Anda di halaman 1dari 7

Komplikasi diabetes melitus dibagi menjadi 2 kategori mayor :

1. Komplikasi Metabolik Akut


Komplikasi metabolic diabetes disebabkan oleh perubahan yang relatif akut dari
konsentrasi glukosa plasma. Komplikasi metabolic yang paling serius pada DM tipe
1 adalah ketoasidosis diabetic (DKA). Apabila kadar insulin sangat rendah → pasien
akan mengalami hiperglikemi dan glukosuria berat, penurunan lipogenesis,
peningkatan lipolysis, dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai
pembentukan benda keton → peningkatan keton → ketosis. Peningkatan keton juga
akan meningkatkan beban ion hydrogen dan asidosis metabolic. Glukosuria dan
ketonuria yang jelas juga dapat menyebabkan diuresis osmotic dengan hasil akhir
dehidrasi dan kehilangan elektrolit → pasien dapat menjadi hipotensi dan mengalami
syok → penurunan penggunaan oksigen otak → koma dan meninggal. Namun koma
dan kematian karena DKA saat ini jarang terjadi, pasien dan tenaga kesehatan telah
menyadari potensi bahaya komplikasi ini.

DKA dapat ditangani dengan :


- Perbaikan kekacauan metabolic akibat kekurangan insulin
- Pemulihan keseimbangan air dan elektrolit
- Pengobatan dan keadaan yang mungkin mempercepat ketoasidosis.

Hiperglikemia, hyperosmolar, koma nonketotik (HHNK) adalah komplikasi


metabolic akut lain dari diabetes yang sering terjadi pada penderita diabetes tipe 2
yang lebih tua. Bukan karena defisiensi insulin absolut, namun relatif, shg
hiperglikemia muncul tanpa ketosis. Hiperglikemia menyebabkan hiperosmolaritas,
diuresis osmotic, dan dehidrasi berat → pasien dapat menjadi tidak sadar dan
meninggal bila keadaan ini tidak segera ditangani. Pengobatan HHNK adalah
dengan rehidrasi, penggantian elektrolit, dan insulin regular.

Komplikasi metabolic lain yang sering dari diabetes adalah hipoglikemia (reaksi
insulin, syok insulin), terutama komplikasi terapi insulin. Pasien diabetes dependen
insulin mungkin suatu saat menerima insulin yang jumlahnya lebih banyak daripada
yang dibutuhkan → hipoglikemi. Gejala-gejalanya disebabkan peningkatan
epinefrin (berkeringat, gemetar, sakit kepala, dan palpitasi), juga akibat kekurangan
glukosa dalam otak (tingkah laku yang aneh, sensorium yang tumpul, dan koma).
Serangan hipoglikemi ini akan berbahaya bila terjadi dalam waktu yang lama karena
dapat menyebabkan kerusakan otak permanen atau bahkan kematian.
Penatalaksanaannya perlu segera diberikan karbohidrat, baik oral maupun IV.
Kadang diberikan glucagon secara IM untuk menaikkan kadar glukosa darah.

2. Komplikasi Kronik/ Vaskular Jangka Panjang


Komplikasi vascular jangka panjang dari diabetes melibatkan pembuluh-pembuluh
kecil–mikroangiopati dan pembuluh-pembuluh besar–makroangiopati.
Mikroangiopati merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan
arteriola retina (retinopati diabetik), glomerulus ginjal (nefropati diabetik), dan
saraf-saraf perif (neuropati diabetik), otot-otot, serta kulit. Dari sudut histokimia,
lesi-lesi ini ditandai dengan peningkatan penimbunan glikoprotein.

Ada kaitan yang kuat antara hiperglikemia dengan insidens dan berkembangnya
retinopati. Manifestasi dini retinopati berupa mikroaneurisma (pelebaran sakular
yang kecil) dari arteriola retina → dapat menyebabkan perdarahan, neovaskularisasi,
dan jaringan parut retina → dan fatalnya dapat menyebabkan kebutaan. Pengobatan
yang paling berhasil untuk retinopati adalah fotokoagulasi keseluruhan retina.

Manifestasi dini nefropati berupa proteinuria dan hipertensi. Jika hilangnya fungsi
nefron terus berlanjut, pasien dapat menderita insuffisiensi ginjal dan uremia. Pada
tahap ini, pasien memerlukan dialysis atau transplantasi ginjal.

