S
DI KLINIK DAN RB NASYITHOH KECAMATAN TAMBUN SELATAN
KABUPATEN BEKASI
Oleh :
SHINTA KURNIAWATY.S
NIM : 191560412026
Pukul : 07.30
I. DATA SUBJEKTIF
1. Identitas
a. Paritas : P1A0
d. Imunisasi TT : 2 kali
f. Penyakit dan/atau komplikasi yang pernah di alami ibu saat hamil : Tidak
ada
3. Riwayat Kelahiran
5. Pola Eliminasi
7. Vaksinasi : Hb 0
h Nilai
Ke 1 Frekuensi ( ) tidak ada ( ) <100 ( v ) >100 2
jantung
Usaha ( ) tidak ada ( ) lambat tidak (v)menangis 2
biru
( ) tubuh
kemerahan, tangan
2. Kesadaran : Composmentis
4. Panjang badan : 47 cm
7. Suhu : 36.80C
8. Pemeriksaan Fisik
lingkar kepala : 34 cm
Simetris : iya
Sclera : putih
Simetris : iya
Pergerakan : normal
Genetalia : Laki-laki
Lubang uretra : ada Sudah BAK
Anus : (+)
Assesment :
1. Membuat Inform consent untuk melakukan pemeriksaan pada bayi baru lahir
(orang tua bayi telah menyetujui untuk dilakukan pemeriksaan pada bayinya)
kepada ibu bahwa bayinya dalam keadaan baik dan sehat tidak ada kecacatan
dengan hasil timbang berat badan : 3300 gram, panjang badan : 47 cm, lingkar
kepala : 34 cm, lingkar dada : 32 cm, serta bayi sudah BAB dan BAK (ibu dan
Tujuan pemantauan bayi baru lahir adalah untuk mengetahui aktivitas bayi
normal atau tidak dan identifikasi masalah kesehatan bayi baru lahir yang
memerlukan perhatian keluarga dan penolong persalinan serta tindak lanjut oleh
petugas kesehatan yaitu :
2.4.3.1. Pada 2 jam pertama sesudah lahir
Hal-hal yang dinilai waktu pemantauan bayi pada jam pertama
sesudah lahir meliputi :
A. Kemampuan menghisap kuat atau lemah
B. Bayi tampak aktif atau lunglai
C. Bayi kemerahan atau biru
2.4.3.2. Sebelum penolong persalinan meninggalkan ibu dan bayinya
Penolong persalinan melakukan pemerisaan atau penilaian
terhadap ada tidaknya masalah kesehatan yang memerlukan tindak
lanjut seperti:
A. Bayi kecil untuk masa kehamilan atau bayi kurang bulan.
B. Gangguan pernafasan
C. Hipotermia
D. Infeksi
E. Cacat bawaan dan trauma lahir
2.4.3.3. Hal – hal yang perlu dipantau pada bayi baru lahir yaitu :
A. Suhu badan dan lingkungan
B. Tanda-tanda vital
C. Berat badan
D. Mandi dan perawatan kulit
E. Pakaian
F. Perawatan tali pusat
2.3.4 Perawatan Pencegahan bayi baru lahir
2.3.4.1 Profilaksis infeksi Mata
A. Infeksi Gonokokus
Dimasa lalu, kebutaan sering terjadi pada anak yang mengidap
oftalmia gonokokus yang terkena saat melintsi jalan lahr yang terinfeksi
(Cuningham, 2012).
B. Infeksi Klamidia
Profilaksis yang adekuat untuk neonatus terhadap konjungtvitis
klamidia bersifat kompleks. Dari 12-25% neonatus yang dilahirkan dari
pervagina pada ibu yang terinfeksi klamidia aktif akan berisiko
kongjungtivitis (Cuningham, 2012).
