Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)

RADIOLOGI “IDENTIFIKASI K3 DI INSTALASI MRI”

DISUSUN OLEH :

KHAIRINA SULISTIAWATI

NPM : P2.11.40.2.19.033

JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN JAKARTA II
2021
Jalan Hang Jebat Blok F3 No. 03 Kebayoran Baru Jakarta Selatan
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................1

A. Latar Belakang........................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah...................................................................................................................1

C. Tujuan Penulisan.....................................................................................................................2

BAB II LANDASAN TEORI .........................................................................................................3

A. Definisi....................................................................................................................................3

B. Kesehatan Dan Keselamatan Kerja di MRI............................................................................4

1. Desain ruang MRI....................................................................................................................5

2. Fasilitas-fasilitas keselamatan khusus......................................................................................6

3. Tujuan Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di MRI.......................................8

4. Upaya-Upaya Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (K3) di MRI.............................................8

5. Indikator Yang Menyebabkan Kecelakaan Di MRI..............................................................10

6. Tindakan Yang Dilakukan Apabila Terjadi Kecelakaan.......................................................10

C. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Instalasi MRI
....................................................................................................................................................11

BAB III PENUTUP.......................................................................................................................13

A. Kesimpulan...........................................................................................................................13

B. Saran......................................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................14

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhaanahu Wata’ala yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “
LAPORAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) RADIOLOGI
“IDENTIFIKASI K3 DI INSTALASI MRI”

Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Praktek Kerja Lapangan (PKL) III
Semester V Prodi D-III Teknik Radiodiagjostik dan Radioterapi Poltekkes Kemenkes Jakarta II,
yang bertempat di Instalasi Radiologi RSUP FATMAWATI.

Dapat terlaksananya kegiatan praktek kerja lapangan ini tidak lepas dari dukungan dan
partisipasi dari berbagai pihak sehingga saya dapat melaksanakan praktek kerja lapangan
dengan baik dan benar, oleh karena itu tidak lupa saya mengucapkan terima kasih kepada :

1. Allah SWT yang selalu memberikan kemudahan dan keselamatan

2. Orang tua serta saudara yang selalu memberikan motivasi dan semangat

3. Dosen dan instruktur jurusanTeknik Radiodiagnostik dan Radioterapi

4. Seluruh nstruktur dan karyawan di Instalasi Radiologi RSUP Fatmawati

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan ini. Oleh
karena itu, penulis menerima kritik dan saran yang membangun dari pembaca, guna
memperbaiki laporan selanjutnya. Penulis juga berharap laporan ini bermanfaat bagi penulis
maupun para pembaca.

Jakarta, 02 Oktober 2021

Penulis

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring dengan berkembangnya zaman, teknologi di bidang ilmu pengetahuan dan bidang
medis pun juga mengalami perkembangan. Salah satu perkembangan yang tampak pada bidang
medis adalah berkembangnya alat-alat di instalasi radiologi. Instalasi radiologi merupakan
tempat penyelenggaraan pelayanan radiologi kepada pasien yang memerlukan penegakkan
diagnosis secara cepat dan akurat melalui pemeriksaan radiodiagnostik. Kemajuan teknologi di
bidang kesehatan yang ada pada saat ini memberi kemudahan bagi para praktisi kesehatan untuk
mendiagnosa penyakit serta menentukan jenis pengobatan bagi pasien.

Salah satu bentuk kemajuan tersebut adalah penggunaan alat MRI (Magnetic Resonance
Imaging) untuk melakukan pencitraan diagnose penyakit pasien. Magnetic Resonance Imaging
(MRI) adalah suatu alat kedokteran di bidang pemeriksaan diagnostic radiologi, yang
menghasilkan rekaman gambar potongan penampang tubuh atau organ manusia dengan
menggunakan medan magnet berkekuatan antara 0,064 – 1,5 tesla ( 1tesla = 1000 Gauss) dan
resonansi getaran terhadap inti atom hydrogen. Namun, ruang MRI dapat menjadi tempat yang
sangat berbahaya jika tindakan pencegahan yang tepat tidak dilakukan dengan tepat. Objek
logam dapat menjadi proyektil berbahaya jika dimasukkan ke dalam ruang MRI. Misalnya; pen,
kunci, gunting, stethoscopes dan benda kecil lainnya dapat dicabut dari kantong dan keluar dari
tubuh tanpa peringatan, dan terbang menuju sumber medan magnet pada kecepatan sangat tinggi.
Sehingga akan menjadi ancaman bagi semua orang didalam ruang MRI apabila tidak mengetahui
aturan yang ada.

B. Rumusan Masalah

1 Apa definisi dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)?


2 Bagaimana Keselamatan dan kesehatan Kerja (K3) di MRI ?
3 Hal-hal apa saja yang harus diperhatikan dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja di
MRI ?

1
C. Tujuan Penulisan

1 Untuk mengetahui definisi dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


2 Untuk mengetahui Keselamatan dan kesehatan Kerja (K3) di MRI ?
3 Hal-hal apa saja yang harus diperhatikan dalam K3 di Instalasi MRI?

2
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Definisi

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
merupakan salah satu upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari
pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
Keselamatan berasal dari bahasa Inggris yaitu kata ‘safety’ dan biasanya selalu dikaitkan dengan
keadaan terbebasnya seseorang dari peristiwa celaka (accident) atau nyaris celaka (near-miss).
Keselamatan kerja secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin
keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan
manusia pada umumnya serta hasil budaya dan karyanya. Dari segi keilmuan diartikan sebagai
suatu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya
kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

Menurut Undang-Undang Pokok Kesehatan RI No. 9 Tahun 1960, BAB I pasal 2,


Kesehatan kerja adalah suatu kondisi kesehatan yang bertujuan agar masyarakat pekerja
memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik jasmani, rohani, maupun sosial, dengan
usaha pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang disebabkan
oleh pekerjaan dan lingkungan kerja maupun penyakit umum. OHSAS 18001:2007
mendefinisikan Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai kondisi dan faktor yang
mempengaruhi atau akan mempengaruhi keselamatan dan kesehatan pekerja (termasuk pekerja
kontrak dan kontraktor), tamu atau orang lain di tempat kerja.

Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi
pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh,
merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas. Keselamatan
dan Kesehatan Kerja merupakan satu upaya pelindungan yang diajukan kepada semua potensi
yang dapat menimbulkan bahaya. Hal tersebut bertujuan agar tenaga kerja dan orang lain yang
ada di tempat kerja selalu dalam keadaan selamat dan sehat serta semua sumber produksi dapat

3
digunakan secara aman dan efisien (Suma’mur, 2006). Undang-undang nomor 23 tahun 1992
tentang Kesehatan mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya
kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan
lingkungan disekitarnya.

B. Kesehatan Dan Keselamatan Kerja di MRI

Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah salah satu teknik pencitraan yang sangat
berkembang saat ini. Digunakan untuk menghasilkan gambar bagian tubuh yang lebih rinci dari
pada bidang pencitraan diagnostic manapun. Dibandingkan dengan teknik diagnostik medis
berbasis sinar-X, misalkan; radiografi konvensional, Tomografi Emisi Positron (PET) dan
Computed Tomography (CT), MRI tidak menggunakan radiasi pengion tapi menggunakan
bidang Radiofrequency (RF). Oleh karena itu, MRI dianggap memiliki diagnose yang tepat dari
pada pencitraan berbasis radiasi pengion lainnya (Kwan-Hoonget al., 1003).