Neuropati dan katarak disebabkan oleh gangguan jalur poliol (glukosa → sorbitol
→ fruktosa) akibat kekurangan insulin. Terdapat penimbunan sorbitol di dalam lensa
sehingga mengakibatkan pembentukan katarak dan kebutaan. Pada jaringan saraf
terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa, serta penurunan mioinositol yang
menibulkan neuropati. Perubahan biokimia jar. syaraf akan mengganggu kegiatan
metabolic sel Schawnn dan menyebabkan hilangnya akson → kecepatan konduksi
motoric berkurang pada tahap awal neuropati. Selanjutnya timbul nyeri, parestesia,
berkurangnya sensasi getar, dan proprioseptik, dan gangguan motoric yang disertai
hilangnya refleks tendon dalam, kelemahan otot, dan atrofi. Neuropati dapat
menyerang saraf-saraf perifer (mononueropati dan polineuropati), saraf-saraf kranial,
atau sistem syaraf otonom. Terserangnya sistem syaraf otonom dapat disertai diare
nocturnal, keterlambatan pengosongan lambung dengan gastroparesis, hipotensi
pastural, dan impotensi.

Mikroangipati diabetic mempunyai gambaran histopatologis berupa aterosklerosis.


Gabungan dari gangguan biokimia yang disebabkan oleh insufisiensi insulin dapat
menjadi penyebab jenis penyakit vascular ini. Gangguan-gangguan tsb berupa :
penimbunan sorbitol dalam intima vascular, hiperlipoproteinemia, kelainan
pembekuan darah. Pada akhirnya makroangiopati akan mengakibatkan penyembutan
vascular. Jika mengenai arteri perifer, maka dapat mengakibatkan insufisiensi
vascular perifer yang disertai klaudikasio intermiten dan gangrene pada
ekstremitas, serta insufisiensi serebral dan stroke. Jika yang terkena arteri
koronaria dan aorta, maka dapat mengakibatkan angina dan infark miokardium.

Diabetes juga cenderung mengganggu kehamilan, dimana perempuan yang menderita


diabetes dan hamil, cenderung mengalami abortus spontann kematian janin intrauterine,
ukuran janin besar, dan bayi premature dengan sindrom distress pernafasan yang tinggi,
serta malformasi janin.

Komplikasi diabetic dapat dikurangi atau dicegah dengan pengobatan diabetes yang
cukup efektif untuk membawa kadar glukosa ke dalam kisaran normal.
Schteingart, David E. 2012. Pankreas : Metabolisme Glukosa dan Diabetes Melitus dalam
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 2 Edisi 6. Jakarta : EGC
a. Prognosis
Prognosisnya akan baik bila pasien mengubah pola hidupnya dengan mengikuti rencana
diet yang diberikan, berolahraga, dan minum obat secara teratur, sehingga glukosa
darahnya dapat terkontrol, berbagai komplikasipun dapat dihindari, namun akan buruk
jika pasien tidak taat.

b. Pencegahan
Bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat umum dengan mendidik masyarakat
agar menjalankan cara hidup sehat dan menghindari cara hidup beresiko. Upaya ini tidak
hanya untuk mencegah diabetes tetapi juga untuk mencegah penyakit lain sekaligus.
Upaya ini sangat berat karena target populasinya luas, sehingga harus dilakukan tidak
saja oleh profesi tetapi harus oleh segala lapisan masyarakat, termasuk pemerintah dan
swasta.

Pendekatan individu beresiko tinggi, yang termasuk golongan ini adalah individu
berumur ›40 tahun, gemuk, hipertensi, riwayat keluarga DM, riwayat melahirkan bayi ›4
kg, riwayat DM pada saat kehamilan, dan dyslipidemia.

Pencegahan Primer
Merupakan cara yang paling sulit karena yang menjadi sasaran adalah orang-orang yang
belum sakit artinya masih sehat. Semua pihak harus mempropagandakan pola hidup
sehat dan menghindari pola hidup beresiko. Menjelaskan kepada masyarakat bahwa
mencegah penyakit jauh lebih baik daripada mengobatinya. Kampanye makanan sehat
dengan pola tradisional yang mengandung lemak rendah atau pola makan seimbang
adalah alternative terbaik dan harus sudah mulai ditanamkan pada anak-anak sekolah
sejak TK. Caranya bisa lewat guru-guru atau lewat acara radio atau televisi. Selain
makanan, cara hidup beresiko lainnya harus dihindari dengan berolahraga teratur
misalnya agar tidak gemuk. Motto memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan
masyarakat sangat menunjang upaya pencegahan primer, namun hal ini tentu akan
menimbulkan konsekuensi, yaitu penyediaan sarana olahraga yang merata sampai ke
pelosok.

Pencegahan Sekunder
Objeknya adalah pasien diabetes yang sudah diketahui dan sudah berobat, untuk
mencegah timbulnya komplikasi. Namun, bukanlah suatu hal yang gampang untuk
memotivasi pasien agar berobat teratur dan menerima kenyataan bahwa penyakitnya
tidak bisa sembuh.

Syarat untuk mencegah komplikasi adalah kadar glukosa darah harus selalu terkendali
mendekati angka normal sepanjang hari sepanjang tahun, selain itu tekanan darah dan
kadar lipid juga harus normal. Dan supaya tidak ada resistensi insulin, dalam upaya
pengendalian glukosa darah dan lipid harus diutamakan cara-cara non farmakologis dulu
secara maksimal, misalnya dengan diet dan olahraga, tidak merokok, dll. Bila tidak
berhasil baru mnggunakan obat, baik oral maupun insulin.
Pada pencegahan sekunderpun, penyuluhan tentang perilaku sehat seperti pada
pencegahan primer harus dilaksanakan, ditambah dengan peningkatan pelayanan
kesehatan primer di pusat-pusat pelayanan kesehatan mulai dari RS kelas A sampai ke
unit paling ujung yaitu puskesmas. Disamping itu juga diperlukan penyuluhan kepada
pasien dan keluarganya tentang berbagai hal mengenai penatalaksanaan dan pencegahan
komplikasi.

Pencegahan Tersier
Upaya mencegah komplikasi dan kecacatan yang diakibatkan termasuk ke dalam
pencegahan tersier. Upaya ini terdiri dari 3 tahap :
- Pencegahan komplikasi diabetes, pada consensus dimasukkan ke dalam pencegahan
sekunder.
- Mencegah berlanjutnya (progresi) komplikasi untuk tidak menjurus kepada penyakit
organ.
- Mencegah terjadinya kecacatan disebabkan oleh karena kegagalan organ atau
jaringan.

Dalam hal ini diperlukan kerjasama yang baik sekali antara pasien dengan dokter,
maupun antara dokter ahli diabetes dengan dokter-dokter yang terkait dengan
komplikasinya, serta dibantu oleh penyuluh diabetes (diabetes educator, terdiri dari
dokter, perawat, ahli gizi, atau pekerja social, dll yang berminat).
Suyono, Slamet. 2009. Diabetes Melitus di Indonesia dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III
Edisi V. Jakarta : EGC.

1. Retinopati Diabetika
a. Definisi
Retinopati diabetic adalah suatu
mikroangiopati progresif yang ditandai oleh
kerusakan dan sumbatan pembuluh-pembuluh
halus, meliputi arteriol prekapiler retina,
kapiler-kapiler, dan vena-vena.
Rodiah Rahmawaty, 2007 : repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1898/1/rodiah.pdf

b. Epidemiologi
Retinopati diabetic merupakan penyebab kebutaan yang paling sering dijumpai, terutama
di negara barat. Kira-kira 1 dari 900 orang 25 tahun mengidap diabetes dan kira-kira 1
dari 25 orang 60 tahun adalah penyandang diabetes. Prevalensi retinopati diabetic
proliferative pada DM1 dengan lama penyakit 15 tahun adalah 50%. Retinopati diabetic
jarang ditemukan pada anak-anak dibawah umur 10 tahun tanpa memperhatikan lamanya
diabetes. Resiko berkembangnya retinopati meningkat setelah pubertas.
Rodiah Rahmawaty, 2007 : repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1898/1/rodiah.pdf

c. Etiologi
Penyebab retinopati diabetic sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun
keadaan hiperglikemia yang berlangsung lama dianggap sebagai factor resiko utama. 3
proses biokimiawi yang terjadi pada hiperglikemia yang diduga berkaitan dengan
timbulnya retinopati diabetic adalah :

1. Jalur Poliol
Hiperglikemia yang lama dapat menyebabkan produksi berlebihan serta akumulasi
dari poliol. Salah satu sifat poliol adalah tidak dapat melewati membrane basalis,
sehingga akan teetimbun dalam jumlah yang banyak di dalam sel. Senyawa poliol
akan meningkatkan tekanan osmotic sel dan menimbulkan gangguan morfologi
maupun fungsional sel.

2. Glikasi Non-Enzimatik
Glikas nonenzimatik terhadap protein dan asam deokribonukleat (DNA) yang terjadi
selama hiperglikemi dapat menghambat aktivitas enzim dan keutuhan DNA. Protein
yang terglikosilasi akan membentuk radikal bebas dan menyebabkan perubahan
fungsi sel.

3. Protein Kinase C
PKC diketahui memiliki pengaruh terhadap permeabilitas vascular, kontraktilitas,
sintesis membrane basalis, dan proliferasi sel vascular. Dalam kondisi hiperglikemi,
aktivitas PKC di retina dan sel endotel meningkat akibat sintesis denovo dari
diasilgliserol, yaitu suatu regulator PKC, dari glukosa. Peningkatan PKC ini dapat
menyebabkan perubahan fungsi sel.

Selain pengaruh hiperglikemi, sejumlah factor lain yang berkaitan dengan DM seperti
agregasi trombosit, peningkatan agregasi eritrosit, viskositas darah, hipertensi,
peningkatan lemak darah, dan factor pertumbuhan, diduga turut berperan dalam
timbulnya retinopati diabetic.
Pandealki, Karel. 2009. Retinopati Diabetik dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V.
Jakarta : EGC.

d. Patogenesis dan Patofisiologi


Retina merupakan suatu struktur berlapis ganda dari fotoreseptor dan sel syaraf.
Kesehatan dan aktivitas metabolisme retina sangat bergantung pada jaringan kapiler
retina. Kapiler retina membentuk jaringan yang menyebar ke seluruh permukaan retina,
keuali suatu daerah yang disebut fovea. Kelainan dasar dari berbagai bentuk retinopati
diabetic terletak pada kapiler retina tersebut. Dinding kapiler retina terdiri dari 3 lapisan
dari luar ke dalam yaitu sel perisit, membrane basalis, dan sel endotel.

Sel perisit dan sel endotel dihubungkan oleh pori yang terdapat pada membrane sel yang
terletak diantara keduanya. Dalam keadaan normal perbandingan sel endotel kapiler
retina dan sel perisit adalah 1:1. Sel perisit berfungsi mempertahankan struktur kapiler,
mengatur kontraktilitas, membantu mempertahankan fungsi barrier dan transportasi
kapiler serta mengendalikan proliferasi endotel. Membran basalis berfungsi sebagai
barrier dengan mempertahankan permeabilitas kapiler agak tidak terjadi kebocoran. Sel
endotel saling berkaitan erat satu sama lain dan bersama-sama dengan matriks ekstrasel
dari membrane basalis membentuk barrier yang bersifat selektif terhadap beberapa jenis
protein dan molekul kecil termasuk bahan kontras fluorosensi yang digunakan untuk
diagnosis penyakit kapiler retina.

Perubahan histologis kapiler retina pada retinopati diabetic dimulai dari penebalan
membrane basalis, hilangnya perisit dan proliferasi endotel dimana pada keadaan lanjut
perbandingan antara sel endotel dan sel perisit mencapai 10:1. Patofisiologi retinopati
diabetic melibatkan 5 proses dasar yang terjadi di tingkat kapiler, yaitu :
- Pembentukan mikroaneurisma
- Peningkatan permeabilitas pembuluh darah
- Penyumbatan pembuluh darah
- Proliferasi pembuluh darah baru (neovascular) dan jaringan fibrosa di retina
- Kontraksi dari jaringan fibrosis kapiler dan jaringan vitreus

Penyumbatan dan hilangnya perfusi menyebabkan iskemia retina, sedangkan kebocoran


dapat terjadi pada semua komponen darah. Kebutaan akibat retinopati diabetic dapat
terjadi melalui beberapa mekanisme berikut :
- Edema macula/ nonperfusi kapiler
- Pembentukan pembuluh darah baru pada retinopati diabetic dan kontraksi jaringan
fibrosis menyebabkan ablasio retina (retinal detachment)
- Pembuluh darah yang baru menimbulkan perdarahan preretina dan vitreus
- Pembentukan pembuluh darah baru dapat menimbulkan glaucoma

Perdarahan adalah bagian dari stadium retinopati diabetic proliferatif dan merupakan
penyebab utama dari kebutaan permanen, selain itu kontraksi dari jaringan fibrovaskular
yang menyebabkan ablasio retina (terlepasnya lapisan retina) juga merupakan salah satu
penyebab kebutaan.
Pandealki, Karel. 2009. Retinopati Diabetik dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V.
Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai