sudah dibahas mengenai tata cara pemotongan dan pelaporan pajak dividen.
Di tulisan ini akan dibahas mengenai perlakuan akuntansi (beserta jurnal dan contoh kasus)
pembagian dividen (semua jenis: dividen kas, dividen surat berharga, dividen saham).
Sudah menjadi prinsip dasar akuntansi bahwa keuangan perusahaan tidak diacampuradukan
dengan keuangan pribadi pemilik. Dalam artian pemilik usaha tidak dibenarkan mengambil aset
perusahaan (uang kas, persediaan, aktiva tetap, dll) untuk keperluan pribadi.
Satu-satunya cara yang dibenarkan adalah melalui pembagian dividen untuk badan usaha
berbentuk perseroan terbatas (PT) atau prive untuk badan usaha persekutuan (CV). Sehingga
pada dasarnya, dividen adalah laba perusahaan yang dibagikan bagi para pemegang saham
(pemilik perusahaan).
Sebelum masuk ke perlakuan akuntansi dividen, saya ingin mengajak pembaca untuk melihat ke
akun ‘Laba Ditahan (Retained Earning)’ terlebih dahulu. Hal ini penting agar masalah dividen
bisa dipahami dengan lebih mudah.
Neraca, dapat digambarkan dalam satu formula sederhana (disebut persamaan akuntansi) sebagai
berikut:
Ada tambahan akun ‘Laba Ditahan’. Laba ditahan itu sendiri adalah akumulasi laba perusahaan
sepanjang waktu—sejak berdiri hingga laporan keuangan dibuat. Angka saldo di akun laba
ditahan ini akan meningkat setiap kali perusahaan memperoleh laba, sebaliknya akan berkurang
setiap kali perusahaan mengalami kerugian. Sehingga bisa dikatakan bahwa ‘Laba Ditahan’
adalah akun penampung laba yang berasal dari “Laporan Laba Rugi (Income Statement)”.
Sementara itu, angka Laba diperoleh dengan cara mengurangi pendapatan dengan beban dan
biaya, atau jika diformulasikan:
Di tahun 2011 PT. JAK memperoleh pendapatan sebesar Rp 150,000,000 dengan beban dan
biaya sebesar Rp 100,000,000, sehingga:
Maka pada saat penutupan buku, laba tersebut ditutup dengan jurnal:
Setelah jurnal penutupan dimasukan, akun pendapatan dan biaya menjadi nol. Yang tersisa di
buku besar tinggal akun ‘Laba/Rugi’ saja sebesar Rp 50,000,000 dengan saldo
kredit. Selanjutnya akun Laba/Rugi-pun ditutup, sekaligus nilai laba dipindahkan ke Neraca
dengan jurnal:
Sehingga, nilai akun ‘Laba Ditahan’ pada Neraca bertambah sebesar Rp 50,000,000.
Begitulah akun laba ditahan bertambah atau berkurang, tergantung apakah perusahaan
membukukan laba atau rugi. Dalam contoh tadi kebetulan perusahaan memperoleh laba sehingga
akun laba ditahan bertambah. Jika perusahaan mengalami kerugian, maka akun laba ditahan akan
ikut berkurang juga.
Faktor lain yang menyebabkan saldo akun laba ditahan meningkat (namun mungkin
pengaruhnya tidak sebesar laba/rugi operasional), antara lain:
Dividen, tidak selalu dalam bentuk uang tunai, ada berbagai bentuk lainnya. Apa saja, bagaimana
perlakuan akuntansinya untuk masing-masing jenis dividen? Itulah topik utama dari tulisan ini.
Silahkan diikuti.
Seperti saya sebutkan di atas, ada beberapa jenis dividen yang lumrah dilaksanakan di
perusahaan-perusahaan korporasi yang sudah berstatus go-public, antara lain: (1) uang tunai, (2)
surat berharga, bonds misalnya, (3) promes atau notes payable, atau (4) penerbitan saham.
Kecuali dividen dalam bentuk saham, semuanya bersifat mengurangi nilai modal secara
kesuluruhan.
