Anda di halaman 1dari 9

Hubungan Antara Empati dengan Perilaku Cyberbullying pada Remaja

Thami Athaya
Fakultas Psikologi Universitas YARSI
Email: thamiathaya27@gmail.com

Abstrak
Internet, umumnya digunakan sebagai tempat untuk menunjukkan kreatifitas dari seseorang
dengan gambar, video maupun kata-kata yang mereka buat melalui media sosial. Berdasarkan
hasil riset Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) terdapat sekitar 49 persen
netizen pernah menjadi sasaran bullying melalui sosial media. Seorang pelaku cyberbullying
bisa saja melakukan penindasan dikarenakan memiliki dendam, rasa marah atau perasaan
frustrasi. Hal tersebut yang membuat pelaku seperti tidak memiliki belas kasihan kepada orang
lain. Oleh karena itu, peneliti melakukan penelitian yang bertujuan untuk melihat apakah
terdapat hubungan antara empati dengan perilaku cyberbullying pada remaja serta tinjauannya
menurut Islam. Studi ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan jumlah partisipan
500 orang remaja dengan rentang usia 14-18 tahun, aktif menggunakan media sosial dalam kurun
waktu 6 (enam) bulan terakhir dan berdomisili di DKI Jakarta, dan direkrut dengan teknik
incidental sampling. Penelitian ini menggunakan dua alat ukur, yang pertama Cyberbullying
Questionnaire (CBQ) yang disusun oleh Manuel Gámez-Guadix, dkk (2014), dan yang kedua
Interpersonal Reactivity Index (IRI) yang disusun oleh Davis (1983). Hasil penelitian
menunjukan bahwa terdapat hubungan antara empati afektif dengan perilaku cyberbullying.
Kemudian, tidak terdapat hubungan antara empati kognitif dengan perilaku cyberbullying.
Keterbatasan dalam pengambilan data yaitu lokasi pengambilan data hanya dilakukan di Jakarta.
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memahami empati dalam mencegah perilaku
cyberbullying pada remaja.

Kata Kunci: Perilaku Cyberbullying, Empati, Remaja

Abstract
The internet is generally used as a place to show someone’s creativity with pictures, videos, and
words that they make through social media. According to the Association of Indonesian Internet
Service Providers (APJII), 49% of internet users are the target of bullying through social media.
A cyberbullying actor may bully someone because they have a grudge, anger, or frustration; it
makes a perpetrator seem less sensibility towards others. The study aims to see a correlation
between empathy and cyberbullying among adolescents and their views in Islam. This study uses
quantitative research methods with the number of participants of 500 adolescents aged 14-18
years old, actively using social media in the past 6 (six) months and domiciled in DKI Jakarta,
and recruited by incidental sampling technique. This study uses the Cyberbullying Questionnaire
(CBQ) measurement tool compiled by Manuel Gámez-Guadix, et al. (2014). Interpersonal
Reactivity Index (IRI) was compiled by Davis (1983). The results showed that there was a
correlation between affective empathy and cyberbullying behaviour. Then, there is no
relationship between cognitive empathy and cyberbullying behaviour. The limitation of data
collection is that the location for data collection is only done in Jakarta. This research is
expected to be useful in understanding empathy in preventing cyberbullying behaviour in
adolescents.

Keywords:  Cyberbullying Behavior, Empathy, Adolescents

PENDAHULUAN dengan apa yang diunggah oleh pemilik


Penggunaan internet pada remaja saat media sosial.
ini sulit dikendalikan dimana remaja pada Namun, hal negatif yang terjadi ketika
umumnya menggunakan internet untuk seseorang mem-posting sesuatu di sosial
mengakses media sosial, baik digunakan media, akan langsung mendapatkan
untuk mencari informasi ataupun melihat komentar yang negatif tanpa memikirkan
status orang lain (Wulandari & Hidayah, perasaan dari pemiliki unggahan pada media
2018). Hal tersebut dapat menimbulkan sosial yang dimilikinya. Dampak dari hal
reaksi yang berbeda pada setiap orang, baik tersebut secara psikologis akan
itu positif maupun negatif. Menimbulkan memunculkan emotional regulation yang
reaksi positif dari orang yang melihat adalah rendah, mengalami stres yang serius,
memberikan pujian kepada orang tersebut memiliki depresi, dan merasa kesepian
(Situmorang, 2019). Hal tersebut dapat atau membahayakan orang lain dengan
dikatakan termasuk ke dalam perilaku menggunakan perangkat teknologi
cyberbullying. komunikasi. Cyberbullying didefinisikan
Kasus cyberbullying yang terjadi di sebagai hal yang dilakukan dengan sengaja,
Indonesia sulit untuk ditemukan, namun terus berulang, membahayakan orang lain
terdapat data sebanyak 25 kasus dengan melalui penggunaan komputer,
cyberbullying yang dilaporkan kepada Polda handphone, dan alat elektronik lainnya
Metro Jaya [ CITATION Put19 \l 14345 ]. (Hinduja, Patchin, Hinduja, & Patchin,
Berdasarkan Asosiasi Penyelenggara Jasa 2010).
Internet Indonesia (APJII) adanya pengguna Willard (dalam Satalina, 2014)
internet yang menjadi sasaran bullying menyebutkan aspek dalam cyberbullying
melalui media sosial sebanyak 49 terdiri dari 7 bentuk, yaitu adanya flaming
persen[ CITATION Pra19 \l 1033 ]. Kemudian (amarah), harassment (pelecehan),
berdasarkan tingkat usia, pengguna internet denigration (pencemaran nama baik),
tertinggi adalah remaja berusia 15-19 tahun impersonation (peniruan), cyberstalking,
dengan presentase 91% dan jangka waktu outing and trickery, dan exclusion
penggunaan internet satu harinya, rata-rata (pengeluaran).
waktu yang dibutuhkan sekitar 3 – 4 jam per Syah dan Hermawati (2018)
harinya [ CITATION APJ19 \l 1033 ]. menyatakan bahwa terdapat faktor-faktor
Cyberbullying didefinisikan oleh yang mempengaruhi perilaku cyberbullying,
Gámez-Guadix, Villa-George, dan Calvete diantaranya (1) Faktor kepribadian, pelaku
(2014) sebagai perilaku berulang, disengaja memiliki perilaku yang cenderung dominan,
yang secara agresif dapat dilakukan oleh kurang empati, dan mencari seseorang yang
suatu kelompok atau individu dengan memiliki kepribadian lebih lemah daripada
menggunakan alat elektronik. Tujuan dari dirinya untuk dijadikan sebagai korban. (2)
perilaku tersebut adalah untuk mengancam, Faktor lingkungan, yaitu lingkungan dalam
mempermalukan, atau mengintimidasi keluarga, di sekolah dan juga pada teman
seseorang yang tidak mudah membela diri. sebaya. (3) Faktor media, yang dimana
Patchin dan Hinduja (2010) menyebutkan kecanggihan teknologi saat ini sudah
cyberbullying merupakan perilaku yang menyediakan ruang untuk seseorang
melecehkan, mengancam, mengintimidasi, berpendapat, dan juga mengizinkan
seseorang memiliki akun dengan tidak nama adanya rasa cemas terhadap kondisi diri
asli atau tanpa. sendiri dan orang lain. Sedangkan empati
Hal tersebut yang membuat pelaku kognitif adalah komponen yang dapat dilihat
seperti tidak memiliki belas kasihan kepada pada saat individu mengambil dan
orang lain. Memiliki belas kasihan kepada menggunakan perspektif orang lain tentang
korban cyberbullying adalah merupakan hal kondisi, situasi, dan pola pikir yang
yang penting. Adanya faktor internal yang memposisikan orang tersebut dalam keadaan
melibatkan kepribadian seseorang yang tertentu. Lovett dan Sheffield (2007, dalam
dominan, kurang berempati, dan cenderung Ang, dkk., 2017) menyatakan empati afektif
mencari seseorang yang lebih lemah adalah sebagai kemampuan untuk membagi
darinya. Penelitian yang telah dilakukan perasaan kepada orang lain, dan melibatkan
oleh Schultze-Krumbholz dan Scheithauer reaksi spontan. Sedangkan empati kognitif
(2009) ditemukan siswa yang menjadi adalah melibatkan kesadaran dan
pelaku cyberbullying menunjukkan kurang kemampuan dalam membaca dan
berempati dan menunjukkan sifat agresif memahami emosi, perspektif orang lain, dan
lebih tinggi dibandingkan pada siswa yang terkait mengenai teori pikiran.
tidak melakukan cyberbullying. Eisenberg Terdapat perbedaan hasil penelitian
dan Strayer (1987, dalam Steffgen, König, terkait empati dan cyberbullying, Ramdhani
Pfetsch, & Melzer, 2011) mendefinisikan (2016) menyatakan bahwa adanya hubungan
empati sebagai saling berbagi emosi yang positif antara empati kognitif dengan
dirasakan oleh orang lain. Empati dianggap cyberbullying. Namun, hasil penelitian
sebagai pengalaman emosi dan multidimensi Ramdhani (2016) tidak menunjukkan
yang stabil (Batson, 2011; Davis, 1983, hubungan antara empati afektif dengan
dalam Ang, Li, & Seah, 2017). cyberbullying. Sebaliknya, pada penelitian
Empati dibagi menjadi 2 (dua), yaitu Ang dan Goh (2010) remaja laki-laki dan
empati afektif dan empati kognitif. perempuan yang memiliki empati afektif dan
Ramdhani (2016) menyatakan empati afektif empati kognitif yang rendah, cenderung
adalah perhatian yang empatik atau simpati mempunyai perilaku cyberbullying yang
terhadap kondisi internal seseorang. tinggi.
Perhatian yang diberikan berdasarkan Dari penjelasan tersebut, maka dalam
keprihatinan yang sering disertai dengan penelitian ini ingin mengetahui hubungan
antara empati dengan perilaku cyberbullying Uji validitas alat ukur CBQ Pelaku
pada remaja. Penelitian ini dilakukan karena adalah -0.123 – 0.753, sedangkan uji
kebutuhan empati afektif dan empati reliabilitasnya adalah 0.710. Pada alat ukur
kognitif pada pelaku untuk mencegah IRI dimensi empati uji validitasnya sebesar
terjadinya cyberbullying di Jakarta. 0,102 – 0,571 dengan uji reliabilitasnya
0.626, sedangkan IRI dimensi kognitif
memiliki uji validitas sebesar 0,130 – 0,681
METODE PENELITIAN dan uji reliabilitasnya 0.680.
Partisipan
Penelitian ini terdiri atas 500 partisipan HASIL DAN DISKUSI
(79 laki-laki, 421 perempuan) remaja yang Uji korelasi dalam penelitian ini
memiliki rentang usia 14-18 tahun, menggunakan uji Spearman Rank
menggunakan media sosial, memiliki akses dikarenakan data tidak terdistribusi normal.
internet, dan berdomisili di Jakarta. Berdasarkan hasil uji korelasi, terdapat
hubungan negatif antara Prevalence and
Instrumen Gender Differences for Cyberbullying
Perilaku cyberbullying diukur dengan Perpetration dengan Interpersonal
menggunakan kuesioner Cyberbullying Reactivity Index Empathic Concern. Terlihat
Questionnaire (CBQ) yang hanya berfokus pada nilai yang didapatkan sebesar (p=.000,
pada pelaku yang berjumlah 13 aitem. Pada r=-.166**) yang dimana terdapat korelasi
empati diukur dengan Interpersonal negatif, serta nilai tersebut dibawah dari
Reactivity Index (IRI) dengan 14 aitem yang nilai p<0,05 maka dapat dikatakan
terdiri 7 aitem untuk dimensi afektif signifikan. Kemudian terdapat hubungan
(Empathic Concern) dan 7 aitem untuk negatif antara Prevalence and Gender
dimensi kognitif (Perspective Taking). Different for Cyberbullying Perpetration
Pilihan jawaban tersebut menggunakan skala dengan Interpersonal Reactivity Index
likert pada alat ukur CBQ dari 0 sampai Perspective Taking. Terlihat pada nilai yang
dengan 3, sedangkan pada alat ukur IRI didapatkan sebesar (p=.432, r=.-.035) yang
menggunakan skala likert dari 1 sampai dimana memiliki korelasi negatif, serta nilai
dengan 5. tersebut diatas dari nilai p>0,05 maka dapat
dikatakan tidak signifikan.
memiliki rasa bersalah. Sedangkan hasil dari
Tabel 1 penelitian yang telah dilakukan, tidak
Hasil Uji Korelasi CBQ (Pelaku) dan IRI menunjukkan hubungan antara empati
Dimensi Dimensi kognitif dengan perilaku cyberbullying pada
Variabel
EC PT
remaja.
Spearman’ -.166** -.035
s Sebaliknya, hasil dari penelitian Ang
CBQ
Correlatio
(Pelaku) n Sig (2- .000 .432 dan Goh (2010) menunjukkan bahwa remaja
tailed) laki-laki dan perempuan yang memiliki
*p<0,05 **p<0,01
empati afektif yang rendah, maka akan
menunjukkan perilaku cyberbullying yang
Hasil dari pengisian kuesioner pada
tinggi. Hipotesis alternatif pertama
perilaku cyberbullying yang paling sering
dikatakan sesuai dalam penelitian ini yaitu
dilakukan adalah mengunggah atau
terdapat hubungan yang signifikan antara
mengirimkan meme (gambar-gambar yang
empati afektif dengan perilaku
menyindir atau mengejek seseorang) agar
cyberbullying pada remaja. Pada penelitian
dilihat oleh orang lain. Selain itu, hasil dari
ini, hasil uji korelasi yang didapatkan adalah
kuesioner menunjukkan perilaku
bahwa adanya korelasi negatif antara empati
cyberbullying yang paling sedikit untuk
afektif dengan cyberbullying secara
dilakukan adalah mengunggah atau
signifikan, yang dimana apabila individu
mengirim gambar yang memalukan tentang
memiliki perasaan yang sama terhadap
teman dan mengirimkan pesan yang bersifat
orang lain, maka tindakan cyberbullying
mengancam atau menghina.
menurun. Namun, pada hipotesis alternatif
Berdasarkan penelitian sebelumnya,
kedua terdapat korelasi negatif antara empati
Ramdhani (2016) menemukan bahwa pelaku
kognitif dengan cyberbullying yang tidak
cyberbullying memiliki korelasi positif
signifikan, sehingga dapat dikatakan tidak
dengan empati kognitif, yang apabila
adanya hubungan antara empati kognitif
seseorang semakin meningkat
dengan cyberbullying. Hasil dari uji korelasi
pemahamannya terhadap orang lain, maka
antara empati kognitif dengan perilaku
semakin meningkat pula kecenderungan
cyberbullying tidak signifikan, bisa terjadi
seseorang untuk melakukan cyberbullying.
dikarenakan kurang teliti dalam menyiapkan
Korelasi antara cyberbullying dengan empati
peneltian.
kognitif semakin kuat apabila individu
Penelitian Chotimah dan Widyana beberapa aitem yang validitasnya dibawah
(2018) menunjukkan hasil yang berbeda, 0,2 serta nilai reliabilitasnya 0,6 – 0,7. Saran
yaitu memiliki korelasi negatif yang lainnya untuk orang tua dapat mengawasi
signifikan antara empati kognitif dengan remaja dalam penggunaan internet atau
perilaku cyberbullying pada remaja. Hasil media sosial pada remaja. Bagi institusi
pada penelitian tersebut dinyatakan bahwa pendidikan atau psikolog pendidikan
remaja yang memiliki empati kognitif diharapkan dapat memberikan psikoedukasi
rendah, maka perilaku cyberbullying mengenai cyberbullying pada remaja,
meningkat. Pada penelitian tersebut sehingga dapat mencegah untuk melakukan
memiliki nilai reliabilitas yang cukup tinggi perilaku cyberbullying.
sekitar 0,8 – 0,9.
DAFTAR PUSTAKA
KESIMPULAN Ang, R. P., & Goh, D. H. (2010).
Hasil uji korelasi yang didapat adalah Cyberbullying among adolescents: The
role of affective and cognitive empathy,
Empathic Concern atau empati afektif and gender. Child Psychiatry and
dengan CBQ Pelaku memiliki korelasi Human Development, 41(4), 387–397.
https://doi.org/10.1007/s10578-010-
negatif dengan nilai signifikasi yang rendah. 0176-3
Kemudian pada Perspective Taking atau
empati kognitif dengan CBQ Pelaku Ang, R. P., Li, X., & Seah, S. L. (2017). The
Role of Normative Beliefs About
memiliki korelasi negatif dengan nilai yang
Aggression in the Relationship
tidak signifikan. Hal tersebut menunjukan Between Empathy and Cyberbullying.
Journal of Cross-Cultural Psychology,
bahwa Ha 2 ditolak.
48(8), 1138–1152.
https://doi.org/10.1177/0022022116678
928
SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang
APJII. (2019, May 15). Penetrasi Internet
diperoleh, terdapat saran yang ditujukan Indonesia 2018. Retrieved Oktober
untuk penelitian yang selanjutnya. Pada 17, 2019, from Asosiasi
Penyelenggara Jasa Internet
penelitian selanjutnya diharapkan dapat Indonesia:
melakukan pemeriksaan ulang pada aitem https://apjii.or.id/downfile/file/BULE
TINAPJIIEDISI40Mei2019.pdf
yang digunakan untuk pengambilan data,
sehingga hasil data yang didapatkan terdapat
Chotimah, A. K., & Widyana, R. (2018).
The Correlation Between Perspective- ndonesia/#:~:text=Data%20kasus
Taking With Cyberbullying Behavior in %20cyberbullying%20di
Middle Adolescent. Faculty of %20Indonesia,bullying%20mencapai
Psychology, Mercu Buana University %2022%2C4%25.
of Yogyakarta.
Ramdhani, N. (2016). Emosi Moral dan
Gámez-Guadix, M., Villa-George, F., & Empati pada Pelaku Perundungan-
Calvete, E. (2014). Psychometric siber. Jurnal Psikologi, 43(1), 66.
properties of the cyberbullying https://doi.org/10.22146/jpsi.12955
questionnaire (CBQ) among mexican
adolescents. Violence and Victims, Satalina, D. (2014). Kecenderungan Perilaku
29(2), 232–247. Cyberbullying Ditinjau Dari Tipe
https://doi.org/10.1891/0886-6708.VV- Kepribadian Ekstrovert dan Introvert.
D-12-00163R1 Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, 2(2),
294–310.
https://doi.org/http://dx.doi.org/110.210
Hinduja, S., Patchin, J. W., Hinduja, S., & 43/equilibrium.v3i2.1268
Patchin, J. W. (2010). Bullying ,
Cyberbullying , and Suicide Bullying , Schultze-Krumbholz, A., & Scheithauer, H.
Cyberbullying ,. 1118. (2009). Social-behavioral correlates of
https://doi.org/10.1080/13811118.2010. cyberbullying in a German student
494133 sample. Journal of Psychology, 217(4),
224–226. https://doi.org/10.1027/0044-
3409.217.4.224
Patchin, J. W., & Hinduja, S. (2010).
Cyberbullying and Self-Esteem ∗.
Journal of School Health, 80(12), 614– Steffgen, G., König, A., Pfetsch, J., &
621. Melzer, A. (2011). Are cyberbullies
less empathic? Adolescents’
cyberbullying behavior and empathic
Pratomo, Y. (2019, May 16). 49 Persen
responsiveness. Cyberpsychology,
Netizen di Indonesia Pernah
Behavior, and Social Networking,
Mengalami "Bullying" di Medsos.
14(11), 643–648.
Retrieved from Kompas:
https://doi.org/10.1089/cyber.2010.044
https://tekno.kompas.com/read/2019/
5
05/16/08290047/49-persen-netizen-
di-indonesia-pernah-mengalami-
bullying-di-medsos Situmorang, D. (2019). Menjadi viral dan
terkenal di media sosial, padahal
korban cyberbullying: suatu kerugian
Putra, E. N. (2019, January 29). Merunut atau keuntungan? JPPP - Jurnal
lemahnya hukum cyberbullying di Penelitian Dan Pengukuran Psikologi,
Indonesia. Retrieved from AMINEF: 8(1), 12–19.
American Indonesian Exchange https://doi.org/10.21009/jppp.081.02
Foundation:
https://www.aminef.or.id/merunut_le
mahnya_hukum_cyberbullying_di_i Syah, R., & Hermawati, I. (2018). Upaya
Pencegahan Kasus Cyberbullying bagi
Remaja Pengguna Media Sosial di
Indonesia. JUrnal PKS, 17(2), 131–
146.

Wulandari, R., & Hidayah, N. (2018).


Analisis Strategi Regulasi Emosi
Cognitive Reappraisal untuk
Menurunkan Perilaku Cyberbullying.
Indonesian Journal of Educational
Counseling, 2(2), 143–150.
https://doi.org/10.30653/001.201822.27

Anda mungkin juga menyukai