Anda di halaman 1dari 33

Ulama Menjelaskan Istiwa Allah

aslibumiayu.net/7534/apa-kata-para-ulama-tentang-penetapan-istiwanya-allah-di-atas-arsy

Wednesday, July 15,


2020

101 PERKATAAN ULAMA SALAF TENTANG ALLAH DI ATAS ARSY


(SERI ALLAH DI ATAS ARSY)
Dari Abu Razin berkata: Saya pernah bertanya: “Ya Rasulullah, dimana Allah
sebelum menciptakan makhlukNya?”

Nabi menjawab: “Dia berada di atas awan, tidak ada udara di bawahnya
maupun di atasnya, tidak makhluk di sana, dan ArsyNya di atas air”. [HR.
Tirmidzi (2108), Ibnu Majah (182), Ibnu Hibban (39 -Al-Mawarid), Ibnu Abi Ashim
(1/271/612), Ahmad (4/11,12) dan Ibnu Abdil Barr dalam At-Tamhid (7/137). Lihat As-
Shahihah 6/469)].

Sudah banyak pembahasan mengenai aqidah tentang ‘Allah di Atas ‘Arsy’ yang
ditulis oleh para asatidz sampai ulama, baik dikupas dengan dalil-dalil yang terdapat
dalam Al Qur’an maupun Hadits-hadits shahih yang jumlahnya mencapai puluhan dalil.

Namun untuk pembahasan kali ini hanya mengupas tentang perkataan-perkataan


yang keluar dari para ulama Salaf mengenai Allah di atas ‘Arsy. Saya hanya
mengumpulkan sedikit dari perkataan-perkataan mereka yaitu hanya berjumlah 101
perkataan, padahal jika kita merujuk kepada kitab-kitab ulama Salaf terdahulu, maka
akan terkumpul banyak sekali perkataan mereka mengenai Allah diatas ‘Arsy yang
jumlahnya bisa mencapai ratusan bahkan ribuan, Wallahu a’lam. Berikut perkataan-
perkataan mereka:

01. Abu Bakar ash Shidiq radhiyallahu ‘anhu berkata, “Barang siapa yang
menyembah Allah maka Allah berada di langit, ia hidup dan tidak mati.”
[Riwayat Imam ad Darimiy dalam Ar Radd ‘Alal Jahmiyah].

02. Dari Zaid bin Aslam, dia berkata,

‫ﻣ ﺮ ا ﺑ ﻦ ﻋ ﻤ ﺮ ﺑ ﺮ ا ع ﻓﻘﺎ ل ﻫ ﻞ ﻣ ﻦ ﺟ ﺰ ر ة ﻓﻘﺎ ل ﻟ ﯿ ﺲ ﻫﺎ ﻫ ﻨﺎ ر ﺑ ﻬﺎ ﻗﺎ ل ا ﺑ ﻦ ﻋ ﻤ ﺮ ﺗﻘ ﻮ ل ﻟ ﻪ أ ﻛ ﻠ ﻬﺎ ا ﻟ ﺬ ﺋ ﺐ ﻗﺎ ل ﻓ ﺮ ﻓ ﻊ ر أ ﺳ ﻪ إﻟ ﻰ اﻟ ﺴ ﻤﺎ ء و ﻗﺎ ل‬
‫ﻓﺄ ﯾ ﻦ ا ﷲ ﻓﻘﺎ ل ا ﺑ ﻦ ﻋ ﻤ ﺮ أ ﻧﺎ و ا ﷲ أ ﺣ ﻖ أ ن أ ﻗ ﻮ ل أ ﯾ ﻦ ا ﷲ و ا ﺷ ﺘ ﺮ ى ا ﻟ ﺮ ا ﻋ ﻲ و ا ﻟ ﻐ ﻨ ﻢ ﻓﺄ ﻋ ﺘﻘ ﻪ و أ ﻋ ﻄﺎ ه ا ﻟ ﻐ ﻨ ﻢ‬

“(Suatu saat) Ibnu ‘Umar melewati seorang pengembala. Lalu beliau berkata, “Adakah
hewan yang bisa disembelih?” Pengembala tadi mengatakan, “Pemiliknya tidak ada di
sini.”

Ibnu Umar mengatakan, “Katakan saja pada pemiliknya bahwa ada serigala yang telah
memakannya.”

1/33
Kemudian pengembala tersebut menghadapkan kepalanya ke langit. Lantas
mengajukan pertanyaan pada Ibnu Umar, ”Lalu di manakah Allah?” Ibnu ‘Umar
malah mengatakan, “Demi Allah, seharusnya aku yang berhak menanyakan padamu ‘Di
mana Allah?’.”

Kemudian setelah Ibnu Umar melihat keimanan pengembala ini, dia lantas
membelinya, juga dengan hewan gembalaannya (dari Tuannya). Kemudian Ibnu Umar
membebaskan pengembala tadi dan memberikan hewan gembalaan tadi pada
pengembara tersebut. [Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar no. 311. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa sanad riwayat ini jayyid sebagaimana dalam Mukhtashor Al ‘Uluw
no. 95, hal. 127].

03. Ibnu Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu berkata:

‫و ا ﻟ ﻌ ﺮ ش ﻋ ﻠ ﻰ ا ﻟ ﻤﺎ ء و ا ﷲ ﻋ ﺰ و ﺟ ﻞ ﻋﻠ ﻰ اﻟ ﻌ ﺮ ش ﯾ ﻌ ﻠ ﻢ ﻣﺎ أ ﻧ ﺘ ﻢ ﻋ ﻠ ﯿ ﻪ‬

“Arsy berada di atas air, dan Allah ‘azza wa jalla berada di atas ‘Arsy, yang
mengetahui apa-apa yang kalian lakukan” [HR. Ath-Thabarani dalam Al-Kabiir;
shahih].

04. Ibnu Abbas menemui ‘Aisyah ketika ia baru saja wafat. Ibnu Abbas berkata
padanya,

‫ﻛ ﻨ ﺖ أ ﺣ ﺐ ﻧ ﺴﺎ ء ر ﺳ ﻮ ل ا ﷲ ﺻ ﻠ ﻰ ا ﷲ ﻋ ﻠ ﯿ ﻪ و ﺳ ﻠ ﻢ و ﻟ ﻢ ﯾ ﻜ ﻦ ﯾ ﺤ ﺐ إ ﻻ ﻃ ﯿ ﺒﺎ و أ ﻧ ﺰ ل ا ﷲ ﺑ ﺮ ا ء ﺗ ﻚ ﻣ ﻦ ﻓ ﻮ ق ﺳ ﺒ ﻊ ﺳ ﻤ ﻮا ت‬

“Engkau adalah wanita yang paling dicintai oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Tidaklah engkau dicintai melainkan kebaikan (yang ada padamu). Allah pun
menurunkan perihal kesucianmu dari atas langit yang tujuh.” [Lihat Al ‘Uluw lil
‘Aliyyil Ghoffar no. 335].

05. Dari Ibnul Mubarok, dari Sulaiman At Taimi, dari Nadhroh, Ibnu ‘Abbas
radhiyallahu ‘anhuma mengatakan,

‫ﯾ ﻨﺎ د ي ﻣ ﻨﺎ د ﺑ ﯿ ﻦ ﯾ ﺪ ي ا ﻟ ﺴﺎ ﻋ ﺔ أ ﺗ ﺘ ﻜ ﻢ ا ﻟ ﺴﺎ ﻋ ﺔ – ﻓ ﯿ ﺴ ﻤ ﻌ ﻪ ا ﻷ ﺣ ﯿﺎ ء و ا ﻷ ﻣ ﻮ ا ت – ﺛ ﻢ ﯾ ﻨ ﺰ ل ا ﷲ إﻟ ﻰ اﻟ ﺴ ﻤﺎ ء اﻟ ﺪ ﻧ ﯿﺎ‬

“Ketika hari kiamat ada yang menyeru, “Apakah datang pada kalian hari kiamat?”
Orang yang hidup dan mati pun mendengar hal tersebut, kemudian Allah pun
turun ke langit dunia.” [Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar no. 296. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa sanad riwayat ini shahih sesuai syarat Muslim sebagaimana dalam
Mukhtashor Al ‘Uluw no. 94, hal. 126].

Dalam riwayat lainnya, Ibnu ‘Abbas mengatakan,

‫إ ذ ا ﻧ ﺰ ل اﻟ ﻮ ﺣ ﻲ ﺳ ﻤ ﻌ ﺖ ا ﻟ ﻤ ﻼ ﺋ ﻜ ﺔ ﺻ ﻮ ﺗﺎ ﻛ ﺼ ﻮ ت ا ﻟ ﺤ ﺪ ﯾ ﺪ‬

“Jika wahyu turun, aku mendengar malaikat bersuara seperti suara besi.” [Lihat Al
‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar no. 295. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa periwayat hadits
ini tsiqoh (terpercaya) sebagaimana dalam Mukhtashor Al ‘Uluw no. 93, hal. 126].
2/33
Jika dikatakan bahwa wahyu itu turun dan wahyu itu dari Allah, ini menunjukkan
bahwa Allah berada di atas karena sesuatu yang turun pasti dari atas ke
bawah.

06. Dari Ka’ab Al Ahbar [meninggal pada tahun 32 atau 33 H] berkata bahwa Allah
‘azza wa jalla dalam taurat berfirman,

‫أ ﻧﺎ ا ﷲ ﻓ ﻮ ق ﻋ ﺒﺎ د ي و ﻋ ﺮ ﺷ ﻲ ﻓ ﻮ ق ﺟ ﻤ ﯿ ﻊ ﺧ ﻠﻘ ﻲ و أ ﻧﺎ ﻋ ﻠ ﻰ ﻋ ﺮ ﺷ ﻲ أ د ﺑ ﺮ أ ﻣ ﻮ ر ﻋ ﺒﺎ د ي و ﻻ ﯾ ﺨﻔ ﻰ ﻋ ﻠ ﻲ ﺷ ﻲ ء ﻓ ﻲ ا ﻟ ﺴ ﻤﺎ ء و ﻻ ﻓ ﻲ‬
‫اﻷر ض‬

“Sesungguhnya Aku adalah Allah. Aku berada di atas seluruh hamba-Ku. ‘Arsy-
Ku berada di atas seluruh makhluk-Ku. Aku berada di atas ‘Arsyku. Aku-lah pengatur
seluruh urusan hamba-Ku. Segala sesuatu di langit maupun di bumi tidaklah samar
bagi-Ku. ” [Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar no. 315. Adz Dzahabi mengatakan bahwa
sanadnya shahih. Begitu pula Ibnul Qayyim dalam Ijtima’ul Juyusy Al Islamiyah
mengatakan bahwa riwayat ini shahih].

07. Masruq rahimahullah [wafat tahun 63 H] menceritakan dari ‘Aisyah


radhiyallahu ‘anha,

‫ اﻟ ﻤﺒ ﺮأ ة ﻣ ﻦ ﻓ ﻮ ق ﺳﺒ ﻊ ﺳ ﻤ ﻮا ت‬، ‫ ﺣﺪﺛﺘﻨ ﻲ اﻟ ﺼﺪﯾﻘ ﺔ ﺑﻨ ﺖ اﻟ ﺼﺪﯾ ﻖ ﺣﺒﯿﺒ ﺔ ﺣﺒﯿ ﺐ ا ﷲ‬.

“’Aisyah -wanita yang shidiq anak dari orang yang shidiq (Abu Bakar), kekasih di
antara kekasih Allah, yang disucikan oleh Allah yang berada di atas langit yang
tujuh.” [Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar no. 317. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa
riwayat ini shohih berdasarkan syarat Bukhari Muslim dan sanadnya sampai pada Abu
Shofwan itu shahih. Lihat Mukhtashor Al ‘Uluw, hal. 128].

08. ‘Ubaid bin ‘Umair rahimahullah mengatakan,

‫ﯾ ﻨ ﺰ ل ا ﻟ ﺮ ب ﻋ ﺰ و ﺟ ﻞ ﺷ ﻄ ﺮ ا ﻟ ﻠ ﯿ ﻞ إ ﻟ ﻰ ا ﻟ ﺴ ﻤﺎ ء ا ﻟﺪ ﻧ ﯿﺎ ﻓ ﯿﻘ ﻮ ل ﻣ ﻦ ﯾ ﺴﺄ ﻟ ﻨ ﻲ ﻓﺄ ﻋ ﻄ ﯿ ﻪ ﻣ ﻦ ﯾ ﺴ ﺘ ﻐﻔ ﺮ ﻧ ﻲ ﻓﺄ ﻏﻔ ﺮ ﻟ ﻪ ﺣ ﺘ ﻰ إذ ا ﻛﺎ ن ا ﻟﻔ ﺠ ﺮ ﺻ ﻌﺪ‬
‫ا ﻟ ﺮ ب ﻋ ﺰ و ﺟ ﻞ أ ﺧ ﺮ ﺟ ﻪ ﻋ ﺒﺪ ا ﷲ ﺑ ﻦ ا ﻹ ﻣﺎ م أ ﺣ ﻤﺪ ﻓ ﻲ ﻛ ﺘﺎ ب ا ﻟ ﺮد ﻋ ﻠ ﻰ ا ﻟ ﺠ ﻬ ﻤ ﯿ ﺔ ﺗ ﺼ ﻨ ﯿﻔ ﻪ‬

“Allah ‘azza wa jalla turun ke langit dunia pada separuh malam. Lalu Allah
berkata, “Siapa saja yang memohon kepada-Ku, maka akan Kuberi. Siapa saja yang
meminta ampun kepada-Ku, maka akan Kuampuni.” Jika fajar telah terbit, Allah pun
naik.”

Dikeluarkan oleh ‘Abdullah bin Imam Ahmad dalam kitab karyanya yang berisi
bantahan terhadap Jahmiyah. [Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar no. 320].

09. Penjelasan Al-Imam Mujahid rahimahullah [dilahirkan pada tahun 21 Hijrah


dan meninggal pada tahun 103 Hijrah] – murid Ibnu ‘Abbas – mengenai firman Allah
istawaa ‘alal-‘Arsy :

‫ﻋ ﻼ ﻋﻠ ﻰ اﻟﻌ ﺮ ش‬

“Ia berada tinggi di atas ‘Arsy.” [HR. Al-Bukhari].


3/33
10. Imam Adh-Dhahhaak [wafat th. 102 H].

Ahmad (bin Hanbal) meriwayatkan dengan sanadnya sampai Adh-Dhahhaak tentang


ayat (yang artinya) : ‘Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah
yang keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah yang
keenamnya’ (QS. Al-Mujaadalah : 7); maka Adh-Dhahhaak berkata :

‫ﻫﻮ ﻋﻠ ﻰ اﻟﻌ ﺮ ش و ﻋﻠﻤ ﻪ ﻣﻌﻬ ﻢ‬

“Allah berada di atas ‘Arsy, dan ilmu-Nya bersama mereka”. [As-Sunnah oleh
‘Abdullah bin Ahmad bin Hanbal hal. 80 – melalui perantaraan Al-Masaail war-Rasaail
Al-Marwiyyatu ‘anil-Imam Ahmad bin Hanbal fil-‘Aqiidah oleh ‘Abdullah bin Sulaimaan
Al-Ahmadiy, 1/319; Daaruth-Thayyibah, Cet. 1/1412].

11. Qotadah rahimahullah [wafat tahun 118 H] mengatakan bahwa Bani Israil
berkata,

‫ﯾﺎ ر ب أ ﻧ ﺖ ﻓ ﻲ ا ﻟ ﺴ ﻤﺎ ء و ﻧ ﺤ ﻦ ﻓ ﻲ ا ﻷ ر ض ﻓ ﻜ ﯿ ﻒ ﻟ ﻨﺎ أ ن ﻧ ﻌ ﺮ ف ر ﺿﺎ ك و ﻏ ﻀ ﺒ ﻚ ﻗﺎ ل إذ ا ر ﺿ ﯿ ﺖ ا ﺳ ﺘ ﻌ ﻤ ﻠ ﺖ ﻋ ﻨ ﻜ ﻢ ﻋ ﻠ ﯿ ﻜ ﻢ ﺧ ﯿﺎ ر ﻛ ﻢ‬
‫و إذ ا ﻏ ﻀ ﺒ ﺖ إ ﺳ ﺘ ﻌ ﻠ ﻤ ﺖ ﻋ ﻠ ﯿ ﻜ ﻢ ﺷ ﺮ ا ر ﻛ ﻢ ﻫﺬ ا ﺛﺎ ﺑ ﺖ ﻋ ﻦ ﻗ ﺘﺎد ة أ ﺣﺪ ا ﻟ ﺤﻔﺎ ظ ا ﻟ ﻜ ﺒﺎ ر‬

“Wahai Rabb, Engkau di atas langit dan kami di bumi, bagaimana kami bisa tahu
jika Engkau ridho dan Engkau murka?” Allah Ta’ala berfirman, “Jika Aku ridho, maka
Aku akan memberikan kebaikan pada kalian. Dan jika Aku murka, maka Aku akan
menimpakan kejelekan pada kalian.” [Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar no. 336. Syaikh
Al Albani mengatakan bahwa sanad riwayat ini hasan. Lihat Mukhtashor Al ‘Uluw, hal.
131].