Magnetic Resonance Imaging (MRI) tidak menggunakan radiasi pengion, Karena tidak
membawa risiko yang terkait dengan prosedur sinar-X. Namun, penting untuk memahami
bagaimana Scanning MRI beroperasi untuk menilai adanya masalah keamanan dan risiko yang
terkait dengan teknologi tersebut dan memahami peraturannya. (Building & London, 2016)

Tidak ada risiko biologis yang diketahui terkait dengan pencitraan Magnetic Resonance
Imaging (MRI). Beberapa orang tidak dapat melakukan pemeriksaan MRI karena mereka
memiliki beberapa jenis logam yang bersifat Fero-magnetic di tubuh mereka, misalnya : jika
orang tersebut memiliki alat pacu jantung, katup jantung buatan, implan logam seperti implan
logam ditelinga, potongan peluru, kemoterapi (pompa Insulin) atau logam lainnya seperti klip
logam atau cincin. Oleh karena itu, mereka tidak dapat melakukan pemeriksaan MRI. (Kwan-
Hoong et al., 2003)

Selama pemeriksaan MRI berlangsung, pasien akan berbaring di area ruangan medan
magnet dan di dalam tabung magnet besar. Beberapa pasien mungkin merasa takut atau cemas
ditempat-tempat kecil (sesak). MRI juga dapat menyebabkan kecemasan yang mungkin terjadi
pada beberapa pasien karena MRI mengeluarkan bunyi keras yang dikeluarkan oleh mesin dan

4
ruangan scanning. Oleh karena itu, akan diberikan penutup telinga atau Headphone yang
dirancang khusus untuk membantu mengurangi kebisingan.

Manfaat potensial dari MRI sangat banyak. Namun, ada juga bahaya intrinsik terhadap
lingkungan Magnetic Resonance yang harus dipahami, diakui dan dihormati seperti bahan yang
bersifat feromagnetik tertarik kedalam ruang pemeriksaan MRI. Secara umum, selama
berjalannya pencitraan diagnostic dan spektroskopi MRI, pasien yang berada disekitar peralatan
medan magnet langsung dapat terkena bahaya medan magnet secara bersamaan. Bahaya yang
disebabkan dapat mempengaruhi pasien, staf dan orang lain di dalam lingkungan medan magnet.
(Kwan-Hoong et al., 2003)

Ruang MRI dapat menjadi tempat yang sangat berbahaya jika tindakan pencegahan yang
ketat tidak dilakukan, objek logam dapat menjadi proyektil berbahaya jika dimasukkan ke dalam
ruang MRI. Misalnya, kertas, pen, kunci, gunting, hemostats, stethoscopes dan benda kecil
lainnya dapat dicabut dari kantong dan keluar dari tubuh tanpa peringatan, dan terbang menuju
sumber medan magnet (dimana pasien ditempatkan) pada kecepatan sangat tinggi, sehingga akan
menjadi ancaman bagi semua orang di dalam kamar, kartu kredit, bank, dan kartu magnetik
dengan hal lain yang menggunakan Encoding akan terhapus oleh sistem MRI.

1. Desain ruang MRI

Menurut (Permenkes no 24 tahun 2016 tentang Persyaratan Teknis Bangunan dan Prasarana
Rumah Sakit) ruangan MRI harus didesain dengan ketentuan yang telah diterapkan, diantaranya :

1) Luas ruangan 12,5 m x 7 m x 3,5 m


2) Dilengkapi dengan ruangan operator, ruangan mesin dan ruangan Air Handling Unit
(AHU) / Chiller (unit pendingin).
3) Ruangan mengikuti persyaratan proteksi radiasi alat yang dipakai dan mendapatkan ijin
dari instansi yang berwenang.
4) Ruangan dilengkapi dengan instalasi pengaman radiasi elektromagnetik.
5) Setiap ruangan disediakan minimal 2 (dua) kotak kontak listrik 3 phase atau tidak boleh
menggunakan percabangan. Untuk stop kontak khusus alat radiologi disediakan tersendiri