Mayoritas perusahaan membagikan dividen bagi para pemegang saham dalam bentuk uang tuna
(cash dividen). Ada 4 tanggal penting yang perlu diperhatikan dalam perlakuan akuntansi
dividen berjenis uang tunai, yaitu:
1. Tanggal Pengumuman, adalah tanggal pada saat dewan direksi mengumumkan akan
dibagikannya dividen dalam bentuk uang tunai. Pada saat ini perusahaan melakukan pengakuan
akan utang dividen dengan mendebit saldo laba ditahan.
2. Tanggal Ex-Dividen, adalah tanggal pada saat tanggal penghentian penjualan saham di bursa
untuk sementara. Penghentian penjualan saham sementara dilakukan (mungkin 1 atau 2 hari),
tiada lain agar perusahaan punya waktu untuk melakukan pemutahiran (update) buku besar
“Ekuitas Pemegang Saham”.
3. Tanggal Pencatatan, adalah tanggal pada saat para pemegang saham dapat melihat nilai
dividen yang akan diterimanya melalui memorandum pencatatan dividen tunai yang dibuat oleh
perusahaan. Pada saat ini, tidak ada jurnal yang perlu dibuat. Perusahaan hanya perlu
menunjukan memo pencatatan dividennya saja, sehingga pemegang saham bisa melihat berapa
persisnya jumlah uang tunai yang akan diterima.
4. Tanggal Pembayaran, adalah tanggal pada saat dividen dibayarkan. Pada saat yang sama
perusahaan mencatat pengeluaran kas untuk pembayaran dividen, sekaligus mengeliminasi
‘Utang Dividen’ yang diakui pada saat tanggal pengumuman.
Misalnya:
Pada tanggal 15 Maret 2011 PT. JAK mengumumkan bahwa persahaan akan membagikan
dividen tunai sebesar Rp 1/lembar saham kepada para pemegang sahamnya. Ada 2,000,000
lembar saham yang sudah diterbitkan sampai saat itu. Dividen rencananya akan dibagikan pada
tanggal 1 Juni 2011. Untuk itu manajemen perusahaan mengundang para pemegang saham pada
tanggal 15 April 2011 untuk memeriksa nilai dividen yang akan mereka terima. Ex-Dividen
(penghentian penjualan saham sementara) adalah 16 Maret 2011. Jurnalnya akan menjadi
sebagai berikut:
Tak ada jurnal yang perlu dibuat. Bagian Accounting hanya melakukan pemindahan data
dividend an pengurangan laba ditahan ke Buku Besar.
Tidak ada pencatatan yang perlu dilakukan. Perusahaan hanya menunjukan memo pencatatan
yang dilakukan pada tanggal 15 April 2011 yang lalu, sehingga masing-masing pemegang saham
tahu berapa besarnya dividen yang akan mereka terima pada saat tanggal pembayaran nanti.
Dividen Surat Berharga (Nonmonetary Asset Dividend)
Bisa jadi perusahaan membagikan dividen dalam bentuk surat berharga, bond misalnya.
Perusahaan memberikan bonds (investasi di perusahaan lain) yang mereka miliki kepada para
pemegang saham. Dalam hal ini, bond yang akan diberikan dinilai sebesar harga pasar wajarnya.
Jika bond yang akan diberikan masih dicatat sebesar harga perolehannya, maka perusahaan perlu
membuat penyesuaian terlebih dahulu.
Misalnya:
Pada tanggal 15 Maret 2011 PT. JAK mengumumkan akan membagikan dividen dalam bentuk
surat berharga berupa surat berharga diterbitkan oleh PT. XYZ yang akan segera jatuh tempo.
Surat berharga tersebut, dahulu diperoleh seharga Rp 500,000. Pada saat pengumuman
pembagian dividen dilakukan (15 Maret 2011) nilai pasar wajar surat berharga yang diterbitkan
oleh PT. XYZ adalah Rp 600,000. Bagaimana jurnal untuk pembagian dividen PT. JAK?