12. Dari Malik bin Dinar [wafat pada tahun 130 H], beliau berkata,

‫ إ ﺳ ﻤ ﻌ ﻮ ا إ ﻟ ﻰ ﻗ ﻮ ل ا ﻟ ﺼﺎد ق ﻣ ﻦ ﻓ ﻮ ق ﻋ ﺮ ﺷ ﻪ‬: ‫ﺧﺬ و ا ﻓ ﯿﻘ ﺮ أ ﺛ ﻢ ﯾﻘ ﻮ ل‬

“Ambillah (Al Qur’an) ini. Lalu beliau membacanya, kemudian beliau mengatakan,
‘Hendaklah kalian mendengar perkataan Ash Shodiq (Yang Maha Jujur yaitu Allah)
dari atas ‘Arsy-Nya’.” [Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar no. 348. Adz Dzahabi
mengatakan diriwayatkan dalam Al Hilyah dengan sanad yang shahih. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa mengatakan riwayat ini hasan saja termasuk murah hati. Lihat
Mukhtashor Al ‘Uluw, hal. 131].

13. Harun bin Ma’ruf mengatakan, Dhomroh mengatakan pada kami dari
Shodaqoh, dia berkata bahwa dia mendengar Sulaiman At Taimiy berkata,

‫ﻟ ﻮ ﺳ ﺌ ﻠ ﺖ أ ﯾ ﻦ ا ﷲ ﻟﻘ ﻠ ﺖ ﻓ ﻲ ا ﻟ ﺴ ﻤﺎ ء‬

“Seandainya aku ditanyakan di manakah Allah, maka aku menjawab (Allah berada)
di atas langit.” [Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar no. 357. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa periwayat riwayat ini tsiqoh/terpercaya. Lihat Mukhtashor Al
‘Uluw, hal. 133].

4/33
14. Ayyub As Sikhtiyani [wafat th. 131 H].

Hamad bin Zaid mengatakan bahwa ia mendengar Ayyub As Sikhtiyani berbicara


mengenai Mu’tazilah,

‫إ ﻧ ﻤﺎ ﻣﺪ ا ر ا ﻟﻘ ﻮ م ﻋ ﻠ ﻰ أ ن ﯾﻘ ﻮ ﻟ ﻮ ا ﻟ ﯿ ﺲ ﻓ ﻲ ا ﻟ ﺴ ﻤﺎ ء ﺷ ﻲ ء‬

“Mu’tazilah adalah asal muasal kaum yang mengatakan bahwa di atas langit tidak
ada sesuatu apa pun.” [Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar no. 354].

15. Robi’ah bin Abi ‘Abdirrahman [Wafat tahun 136 H ].

Sufyan Ats Tsauriy mengatakan bahwa ia pernah suatu saat berada di sisi Robi’ah bin
Abi ‘Abdirrahman kemudian ada seseorang yang bertanya pada beliau,

‫اﻟ ﺮ ﺣﻤ ﻦ ﻋﻠ ﻰ اﻟﻌ ﺮ ش ا ﺳﺘ ﻮ ى ﻛﯿ ﻒ ا ﺳﺘ ﻮ ى‬

“Ar Rahman (yaitu Allah) beristiwa’ (menetap tinggi) di atas ‘Arsy, lalu bagaimana Allah
beristiwa’?” Robi’ah menjawab,

‫ا ﻹ ﺳ ﺘ ﻮ ا ء ﻏ ﯿ ﺮ ﻣ ﺠ ﻬ ﻮ ل و ا ﻟ ﻜ ﯿ ﻒ ﻏ ﯿ ﺮ ﻣ ﻌﻘ ﻮ ل و ﻣ ﻦ ا ﷲ ا ﻟ ﺮ ﺳﺎ ﻟ ﺔ و ﻋ ﻠ ﻰ ا ﻟ ﺮ ﺳ ﻮ ل ا ﻟ ﺒ ﻼ غ و ﻋ ﻠ ﯿ ﻨﺎ ا ﻟ ﺘ ﺼﺪ ﯾ ﻖ‬

“Istiwa’ itu sudah jelas maknanya. Sedangkan hakikat dari istiwa’ tidak bisa
digambarkan. Risalah (wahyu) dari Allah, tugas Rasul hanya menyampaikan,
sedangkan kita wajib membenarkan (wahyu tersebut).” [Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil
Ghoffar no. 352. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa riwayat ini shahih. Lihat
Mukhtashor Al ‘Uluw hal. 132].

16. Imam Abu Hanifah (tahun 80-150 H) mengatakan dalam Fiqhul Akbar,

‫ﻣ ﻦ ا ﻧ ﻜ ﺮ ا ن ا ﷲ ﺗ ﻌﺎ ﻟ ﻰ ﻓ ﻲ ا ﻟ ﺴ ﻤﺎ ء ﻓﻘﺪ ﻛﻔ ﺮ‬

“Barangsiapa yang mengingkari keberadaan Allah di atas langit, maka ia


kafir.”
[Lihat Itsbatu Shifatul ‘Uluw, Ibnu Qudamah Al Maqdisi, hal. 116-117, Darus Salafiyah,
Kuwait, cetakan pertama, 1406 H. Lihat pula Mukhtashor Al ‘Uluw, Adz Dzahabiy,
Tahqiq: Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, hal. 137, Al Maktab Al Islamiy].

17. Dari Abu Muthi’ Al Hakam bin Abdillah Al Balkhiy –pemilik kitab Al Fiqhul
Akbar-, beliau berkata,

‫ﺳﺄ ﻟ ﺖ أ ﺑﺎ ﺣ ﻨ ﯿﻔ ﺔ ﻋ ﻤ ﻦ ﯾﻘ ﻮ ل ﻻ أ ﻋ ﺮ ف ر ﺑ ﻲ ﻓ ﻲ ا ﻟ ﺴ ﻤﺎ ء أ و ﻓ ﻲ ا ﻷ ر ض ﻓﻘﺎ ل ﻗﺪ ﻛﻔ ﺮ ﻷ ن ا ﷲ ﺗ ﻌﺎ ﻟ ﻰ ﯾﻘ ﻮ ل ا ﻟ ﺮ ﺣ ﻤ ﻦ ﻋ ﻠ ﻰ ا ﻟ ﻌ ﺮ ش‬
‫ا ﺳ ﺘ ﻮ ى و ﻋ ﺮ ﺷ ﻪ ﻓ ﻮ ق ﺳ ﻤ ﻮ ا ﺗ ﻪ ﻓﻘ ﻠ ﺖ إ ﻧ ﻪ ﯾﻘ ﻮ ل أ ﻗ ﻮ ل ﻋ ﻠ ﻰ ا ﻟ ﻌ ﺮ ش ا ﺳ ﺘ ﻮ ى و ﻟ ﻜ ﻦ ﻗﺎ ل ﻻ ﯾﺪ ر ي ا ﻟ ﻌ ﺮ ش ﻓ ﻲ ا ﻟ ﺴ ﻤﺎ ء أ و ﻓ ﻲ ا ﻷ ر ض ﻗﺎ ل‬
‫إذ ا أ ﻧ ﻜ ﺮ أ ﻧ ﻪ ﻓ ﻲ ا ﻟ ﺴ ﻤﺎ ء ﻓﻘﺪ ﻛﻔ ﺮ ر و ا ﻫﺎ ﺻﺎ ﺣ ﺐ ا ﻟﻔﺎ ر و ق ﺑﺈ ﺳ ﻨﺎد ﻋ ﻦ أ ﺑ ﻲ ﺑ ﻜ ﺮ ﺑ ﻦ ﻧ ﺼ ﯿ ﺮ ﺑ ﻦ ﯾ ﺤ ﯿ ﻰ ﻋ ﻦ ا ﻟ ﺤ ﻜ ﻢ‬

Aku bertanya pada Abu Hanifah mengenai perkataan seseorang yang menyatakan,
“Aku tidak mengetahui di manakah Rabbku, di langit ataukah di bumi?”

5/33
Imam Abu Hanifah lantas mengatakan, “Orang tersebut telah kafir karena Allah Ta’ala
sendiri berfirman,

ِ ‫اﻟﱠﺮْﺣَﻤُﻦ َﻋﻠَﻰ اْﻟَﻌْﺮ‬


‫ش اْﺳﺘََﻮى‬

“Allah menetap tinggi di atas ‘Arsy”. [QS. Thaha: 5] Dan ‘Arsy-Nya berada di
atas langit.”

Orang tersebut mengatakan lagi, “Aku berkata bahwa Allah memang menetap di atas
‘Arsy.” Akan tetapi orang ini tidak mengetahui di manakah ‘Arsy, di langit
ataukah di bumi.

Abu Hanifah lantas mengatakan, “Jika orang tersebut mengingkari Allah di atas
langit, maka dia kafir.” [Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghofar, Adz Dzahabi, hal. 135-136,
Maktab Adhwaus Salaf, Riyadh, cetakan pertama, 1995].

18. Imam Malik bin Anas (tahun 93-179 H),

Diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin Ahmad bin Hanbal dalam Ar-Radd ‘alal-Jahmiyyah :
Telah menceritakan ayahku, kemudian ia menyebutkan sanadnya dari ‘Abdullah bin
Naafi’, ia berkata : Telah berkata Malik bin Anas :

‫ ﻻ ﯾ ﺨ ﻠ ﻮ ﻣ ﻨ ﻪ ﺷ ﻲ ء‬، ‫ و ﻋ ﻠ ﻤ ﻪ ﻓ ﻲ ﻛ ﻞ ﻣ ﻜﺎ ن‬، ‫ ا ﷲ ﻓ ﻲ ا ﻟ ﺴ ﻤﺎ ء‬.

“Allah berada di atas langit, dan ilmu-Nya berada di setiap tempat. Tidak ada
terlepas dari-Nya sesuatu”. [Diriwayatkan oleh ‘Abdullah dalam As-Sunnah hal. 5, Abu
Dawud dalam Al-Masaail hal. 263, Al-Aajuriiy hal. 289, dan Al-Laalikaa’iy 1/92/2
dengan sanad shahih – dinukil melalui perantaraan Mukhtashar Al-‘Ulluw, hal. 140 no.
130].

19. Telah masyhur riwayat Al-Imam Maalik bin Anas rahimahullah sebagai berikut
:

‫ذ ﻛ ﺮ ه ﻋ ﻠ ﻲ ﺑ ﻦ ا ﻟ ﺮ ﺑ ﯿ ﻊ ا ﻟ ﺘ ﻤ ﯿ ﻤ ﻲ ا ﻟ ﻤﻘ ﺮ ي ﻗﺎ ل ﺛ ﻨﺎ ﻋ ﺒﺪ ا ﷲ ا ﺑ ﻦ أ ﺑ ﻲ د ا ود ﻗﺎ ل ﺛ ﻨﺎ ﺳ ﻠ ﻤ ﺔ ﺑ ﻦ ﺷ ﺒ ﯿ ﺐ ﻗﺎ ل ﺛ ﻨﺎ ﻣ ﻬﺪ ي ﺑ ﻦ ﺟ ﻌﻔ ﺮ ﻋ ﻦ ﺟ ﻌﻔ ﺮ ﺑ ﻦ‬
‫ﻋ ﺒﺪ ا ﷲ ﻗﺎ ل ﺟﺎ ء ر ﺟ ﻞ إ ﻟ ﻰ ﻣﺎ ﻟ ﻚ ﺑ ﻦ أ ﻧ ﺲ ﻓﻘﺎ ل ﯾﺎ أ ﺑﺎ ﻋ ﺒﺪ ا ﷲ ا ﻟ ﺮ ﺣ ﻤ ﻦ ﻋ ﻠ ﻰ ا ﻟ ﻌ ﺮ ش ا ﺳ ﺘ ﻮ ى ﻛ ﯿ ﻒ ا ﺳ ﺘ ﻮ ى ﻗﺎ ل ﻓ ﻤﺎ ر أ ﯾ ﺖ ﻣﺎ ﻟ ﻜﺎ و ﺟﺪ‬
‫ﻣ ﻦ ﺷ ﻲ ء ﻛ ﻤ ﻮ ﺟﺪ ﺗ ﻪ ﻣ ﻦ ﻣﻘﺎ ﻟ ﺘ ﻪ و ﻋ ﻼ ه ا ﻟ ﺮ ﺣ ﻀﺎ ء ﯾ ﻌ ﻨ ﻲ ا ﻟ ﻌ ﺮ ق ﻗﺎ ل و ا ﻃ ﺮ ق ا ﻟﻘ ﻮ م و ﺟ ﻌ ﻠ ﻮ ا ﯾ ﻨ ﺘ ﻈ ﺮ و ن ﻣﺎ ﯾﺄ ﺗ ﻲ ﻣ ﻨ ﻪ ﻓ ﯿ ﻪ ﻗﺎ ل ﻓ ﺴ ﺮ ى ﻋ ﻦ‬
‫ﻣﺎ ﻟ ﻚ ﻓﻘﺎ ل ا ﻟ ﻜ ﯿ ﻒ ﻏ ﯿ ﺮ ﻣ ﻌﻘ ﻮ ل و ا ﻻ ﺳ ﺘ ﻮ ا ء ﻣ ﻨ ﻪ ﻏ ﯿ ﺮ ﻣ ﺠ ﻬ ﻮ ل و ا ﻹ ﯾ ﻤﺎ ن ﺑ ﻪ و ا ﺟ ﺐ و ا ﻟ ﺴ ﺆ ا ل ﻋ ﻨ ﻪ ﺑﺪ ﻋ ﺔ ﻓﺈ ﻧ ﻲ أ ﺧﺎ ف أ ن ﺗ ﻜ ﻮ ن ﺿﺎ ﻻ‬
‫و ا ﻣ ﺮ ﺑ ﻪ ﻓﺄ ﺧ ﺮ ج‬

Telah menyebutkan kepadanya ‘Aliy bin Ar-Rabii’ At-Tamimiy Al-Muqri’, ia berkata :


Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Abi Dawud, ia berkata : Telah
menceritakan kepada kami Salamah bin Syabiib, ia berkata : Telah menceritakan
kepada kami Mahdiy bin Ja’far, dari Ja’far bin ‘Abdillah, ia berkata : Datang seorang
laki-laki kepada Malik bin Anas.

Ia berkata : “Wahai Abu ‘Abdillah, ‘Ar-Rahman yang beristiwaa’ (bersemayam) di atas


‘Arsy’; bagaimana Allah beristiwaa’ ?”.

6/33
Perawi berkata : “Belum pernah aku melihat beliau (Malik) marah sedemikian rupa
seperti marahnya beliau kepada orang itu. Tubuhnya berkeringat, orang-
orang pun terdiam. Mereka terus menantikan apa yang akan terjadi. Maka keadaan
Al-Imam Malik kembali normal, beliau berkata :

“Kaifiyah-nya tidaklah dapat dinalar, istiwaa’ sendiri bukan sesuatu yang


majhul, beriman kepadanya adalah wajib, dan bertanya tentangnya adalah
bid’ah. Dan sesungguhnya aku khawatir kamu berada dalam kesesatan”. Kemudian
beliau memerintahkan orang tersebut untuk dikeluarkan dari majelisnya. [Syarh
Ushuulil-I’tiqad Ahlis-Sunnah wal-Jama’ah, hal. 398, tahqiq : Ahmad bin Mas’ud bin
Hamdaan; desertasi S3].

Makna “istiwaa’ itu bukan sesuatu yang majhuul” adalah bahwa istiwaa’ itu
diketahui maknanya secara hakiki sebagaimana dhahir bahasa Arab yang
jelas.

20. Abu Abdillah Muhammad bin Idris Asy Syafi’i (yang terkenal dengan Imam
Syafi’I, tahun 150-204 H).

Syaikhul Islam berkata bahwa telah mengabarkan kepada kami Abu Ya’la Al Kholil bin
Abdullah Al Hafizh, beliau berkata bahwa telah memberitahukan kepada kami Abul
Qosim bin ‘Alqomah Al Abhariy, beliau berkata bahwa Abdurrahman bin Abi Hatim Ar
Roziyah telah memberitahukan pada kami, dari Abu Syu’aib dan Abu Tsaur, dari Abu
Abdillah Muhammad bin Idris Asy Syafi’i, beliau berkata,

‫ا ﻟﻘ ﻮ ل ﻓ ﻲ ا ﻟ ﺴ ﻨ ﺔ ا ﻟ ﺘ ﻲ أ ﻧﺎ ﻋ ﻠ ﯿ ﻬﺎ و ر أ ﯾ ﺖ ا ﺻ ﺤﺎ ﺑ ﻨﺎ ﻋ ﻠ ﯿ ﻬﺎ ا ﺻ ﺤﺎ ب ا ﻟ ﺤﺪ ﯾ ﺚ ا ﻟﺬ ﯾ ﻦ ر أ ﯾ ﺘ ﻬ ﻢ ﻓﺄ ﺧﺬ ت ﻋ ﻨ ﻬ ﻢ ﻣ ﺜ ﻞ ﺳﻔ ﯿﺎ ن و ﻣﺎ ﻟ ﻚ و ﻏ ﯿ ﺮ ﻫ ﻤﺎ‬
‫ا ﻹ ﻗ ﺮ ا ر ﺑ ﺸ ﻬﺎد ة ا ن ﻻ ا ﻟ ﻪ ا ﻻ ا ﷲ و ا ن ﻣ ﺤ ﻤﺪ ا ر ﺳ ﻮ ل ا ﷲ وذ ﻛ ﺮ ﺷ ﯿ ﺌﺎ ﺛ ﻢ ﻗﺎ ل و ا ن ا ﷲ ﻋ ﻠ ﻰ ﻋ ﺮ ﺷ ﻪ ﻓ ﻲ ﺳ ﻤﺎ ﺋ ﻪ ﯾﻘ ﺮ ب ﻣ ﻦ ﺧ ﻠﻘ ﻪ ﻛ ﯿ ﻒ ﺷﺎ ء‬
‫و ا ن ا ﷲ ﺗ ﻌﺎ ﻟ ﻰ ﯾ ﻨ ﺰ ل ا ﻟ ﻰ ا ﻟ ﺴ ﻤﺎ ء ا ﻟﺪ ﻧ ﯿﺎ ﻛ ﯿ ﻒ ﺷﺎ ء وذ ﻛ ﺮ ﺳﺎ ﺋ ﺮ ا ﻻ ﻋ ﺘﻘﺎد‬

“Perkataan dalam As Sunnah yang aku dan pengikutku serta pakar hadits meyakininya,
juga hal ini diyakini oleh Sufyan, Malik dan selainnya : “Kami mengakui bahwa tidak
ada sesembahan yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah. Kami pun
mengakui bahwa Muhammad adalah utusan Allah.” Lalu Imam Asy Syafi’i mengatakan,
“Sesungguhnya Allah berada di atas ‘Arsy-Nya yang berada di atas langit-Nya,
namun walaupun begitu Allah pun dekat dengan makhluk-Nya sesuai yang Dia
kehendaki. Allah Ta’ala turun ke langit dunia sesuai dengan kehendak-Nya.”
Kemudian beliau rahimahullah menyebutkan beberapa keyakinan (i’tiqod) lainnya.
[Lihat Itsbatu Shifatul ‘Uluw, hal. 123-124. Disebutkan pula dalam Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil
Ghofar, hal.165]

21. Imam Ahmad bin Hambal (tahun 164-241 H).

Beliau pernah ditanya,

‫ﻣﺎ ﻣ ﻌ ﻨ ﻰ ﻗ ﻮ ﻟ ﻪ و ﻫ ﻮ ﻣ ﻌ ﻜ ﻢ أ ﯾ ﻨ ﻤﺎ ﻛ ﻨ ﺘ ﻢ و ﻣﺎ ﯾ ﻜ ﻮ ن ﻣ ﻦ ﻧ ﺠ ﻮ ى ﺛ ﻼ ﺛ ﻪ ا ﻻ ﻫ ﻮ ر ا ﺑ ﻌ ﻬ ﻢ ﻗﺎ ل ﻋ ﻠ ﻤ ﻪ ﻋﺎ ﻟ ﻢ ا ﻟ ﻐ ﯿ ﺐ و ا ﻟ ﺸ ﻬﺎد ه ﻋ ﻠ ﻤ ﻪ ﻣ ﺤ ﯿ ﻂ ﺑ ﻜ ﻞ‬
‫ﺷ ﻲ ء ﺷﺎ ﻫﺪ ﻋ ﻼ م ا ﻟ ﻐ ﯿ ﻮ ب ﯾ ﻌ ﻠ ﻢ ا ﻟ ﻐ ﯿ ﺐ ر ﺑ ﻨﺎ ﻋ ﻠ ﻰ ا ﻟ ﻌ ﺮ ش ﺑ ﻼ ﺣﺪ و ﻻ ﺻﻔ ﻪ و ﺳ ﻊ ﻛ ﺮ ﺳ ﯿ ﻪ ا ﻟ ﺴ ﻤ ﻮ ا ت و ا ﻷ ر ض‬

7/33
“Apa makna firman Allah,

‫َوُﻫَﻮ َﻣَﻌُﻜْﻢ أَْﯾَﻦ َﻣﺎ ُﻛْﻨُﺘْﻢ‬

“Dan Allah bersama kamu di mana saja kamu berada.” [QS. Al Hadiid: 4]

‫َﻣﺎ َﯾُﻜﻮُن ِﻣْﻦ َﻧْﺠَﻮى َﺛَﻼَﺛٍﺔ ِإﱠﻻ ُﻫَﻮ َراِﺑُﻌُﻬْﻢ‬

“Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya.” [ QS.
Al Mujadilah: 7]

Yang dimaksud dengan kebersamaan tersebut adalah ilmu Allah. Allah mengetahui
yang ghoib dan yang nampak. Ilmu Allah meliputi segala sesuatu yang nampak dan
yang tersembunyi. Namun Rabb kita tetap menetap tinggi di atas ‘Arsy, tanpa dibatasi
dengan ruang, tanpa dibatasi dengan bentuk. Kursi-Nya meliputi langit dan bumi.
Kursi-Nya pun meliputi langit dan bumi.” [Lihat Itsbat Sifatil ‘Uluw, hal. 116].

22. Imam Adz Dzahabiy rahimahullah mengatakan, “Pembahasan dari Imam


Ahmad mengenai ketinggian Allah di atas seluruh makhluk-Nya amatlah banyak.
Karena beliaulah pembela sunnah, sabar menghadapi cobaan, semoga beliau disaksikan
sebagai ahli surga. Imam Ahmad mengatakan kafirnya orang yang mengatakan Al
Qur’an itu makhluk, sebagaimana telah mutawatir dari beliau mengenai hal ini. Beliau
pun menetapkan adanya sifat ru’yah (Allah itu akan dilihat di akhirat kelak) dan sifat Al
‘Uluw (ketinggian di atas seluruh makhluk-Nya).” [Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghofar, hal. 176.
Lihat pula Mukhtashor Al ‘Uluw, hal. 189]

23. Diriwayatkan dari Yusuf bin Musa Al Ghadadiy, beliau berkata,

‫ﻗ ﯿ ﻞ ﻷ ﺑ ﻲ ﻋ ﺒﺪ ا ﷲ ا ﺣ ﻤﺪ ﺑ ﻦ ﺣ ﻨ ﺒ ﻞ ا ﷲ ﻋ ﺰ و ﺟ ﻞ ﻓ ﻮ ق ا ﻟ ﺴ ﻤﺂ ء ا ﻟ ﺴﺎ ﺑ ﻌ ﺔ ﻋ ﻠ ﻰ ﻋ ﺮ ﺷ ﻪ ﺑﺎ ﺋ ﻦ ﻣ ﻦ ﺧ ﻠﻘ ﻪ و ﻗﺪ ر ﺗ ﻪ و ﻋ ﻠ ﻤ ﻪ ﺑ ﻜ ﻞ ﻣ ﻜﺎ ن ﻗﺎ ل ﻧ ﻌ ﻢ‬
‫ﻋ ﻠ ﻰ ا ﻟ ﻌ ﺮ ش و ﻻ ﯾ ﺨ ﻠ ﻮ ﻣ ﻨ ﻪ ﻣ ﻜﺎ ن‬

Imam Ahmad bin Hambal pernah ditanyakan, “Apakah Allah ‘azza wa jalla berada
di atas langit ketujuh, di atas ‘Arsy-Nya, terpisah dari makhluk-Nya, sedangkan
kemampuan dan ilmu-Nya di setiap tempat (di mana-mana)?” Imam Ahmad pun
menjawab, “Betul sekali. Allah berada di atas ‘Arsy-Nya, setiap tempat tidaklah
lepas dari ilmu-Nya.” [ Lihat Itsbat Sifatil ‘Uluw, hal. 116].

24. Al Auza’i Abu ‘Amr ‘Abdurrahman bin ‘Amr [hidup sebelum tahun 157 H],
Seorang Alim di Negeri Syam di Masanya Berbicara Mengenai Keyakinannya:

‫ﻗﺎ ل أ ﺑ ﻮ ﻋ ﺒﺪ ا ﷲ ا ﻟ ﺤﺎ ﻛ ﻢ أ ﺧ ﺒ ﺮ ﻧ ﻲ ﻣ ﺤ ﻤﺪ ﺑ ﻦ ﻋ ﻠ ﻲ ا ﻟ ﺠ ﻮ ﻫ ﺮ ي ﺑ ﺒ ﻐﺪ اد ﻗﺎ ل ﺣﺪ ﺛ ﻨﺎ إ ﺑ ﺮ ا ﻫ ﯿ ﻢ ﺑ ﻦ ا ﻟ ﻬ ﯿ ﺜ ﻢ ا ﻟ ﺒ ﻠﺪ ي ﻗﺎ ل ﺣﺪ ﺛ ﻨﺎ ﻣ ﺤ ﻤﺪ ﺑ ﻦ ﻛ ﺜ ﯿ ﺮ‬
‫ا ﻟ ﻤ ﺼ ﯿ ﺼ ﻲ ﻗﺎ ل ﺳ ﻤ ﻌ ﺖ ا ﻷ و ز ا ﻋ ﻲ ﯾﻘ ﻮ ل ﻛ ﻨﺎ و ا ﻟ ﺘﺎ ﺑ ﻌ ﻮ ن ﻣ ﺘ ﻮ ا ﻓ ﺮ و ن ﻧﻘ ﻮ ل إ ن ا ﷲ ﻋ ﺰ و ﺟ ﻞ ﻓ ﻮ ق ﻋ ﺮ ﺷ ﻪ و ﻧ ﺆ ﻣ ﻦ ﺑ ﻤﺎ و رد ت ﺑ ﻪ ا ﻟ ﺴ ﻨ ﺔ‬
‫ﻣ ﻦ ﺻﻔﺎ ﺗ ﻪ‬

Abu ‘Abdillah Al Hakim mengatakan, Muhammad bin Ali Al Jauhari telah


mengabarkan kepadaku di Bagdad. Ia mengatakan, Ibrahim bin Al Haitsam Al Baladi
telah menceritakan pada kami. Ia mengatakan, Muhammd bin Katsir Al Missisiy telah
menceritakan pada kami. Ia berkata, aku mendengar Al Auza’i mengatakan, “Kami dan
8/33
pengikut kami mengatakan bahwa Allah ‘azza wa jalla berada di atas ‘Arsy-Nya. Kami
beriman terhadap sifat-Nya yang ditunjukkan oleh As Sunnah.” [Dikeluarkan oleh Al
Baihaqi dalam Kitab Al Asma’ wa Ash Shifat. Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar, 136.
Ibnu Taimiyah sebagaimana dalam Al Aqidah Al Hamawiyah menyatakan bahwa
sanadnya shahih, sebagaimana pula hal ini diikuti oleh muridnya (Ibnul Qayyim) dalam
Al Juyusy Al Islamiyah].

25. Diriwayatkan dari Abu Ishaq Ats Tsa’labi –seorang pakar tafsir, ia berkata, “Al
Auza’i pernah ditanya mengenai firman Allah Ta’ala,

ِ ‫ُﺛﱠﻢ اْﺳﺘََﻮى َﻋﻠَﻰ اْﻟَﻌْﺮ‬


‫ش‬

“Kemudian Allah menetap tinggi di atas ‘Arsy-Nya”. Al Auza’iy mengatakan, “Allah


berada di atas ‘Arsy-Nya sebagaimana yang Dia sifati bagi Diri-Nya.” [ Lihat Al ‘Uluw lil
‘Aliyyil Ghoffar, 137].

26. Muqaatil bin Hayyaan (semasa dengan Imam Al Auza’i, beliau hidup sebelum
tahun 150 H).

Diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin Ahmad, dari ayahnya, dari Nuuh bin Maimuun, dari
Bukair bin Ma’ruuf, dari Muqaatil bin Hayyaan tentang firman Allah ta’ala : ‘Tiada
pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah yang keempatnya’ (QS. Al-
Mujaadalah : 7), ia berkata :

‫ و ﻋﻠﻤ ﻪ ﻣﻌﻬ ﻢ‬،‫ ﻫ ﻮ ﻋﻠ ﻰ ﻋ ﺮ ﺷ ﻪ‬.

“Allah berada di atas ‘Arsy, dan ilmu-Nya bersama mereka”. [Diriwayatkan oleh
‘Abdullah bin Ahmad dalam As-Sunnah hal. 71, Abu Dawud dalam Al-Masaail hal. 263,
dan yang lainnya dengan sanad hasan melalui perantaraan Mukhtashar Al-‘Ulluw, hal.
138 no. 124].

27. Diriwayatkan dari Al Baihaqi dengan sanad darinya, dari Muqotil bin Hayyan. Ia
berkata, “Allah-lah yang lebih memahami firman-Nya:
َ َ
‫ُ َﻮ اْﻷﱠوُل َواْﻵِﺧُﺮ‬

Huwal awwalu wal akhiru … (Allah adalah Al Awwal dan Al Akhir …) (QS. Al Hadiid: 3).
Makna Al Awwalu adalah sebelum segala sesuatu. Al Akhir adalah setelah segala
sesuatu. Azh Zhohir adalah di atas segala sesuatu. Al Bathin adalah lebih dekat dari
segala sesuatu. Kedekatan Allah adalah dengan ilmu-Nya. Sedangkan Allah sendiri
berada di atas ‘Arsy-Nya.”

Adz Dzahabi mengatakan, “Muqotil adalah ulama yang tsiqoh dan dia adalah imam
besar yang semasa dengan Al Auza’i.” [ Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar, 137. Syaikh Al
Albani mengatakan bahwa dalam sanad yang disebutkan oleh Al Baihaqi (hal. 430-431)
terdapat Ismail bin Qutaibah. Ibnu Abi Hatim tidak memberikan penilaian positif

9/33
(ta’dil) atau negatif (jarh) terhadapnya. Telah diriwayatkan pula oleh Abu Muhammad
Abdullah bin Muhammad bin Musa Al Ka’bi, rowi dari atsar ini darinya. Beliau
merupakan guru dari Al Hakim. Lihat Mukhtashor Al ‘Uluw, hal. 138].

28. Sufyan Ats Tsauri [hidup pada tahun 97-161 H].

‫ر و ى ﻏ ﯿ ﺮ و ا ﺣﺪ ﻋ ﻦ ﻣ ﻌﺪ ا ن ا ﻟﺬ ي ﯾﻘ ﻮ ل ﻓ ﯿ ﻪ ا ﺑ ﻦ ا ﻟ ﻤ ﺒﺎ ر ك ﻫ ﻮ أ ﺣﺪ ا ﻷ ﺑﺪ ا ل ﻗﺎ ل ﺳﺄ ﻟ ﺖ ﺳﻔ ﯿﺎ ن ا ﻟ ﺜ ﻮ ر ي ﻋ ﻦ ﻗ ﻮ ﻟ ﻪ ﻋ ﺰ و ﺟ ﻞ و ﻫ ﻮ ﻣ ﻌ ﻜ ﻢ‬
‫أ ﯾ ﻨ ﻤﺎ ﻛ ﻨ ﺘ ﻢ ﻗﺎ ل ﻋ ﻠ ﻤ ﻪ‬

Diriwayatkan lebih dari satu orang dari Mi’dan, yang Ibnul Mubarok juga mengatakan
hal ini. Ia mengatakan bahwa ia bertanya pada Sufyan Ats Tsauri mengenai firman
Allah ‘azza wa jalla,

‫َوُﻫَﻮ َﻣَﻌُﻜْﻢ أَْﯾَﻦ َﻣﺎ ُﻛْﻨُﺘْﻢ‬

“Dia (Allah) bersama kalian di mana saja kalian berada.” (QS. Al Hadid: 4). Sufyan Ats
Tsauri menyatakan bahwa yang dimaksudkan adalah ilmu Allah (yang berada bersama
kalian, bukan dzat Allah, pen). [ Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar, 137-138].

29. Abdullah bin Al Mubarok [Seorang Alim Besar Negeri Khurosan tahun 118 –
181 H], Menyatakan Allah Berada di Atas Langit Ketujuh,

‫ﺻ ﺢ ﻋ ﻦ ﻋ ﻠ ﻲ ﺑ ﻦ ا ﻟ ﺤ ﺴ ﻦ ﺑ ﻦ ﺷﻘ ﯿ ﻖ ﻗﺎ ل ﻗ ﻠ ﺖ ﻟ ﻌ ﺒﺪ ا ﷲ ﺑ ﻦ ا ﻟ ﻤ ﺒﺎ ر ك ﻛ ﯿ ﻒ ﻧ ﻌ ﺮ ف ر ﺑ ﻨﺎ ﻋ ﺰ و ﺟ ﻞ ﻗﺎ ل ﻓ ﻲ ا ﻟ ﺴ ﻤﺎ ء ا ﻟ ﺴﺎ ﺑ ﻌ ﺔ ﻋ ﻠ ﻰ ﻋ ﺮ ﺷ ﻪ‬
‫و ﻻ ﻧﻘ ﻮ ل ﻛ ﻤﺎ ﺗﻘ ﻮ ل ا ﻟ ﺠ ﻬ ﻤ ﯿ ﺔ إ ﻧ ﻪ ﻫﺎ ﻫ ﻨﺎ ﻓ ﻲ ا ﻷ ر ض ﻓﻘ ﯿ ﻞ ﻫﺬ ا ﻷ ﺣ ﻤﺪ ﺑ ﻦ ﺣ ﻨ ﺒ ﻞ ﻓﻘﺎ ل ﻫ ﻜﺬ ا ﻫ ﻮ ﻋ ﻨﺪ ﻧﺎ‬

Telah shahih dari ‘Ali bin Al Hasan bin Syaqiq, dia berkata, “Aku berkata kepada
Abdullah bin Al Mubarok, bagaimana kita mengenal Rabb kita ‘azza wa jalla. Ibnul
Mubarok menjawab, “Rabb kita berada di atas langit ketujuh dan di atasnya adalah
‘Arsy. Tidak boleh kita mengatakan sebagaimana yang diyakini oleh orang-orang
Jahmiyah yang mengatakan bahwa Allah berada di sini yaitu di muka bumi.” Kemudian
ada yang menanyakan tentang pendapat Imam Ahmad bin Hambal mengenai hal ini.
Ibnul Mubarok menjawab, “Begitulah Imam Ahmad sependapat dengan kami.” [Lihat
Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar, 149. Riwayat ini dishahihkan oleh Ibnu Taimiyah dalam Al
Hamawiyah dan Ibnul Qayyim dalam Al Juyusy. Lihat Mukhtashor Al ‘Uluw, hal. 152].

30. Abu Bakr Al Atsrom mengatakan bahwa Muhammad bin Ibrahim Al Qoisi
mengabarkan padanya, ia berkata bahwa Imam Ahmad bin Hambal menceritakan dari
Ibnul Mubarok ketika ada yang bertanya padanya,

‫ﻛ ﯿ ﻒ ﻧ ﻌ ﺮ ف ر ﺑ ﻨﺎ‬

“Bagaimana kami bisa mengetahui Rabb kami?” Ibnul Mubarok menjawab,

‫ﻓ ﻲ ا ﻟ ﺴ ﻤﺎ ء ا ﻟ ﺴﺎ ﺑ ﻌ ﺔ ﻋ ﻠ ﻰ ﻋ ﺮ ﺷ ﻪ‬

“Allah di atas langit yang tujuh, di atas ‘Arsy-Nya.” Imam Ahmad lantas mengatakan,

‫ﻫ ﻜﺬ ا ﻫ ﻮ ﻋ ﻨﺪ ﻧﺎ‬
10/33
“Begitu juga keyakinan kami.” [ Lihat Itsbat Sifatil ‘Uluw, hal. 118].

31. Diriwayatkan dari Abdullah bin Ahmad ketika membantah pendapat Jahmiyah dan
beliau membawakan sanadnya dari Ibnul Mubarok. Ia ceritakan bahwa ada
seseorang yang mengatakan pada Ibnul Mubarok, “Wahai Abu ‘Abdirrahman (Ibnul
Mubarok), sungguh pengenalan tentang Allah menjadi samar karena pemikiran-
pemikiran yang diklaim oleh Jahmiyah.” Ibnul Mubarok lantas menjawab, “Tidak usah
khawatir. Mereka mengklaim bahwa Allah sebagai sesembahanmu yang sebenarnya
berada di atas langit sana, namun mereka katakan Allah tidak di atas langit.” [Lihat Al
‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar, 150. Syaikh Al Albani mengatakan dikeluarkan dalam As
Sunnah (hal. 7) dari Ahmad bin Nashr, dari Malik, telah mengabarkan kepadaku
seseorang dari Ibnul Mubarok. Seluruh periwayatnya tsiqoh (terpercaya) kecuali yang
tidak disebutkan namanya. Lihat Mukhtashor Al ‘Uluw, hal. 152].

32. ‘Abbad bin Al ‘Awwam [ hidup sekitar tahun 185 H], Muhaddits (Pakar Hadits)
dari Daerah Wasith.

‫ﻗﺎ ل ﻋ ﺒﺎد ﺑ ﻦ ا ﻟ ﻌ ﻮ ا م ﻛ ﻠ ﻤ ﺖ ﺑ ﺸ ﺮ ا ا ﻟ ﻤ ﺮ ﯾ ﺴ ﻲ و أ ﺻ ﺤﺎ ﺑ ﻪ ﻓ ﺮ أ ﯾ ﺖ آ ﺧ ﺮ ﻛ ﻼ ﻣ ﻬ ﻢ ﯾ ﻨ ﺘ ﻬ ﻲ إ ﻟ ﻰ أ ن ﯾﻘ ﻮ ﻟ ﻮ ا ﻟ ﯿ ﺲ ﻓ ﻲ ا ﻟ ﺴ ﻤﺎ ء ﺷ ﻲ ء أ ر ى أ ن ﻻ‬
‫ﯾ ﻨﺎ ﻛ ﺤ ﻮ ا و ﻻ ﯾ ﻮ ا ر ﺛ ﻮ ا‬

‘Abbad bin Al ‘Awwam mengatakan, “Aku pernah berkata Basyr Al Murosi dan
pengikutnya, aku pun melihat bahwa mereka mengatakan, “Di atas langit tidak ada
sesuatu pun. Aku menilai bahwa orang semacam ini tidak boleh dinikahi dan diwarisi.”
[ Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar, 151].

33. ‘Abdurrahman bin Mahdi [hidup pada tahun 125-198 H], Seorang Imam Besar.

‫ا ﺑ ﻦ ﻣ ﻬﺪ ي ﻗﺎ ل إ ن ا ﻟ ﺠ ﻬ ﻤ ﯿ ﺔ أ ر اد و ا أ ن ﯾ ﻨﻔ ﻮ ا أ ن ﯾ ﻜ ﻮ ن ا ﷲ ﻛ ﻠ ﻢ ﻣ ﻮ ﺳ ﻰ و أ ن ﯾ ﻜ ﻮ ن ﻋ ﻠ ﻰ ا ﻟ ﻌ ﺮ ش أ ر ى أ ن ﯾ ﺴ ﺘ ﺘﺎ ﺑ ﻮ ا ﻓﺈ ن ﺗﺎ ﺑ ﻮ ا و إ ﻻ‬
‫ﺿ ﺮ ﺑ ﺖ أ ﻋ ﻨﺎ ﻗ ﻬ ﻢ‬

‘Abdurrahman bin Mahdi mengatakan bahwa Jahmiyah menginginkan agar


dinafikannya pembicaraan Allah dengan Musa, dinafikannya keberedaan Allah
menetap tinggi di atas ‘Arsy. Orang seperti ini mesti dimintai taubat. Jika tidak, maka
lehernya pantas dipenggal. [Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar, hal. 159. Dikeluarkan
pula oleh Abdullah (hal. 10-11) dari jalannya, disebutkan secara ringkas. Ibnul Qayyim
menshahihkan riwayat ini dalam Al Juyusy. Lihat Mukhtashor Al ‘Uluw hal. 170].

34. Syaikhul Islam Yazid bin Harun [hidup sebelum tahun 206 H],

‫ﻗﺎ ل ا ﻟ ﺤﺎ ﻓ ﻆ أ ﺑ ﻮ ﻋ ﺒﺪ ا ﻟ ﺮ ﺣ ﻤ ﻦ ﺑ ﻦ ا ﻹ ﻣﺎ م أ ﺣ ﻤﺪ ﻓ ﻲ ﻛ ﺘﺎ ب ا ﻟ ﺮد ﻋ ﻠ ﻰ ا ﻟ ﺠ ﻬ ﻤ ﯿ ﺔ ﺣﺪ ﺛ ﻨ ﻲ ﻋ ﺒﺎ س ا ﻟ ﻌ ﻨ ﺒ ﺮ ي أ ﺧ ﺒ ﺮ ﻧﺎ ﺷﺎذ ﺑ ﻦ ﯾ ﺤ ﯿ ﻰ ﺳ ﻤ ﻌ ﺖ ﯾ ﺰ ﯾﺪ‬


‫ﺑ ﻦ ﻫﺎ ر و ن و ﻗ ﯿ ﻞ ﻟ ﻪ ﻣ ﻦ ا ﻟ ﺠ ﻬ ﻤ ﯿ ﺔ ﻗﺎ ل ﻣ ﻦ ز ﻋ ﻢ أ ن ا ﻟ ﺮ ﺣ ﻤ ﻦ ﻋ ﻠ ﻰ ا ﻟ ﻌ ﺮ ش ا ﺳ ﺘ ﻮ ى ﻋ ﻠ ﻰ ﺧ ﻼ ف ﻣﺎ ﯾﻘ ﺮ ﻓ ﻲ ﻗ ﻠ ﻮ ب ا ﻟ ﻌﺎ ﻣ ﺔ ﻓ ﻬ ﻮ ﺟ ﻬ ﻤ ﻲ‬

Al Hafizh Abu ‘Abdirrahman bin Al Imam Ahmad dalam kitab bantahan terhadap
Jahmiyah, ia mengatakan, ‘Abbas Al Ambari telah menceritakan padaku, ia
mengatakan, Syadz bin Yahya telah menceritakan pada kami bahwa ia mendengar Yazid
bin Harun ditanya tentang Jahmiyah. Yazid mengatakan, “Siapa yang mengklaim
bahwa Allah Yang Maha Pengasih menetap tinggi di atas ‘Arsy namun menyelisih apa
11/33
yang diyakini oleh hati mayoritas manusia, maka ia adalah Jahmi.” [Lihat Al ‘Uluw lil
‘Aliyyil Ghoffar, 157. Abdullah bin Ahmad mengeluarkan dalam As Sunnah (hal. 11-12)
dari jalannya. Namun Adz Dzahabi menyebutkan dari selain kitab itu yaitu dalam kitab
Ar Rodd ‘alal Jahmiyah (bantahan terhadap Jahmiyah), Abdullah berkata, Abbas bin Al
‘Azhim Al Ambari telah mengabarkan pada kamim Syadz bin Yahya telah menceritakan
pada kami. Juga riwayat ini dikeluarkan oleh Abu Daud dalam Masail (hal. 268), ia
berkata, Ahmad bin Sinan telah menceritakan pada kami, ia berkata: Aku mendengar
Syadz bin Yahya. Lihat Mukhtashor Al ‘Uluw, hal. 168].

35. Sa’id bin ‘Amir Adh Dhuba’i [hidup pada tahun 122-208 H], Ulama Bashroh.

‫ﻗﺎ ل ﻋ ﺒﺪ ا ﻟ ﺮ ﺣ ﻤ ﻦ ﺑ ﻦ أ ﺑ ﻲ ﺣﺎ ﺗ ﻢ ﺣﺪ ﺛ ﻨﺎ أ ﺑ ﻲ ﻗﺎ ل ﺣﺪ ﺛ ﺖ ﻋ ﻦ ﺳ ﻌ ﯿﺪ ا ﺑ ﻦ ﻋﺎ ﻣ ﺮ ا ﻟ ﻀ ﺒ ﻌ ﻲ أ ﻧ ﻪ ذ ﻛ ﺮ ا ﻟ ﺠ ﻬ ﻤ ﯿ ﺔ ﻓﻘﺎ ل ﻫ ﻢ ﺷ ﺮ ﻗ ﻮ ﻻ ﻣ ﻦ ا ﻟ ﯿ ﻬ ﻮد‬


‫و ا ﻟ ﻨ ﺼﺎ ر ى ﻗﺪ إ ﺟ ﺘ ﻤ ﻊ ا ﻟ ﯿ ﻬ ﻮد و ا ﻟ ﻨ ﺼﺎ ر ى و أ ﻫ ﻞ ا ﻷد ﯾﺎ ن ﻣ ﻊ ا ﻟ ﻤ ﺴ ﻠ ﻤ ﯿ ﻦ ﻋ ﻠ ﻰ أ ن ا ﷲ ﻋ ﺰ و ﺟ ﻞ ﻋ ﻠ ﻰ ا ﻟ ﻌ ﺮ ش و ﻗﺎ ﻟ ﻮ ا ﻫ ﻢ ﻟ ﯿ ﺲ ﻋ ﻠ ﻰ ﺷ ﻲ ء‬

‘Abdurrahman bin Abi Hatim berkata, ayahku menceritakan kepada kami, ia berkata
aku diceritakan dari Sa’id bin ‘Amir Adh Dhuba’I bahwa ia berbicara mengenai
Jahmiyah. Beliau berkata, “Jahmiyah lebih jelek dari Yahudi dan Nashrani. Telah
diketahui bahwa Yahudi dan Nashrani serta agama lainnya bersama kaum muslimin
bersepakat bahwa Allah ‘azza wa jalla menetap tinggi di atas ‘Arsy. Sedangkan
Jahmiyah, mereka katakan bahwa Allah tidak di atas sesuatu pun.” [Lihat Al ‘Uluw lil
‘Aliyyil Ghoffar, hal. 157 dan Mukhtashor Al ‘Uluw hal. 168].

36. Wahb bin Jarir [meninggal tahun 206 H], Ulama Besar Bashroh,

‫ﻣ ﺤ ﻤﺪ ﺑ ﻦ ﺣ ﻤﺎد ﻗﺎ ل ﺳ ﻤ ﻌ ﺖ و ﻫ ﺐ ﺑ ﻦ ﺟ ﺮ ﯾ ﺮ ﯾﻘ ﻮ ل إ ﯾﺎ ﻛ ﻢ و ر أ ي ﺟ ﻬ ﻢ ﻓﺈ ﻧ ﻬ ﻢ ﯾ ﺤﺎ و ﻟ ﻮ ن أ ﻧ ﻪ ﻟ ﯿ ﺲ ﺷ ﻲ ء ﻓ ﻲ ا ﻟ ﺴ ﻤﺎ ء و ﻣﺎ ﻫ ﻮ إ ﻻ ﻣ ﻦ و ﺣ ﻲ‬
‫إ ﺑ ﻠ ﯿ ﺲ ﻣﺎ ﻫ ﻮ إ ﻻ ا ﻟ ﻜﻔ ﺮ‬

Muhammad bin Hammad mengatakan bahwa ia mendengar Wahb bin Jarir berkata,
“Waspadalah dengan pemikiran Jahmiyam. Sesungguhnya mereka memalingkan
makna bahwa di atas langit sesuatu pun (berarti Allah tidak di atas langit, pen).
Sesungguhnya pemikiran semacam ini hanyalah wahyu dari Iblis. Perkataan semacam
tidak lain hanyalah perkataan kekufuran.” [Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar, hal. 159.
Atsar ini dishahihkan oleh Ibnul Qayyim dalam Al Juyusy. Lihat Mukhtashor Al ‘Uluw,
hal. 170].

37. Al Qo’nabi [meninggal tahun 221 H], Ulama Besar di Masanya,

‫ﻗﺎ ل ﺑ ﻨﺎ ن ﺑ ﻦ أ ﺣ ﻤﺪ ﻛ ﻨﺎ ﻋ ﻨﺪ ا ﻟﻘ ﻌ ﻨ ﺒ ﻲ ر ﺣ ﻤ ﻪ ا ﷲ ﻓ ﺴ ﻤ ﻊ ر ﺟ ﻼ ﻣ ﻦ ا ﻟ ﺠ ﻬ ﻤ ﯿ ﺔ ﯾﻘ ﻮ ل ا ﻟ ﺮ ﺣ ﻤ ﻦ ﻋ ﻠ ﻰ ا ﻟ ﻌ ﺮ ش ا ﺳ ﺘ ﻮ ى ﻓﻘﺎ ل ا ﻟﻘ ﻌ ﻨ ﺒ ﻲ ﻣ ﻦ ﻻ ﯾ ﻮ ﻗ ﻦ‬
‫أ ن ا ﻟ ﺮ ﺣ ﻤ ﻦ ﻋ ﻠ ﻰ ا ﻟ ﻌ ﺮ ش ا ﺳ ﺘ ﻮ ى ﻛ ﻤﺎ ﯾﻘ ﺮ ﻓ ﻲ ﻗ ﻠ ﻮ ب ا ﻟ ﻌﺎ ﻣ ﺔ ﻓ ﻬ ﻮ ﺟ ﻬ ﻤ ﻲ أ ﺧ ﺮ ﺟ ﻬ ﻤﺎ ﻋ ﺒﺪ ا ﻟ ﻌ ﺰ ﯾ ﺰ ا ﻟﻘ ﺤ ﯿ ﻄ ﻲ ﻓ ﻲ ﺗ ﺼﺎ ﻧ ﯿﻔ ﻪ و ا ﻟ ﻤ ﺮ اد ﺑﺎ ﻟ ﻌﺎ ﻣ ﺔ‬
‫ﻋﺎ ﻣ ﺔ أ ﻫ ﻞ ا ﻟ ﻌ ﻠ ﻢ ﻛ ﻤﺎ ﺑ ﯿ ﻨﺎ ه ﻓ ﻲ ﺗ ﺮ ﺟ ﻤ ﺔ ﯾ ﺰ ﯾﺪ ﺑ ﻦ ﻫﺎ ر و ن إ ﻣﺎ م أ ﻫ ﻞ و ا ﺳ ﻂ و ﻟﻘﺪ ﻛﺎ ن ا ﻟﻘ ﻌ ﻨ ﺒ ﻲ ﻣ ﻦ أ ﺋ ﻤ ﺔ ا ﻟ ﻬﺪ ى ﺣ ﺘ ﻰ ﻟﻘﺪ ﺗ ﻐﺎ ﻟ ﻰ ﻓ ﯿ ﻪ ﺑ ﻌ ﺾ‬
‫ا ﻟ ﺤﻔﺎ ظ و ﻓ ﻀ ﻠ ﻪ ﻋ ﻠ ﻰ ﻣﺎ ﻟ ﻚ ا ﻹ ﻣﺎ م‬

Bunan bin Ahmad mengatakan, “Aku pernah berada di sisi Al Qo’nabi, ia mendengar
seorang yang berpahaman Jahmiyah menyebutkan firman Allah,

ِ ‫اﻟﱠﺮْﺣَﻤُﻦ َﻋﻠَﻰ اْﻟَﻌْﺮ‬


‫ش اْﺳﺘََﻮى‬

12/33
“Ar Rahman (yaitu Allah) menetap tinggi di atas ‘Arsy.” [ QS. Thoha: 5], Al Qo’nabi
lantas mengatakan, “Siapa yang tidak meyakini Ar Rahman (yaitu Allah) menetap tinggi
di atas ‘Arsy sebagaimana diyakini oleh para ulama, maka ia adalah Jahmi.” [Lihat Al
‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar, hal. 166. Bunan bin Ahmad tidak mengapa, sejarah hidupnya
disebutkan di Tarikh Bagdad. Mukhtashor Al ‘Uluw, hal. 178].

38. Abdullah bin Az Zubair Al Qurosyi Al Asadi Al Humaidi [meninggal tahun


219 H, Ulama Besar Makkah, Murid dari Sufyan bin ‘Uyainah, Guru dari Imam Al
Bukhari], mengatakan:

‫أ ﺻ ﻮ ل ا ﻟ ﺴ ﻨ ﺔ ﻋ ﻨﺪ ﻧﺎ ﻓﺬ ﻛ ﺮ أ ﺷ ﯿﺎ ء ﺛ ﻢ ﻗﺎ ل و ﻣﺎ ﻧ ﻄ ﻖ ﺑ ﻪ ا ﻟﻘ ﺮ آ ن و ا ﻟ ﺤﺪ ﯾ ﺚ ﻣ ﺜ ﻞ و ﻗﺎ ﻟ ﺖ ا ﻟ ﯿ ﻬ ﻮد ﯾﺪ ا ﷲ ﻣ ﻐ ﻠ ﻮ ﻟ ﺔ ﻏ ﻠ ﺖ أ ﯾﺪ ﯾ ﻬ ﻢ و ﻣ ﺜ ﻞ ﻗ ﻮ ﻟ ﻪ‬
‫و ا ﻟ ﺴ ﻤ ﻮ ا ت ﻣ ﻄ ﻮ ﯾﺎ ت ﺑ ﯿ ﻤ ﯿ ﻨ ﻪ و ﻣﺎ أ ﺷ ﺒ ﻪ ﻫﺬ ا ﻣ ﻦ ا ﻟﻘ ﺮ آ ن و ا ﻟ ﺤﺪ ﯾ ﺚ ﻻ ﻧ ﺰ ﯾﺪ ﻓ ﯿ ﻪ و ﻻ ﻧﻔ ﺴ ﺮ ه و ﻧﻘ ﻒ ﻋ ﻠ ﻰ ﻣﺎ و ﻗ ﻒ ﻋ ﻠ ﯿ ﻪ ا ﻟﻘ ﺮ آ ن و ا ﻟ ﺴ ﻨ ﺔ‬
‫وﻧﻘ ﻮ ل اﻟ ﺮ ﺣ ﻤ ﻦ ﻋﻠ ﻰ اﻟ ﻌ ﺮ ش ا ﺳﺘ ﻮ ى و ﻣ ﻦ ز ﻋ ﻢ ﻏﯿ ﺮ ﻫﺬا ﻓ ﻬ ﻮ ﻣﺒ ﻄ ﻞ ﺟ ﻬ ﻢ‬

Aqidah yang paling pokok yang kami yakini (lalu beliau menyebutkan beberapa hal):
Ayat atau hadits yang menyebutkan (misalnya tangan Allah, pen),

‫َوَﻗﺎﻟَِﺖ اْﻟَﯿُﻬﻮُد َﯾُﺪ ا ﱠِﷲ َﻣْﻐُﻠﻮﻟٌَﺔ ُﻏﱠﻠْﺖ أَْﯾِﺪﯾِﻬْﻢ‬

“Orang-orang Yahudi berkata: “Tangan Allah terbelenggu”, sebenarnya tangan


merekalah yang dibelenggu” [ QS. Al Maidah: 64].

Semisal pula firman Allah,

‫َواﻟﱠﺴﻤﺎَواُت َﻣْﻄِﻮﱠﯾﺎٌت ِﺑَﯿِﻤﯿﻨِِﻪ‬

“Dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya” [ QS. Az Zumar: 67], dan juga ayat dan
hadits yang semisal itu, kami tidak akan menambah dan kami tidak akan menafsirkan
(bagaimanakah hakekat sifat tersebut). Kami cukup berdiam diri sebagaimana yang
dituntunkan Al Quran dan Hadits Nabawi (yang tidak menyebutkan hakekatnya). Kami
pun meyakini,

ِ ‫اﻟﱠﺮْﺣَﻤُﻦ َﻋﻠَﻰ اْﻟَﻌْﺮ‬


‫ش اْﺳَﺘَﻮى‬

“Ar Rahman (yaitu Allah) menetap tinggi di atas ‘Arsy.” [ QS. Thoha: 5]. Barangsiapa
yang tidak meyakini seperti ini, maka dialah Jahmiyah yang penuh kebatilan. [Lihat Al
‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar, hal. 168. Ibnu Taimiyah telah menshahihkan atsar ini dari Al
Humaidi dalam Kitabnya “Mufashol Al I’tiqod”. Lihat Mukhtashor Al ‘Uluw hal. 180].

39. Al-Imam Al-Humaidiy rahimahullah juga berkata :

‫ )اﻟَّﺮْﺣَﻤُﻦ َﻋﻠَﻰ‬: ‫ وﻧﻘﻮل‬.‫ ﻧﻘﻒ ﻋﻠﻰ ﻣﺎ وﻗﻒ ﻋﻠﯿﻪ اﻟﻘﺮآن واﻟﺴﻨﺔ‬.‫ ﻻ ﻧﺰﯾﺪ ﻓﯿﻪ وﻻ ﻧﻔﺴﺮه‬،‫وﻣﺎ أﺷﺒﻪ ﻫﺬا ﻣﻦ اﻟﻘﺮآن واﻟﺤﺪﯾﺚ‬
‫ وﻣﻦ زﻋﻢ ﻏﯿﺮ ﻫﺬا ﻓﻬﻮ ﻣﻌﻄﻞ ﺟﻬﻤﻲ‬،(‫ش اْﺳﺘََﻮى‬ ِ ‫اْﻟَﻌْﺮ‬.

“Dan ayat-ayat serta hadits-hadits yang serupa dengan ini (tentang Asma dan Shifat
Allah), maka kami tidak menambah-nambahi dan tidak pula menafsirkannya
(menta’wilkannya). Kami berhenti atas apa-apa yang Al-Qur’an dan As-Sunah berhenti
padanya. Dan kami berkata : ‘(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di
13/33
atas ‘Arsy’ (QS. Thaha : 5). Barangsiapa yang berpendapat selain itu, maka ia seorang
Mu’aththil Jahmiy” [Ushuulus-Sunnah oleh Al-Humaidiy, hal. 42, tahqiq : Misy’aal
Muhammad Al-Haddaadiy; Daar Ibn Al-Atsiir, Cet. 1/1418].

40. Hisyam bin ‘Ubaidillah Ar Rozi [meninggal tahun 221 H], Ulama Hanafiyah,
murid dari Muhammad bin Al Hasan.

‫ﻗﺎ ل ا ﺑ ﻦ أ ﺑ ﻲ ﺣﺎ ﺗ ﻢ ﺣﺪ ﺛ ﻨﺎ ﻋ ﻠ ﻲ ﺑ ﻦ ا ﻟ ﺤ ﺴ ﻦ ﺑ ﻦ ﯾ ﺰ ﯾﺪ ا ﻟ ﺴ ﻠ ﻤ ﻲ ﺳ ﻤ ﻌ ﺖ أ ﺑ ﻲ ﯾﻘ ﻮ ل ﺳ ﻤ ﻌ ﺖ ﻫ ﺸﺎ م ﺑ ﻦ ﻋ ﺒ ﯿﺪ ا ﷲ ا ﻟ ﺮ ا ز ي و ﺣ ﺒ ﺲ ر ﺟ ﻼ ﻓ ﻲ‬
‫ا ﻟ ﺘ ﺠ ﻬ ﻢ ﻓ ﺠ ﻲ ء ﺑ ﻪ إ ﻟ ﯿ ﻪ ﻟ ﯿ ﻤ ﺘ ﺤ ﻨ ﻪ ﻓﻘﺎ ل ﻟ ﻪ أ ﺗ ﺸ ﻬﺪ أ ن ا ﷲ ﻋ ﻠ ﻰ ﻋ ﺮ ﺷ ﻪ ﺑﺎ ﺋ ﻦ ﻣ ﻦ ﺧ ﻠﻘ ﻪ ﻓﻘﺎ ل ﻻ أد ر ي ﻣﺎ ﺑﺎ ﺋ ﻦ ﻣ ﻦ ﺧ ﻠﻘ ﻪ ﻓﻘﺎ ل رد و ه ﻓﺈ ﻧ ﻪ ﻟ ﻢ‬
‫ﯾﺘ ﺐ ﺑ ﻌﺪ‬

Ibnu Abi Hatim mengatakan, ‘Ali bin Al Hasan bin Yazid As Sulami telah menceritakan
kepada kami, ia berkata, ayahku berkata, “Aku pernah mendengar Hisyam bin
‘Ubaidillah Ar Rozi –ketika itu beliau menahan seseorang yang berpemikiran Jahmiyah,
orang itu didatangkan pada beliau, lantas beliau pun mengujinya-. Hisyam bertanya
padanya, “Apakah engkau bersaksi bahwa Allah berada di atas ‘Arsy-Nya, terpisah dari
makhluk-Nya.” Orang itu pun menjawab, “Aku tidak mengetahui apa itu terpisah dari
makhluk-Nya.” Hisyam kemudian berkata, “Kembalikanlah ia karena ia masih belum
bertaubat.” [Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar, hal. 169. Riwayat ini juga dikeluarkan oleh Al
Haruwi dalam “Dzammul Kalam” (1/120). Lihat Mukhtashor Al ‘Uluw, hal. 181].

41. Basyr Al Haafi [hidup pada tahun 151-227 H], Ulama yang Begitu Zuhud di
Masanya

Disebutkan oleh Adz Dzahabi,

‫ﻟ ﻪ ﻋﻘ ﯿﺪ ة ر و ا ﻫﺎ ا ﺑ ﻦ ﺑ ﻄ ﺔ ﻓ ﻲ ﻛ ﺘﺎ ب ا ﻹ ﺑﺎ ﻧ ﺔ و ﻏ ﯿ ﺮ ه ﻓ ﻤ ﻤﺎ ﻓ ﯿ ﻬﺎ و ا ﻹ ﯾ ﻤﺎ ن ﺑﺄ ن ا ﷲ ﻋ ﻠ ﻰ ﻋ ﺮ ﺷ ﻪ ا ﺳ ﺘ ﻮ ى ﻛ ﻤﺎ ﺷﺎ ء و أ ﻧ ﻪ ﻋﺎ ﻟ ﻢ ﺑ ﻜ ﻞ ﻣ ﻜﺎ ن‬

Basyr Al Haafi memilki pemahaman aqidah yang disebutkan oleh Ibnu Battoh dalam Al
Ibanah dan selainnya, di antara perkataan beliau adalah: “Beriman bahwa Allah
menetap tinggi (beristiwa’) di atas ‘Arsy-Nya sebagaimana yang Allah kehendaki.
Namun meski begitu, ilmu Allah di setiap tempat.” [Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar, hal.
172. Lihat Mukhtashor Al ‘Uluw, hal. 185].

42. Ahmad bin Nashr Al Khuza’i [meninggal tahun 231 H].

‫ﻗﺎ ل إ ﺑ ﺮ ا ﻫ ﯿ ﻢ ا ﻟ ﺤ ﺮ ﺑ ﻲ ﻓ ﯿ ﻤﺎ ﺻ ﺢ ﻋ ﻨ ﻪ ﻗﺎ ل أ ﺣ ﻤﺪ ﺑ ﻦ ﻧ ﺼ ﺮ و ﺳ ﺌ ﻞ ﻋ ﻦ ﻋ ﻠ ﻢ ا ﷲ ﻓﻘﺎ ل ﻋ ﻠ ﻢ ا ﷲ ﻣ ﻌ ﻨﺎ و ﻫ ﻮ ﻋ ﻠ ﻰ ﻋ ﺮ ﺷ ﻪ‬

Ibrahim Al Harbi berkata mengenai perkataan shahih darinya, yaitu Ahmad bin Nashr
berkata ketika ditanya mengenai ilmu Allah, “Ilmu Allah selalu bersama kita, sedangkan
Dzat-Nya tetap menetap tinggi di atas ‘Arsy-Nya.” [Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar, hal. 173.
Lihat Mukhtashor Al ‘Uluw, hal. 186-187].

43. Abu Ma’mar Al Qutai’iy [meninggal tahun 236 H, Guru dari Imam Bukhari dan
Imam Muslim].

‫ﻧﻘ ﻞ ا ﺑ ﻦ أ ﺑ ﻲ ﺣﺎ ﺗ ﻢ ﻓ ﻲ ﺗﺄ ﻟ ﯿﻔ ﻪ ﻋ ﻦ ﯾ ﺤ ﯿ ﻰ ﺑ ﻦ ز ﻛ ﺮ ﯾﺎ ء ﻋ ﻦ ﻋ ﯿ ﺴ ﻰ ﻋ ﻦ أ ﺑ ﻲ ﺷ ﻌ ﯿ ﺐ ﺻﺎ ﻟ ﺢ ا ﻟ ﻬ ﺮ و ي ﻋ ﻦ أ ﺑ ﻲ ﻣ ﻌ ﻤ ﺮ إ ﺳ ﻤﺎ ﻋ ﯿ ﻞ ﺑ ﻦ إ ﺑ ﺮ ا ﻫ ﯿ ﻢ‬
‫أ ﻧ ﻪ ﻗﺎ ل آ ﺧ ﺮ ﻛ ﻼ م ا ﻟ ﺠ ﻬ ﻤ ﯿ ﺔ أ ﻧ ﻪ ﻟ ﯿ ﺲ ﻓ ﻲ ا ﻟ ﺴ ﻤﺎ ء إ ﻟ ﻪ‬
14/33
Dinukil dari Ibnu Abi Hatim dalam karyanya, dari Yahya bin Zakariya, dari ‘Isa, dari
Abu Syu’aib Sholih Al Harowiy, dari Abu Ma’mar Isma’il bin Ibrohim, beliau berkata,
“Akhir dari perkataan Jahmiyah: Di atas langit (atau di ketinggian) tidak ada Allah yang
disembah.” [Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar, hal. 174-175. Lihat Mukhtashor Al ‘Uluw, hal.
188].

44. ‘Ali bin Al Madini [meninggal tahun 234 H, Imam Para Pakar Hadits].

‫ﻗﺎ ل ﺷ ﯿ ﺦ ا ﻹ ﺳ ﻼ م أ ﺑ ﻮ إ ﺳ ﻤﺎ ﻋ ﯿ ﻞ ا ﻟ ﻬ ﺮ و ي أ ﻧ ﺒﺄ ﻧﺎ ﻣ ﺤ ﻤﺪ ﺑ ﻦ ﻣ ﺤ ﻤﺪ ﺑ ﻦ ﻋ ﺒﺪ ا ﷲ ﺣﺪ ﺛ ﻨﺎ أ ﺣ ﻤﺪ ﺑ ﻦ ﻋ ﺒﺪ ا ﷲ ﺳ ﻤ ﻌ ﺖ ﻣ ﺤ ﻤﺪ ﺑ ﻦ إ ﺑ ﺮ ا ﻫ ﯿ ﻢ ﺑ ﻦ ﻧﺎ ﻓ ﻊ‬
‫ﺣﺪ ﺛ ﻨﺎ ا ﻟ ﺤ ﺴ ﻦ ﺑ ﻦ ﻣ ﺤ ﻤﺪ ﺑ ﻦ ا ﻟ ﺤﺎ ر ث ﻗﺎ ل ﺳ ﺌ ﻞ ﻋ ﻠ ﻲ ﺑ ﻦ ا ﻟ ﻤﺪ ﯾ ﻨ ﻲ و أ ﻧﺎ أ ﺳ ﻤ ﻊ ﻣﺎ ﻗ ﻮ ل أ ﻫ ﻞ ا ﻟ ﺠ ﻤﺎ ﻋ ﺔ ﻗﺎ ل ﯾ ﺆ ﻣ ﻨ ﻮ ن ﺑﺎ ﻟ ﺮ ؤ ﯾ ﺔ و ﺑﺎ ﻟ ﻜ ﻼ م و أ ن‬
‫ا ﷲ ﻋ ﺰ و ﺟ ﻞ ﻓ ﻮ ق اﻟ ﺴﻤ ﻮا ت ﻋﻠ ﻰ ﻋ ﺮ ﺷ ﻪ ا ﺳﺘ ﻮ ى‬

Syaikhul Islam Abu Isma’il Al Harowi mengatakan, Muhammad bin Muhammad bin
‘Abdillah menceritakan kepada kami, Ahmad bin Abdillah menceritakan kepada kami,
aku mendengar Muhammad bin Ibrahim bin Naafi’ mengatakan, Al Hasan bin
Muhammad bin Al Harits menceritakan kepada kami, ia berkata, ‘Ali bin Al Madini
ditanya dan aku pun mendengarnya, “Apa perkataan dari Ahlul Jama’ah (Ahlus
Sunnah)?” ‘Ali bin Al Madini mengatakan, “Mereka (Ahlus Sunnah) beriman pada
ru’yah (Allah akan dilihat), mereka beriman bahwa Allah berbicara dan Allah berada di
atas langit, menetap tinggi (beristiwa’) di atas ‘Arsy-Nya.” [Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar,
hal. 175. Lihat Mukhtashor Al ‘Uluw, hal. 188-189].

45. Ishaq bin Rohuwyah [hidup antara tahun 166-238 H, Ulama Besar Khurosan.

‫ﻗﺎ ل أ ﺑ ﻮ ﺑ ﻜ ﺮ ا ﻟ ﺨ ﻼ ل أ ﻧ ﺒﺄ ﻧﺎ ا ﻟ ﻤ ﺮ وذ ي ﺣﺪ ﺛ ﻨﺎ ﻣ ﺤ ﻤﺪ ﺑ ﻦ ا ﻟ ﺼ ﺒﺎ ح ا ﻟ ﻨ ﯿ ﺴﺎ ﺑ ﻮ ر ي ﺣﺪ ﺛ ﻨﺎ أ ﺑ ﻮ د ا ود ا ﻟ ﺨﻔﺎ ف ﺳ ﻠ ﯿ ﻤﺎ ن ﺑ ﻦ د ا ود ﻗﺎ ل ﻗﺎ ل إ ﺳ ﺤﺎ ق‬
‫ﺑ ﻦ ر ا ﻫ ﻮ ﯾ ﻪ ﻗﺎ ل ا ﷲ ﺗ ﻌﺎ ﻟ ﻰ ا ﻟ ﺮ ﺣ ﻤ ﻦ ﻋ ﻠ ﻰ ا ﻟ ﻌ ﺮ ش ا ﺳ ﺘ ﻮ ى إ ﺟ ﻤﺎ ع أ ﻫ ﻞ ا ﻟ ﻌ ﻠ ﻢ أ ﻧ ﻪ ﻓ ﻮ ق ا ﻟ ﻌ ﺮ ش ا ﺳ ﺘ ﻮ ى و ﯾ ﻌ ﻠ ﻢ ﻛ ﻞ ﺷ ﻲ ء ﻓ ﻲ أ ﺳﻔ ﻞ ا ﻷ ر ض‬
‫ا ﻟ ﺴﺎ ﺑ ﻌ ﺔ‬

Abu Bakr Al Khollal mengatakan, telah mengabarkan kepada kami Al Maruzi. Beliau
katakan, telah mengabarkan pada kami Muhammad bin Shobah An Naisaburi. Beliau
katakan, telah mengabarkan pada kami Abu Daud Al Khonaf Sulaiman bin Daud.
Beliau katakan, Ishaq bin Rohuwyah berkata, “Allah Ta’ala berfirman,

ِ ‫اﻟﱠﺮْﺣَﻤُﻦ َﻋﻠَﻰ اْﻟَﻌْﺮ‬


‫ش اْﺳﺘََﻮى‬

“Allah menetap tinggi di atas ‘Arsy” [ QS. Thaha: 5]. Para ulama sepakat (berijma’)
bahwa Allah berada di atas ‘Arsy dan beristiwa’ (menetap tinggi) di atas-Nya. Namun
Allah Maha Mengetahui segala sesuatu yang terjadi di bawah-Nya, sampai di bawah
lapis bumi yang ketujuh. [Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghofar, hal. 179. Lihat Mukhtashor
Al ‘Uluw, hal. 194].

46. Ishaq bin Rohuwyah,

‫ﻗﺎ ل ﺣ ﺮ ب ﺑ ﻦ إ ﺳ ﻤﺎ ﻋ ﯿ ﻞ ا ﻟ ﻜ ﺮ ﻣﺎ ﻧ ﻲ ﻗ ﻠ ﺖ ﻹ ﺳ ﺤﺎ ق ﺑ ﻦ ر ا ﻫ ﻮ ﯾ ﻪ ﻗ ﻮ ﻟ ﻪ ﺗ ﻌﺎ ﻟ ﻰ ﻣﺎ ﯾ ﻜ ﻮ ن ﻣ ﻦ ﻧ ﺠ ﻮ ى ﺛ ﻼ ﺛ ﺔ إ ﻻ ﻫ ﻮ ر ا ﺑ ﻌ ﻬ ﻢ ﻛ ﯿ ﻒ ﺗﻘ ﻮ ل ﻓ ﯿ ﻪ ﻗﺎ ل‬
‫ﺣ ﯿ ﺚ ﻣﺎ ﻛ ﻨ ﺖ ﻓ ﻬ ﻮ أ ﻗ ﺮ ب إ ﻟ ﯿ ﻚ ﻣ ﻦ ﺣ ﺒ ﻞ ا ﻟ ﻮ ر ﯾﺪ و ﻫ ﻮ ﺑﺎ ﺋ ﻦ ﻣ ﻦ ﺧ ﻠﻘ ﻪ‬

‫ﺛ ﻢ ذ ﻛ ﺮ ﻋ ﻦ ا ﺑ ﻦ ا ﻟ ﻤ ﺒﺎ ر ك ﻗ ﻮ ﻟ ﻪ ﻫ ﻮ ﻋ ﻠ ﻰ ﻋ ﺮ ﺷ ﻪ ﺑﺎ ﺋ ﻦ ﻣ ﻦ ﺧ ﻠﻘ ﻪ‬
15/33
‫ﺛ ﻢ ﻗﺎ ل أ ﻋ ﻠ ﻰ ﺷ ﻲ ء ﻓ ﻲ ذ ﻟ ﻚ و أ ﺑ ﯿ ﻨ ﻪ ﻗ ﻮ ﻟ ﻪ ﺗ ﻌﺎ ﻟ ﻰ ا ﻟ ﺮ ﺣ ﻤ ﻦ ﻋ ﻠ ﻰ ا ﻟ ﻌ ﺮ ش ا ﺳ ﺘ ﻮ ى ر و ا ﻫﺎ ا ﻟ ﺨ ﻼ ل ﻓ ﻲ ا ﻟ ﺴ ﻨ ﺔ ﻋ ﻦ ﺣ ﺮ ب‬

Harb bin Isma’il Al Karmani, ia berkata bahwa ia berkata pada Ishaq bin Rohuwyah
mengenai firman Allah,

‫َﻣﺎ َﯾُﻜﻮُن ِﻣْﻦ َﻧْﺠَﻮى ﺛََﻼﺛٍَﺔ ِإﱠﻻ ُﻫَﻮ َراِﺑُﻌُﻬْﻢ‬

“Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya.” (QS. Al
Mujadilah: 7). Bagaimanakah pendapatmu mengenai ayat tersebut?”

Ishaq bin Rohuwyah menjawab, “Dia itu lebih dekat (dengan ilmu-Nya) dari urat
lehermu. Namun Dzat-Nya terpisah dari makhluk. Kemudian beliau menyebutkan
perkataan Ibnul Mubarok, “Allah berada di atas ‘Arsy-Nya, terpisah dari makhluk-Nya.”

Lalu Ishaq bin Rohuwyah mengatakan, “Ayat yang paling gamblang dan paling jelas
menjelaskan hal ini adalah firman Allah Ta’ala,

ِ ‫اﻟﱠﺮْﺣَﻤُﻦ َﻋﻠَﻰ اْﻟَﻌْﺮ‬


‫ش اْﺳﺘََﻮى‬

“Ar Rahman (yaitu Allah) menetap tinggi di atas ‘Arsy.” [ QS. Thoha: 5]

Al Khollal meriwayatkannya dalam As Sunnah dari Harb. [ Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar,
hal. 177. Lihat Mukhtashor Al ‘Uluw, hal. 191].

47. Qutaibah bin Sa’id [hidup tahun 150-240 H], Ulama Besar Khurosan.

‫ﻗﺎ ل أ ﺑ ﻮ أ ﺣ ﻤﺪ ا ﻟ ﺤﺎ ﻛ ﻢ و أ ﺑ ﻮ ﺑ ﻜ ﺮ ا ﻟ ﻨﻘﺎ ش ا ﻟ ﻤﻔ ﺴ ﺮ و ا ﻟ ﻠﻔ ﻆ ﻟ ﻪ ﺣﺪ ﺛ ﻨﺎ أ ﺑ ﻮ ا ﻟ ﻌ ﺒﺎ س ا ﻟ ﺴ ﺮ ا ج ﻗﺎ ل ﺳ ﻤ ﻌ ﺖ ﻗ ﺘ ﯿ ﺒ ﺔ ﺑ ﻦ ﺳ ﻌ ﯿﺪ ﯾﻘ ﻮ ل ﻫﺬ ا ﻗ ﻮ ل ا ﻷ ﺋ ﻤ ﺔ‬
‫ﻓ ﻲ ا ﻹ ﺳ ﻼ م و ا ﻟ ﺴ ﻨ ﺔ و ا ﻟ ﺠ ﻤﺎ ﻋ ﺔ ﻧ ﻌ ﺮ ف ر ﺑ ﻨﺎ ﻓ ﻲ ا ﻟ ﺴ ﻤﺎ ء ا ﻟ ﺴﺎ ﺑ ﻌ ﺔ ﻋ ﻠ ﻰ ﻋ ﺮ ﺷ ﻪ ﻛ ﻤﺎ ﻗﺎ ل ﺟ ﻞ ﺟ ﻼ ﻟ ﻪ ا ﻟ ﺮ ﺣ ﻤ ﻦ ﻋ ﻠ ﻰ ا ﻟ ﻌ ﺮ ش ا ﺳ ﺘ ﻮ ى و ﻛﺬ ا‬
‫ﻧﻘ ﻞ ﻣ ﻮ ﺳ ﻰ ﺑ ﻦ ﻫﺎ ر و ن ﻋ ﻦ ﻗ ﺘ ﯿ ﺒ ﺔ أ ﻧ ﻪ ﻗﺎ ل ﻧ ﻌ ﺮ ف ر ﺑ ﻨﺎ ﻓ ﻲ ا ﻟ ﺴ ﻤﺎ ء ا ﻟ ﺴﺎ ﺑ ﻌ ﺔ ﻋ ﻠ ﻰ ﻋ ﺮ ﺷ ﻪ‬

Abu Ahmad Al Hakim dan Abu Bakr An Naqosy Al Mufassir (dan ini lafazh dari Abu
Bakr), ia berkata, Abul ‘Abbas As Siroj telah menceritakan pada kami, ia berkata, aku
mendengar Qutaibah bin Sa’id berkata, “Ini adalah perkataan para ulama besar Islam,
Ahlus Sunnah wal Jama’ah: Kami meyakini bahwa Rabb kami berada di atas langit
ketujuh di atas ‘Arsy-Nya sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

ِ ‫اﻟﱠﺮْﺣَﻤُﻦ َﻋﻠَﻰ اْﻟَﻌْﺮ‬


‫ش اْﺳَﺘَﻮى‬

“Ar Rahman (yaitu Allah) menetap tinggi di atas ‘Arsy.” [QS. Thoha: 5]. [ Al ‘Uluw lil
‘Aliyyil Ghoffar, hal. 174. Lihat Mukhtashor Al ‘Uluw, hal. 187].

48. Begitu pula dinukil dari Musa bin Harun dari Qutaibah, ia berkata,

‫ﻧ ﻌ ﺮ ف ر ﺑ ﻨﺎ ﻓ ﻲ ا ﻟ ﺴ ﻤﺎ ء ا ﻟ ﺴﺎ ﺑ ﻌ ﺔ ﻋ ﻠ ﻰ ﻋ ﺮ ﺷ ﻪ‬

“Kami meyakini bahwa Rabb kami berada di atas langit ketujuh, di atas ‘Arsy-Nya.” [Al
‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar, hal. 174. Lihat Mukhtashor Al ‘Uluw, hal. 187].

16/33
49. Al Imam Al ‘Alam Abu Muhammad ‘Abdullah bin Muslim bin Qutaibah
Ad Dainuri [hidup pada tahun 213-276 H]–penulis kitab yang terkenal yaitu
Mukhtalaf Al Hadits- berkata,

‫ﻗﺎ ل و ﻓ ﻲ ا ﻹ ﻧ ﺠ ﯿ ﻞ أ ن ا ﻟ ﻤ ﺴ ﯿ ﺢ ﻋ ﻠ ﯿ ﻪ ا ﻟ ﺴ ﻼ م ﻗﺎ ل ﻟ ﻠ ﺤ ﻮ ا ر ﯾ ﯿ ﻦ إ ن أ ﻧ ﺘ ﻢ ﻏﻔ ﺮ ﺗ ﻢ ﻟ ﻠ ﻨﺎ س ﻓﺈ ن أ ﺑﺎ ﻛ ﻢ ا ﻟﺬ ي ﻓ ﻲ ا ﻟ ﺴ ﻤﺎ ء ﯾ ﻐﻔ ﺮ ﻟ ﻜ ﻢ ﻇ ﻠ ﻤ ﻜ ﻢ أ ﻧ ﻈ ﺮ و ا‬
‫إ ﻟ ﻰ ا ﻟ ﻄ ﯿ ﺮ ﻓﺈ ﻧ ﻬ ﻦ ﻻ ﯾ ﺰ ر ﻋ ﻦ و ﻻ ﯾ ﺤ ﺼﺪ ن و أ ﺑ ﻮ ﻛ ﻢ ا ﻟﺬ ي ﻓ ﻲ ا ﻟ ﺴ ﻤﺎ ء ﻫ ﻮ ﯾ ﺮ ز ﻗ ﻬ ﻦ و ﻣ ﺜ ﻞ ﻫﺬ ا ﻓ ﻲ ا ﻟ ﺸ ﻮ ا ﻫﺪ ﻛ ﺜ ﯿ ﺮ ﻗ ﻠ ﺖ ﻗ ﻮ ﻟ ﻪ أ ﺑ ﻮ ﻛ ﻢ ﻛﺎ ﻧ ﺖ‬
‫ﻫﺬ ه ا ﻟ ﻜ ﻠ ﻤ ﺔ ﻣ ﺴ ﺘ ﻌ ﻤ ﻠ ﺔ ﻓ ﻲ ﻋ ﺒﺎ ر ة ﻋ ﯿ ﺴ ﻰ و ا ﻟ ﺤ ﻮ ا ر ﯾ ﯿ ﻦ و ﻓ ﻲ ا ﻟ ﻤﺎ ﺋﺪ ة و ﻗﺎ ﻟ ﺖ ا ﻟ ﯿ ﻬ ﻮد و ا ﻟ ﻨ ﺼﺎ ر ى ﻧ ﺤ ﻦ أ ﺑ ﻨﺎ ء ا ﷲ و أ ﺣ ﺒﺎ ؤ ه‬

“Disebutkan dalam Injil bahwa Al Masih (‘Isa bin Maryam) ‘alaihis salam berkata
kepada (murid-muridnya yang setia) Al Hawariyyun, “Jika kalian memaafkan orang
lain, sungguh Rabb kalian yang berada di atas langit akan mengampuni kezholiman
kalian. Lihatlah pada burung-burung, mereka tidak menanam makanan, Rabb mereka-
lah yang berada di langit yang memberi rizki pada mereka.” [Lihat Al ‘Uluw, hal. 196
dan Mukhtashor Al ‘Uluw, hal. 216-217. Catatan: Istilah “abukum” (ayah kalian) untuk
menyebut Allah yang digunakan di masa Isa dan sudah tidak berlaku lagi untuk umat
Islam. Demikian dijelaskan oleh Adz Dzahabi].

50. Qutaibah berkata dalam kitabnya Takwiil Mukhtalaf al-Hadiits (tahqiq


Muhammad Muhyiiddin Al-Ashfar, cetakan keduan dari Al-Maktab Al-Islaami) :

“Seluruh umat –baik arab maupun non arab- mereka berkata bahwasanya Allah di
langit selama mereka dibiarkan di atas fitroh mereka dan tidak dipindahkan dari fitroh
mereka tersebut dengan pengajaran.” [Takwiil Mukhtalafil Hadiits 395].

Adz Dzahabi setelah membawakan perkataan Qutaibah, beliau mengatakan, “Inilah


Qutaibah sudah dikenal kebesarannya dalam ilmu dan kejujurannya, beliau menukil
adanya ijma’ (kesepakatan ulama) mengenai keyakinan Allah di atas langit”. [Al ‘Uluw
lil ‘Aliyyil Ghoffar, hal. 174. Lihat Mukhtashor Al ‘Uluw, hal. 187].

51. Muhammad bin Aslam Ath Thusi [meninggal dunia tahun 242 H].

‫ﻗﺎ ل ا ﻟ ﺤﺎ ﻛ ﻢ ﻓ ﻲ ﺗ ﺮ ﺟ ﻤ ﺘ ﻪ ﺣﺪ ﺛ ﻨﺎ ﯾ ﺤ ﯿ ﻰ ا ﻟ ﻌ ﻨ ﺒ ﺮ ي ﺣﺪ ﺛ ﻨﺎ أ ﺣ ﻤﺪ ﺑ ﻦ ﺳ ﻠ ﻤ ﺔ ﺣﺪ ﺛ ﻨﺎ ﻣ ﺤ ﻤﺪ ﺑ ﻦ أ ﺳ ﻠ ﻢ ﻗﺎ ل ﻗﺎ ل ﻟ ﻲ ﻋ ﺒﺪ ا ﷲ ﺑ ﻦ ﻃﺎ ﻫ ﺮ ﺑ ﻠ ﻐ ﻨ ﻲ أ ﻧ ﻚ ﻻ‬
‫ﺗ ﺮ ﻓ ﻊ ر أ ﺳ ﻚ إ ﻟ ﻰ ا ﻟ ﺴ ﻤﺎ ء ﻓﻘ ﻠ ﺖ و ﻟ ﻢ و ﻫ ﻞ أ ر ﺟ ﻮ ا ﻟ ﺨ ﯿ ﺮ إ ﻻ ﻣ ﻤ ﻦ ﻫ ﻮ ﻓ ﻲ ا ﻟ ﺴ ﻤﺎ ء‬

Al Hakim dalam biografinya mengatakan, Yahya Al ‘Anbari menceritakan pada kami,


Ahmad bin Salamah menceritakan kepada kami, Muhammad bin Aslam menceritakan
kepada kami, beliau berkata, “’Abdullah bin Thohir berkata padaku, “Telah sampai
padaku berita bahwa engkau enggan mengangkat kepalamu ke arah langit.”
Muhammad bin Aslam menjawab, “Tidak demikian. Bukankah aku selalu mengharap
kebaikan dari Rabb yang berada di atas langit?” [Lihat Al ‘Uluw, hal. 191 dan
Mukhtashor Al ‘Uluw, hal. 208-209].

52. ‘Abdul Wahhab Al Warroq [meninggal dunia tahun 250 H].

‫ﺣﺪ ث ﻋ ﺒﺪ ا ﻟ ﻮ ﻫﺎ ب ﺑ ﻦ ﻋ ﺒﺪ ا ﻟ ﺤ ﻜ ﯿ ﻢ ا ﻟ ﻮ ر ا ق ﺑﻘ ﻮ ل ا ﺑ ﻦ ﻋ ﺒﺎ س ﻣﺎ ﺑ ﯿ ﻦ ا ﻟ ﺴ ﻤﺎ ء ا ﻟ ﺴﺎ ﺑ ﻌ ﺔ إ ﻟ ﻰ ﻛ ﺮ ﺳ ﯿ ﻪ ﺳ ﺒ ﻌ ﺔ آ ﻻ ف ﻧ ﻮ ر و ﻫ ﻮ ﻓ ﻮ ق ذ ﻟ ﻚ ﺛ ﻢ‬
‫ﻗﺎ ل ﻋ ﺒﺪ ا ﻟ ﻮ ﻫﺎ ب ﻣ ﻦ ز ﻋ ﻢ أ ن ا ﷲ ﻫ ﻬ ﻨﺎ ﻓ ﻬ ﻮ ﺟ ﻬ ﻤ ﻲ ﺧ ﺒ ﯿ ﺚ إ ن ا ﷲ ﻋ ﺰ و ﺟ ﻞ ﻓ ﻮ ق ا ﻟ ﻌ ﺮ ش و ﻋ ﻠ ﻤ ﻪ ﻣ ﺤ ﯿ ﻂ ﺑﺎ ﻟﺪ ﻧ ﯿﺎ و ا ﻵ ﺧ ﺮ ة‬

17/33
‘Abdul Wahhab bin ‘Abdil Hakim Al Warroq menceritakan perkataan Ibnu ‘Abbas, “Di
antara langit yang tujuh dan kursi-Nya terdapat 7000 cahaya. Sedangkan Allah berada
di atas itu semua.” Kemudian ‘Abdul Wahhab berkata, “Barangsiapa yang mengklaim
bahwa Allah itu di sini (di muka bumi ini), maka Dialah Jahmiyah yang begitu jelek.
Allah ‘azza wa jalla berada di atas ‘Arsy, sedangkan ilmu-Nya meliputi segala sesuatu di
dunia dan akhirat.”

Adz Dzahabi menceritakan, bahwa pernah ditanya pada Imam Ahmad bin Hambal,
“Alim mana lagi yang jadi tempat bertanya setelah engkau?” Lantas Imam Ahmad
menjawab, “Bertanyalah pada ‘Abdul Wahhab bin Al Warroq”. Beliau pun banyak
memujinya. [Lihat Al ‘Uluw, hal. 193 dan Mukhtashor Al ‘Uluw, hal. 212].

53. Abu Muhammad Ad Darimi, penulis kitab Sunan Ad Darimi [hidup pada tahun
181-255 H].

Adz Dzahabi mengatakan,

‫و ﻣ ﻤ ﻦ ﻻ ﯾ ﺘﺄ و ل و ﯾ ﺆ ﻣ ﻦ ﺑﺎ ﻟ ﺼﻔﺎ ت و ﺑﺎ ﻟ ﻌ ﻠ ﻮ ﻓ ﻲ ذ ﻟ ﻚ ا ﻟ ﻮ ﻗ ﺖ ا ﻟ ﺤﺎ ﻓ ﻆ أ ﺑ ﻮ ﻣ ﺤ ﻤﺪ ﻋ ﺒﺪ ا ﷲ ﺑ ﻦ ﻋ ﺒﺪ ا ﻟ ﺮ ﺣ ﻤ ﻦ ا ﻟ ﺴ ﻤ ﺮ ﻗ ﻨﺪ ي ا ﻟﺪ ا ر ﻣ ﻲ و ﻛ ﺘﺎ ﺑ ﻪ‬
‫ﯾﻨﺒ ﻲ ء ﺑﺬﻟ ﻚ‬

“Di antara ulama yang tidak mentakwil (memalingkan makna) dan benar-benar
beriman dengan sifat Allah al ‘Uluw (yaitu Allah berada di ketinggian) saat ini adalah Al
Hafizh Abu Muhammad ‘Abdullah bin ‘Abdirrahman As Samarqindi Ad Darimi. Dalam
kitab beliau menjelaskan hal ini.” [Lihat Al ‘Uluw, hal. 195 dan Mukhtashor Al ‘Uluw,
hal. 214].

54. Harb Al Karmaniy [meninggal dunia pada tahun 270-an H],

‫ﻗﺎ ل ﻋ ﺒﺪ ا ﻟ ﺮ ﺣ ﻤ ﻦ ﺑ ﻦ ﻣ ﺤ ﻤﺪ ا ﻟ ﺤ ﻨ ﻈ ﻠ ﻲ ا ﻟ ﺤﺎ ﻓ ﻆ أ ﺧ ﺒ ﺮ ﻧ ﻲ ﺣ ﺮ ب ﺑ ﻦ إ ﺳ ﻤﺎ ﻋ ﯿ ﻞ ا ﻟ ﻜ ﺮ ﻣﺎ ﻧ ﻲ ﻓ ﯿ ﻤﺎ ﻛ ﺘ ﺐ إ ﻟ ﻲ أ ن ا ﻟ ﺠ ﻬ ﻤ ﯿ ﺔ أ ﻋﺪ ا ء ا ﷲ و ﻫ ﻢ ا ﻟﺬ ﯾ ﻦ‬
‫ﯾ ﺰ ﻋ ﻤ ﻮ ن أ ن ا ﻟﻘ ﺮ آ ن ﻣ ﺨ ﻠ ﻮ ق و أ ن ا ﷲ ﻟ ﻢ ﯾ ﻜ ﻠ ﻢ ﻣ ﻮ ﺳ ﻰ و ﻻ ﯾ ﺮ ى ﻓ ﻲ ا ﻵ ﺧ ﺮ ة و ﻻ ﯾ ﻌ ﺮ ف ﷲ ﻣ ﻜﺎ ن و ﻟ ﯿ ﺲ ﻋ ﻠ ﻰ ﻋ ﺮ ش و ﻻ ﻛ ﺮ ﺳ ﻲ و ﻫ ﻢ‬
‫ﻛﻔﺎ ر ﻓﺄ ﺣﺬ ر ﻫ ﻢ‬

‘Abdurrahman bin Muhammad Al Hanzholi Al Hafizh berkata, Harb bin Isma’il Al


Karmani menceritakan padaku terhadap apa yang ia tulis padaku, “Sesungguhnya
Jahmiyah benar-benar musuh Allah. Mereka mengklaim bahwa Al Qur’an itu makhluk.
Allah tidak berbicara dengan Musa dan juga tidak dilihat di akhirat. Mereka sungguh
tidak tahu tempat Allah di mana, bukan di atas ‘Arsy, bukan pula di atas kursi-Nya.
Mereka sungguh orang kafir. Waspadalah terhadap pemikiran sesat mereka.”

Adz Dzahabi mengatakan bahwa Harb Al Karmani adalah seorang ulama besar di
daerah Karman di zamannya. Ia mengambil ilmu dari Ahmad dan Ishaq. [Lihat Al
‘Uluw, hal. 194 dan Mukhtashor Al ‘Uluw, hal. 213].

55. Al Muzanni [meninggal dunia pada tahun 264 H dalam usia 80-an tahun].

18/33
‫أ ﻧ ﺒﺄ ﻧﺎ ا ﺑ ﻦ ﺳ ﻼ ﻣ ﺔ ﻋ ﻦ أ ﺑ ﻲ ﺟ ﻌﻔ ﺮ ا ﻟ ﻄ ﺮ ﻃ ﻮ ﺳ ﻲ ﻋ ﻦ ﯾ ﺤ ﯿ ﻰ ﺑ ﻦ ﻣ ﻨﺪ ه ﺣﺪ ﺛ ﻨﺎ أ ﺣ ﻤﺪ ﺑ ﻦ ا ﻟﻔ ﻀ ﻞ أ ﻧ ﺒﺄ ا ﻟ ﯿﺎ ﻃ ﺮ ﻗﺎ ﻧ ﻲ ﺳ ﻤ ﻌ ﺖ أ ﺑﺎ ﻋ ﻤ ﺮ ا ﻟ ﺴ ﻠ ﻤ ﻲ‬
‫ﺳ ﻤ ﻌ ﺖ أ ﺑﺎ ﺣﻔ ﺺ ا ﻟ ﺮ ﻓﺎ ﻋ ﻲ ﺳ ﻤ ﻌ ﺖ ﻋ ﻤ ﺮ و ﺑ ﻦ ﺗ ﻤ ﯿ ﻢ ا ﻟ ﻤ ﻜ ﻲ ﻗﺎ ل ﺳ ﻤ ﻌ ﺖ ﻣ ﺤ ﻤﺪ ﺑ ﻦ إ ﺳ ﻤﺎ ﻋ ﯿ ﻞ ا ﻟ ﺘ ﺮ ﻣﺬ ي ﺳ ﻤ ﻌ ﺖ ا ﻟ ﻤ ﺰ ﻧ ﻲ ﯾﻘ ﻮ ل ﻻ ﯾ ﺼ ﺢ‬
‫ﻷ ﺣﺪ ﺗ ﻮ ﺣ ﯿﺪ ﺣ ﺘ ﻰ ﯾ ﻌ ﻠ ﻢ أ ن ا ﷲ ﻋ ﻠ ﻰ ا ﻟ ﻌ ﺮ ش ﺑ ﺼﻔﺎ ﺗ ﻪ ﻗ ﻠ ﺖ ﻣ ﺜ ﻞ أ ي ﺷ ﻲ ء ﻗﺎ ل ﺳ ﻤ ﯿ ﻊ ﺑ ﺼ ﯿ ﺮ ﻋ ﻠ ﯿ ﻢ ﻗﺪ ﯾ ﺮ أ ﺧ ﺮ ﺟ ﻬﺎ ا ﺑ ﻦ ﻣ ﻨﺪ ه ﻓ ﻲ ﺗﺎ ر ﯾ ﺨ ﻪ‬

Ibnu Salamah telah menceritakan pada kami, dari Abu Ja’far Ath Thurthusi, dari Yahya
bin Mandah, Ahmad bin Al Fadhl telah menceritakan kepada kami, Al Yathuqorni telah
menceritakan, aku mendengar ‘Umar As Sulami, aku mendengar Abu Hafsh Ar Rifa’i,
aku mendengar ‘Amr bin Tamim Al Makki, ia berkata, aku mendengar Muhammad bin
Isma’il At Tirmidzi, aku mendengar Al Muzanni berkata,

‫ﻻ ﯾ ﺼ ﺢ ﻷ ﺣﺪ ﺗ ﻮ ﺣ ﯿﺪ ﺣ ﺘ ﻰ ﯾ ﻌ ﻠ ﻢ أ ن ا ﷲ ﻋ ﻠ ﻰ ا ﻟ ﻌ ﺮ ش ﺑ ﺼﻔﺎ ﺗ ﻪ‬

“Ketauhidan seseorang tidaklah sah sampai ia mengetahui bahwa Allah berada di atas
‘Arsy-nya dengan sifat-sifat-Nya.” Aku pun berkata, “Sifat-sifat yang dimaksud semisal
apa?” Ia berkata, “Sifat mendengar, melihat, mengetahui dan berkuasa atas segala
sesuatu.” Ibnu Mandah mengeluarkan riwayat ini dalam kitab tarikhnya. [Syaikh Al
Albani mengatakan, “Dari jalur yang dibawakan oleh penulis (Adz Dzahabi) dengan
sanadnya terdapat perowi yang tidak aku kenal semisal ‘Amr bin Tamim Al Makki.”
(Mukhtashor Al ‘Uluw, hal. 201)].

