Anda di halaman 1dari 8

KELEMBAGAAN PENDUKUNG AGRIBISNIS

BAB I

KELEMBAGAAN PENDUKUNG AGRIBISNIS

A. LEMBAGA-LEMBAGA PENDUKUNG PENGEMBANGAN AGRIBISNIS

Keberdaan kelembagaan pendukung pengembangan agribisnis nasional sangat penting untuk


menciptakan agribisnis Indonesia yang tangguh dan kompetitif. Lembaga-lembaga
pendukung tersebut sangat menentukan dalam upaya menjamin terciptanya integrasi
agribisnis dalam mewujudkan tujuan pengembangan agribisnis. Beberapa lembaga
pendukung pengembangan agribisnis adalah:
(1) pemerintah
(2) lembaga pembiyataan
(3) lembaga pemasaran dan dsitribusi
(4) koperasi
(5) lembaga pendidikan formal dan informal
(6) lembaga penyuluhan
(7) lembaga Riset Agribisnis
(8) lembaga penjamin dan penanggungan resiko.

B. PERANAN LEMBAGA-LEMBAGA PENDUKUNG PENGEMBANGAN


AGRIBISNIS

(1) Pemerintah
Lembaga pemerintah mulai tingkat pusat sampai tingkat daerah, memiliki wewenang,
regulasi dalam menciptakan lingkungan agribinis yang kompetitif dan adil.
(2) Lembaga pembiayaan
Lembaga pembiayaan memegang peranan yang sangat penting dalam penyediaan modal
investasi dan modal kerja, mulai dari sektor hulu sampai hilir. Penataan lembaga ini segera
dilakukan, terutama dalam membuka akses yang seluas-luasnya bagi pelaku agribisnis kecil
dan menengah yang tidak memilki aset yang cukup untuk digunkan guna memperoleh
pembiayaan usaha.
(3) Lembaga pemasaran dan disitribusi
Peranan lembaga ini sebagai ujung tombak keberhasilan pengembangan agribinis, karena
fungsinya sebagai fasilitator yang menghubungkan antara deficit unit (konsumen pengguna
yang membutuhkan produk) dan surplus unit ( produsen yang menghasilkan produk.
(4) Koperasi
Peranan lembaga ini dapat dilihat dari fungsinya sebagai penyalur input-input dan hasil
pertanian. Namun di Indonesia perkembangan KUD terhambat karena KUD dibentuk hanya
untuk memenuhi keinginan pemerintah, modal terbatas, pengurus dan pegawai KUD kurang
profesional.
(5) Lembaga pendidikan formal dan informal
Tertinggalnya Indonesia dibandingkan dengan negara lain, misalnya Malaysia, lemabaga ini
sangat berperan sangat besar dalam pengembagan agribisnis dampaknya Malaysia sebagai
raja komoditas sawit. Demikian juga Universitas Kasetsart di Thailand telah berhasil
melahirkan tenaga-tenaga terdidik di bidang agribisnis, hal ini dibuktikan dengan
berkembangnya agribisnis buah-buhan dan hortikultura yang sangat pesat. Oleh karena itu, ke
depan pemerintah hanyalah sebagai fasilitator bukan sebagai pengatur dan penentu meknisme
sistem pendidikan. Dengan demikian diharapkan lembaga pendidikan tinggi akan mampu
menata diri dan memiliki ruang gerak yang luas tanpa terbelenggu oleh aturan main yang
berbelit-belit.

(6) Lembaga penyuluhan


Keberhasilan Indonesia berswasembada beras selama kurun waktu 10 tahun (1983-1992)
merupakan hasil dari kerja keras lembaga ini yang konsisiten memperkenalkan berbagai
program, seperti Bimas, Inmas, Insus, dan Supra Insus. Peranan lembaga ini akhir-akhir ini
menurun sehingga perlu penataan dan upaya pemberdayaan kembali dengan deskripsi yang
terbaik. P peranannanya bukan lagi sebagai penyuluh penuh, melainkan lebih kepada
fasilitator dan konsultan pertanian rakyat.
(7) Lembaga Riset Agribinis
Lembaga ini jauh ketinggalan jika dibandingkan dengan negara lain yang dahulunya berkiblat
ke Indonesia. Semua lembaga riset yang terkait dengan agribinis harus diperdayakan dan
menjadikan ujung tombak untuk mengahasilkan komoditas yang unggul dan daya saing
tinggi. Misalnya Meksiko dapat memproduksi buah avokad yang warna daging buahnya
kuning kehijau-hijauan, kulit buah bersih dan halus, dan bentuk buah yang besar dengan biji
yang kecil.
(8) Lembaga penjamin dan penanggungan resiko.
Resiko dalam agribisnis tergolong besar, namun hampir semuanya dapat diatasi dengan
teknologi dan manajemen yang handal. Instrumen heading dalam bursa komoditas juga perlu
dikembangkan guna memberikan sarana penjaminan bebagai resiko dalam agribisnis dan
industri pengolahannya.
KESIMPULAN (KOMENTAR)

Proses yang melibatkan kelembagaan, baik dalam bentuk lembaga organisasi maupun
kelembagaan norma dan tata pengaturan, pada umumnya masih terpusat pada proses
pengumpulan dan pemasaran dalam skala tertentu. Bagi sebagian besar wilayah eksistensi
kelembagaan pertanian dan petani belum terlihat perannya. Padahal fungsi kelembagaan
pertanian sangat beragam, antara lain adalah:

• sebagai penggerak
• penghimpun
• penyalur sarana produksi
• pembangkit minat dan sikap
• dan lain-lain.

Elemen kelembagaan yang berperan adalah kelembagaan dalam bentuk lembaga organisasi
dan kelembagaan norma. Salah satu penampilan (manifestasi) kelembagaan pertanian lokal
yang mampu menjangkau petani kecil di wilayah pedesaan Indonesia adalah lembaga
penyalur sarana produksi informal dalam bentuk penjaja kredit keliling. Lembaga ini
merupakan lembaga non-organisasi dan dioperasikan oleh individuindividu yang mampu
menjalin kepercayaan pengambil kredit dengan berbagi norma dan perilaku yang diterima
secara sosial. Kondisi saling mempercayai ini merupakan jaminan akan kelancaran
penyaluran kredit, pembayaran kembali, penjualan hasil pertanian dan proses alih informasi
dan teknologi.
Elemen kelembagaan sebagai salah satu elemen penting dalam upaya peningkatan
keterampilan dan perbaikan kemampuan produksi petani sering terlupakan karena peran
nyatanya dalam proses produksi sering berada dalam posisi marginal. Sejauh ini upaya
peningkatan produksi pertanian senantiasa dikaitkan dengan penerapan dan jenis teknologi
yang dinilai sesuai dengan tujuan produksi, padahal peran kelembagaan dan lembaga
pertanian dalam proses penyebaran dan adopsi-inovasi teknologi pertanian masih sangat kuat.
Lebih jauh lagi pada hierarki sosial tertentu, proses penyaluran informasi dan teknologi tidak
dapat dilepaskan dari eksistensi dan peran kelembagaan dan situasi sosial tertentu. Dengan
demikian upaya penelitian dan pengamatan elemen kelembagaan dan perannya dalam proses
pengembangan dan perkembangan produksi pertanian diharapkan mampu meningkatkan
input untuk penyusunan program dan kebijakan regional dan nasional.

BAB II
STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS
1. Pengembangan Agribisnis Nasional
Pengembangan agribisnis merupakan salah satu andalan utama Indonesia untuk keluar dari
krisis, memulihkan ekonomi yang tengah dilanda krisis, sekaligus mengarahkan
pembangunan ekonomi untuk membentuk struktur ekonomi Indonesia yang baru. Agribisnis
memiliki potensi untuk menjawab tantangan-tantangan, dalam hal ini pengembangan
agribisnis perlu memadukan pengembangan agribisnis sebagai:
(1) pengembangan unit-unit bisnis, yang mengusahakan kegiatan bisnis dalam sistem
agribinis petani, pedagang pengumpul, pedagang eceran, perusahaan eksportir, perusahaan
industri, perkebuanan, koperasi dll.
(2) pengembangan unit-unit bisnis dalam satu sistem agribinis: petani, pedagang, pabrik,
eksportir, bank, penyuluhan, angkutan dll.
(3) pengembangan kumpulan unit bisnis dan atau kumpulan sistem agribinis dalam satu
wilayah regional atau nasional.
Untuk mengembangkan sektor agribisnis nasioanal perlu langkah-langah:
(1) reformasi strategi dan kebijakan industrialisasi.
(2) kebijakan bahan pangan murah yang dipaksakan.
(3) reformasi pengelolaan sektor agribinis yang integratif.
(4) pengembangan agribinis yang interasi vertical.
Cara yang efektif dan efisien untuk memperdayakan ekonomi rakyat adalah mengembangkan
kegiatan ekonomi yang menjadi tumpuan kehidupan ekonomi sebagaian besar rakyat yaitu
agribisnis.Upaya pembenahan sektor agrisbisnis nasional, akan berhasil dengan bertumpu
pada enam strategi :
(1) pengembangan agroindustri sebagai motor penggerak.
(2) pemasaran.
(3) pengembagnan sumber daya agribisnis.
(4) pemantapan dan pengembangan struktur sistem agribinis sendiri.
(5) pengembagnan pusat-pusat pertumbuhan sektor agribinis daerah.
(6) pengembangan infrastruktur agribis yang sesuai.
2. Pengembangan Agribinis Daerah
Dilihat dari kepentingan invesatasi, maka pengembangan agribinis mengharapkan beberapa
hal yang bersifat mendasar:
• adanya kebijakan pemerintah baik pusat maupun daerah yang kondusif, dalam arti
kebijakan yang ada memiliki sinkronisasi satu dengan lainnya serta transparansi.
• menghilangkan ekonomi biaya tinggi, yang disebabkan oleh berbagai pungutan dan
hambatan birokras.
• pengembangan infrastruktur yang sesuai dengan potensi agribisins wilayah.
• adanya informasi yang lebih lengkap dan terbuka mengenai potensi dan kondisi agribis
yang ada.
3. Pengelolaan Sunberdaya Agribisnis
Penerapan pola strategi pengembangan memberikan beberapa indikasi strategis yang perlu
diperhatikan:
(a) kesejahteraan yaitu kemampuan memenuhi kebutuhan hidup yang merupakan hak azazi
yang harus dihormati dan dijunjung tinggi. Dalam hal ini daya beli dan kondisi kehidupan
petani, seperti kondisi rumah, tingkat kesehatan, pendidikan, harus menjadi parameter kinerja
pembngunan pertanian.
(b) Pemenuhan kebutuhan hidup tidak dapat dilakukan dengan pengadaan komoditas, tetapi
melalui pengadaan produk bermutu. Oleh karena itu harus dilakukan dengan pendekatan
sistem agribisnis yang utuh dan komprehensif.
Tantangan pembangunan agribinis adalah membangun keunggulan komparatif pertanian
berbasis keunggulan kompetitif. Keunggulan kompetitif dapat dicapai jika faktor pendorong
adalah inovasi dan kreativitas (inovation driven) yang sejalan dengan peran tenaga kerja
berbasis pengetahuanm (knowledge based labour) yang lebih dominan.

KESIMPULAN (KOMENTAR)
Pembangunan pertanian khususnya untuk pengembangan agribisnis masih berhadapan
dengan banyak kendala. Diantaranya adalah :

pertama, belum tampak secara riel usaha pemerintah untuk mengembangkan industri
pertanian secara sungguh-sungguh. Kebijaksanaan pertanian masih mengutamakan hanya
peningkatan produksi tanaman pangan, belum banyak menyentuh jenis komoditas pertanian
lainnya seperti palawija ataupun tanaman perkebunan.

Kedua, kurangnya iklim usaha yang dapat merangsang investor untuk mengembangkan
bidang ini, seperti masih terbatasnya sarana pemasaran seperti transportasi jalan, listrik dan
fasilitas pascapanen, demikian pula keterbatasan prasarana permodalan dan perkreditan,
tenaga ahli yang mampu melayani kegiatan-kegiatan sektor ini setelah pascapanen beserta
pengolahannya, serta ketidakteraturan penyediaan bahan baku sehubungan dengan masalah
jumlah dan mutu sesuai kebutuhan.

Ketiga, masih relatif besarnya resiko bagi sektor ini, sebagai akibat musim, hama penyakit
dan ketidakpastian pasar, yang mana tidak dibarengi oleh kebijaksanaan-kebijaksanaan
perlindungan dan bantuan yang sesuai dan pantas untuk menghadapi resiko-resiko tersebut.

Oleh karena itu, pengembangan sektor agribisnis diperlukan beberapa langkah strategi yang
bersifat umum dan spesifik. Strategi yang bersifat umum diantaranya : penentuan prioritas
daerah atau wilayah dan komoditas yang harus dikembangkan; penentuan dan perencanaan
secara rinci sejak produksi, penggunaan hasil, hingga pemasaran; serta penyediaan informasi
tentang potensi daerah terutama diperuntukkan bagi para investor.

Strategi yang bersifat spesifik berupa pentingnya penyusunan strategi pengembangan


agribisnis dalam kerangka konsep kemitraan dalam arti luas antara kegiatan produksi dengan
pemasarannya serta berbagai faktor pendukung lainnya, yang direkat dengan legalitas hokum
yang dinamis dan aplikatif.

BAB III

AGRIBISNIS DAN PEMBANGUNAN EKONOMI


1. Agribisnis dan Pilihan Strategi Pembangunan

Krisis multi dimensi yang tahun 1997-2000 yang melanda Indonesia merupakan momentum
yang sangat baik untuk mengkaji ulang atas strategi pembangunan yang selama ini dilakukan.
Penyebab utama krisis tersebut karena pembangunan ekonomi tidak bertumpu dan
menguatkan fundamen ekonomi Indonesia. Bagi Indonesia kegiatan yang berbasis pada
pemanfaatan sumberdaya hayati yang dikuasai dan dikelola sebagian besar rakyatlah yang
menjadi fundamen ekonominya. Lebih 95 % pengusaha di Indonesia adalah pengusaha
agribinis dan sekitar 80 % dari jumlah penduduk menggantungkan kehidupan ekinomi pada
sektor ini.

2. Agribisnis dan Pembangunan Pertanian

Pentingnya pertanian dalam perekonomian nasional tidak dapat dilihat dan dihutung hanya
dengan menghitung kontribisi produk pertanikan primer dalam GDP (Gross Domestik
Produk) dan ekspor seperti selama ini, karena sebagian besar produk pertanian primer diolah
menjadi produk olahan pada indiustri.
3. Pembangunan Pertanian Berkelanjutan

Sebagai usaha yang memanfaatkan sumberdaya alam, pembangunan pertanian adalah


manifestasi dari proses modernisasi pertanian pertanina yang berdimensi usahatani,
komoditas, wilayah dan lingkungan hidup. Tidak hanya dalam usahatani, komoditas dan
kewilayahan berlangsung saling ketergantungan berskala global, tetapi juga dalam aspek
lingkunagan kemajuan peradaban manuasia telah membawa umat maniusia kepada bahaya
entropi yang perlu diwaspadai.

1. Kepedulian Bersama Global (Global Common Concern)


Pembangunan pertanian berkelanjutan merupakan suatu paradigma yang lahir dari kesadaran
bahwa pengelolaan sumberdaya alam yang tidak terkontrol dapat menyebabkan kerugian bagi
manusia berupa rusaknya lingkungan karena dorongan insentif ekonomi dan penggunaan
teknologi yang menimbulkan kerusakan linkungan serta mengancam keberadaan manusia di
muka bumi dalam perespektif jangka panjang.
Globalisasi ternyata tidak selalu menciptakan peluang tetapi juga menyebabkan kendala akses
seperti yang dialami oleh negara-negara yang belum siap memasuki era globalisasi. Kondisi
ini bertambah parah karena ternyata muncul proteksi baru yang legal dalam aturan
perdagangan internasional, tetapi merupakan hambatan-hambtan teknis (technical barriens)
bagi negara yang sedang berkembang.Termologi yang biasa digunakan dalam peraturan suatu
negara bagi penerapan non tarif barrriens tersebut adalah ketentuan yang menyangkut
Sanitary and Phytosanitary Measures (SPM) Hazard Analysis Critical Control Point
(HACCP) dan Ecolabelling.
2. Pembangunan Pertanian Ramah Lingkungan

Pembangunan pertanian yang ramah lingkungan diartikan sebagai pembagnuan yang tidak
anatagonis dengan daya dukung (Iklim, tanah, air, dan semua biota yang meliputi transmisi
atau pendauran energi dan unsur hara, serta pengaruh parasit, penyakit dan berbagai macam
pemangsaan) yang menopang sebuah komunitas.
Konsep pertanian yang berkelanjutan dengan masukan luar rendah yang mempunyai prinsip
pengelolaan ekosisitem sbb:

• Menjamin kondisi tanah yang mendukung bagi pertumbuhan tanaman


• Mengoptimalkan ketersediaan unsur hara, menyeimbangkan arus unsur hara melalui
pengikatan nitrogen, pemompaan unsur hara, daun ulang dan pemanfaatan pupuk luar sebagai
pelengkap

• Meminimkan kerugian akibat sebagi akibat radiasi matahari, udara dan air dengan cara
penelolaan iklim mikro, pengelolaan air, dan pengendalian erosi.

• Meminimkan serangan hama dan penyakit.

• Saling melengkapi dan sinergi dalam pemggunaan sumberdaya genetik yang mencakup
penggabungan dalam sistem pertanian terpadu dengan tingkat keanekaragaman fungsional
yang tinggi.

KESIMPULAN (KOMENTAR)

Menurut teori ekonomi sederhana, nilai moneter dari suatu produk akan terbagikan habis
(exhausted) kepada pembayaran faktor-faktor produksi yang terlibat dalam menghasilkan
produk yang bersangkutan. Oleh karena itu, agar manfaat ekonomi dari pembangunan
ekonomi daerah dapat dinikmati secara nyata oleh rakyat daerah yang bersangkutan, maka
kegiatan ekonomi yang dikembangkan dalam pembangunan ekonomi daerah haruslah
kegiatan ekonomi yang mendayagunakan sumber daya yang terdapat atau dikuasai/dimiliki
daerah yang bersangkutan.

Saat ini, sumber daya ekonomi yang dikuasai oleh rakyat di setiap daerah adalah sumber daya
agribisnis, yaitu sumber daya agribisnis berbasis tanaman pangan, holtikultura, perkebunan,
perikanan, peternakan, dan kehutanan. Oleh karena itu, cara yang paling efektif untuk
mengembangkan perekonomian daerah adalah melalui pengembangan agribisnis.
Pengembangan agribisnis yang dimaksud bukan hanya pengembangan pertanian primer atau
subsistem on farm agribusiness, tetapi juga mencakup subsistem agribisnis hulu (up stream
agribusiness), yaitu industri-industri yang menghasilkan sarana produksi bagi pertanian
primer, seperti industri pembibitan/perbenihan, industri agro-otomotif, industri agro-kimia,
dan subsistem agribisnis hilir (down stream agribusiness), yaitu industri-industri yang
mengolah hasil pertanian primer menjadi produk olahan beserta kegiatan perdagangannya.
Pengembangan agribisnis di setiap daerah harus juga disertai dengan
pengembanganorganisasi ekonomi, khususnya rakyat petani, agar manfaat ekonomi yang
dihasilkan dapat benar-benar dinikmati oleh rakyat dan daerah. Di masa lalu, rakyat petani
(bahkan daerah sentra-sentra agribisnis) hanya menikmati nilai tambah dari subsistem on
farm agribisnis yang umumnya relatif kecil. Nilai tambah yang paling besar, yakni pada
subsistem agribisnis hulu dan hilir, dinikmati oleh para pedagang atau pengusaha luar daerah.
Hal inilah yang menyebabkan mengapa pendapatan petani tetap rendah dan ekonomi daerah
sentra-sentra agribisnis kurang berkembang.

Anda mungkin juga menyukai