A. PENGKAJIAN
Anamnesa
1. Karena pelaku kekerasan umumnya adalah orang yang dekat dengan penderita
(orang tua, pengasuh, wali), maka anamnesa sebaiknya dilakukan secara terpisah
antara autoanamnesa (anak itu sendiri) dengan allo-anamnesa (orangtua, pengasuh,
wali), serta bila diperlukan dapat dilakukan anamnesa tambahan pada tetangga
sekitar rumah penderita.
2. Riwayat yang dapat dicurigai sebagai physical abuse :
Adanya trauma yang tidak dapat dijelaskan atau tidak masuk akal penjelasannya
Keterlambatan membawa anak berobat setelah trauma.
Orang tua mengemukakan bahwa trauma yang dialami adalah akibat kecelakaan
sendiri, sedangkan anak mengaku bahwa orang tua/pengasuh yang memberikan
trauma.
Adanya keterangan yang tidak masuk akal atau kontradiksi.
Keterangan yang tidak sesuai dengan penemuan dari pemeriksaan fisik.
Anak sering dibawa ke beberapa rumah sakit untuk pengobatan trauma.
Adanya riwayat pengulangan trauma fisis.
Orang tua mempunyai riwayat diperlakukan tidak benar saat anak-anak.
Orang tua mempunyai harapan yang tidak realistis terhadap anak.
Orang tua menunjukkan kurang perhatian terhadap trauma yang dialami anak
3. Riwayat yang dapat dicurigai sebagai sexual abuse :
Keluhan umumnya berupa nyeri BAK atau nyeri lokal pada daerah kelamin,
perdarahan, keluar cairan
Chronic dysuria, enuresis, konstipasi, enkopresis.
Pubertas prematur pada anak wanita.
Pengetahuan seksual anak yang tidak sesuai dengan umurnya.
Bila pelaku orang tua, tampak tingkah laku orang tua yang berlebihan.
Pengakuan anak tentang terjadinya sexual abuse.
Ketakutan berlebihan terhadap seseorang atau tempat.
Keluhan tidak spesifik lainnya seperti mimpi buruk, gangguan tidur, depresi,
cemas, regresi, agresi, menarik diri, penurunan prestasi belajar, fobia, gangguan
pola makan, dysmenore.
B. DIAGNOSA
D.0104 Sindrom Pasca Trauma
Definisi :
Respon maladaptif yang berkelanjutan terhadap kejadian trauma.
Penyebab
1. Bencana
2. Peperangan
3. Riwayat korban perilaku kekerasan
4. Kecelakaan
5. Saksi pembunuhan
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
1. Mengungkapkan secara berlebihan atau mengindari pembicaraan kejadian trauma
2. Merasa cemas
3. Teringat kembali kejadian traumatis
Objektif
1. Memori masa lalu terganggu
2. Mimpi buruk berulang
3. Ketakutan berulang
4. Menghindari aktivitas, tempat atau orang yang membangkitakn kejadian trauma
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
1. Tidak percaya pada orang lain
2. Menyalahkan diri sendiri
Objektif
1. Minat berinteraksi dengan orang lain menurun
2. Konfusi atau disosiasi
3. Gangguan interpretasi realisti
4. Sulit berkonsentrsi
5. Waspada berlebihan
6. Pola hidup terganggu
7. Tidur terganggu
8. Merusak diri sendiri (mis. konsumsi alkohol, penggunaan zat, percobaan bunuh diri,
tindakan kriminal)
Kondisi Klinis Terkait
1. Korban kekerasan
2. Post traumatic stress disorder (PTSD)
3. Korban Bencana alam
4. Multiple personality disorder
5. Korban kekerasan seksual
6. Korban peperangan
7. Cedera multiple (kecelakaan lalu lintas)
C. INTERVENSI
1. Observasi
Identifikasi saat tingkat anxietas berubah (mis. Kondisi, waktu, stressor)
Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
Monitor tanda anxietas (verbal dan non verbal)
2. Terapeutik
Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
Temani pasien untuk mengurangi kecemasan , jika memungkinkan
Pahami situasi yang membuat anxietas
Dengarkan dengan penuh perhatian
Gunakan pedekatan yang tenang dan meyakinkan
Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan datang
3. Edukasi
Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
Informasikan secara factual mengenai diagnosis, pengobatan, dan prognosis
Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu
Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif, sesuai kebutuhan
Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
Latih kegiatan pengalihan, untuk mengurangi ketegangan
Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat
Latih teknik relaksasi
BAB 3 PENUTUP
A. Penutup
Perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain,
dan lingkungan.
Pelaku kekerasan umumnya adalah orang yang dekat dengan penderita (orang tua,
pengasuh, wali), maka anamnesa sebaiknya dilakukan secara terpisah antara
autoanamnesa (anak itu sendiri) dengan allo-anamnesa (orangtua, pengasuh, wali),
serta bila diperlukan dapat dilakukan anamnesa tambahan pada tetangga sekitar rumah
penderita.
B. Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk penilis dan orang-orang yang membaca
makalah ini. Kritik dan saran diharapkan dapat menjadikan makalah ini menjadi lebih
baik lagi untuk kedepannya.