Ada keadaan dimana perusahaan memiliki akumulasi laba ditahan yang sesungguhnya sudah
memungkinkan untuk membagikan dividen bagi para pemegang sahamnya, akan tetapi jumlah
uang tunainya tidak mencukupi. Alternatif yang bisa diambil jika ingin membagi dividen adalah
dengan menerbitkan promes atau janji membayar dikemudian hari (notes payable). Dividen
semacam ini disebut dengan “Scrip Dividend”
Misalnya:
Pada Tanggal 1 Juni 2011 PT. JAK mengumumkan pembagian dividen berupa Scrip dividend
berjangka waktu 3 bulan sebesar Rp 1/lembar untuk 3,000,000 lembar saham yang beredar.
Bunga promes adalah 10% per tahun. Bagaimana pencatatannya?
(Rp 1 x 3,000,000)
Selain pembagian dividen dalam bentuk surat berharga, alternatif yang paling sering dilakukan
adalah dividen dalam bentuk saham—bila perusahaan kekurangan likuiditas (kas). Pembagian
dividen jenis stock biasanya diberikan secara merata bagi semua pemegang saham.
Perlakuan akuntansi dividen saham berbeda-beda tergantung porsi dividen saham yang
dibagikan:
1. Dividen Saham Jumlah Kecil – Untuk dividen saham dalam jumlah kecil (kurang dari 25%
saham beredar, maka saham yang akan diterbitkan sebagai dividen dinilai sebesar harga pasar
wajarnya. Sebagai ilustrasi, asumsikan posisi ekuitas pemilik PT. JAK, sebelum dividen saham
diumumkan, adalah sebagai berikut:
PT. JAK mengumumkan pembagian dividen dalam bentuk saham sebesar 20% dari saham
beredar (30,000 x 20% = 6000 lembar). Pada tanggal yang sama, harga pasar saham PT. JAK
adalah Rp 25/lembar. Dengan demikian, maka harga pasar wajar atas 6000 lembar saham yang
akan dibagikan sebagai dividen adalah Rp 150,000. Jurnal yang diperlukan:
Setelah saham untuk dividen diterbitkan, maka posisi ekuitas pemilik menjadi sebagai berikut:
2. Dividen Saham Dalam Jumlah Besar – Untuk dividen saham dalam jumlah besar (lebih dari
25% sisa saham belum terjual), maka saham yang akan diterbitkan sebagai dividen dinilai
sebesar nilai par-nya. Sebagai ilustrasi, anggap PT. JAK mengumumkan pembagian dividen
sebesar 50% dari total saham beredar (informasi lainnya sama seperti ilustrasi sebelumnya).
Maka jurnal yang diperlukan pada saat pengumuman:
[Debit]. Laba Ditahan (50% x 30,000 lembar x Rp 20) = Rp 300,000
Posisi ekuitas pemipik pasca penerbitan saham untuk dividen menjadi sbb:
Perhatikan bahwa tambahan penerbitan saham untuk dividen tidak mengubah total ekuitas
pemilik, karena bertambahnya saham beredar diimbangi oleh menurunnya laba ditahan. Dan
harga par saham tetap seperti semula. Perbedaan antara par dengan harga pasar wajar (untuk
dividen jumlah kecil) dicatat sebagai “Tambahan Modal Disetor”.
Cash Dividend
Dividen tunai merupakan salah satu pembagian dividen yang paling sering dilakukan oleh
perusahaan. Bagi perusahan yang membayar dividen tentu akan mengurangi laba ditahan dan
kas.
Contoh:
Dibayar dividen tunai kepada Investor sebesar $ 10,000
Solusi:
Solusi:
D: Kas=============== $ 10,000
K: Piutang Dividen============ $ 10,000
Liquidation Dividend
Kalau pada dividen tunai, dana diambil dari laba ditahan namun pada dividen likuidasi maka
pembagian dividen dianggap sebagai pengembalian modal yang disetor. Pembagian dividen
likuidasi dicatat dengan cara mengurangi Agio Saham.
Contoh:
Nugraha, Co mengumumkan dan membayar dividen tunai dan dividen likuidasi parsial sebesar $
100,000. Dari jumlah tersebut sebesar $ 75,000 merupakan dividen tunai senilai $ 15 untuk 5,000
lembar saham biasa. Sedangkan sisanya $ 25,000 merupakan dividen likuidasi senilai $ 5 per
lembar yang dicatat sebagai pengurang Agio Saham.
Solusi: