuk konstruksi lantai dan konstruksi dinding. Untuk
detailnya silakah lihat gambat berikut.

Gambar 2.19 Sambungan Kayu Melebar Lidah dan Alur

j. Sambungan Takikan Lurus Rangkap


Tipe sambungan takikan lurus rangkap ini biasa digunakan pada balok
kayu dengan arah memanjang.

Gambar 2.20 Sambungan Takikan Lurus Rangkap

k. Sambungan Kayu Purus dan Lobang dengan Gigi Tegak


Tipe sambungan kayu purus dan lobang dengan gigi tegak ini biasa
digunakan pada balok kayu dengan arah memanjang. Untuk detailnya silakah
lihat gambar berikut.
JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE
II‐41
 

Gambar 2.21 Sambungan Kayu Purus dan Lobang dengan Gigi Tegak

l. Sambungan Bersusun Dengan Gigi

Gambar 2.22 Sambungan Bersusun dengan Gigi

m. Hubungan Penyiku

Gambar 2.23 Hubungan Penyiku

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


II‐42
 

 
n. Hubungan Silang dan Lintang
Hubungan silang, digunakan untuk menghubungkan kayu yang saling
silang (vertikal dan horisontal). Sambungan lintang digunakan untuk
pemasangan bubungan/nok.

Gambar 2.24 Hubungan Silang dan Lintang

o. Hubungan Pen Lobang


Hubungan Pen lobang, digunakan untuk hubungan ambang atas
dengan tiang daun pintu.

Gambar 2.25 Hubungan Pen Lobang

p. Hubungan Serong
Hubungan serong, digunakan untuk hubungan antara kaki kuda-kuda
dengan balok tarik.

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


II‐43
 

Gambar 2.26 Hubungan Serong

2.8 Kerangka Pemikiran


Sejumlah kabupaten di Provinsi Riau, seperti Kabupaten Indragir Hiri dan
Hulu, memiliki banyak sungai dan parit, berukuran lebar maupun kecil, sehingga
aksesibilitas transportasi menjadi relative terbatas. Maka perlu diupayakan
pembagunan sarana transportasi sepeti pembaungan jembatan penghubung
untuk meningkatkan aksesibilitas area tersebut.

Jembatan yang umum digunakan saat ini berupa jembatan yang terbuat
dari material beton bertulang maupun baja. Sulitnya akan sarana transportasi dan
ketersediaan material dilokasi kemungkinan akan dibangunya suatu jembatan
menyebabkan jembatan beton bertulan maupun baja sulit terealisasi. Selain itu
pembangunan jembatan mengunakan material beton bertulang maupun
bajarelatif berat, sehingga jika dibangun ditanah yang relative lunak seperti di
Propinsi Riau maka akan memerlukan pondasi sangat kuat dengan biaya yang
realtive mahal. Selain itu, dengan tingginya tingkat kesadahan air gambut dan
rawa di area pesisir mengakibatkan proses korosi baja menjadi cepat dibanding di
kondisi air lainnya. Sehingga perlu dicarikan solusi berbasis kearifan lokal dan
berbahan baku lokal untuk membangun jembatan bentang pendek di Provinsi
Riau. Dalam hal ini dipandang perlu untuk mengkaji sampai berapa jauh material
kayu dapat berperan dalam konstruksi jembatan di Provinsi Riau.

Namun perlu disadari potensi kayu dan luas hutan alam di Provinsi Riau
semakin menyusut, diameter kayu semakin kecil serta semakin banyak ketrsediaan
bahan baku kayu dari produk Hutan Tanaman Industri (HTI). Akibatnya pasok
material kayu kls I semakin terbatas, sedangkan ketersediaan kayu Kls II dan III
JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE
II‐44
 

 
relative banyak seperti kayu akasia, kayu Agatis, Acacia Magnium, Mahang, dan
Sengon. Padahal umumnya dalam pembangunan jembatan kayu, penggunaan
kayu Kelas I adalah hal yang lumrah. Jika hal ini terus dibiarkan maka, dengan
semakin terbatasnya ketersediaan kayu Kelas I, dikuatirkan potensi kayu Kelas I
semakin cepat habis. Sehingga perlu dikaji teknologi komposit apa yang dapat
mengkombinasikan kekuatan kayu kelas I dengan kelas III agar dapat menjadi
jembatan komposit dengan kekuatan kayu kelas I dengan perbandingan tertentu.

2.9 Contoh Kondisi Eksisting Aplikasi Jembatan Kayu di Provinsi Riau


Aplikasi jembatan kayu dan jembatan sementara ataupun jembatan
darurat di Provinsi Riau telah cukup lama dilakukan. Namun penggunaan kayu
jembatan masih bertumpu pada penggunaan kayu kelas I seperti kayu Ulin dan
resak sebagai balok dan gelagar. Sedangkan sebagai balok tanam masih memakai
kayu bakau atau penyirih yang relative tahan air. Penggunaan campuran kayu
dalam bentuk komposit masih belum dilaksanakan. Konsekuensinya pemakaian
kayu kelas I menjadi sangat intens dan banyak (Gambar 2.27).

Gambar 2.27 Foto dan gambar penggunaan balok kayu jembatan Ulin di
Kabupaten Indragiri Hilir
Sumber dokumentasi 2015.

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


II‐45
 

Gambar 2.28 Foto dan gambar penggunaan gelagar jembatan dan balok kayu
jembatan Ulin di Kabupaten Indragiri Hilir
Sumber dokumentasi 2015.

Sedangkan penggunaan teknologi sambungan masih relatif sederhana


menggunakan sambungan jepit dan pasak.

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


II‐46
 

BAB IIII
METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian


Penelitian dilakukan di Kabupaten Indragiri Hilir untuk survey tentang
jenis kayu lokal. Lokasi penelitian ini di pilih karena Kabupaten ini merupakan
salah satu daerah yang memiliki jumlah parit dan sungai yang banyak di Provinsi
Riau. Sedangkan pendekatan kearifan lokal tentang konstruksi jembatan kayu
dengan penggunaan sambungan dan pasak kayu diambil dari Suku Talang
Mamak di Kabupaten Indragiri Hulu.

Pendekatan kearifan lokal tentang penggunaan sambungan dan pasak


kayu dipelajari dari Suku Talang Mamak yang merupakan salah satu tertua di
Provinsi Riau dari zaman proto Melayu. Sedangkan lokasi penelitian untuk kerifan
lokal ini adalah Dusun Tuo Datai Talang Mamak yang terletak di Hulu Sungai
Gansal dan Sungai Melenai Desa Rantau Langsat Kecamatan Batang Gansal
Kabupaten Indragiri Hulu di Wilayah Taman Nasional Bukit Tigapuluh yang dapat
diakses dengan jalan Darat. Yaitu melalui Siberida (Pekanbaru-Siberida 285 km)
dengan menggunakan Mobil untuk menuju jalan bekas HPH. Atau juga melalui
Simpang Pendowo sekitar 2,5 km dari desa Keritang, desa yang terletak di
Kecamatan Kemuning Kabupaten Indragiri Hilir yang berbatasan langsung
dengan Kabupaten Indragiri Hulu, Riau.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif.


Penelitian diawali dengan kajian teori mengenai arsitektur vernakular dan teori-
teori struktur kontruksi sebagai background knowledge, selanjutnya penelitian
dilanjutkan dengan kajian objek penelitian dengan cara mengumpulkan
informasi mengenai elemen-elemen kontruksi beserta maknanya, serta kegiatan
yang ada di dalamnya, baik cara pembuatan dan metode kontruksi yang
digunakan masyarakat Suku Talang Mamak yang ada di dalam lingkup penelitian.
Informasi yang telah dikumpulkan selanjutnya diendapkan dan dikaji dengan
menggunakan metode grounded theory melalui teknik pengkodean open
coding, axial coding and selective coding (Corbin & Strauss, 1998). Selanjutnya
JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE
III‐1
 
 

 
data-data tersebut dikelompokkan berdasarkan variasi tertentu guna melihat
karakter maupun jenis kontruksi dan sambungan yang digunakan oleh
masyarakat suku Talang Mamak.

Gambar 3.1 Peta Rencana Lokasi Penelitian di Indragiri Hilir

Lokasi penelitian di Kabupaten Indragiri Hilir terebut merupakan lokasi


untuk survey jenis kayu atau material kayu yang akan digunakan dalam
pembuatan prototype jembatan. Sedangkan aplikasi simulasi jembatan kayu di
lakukan di Universitas Riau. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan adanya
ketersediaan aplikasi, peralatan dan tenaga ahli yang memadai di Fakultas Teknik
Universitas Riau.

Aplikasi Pilot project Emergency Bridge berteknologi komposit dengan


penggunaan material lokal dan kearifan lokal (local wisdom) Suku Talang Mamak
akan berlokasi di Universitas Riau atau di sekitar Kota Pekanbaru (ditentukan
kemudian). Hampir sama dengan diatas, hal ini dilakukan dengan pertimbangan
adanya ketersediaan aplikasi, peralatan dan tenaga ahli yang memadai di
Fakultas Teknik Universitas Riau, yang berlokasi di Kota Pekanbaru.

3.2 Bahan dan Alat Penelitian


Adapun bahan-bahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


III‐2
 
 

 
1. Empat jenis kayu potensial lokal ( Kayu Keruing, Kayu Kuras, Kayu Meranti
Merah, Kayu Meranti Kuning).
2. Komponen Perekat Epoxybond berbasis Epoxy dan Crossbond berbasis
PVAc–modifikasi.

Berdasarkan jenis kegiatan, alat-alat yang digunakan dalam penelitian


ini dikelompokan menjadi:
1. Alat untuk pengolahan dan penyiapan bahan
Alat-alat yang digunakan yakni;
a. Mesin gergaji band saw untuk membelah kayu.
b. Mesin gergaji circular saw untuk membuat sampel uji sifat fisik dan
mekanik.
c. Mesin planner untuk meyerut kayu.
d. Meteran untuk mengukur panjang, lebar dan tinggi bahan baku, meteran
yang digunakan panjang pengukuran sampai 5 meter.
e. Alat -alat kelengkapan untuk membuat benda uji blok geser laminasi
seperti klem penjepit, wadah tempat adukan perekat, alat pengaduk
(stick), pelat baja lentur dan sarung tangan.
f. Timbangan meja untuk menimbang bahan perekat, bahan pengisi (filler)
dan pengeras (hardener).
g. Clamp

Alat uji sifat fisik dan mekanik kayu


Peralatan pengamatan dan pengukuran sifat-sifat fisik dan sifat mekanik
kayu, yakni;
a. Moisture-meter untuk menentukan persentase kadar air atau kadar lengas
kayu.
b. Oven untuk mengeringkan kayu yang berguna untuk penentuan kadar
lengas sampel kayu.
c. Timbangan meja untuk menimbang berat sampel kayu. Timbangan yang
digunakan dengan ketelitian 0.001 gram.
d. Kaliper untuk mengukur panjang, lebar dan tebal sampel kayu, kaliper
yang digunakan yang mempunyai panjang pengukuran sampai 300 mm,
ketelitian sampai 0,05 mm.

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


III‐3
 
 

 
e. Gelas ukur untuk penimbangan berat immersion sampel kayu. Gelas ukur
yang digunakan kapasitas 500 cc.
f. Universal Testing Machine (UTM), untuk pengujian sifat-sifat mekanik
kayu.
2. Alat untuk membuat balok glulam
a. Gelas ukur untuk tempat (wadah) bahan perekat. Gelas ukur yang
digunakan kapasitas 100 cc, 250 cc dan 500 cc.
b. Meteran untuk mengukur panjang balok glulam, panjang pengukuran
sampai 5 meter.
c. Alat-alat kelengkapan untuk membuat balok laminasi seperti klem
penjepit, wadah tempat adukan perekat, alat pengaduk (stick), pelat baja
lentur, kuas dan sarung tangan.

3.3 Benda Uji


1. Benda uji pendahuluan
Ukuran benda uji untuk pengujian sifat fisik dan mekanik kayu
menggunakan standar ASTM D 143-94 dan SNI 03-3960-1995. Pengujian sifat
fisik dan mekanik meliputi da uji kerapatan kayu, kadar lengas kayu, uji lentur, uji
geser laminasi. Masing-masing benda uji dibuat tiga ulangan.
Benda uji geser laminasi dibuat dua variasi jenis perekat (Epoxy dan
Crossbond), masing-masing tiga ulangan, pengempaan dilakukan dengan
mengencangkan baut pada baja profil, lama waktu pengempaan ditetapkan
selama 10 jam. Jumlah benda uji untuk pengujian pendahuluan secara lengkap
sebagai berikut :
2. Pembuatan benda uji sifat fisik dan mekanik
Benda uji untuk pengujian sifat fisik dan mekanik kayu diambil dari
sampel kayu yang bebas dari cacat-cacat, meliputi benda uji kerapatan kayu,
kadar lengas kayu, uji lentur, serta uji geser laminasi. Ukuran benda uji balok
lentur dibuat ukuran 50 x 50 x 760 mm, sesuai standar menurut ASTM D 143-94,
masing-masing benda uji dibuat tiga ulangan.
3. Pembuatan benda uji geser laminasi
Papan-papan ukuran masing-masing benda uji sebanyak 2 x( 25 x 90 x
200 mm) serta 50 x 90 x 200 disiapkan untuk pembuatan sampel uji geser

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


III‐4
 
 

 
laminasi. Permukaan kayu pada bidang yang akan direkat dibersihkan dari debu.
Bahan perekat disiapkan dan ditimbang untuk tiap lapis papan.
Bahan perekat Epoxy dan hardener ditimbang sesuai kebutuhan.
Perekat Epoxy dan hardener dicampur perbandingan 1 : 1, kemudian diaduk
dengan kecepatan konstan menggunakan tongkat kayu sampai adonan rata dan
tidak terlihat gumpalan.
Permukaan bidang rekat papan dilaburkan dengan alat pelat baja tipis
pada kedua sisi bidang rekat papan sampai rata. Selanjutnya dilakukan
pengempaan kedua sisi tersebut dengan tekanan kempa antara 1 sampai 1,1
MPa. Pengempaan dilakukan selama 10 jam pada suhu ruangan.
Setelah pengempaan selesai, dibiarkan selama satu hari, lalu dipotong
menjadi benda uji geser, bentuk pemotongan bahan seperti terlihat pada gambar
3.2. Ukuran benda uji sesuai dengan benda uji geser utuh seperti terlihat pada
gambar 3.2.

Gambar 3.2 Benda Uji Blok Geser Laminasi

3.4 Pengujian sifat fisik dan mekanik kayu


Pengujian sifat fisik dan mekanik kayu meliputi kerapatan kayu, kadar
lengas kayu, uji lentur serta uji geser laminasi.
Pengujian kerapatan kayu dilakukan dengan cara menimbang berat
sampel kayu dengan ketelitian 0,001 gram. Kadar air masing-masing benda uji
dikontrol menggunakan alat moisture meter serta dicacat besarnya kadar air kayu
yang diperoleh. Benda uji kemudian diukur volumenya (sisi lebar x tebal x tinggi)
menggunakan kaliper (sampai ketelitian 0,1 mm) lalu dicatat. Benda uji kemudian
diukur volumenya menggunakan alat kaliper dengan ketelitian sampai 0,01.

Perhitungan kerapatan kayu dihitung dengan rumus berikut:

mw
w = …….……………………..……(3.1.)
Vw
dengan mw = berat sampel kayu pada kondisi kadar air tertentu (gram), Vw =
volume kayu ((tebal x lebar x tinggi), (dalam mm)).
JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE
III‐5
 
 

 
Pengujian kadar air benda uji dilakukan dengan cara dikeringkan dalam
oven sampai berat benda uji konstan pada 103  2oC. Berat konstan dicapai bila
dalam dua kali penimbangan berturutan selang waktu enam jam, selisih berat
benda uji hanya berbeda maksimum 0,5 persen. Bila kondisi kadar air kering oven
tercapai, maka benda uji dikeluarkan dari oven untuk selanjutnya didinginkan
dalam desikator dan ditutup rapat selama 15 menit untuk mencegah kayu
menyerap air di udara lebih dari 0,1 persen.
Kadar air kayu, uu dihitung dengan rumus berikut:
w u w o
uu  x100 (dalam persen) …………..(3.2.)
wo
dengan wu = berat benda uji awal (kering udara), wo = berat benda uji
kering oven.
Pengujian sifat mekanik kayu dilakukan dengan mesin uji UTM. Setelah
dilakukan pengujian, kadar air benda uji dikontrol menggunakan alat moisture
meter lalu harga yang terbaca pada alat dicatat. Pengujian-pengujian sifat
mekanik kayu dimulai dengan mengukur sisi tebal, lebar dan panjang
penampang benda uji dengan ketelitian 0,1 mm. Benda uji diletakkan pada
posisinya pada alat UTM dan dilakukan pembebanan pada kecepatan
pembebanan konstan dan diusahakan benda uji rusak hanya dalam 1,5 sampai 2
menit. Bentuk dan cara pengujian seperti terlihat pada lampiran 5.
Pengujian lentur dilakukan dengan mengukur dimensi benda uji di
tengah-tengah penampang memanjangnya dengan ketelitian 0,1 mm (posisi
lebar pada bidang radial dan tinggi atau tebal bidang tangensial). Jarak antar
tumpuan (sendi rol) adalah sebesar 12 sampai 16 kali tinggi benda uji.
Pengujian modulus elastisitas bahan dilakukan dengan mengukur dimensi
benda uji pada penampang memanjangnya dengan ketelitian 0,1 mm (posisi
lebar pada bidang radial dan tinggi atau tebal bidang tangensial). Pembebanan
dilakukan dua titik dengan jarak sepertiga panjang bentang. Pengujian dilakukan
dengan kecepatan pembebanan yang konstan sampai 18 MPa dalam waktu 30
detik. Kemudian kurangi pembebanan pelan-pelan sampai 5 MPa, selanjutnya
naikkan laig sampai 18 MPa lalu diturunkan lagi menjadi 5 MPa. Selama siklus
naik-turun pembebanan, dicacat defleksi yang terjadi dalam waktu kurang dari 10
detik pada saat pembebanan 7 MPa dan 18 MPa.

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


III‐6
 
 

BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI KEGIATAN

4.1 Lokasi dan Keadaan Geografis


Berikut ini adalah peta wilayah kabupaten Indragiri Hilir

Gambar 4.1 Peta Wilayah Kabupaten Indragiri Hilir

Kabupaten Indragiri Hilir resmi menjadi Daerah Tingkat II berdasarkan


Undang-undang No.6 Tahun 1965 tanggal 14 Juni 1965 (LNRI No.49) dengan
ibukota Tembilahan. Pada Tahun 2005 Wilayah Administrasi Pemerintahan
daerah ini terdiri dari 20 Kecamatan, 18 Kelurahan dan 174 desa. Pada tahun
2011, jumlah kelurahan dan desa di Kabupaten Indragiri Hilir mengalami
penambahan karena adanya pemekaran desa yaitu menjadi 203 desa dan 33
kelurahan.

Kabupaten Indragiri Hilir terletak dibagian selatan Propinsi Riau dengan


2
luas wilayah 11.605,97 km dalam posisi 0o36’ Lintang Utara, 1o07’ Lintang

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


IV‐1
 
 

 
Selatan, 104o10’ Bujur Timur dan 102o32’ Bujur Timur.

Tabel 4-1 Wilayah Administrasi Kecamatan di Kabupaten Indragiri Hilir

Luas*
No. Desa 2
Km %
1. Keritang 543,45 4,68
2. Kemuning 525,48 4,53
3. Reteh 407,75 3,51
4. Sungai Batang 145,99 1,26
5. Enok 880,86 7,59
6. Tanah Merah 721,56 6,22
7. Kuala Indragiri 511,63 4,41
8. Concong 160,29 1,38
9. Tembilahan 197,37 1,70
10. Tembilahan Hulu 180,62 1,56
11. Tempuling 691,19 5,96
12. Kempas 364,49 3,14
13. BatangTuaka 1.050,25 9,05
14. Gaung Anak Serka 612,75 5,28
15. Gaung 1.479,24 12,75
16. Mandah 1.021,74 8,80
17. Kateman 561,09 4,83
18. Pelangiran 531,22 4,58
19. Teluk Belengkong 499,00 4,30
20. Pulau Burung 520,00 4,48
Jumlah 11.605,97 100,00
Sumber: BPS, 2015

4.2 Geografi dan Topografi


Wilayah Kabupaten Indragiri Hilir merupakan hamparan yang relatif
datar dan memiliki konfigurasi dataran rendah. Secara umum, kondisi tanah

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


IV‐2
 
 

 
terdiri dari tanah gambut dan rawa-rawa yang sangat potensial untuk
perkebunan kelapa hibrida. Potensi kelapa hibrida yang luas ini menjadikan
Kabupaten Indragiri Hilir berperan sebagai gudang kelapa di Provinsi Riau.

Jenis tanah podsolik merah kuning tersebar di daerah perbukitan


sebelah selatan yaitu disekitar Keritang. Tanah ini mempunyai tingkat kesuburan
yang rendah. Hal ini berhubungan dengan tingkat keasaman tanah, kandungan
hara yang rendah, kandungan liat tinggi, dan adanya unsur-unsur beracun dalam
tanah kedalaman tanah bervariasi dari 40 cm sampai lebih dari 150 cm. Pada
daerah-daerah sekitar puncak bukit dan lereng atas bukit, kedalaman solum
tanahnya hanya 30-50 cm, sedangkan pada lereng bawah berkisar antara 50-100
cm.

Kabupaten Indragiri Hilir, mempunyai ketinggian tempat yang


penentuannya didasarkan pada jarak vertikal antara suatu tempat dengan garis
permukaan air laut berkisar 0 - 500 meter di atas permukaan laut. Ada sebagian
wilayah yang memiliki ketinggian > 500 m yaitu di perbukitan Taman Nasional
Bukit Tiga Puluh (TNBT) di Kecamatan Keritang. Sebagian besar wilayah
Kabupaten Indragiri Hilir (mencakup areal seluas 95,88% dari seluruh wilayah)
memiliki ketinggian 0 - 7 m, sementara yang terletak pada ketinggian antara 100
- 00 m dpl mencakup 1,81% dari seluruh wilayah.

Sebagian besar (93,31%) dari luas wilayah Kabupaten Indragiri Hilir


merupakan daerah endapan sungai serta daerah rawa dengan tanah gambut
(peat) berupa hutan payau (mangrove) yang meliputi pesisir sungai Indragiri dan
pulau-pulau dengan luas lebih kurang 1.082.953,06 hektar dengan rata-rata
ketinggian lebih kurang 0-3 Meter dari permukaan laut. Hanya sebagian kecil
wilayah (6,69%) berupa daerah berbukit-bukit dengan ketinggian rata-rata 6-35
meter dari permukaan laut, yang terdapat dibagian selatan Sungai Reteh
Kecamatan Keritang, yang berbatasan dengan Propinsi Jambi. Dengan topografi
seperti dipaparkan di atas, maka pada umumnya daerah ini dipengaruhi oleh
pasang surut. Apalagi bila diperhatikan fisiografinya, dimana tanah-tanah
tersebut terbelah-belah oleh beberapa sungai, terusan, dan membentuk gugusan
pulau-pulau. Pulau-pulau yang terdapat di Kabupaten Indragiri Hilir pada
umumnya telah didiami penduduk dan sebagian diusahakan penduduk untuk
JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE
IV‐3
 
 

 
dijadikan kebun-kebun kelapa, persawahan pasang surut, kebun sagu dan lain
sebagainya.

Gugusan pulau tersebut meliputi: Pulau Kateman, Pulau Burung, Pulau


Pisang, Pulau Bakong, Pulau Air Tawar, Pulau Pucung, Pulau Ruku, Pulau Mas,
Pulau Nyiur dan pulau-pulau kecil lainnya. Disamping gugusan pulau tersebut
maka terdapat pula selat-selat/terusan kecil seperti: Selat/Terusan Kempas,
Selat/Terusan Batang. Selat/Terusan Concong. Selat/Terusan Perawang,
Selat/Terusan Patah Parang, Selat/Terusan Sungai Kerang, dan Selat/Terusan
Tekulai. Selain selat/terusan alam terdapat pula terusan buatan antara lain:
Terusan Beringin, Terusan Igal, dan lain-lain Selain itu di daerah ini juga terdapat
danau dan tanjung yakni Danau Gaung, Danau Danai dan Danau Kateman,
sedangkan tanjung yang ada di Indragiri Hilir adalah Tanjung Datuk dan Tanjung
Bakung.

Berdasarkan aspek geomorfologi, Kabupaten Indragiri Hilir merupakan


dataran rendah yang memanjang dari barat laut ke tenggara dan selatan.
Daerah ini memiliki sarana irigasi yang bersumber pada Sungai Siak. Berdasarkan
morfologi dan litologinya, keterdapatan air tanah di daerah ini merupakan
akumulasi air tanah yang potensial.

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


IV‐4
 
 

 
Gambar 4.2 Peta Geologi Kabupaten Indragiri Hilir

Gambar 4.3 Peta Topografi Kabupaten Indragiri Hilir

4.3 Kondisi Tanah


Pada umumnya struktur tanah di Kabupaten Indragiri Hilir terdiri atas
tanah Organosol (Histosil), yaitu tanah gambut yang banyak mengandung bahan
organik. Tanah ini dominan di Wilayah Indragiri Hilir terutama daratan rendah
diantara aliran sungai. Sedangkan disepanjang aliran sungai umumnya terdapat
formasi tanggul alam natural river leves yang terdiri dari tanah-tanah Alluvial
(Entisol) dan Gleihumus (Inceptisol).

Vegetasi alami dari daerah tanah-tanah organosol, alluvial dan


gleihumus adalah hutan pematang, hutan rawa primer, hutan rawa sekunder,
hutan pasang surat, penggunaan lahan untuk hutan lebat, belukar dan
sejenisnya pada tahun 1994 seluas 841.242 hektar. Luas areal perkebunan
meningkat dari 379.760 hektar menjadi 464.802 hektar atau meningkat 8,50%
dibandingkan dengan periode sebelumnya sedangkan total produksi hasil
perkebunan juga mengalami peningkatan dari 283.266 ton menjadi 416.690 ton
naik sebesar 133.424 ton atau 13,34%.

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


IV‐5
 
 

Gambar 4.4 Peta Tanah Kabupaten Indragiri Hilir

4.4 Hidrologi dan Iklim


Kabupaten Indragiri Hilir memiliki banyak sungai, baik sungai besar
maupun sungai kecil (anak sungai), penyebaran sungai tersebar hampir
keseluruh Kecamatan. Sungai utama di daerah ini adalah Sungai Indragiri yang
berasal dari Danau Singkarak (Sumatera barat) dan bermuara di Selat Berhala. Di
samping sungai selat dan terusan, Kabupaten Indragiri Hilir juga dibelah oleh
parit yang sangat banyak dan belum terhitung jumlahnya. Kondisi ini melengkapi
spesifikasi wilayah dengan sebutan Negeri Seribu Parit.
Sungai yang terbesar di daerah ini adalah Sungai Indragiri Hilir yang
berhulu di penggunungan Bukit Barisan (Danau Singkarak), sungai Indragiri
mempunyai tiga muara ke Selat Berhala, yaitu di Desa sungai Belu, Desa Perigi
Raja dan Kuala Enok. Sedangkan sungai-sungai lainnya adalah: Sungai Guntung,
Sungai kateman, Sungai Danai, Sungai Gaung, Sungai Anak Serka, Sungai Batang
Tuaka, Sungai Enok, Sungai Batang, Sungai Gangsal, yang hulunya bercabang
tiga yaitu Sungai Gangsal, Sungai Keritang, Sungai Reteh, Sungai Terap, Sungai
Mandah, Sungai Igal, Sungai Pelanduk, Sungai Bantaian, dan sungai Batang
Tumu. Selengkapnya sungai-sungai yang melintasi setiap Kecamatan di
Kabupaten Indragiri Hilir dapat dilihat pada Tabel 4-2.
JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE
IV‐6
 
 

 
Tabel 4-2 Sungai-sungai yang Melintasi Kecamatan di Kabupaten Indragiri Hilir
No. Nama Sungai Melintasi Kecamatan

1. Sungai Indragiri Tempuling

2. Sungai Gaung Gaung

3. Sungai Anak Serka Gaung Anak Serka

4. Sungai Guntung Kateman

5. Sungai Danai Pulau Burung

6. Sungai Kateman Kateman

7. Sungai Batang Tuaka Batang Tuaka

8. Sungai Enok Enok

9. Sungai Gangsal Reteh

10. Sungai Keritang Kemuning

11. Sungai Reteh Reteh

12. Sungai Terab Reteh

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Indragiri Hilir

Kabupaten Indragiri Hilir sangat dipengaruhi oleh pasang surutnya air


sungai/parit, dimana sarana perhubungan yang dominan untuk menjangkau
daerah satu dengan daerah lainnya adalah melalui sungai/parit dengan
mengunakan kendaraan speed boat, pompong, dan perahu. Diantara sungai-
sungai yang utama di daerah ini adalah Sungai Indragiri yang berasal dari dari
Danau Singkarak (Propinsi Sumatera Barat) yang bermuara di selat berhala.
Kabupaten Indragiri Hilir terletak pada dataran rendah atau daerah
pesisir timur dengan ketinggian < 500 meter dari permukaan laut. Hal ini
mengakibatkan daerah ini menjadi daerah rawa-rawa yang beriklim tropis basah.
Akan tetapi, terdapat beberapa desa yang merupakan dataran tinggi. Desa-desa
tersebut terdapat di Kecamatan Keritang dan Kemuning. Hal ini menyebabkan
lahan pertanian pada daerah tersebut tidak terpengaruh pada air laut.

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


IV‐7
 
 

Gambar 4.5 Jumlah Rata-rata Curah Hujan (mm) per Bulan di Kabupaten Indragiri
Hilir Tahun 2013 (BPS, 2014)

Gambar 4.6 Peta Iklim Kabupaten Indragiri Hilir

4.5 Monografi Daerah


Masalah penduduk di Kabupaten Indragiri Hilir sama halnya seperti
daerah lain di Indonesia, dimana untuk mencapai manusia yang berkualitas
dengan jumlah penduduk yang tidak terkendali akan sulit tercapai. Program

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


IV‐8
 
 

 
kependudukan yang meliputi pengendalian kelahiran, menurunkan tingkat
kematian bagi bayi dan anak, perpanjangan usia dan harapan hidup, penyebaran
penduduk yang seimbang serta pengembangan potensi penduduk sebagai
modal pembangunan yang harus ditingkatkan.
Penduduk Kabupaten Indragiri Hilir pada Tahun 2013 berjumlah
739.799 jiwa. Rata-rata jiwa per rumah tangga adalah 4 jiwa, tidak berubah dari
tahun sebelumnya karena kenaikan jumlah penduduk diikuti dengan kenaikan
jumlah rumah tangga. Kecamatan yang paling banyak penduduknya adalah
Kecamatan Tembilahan yaitu 81.509 jiwa dan kecamatan yang paling sedikit
jumlah penduduknya adalah Kecamatan Sungai Batang yaitu 12.782 jiwa.

Kepadatan penduduk di Kabupaten Indragiri Hilir adalah 64 jiwa per


km². Kecamatan yang paling padat penduduknya adalah di Kecamatan
Tembilahan dengan tingkat kepadatan 413 jiwa per km², sedangkan kecamatan
yang paling jarang penduduknya adalah Kecamatan Gaung dengan Tingkat
Kepadatan 26 jiwa per km².

Tabel 4-3 Luas, Jumlah Penduduk, Distribusi dan Kepadatan Penduduk


Kabupaten Indragiri

Kepadatan
Jumlah Penduduk Distribusi
No Kecamatan Penduduk
(Jiwa) (%)
(Jiwa/km²)

1 Keritang 71.226 9,63 131


2 Kemuning 41.369 5,59 79
3 Reteh 46.752 6,31 114
4 Sungai Batang 12.782 1,73 88
5 Enok 39.048 5,28 44
6 Tanah Merah 30.548 4,13 42
7 Kuala Indragiri 20.650 2,79 40
8 Concong 14.786 2,00 92
9 Tembilahan 81.509 11,01 413

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


IV‐9
 
 

 
Kepadatan
Jumlah Penduduk Distribusi
No Kecamatan Penduduk
(Jiwa) (%)
(Jiwa/km²)

10 Tembilahan Hulu 46.680 6,31 258


11 Tempuling 30.760 4,16 45
12 Kempas 39,433 5,33 108
13 Batang Tuaka 30.321 4,10 29
14 Gaung Anak Serka 25.405 3,43 41
15 Gaung 35.722 4,83 24
16 Mandah 43.192 5,84 42
17 Kateman 50.197 6,79 89
18 Pelangiran 42.852 5,79 81
19 Teluk Belengkong 12.935 1,75 26
20 Pulau Burung 23.632 3,19 45
Jumlah 739.799 100 64
Sumber: BPS Kabupaten Indragiri Hilir, 2014

4.6 Kondisi Eksisting Jembatan Kayu di Kabupaten Indragiri Hilir


Berdasarkan hasil survei lapangan yang telah dilakukan oleh tim peneliti,
di beberapa daerah Kabupaten Indragiri Hilir masih menerapkan jembatan kayu
sebagai akses penghubung antar wilayah pedesaan. Adapun salah satu desa
yang masih menggunakan jembatan kayu sebagai penghubung antar wilayah
adalah Desa Rumbai Jaya. Desa yang tak jauh dari jembatan Rumbai Jaya ini
memiliki parit-parit atau anak sungai yang relatif banyak. oleh karena itu
diperlukan jembatan bentang pendek untuk menghubungkan antar wilayah
tersebut. adapun spesifikasi jembatan yang ada pada Desa Rumbai Jaya ini dapat
dilihat pada tabel 4-4 dibawah ini.

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


IV‐10
 
 

Tabel 4-4 Jembatan Kayu pada Desa Rumbai Jaya


No Keterangan Gambar

Bagian deck jembatan kayu


dengan ukuran 2,5 m,
1. material kayu untuk
jembatan ini uaitu dari
kayu keruing

Kuda-kuda untuk atap


sebagai pelindung materal
2. deck dan gelagar dari
hujan maupun panas agar
menjaga keawetan kayu

Railing dan gelagar


3. jembatan yang terbuat dari
kayu kelas II

Sumber : Hasil Survei Lapangan, 2016

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


IV‐11
 
 

 
4.7 Pendekatan Kearifan Lokal pada Suku Talang Mamak
Suku Talang Mamak tergolong bangsa Proto Melayu, yaitu rumpun suku
pertama dari bangsa Melayu yang merupakan anggota bangsa Austronesia
(Yoesoef, 1992). Untuk menuju pemukiman suku Talang Mamak yang terdapat di
Desa Talang Durian Cacar, dapat diakses melalui jalan darat melalui Kecamatan
Kelayang (Pekanbaru-Kelayang 285 km) dengan menggunakan Mobil. Rute
sejauh 18 km dari Simpang Kelayang hingga memasuki Kecamatan Rakit Kulim
dan menuju Desa Talang Duirian Cacar atau juga yang lebih dikenal dengan
jalan Dalex, perjalanan ini sebaiknya dilakukan dengan sepeda motor trail atau
mobil bergardan dua. Sedangkan akses jalan di perkampungan suku Talang
Mamak di Desa Talang Durian Cacar, hanya ada jalan setapak, dengan medan
yang terjal. Kondisi geografis yang berbukit-bukit serta dilewati dengan anak-anak
sungai, membuat akses menuju pemukiman Talang Mamak semakin sulit, jarak
kelompok pemukiman satu dan lainnya sangat jauh. Jalan dan Jembatan
merupakan akses yang harus dilewati untuk mencapai pemukiman suku Talang
Mamak.

Gambar 4.7 Suku Talang Mamak


(Sumber: Dokumentasi, 2012)

Berdasarkan fenomena tersebut, maka kontruksi jembatan pada akses


pemukiman suku Talang Mamak menjadi menarik untuk dipelajari sebagai
khasanah arsitektur vernakular Indonesia khususnya di Pulau Sumatera semakin
kaya. Hal tersebut dikarenakan karena kontruksi bangunan pemukiman rumah

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


IV‐12
 
 

 
Suku Talang Mamak diduga dapat memberikan informasi bagaimana arsitektur
vernakular masyarakat Melayu Kuno.
Menurut Amos Rapoport (1969) dalam House Form and Culture, bentuk
atau model vernakular dipengaruhi oleh enam faktor yang disebut dengan
modifying factor, yaitu: faktor bahan, faktor kontruksi, faktor teknologi, faktor
iklim, faktor lahan, dan faktor sosial budaya.
Arsitektur vernakular menggunakan bahan alami yang ada di alam sekitar
atau bahan ‘ramah’ lingkungan. Kontruksi yang digunakan dalam arsitektur
vernakular tidak melibatkan ahli kontruksi. Model vernakular diterapkan secara
kolektif oleh masyarakat. Teknologi yang dipakai dalam arsitektur vernakular
dipakai secara turun-temurun atau diwariskan dan menjadi tradisi dalam
masyarakat. Iklim dan lingkungan sekitar menjadi faktor penentu pemilih bahan,
perancangan dan penerapan kontruksi serta teknologi yang semuanya
merupakan hasil adatasi dari iklim dan alam sekitar. Pemilihan bahan disesuaikan
dengan pemaknaan secara fisik bangunan.

Gambar 4.8 Perkampungan Suku Talang Mamak


(Sumber: Balai Taman Nasional Bukit Tigapuluh, 2012)

Penelitian kali ini akan menekankan pada bagaimanakah karakteristik


dan kontruksi bangunan pada pemukiman Suku Talang Mamak, pemilihan aspek
kontruksi karena kontruksi merupakan hal yang penting dalam menunjang suatu
bangunan. Harapannya penelitian ini selanjutnya dapat dikembangkan dan

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


IV‐13
 
 

 
dilengkapi dengan penelitian dibidang lainnya yang pada akhirnya akan
melengkapi definisi karakteristik suku Talang Mamak.
Masyarakat Talang Mamak menggunakan material lokal sebagai bahan
kontruksi, material tersebut didapat di alam dan digunakan untuk keperluan
sehari-hari. Berikut tabel mengenai penggunaan tumbuhan sebagai bahan
kontruksi dan bangunan oleh masyarakat Suku Talang Mamak.

Tabel 4-5 Penggunaan tumbuhan sebagai bahan konstruksi dan bangunan oleh
masyarakat Suku Talang Mamak

No Nama Kegunaan Status Bagian yang


Lokal Budidaya Liar Digunakan

1 Bambu Dinding dan x Buluh


Lantai rumah
2 Kapinis Tiang x Batang
3 Malabay Tiang x Batang
4 Meranti Tiang x Batang
5 Rumbia Atap x Daun
6 Salak Dinding x Daun
hutan sementara
(Sumber: Muthiah, 2009)

Masyarakat Talang Mamak menggunakan teknologi lokal yang didapat


dari turun temurun, terlihat pada pembangunan rumah maupun bangunan
teknologi lokal dengan menggunakan bahan alam, tanpa menggunakan paku,
hanya menggunakan teknik sambungan dan ikatan rotan, masyarakat talang
mamak dapat membangun kontruksi yang kuat. Teknik lokal tersebut memiliki
tata cara pembuatannya sendiri, serta memiliki penamaanya sendiri pula.

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


IV‐14
 
 

Gambar 4.9 Struktur dan Kontruksi berupa sambungan dan pasak Pada rumah
Suku Talang Mamak
(Sumber: Dokumentasi, 2012)

Dari gambar 4.9 diatas dapat dilihat contoh Struktur dan Kontruksi
berupa sambungan dan pasak Pada rumah Suku Talang Mamak. adapun
konstruksi pada gambar tersebut adalah salah satu konstruksi struktur bangunan
pada perumahan suku talang mamak.

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


IV‐15
 
 

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Analisa Pemilihan Material Struktur


Permasalahan lingkungan yang saat ini terjadi merupakan isu global
yang juga berdampak pada bidang pembangunan, tidak hanya di Indonesia,
namun di seluruh dunia. Beton dianggap sebagai salah satu material yang
tidak ramah lingkungan saat ini. Selain dapat mengurangi daerah
resapan air, proses pembuatan beton itu sendiri menghasilkan limbah yang
membahayakan lingkungan.

Saat ini, kayu menjadi salah satu material yang disarankan sebagai
pengganti material beton. Selain kekuatan yang dapat bersaing dengan beton,
kayu juga merupakan material terbarukan yang ramah lingkungan. Disisi lain
jenis kayu yang memiliki kualitas kayu leas I dan II sudah semakin berkurang
sejalan dengan berkurangnya luas hutan. Hal ini juga terjadi di provinsi Riau
salah satunya di Kabupaten Indragiri Hilir. Di Kabupaten Indragiri Hilir, kayu yang
banyak tersedia saat ini adalah kayu rakyat dengan jenis-jenis cepat tumbuh
berdiameter kecil sampai sedang dengan kondisi kurang baik, seperti memiliki
cacat kayu dan tingkat keawetan yang lebih rendah dibanding kayu alami. Salah
satu cara yang biasa dilakukan untuk mendapatkan kayu dengan dimensi yang
sesuai dengan rencana adalah dengan teknik laminasi. Saat ini telah
dikembangkan produk- produk kayu laminasi yang memiliki kekuatan sebanding
dengan beton bahkan lebih.

Selain kayu dari lahan masyarakat, beberapa jenis pohon penghasil kayu
lokal yang masih ada di jumpai di Kabupaten Indragiri Hilir adalah jenis meranti
(Shorea sp), Punak (Tetramerista glabra), Kuras atau dikenal dengan nama kayu
petanang (Dryobalanops oblongifolia Dyer.), keruing (Dipterocarpus cornutus
Dyer), pulai (Alstonia scholsris) dan bebera jenis tanaman yang umumnya
tumbuh di rawa gambut. Sebaran jenis pohon tersebut tersebar di hutan-hutan
yang berada diwilayah administrasi Indragiri Hilir. Jenis kayu lainnya adalah jenis

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


V‐16
 
 

 
kayu bakau yang diperoleh masyarakkat dari Hutan Mangrove di sepanjang
pesisir Indragiri Hilir. Sedangkan kayu yang banyak di tanam oleh masyarakat
adalah jenis kayu mahoni. Kayu rakyat ini sering digunakan sebagai material
konstruksi adalah kayu mahoni. Kayu mahoni dipilih karena kekuatannya yang
cukup tinggi dan ketersediaannya yang cukup banyak di pasaran. Kayu mahoni
termasuk ke dalam kelas kuat II. Selengkapnya potensi kayu di Kabupaten
Indragiri Hilir dijelaskan dalam setiap sub bab pembahasan.

5.1.1. Potensi Kayu Alam


Potensi kayu alam di jumpai pada areal berhutan baik itu yang masuk
kedalam kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan tetapi memiliki tutupan
lahan berhutan. Berbicara kawasan hutan, maka yang dapat dijadikan acuan
adalah SK Menhut No.:173/Kpts-II/1986 adalah 9.465.160 ha (luas Provinsi Riau
dan Kepulauan Riau) yang telah direvisi dengan keluarnya SK Menteri
Kehutanan No.: 7651/Menhut-VII/KUH/2011 luas kawasan hutan Provinsi Riau
sebesar 7.121.344 ha. Pada tahun 2014 luas kawasan hutan Provinsi Riau
berdasar pada SK Menhut No. : SK.673/Menhut-II/2014 tanggal 8 Agustus 2014
yang telah direvisi menjadi 5.502.255 ha. Fungsi kawasan selengkapnya di
Kabupaten Indragiri Hilir dapat dilihat pada Gambar 5.1.

Berdasarkan fungsinya, kawasan hutan Provinsi Riau terdiri dari areal


penggunaan lain, hutan lindung, hutan produksi tetap, hutan produksi terbatas,
hutan produksi yang dapat dikonversi, dan hutan suaka alam/hutan pelestarian
alam. Berdasarkan Sk kementerian tersebut, luas kawasan hutan di Kabupaten
Indragiri Hilir Seluas 761.127 ha. Peta Penyebaran kawasan Hutan di Kabupaten
Indragiri Hilir dapat dilihat pada Gambar 5.2.

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


V‐17
 
 

Gambar 5.1 Fungsi Kawasan di Kabupaten Indragiri Hilir

Sumber: SK Menhut No. SK.673/Menhut-II/2014 & Analisis SIG, 2014

Gambar 5.2 Peta Kawasan Hutan Di Provinsi Riau

Sumber bahan baku kayu di hutan alam, secara resmi di kelola oleh HPH,
dimana pada awal perkembangannya, pembangunan kehutanan bidang
pengusahaan hutan di Provinsi Riau memakai sistem konsesi Hak Pengusahaan
Hutan (HPH) sebagaimana diatur dalam PP No. 21 Tahun 1970. Kegiatan HPH di
Riau mulai dilaksanakan pada era tahun 70-an yang pada saat itu berjumlah 63
unit. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2002 tentang Tata

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


V‐18
 
 

 
Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan
Penggunaan Kawasan Hutan, pengelolaan HPH dirubah menjadi IUPHHK-HA.
Dikabupaten Indragiri Hilir saat ini hanya terdapat 2 perusahaan IUPHHK-HA
yang aktif yaitu PT. PT. Mutiara Sabuk Kahtulistiwa seluas 44.595 ha dan PT. Bhara
Induk 47.587 ha. Adanya dua perusahaan yang masih aktif tersebut dapat
dijadikan indicator bahwa potensi hutan alam masih terus diekploitasi.

Seiring dengan perkembangan kebijakan pembatasan produksi kayu


dari hutan alam dan semakin besarnya tekanan dunia (nasional dan
internasional) terkait pentingnya pelestarian hutan alam, cukup berdampak
signifikan terhadap penyediaan kayu yang berasal dari hutan alam. Diharapkan di
masa yang akan datang, produksi kayu akan dapat meningkat seiring dengan
berkembangnya Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat.

Dikabupaten Indragiri Hilir saat ini terdapat 17 Unit Industri Primer hasil
Hutan Kayu (IPHHK) dimana bahan baku IPHHK tersebut berasal dari hutan alam
dan dari IUPHHK-HT. Produksi kayu rakyat diharapkan dapat mendukung,
bahkan diharapkan akan menjadi tumpuan sumber bahan baku industri
perkayuan di Kabupaten Indragiri Hilir. Potensi sumber bahan baku kayu di
Kabupaten Indragiri Hilir masih cukup tinggi, hal ini terlihat dari jumlah IPHHK di
Kabupaten Indragiri Hilir lebih banyak dibandingkan Kabupaten lain kecuali
Kabupaten Kampar di Provinsi Riau. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Gambar 5.3.

Gambar 5.3 Jumlah IUPHHK di Kabupaten Indragiri Hilir dibandingkan


Kabupaten Lainnya di Provinsi Riau

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


V‐19
 
 

 
Kapasitas industri kayu di Kabupaten Indragiri Hilir tercatat sebesar
200.100 m3/ tahun. Sebagian besar bahan baku yang digunakan dari hutan alam
oleh industry tersebut adalah jenis-jenis kayu meranti, punak, balam dan
beberapa kayu komersial lainnya. Beberapa jenis kayu saat ini sudah sangat
langka dijumpai seperti kayu ramin (Gonystilus bangcanus) dan kayu besi
(Eusideroxylon zwageri).

Potensi kayu bulat yang dihasilkan dari hutan alam atau dikenal dengan
jenis kayu rimba di kabupaten Indragiri hilir di analisis luasan tutupan hutam baik
hutan primer dan hutan sekunder yang meliputi jenis kayu meranti, medang,
kayu kuras, kruing serta kau rimba lainnya diperkirakan sebanyak 21,793,185.74
m3. Dari seluruh jenis kayu yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir, jenis kayu
meranti mendominasi jenis kayu yang ada. Penyebaran potensi kayu di
Kabupaten Indragiri Hilir tersebar di 13 kecamatan, selengkapnya dapat dilihat
pada Tabel 5-1.

Tabel 5-1 Perkiraan Potensi Tegakan Hutan di Kabupaten Indragiri Hilir

No Kecamatan Tutupan Hutan Potensi Tegakan (m3/ha)

1 Kec. Batang Tuaka Hutan Rawa Skunder 237,745.17

2 Kec. Concong Hutan Rawa Primer 17,499.39

Hutan Rawa Skunder 50,192.35

3 Kec. Gaung Hutan Rawa Primer 219,525.72

Hutan Rawa Skunder 6,431,488.40

4 Kec. Gaung Anak Serka Hutan Rawa Skunder 1,123,614.44

5 Kec. Kateman Hutan Rawa Skunder 103,695.49

6 Kec. Kempas Hutan Rawa Skunder 1,130,274.16

7 Kec. Kemuning Hutan Rawa Skunder 569,314.14

Hutan Skunder 2,493,018.99

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


V‐20
 
 

 
No Kecamatan Tutupan Hutan Potensi Tegakan (m3/ha)

8 Kec. Keritang Hutan Rawa Skunder 6,163,126.66

Hutan Skunder 65,870.20

9 Kec. Kuala Indragiri Hutan Rawa Primer 16,441.26

Hutan Rawa Skunder 123,654.42

10 Kec. Mandah Hutan Rawa Skunder 696,352.74

Hutan Skunder 4,068.99

11 Kec. Pelangiran Hutan Rawa Skunder 287,617.94

12 Kec. Pulau Burung Hutan Rawa Skunder 52,442.69

13 Kec. Tempuling Hutan Rawa Skunder 2,007,242.61

Jumlah 21,793,185.74

Sumber : Data Hasil Olahan dan Penafsiran Citra Landsat tahun 2016

Gambar 5.4 Sebaran Potensi Kayu ALam di Kabupaten Indragiri Hilir

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


V‐21
 
 

 
5.1.2. Potensi Kayu Hutan Tanaman Industri
Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka
meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan
silvikultur intensif. Hal ini berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 3 Tahun
2008, Peraturan Pemerintah nomor 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan
Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. Peraturan
Pemerintah nomor 6 Tahun 2007 menjelaskan hutan tanaman industri yang
selanjutnya disingkat HTI adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang
dibangun oleh kelompok industri kehutanan untuk meningkatkan potensi dan
kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka memenuhi
kebutuhan bahan baku industri hasil hutan.

Pengembangan HTI dilatarbelakangi oleh kondisi kesenjangan antara


kapasitas industri perkayuan dengan pasokan bahan baku kayu yang pada waktu
itu hanya mengandalkan dari kayu hutan alam. Jenis tanaman HTI yang
dibudidayakan di Provinsi Riau pada umumnya jenis kayu cepat tumbuh (akasia,
eucalyptus, Jabon).

Tujuan utama pembangunan HTI adalah untuk menjamin ketersediaan


bahan baku kayu yang dibutuhkan oleh industri pengolahan kayu di Indonesia,
peningkatan devisa negara, pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi
negara/pedesaan, penyediaan kesempatan kerja, dan kesempatan berusaha serta
pelestarian manfaat sumberdaya hutan.

Di Kabupaten Indragiri Hilir terdapat 5 perusahaan Hutan Tanaman


Industri yang saat ini dikenal dengan Izin Usaha Pemanafaatan Hasil Hutan Kayu-
Hutan Tanaman (IUPHHK-HT), yaitu PT. BINA DUTA LAKSANA, PT. MUTIARA
SABUK KHATULISTIWA, PT. RIAU INDO AGROPALMA, PT. SATRIA PERKASA
AGUNG, PT. SUMATERA RIANG LESTARI (RIAU) dan PT. SATRIA PERKASA
AGUNG (KTH SINAR MERAWANG).

Potensi kayu yang dihasilkan dari HTI akasia umur 1 – 6 tahun rata-rata
3
berkisar antara 18,60 - 345,20 m /ha. Tegakan tanaman aksa yang lebih dikenal
dengan tanaman mangium dipanen pada umur 6 tahun, dengan rata-rata riap
volume tahunannya atau Mean Annual Volume Increment (MAVI) adalah 48,46

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


V‐22
 
 

 
3
m /ha/tahun. MAVI ini menggambarkan produktifitas pertumbuhan tegakan
setiap tahunnya. Dalam penelitian lain, Subarudi et al. (2003) menyebutkan
bahwa tanaman cepat tumbuh seperti mangium dapat mencapai volume sekitar
3
200 m /ha pada umur 9 tahun. Sementara itu menurut Effendi (1999) dalam
Subarudi et al. (2003), mangium dapat menghasilkan volume sebesar 415
3
m /ha pada umur 9 tahun dan sudah dapat digunakan sebagai bahan baku
kayu pertukangan.

Luas HTI di kabupaten Indragiri Hilir sampai pada tahun 2015


seluas 58.460 ha, dengan asumsi umur panen kayu akasia 6 tahun,
maka potensi kayu akasia di Kabupaten Indragiri Hilir yang siap panen
dan digunakan sebagai bahan baku pulp sebanyak 3,363,398.67 m3/ha.

5.1.3. Pemilihan jenis kayu untuk bahan baku jembatan


Berdasarkan hasil pendataan beberapa titik di wilayah berhutan di
Kabupaten Indragiri Hilir diketahi terdapat beberapa jenis kayu komersial seperti
kayu meranti, kayu bintangur, pisang-pisang, pulai, medang, keruing, kayu kuras
dan dan lain. Berdasarkan karakteristik kayu yang sesuai untuk bahan baku
jembatan, maka dipilih kayu yang memiliki kualitas kayu dengan kekuatan kelas II
- III.

a. Karaketristik kayu Meranti


Beberapa jenis meranti (Shorea sp) dijumpai di Kabupaten Indragiri Hilir,
baik meranti yang tumbuh di lahan mineral maupun di lahan rawa gambut.
Ciri-ciri karakterisik tanaman meranti Bentuk batang silindris dengan
permukaan kulit beralur dalam, Kulit beralur berwarna coklat ke abu-abuan.
Kayu kerwarna merah atau kuning dan beralur. Memiliki damar berwarna
bening. Ukuran diameter pohon bisa mencapai 1 m.

Meranti termasuk keluarga Dipterocarpaceae. Pohon meranti memiliki


bentuk batang bulat silindris, dengan tinggi total mencapai 40-50 m. Kulit
kayu rata atau beralur dalam atau dangkal, berwarna keabu-abuan sampai
coklat. Pada umumnya berbanir tinggi sampai 6-7 m. Nama kayu
JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE
V‐23
 
 

 
perdagangan meranti ditentukan dari warna kayu gubalnya, seperti meranti
Putih, meranti Kuning dan meranti merah. Meranti tergolong kayu keras
berbobot ringan sampai berat-sedang. Berat jenisnya berkisar antara 0,3 –
0,86 pada kandungan air 15%. Kayu terasnya berwarna merah muda pucat,
merah muda kecoklatan, hingga merah tua atau bahkan merah tua
kecoklatan. Berdasarkan bijinya, kayu ini dibedakan lebih lanjut atas meranti
merah muda yang lebih ringan dan meranti merah tua yang lebih berat.
Namun terdapat tumpang tindih di antara kedua kelompok ini, sementara
jenis-jenis Shorea tertentu kadang-kadang menghasilkan kedua macam kayu
itu.

Jenis-jenis meranti yang diketahui seperti Meranti kuning Spesies yang


termasuk meranti kuning adalah Shorea acuminatissima, S. faguetiana, S.
gibbosa, S. hopeifolia dan S. multiflora. Tinggi pohon 20-60 m dengan
diameter 150 cm dan batang bebas cabang 10-45 m. Bentuk batang silindris
lurus dan berbanir 3-6.5 m dari permukaan tanah. Meranti kuning tumbuh
pada tanah latosol, podzolik merah kuning dan podzolik kuning. Jenis ini
banyak di jumpai didaerah keritang dan Kempas. Dapat tumbuh sampai
ketinggian 850 m pada curah hujan A dan B.

Gambar 5.5 Meranti Kuning

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


V‐24
 
 

Jenis meranti lain adalah Meranti merah (Shorea leprosula). Tinggi


pohon mencapai 50 m diameter 100 cm dan batang bebas cabang 30 m.
Pohon berbanir 2.5m dari permukaan tanah, kulit luar berwarna kelabu atau
cokelat dengan tebal sekitar 5 mm. Meranti merah tidak memerlukan tempat
tumbuh yang khusus, hidup baik pada berbagai jenis tanah kecuali tanah liat
yang berat. Banyak di jumpai di Kabupaten Indragiri Hilir yang lahannya
rawa gambut.

Meranti Batu merupakan salah satu jenis meranti yang memiliki


karakteristi kayu yang keras dengan berat jenis diatas 0,8 kg/cm2. Kayu ini
baik digunakan sebagai bahan baku kontruksi bangunan maupun jembatan.

Gambar 5.6 Meranti merah

Gambar 5.7 Meranti Batu

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


V‐25
 
 

b. Karakteristik Kayu Keruing


Kayu keruing merupakan salah satu jenis kayu khas dari daerah tropis
salah satunya yang banyak dijumpai di Kabupaten Indragiri hilir. Keruing
menghasilkan kayu bangunan umum, baik untuk konstruksi menengah
maupun berat. Hampir semua jenis kayu keruing mempunyai struktur,
warna, kekuatan dan keawetan yang serupa. Oleh sebab itu, semuanya
digolongkan ke dalam kelompok kayu perdagangan yang sama, yakni
keruing. Meskipun demikian, karena variasi yang tinggi dalam kerapatan
kayunya, kadang-kadang keruing dibedakan lagi atas subkelompok keruing
ringan, menengah-berat, dan berat.

Kayu keruing termasuk kuat (kelas kuat I-II) dan cukup awet (kelas awet
III) Jika tidak diawetkan, kayu ini kurang tahan untuk pemakaian yang
berhubungan dengan tanah, sehingga umumnya digunakan untuk
keperluan interior seperti kusen pintu dan jendela, tiang, tangga, dan panel
kayu lainnya. Di samping penggunaannya sebagai panel kayu, keruing juga
secara luas dimanfaatkan untuk membuat venir dan kayu lapis. Kayu ini juga
cukup baik untuk membuat papan partikel, harbol serta sebagai bahan
bubur kayu untuk pembuatan kertas.

Pada pengolahan keseluruhan kayu kruing menjadi kusen pintu sangat


baik, dalam pengerjaannya pun sangat mudah dikerjakan dan tidak banyak
penyusutan atau pengembangan kayu dalam keadaan kering.Walau
bagaimanapun kayu kruing menjadikan alternatif bagi kayu kamper
samarinda yang akir-akhir ini harganya cenderung naik Penjelasan yang
sedikit tentang kayu kruing membantu bagi yang menggunakan kayu kruing
untuk bahan bangunan rumah.

Ciri kayu keruing dari Warna, Kayu teras berwarna coklat-merah, coklat,
kelabu-coklat atau merah coklat-kelabu. Kayu gubal berwarna kuning atau
coklat-muda agak kelabu dan mempunyai batas yang jelas dengan kayu
teras, lebar 2 - 10 cm. Tekstur Tekstur kayu kasar, kadang-kadang agak kasar,
Arah serat lurus, kadang-kadang berpadu. Kayu ini tergolong kayu dengan

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


V‐26
 
 

 
berat jenis tinggi berkisar antara 0,70 – 0,92. Dengan karakteristik tersebut,
maka kayu ini menjadi salah satu pilihan sebagai bahan jembatan.

Gambar 5.8 Pohon Keruing

c. Karakteristik Kayu Kuras


Kayu Kuras menjadi salah satu alternative pilihan sebagai bahan baku
jembatan dalam kajian ini. Pemilihan kayu ini didasarkan hasil pengamatan
dilapangan, kayu ini diperjual belikan dan mudah dijumpai disetiap panglong
penjual kayu. Hal lain yang medasari pemilihan kayu Kuras sebagai bahan
baku alternative dalam mebuat jembatan kayu adalah karakeristik kayu
tersebut.
Kayu Kuras (Dryobalanops oblongifolia Dyer.) umumnya berupa sebuah
batang besar pohon, hingga tingginya terkadang biasa mencapai 55 m,
yang berbatang lurus bebas cabang untuk 20 m atau lebih, memiliki
diameter sampai rata-rata diatas 40 cm. Kayu ini banyak diminati oleh
masyarakat karena bila dijadikan papan kualitasnya cukup baik. Berat jenis
kayu ini berkisar antara 0,62 – 0,75 dan tergolong kelas kuat II – III.

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


V‐27
 
 

 
5.2 Analisis Pengujian Struktur Jembatan
5.2.1 Analisis Kadar Air dan Kerapatan Kayu
Pengamatan terhadap kadar air benda uji dilakukan terhadap empat
jenis kayu yakni kayu Keruing, kayu Kuras, kayu Meranti Merah, dan kayu Meranti
Kuning. Kayu Keruing dan kayu Kuras merupakan jenis kayu mutu tinggi, kelas
kuat I sampai II, serta kayu Meranti Merah dan Meranti Kuning mewakili jenis
kayu mutu rendah. Hasil pengujian terhadap kadar air kayu Keruing, Kuras,
Meranti Merah dan Meranti Kuning diperoleh hasil pada kisaran 12,82% sampai
17,66% sebagaimana terlihat pada Tabel 5-1, dengan demikian berarti kadar air
benda uji telah mencapai kadar air yang diharapkan yakni kadar air kering udara,
dimana kadar air kering udara di Indonesia menurut Seng (1990) berkisar antara
12 sampai 20 persen.

Tabel 5-2 Dataj Hasil Pengujian


y Kadar Air Kayu
Berat Akhir Kadar Air Rata-
No Kode Berat Awal (gram) Kadar Air (% )
(gram) rata
1 KS1 32,7 28,4 15,141
2 KS2 37,3 31,1 19,936 17,66
3 KS3 33,6 28,5 17,895
4 KR 1 54,2 46,3 17,063
5 KR 2 57,3 48,3 17,659 17,22
6 KR 3 54,5 46,2 16,953
7 MR 1 24,5 20,6 18,932
8 MR 2 25,7 21,9 17,352 17,60
9 MR 3 24,7 21,2 16,509
10 MK1 16,2 14,1 13,287
11 MK2 15,7 13,7 12,143 12,82
12 MK3 15,6 13,5 13,043
Sumber: Data olahan, 2016
Bila mengacu pada ketentuan yang disyaratkan untuk kayu laminasi,
kadar air yang disaran yakni sebesar 16 persen atau kurang. Menurut Marsoem
(1998), bahwa kadar air mempengaruhi kedalaman penembusan (penetrasi)
perekat dan juga lamanya waktu pengerasan (masa curing) perekat. Bila perekat
cair diberikan pada kayu kering (kadar air kurang dari 5 persen), kayu akan
JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE
V‐28
 
 

 
dengan cepat menyerap banyak sekali air dari perekatnya, pada kadar air kayu 15
sampai 30 persen, kayu akan kehilangan air lebih kecil dan akan lebih bergerak
(mobile) karena dapat menyerap air lebih sedikit. Untuk perekatan kayu pada
suhu normal, digunakan kadar air sebesar 15 persen, namun hal ini juga
tergantung dari jenis perekat yang digunakan.
Hasil pengujian terhadap kerapatan masing-masing benda uji diperoleh
sebagai berikut: Rata-rata kerapatan kayu Keruing dan kayu Kuras masing-masing
sebesar 0,89 g/cm3 dan 0,95 g/cm3, sedangkan untuk benda uji kayu Meranti
Merah dan Meranti Kuning masing masing sebesar 0,43 g/cm3 dan 0,27 g/cm3
sebagaimana terlihat pada Tabel 52.
Berdasarkan PKKI NI-5-1961, berdasarkan nilai kerapatannya, maka kelas
kuat kayu yang diperoleh untuk kayu Keruing termasuk kelas kuat II, kayu Kuras
termasuk kategori kayu kelas kuat I, Kayu Meranti Merah termasuk kelas kuat III,
kayu Meranti Kuning termasuk kelas kuat IV (sebagaimana terlihat pada Tabel 5-
1). Berdasarkan rata-rata kerapatan kayu Keruing dan Kuras lebih dari 0,5 g/cm3,
menurut Panshin dan Zeew (1970) bahwa kayu tersebut dapat dikategorikan
kayu keras. Hasil peninjauan terhadap kerapatan kayu Meranti Merah diperoleh
termasuk kayu dengan kerapatan sedang, untuk data hasil pengujian kerapatan
kayu Meranti Kuning kurang dari 0,36 maka termasuk kategori kayu ringan
(Panshin dan Zeew , 1970).

Tabel 5-3 Kelas Kuat Kayu Berdasarkan Nilai Kerapatan (PKKI NI-5-1961)
kerapatan Kerapatan Kelas 
No Kode Berat Awal (gram) Dimensi
(gram/cm3) Rata-rata Kuat
1 KR 1 32,7 2 x 4,1 x 4,6 0,87
2 KR 2 34,3 2 x 4,1 x 4,6 0,91 0,89 II
3 KR 3 33,6 2 x 4,1 x 4,6 0,89
4 KS1 54,2 2 x 5,5 x 5,3 0,93
5 KS2 57,3 2 x 5,5 x 5,3 0,98 0,95 I 
6 KS3 54,5 2 x 5,5 x 5,3 0,93
7 MR 1 24,5 2 x 3,8 x 5 0,42
8 MR 2 25,7 2 x 3,8 x 5 0,44 0,43 III
9 MR 3 24,7 2 x 3,8 x 5 0,42
10 MD 1 15,2 2 x 5,2 x 3,7 0,26
11 MD 2 16,7 2 x 5,2 x 3,7 0,29 0,27 IV
12 MD 3 15,6 2 x 5,2 x 3,7 0,27

Sumber: Data olahan, 2016

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


V‐29
 
 

Data kelas kuat kayu dapat ditentukan berdasarkan Nilai Modulus


Elastisitas (MOE) Kayu mengacu pada PKKI-NI-5-1961 sebagaimana terlihat pada
tabel berikut:
Tabel 5-4 Data Kelas Kuat Kayu Berdasarkan Nilai MOE
Kelas Kuat
MODULUS ELASTISITAS (kg/cm2)
Kayu
I 125.000
II 100.000
III 80.000
IV 60.000
V < 60.000
Sumber: PKKI NI-5-1961

5.2.2 Analisis Kuat Lentur Material Kayu untuk Konstruksi Emergency Bridge

5.2.2.1 Hasil Pengujian Kuat Lentur


Berdasarkan hasil pengujian lentur balok mengacu standar ASTM D 143-
94 (sebagaimana terlihat pada Tabel 5-5. dan Gambar 5.9) diperoleh nilai kode
mutu kayu E13 untuk kayu Keruing dan Kuras, sedangkan untuk kayu Meranti
Merah dan Meranti Kuning masing-masing termasuk kategori mutu rendah yakni
E8 dan E6. Pengujian kayu komposit kayu Meranti Kuning sebagai lapisan core
sebanyak 80% serta 20% kayu Kuras, diperoleh kekuatannya dapat ditingkatkan
menjadi kode mutu E9, dibandingkan kayu Meranti Kuning yang solid (E6),
sedangkan untuk kayu Meranti Merah porsi 80% yang dikompositkan dengan
kayu Keruing sebanyak 20% diperleh meningkat mutumya dari E10 dibandingkan
hasil uji kayu Meranti Merah yang solid (E8). Dengan demikian dapat dinyatakan
bahwa teknologi komposit laminasi kayu memanfaatkan kayu mutu rendah
sebagai bahan pengisi balok dapat meningkatkan kuat lentur dan modulus
elastisitas bahan sebagaimana terlihat pada Lampiran.

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


V‐30
 
 

 
Tabel 5-5 Data Hasil Uji MOE Berdasarkan SNI 03-3960-1995
Kode  Kode 
No. Jenis Kayu Gaya (N) Lendutan  (mm) MOE (MPa) E rata‐rata
Sampel Mutu
1 KR‐1 5500 7,8                 12.381
2 Keruing KR‐2 3500 5                 12.291             12.797  E13
3 KR‐3 6250 8                 13.718
4 KS‐1 7500 12,5                 10.535
5 Kuras KS‐2 10000 13                 13.507             12.650  E13
6 KS‐3 8000 10,1                 13.908
7 MR‐1 1400 3                    8.194
Meranti 
8
Merah
MR‐2 1800 4                    7.902               7.706  E8
9 MR‐3 800 2                    7.024
10 MD‐1 1600 6,05                    4.644
Meranti 
11
Kuning
MD‐2 1800 6                    5.268               5.060  E6
12 MD‐3 1500 5                    5.268
13 Kuras‐ KS‐MD‐1 4000 8,2                    8.565
14 Meranti  KS‐MD‐2 3600 8                    7.902               8.415  E9
15 Kuning KS‐MD‐3 5000 10                    8.780
16 Keruing‐ KR‐MR‐1 3900 6                 11.413
17 Meranti  KR‐MR‐2 2250 4                    9.877             11.194  E10
18 Merah KR‐MR‐3 3500 5                 12.291
Sumber: Data olahan

Gambar 5.9 Grafik Hasil Uji MOE Berdasarkan SNI 03-3960-1995


Sumber: Data olahan, 2016

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


V‐31
 
 

 
Dari hasil pengujian lentur berdasarkan standar pengujian SNI 03-3960-
1995 diperoleh hasil untuk MOE kayu Keruing rata-rata sebesar 12.695 MPa
(setara 126.905 kg/cm2) sebagaimana terlihat pada Tabel 5-4, maka termasuk
kategori kayu kelas I, hasil uji kayu Kuras diperoleh MOE rata-rata sebesar 12.650
MPa (setara 126.650 kg/cm2), maka termasuk kategori kayu kelas I, Hasil uji kayu
Meranti Merah 7.706 Mpa (77.706 kg/ cm2 ) dan Meranti Kuning 5.060 Mpa
(50.600 kg/ cm2) masing-masing termasuk kategori kayu kelas kuat III dan V.
Kombinasi komposit Kayu Kuras-Meranti Kuning 20-80% diperoleh MOE sebesar
8.415 Mpa (84.150 Kg/cm2). Kombinasi komposit Kayu Keruing - Meranti Merah
20-80% diperoleh MOE sebesar 11.194 Mpa (111.940 Kg/cm2).
Jika ditinjau dari standar kontruksi gelagar jembatan kayu, yaitu dengan
menggunakan kayu keruing sebagai gelagar, kombinasi kayu komposit keruing
dan kayu meranti merah dapat mengahasilkan MOE kayu keruing sebesar
87,47% dari total MOE kayu keruing murni. Sedangkan kombinasi kayu komposit
Kuras dan kayu Meranti Kuning dapat mengahasilkan MOE kayu Kuras sebesar
66,52% dari total MOE Kayu Kuras murni. Hal ini tentu dapat menghemat
penggunaan kayu kelas tinggi sebagai kontruksi struktur jembatan.
Berdasarkan analisa data Gambar 5.9 bahwa peningkatan MOE yang
diperoleh pada kayu komposit laminasi dengan proporsi 20% kayu mutu tinggi
(Keruing) dapat meningkatkan MOE sebesar 145% balok kayu Meranti Merah.
Kombinasi kayu Kuras (20%) dengan kayu Meranti Kuning dapat meningkatkan
nilai MOE sebesar 166%. Hasil pengujian lentur balok yang mengacu pada ASTM
D 143-94 (Tabel 5-6. dan Gambar 5.10) secara umum diperoleh untuk kayu
Keruing dan Kuras, Meranti Merah, dan Meranti Kuning mempunyai kesesuaian
antara nilai MOE dan MOR, adapun nilai MOR kayu Kuras lebih tinggi
dibandingkan dengan kayu Keruing. Batas keruntuhan benda uji (nilai MOR)
untuk kayu komposit laminasi juga meningkat dibandingkan dengan jenis kayu
mutu rendah (Meranti), selain itu juga terlihat bahwa grafik hubugan beban dan
lendutan hasil pengujian untuk balok komposit lebih daktail dibandingkan
dengan model keruntuhan kayu kayu mutu rendah, hal tersebut dapat
dinyatakan bahwa kontribusi kayu mutu lebih tinggi sangat dominan
mempengaruhi perilaku daktail dan kuat lentur balok. Dengan demikian maka
dapat dinyatakan bahwa terjadi peningkatan MOE dan MOR yang cukup
signifikan untuk diaplikasikan sebagai bahan baku gelagar komposit.
JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE
V‐32
 
 

 
Tabel 5-6 Data Hasil Uji MOR Berdasarkan ASTM D 143-94

Sumber: Data olahan, 2016

Gambar 5.10 Grafik Hasil Uji MOR Berdasarkan ASTM D 143-94


Sumber: Data olahan, 2016

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


V‐33
 
 

 
5.2.2.2 Model Kerusakan Balok Akibat Kuat Lentur
Dari grafik hasil pengujian lentur diperoleh gambaran bahwa hasil uji
lentur kayu Keruing dan kayu Kuras memperihatkan sifat daktail bahan yang
mana benda uji mampu untuk mempertahankan beban dengan regangan yang
relatif cukup besar, dari hasil pengamatan secara visual terhadap kerusakan
benda uji (Gambar 5.11 dan Gambar 5.12) terlihat kerusakan serat kayu terjadi
secara sobekan atau pecah searah serat kayu, di sisi bawah, type kerusakan
tersebut dikenal dengan type kerusakan simple tension, cross grain tension, dan
splintering tension (Mardikanto dkk., 2011). Adapun type kerusakan kayu
Meranti Merah dan Meranti Kuning lebih cenderung rusak secara getas (brittle
tension) dan rusak daerah sisi atas yang tertekan compression failure (Gambar
5.13 dan 5.14), hal tersebut mengindikasikan bahwa terjadi kerusakan type getas
yang mana pada tegangan yang rendah, benda uji mengalami keruntuhan pada
saat regangannya relatif masih rendah.

Gambar 5.11 Model Kerusakan Kayu Keruing

Gambar 5.12 Model Kerusakan Kayu Kuras

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


V‐34
 
 

Gambar 5.13 Model Kerusakan Kayu Meranti Kuning

Gambar 5.14 Model Kerusakan Kayu Meranti Merah

Hasil uji balok kayu Meranti Kuning yang dikompositkan dengan kayu
Kuras (20%) terlihat dua benda uji terlihat model kerusakan mulai terjadi pada
bagian lapisan bawah kayu Meranti Kuning, selanjutnya diikuti lepasnya lapisan
bidang rekat kayu yang menyebar sepanjang lapisan bidang rekatan antara kayu
Meranti Kuning dan kayu Kuras, sedangkan satu benda uji dapat mengalami
kerusakan lentur yang mana pecahnya serat terbawah lapisan kayu Kuras
(Gambar 5.15). Hasil pengujian lentur komposit kayu Keruing sebesar 20% atau
1/5 bagian dengan kayu Meranti Merah (80%) diperoleh jenis kerusakan type
lentur yang mana awal kerusakan terjadinya rusak/pecah pada serat kayu
keruing bagian bawah sebagaimana terlihat pada Gambar 5.16. Berdasarkan
hasil uji MOR dan grafik hubungan beban – lendutan terlihat adanya
peningkatan deformasi yang relatif besar dan balok berperilaku daktail/liat, hal
tersebut disebabkan adanya kontribusi lapisan kayu mutu tinggi (Keruing dan
Kuras) yang bersifat lebih liat dibandingkan dengan jenis kayu mutu rendah.

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


V‐35
 
 

Gambar 5.15 Model Kerusakan Komposit Kayu Kuras - Meranti Kuning

Gambar 5.16 Model Kerusakan Kayu Komposit Keruing - Meranti Merah

5.2.3 Analisa Kuat Geser Material Kayu untuk Konstruksi Emergency Bridge

5.2.3.1 Hasil Pengujian Kuat Geser


Pengujian blok geser laminasi kayu yang dikompositkan menggunakan
dua jenis bahan perekat type exterior (perekat Merek Epoxybond berbahan dasar
Epoxy dan Crossbond X4 yang berbahan dasar PVAC) diperoleh hasil
sebagaimana terlihat pada Tabel 5-7 dan Gambar 5.17 serta 5.18.
Berdasarkan Tabel 5-7, serta Gambar 5.17 sampai Gambar 5.24 dapat
dinyatakan bahwa dari hasil uji kuat geser laminasi untuk jenis kayu Keruing dan
kayu Meranti Kuning memenuhi syarat untuk jenis perekat Epoxybond dan
Crossbond X4, sedangkan untuk jenis kayu Kuras dan kayu Meranti Merah tidak
memenuhi syarat. Untuk perekatan menggunakan bahan perekat Crossbond X4
memenuhi syarat untuk semua jenis kayu yang diuji.

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


V‐36
 
 

 
Tabel 5-7 Data Hasil Pengujian Kuat Geser Laminasi

Kode  Kuta Geser  Kuat Geser  Nilai Acuan 


No. Jenis  Jenis Kayu Kode Mutu 
Sampel (MPa) Rata‐rata Kuat Geser
Perekat Kayu
1 KR‐1 16,28
2 Keruing KR‐2 9,75 14,18 E13 Memenuhi
3 KR‐3 16,51
4 KS‐1 4,24
Tidak 
5 Kuras KS‐2 2,78 3,91 E13
Memenuhi
Epoxy

6 KS‐3 4,72
7 MR‐1 2,73
Meranti  Tidak 
8 MR‐2 3,91 3,32 E9
Merah Memenuhi
9 MR‐3 3,31
10 MD‐1 6,34
Meranti 
11 MD‐2 6,75 5,46 E8 Memenuhi
Kuning
12 MD‐3 3,29
1 KR‐1 5,44
2 Keruing KR‐2 12,97 6,14 E13 Memenuhi
3 KR‐3  
Crossbond X4

4 KS‐1 4,37
5 Kuras KS‐2 6,35 5,43 E13 Memenuhi
6 KS‐3 5,58
7 MR‐1 3,7
Meranti 
8 MR‐2 2,94 5,33 E9 Memenuhi
Merah
9 MR‐3 9,35
10 MD‐1 4,38
Meranti 
11 MD‐2 8,24 6,48 E8 Memenuhi
Kuning
12 MD‐3 6,83
Sumber: Data olahan, 2016

Gambar 5.17 Hasil Uji Geser Laminasi Kayu Kuras menggunakan Perekat Epoxy

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


V‐37
 
 

Gambar 5.18 Hasil Uji Geser Laminasi Kayu Keruing menggunakan Perekat
Epoxy

Gambar 5.19 Hasil Uji Geser Laminasi Kayu Meranti Merah menggunakan Perekat
Epoxy

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


V‐38
 
 

Gambar 5.20 Hasil Uji Geser Laminasi Kayu Meranti Kuning menggunakan
Perekat Epoxy

Gambar 5.21 Hasil Uji Kuat Geser Laminasi Kayu Keruing menggunakan Perekat
Crossbond X4

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


V‐39
 
 

Gambar 5.22 Hasil Uji Geser Laminasi Kayu Kuras menggunakan


Perekat Crossbond X4

Gambar 5.23 Hasil Uji Geser Laminasi Kayu Meranti Merah menggunakan Perekat
Crossbond X4

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


V‐40
 
 

Gambar 5.24 Hasil Uji Geser Laminasi Kayu Meranti Kuning menggunakan
Perekat Crossbond X4

5.3 Analisa Pemilihan Tipe Sambungan Berdasarkan Kearifan Lokal

5.3.1 Kearifan Lokal Dalam Konstruksi Bangunan Pada Suku Talang Mamak
Rumah suku Talang Mamak menggunakan material setempat sebagai
bahan pembuatnya, material tersebut berasal dari hutan tempat masyarakat
tersebut bermukim. (Faisal, 2016). Masyarakat Talang Mamak menggunakan
teknologi lokal yang didapat dari turun temurun, terlihat pada pembangunan
rumah maupun bangunan teknologi lokal dengan menggunakan bahan alam,
tanpa menggunakan paku, hanya menggunakan teknik sambungan dan ikatan
rotan, masyarakat talang mamak dapat membangun kontruksi yang kuat. Teknik
lokal tersebut memiliki tata cara pembuatannya sendiri, serta memiliki
penamaanya sendiri pula. Namun dewasa ini penggunaan paku sudah mulai
digunakan, pengetahuan dan teknologi tersebut didapat dari luar yang dibawa
oleh pendatang maupun hasil asimilasi kebudayaan masyarakat Talang Mamak
dengan masyarakat Melayu sekitar.

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


V‐41
 
 

Gambar 5.25 Teknik dan Teknologi Lokal dalam Pembangunan Rumah pada Suku
Talang Mamak.
Sumber: Dokumentasi, 2016

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


V‐42
 
 

 
5.3.2 Analisa Jenis-Jenis Sambungan Pada Konstruksi Bangunan Suku Talang
Mamak
Sambungan dan pasak kayu memiliki bermacam macam tipe, dimana
pada sambungan kayu tersebut dapat dimanfaatkan dalam kontruksi bangunan.
Berikut jenis-jenis sambungan kayu yang dapat di temui pada kontruksi
bangunan pada rumah Suku Talang Mamak, dengan penamaan dan istilah lokal.
1. Tanggam Lurus atau Sambungan Bibir Lurus
Jenis sambungan bibir lurus ini biasanya digunakan untuk penyambungan kayu
pada arah memanjang. (biasanya digunakan untuk kayu balok pada konstruksi
bangunan).

2. Tanggam Kait atau Sambungan Kait Lurus


Jenis sambungan ini digunakan apabila ada gaya tarik yang timbul pada batang,
dan seluruh permukaan batang tertahan. Sambungan dapat diperkuat dengan
paku atau baut.

3. Tanggam Serong atau Sambungan Lurus Miring


Sambungan ini digunakan untuk menyambung gording yang dipikul oleh kuda-
kuda.

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


V‐43
 
 

4. Tanggam Teplak atau Sambungan Kait Miring


Hampir sama dengan bibir miring, sambungan digunakan jika gaya tarik bekerja
pada batang.

5. Tanggam Panah atau Sambungan Takikan Mulut Ikan


Tipe sambungan takikan lurus mulut ikan ini biasa digunakan pada balok kayu
dengan arah memanjang. Untuk detailnya silakah lihat gambat berikut.

6. Tanggam Apit atau Sambungan Memanjang Kunci Jepit


Sambungan kunci jepit dapat menetralisir momen sekunder yang terjadi pada
sambungan kunci sesisi. Kekuatan yang dihasilkan lebih baik, namun kurang
tepat digunakan untuk kuda-kuda.

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


V‐44
 
 

7. Tanggam Salam atau Sambungan Memanjang Tegak Lurus


Digunakan untuk tiang-tiang tinggi, yang dimensinya sulit didapatkan di pasaran.

8. Sponing Berlidah atau Sambungan Kayu Melebar Lidah dan Alur


Tipe sambungan kayu melebar jenis Lidah Dan Alur ini biasa digunakan pada
jenis kayu melebar untuk konstruksi lantai dan konstruksi dinding.

9. Tanggam Sudut atau Sambungan Takikan Lurus Rangkap


Tipe sambungan takikan lurus rangkap ini biasa digunakan pada balok kayu
dengan arah memanjang.

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


V‐45
 
 

10. Tanggam Serong atau Sambungan Kayu Purus dan Lobang dengan Gigi
Tegak
Tipe sambungan kayu purus dan lobang dengan gigi tegak ini biasa digunakan
pada balok kayu dengan arah memanjang. Untuk detailnya silakah lihat gambar
berikut.

11. Tanggam Sikat atau Sambungan Bersusun Dengan Gigi

12. Tanggam Lubang atau Hubungan Pen Lobang


Hubungan Pen lobang, digunakan untuk hubungan ambang atas dengan tiang
daun pintu.

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


V‐46
 
 

5.3.3 Tunjuk Ajar Dalam Melestarikan Budaya Melayu Dalam Pemanfaatan


Sumber Daya Alam Untuk Pembangunan
Seorang talang mamak mendapatkan ilmu teknologi pembangunan
rumah melalui transfer ilmu secara lisan dan di turunkan oleh orang tua mereka.
Penggunaan material sekitar yang mudah didadapat dan tersedia di dalam hutan
yang dilakukan masyarakat talang mamak turun temurun (Faisal, 2015). Wujud
kearifan lokal yang terdapat pada suku Talang Mamak sangat banyak, ada yang
bersumber dari hukum adat, dari tradisi leluhur, nyanyian, semboyan, filosofi,
perilaku, kepercayaan, adat istiadat, pepatah dan aturan-aturan khusus (Mariane,
2014). Wujud kearifan lokal juga terdapat pada hukum adat masyarakat Talang
Mamak dalam pengelolaan hutan. Curaian atau pepatah “Langit diaku bapak,
Bumi diaku ibu”, ini berarti bagi masyarakat Talang Mamak langit dianggap
“Bapak”, sedangkan tanah atau bumi dianggap “Ibu”, sehingga bagi siapa yang
merusak hutan atau menjual tanah dianggap durhaka. Hutan juga dianggap
sebagai nyawa mereka, apabila tidak ada hutan mereka berpandangan bahwa
nyawa mereka habis atau musnah. Mereka berasumsi hutan ada karena
masyarakat adat ada.
Nurman dkk (2014) dalam penelitiannya mengatakan bahwa
masyarakat Talang Mamak memiliki hukum adat yang berlaku terkait pengelolaah
tanah dan hutan di wilayah mereka :

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


V‐47
 
 

 
Tabel 5-8 Hukum Adat Suku Talang Mamak Tentang Pengelolaan Tanah dan
Hutan
Hukum Dan Sanksi Jenis Kesalahan Bahan Dan Alat-Alat Dalam Sanksi
Adat Adat
Setahil Sepaha - Menduduki (mendirikan bangunan - Pinggan 6 buah
atau bercocok tanam) tanah tanpa izin - Mangkuk 2 buah
dari yang punya seperti ketua adat, - Tempat sirih (Tangkalang)
mangku, Batin. - Beras
- Ayam
- Keris
2 Tahil - Membakar dengan sengaja tanaman - Pinggan 6 buah
yang tidak menghasilkan buah seperti; - Mangkuk 3 buah
meranti, balam, kepas, kulim, sungkup, - Tempat sirih (tengkalang)
medang, sanduk-sanduk, dll. - Beras
- Ayam
- Keris
3 Tahil - Mencuri tanaman menghasilkan buah - Pinggan 16 buah
- Membakar pohon durian, - Mangkuk 4 buah
kedondong, dan kepayang. - Beras 10kg atau 3 Gantang
- Mencuri, menumbang dan membakar - Ayam (tergantung kemampuan)
tanaman yang tidak menghasilkan - Keris 3 buah
buah
- Mencuri buah-buahan
4 Tahil - Membakar atau menumbang pohon - Pinggan 21 buah
kedondong dan kepayang atau - Mangkuk 5 buah
terkena tumbang pohon lain - Tempat sirih (teggalang)
- Beras
- Ayam
- Keris
- Kain 36 lembar
- Gelang perak 1 buah
7 Tahil - Mencuri, menebang, mengambil dan - Anggaran pembelian alat 12 juta
merusak dirimba puaka ditambah pohon Sialang

Mayarakat adat melestarikan sumber daya alam secara turun temurun,


dengan pengetahuan lokal yang disampaikan kepada anak cucu. Hukum adat
dan tata cara adat juga ikut menjaga kelestarian lingkungan tersebut. Namun
seiring dengan berkembanganya teknologi informasi serta masuknya pengaruh
luar serta adanya perusahan-perusahan besar dan perhatian pemerintah yang
kurang, menyebabkan aturan tersebut gampang dilanggar. Ilegal loging dan
Pembakaran hutan yang marak terjadi di provinsi Riau ikut mengakibatkan
kerusakan. Mayarakat adat pun tidak dapat menjaga hutan dan menanggulangi
masalah kebakaran tersebut. Semoga hutan dan kearifan lokal dan pemanfaatan

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


V‐48
 
 

 
sumber daya alam dalam hal pembangunan dan kontruksi masih terus dapat
dijaga. Sehingga kelak dapat diajarkan dan bermanfaat bagi anak cucu
kedepannya.

Gambar 5.26 Kearifan Lokal Penebangan Kayu Untuk Bahan Bangunan Suku
Talang Mamak.
Sumber: Dokumentasi, 2016

5.4 Pemodelan Struktur Jembatan

5.4.1 Pokok-Pokok Perencanaan Jembatan (DESIGN OBJECTIVES)


Struktur jembatan yang berfungsi paling tepat untuk suatu lokasi tertentu
adalah yang paling baik memenuhi pokok-pokok perencanaan jembatan
yang meliputi:
a. Keselamatan
Tanggung jawab utama seorang perencana jembatan harus
mengedepankan keselamatan masyarakat umum, dimana perencana
harus mendapatkan suatu jembatan yang memiliki keselamatan
struktural (structural safety) yang memadai.

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


V‐49
 
 

 
b. Keawetan (durability)
Jembatan harus dibuat dari bahan yang berkualitas serta
menggunakan standar yang tinggi dalam proses fabrikasi dan
perakitannya.
Jembatan harus dirancang untuk dapat meminimalkan pengaruh yang
dapat mempercepat kerusakan pada komponen akibat bentuk dan
geometri elemen yang ada (self-protecting measures). Sebagai contoh,
misalnya, menyediakan kemiringan yang cukup pada permukaan atas
pilar dan kepala jembatan untuk dapat mengeluarkan air yang turun
akibat penggunaan
sambungan lantai tipe terbuka.

c. Mudah diperiksa (inspectability)


Jembatan yang direncanakan harus mudah diperiksa guna
memudahkan dalam proses pemeliharaan.

d. Mudah dipelihara (maintainability)


Sistem struktur tertentu yang diperkirakan kegiatan pemeliharaannya
sulit dilakukan harus dihindari.
Daerah di sekitar dudukan perletakan dan di bawah sambungan lantai
harus dirancang untuk pendongkrakkan, pembersihan, perbaikan dan
penggantian perletakan dan sambungan.
Titik pendongkraka harus di tentukan dalam rencanan dan struktur
harus dirancang untuk gaya pendongkrakan yang diperlukan. Lubang-
lubang (cavities) dan sudut-sudut yang dapat mengundang manusia
atau hewan harus dihindari atau dibuat tertutup.

e. Keamanan dan kenyamanan pengguna (rideability)


Lantai jembatan harus dirancang untuk menghasilkan pergerakan lalu
lintas yang mulus.

f. Utilitas
Jika diperlukan perlengkapan harus dibuat untuk mendukung dan
memelihara tempat terpasangnya utilitas.
JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE
V‐50
 
 

g. Perubahan bentuk (deformation)


Jembatan harus direncanakan sedemikan rupa untuk menghindari
pengaruh struktural dan psikologi yang tidak diinginkan akibat
perubahan bentuk yang terjadi. Dalam hal ini perhitungan tambahan
juga harus diberikan pada jembatan bersudut (skewed), batasan
lendutan ijin berdasarkan bahan jembatan dan tipe struktur.

h. Kemudahan dikerjakan (constructability)


Suatu jembatan tidak hanya harus dapat direncanakan dengan baik,
namun juga harus dapat dilaksanakan/dibangun, oleh karena itu
seorang perencana juga harus memiliki wawasan tentang teknik-teknik
konstruksi jembatan dan komponen komponennya sehingga gambar
yang diterbitkan dari proses perencanaan dapat dilaksanakan.

i. Ekonomis
Desain atau rencana yang baik akan memperhatikan faktor ekonomis
dari sumber pendanaan untuk pelaksanaan jembatan tersebut kelak
setelah selesai direncanakan.Pemilihan tipe bangunan atas, penentuan
jumlah dan panjang bentang dan sebagainya akan menentukan
seberapa besar biaya yang diperlukan untuk membangun jembatan
tersebut. Tipe jembatan serta komponen yang digunakan juga
menentukan besar kecilnya life cycle cost dari jembatan. Biaya total
jembatan (total cost) akan mencakup biaya awal pembangunan (initial
cost), biaya pengoperasian (operational cost) dan biaya
pemeliharaan/penggantian komponen (maintenance cost) yang harus
menjadi pertimbangan

j. Estetika
Suatu jembatan pada umumnya memiliki nilai estetika karena memiliki
bentuk yang unik dibandingkan bangunan di sekitarnya. Pada saat
perencanaan jembatan, pertimbangan estetika dapat dipilih untuk
menentukan bentuk visual jembatan yang diinginkan.
JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE
V‐51
 
 

5.4.2 Perhitungan Balok Gelagar


Perhitungan balok gelagar dirancang bedasarkan kriteria sebagai
berikut:
a. Ukuran penampang gelagar dibuat berdasarkan parameter panjang
jembatan. Hal tersebut untuk lebih memudahkan pembatasan ukuran
penampang yang sangat beragam. Dengan demikian, maka kekuatan
mekanik tiap gelagar telah diketahui, untuk memikul beban luar yang
terjadi pada suatu bentangan tertentu, maka maka kebutuhan
banyaknya gelagar yang diperlukan tergantung perhitungan berapa
jarak antar spasi antar gelagar yang dibutuhkan sesuai dengan
perhitungan secara teoritik.

b. Ukuran penampang balok gelagar untul bentangan 5 meter, ditetapkan


sebesar 30 Cm. Dengan demikian, maka rasio bentang terhadap tinggi
gelagar ditetapkan sebesar 500/30 = 16,67. untuk menjamin perilaku
internal stress gelagar lebin dominan berperilaku sebagai balok lentur
sehingga meminimalisir intensitas pengaruh tegangan geser internal,
atau rasio bentang terhadap tinggi balok dapat dinyatakan :

Rasio bentang; l/d = 16,67

c. Rasio penampang balok gelagar antara tinggi gelagar terhadap lebar


ditetapkan sebesar 3. Dengan demikian, maka untuk tinggi balok
ukuran 30 Cm, lebar balok gelagar sebesar 10 Cm.

d. Proporsi kayu mutu lebih tinggi yang diterapkan pada gelagar dibuat
sebesar 20% dari penampang balok laminasi, yang mana posisi lapisan
kayu mutu tinggi sebanyak 10% berada pada bagian atas terluar balok
laminasi, serta 10% lainnya berada pada lapisan sisi terluar bagian
bawah. Dengan demikian, maka proporsi kayu mutu rendah adalah
sebesar 80%.

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


V‐52
 
 

 
e. Berdasarkan kriteria balok lentur, maka dihitung tegangan lentur
sebagai berikut:

Yang mana:
M= Kg- m
y = ½ H = 15 cm

Tabel 5-9 Faktor Lama Pembebanan (Cd)


Kombinasi Pembebanan Cd
Jangka Pendek
Beban Mati 0.9
Beban Hidup pada Lantai 1.0
Beban Salju 1.15
Beban Hidup pada Atap 1.25
Beban Angin atau Gempa 1.33
Beban Kejut 2.0

Faktor kadar air, CM berdasarkan pada kondisi kadar air masa layan
kurang dari 16 persen. Faktor CM hanya dikoreksi bila konstruksi pada masa layan
dapat melebihi 19 persen.

Tegangan lentur ijin yang disyaratkan berdasarkan pada balok shallow


penampang persegi yang dikenai tegangan pada sumbu kuat. Balok shallow
didefinisikan sebagai balok yang dengan tinggi balok 12 inci atau kurang. Faktor
ukuran penampang CF, dihitung berdasarkan rumus berikut:

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


V‐53
 
 

 
dengan d = tinggi balok (inci).

1. Kestabilan lateral balok glulam


Faktor kelangsingan pada balok lentur dihitung menurut rumus:

Dengan le = panjang bentang efektif balok (inci), d dan b masing-masing


adalah tinggi dan lebar balok.
Untuk balok satu bentang dengan pembebanan terpusat, le = 1.61 lu,
untuk balok satu bentang dengan beban terbagi merata, le = 1.92 lu, dan untuk
balok satu bentang atau balok cantilever dengan beban lainnya, harga le = 1.92
lu.
Apabila faktor kelangsingan, Cs tidak lebih dari 10 (balok pendek), harga
tegangan disain, Fb’ berdasarkan rumus 2.3. dan 2.5. dapat dipakai. Jika faktor
kelangsingan lebih besar dari 10, maka harga Fb’ diperhitungkan faktor kestabilan
balok. Untuk balok bentang panjang, faktor Cs tidak boleh lebih dari 50.
Untuk balok penampang empat persegi, digunakan syarat batas
pengekangan untuk mencegah perpindahan rotasi laterali. Penentuan
pengekangan lateral berdasarkan rasio tinggi terhadap tebal balok, yakni;
a. Rasio d/b 1 sampai 2: tidak diperlukan pengekang lateral.
b. Rasio d/b 3 sampai 4: Ujung-ujung balok dipertahankan dalam posisi
yang tetap dengan; balok yang solid setinggi balok, penghalang,
penggantung, dipaku atau dibaut pada balok-balok rangka, atau
dengan cara lainnya yang sesuai.
c. Rasio d/b 5: salah satu ujungnya dipegang segaris sepanjang
bentang.
d. Rasio d/b 6: dihalangi balok solid setinggi balok atau pengaku
menyilang ditempatkan setiap jarak tidak kurang dari 8 feet sekurang-
kurangnya kedua ujung dipegang segaris atau sekurang-kurangnya
ujung daerah tegangan desak balok disanggah sepanjang bentang
untuk mencegah perpindahan lateral.

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


V‐54
 
 

 
5.4.3 Pemodelan dan Analisis Struktur Jembatan
Pada kajian ini pemodelan jembatan dilakukan untuk memberikan
gambaran desain sederhana tentang jembatan Emergency Bridge yang mudah
diaplikasikan oleh masyarakat lokal. Jembatan didesain sedemikian rupa dengan
tetap memperhatikan prinsip keseimbangan dan kekuatan struktur jembatan.
Adapun spesifikasi jembatan yang direncanakan adalah sebagai berikut :

Data Teknis Jembatan Emergency Bridge

1. Panjang Bentang, L : 10 m
2. Lebar Jembatan, B : 2,75 m
3. Ukuran Gelagar : h = 0,7 m ; b = 0,4 m (Gelagar menggunakan double
gelagar 60/20)
4. Berat Jenis Kayu : 800 kg/m3
5. Tebal Lantai : 0,03 m
6. Jumlah Gelagar : 4 buah

Gambar 5.27 Model Jembatan Emergency Bridge

Analisa Perhitungan Struktur Jembatan

1. Menghitung beban jembatan

Beban Mati

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


V‐55
 
 

 
a. Berat sendiri gelagar = h x b x Bj. Kayu

= 0,7 m x 0,4 m x 800 kg/m3

= 224 kg /m

b. Berat Lantai Jembatan = Bj. Kayu x (B/4) x Tebal Lantai

3
= 800 kg/m x (2,75/4) x 0,03 m

= 16,5 kg/m

Total Beban mati Jembatan = 240, 5 kg/m

Beban Hidup

Beban Lajur

untuk lebar lantai < 5 m : P = 12 ton ; q = 2,2 ton/m (untuk L ,


30 m) maka nilai p = 4,36 dan q = 0,80

koefisien kejut = 1,333

Jarak antar gelagar, s = 0,917 m

Beban Kendaraan ( Beban D)

a. Beban Terpusat = p x Koef. Kejut x s

= 4,36 x 1,333 x 0,917

= 5,33 ton ≈ 5333,33 kg

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


V‐56
 
 

 
Total Pembebanan (1,6 LL) = 1,6 x 5333,33 = 8.533,33 kg ≈ 85.333,33 Nm

b. Beban Merata = q x Koef. Kejut x s

= 0,80 x 1,333 x 0,917

= 0,98 ton ≈ 977,78 kg/m

Total Pembebanan (1,2DL +1,6LL) = 1.853,04 kg ≈ 18.530,44 Nm

2. Menghitung Gaya-Gaya Dalam

a. Akibat Beban Merata

��� ��
�� �
8

�85���44 ��� ���


�� �
8

�� � �������� 5� ��

b. Akibat Beban Terpusat

��� �
�� �
4

85������� ��� ��
�� �
4

�� � ���������� ��

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


V‐57
 
 

 
Maka, Total gaya-gaya dalam = 444.963,89 Nm ≈ 444.963.888,89 Nmm

3. Menghitung Dimensi Gelagar

Untuk dimensi gelagar dicoba menggunakan gelagar 70/20 double, maka

Fb’ = Fb(Cm)(Ct)(Ci)(Cf)(Cfu)(Cr)(Ci)

Fb’ = 27(0,8)(1)(1)(1)(1)(1,15)(1)

Fb’ = 24,84 Mpa

��
S perlu = ���

�������������� ���
S perlu =
����� ���

3
S perlu = 17.913.200,04 mm

dipakai dimensi gelagar 70/20 (ganda), maka :

S = 1�6 ���

S = 1�6 ���� ����

S = 32.666.667 mm3

S > Sperlu ... ok!!

4. Cek Lentur Balok

M’ = ��� �

M’ = ���8� ��� � 32.666.667 mm

M’ = 811.440.000,0 Nmm ≈ 811,44


KNm
JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE
V‐58
 
 

 
Mu ≤ M'*θb*λ
444,96 ≤ 811,44 x 0,85 x 0,8
444,96 ≤ 551,78 lentur ok !!!

5. Cek Geser Balok

�� ��������
Menghitung nilai, Vu Vu = ���5����� � �
� �

Vu = 135.318,89 N ≈ 135,32 KNm

Menghitung nilai, Fv’ Fv’ = Fv (Cm) (Ct) (Ci)

Fv’ = 4,8 (0,87) (1) (1)

Fv’ = 4,176 Mpa


Menghitung nilai, V’ V’ = � �� � �� �


V’ = ����� � �������

V’ = 779.520 N ≈ 780 KN

Syarat Vu ≤ V'*θv*λ, maka : Vu ≤ V'*θv*λ


135,32 ≤ 780 *0,75*0,8
135,32 ≤ 468 geser ok!!!

6. Cek Lendutan

E1 = 12.797 Mpa
JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE
V‐59
 
 

 
E2 = 7.706 Mpa

Untuk itu maka dihitung nilai I transformasi berdasarkan rumus,

Ukuran Gelagar

h = 0,7 m = 700 mm h1 = 0,1 m x 700 mm = 70 mm

b = 0,4 m = 400 mm h2 = 700 – 70 – 70 = 560 mm

maka,

4
It = 15.119.430.504,37 mm = 1.511.943,05 cm4

Ew’ = 7.706 Mpa

Maka diperoleh besaran lendutan yang terjadi:

� �� ��
Akibat beban merata, ∆� � ���� ��

� � ��� � �������
∆� � ��� � ����������������� � �����

∆� � �0�������� �� � ��0� ��

� � ��
Akibat beban terpusat, ∆� � �����

�������� � �������
∆� �
�� � ����������������� � �����

∆� � ������� �� � ���� ��

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


V‐60
 
 

 
Total lendutan = Total lendutan Akibat Beban Merata +
Totallendutan Akibat Beban Terpusat

Total lendutan = 26,186 mm , sedangkan


Lendutan izin ∆���� � � �������� ����
���

Total lendutan < Lendutan izin

26,186 mm < 27,78 mm .... ok!!!

Kesimpulannya, jembatan emergency bridge yang didesain dengan


rencana panjang bentang 10 m dan lebar 2,75 m dengan mengunakan dimensi
gelagar ganda ukuran 70/20 mm memenuhi persyaratan teknis dalam analisa
perhitungan struktur.

Adapun model desain jembatan emergency bridge dengan teknologi


komposit dapat dilihat pada gambar 5.28 dibawah ini.

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


V‐61
 
 

 
Gambar 5.28 Desain Jembatan Komposit

Dalam penelitian ini jembatan emergency bridge didesain secara


sederhana namun tetap memperhatikan unsur-unsur arsitektur melayu. jembatan
didesain dengan menggunakan atap yang berfungsi sebagai pelindung material
struktur jembatan seperti gelagar dan lantai jembatan dari panas maupun hujan.

Adapun panjang jembatan ini adalah 10 m dengan lebar 2,75 m. Hal ini
merujuk pada umumnya daerah-daerah di Kabupaten Indragiri Hilir memiliki
bentang sungai lebih dari 5 m.

Gambar 5.29 Potongan Konstruksi Kuda-Kuda untuk Atap Jembatan

Untuk atap jembatan menggunakan bahan seng gelombang biasa agar


lebih ekonomis namun tetap menggunakan singap melayu untuk menonjolkan
unsur bangunan konstruksi melayu. Material kayu yang digunakan adalah kayu
jenis kelas 2-3 untuk kuda-kuda atap jembatan.

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


V‐62
 
 

Gambar 5.30 Gelagar Komposit Sebagai Struktur Utama Jembatan berdasarkan


Hasil pengujian

Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa gelagar dari jembatan kayu ini
berasal dari dua jenis kayu yang berbeda. Kombinasi kayu yang dilakukan dalam
perencanaan untuk jembatan emergency bridge ini adalah kombinasi kayu kelas
II dan Kelas III. Adapun jenis kayu yang terapkan pada jembatan ini adalah kayu
keruing dan kayu meranti kuning atau bisa juga kayu kuras dengan kayu meranti
merah.

Untuk mengkompositkan kedua jenis kayu ini dilakukan dengan teknik


laminasi dengan lem epoksi. Adapun kayu kelas tinggi nya dari komposisi gelagar
komposit ini berjumlah 20% saja yang diletakkan pada bagian permukaan atas
dan bawah gelagar jembatan. Sedangkan untuk kayu kelas rendahnya berjumlah
80% yang posisinya diapit oleh kedua kayu kelas tinggi tadi.

Pada bagian kiri kanan jembatan gelagar dibuat ganda (double) karena
diasumsikan posisi roda kendaraan dalam hal ini mobil berada tepat diatas
gelagar ganda tersebut.

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


V‐63
 
 

BAB VI
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa pengujian sifat fisik dan mekanik berbagai
macam mutu kelas kuat bahan kayu yang digunakan sebagai bahan kajian untuk
struktur jembatan kayu, yang merupakan upaya pemanfaatan jenis kayu lokal
yang bermutu rendah untuk konstruksi jembatan emergency dapat diaplikasikan
dengan penerapan teknologi kayu komposit laminasi. Teknologi kayu komposit
ini memiliki beberapa kelebihan yang mana ukuran penampang elemen
konstruksi dapat dibuat dengan ukuran lebih tinggi, lebih lebar, bentangan yang
lebih panjang (yang tidak dapat dibuat dari kayu yang solid), mutu kayu lebih
rendah dapat digunakan pada daerah tegangan rendah untuk mengurangi
ketergantungan terhadap kayu mutu tinggi.
Teknologi komposit laminasi kayu memanfaatkan kombinasi kayu mutu
rendah dan tinggi dapat meningkatkan kuat lentur dan modulus elastisitas
bahan.
a) Jenis kayu lokal mutu rendah dapat dimanfaatkan untuk tujuan balok
gelagar jembatan dengan teknologi kayu komposit laminasi yang
diperkuat dengan jenis kayu mutu lebih tinggi pada lapisan bagian atas
dan bawah balok gelagar untuk meningkatkan kuat lentur dan daktilitas
bahan.
b) Teknologi kayu komposit memanfaatakan jenis kayu mutu rendah dapat
menghemat penggunaan jenis kayu mutu tinggi sampai 80%.

Pedoman penerapan teknik kayu komposit laminasi untuk gelagar


jembatan kayu memerlukan batasan dan kriteria sebagai berikut:

a) Kadar air kayu yang digunakan haruslah sudah mencapai kadar air
kering udara ( kadar air kayu ± 15%) sebagaimana yang
direkomendasikan produk perekat kayu.

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


VI‐1
 
 

 
b) Ukuran bahan kayu yang digunakan untuk gelagar jembatan dapat
berupa papan papan dengan ketebalan 0,5 Cm sampai 5 Cm dan lebar
papan 20 Cm, ukuran panjang papan dapat menyesuaikan antara 1
sampai 4 meter. Hal tersebut merupakan salah satu kelebihan balok
laminasi karena ukuran panjang papan dapat disambung di setiap
lapisan menjadi panjang bentang balok yang diinginkan. Namun, perlu
dijaga agar supaya posisi sambungan tiap lapisan tidak segaris secara
vertikal.
c) Jenis perekat yang digunakan haruslah bahan perekat khusus yang kuat
untuk kayu konstruksi berat, perekat type exterior, Cold setting atau
dapat mengeras pada suhu ruang. Cara penyapuan bidang rekat lapisan
kayu dapat digunakan bahan kuas biasa atau kuas gulung.
d) Besar tekanan kempa lapisan perekatan haruslah dibuat sepejal
mungkin dengan tekanan ideal sebesar 0,5 MPa sampai 1 MPa.
e) Proporsi kayu mutu lebih tinggi digunakan jenis kayu kelas kuat I atau II
(berdasarkan PKKI-NI-5-1961), atau dengan kelas kuat setara kayu
Keruing dan Kuras.
f) Jenis kayu pengisi yang digunakan dapat berupa kayu dari jenis cepat
tumbuh dengan kelas kuat III sampai IV.
g) Untuk menjamin ketahanan kayu terhadap serangan jamur dan
binatang perusak yang mengurangi tingkat keawetan bahan, maka
kayu yang digunakan perlu diawetkan terlebih dahulu dengan bahan
pengawet yang sesuai, atau diberi bahan pelapis (coating) agar
konstruksi gelagar dapat bertahan lebih lama.
h) Ukuran penampang gelagar dibuat berdasarkan parameter panjang
jembatan. Hal tersebut untuk lebih memudahkan pembatasan ukuran
penampang yang sangat beragam. Ukuran penampang gelagar untuk
direkomendasikan berdasarkan rasio bentang terhadap tinggi gelagar
minimal 15 untuk menjamin perilaku internal stress gelagar lebin
dominan berperilaku sebagai balok lentur sehingga meminimalisir
intensitas pengaruh tegangan geser internal, atau rasio bentang
terhadap tinggi balok dapat dinyatakan Rasio bentang; l/d = 15, yang
mana l = panjang bentang gelagar dan d = tinggi gelagar

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


VI‐2
 
 

 
i) Proporsi kayu mutu lebih tinggi yang diterapkan pada gelagar dibuat
sebesar 20% dari penampang balok laminasi, yang mana posisi lapisan
kayu mutu tinggi sebanyak 10% berada pada bagian atas terluar balok
laminasi, serta 10% lainnya berada pada lapisan sisi terluar bagian
bawah. Dengan demikian, maka proporsi kayu mutu rendah adalah
sebesar 80%.
j) Berdasarkan analisa maka kayu komposit dapat meningkatkan modulus
elastifitas (MOE) dari kayu mutu rendah sebesar 145% sampai 166%.
k) Kayu komposit dapat menghasilkan MOE sebesar 87,47% dan 66,52%
dari total MOE mutu tinggi murni. Hal ini tentu dapat menghemat
penggunaan kayu kelas tinggi sebagai kontruksi struktur jembatan.
l) Berdasarkan Pembebanan pada jembatan komposit ini (1,2DL +1,6LL) =
18.530,44 Nm, diperoleh hasil sebagai berikut, total lendutan 26,2 mm <
Lendutan izin 27,78 mm, gaya geser 135,32 KNm ≤ gaya geser izin 468
KNm, dan lentur balok 444,96 mm ≤ lentur izin 551,78 mm.
m) Maka dengan menggunakan komposit laminasi kayu mutu tinggi dan
rendah dapat dipakai untuk membuat konstruksi gelagar jembatan.

6.2 Rekomendasi
1. Pemanfaatan kayu lokal dari jenis kayu cepat tumbuh, mutu rendah dapat
dijadikan sebagai kayu subtitusi konstruksi emergency bridge di daerah
yang kesulitan akses bahan baku, pemanfaatan jenis kayu mutu rendah
dapat meminimalisir ketergantungan masyarakat terhadap material kayu
mutu tinggi yang pasokannya semakin langka.
2. Teknologi kayu komposit laminasi (kombinasi kayu kelas kuat I - II dan kayu
kelas kuat III - IV) dapat dijadikan sebagai material alternatif komponen
jembatan kayu terutama untuk gelagar jembatan untuk bentang relatif
pendek 5 sampai 10 meter.
3. Penerapan teknologi komposit laminasi memerlukan beberapa kriteria yang
perlu diperhatikan, terutama teknik dan proses perekatan kayu serta
perlunya perlakuan perlindungan kayu terhadap pengaruh cuaca luar, serta
perawatan secara berkala selama masa layan konstruksi.

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


VI‐3
 
 

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE


VI‐4
 
 

 
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, ---, Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia NI-5, PKKI-1961, Departemen


Pekerjaan Umum.

---------, 1979, Kayu Sebagai Bahan Bangunan, yayasan Penyelidikan Masalah


Bangunan, Bandung.

---------, 1977, National Design Specification for Wood Construction, National Forest
Products Association, washington, D.C.

Blass, H.J. dkk., 1995, Timber Engineering Step I, First Edition, Centrum Hout, The
Nedherlands.

Bohannan, B. dan Moody, R.C., 1973, Evolution of Glulam Strength Criteria, Forest
Product Journal, Vol. 23, No. 6, pp.19-24.

Breyer, Donald. E., 1988, Design of Wood Structures, Second Edition, McGraw-
Hill, Inc. New York.

Faisal, Gun. 2016. A Characteristic Study on the Designs and Materials of the
rd
Talang Mamak Tribe Housing. Proceeding 3 Biennale International
Conference On Indonesian Architecture and Planning (ICIAP)
“Enclusive Space, Enriching Culture”. 1st Edition, Yogyakarta, August
2016, p. 289-295.
Faisal, Gun. 2015. Metode Pelaksanaan Kontruksi Atap Berbahan Salak Klubi
(Studi Kasus Pemukiman Tradisional Suku Talang Mamak, Talang
Durian Cacar Di Kecamatan Rakit Kulim Indragiri Hulu Riau). Prosiding
Seminar Nasional Jelajah Arsitektur Tradisional 2015 “Menelusuri
Kemanfaatan Arsitektur Tradisional Untuk Arsitektur Masa Kini dan
Mendatang”. Denpasar, November 2015, hlm. 291-297.
Gere, J.M., Timoshenko, S.P., 1987, Mechanics of Materials, First Edition,
Wadsworth, Inc., Belmont, California.

Gurfinkel, G., 1981, Wood Engineering, Second Edition, Kendall/Hunt Publishing


Company, Dubuque, Iowa.

Hansen, H. J., 1948, Timber Engineering Handbook, John Willey & Son, New York.

Hartomo A.J., Rusdiharsono A. dan Hardjanto D., 1992, Memahami Polimer dan
Perekat, penerbit Andi offset, Yogyakarta.

Kasmudjo, 1992, Sifat Kayu Sengon Umur 5-7 Tahun, Duta Rimba, Vol.XVIII,
No.143-144, pp.36-41.

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE



 
 

 
-----------, 1995, Kajian Sifat-Sifat Kayu Sengon dan Kemungkinan Penggunaannya,
Duta Rimba, Vol.XX, No.179-180, pp.41-46.

Kilpelainen, H. dan Friman, V., 1975, Effect of Pressing Time Temperature on The
Curing and On The Bond Quality of Phenol-Resorcinol Resin Adhesives,
Paperi-ja-Puu., 57; 10, pp. 655-665.

Koval’chuk, L.M., dan Baltrushaitis, A.V., 1989, Effect of Wood defect on The
Strength of Glue Structure, Izvestiya-Vysshikh-Uchebnykh-Zurnal, No. 3, pp.
76-80.

Kubler, H., 1980, Wood as Building and Hobby Material, John Willey & Son, New
York.

Madsen, B., 1972, Duration of Load Test for Dry Lumber in Bending, Forest
Product Journal, Vol. 23, No. 2, pp. 21-28.

Mandang, Y. I., dan Pandit, I. K. N., (1997), Pedoman Identifikasi Kayu di


Lapangan, Yayasan Porsea dan Pusat Diklat Pegawai dan SDM kehutanan,
Bogor.

Mariane, Irene. 2014. Kearifan Lokal Pengelolaan Huatan Adat. PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Martawijaya, A., dkk., 1981, Atlas Kayu Indonesia Jilid I, Balai Penelitian Hutan dan
Balai Penelitian Hasil Hutan, Bogor.

Nurhadi, H., 1989, Trends in Timber Engineering for Structural Purphoses Part-I,
The Eight International Advanced Course on Seismology and Earthquake
Engineering for Building Engineer, 14-25 Januari 1989, Indonesia.

Nurman, dkk. 2014. Kearifan Lokal Masyarakat Talang Mamak Dalam Berladang.
Jurnal Kajian Lingkungan Universitas Riau, Vol. II, No. 1. Hlm. 27-48.
Pandit, I.K.N., 1988, Struktur Kayu Paraserianthes Falcataria dalam Hubungannya
dengan Kemungkinan Penggunaannya, Thesis S-2, Pasca Sarjana,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Panshin, A. J. and Zeeuw, C. D., 1964, Texbook of Wood Technology; Volume I-


Structure, Identification, Uses, and Properties of The Commercial Woods of
The United States, Vol. I, Second Edition, Mc Graw-Hill Book Company,
New York.

Prayitno, T. A., 1994, The Effect of White Clay Extention, Particle Size and Glue
Spread on Urea Formaldehide-Wood Bond Strength, Bulletin Fakultas
Kehutanan, No. 25, pp. 21-42.

-----------------, 1994, Perekat Kayu, Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada,


Yogyakarta.

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE



 
 

 
-----------------, 1995, Cacad Perekatan, Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.

-----------------, 1996, Perekatan Kayu, Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada,


Yogyakarta.

Rhude, M. J., Wood Construction, dalam Merritt, F. S., (Editor), 1982, Building
Design and Construction Handbook, Fourth Edition, pp. (7-1)-(7-87), Mc
Graw-Hill Book Company, New York.

Robert H. Falk and Francois Colling, 1995, Laminating Effects in Glued-Laminated


Timber Beams, Journal of Structural Engineering, Vol.121 No.12, pp. 1857-
1863.

Soenardi P., 1999, Struktur dan Sifat-sifat Kayu, Bagian Penerbitan Fakultas
Kehutanan UGM, Yogyakarta.

Soewarsono P. H., 1990, Pengumuman Pusat Penelitian dan Pengembangan


Hasil Hutan N.13; Berat Jenis dari Jenis-jenis Kayu Indonesia dan
Pengertian Beratnya Kayu untuk Keperluan Praktek, (Terjemahan),
Departemen Kehutanan, Bogor

Somayaji, S., 1995, Civil Engginering Materials, Prentice Hall, Englewood, Cliffs,
New jersey.

Steiner, P. R., 1973, Durability of Urea-Formaldehyde Adhesives:Effects of Molar


Ratio, Second Urea, and Filler, Forest Product Journal, Vol. 23, No. 12,
pp.32-38.

Surjono dan Subianto, B., 1997, Kayu Sebagai Bahan Struktur dan Konstruksi,
Kumpulan Makalah, Seminar Sehari PKKI-2000, Litbang Pemukiman P.U.
serta Lab. Struktur dan Bahan ITB, Bandung.

Tsoumis, G., 1991, Science and Technology of Wood, Vannostrand Reinhold,


Newyork

Widjojo, P., 1994, Perilaku Mekanika Batang Struktur Komposit Lamina Bambu
dan Phenol Formaldehida, Thesis S-2, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.

Witmer Jr., R.W., Manbeck, B. H., Janowiak, J. J., 1999, Partial Composite Action in
Hardwood Glued-Laminated T-Beams, Journal of Bridge Engineering,
Volume 4, Issue 1, pp. 23-29

Jones, R.M. 1975, Mechanics of Composites Bahan, Washington D.C., USA:


Scripta Book Company.

Kaw, A.K. 2007. Mechanics of Composites Bahan. CRC Press: Boca Raton.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996. Tentang :


Baku Tingkat Kebisingan.
JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE

 
 

Scwartz, M.M. 1984. Composite Bahan Handbook. Mc. Graw Hill: Book
Company.

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE



 
 

 
LAMPIRAN 1. DOKUMENTASI SURVEI LAPANGAN

Gambar 1. Survei Jembatan Kayu di Desa Rumbai Jaya, Kabupaten Indragiri Hilir

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE



 
 

Gambar 2. Survei Jembatan Kayu di Desa Kempas, Kabupaten Indragiri Hilir

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE



 
 

 
LAMPIRAN 2. DOKUMENTASI PENGUJIAN MATERIAL KAYU

Gambar 3. Pengujian Material Kayu di Laboratorium Polekteknik Kampar


JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE

 
 

 
LAMPIRAN 3. DESAIN MODEL JEMBATAN KOMPOSIT

Gambar 4. Desain 3D Jembatan Emegency Bridge

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE



 
 

Gambar 5. Desain 3D Jembatan Emegency Bridge


JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE

 
 

LAMPIRAN 4. DOKUMENTASI PEMBUATAN PROTOTYPE / MAKET JEMBATAN

Gambar 6. Proses Pembuatan Protoype Jembatan Emergency Bridge

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE



 
 

Gambar 7. Proses Pembuatan Protoype Jembatan Emergency Bridge

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE



 
 

LAMPIRAN 5. HASIL PENGUJIAN LABORATORIUM UNTUK PENGUJIAN KAYU

Gambar 8. Grafik Hubungan Beban – Lendutan Uji Balok Kayu Meranti Merah
yang Berperilaku Getas (Brittle)

Gambar 9. Grafik Hubungan Beban – Lendutan Uji Balok Kayu Komposit kayu
Keruing - Meranti Merah yang Berperilaku Lebih Liat (Ductile).

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE



 
 

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE



 
 

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE



 
 

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE



 
 

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE



 
 

JEMBATAN KAYU KOMPOSIT UNTUK EMERGENCY BRIDGE



 

Anda mungkin juga menyukai