2.3.4.2 Imunisasi hepatitis B
Imunisasi rutin pada bayi baru lahir terhadap hepatitis B sebelum pulang dari
rumah sakit telah dianjurkan sejak tahun 1991. Centers for Disease Control
and Prevention (2005) menganjurkan vaksin bebas thimerosal. Vaksin ini
tidak terbukti meningkatkan jumlah episode demam, evaluasi sepsis, atau
gejala sisa neurologis yang merugikan (Cuningham, 2012). Jika sang ibu
seropositif untuk permukaan antigen hepatitis B, bayinya juga harus
diimunisasi dengan kekebalan globulin hepatitis B.
2.3.4.3 Vitamin K
Suntikan ini di berikan untuk mencegah penyakit hemoragik bergantung
vitamin K pada bayi baru lahir. Pemberian dosis tunggal vitamin K 0,5-1 mg
Intramuskular dalam waktu 1 jam setelah lahir dianjurkan oleh American
Academy of Pediatrics dan American College of Obstetricians and
Gynecologists (2007) (Cuningham,2012).
2.3.5 Perawatan rutin neonatus
2.3.5.1 Perawatan kulit
Setelah pelahiran, kelebihan verniks, darah, dan mekonium harus di bersihkan
dengan lembut. Sisa verniks mudah di serap dan hilang sepenuhnya dalam
waktu 24 jam. Mandi pertama harus ditunda sampai suhu neonatus stabil.
2.3.5.2 Tali Pusat
Untuk mencegah sisa tali plasenta dari infeksi, maka tali pusat harus tetap
bersih dan kering. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah jangan meletakkan
benda apapun diatas tali pusat. Sisa tali pusat biasanya akan kering 5-7 hari
setelah lahir.
(Walyani, 2015).
2.3.5.3 Pemberian Makanan
American College of Obstetricians and Gynecologists (2007). Pemberian ASI
ekslusif disarkan sampai 6 bulan. Di banyak rumah sakit, bayi mulai menyusui
di ruang bersalin. Sebagian besar bayi baru lahir tumbuh dengan baik jika
diberi minum pada interval 2 hingga 4 jam. Bayi baru lahir yang kurang bulan
atau dengan hambatan pertumbuhan memerlukan pemberian makanan pada
interval yang lebih pendek. Dalam banyak contoh, interval 3 jam sudah cukup
memuaskan. Jeda pada setiap pemberian makanan yang tepat bergantung pada
beberapa faktor seperti, kuantitas ASI, kesiapan payudara untuk mengeluarkan
ASI, dan keinginan kuat menyusui bayi . secara umum dianjurkan bayi
menyusu selama 5 menit pada setiap payudara selama 4 hari pertama, atau
sampai ibu memiliki persediaan susu. Setelah hari keempat, lama bayi yang
baru lahir menyusui meningkat selama 10 menit di setiap payudara
(Cuningham, 2012).
A. Kehilangan berat badan awal
kehilangan berat badan awal pada usia bayi satu minggu akan turun
sampai dengan 10%, usia 2-4 minggu akan mengalami kenaikan setidak-
tidaknya 160 gram per minggu (setidak-tidaknya 15 gram/hari, dan pada
satu bulan naik setidak-tidaknya 300 gram dalam bulan pertama (JNPK-
KR, 2009)
B. Tinja dan urine
Untuk 2 atau 3 hari pertama setelah lahir, kolon berisi mekonium lunak
berwarna hijau kecoklatan. Mekonium terdiri dari dari sel-sel epitel
deskuamasi dari traktur intestnal, mukus, sel-sel epidermis, dan lanugo
(rambut janin) yang tertelan bersama cairan amnion. Warna yang khas di
hasilkan dari pigmen empedu. Selama janin hidup dan beberapa jam
setelah lahir, isi usus steril, tetapi bakteri dengan cepat berkolonisasi di
usus besar.
Tinja mekonium ditemukan pada 90% bayi baru lahir dalam 24 jam
pertama, dan sebagian besarnya sisanya dalam waktu 36 jam. Pengeluaran
tinja pertama kali pada bayi baru lahir biasanya tejadi segera setelah lahir,
tetapi tidak mungkin sampai hari kedua. Keluarnya mekonium dan urin
menunjukan potensi saluran pencernaan dan kemih. Kegagalan bayi baru
lahir untuk buang air besar dan berkemih setelah waktu tersebut
menunjukan defek kongenital, seperti imperforata anus atau imperforata
katup uretra. Setelah hari ketiga atau keempat, sebagai konsekuensi
mencerna susu, mekonium digantikan oleh feses homogen kuning terang
dengan konsistensi mirip dengan selai kacang (Cuningham, 2012).
2.3.5.4 Ikterus neonatorum
Antara hari ke-2 dan ke-5 kehidupan, sekitar sepertiga dari semua neonatus
mengalami ikterik fisiologis pada bayi baru lahir (penyakit kuning). Tingkat
bilirubin serum saat lahir biasanya 1,8-2,8 mg/dl. Angka ini makin
meningkat selama beberapa hari berikutnya tetapi sangat bervariasi pada
setiap individu. Diantara hari ketiga dan keempat, bilirubin pada bayi baru
lahir umumnya melebihi 5 mg/Dl, yaitu kadar di mana penyakit kuning
biasanya terlihat. Sebagian bilirubin bebas, yaitu tak terkonjugasi dengan
asam glukuronik dan diekresi ke dalam empedu. Pada hati yang imatur,
bilirubin yang terkonjugasi dengan asam glukuronik menjadi lebih sedikit
sehingga eksresi kedalam empedu berkurang.
Dengan metode alternatif, reabsorbsi bilirubin bebas dapat dari hasil
pemecahan bilirubin glukoronida secara enzimatik melalui aktivitas
konjugase memberikan konstribusi yang signifikan untuk hiperbilirubinemia
sementara. Pada neonatus yang kurang bulan, ikterik lebih sering terjadi dan
biasanya lebih parah dan berkepanjangan dari pada bayi baru lahir yang
cukup bulan, karena tingkat konjugasi hepatik yang lebih rendah.
Peningkatan penghancuran eritrosit oleh semua sebab juga mungkin
menyebabkan hiperbilirubinemia.
Tatalaksanan standar non invasif pada bayi penderita adalah dengan
fototerapi. Dengan cara ini, bayi menghadap cahaya dengan panjang
gelombang tertentu yang dapat di serap molekul bilirubin. Akibatnya,
bilirubin tak terkonjugasi pada kulit diubah menjadi stereoisomer larut-air,
yang kemudian dieksresi kedalam empedu.
2.3.5.5 Rawat Gabung
Model perawatan ini menempatkan bayi-bayi yang baru lahir
diruangan yang sama dengan ibu, bukan di tempat perawatan khusus bayi pada
umumnya. Disebut rawat gabung (rooming in), pendekatan ini pertama kali
muncul dirumah sakit di Amerika Serikat pada awal 1940-an (Cuningham,
2012).
Secara khusus rawat gabung ini berasal dari kecenderungan untuk
membuat semua fase pengasuhan anak sealami mungkin dan untuk
memperkuat hubungan ibu dan anak sejak hari-hari pertama. Dalam 24 jam,
pada umunya si ibu sudah mulai mampu berjalan. Setelah itu, dengan rawat
gabung dia dapat memberikan perawatan rutin untuk dirinya sendiri dan
bayinya. Keuntungannya adalah peningkatan kemampuan untuk melakukan
perawatan penuh terhadap bayinya tiba di rumah (Cuningham, 2012).
2.3.6 Asuhan Kebidanan pada Bayi Baru Lahir
2.3.6.1 Menilai Bayi Baru Lahir
Penilaian atau evaluasi bayi baru lahir, antara lain meliputi penilaian tahap
pertumbuhan dan perkembangan janin, kesesuaian usia kehamilan yaitu:
A. Penilaian fisik neonatal secara sistematik (ada/tidak kelainan
morfologi/fisiologi).
B. Pemberian identifikasi meliputi jenis kelamin, berat badan, panjang
badan.
(Muslihatun, 2010).
2.3.7 IMD
IMD dilakukan dengan meletakkan bayi tengkurap didada ibu dengan kulit
bayi bersentuhan langsung ke kulit ibu. Biarlah kontak kulit ke kulit ini
berlangsung setidaknya 1 jam atau lebih, bahkan sampai bayi dapat menyusui
sendiri. (Cuningham, 2012)
Prinsip menyusu adalah dimulai sedini mungkin dan secara eksklusif.
Segara setelah bayi baru lahir dan tali pusat diikat, letakkan bayi tengkurap didada
ibu dengan kulit bayi bersentuhan langsung ke kulit ibu. Biarlah kontak kulit
kekulit ini berlangsung setidaknya 1 jam atau lebih, bahkan sampai bayi dapat
menyusui sendiri.
Langkah IMD antara lain :
2.3.7.1 Bayi harus mendapatkan kontak kulit dengan Kulit ibunya segara setelah
bayi lahir.
2.3.7.2 Bayi harus menggunakan naluri alamiahnya untuk melakukan IMD dan
ibu dapat mengenali bayinya siap menyusu serta memberikan bantuan jika
diperlukan. (Muslihatun, 2010)
Memulai pemberian ASI secara dini akan dapat :
A. Merangsang produksi air susu ibu.
B. Memperkuat repleks menghisap (repleks menghisap awal pada
bayi, paling kuat dalam beberapa jam pertama setelah lahir)
memulai pemberian ASI secara dini akan memberikan pengaruh
yang positip bagi kesehatan bayinya.
C. Mempromosikan hubungan emosional antara ibu dan bayinya
Memberikan kekebalan pasif segera kepada bayi melalui
kolostrum.
D. Merangsang kontraksi uterus. (Muslihatun, 2010)
Pedoman umum untuk saat menyusui
A. Mulai menyusui segera setelah lahir dalam 30 menit pertama.
Jangan memberikan makanan atau minuman lain pada bayi yang
baru lahir kecuali ASI dan ada indikasi yang jelas (atas alasan-
alasan medis yang jelas), berikan ASI selama 6 bulan pertama
dalam kehidupannya.
B. Berikan ASI pada bayi sesuai kebutuhannnya baik siang maupun
malam (delapan kali atau lebih dalam 24 jam) selama bayi
menginginkannya. (Wiknjosastro, 2016)
C. Sebagian besar bayi tidak banyak mendapat nutrisi selama 3 atau
4 hari pertama, mereka akan secara progresif kehilangan berat
badan sampai mendapat ASI atau makanan lain secara lancar.
Disamping itu dalam tiga hari pertama bayi mengeluarkan air
kencing dan mekonium, sedang cairan yang masuk belum cukup.
D. Jika bayi normal mendapat makanan dengan benar, berat lahir
biasanya dicapai kembali pada akhir hari ke-10. kemudian berat
biasanya terus meningkat dengan kecepatan sekitar 25 gr/hari
selama beberapa bulan pertama. (Cuningham, 2012).
2.3.8 Imunisasi
2.3.8.1 Vaksin hepatitis B.
HB pertama (monovalen) paling baik diberikan dalam waktu 12 jam
setelah lahir dan didahului pemberian suntikan vitamin K1 minimal 30
menit sebelumnya. Jadwal pemberian vaksin HB monovalen adalah usia
0,1, dan 6 bulan. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif, diberikan vaksin HB
dan imunoglobulin hepatitis B (HBIg) pada ekstremitas yang berbeda.
Apabila diberikan HB kombinasi dengan DTPw, maka jadwal pemberian
pada usia 2, 3, dan 4 bulan. Apabila vaksin HB kombinasi dengan DTPa,
maka jadwal pemberian pada usia 2, 4, dan 6 bulan.
2.3.8.2 Vaksin polio.
Pemberian vaksin polio apabila lahir di rumah segera berikan OPV-0.
Apabila lahir di sarana kesehatan, OPV-0 diberikan saat bayi dipulangkan.
Selanjutnya, untuk polio-1, polio-2, polio-3, dan polio booster diberikan
OPV atau IPV. Paling sedikit harus mendapat satu dosis vaksin IPV
bersamaan dengan pemberian OPV-3.
2.3.8.3 Vaksin BCG
Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum usia 3 bulan, optimal usia
2 bulan. Apabila diberikan pada usia 3 bulan atau lebih, perlu dilakukan
uji tuberkulin terlebih dahulu.
2.3.8.4 Vaksin DTP
Vaksin DTP pertama diberikan paling cepat pada usia 6 minggu. Dapat
diberikan vaksin DTPw atau DTPa atau kombinasi dengan vaksin lain.
Apabila diberikan vaksin DTPa maka interval mengikuti rekomendasi
vaksin tersebut yaitu usia 2, 4, dan 6 bulan. Untuk anak usia lebih dari 7
tahun diberikan vaksin Td atau Tdap. Untuk DTP 6 dapat diberikan
Td/Tdap pada usia 10-12 tahun dan booster Td diberikan setiap 10 tahun
2.3.8.5 Vaksin campak
Vaksin campak kedua (18 bulan) tidak perlu diberikan apabila sudah
mendapatkan MMR.
2.3.8.6 Vaksin pneumokokus (PCV)
Apabila diberikan pada usia 7-12 bulan, PCV diberikan 2 kali dengan
interval 2 bulan dan pada usia lebih dari 1 tahun diberikan 1 kali.
Keduanya perlu booster pada usia lebih dari 12 bulan atau minimal 2
bulan setelah dosis terakhir. Pada anak usia di atas 2 tahun PCV diberikan
cukup satu kali.
2.3.8.7 Vaksin rotavirus
Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, dosis pertama diberikan
pada usia 6-14 minggu (dosis pertama tidak diberikan pada usia >15
minggu), dosis ke-2 diberikan dengan interval minimal 4 minggu. Batas
akhir pemberian pada usia 24 minggu. Vaksin rotavirus pentavalen
diberikan 3 kali, dosis pertama diberikan usia 6-14 minggu (dosis pertama
tidak diberikan pada usia >15 minggu), dosis kedua dan ketiga diberikan
dengan interval 4-10 minggu. Batas akhir pemberian pada usia 32 minggu.
2.3.8.8 Vaksin varisela
Vaksin varisela diberikan setelah usia 12 bulan, terbaik pada usia
sebelum masuk sekolah dasar. Apabila diberikan pada usia lebih dari 13
tahun, perlu 2 dosis dengan interval minimal 4 minggu.
2.3.8.9 Vaksin influenza
Vaksin influenza diberikan pada usia lebih dari 6 bulan, diulang setiap
tahun. Untuk imunisasi pertama kali (primary immunization) pada anak
usia kurang dari 9 tahun diberi dua kali dengan interval minimal 4
minggu. Untuk anak 6-36 bulan, dosis 0,25 mL. Untuk anak usia 36 bulan
atau lebih, dosis 0,5 mL.
2.3.8.10 Vaksin human papiloma virus (HPV)
Vaksin HPV diberikan mulai usia 10 tahun. Vaksin HPV bivalen
diberikan tiga kali dengan jadwal 0, 1, 6 bulan; vaksin HPV tetravalen
dengan jadwal 0,2,6 bulan. Apabila diberikan pada remaja usia 10-13
tahun, pemberian cukup 2 dosis dengan interval 6-12 bulan; respons
antibodi setara dengan 3 dosis.
2.3.8.11 Vaksin MMR/MR.
Apabila sudah mendapatkan vaksin campak pada usia 9 bulan, maka
vaksin MMR/MR diberikan pada usia 15 bulan (minimal interval 6 bulan).
Apabila pada usia 12 bulan belum mendapatkan vaksin campak, maka
dapat diberikan vaksin MMR/MR.
2.3.8.12 Vaksin Japanese Encephalitis (JE).
Vaksin JE diberikan mulai usia 12 bulan pada daerah endemis atau
turis yang akan bepergian ke daerah endemis tersebut. Untuk
perlindungan jangka panjang dapat diberikan booster1-2 tahun berikutnya.
2.3.8.13 Vaksin Dengue.
Diberikan pada usia 9-16 tahun dengan jadwal 0, 6, dan 12 bulan.
(IDAI, 2017)
3. Suhu terlalu panas atau lebih dari 38 , terlalau dingin kurang dari
36
4. Warna yang abnormal pada kulit, yaitu kulit atau bibir biru atau pucat
5. Hisapan melemah
6. Mengantuk berlebihan
7. Banyak muntah
8. Tali pusat merah, bengkak, keluar cairan, bau busuk, berdarah serta
adanya tanda infeksi yang ditandai dengan suhu tubuh meningkat
9. Mekonium tidak keluar setelah 3 hari pertama kelahiran
10.Tidak BAK dalam 24 jam pertama
11.Feses berlendir, hijau atau berdarah
12.Mata bengkak dan mengeluarkan cairan (Muslihatun, 2010).
2.3.10 Komplikasi pada Bayi Baru Lahir
2.3.10.1 Asfiksia
Asfiksia pada bayi baru lahir adalah kegagalan nafas secara
spontan dan teratur pada saat lahir, hispoksia yang progresif (bayi baru
lahir tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur) akibat adanya
penimbuan CO2. Bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat
mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat
mempengaruhi fungsi organ lainnya.
2.3.10.2 Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
BBLR merupakan bayi yang lahir dengan berat < 2500 gram
tanpa memandang masa gestasi (berat lahir adalah berat bayi yang
ditimbang dalam 1 jam setelah lahir).
2.3.10.3 Hipotermi
Hipotermi adalah suhu tubuh bayi baru lahir < 36,5 ºC dan atau
kedua kaki dan tangannya teraba dingin. Hipotermi terjadi akibat
kehilangan panas secara konveksi, konduksi, radiasi, evaporasi.
2.3.10.4 Hipertemi
Hipertermi adalah apabila suhu bayi baru lahir > 37,5 ºC dan
frekuensi nafas bayi > 60 kali/menit. dan mukosa yang terjadi karena
meningkatnya kadar bilirubin dalam dara
2.3.10.5 Ikterus
Ikterus adalah pewarnaan kuning di kulit, konjungtiva. Klinis
ikterus tampak bila kadar bilirubin dalam serum ≥ 5 mg/dl. disebut
hiperbilirubin jika kadar bilirubin serum > 13 mg/dl (Saifuddin, 2013).
A. Ikterus fisiologis pada bayi baru lahir adalah warna kuning yang
ditemukan pada hari ke-3 sampai ke-14, tidak disertai tanda dan
gejala ikterus patologis. Ikterus patologis apabila apabila
ditemukan pada dua hari pertama atau pada hari ke-14, disertai
bayi kurang bulan, tinja pucat, serta daerah lutut dan siku tampak
sekali warna kekuningannya.
Tindakan dan pengobatan untuk mengatasi masalah ikterus
fisologis adalah dengan mengajarkan ibu dan keluarga cara
menyinari bayi dengan cahaya matahari. Berikut ini cara
menyinari bayi dengan cahaya matahari.
1) Sinari bayi dengan cahaya matahari pagi jam 07.00-
08.00 selama 2-4 hari.
2) Atur posisi kepala bayi agar wajah tidak langsung
menghadap ke cahaya matahari.
3) Lakukan penyinaran selama 30 menit, 15 menit dalam
posisi telentang, 15 menit bayi dalam posisi telungkup.
4) Lakukan penyinaran pada kulit seluas mungkin dan bayi
tidak memakai pakaian (telanjang) (Muslihatun, 2010).
2.3.10.6 Gangguan nafas pada bayi
Adalah kedaan bayi baru lahir dimana kedaan bayi yang
sebelumnya normal atau bayi dengan asfiksia yang sudah dilakukan
resusitasi dan berhasil, tetapi beberapa saat kemudian mengalami
gangguan nafas, seperti :
A. Frekuensi nafas > 60 x/menit
B. Frekuensi nafas < 30 x/menit
C. Bayi dengan sianosis sentral (biru pada lidah dan bibir)
D. Bayi apnea (nafas berhenti > 20 detik)
2.3.10.7 Tetanus Neonatorum
Merupakan sindrom klinis dari penyakit sistemik akibat infeksi
selama 1 bulan pertama kehidupan. Biasanya disebabkan oleh bakteri,
virus, jamur dan protozoa. Faktor risiko terjadinya tetanus neonatorum
adalah ibu demam sebelum dan selama persalinan, riwayat KPD,
persalinan dengan tindakan, timbul asfiksia saat lahir, BBLR
(Saifuddin, 2013).
2.5 Pendokumentasian
2.5.1 Varney
Varney (1997) menjelaskan bahwa proses manajemen merupakan proses
pemecahan masalah yang di temukan oleh perawat dan bidan pada awal tahun
1970-an. Proses ini memperkenalkan sebuah metode dengan pengorganisasaian,
pemikiran dan tindakan-tindakan dengan urutan yang logis dan menguntungkan
baik bagi klien maupun bagi tenaga kesehatan. Proses ini menguraikan bagaimana
perilaku yang diharapkan dari pemberi asuhan. Proses manajemen ini bukan hanya
terdiri dari pemberi asuhan. Proses manajemen ini bukan hanya terdiri pemikiran
dan tindakan saja melainkan juga perilaku pada setiap langkah agar pelayanan yang
komprehensif dan aman dapat tercapai. Dengan demikian proses manajemen harus
mengikuti aturan yang logis dan memberikan pengertian yang menyatukan
pengetahuan, hasil temuan, dan penilaian pada terpisah-pisah menjadi satu
kesatuan yang berfokus pada manajemen klien.
Proses manajemen kebidan terdiri dari tujuh langkah yang berurutan dan
setiap langkah di sempurnakan secara periodik. Proses di mulai dari pengumpulan
data dasar dan berakhir pada evaluasi. Ketujuh langkah tersebut membentuk suatu
kerangka lengkap yang dapat diaplikasikan dalam situasi apapun. Akan tetapi,
setiap langkah akan dapat diuraikan lagi menjadi langkah-langkah yang lebih rinci
dan ini bisa berubah sesui dengan kebutuhan klien. Langkah-langkah tersebut
adalah sebagai berikut:
2.5.1.1. Langkah 1: pengumpulan data dasar
Pada langkah ini di lakukan pengkajian dengan mengumpulkan
semua data yang di perlukan untuk mengevaluasi keadaan pasien
secara lengkap, yaitu:
A. Riwayat kesehatan
B. Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhannya
C. Meninjau catataan terbaru atau catatan sebelumnya
D. Meninjau data laboratorium dan membandingkannya dengan
hasil studi.
Pada langkah ini di kumpulkan semua informasi yang akurat dari
semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Bidan
mengmpulkan data dasar awal yang lengkap.
2.5.1.2. Langkah 2: interpretasi data dasar
Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap
diagnosis atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi
yang benar atas data-data yang telah di kumpulkan. Data dasar yang
sudah di kumpulkan diinterpretasikan sehingga di temukan masalah
atau diagnosis yang spesifik. standar nomenklatur diagnosis
kebidanan tersebut adalah:
A. Diakui dan telah disyahkan oleh profesi.
B. Berhubungan langsung dengan praktis kebidanan.
C. Memiliki ciri khas kebidanan.
D. Di dukung oleh clinical judgement dalam praktik kebidanan.
E. Dapat diselesaikan dengan pendekatan manajemen kebidanan.
2.5.1.3. Langkah 3: mengidentifikasi diagnosis atau masalah potensial
Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosis
masalah potensial lain berdasarkan rangakian masalah dan diagnosis
yang telah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila di
mungkinkan dilakukan pencegahan, sambil mengamati klien bidan
diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnosis/masalah potensial ini
benar-benar terjadi
2.5.1.4. Langkah 4: mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan yang
memerlukan penanganan segera.
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan/dokter
untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim
kesehatan lain sesuai dengan kondisi klien. Langkah keempat
mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen kebidanan.
2.5.1.5. Langkah 5: merencanakan asuhan yang menyeluruh
Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap
diagnosis atau masalah yang telah diidentifikasi atau diantisipasi,
pada langkah ini informasi/data dasar yang tidak lengkap dapat di
lengkapi.
2.5.1.6. Langkah 6: melaksanakan perencanaan
Pada langkah ini, rencana asuhan yang menyeluruh di langkah
kelima harus dilaksankan secara efisien dan aman.
2.5.1.7. Langkah 7: evaluasi
Pada langkah ini dilakukan keefektifan dari asuhan yang sudah
diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-
benar terpenuhi sesuai denag kebutuhan sebagaimana telah
diidentifikasi di dalam masalah dan diagnosis.
2.5.2 SOAP
Menurut Thomas (1994 cit. Mufdlillah, dkk, 2001), dokumentasi adalah
catatan tentang interaksi antara tenaga kesehatan, pasien, keluarga pasien dan tim
kesehatan tentang hasil pemeriksaan, prosedur tindakan, pengobatan pada pasien,
pendidikan pasien, dan respon pasien terhadap semua asuhan yang telah di berikan.
Pendokumentasian atau catatan manajemen kebidanan dapat diterapkan
dengan metode SOAP (Muslihatun, 2010).
2.5.2.1. S (Data Subjektif)
Merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan menurut Helen
Varney langkah pertama (pengkajian data), terutama data yang di peroleh dari
anamnesis.
2.5.2.2. O (Data Objektif)
Merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan menurut Helen
Varney langkah pertama (pengkajian data), terutama data yang diperoleh dari
melalui hasil observasi yang jujur dari pemeriksaan fisik pasien, pemeriksaan
laboratorium/pemeriksaan diagnostik lain.
2.5.2.3. A (Assessment)
Merupakan pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi
(kesimpulan) dari data subjektif dan objektif. Analisis/assessment Merupakan
pendokumentasian manajemen kebidanan menurut Helen Varney langkah
kedua, ketiga dan keempat sehingga mencakup masalah kebidanan,
diagnosis/masalah potensial serta perlunya mengidentifikasi kebutuhan
tindakan segera untuk antisipasi diagnosis/masalah potensial.
2.5.2.4 P (Penatalakanaan)
Penatalaksanaan adalah membuat rencana. Rencana asuhan saat ini
dan yang akan datang. Rencana asuhan akan disusun berdasarkan hasil analisis
dan interpretasi data.
DAFTAR PUSTAKA
Muslihatun, Nur Wafi. 2010. Asuhan Neonatus Bayi Dan Balita. Yogyakarta: Fitramaya
Saifuddin, Abdul Bahri . (2013). Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Walyani, E. S. (2015). Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Yogyakarta :Pustaka Baru
Press.
DOKUMENTASI