5
dan harus kompatibel dengan rencana alat yang akan dipakai. Peletakan kabel peralatan
harus tertanam.
6) Temperatur dan kelembaban ruangan disesuaikan dengan kebutuhan alat dan ruangan
harus dijamin terjadinya pertukaran udara mekanik dengan total pertukaran udara
minimal 6 kali per jam.
7) Pencahayaan buatan dengan intensitas cahaya minimal 60 lux.
8) Di atas pintu masuk ruangan dipasang lampu merah yang menyala pada saat pesawat
dihidupkan sebagai tanda sedang dilakukan penyinaran.
9) Proteksi kebakaran menggunakan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) jenis water mist
Kelas A, B, C dan heat/smoke detector.
10) Kamar mandi petugas.
11) Kamar mandi pasien
12) Ruang persiapan dan pemulihan pasien . Luas ruangan disesuaikan kebutuhan jumlah
tempat tidur untuk 1 tempat tidur minimal 2,4 m x 3 m. Ruangan ini diperuntukkan
pasien yang mendapatkan pelayanan DSA/MRI/CT-Scan Persyaratan ruangan mengikuti
persyaratan teknis ruangan rawat inap.

2. Fasilitas-fasilitas keselamatan khusus

1) Fasilitas ini dirancang dan dibangun dengan pertimbangan keselamatan. Tata letak desain
ada 4 zona yang direkomendasikan secara internasional.
2) Semua area di dalam fasilitas MRI harus ditandai dengan jelas, dan dipisahkan oleh
penghalang yang sesuai. Sistem deteksi Feromagnetik harus digunakan.
3) Semua personil MRI harus dilatih sesuai dengan pelatihan di bidang MRI, dan catatan
haus selalu disimpan dari pelatihan tersebut. Kursus pelatihan minimal tahunan atau
briefing sangat direkomendasikan.
4) Petugas non-MRI tidak diperkenankan membebaskan akses tak terbatas di Zona III dan
IV. Pergerakan petugas non-MRI di zona ini harus selalu diawasi oleh petugas MRI.
5) Gerakan di ruang Kontrol dan ruang Magnet harus dibatasi dan diawasi secara ketat.
6) Magnet Room Door Tanda yang jelas dalam berbahasa harus ditampilkan di pintu ruang
magnet. Pintu harus selalu dikunci selama waktu istirahat, setelah jam kantor dan saat

6
staf Magnetic Resonance harus meninggalkan area kontrol tanpa pengawasan.(Academy
of Medicine of Malaysia and the Ministry of Health, 2008)
7) Zona area di ruangan MRI Tata letak dasar instalasi MRI biasanya tidak berbeda secara
drastis pada umumnya, yang membedakan hanya menyediakan panduan perencanaan
lokasi yang mencantumkan spesifikasi fisik peralatan MRI.

Faktor utama yang mempengaruhi tata letaknya adalah jenis magnet, kekuatan medan dan
jenis bangunan yang tersedia atau sudah direncanakan untuk area pencitraan MRI. Dianjurkan
menggunakan konsep empat zona untuk menentukan berbagai bidang desain rangkaian
magnetik. 5 Gauss line harus dibatasi dalam IV Zona.

1) Zona I Wilayah ini mencakup semua area yang dapat diakses secara bebas oleh
masyarakat umum. Area ini biasanya berada di luar lingkungan Magnetic Resonanceitu
sendiri dan area dimana pasien, petugas layanan kesehatan, dan petugas lain di lokasi
Magnetic Resonance yang mengakses lingkungan diluar Magnetic Resonance.
2) Zona II Area ini adalah antarmuka antara Zona I dan III yang terawasi secara publik,
zona yang dikendalikan secara ketat, dan zona yang dikontrol cukup ketat. Biasanya,
pasien disambut di zona II dan tidak bebas dalam pergerakan sepanjang zona II sesuka
hati, namun masih di bawah pengawasan petugas Magnetic Resonance. Di zona II ini,
pertanyaan tentang scanning MRI, riwayat pasien, pertanyaan asuransi kesehatan dan
informasi relevan lainnya biasanya diperoleh di zona ini.
3) Zona III Wilayah ini adalah bahan Fero-magnetic. Petugas area dimana akses bebas non-
Magnetic Resonance yangterdapat benda dan peralatan Fero-magnetik dapat
mengakibatkan luka serius atau kematian akibat interaksi antara individu dan peralatan di
lingkungan khusus scanningMagnetic Resonance.
4) Zona IV Area ini identik dengan ruang scanningMRI itu sendiri, yaitu batas ruangan
tempat scanning MRI berada. Zona IV juga harus diberi garis batas dan ditandai dengan
jelas berpotensi berbahaya karena adanya medan magnet yang sangat kuat. Area magnet
harus diamankan dengan benar dengan pintu masuk yang terkunci untuk mencegah orang
yang tidak berwenang dan terutama untuk mencegah tertariknya benda-benda metalik
yang berpotensi berbahaya secara tidak sengaja. (Academy of Medicine of Malaysia and

7
the Ministry of Health, 2008).

3. Tujuan Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di MRI

Secara umum, kecelakaan selalu diartikan sebagai kejadian yang tidak dapat diduga.
Kecelakaan kerja dapat terjadi karena kondisi yang tidak membawa keselamatan kerja atau
perbuatan yang tidak selamat. Kecelakaan kerja di MRI dapat didefinisikan sebagai setiap
perbuatan atau kondisi tidak selamat yang dapat mengakibatkan kecelakaan di MRI. Berdasarkan
definisi kecelakaan kerja maka lahirlah keselamatan dan kesehatan kerja yang mengatakan
bahwa cara menanggulangi kecelakaan kerja adalah dengan meniadakan unsur penyebab
kecelakaan dan atau mengadakan pengawasan yang ketat. (Silalahi, 1995).

Keselamatan dan kesehatan kerja pada dasarnya mencari dan mengungkapkan kelemahan
yang memungkinkan terjadinya kecelakaan. Fungsi ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
mengungkapkan sebab- akibat suatu kecelakaan dan meneliti apakah pengendalian secara cermat
dilakukan atau tidak. Menurut Mangkunegara (2002, p.165) bahwa tujuan dari keselamatan dan
kesehatan kerja adalah sebagai berikut:

a. Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara
fisik, sosial, dan psikologis.
b. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya selektif
mungkin.
c. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
d. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai.
e. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
f. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi
kerja.
g. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.

4. Upaya-Upaya Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (K3) di MRI

a. Pembinaan dan Pengawasan / Keamanan Sarana, Prasarana, dan Peralatan Kesehatan

8
 Melengkapi perizinan dan sertifikasi sarana dan prasarana serta peralatan kesehatan yang
ada di ruang MRI.
 Membuat program dan melaksanakan pemeliharaan rutin dan berkala sarana dan
prasarana serta peralatan kesehatan yang ada di ruang MRI 3) Melakukan
peneraan/kalibrasi peralatan kesehatan yang ada di ruang MRI.
 Pembuatan SOP untuk pengoperasian, pemeliharaan, perbaikan, dan kalibrasi terhadap
peralatan kesehatan yang ada di ruang MRI.
 Sertifikasi personil petugas/operator sarana dan prasarana serta peralatan kesehatan yang
ada di ruang MRI.
b. Pembinaan dan Pengawasan atau Penyesuaian Peralatan Kerja Terhadap Petugas MRI
 Melakukan identifikasi dan penilaian resiko ergonomi terhadap peralatan kerja dan
petugas MRI.
 Membuat program, melaksanakan kegiatan, evaluasi,dan pengendalian risiko ergonomic
yang ada di ruang MRI.
c. Pembinaan dan Pengawasan Terhadap Lingkungan Kerja
 Manajemen harus menyediakan dan menyiapkan lingkungan kerja yg memenuhi syarat
fisik, kimia, biologi, ergonomi dan psikososial.
 Pemantauan/pengukuran terhadap factor fisik, ergonomi dan psikososial secara rutin dan
berkala.kimia,biologi,
 Melakukan evaluasi dan memberikan rekomendasi untuk memperbaiki lingkungan kerja
yang ada di ruang MRI.
d. Pembinaan dan Pengawasan Perlengkapan Keselamatan Kerja
 Pembuatan rambu-rambu arah dan tanda-tanda keselamatan di ruang MRI.
 Penyediaan peralatan keselamatan kerja dan alat APD di ruang MRI.
 Membuat SOP peralatan kesehatan kerja dan APD di ruang MRI.
 Melakukan pembinaan dan pemantauan terhadap kepatuhan penggunaan peralatan
keselamatan dan APD di ruang MRI
e. Pelatihan / Penyuluhan Keselamatan Kerja Untuk Semua Pekerja
 Sosialisasi dan penyuluhan keselamatan kerja bagi seluruh petugas MRI.
 Melaksanakan pelatihan dan sertifikasi Kesehatan dan Keselamatan Kerjadiruang MRI
kepada petugas MRI.

9
f. Membuat sistem pelaporan kejadian dan tindak lanjutnya
 Membuat alur pelaporan kejadian nyaris celaka dan celaka yang terjadi di ruang MRI.
 Membuat SOP pelaporan, penanganan tindak lanjut kejadian nyaris celaka dan celaka
yang terjadi di ruang MRI.

5. Indikator Yang Menyebabkan Kecelakaan Di MRI

a. Keadaan tempat lingkungan kerja, yang meliputi:

 Penyusunan dan penyimpanan barang-barang yang berbahaya yang kurang


diperhitungkan keamanannya.
 Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak.
 Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya
b. Pemakaian peralatan kerja, yang meliputi:

 Pengaman peralatan kerja yang sudah usang atau rusak.


 Penggunaan mesin dan alat elektronik tanpa pengaman yang baik dalam pengaturan
penerangan.

6. Tindakan Yang Dilakukan Apabila Terjadi Kecelakaan

Pada Saat Pemeriksaan MRI Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kaitannya
dengan kecelakaan selama pemeriksaan MRI, seperti:

a. Bila terjadi keadaan gawat pada pasien, segera menghentikan pemeriksaan dengan
menekan tombol ABORT, pasien segera dikeluarkan dari pesawat MRI dengan menarik
meja pemeriksaan dan segera berikan pertolongan dan apabila tindakan selanjutnya
memerlukan alat medis yang bersifat ferromagnetik harus dilakukan di luar ruang
pemeriksaan.
b. Seandainya terjadi kebocoran Helium, yang ditandai dengan bunyi alarm dari sensor
oxigen, tekanlah EMERGENCY SWITCH dan segera membawa pasien ke luar ruang
pemeriksaan serta buka pintu ruang pemeriksaan agar terjadi pertukaran udara, karena
pada saat itu ruang pemeriksaan kekurangan oksigen.
c. Apabila terjadi pemadaman (Quenching), yaitu hilangnya sifat medan magnet yang kuat

10
pada gentry (bagian dari pesawat MRI) secara tibatiba, tindakan yang perlu dilakukan
buka pintu ruangan lebar- lebar agar terjadi pertukaran udara dan pasien segera di bawa
keluar ruangan pemeriksaan. Hal perlu dilakukan karena Quenching menyebabkan
terjadinya penguapan helium, sehingga ruang pemeriksaan MRI tercemar gas Helium.
d. Selama pemeriksaan MRI untuk anak kecil atau bayi, sebaiknya ada keluarganya yang
menunggu di dalam ruang pemeriksaan.

C. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja


di Instalasi MRI

1) Pada pemeriksaan MRI perlu diperhatikan bahwa alat-alat seperti tabung oksigen, alat
alat resusistasi, kursi roda, dll yang bersifat fero-magnetik tidak boleh dibawa ke ruang
MRI. Untuk keselamatan, pasien diharuskan memakai baju pemeriksaan dan
meninggalkan benda-benda feromagnetik, seperti: jam tangan, kunci, perhiasan jepit
rambut, gigi palsu, dan lainnya.
2) Screening dan pemberian informasi kepada pasien dilakukan dengan cara mewawancarai
pasien, untuk mengetahui apakah ada sesuatu yang membahayakan pasien bila dilakukan
pemeriksaan MRI, misalnya: pasien menggunakan alat pacu jantung, logam dalam tubuh
pasien seperti sendi palsu, neurostimulator, klip anurisma serebral, dan lain-lain.
3) Transfer pasien menuju ruang MRI, khususnya pasien yang tidak dapat berjalan (non
ambulatory) harus diperhatikan karena penggunaan mesin roda akan membahayakan
dikarenakan medan magnet MRI selalu menyala, sehingga setiap saat dapat terjadi resiko
kecelakaan, dimana benda-benda feromagnetik dapat tertarik dan kemungkinan mengenai
pasien atau personil yang lain. Cara antisipasi adalah menggunakan meja MRI yang
mobile dengan tujuan pasien dapat dipindahkan ke meja MRI di luar ruangan
pemeriksaan dan dapat segera di bawa ke luar ruangan MRI apabila terjadi hal-hal
emergency. Selain itu, meja cadangan pemeriksaan perlu disediakan agar dapat
mempercepat penanganan pasien berikutnya sebelum pemeriksaan pasien sebelumnya
selesai.
4) Kenyamanan pasien perlu diperhatikan karena dapat merancukan pemeriksaan, antara
lain dengan penggunaan earplugs bagi pasien untuk mengurangi kebisingan, penggunaan

11
penyangga mulut atau tungkai, pemberian selimut bagi pasien, dan pemberian tutup
kepala.
5) Persiapan console yaitu memprogram identitas pasien seperti nama, usia dan lain-lain.
6) Pemilihan coil yang tepat.
7) Memilih parameter yang tepat.
8) Untuk mendapatkan hasil gambar yang optimal, perlu penentuan center magnet (land
marking patient) sehingga coil dan bagian tubuh yang diamati harus sedekat mungkin ke
center magnet, misalnya pemeriksaan MRI kepala, pusat magnet pada hidung .

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian diatas diketahui bahwa Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) merupakan
salah satu upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran
lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat
kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Salah satu
contoh penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yaitu pada bidang MRI. Meskipun
tidak ada resiko biologis dari pemeriksaan MRI tetapi ada beberapa hal yang harus diperhatikan
demi Kesehatan dan Keselamatan pasien maupun pekerja seperti komunikasi yang baik antara
pekerja dan pasien, penggunaan alat penunjang, dan screening benda logam. Selain itu, untuk
menghindari kecelakaan kerja dilakukan upaya lain seperti adanya desain khusus untuk ruang
pemeriksaan MRI dan fasilitas keselamatan khusus.

B. Saran

Sebaiknya komunikasi antara pasien dan pekerja dilakukan dengan sebaikbaiknya agar
supaya pelayanan yang diberikan sesuai dengan kondisi pasien dan pasien paham perihal
pemeriksaan yang akan dilakukan serta hal-hal yang perlu dan tidak perlu dilakukan sehingga
pemeriksaan berjalan dengan lancar, selain itu screening benda logam harus dilakukan dengan
detail untuk menghindari kecelakaan kerja yang tidak diinginkan.

13
DAFTAR PUSTAKA

Building, S. S., & London, W. R. (2016). HSREB guidance : magnetic resonance imaging.

Electromagnetic Fields and Our Health, (October), 1–15. Retrieved from :


http://wwwlive.who.int/entity/pehemf/meetings/archive/en/paper04ng.pdf Menkes RI, 2016.

Kwan-Hoong, N., Ahmad, A. C., Nizam, M., & Abdullah, B. (2003). Magnetic Resonance
Imaging: Health Effects and Safety.

Permenkes No 24 tahun 2016 tentang Persyaratan Teknis Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit
https://perpus.poltekkesjkt2.ac.id/respoy/index.php?p=show_detail&id=1446&keywords=
Diakses pada 26 November 2019 pukul 10.00

14

Anda mungkin juga menyukai