56. Muhammad bin Yahya Adz Dzuhliy [meninggal dunia pada tahun 258 H].

‫ﻗﺎ ل ا ﻟ ﺤﺎ ﻛ ﻢ ﻗ ﺮ أ ت ﺑ ﺨ ﻂ أ ﺑ ﻲ ﻋ ﻤ ﺮ و ا ﻟ ﻤ ﺴ ﺘ ﻤ ﻠ ﻲ ﺳ ﺌ ﻞ ﻣ ﺤ ﻤﺪ ﺑ ﻦ ﯾ ﺤ ﯿ ﻰ ﻋ ﻦ ﺣﺪ ﯾ ﺚ ﻋ ﺒﺪ ا ﷲ ﺑ ﻦ ﻣ ﻌﺎ و ﯾ ﺔ ﻋ ﻦ ا ﻟ ﻨ ﺒ ﻲ ﻟ ﯿ ﻌ ﻠ ﻢ ا ﻟ ﻌ ﺒﺪ أ ن ا ﷲ ﻣ ﻌ ﻪ‬
‫ﺣ ﯿ ﺚ ﻛﺎ ن ﻓﻘﺎ ل ﯾ ﺮ ﯾﺪ أ ن ا ﷲ ﻋ ﻠ ﻤ ﻪ ﻣ ﺤ ﯿ ﻂ ﺑ ﻜ ﻞ ﻣﺎ ﻛﺎ ن و ا ﷲ ﻋ ﻠ ﻰ ا ﻟ ﻌ ﺮ ش‬

Al Hakim berkata, “Aku membacakan dengan tulisan pada Abu ‘Amr Al Mustahli,
Muhammad bin Yahya ditanya mengenai hadits ‘Abdullah bin Mu’awiyah dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam,

‫ﻟ ﯿ ﻌ ﻠ ﻢ ا ﻟ ﻌ ﺒﺪ أ ن ا ﷲ ﻣ ﻌ ﻪ ﺣ ﯿ ﺚ ﻛﺎ ن‬

“Supaya hamba mengetahui bahwa Allah bersama dirinya di mana saja ia berada.”

Lantas Adz Dzuhliy mengatakan,

‫أ ن ا ﷲ ﻋ ﻠ ﻤ ﻪ ﻣ ﺤ ﯿ ﻂ ﺑ ﻜ ﻞ ﻣﺎ ﻛﺎ ن و ا ﷲ ﻋ ﻠ ﻰ ا ﻟ ﻌ ﺮ ش‬

“Ketahuilah ilmu Allah itu meliputi segala sesuatu, namun Allah tetap di atas ‘Arsy-
Nya.” [Syaikh Al Albani mengatakan, “Riwayat ini dibawakan oleh penulis dari
Muhammad bin Nu’aim, aku sendiri tidak mengenalnya.” (Lihat Mukhtashor Al ‘Uluw,
hal. 202)].

57. Muhammad bin Isma’il Al Bukhari [hidup dari tahun 194-256 H].

‫ﻗﺎ ل ا ﻹ ﻣﺎ م أ ﺑ ﻮ ﻋ ﺒﺪ ا ﷲ ﻣ ﺤ ﻤﺪ ﺑ ﻦ إ ﺳ ﻤﺎ ﻋ ﯿ ﻞ ﻓ ﻲ آ ﺧ ﺮ ا ﻟ ﺠﺎ ﻣ ﻊ ا ﻟ ﺼ ﺤ ﯿ ﺢ ﻓ ﻲ ﻛ ﺘﺎ ب ا ﻟ ﺮد ﻋ ﻠ ﻰ ا ﻟ ﺠ ﻬ ﻤ ﯿ ﺔ ﺑﺎ ب ﻗ ﻮ ﻟ ﻪ ﺗ ﻌﺎ ﻟ ﻰ و ﻛﺎ ن ﻋ ﺮ ﺷ ﻪ ﻋ ﻠ ﻰ‬
‫ا ﻟ ﻤﺎ ء ﻗﺎ ل أ ﺑ ﻮ ا ﻟ ﻌﺎ ﻟ ﯿ ﺔ ا ﺳ ﺘ ﻮ ى إ ﻟ ﻰ ا ﻟ ﺴ ﻤﺎ ء إ ر ﺗﻔ ﻊ و ﻗﺎ ل ﻣ ﺠﺎ ﻫﺪ ﻓ ﻲ ا ﺳ ﺘ ﻮ ى ﻋ ﻼ ﻋ ﻠ ﻰ ا ﻟ ﻌ ﺮ ش و ﻗﺎ ﻟ ﺖ ز ﯾ ﻨ ﺐ أ م ا ﻟ ﻤ ﺆ ﻣ ﻨ ﯿ ﻦ ر ﺿ ﻲ ا ﷲ‬
‫ﻋ ﻨ ﻬﺎ ز و ﺟ ﻨ ﻲ ا ﷲ ﻣ ﻦ ﻓ ﻮ ق ﺳ ﺒ ﻊ ﺳ ﻤ ﻮ ا ت‬

19/33
Imam Abu ‘Abdillah Muhammad bin Isma’il Al Bukhari berkata dalam akhir Al Jaami’
Ash Shohih dalam kitab bantahan kepada Jahmiyah, beliau membawakan Bab firman
Allah Ta’ala,

‫َ َﻛﺎَن َﻋْﺮُﺷُﻪ َﻋﻠَﻰ اْﻟَﻤﺎِء‬

“Dan adalah singgasana-Nya (sebelum itu) di atas air.” (QS. Hud : 7).

Abul ‘Aliyah mengatakan bahwa maksud dari ‘istiwa’ di atas langit’ adalah naik.
Mujahid mengatakan bahwa istiwa’ adalah menetap tinggi di atas ‘Arsy. Zainab Ummul
Mukminin mengatakan, “Allah yang berada di atas langit ketujuh yang telah
menikahkanku.” [Lihat Al ‘Uluw, hal. 186 dan Mukhtashor Al ‘Uluw, hal. 202].

58. Abu Zur’ah Ar Rozi [meninggal tahun 264 H].

‫ﻗﺎ ل أ ﺑ ﻮ إ ﺳ ﻤﺎ ﻋ ﯿ ﻞ ا ﻷ ﻧ ﺼﺎ ر ي ﻣ ﺼ ﻨ ﻒ ذ م ا ﻟ ﻜ ﻼ م و أ ﻫ ﻠ ﻪ أ ﻧ ﺒﺎ أ ﺑ ﻮ ﯾ ﻌﻘ ﻮ ب ا ﻟﻘ ﺮ ا ب أ ﻧ ﺒﺄ ﻧﺎ ﺟﺪ ي ﺳ ﻤ ﻌ ﺖ أ ﺑﺎ ا ﻟﻔ ﻀ ﻞ إ ﺳ ﺤﺎ ق ﺣﺪ ﺛ ﻨ ﻲ ﻣ ﺤ ﻤﺪ‬
‫ا ﺑ ﻦ إ ﺑ ﺮ ا ﻫ ﯿ ﻢ ا ﻷ ﺻ ﺒ ﻬﺎ ﻧ ﻲ ﺳ ﻤ ﻌ ﺖ أ ﺑﺎ ز ر ﻋ ﺔ ا ﻟ ﺮ ا ز ي و ﺳ ﺌ ﻞ ﻋ ﻦ ﺗﻔ ﺴ ﯿ ﺮ ا ﻟ ﺮ ﺣ ﻤ ﻦ ﻋ ﻠ ﻰ ا ﻟ ﻌ ﺮ ش ا ﺳ ﺘ ﻮ ى ﻓ ﻐ ﻀ ﺐ و ﻗﺎ ل ﺗﻔ ﺴ ﯿ ﺮ ه ﻛ ﻤﺎ ﺗﻘ ﺮ أ‬
‫ﻫ ﻮ ﻋ ﻠ ﻰ ﻋ ﺮ ﺷ ﻪ و ﻋ ﻠ ﻤ ﻪ ﻓ ﻲ ﻛ ﻞ ﻣ ﻜﺎ ن ﻣ ﻦ ﻗﺎ ل ﻏ ﯿ ﺮ ﻫﺬ ا ﻓ ﻌ ﻠ ﯿ ﻪ ﻟ ﻌ ﻨ ﺔ ا ﷲ‬

Abu Isma’il Al Anshori –penulis Dzammul Kalam wa Ahlih-, Abu Ya’qub Al Qurob
menceritakan, kakekku menceritakan pada kami, aku mendengar Abul Fadhl Ishaq,
Muhammad bin Ibrohim Al Ash-bahani telah menceritakan padaku, aku mendengar
Abu Zur’ah Ar Rozi ditanya mengenai tafsir firman Allah,

ِ ‫اﻟﱠﺮْﺣَﻤُﻦ َﻋﻠَﻰ اْﻟَﻌْﺮ‬


‫ش اْﺳﺘََﻮى‬

“(Yaitu) Rabb Yang Maha Pemurah yang menetap tinggi di atas ‘Arsy .” (QS. Thoha : 5).
Beliau lantas marah. Kemudian beliau pun berkata, “Tafsirnya sebagaimana yang
engkau baca. Allah di atas ‘Arsy-Nya sedangkan ilmu Allah yang berada di mana-mana.
Siapa yang mengatakan selain ini, maka dialah yang akan mendapat laknat Allah.”
[Lihat Al ‘Uluw, hal. 187-188 dan Mukhtashor Al ‘Uluw, hal. 203].

59. Ahmad bin Abul Khoir telah menceritakan kepada kami, dari Yahya bin Yunus, Abu
Tholib menceritakan pada kami, Abu Ishaq Al Barmaki telah menceritakan pada kami,
‘Ali bin ‘Abdul ‘Aziz telah menceritakan pada kami, ia berkata bahwa ‘Abdurrahman bin
Abu Hatim telah menceritakan pada kami, bahwa dia bertanya pada ayahnya dan Abu
Zur’ah mengenai aqidah Ahlus Sunnah dalam ushuluddin dan apa yang dipahami oleh
keduanya mengenai perkataan para ulama di berbagai negeri dan apa saja keyakinan
mereka.

Abu Hatim dan Abu Zur’ah berkata,

“Yang kami ketahui bahwa ulama di seluruh negeri di Hijaz, ‘Iraq, Mesir, Syam, Yaman;
mereka semua meyakini bahwa Allah Tabaroka wa Ta’ala berada di atas ‘Arsy-nya,
terpisah dari makhluk-Nya sebagaimana yang Allah sifati pada diri-Nya sendiri dan
tanpa kita ketahui hakikatnya. Sedangkan ilmu Allah meliputi segala sesuatu.” [ Lihat Al
‘Uluw, hal. 188 dan Mukhtashor Al ‘Uluw, hal. 204].
20/33
60. Abu Hatim Ar Rozi [meninggal dunia tahun 277 H].

‫ﻗﺎ ل ا ﻟ ﺤﺎ ﻓ ﻆ أ ﺑ ﻮ ا ﻟﻘﺎ ﺳ ﻢ ا ﻟ ﻄ ﺒ ﺮ ي و ﺟﺪ ت ﻓ ﻲ ﻛ ﺘﺎ ب أ ﺑ ﻲ ﺣﺎ ﺗ ﻢ ﻣ ﺤ ﻤﺪ ﺑ ﻦ إد ر ﯾ ﺲ ﺑ ﻦ ا ﻟ ﻤ ﻨﺬ ر ا ﻟ ﺤ ﻨ ﻈ ﻠ ﻲ ﻣ ﻤﺎ ﺳ ﻤ ﻊ ﻣ ﻨ ﻪ ﯾﻘ ﻮ ل ﻣﺬ ﻫ ﺒ ﻨﺎ‬


‫و إ ﺧ ﺘ ﯿﺎ ر ﻧﺎ إ ﺗ ﺒﺎ ع ر ﺳ ﻮ ل ا ﷲ و أ ﺻ ﺤﺎ ﺑ ﻪ و ا ﻟ ﺘﺎ ﺑ ﻌ ﯿ ﻦ ﻣ ﻦ ﺑ ﻌﺪ ﻫ ﻢ و ا ﻟ ﺘ ﻤ ﺴ ﻚ ﺑ ﻤﺬ ا ﻫ ﺐ أ ﻫ ﻞ ا ﻷ ﺛ ﺮ ﻣ ﺜ ﻞ ا ﻟ ﺸﺎ ﻓ ﻌ ﻲ و أ ﺣ ﻤﺪ و إ ﺳ ﺤﺎ ق و أ ﺑ ﻲ ﻋ ﺒ ﯿﺪ‬
‫ر ﺣ ﻤ ﻬ ﻢ ا ﷲ ﺗ ﻌﺎ ﻟ ﻰ و ﻟ ﺰ و م ا ﻟ ﻜ ﺘﺎ ب و ا ﻟ ﺴ ﻨ ﺔ و ﻧ ﻌ ﺘﻘﺪ أ ن ا ﷲ ﻋ ﺰ و ﺟ ﻞ ﻋ ﻠ ﻰ ﻋ ﺮ ﺷ ﻪ ﺑﺎ ﺋ ﻦ ﻣ ﻦ ﺧ ﻠﻘ ﻪ ﻟ ﯿ ﺲ ﻛ ﻤ ﺜ ﻠ ﻪ ﺷ ﻲ ء و ﻫ ﻮ ا ﻟ ﺴ ﻤ ﯿ ﻊ ا ﻟ ﺒ ﺼ ﯿ ﺮ‬

Al Hafizh Abul Qosim Ath Thobari mengatakan bahwa beliau mendapati dalam kitab
Abu Hatim Muhammad bin Idris bin Al Mundzir Al Hanzholi, perkataan yang didengar
darinya, Abu Hatim mengatakan,

“Pilihan kami adalah mengikuti Rasulullah, para sahabat, para tabi’in dan yang
setelahnya. Kami pun berpegang dengan madzhab Ahlus Sunnah semacam Asy Syafi’i,
Ahmad , Ishaq, Abu ‘Abdillah rahimahumullah. Kami pun konsekuen dengan Al Kitab
dan As Sunnah. Kami meyakini bahwa Allah ‘azza wa jalla menetap tinggi di atas ‘Arsy,
terpisah dari makhluk-Nya. Tidak ada yang semisal dengan-Nya, Dialah (Allah) yang
Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”

Lantas Abu Hatim Ar Rozi menyebutkan perkataan,

‫و ﻋ ﻼ ﻣ ﺔ أ ﻫ ﻞ اﻟﺒﺪ ع اﻟ ﻮ ﻗﯿ ﻌ ﺔ ﻓ ﻲ أ ﻫ ﻞ ا ﻷﺛ ﺮ و ﻋ ﻼ ﻣ ﺔ اﻟ ﺠ ﻬ ﻤﯿ ﺔ أ ن ﯾ ﺴ ﻤ ﻮا أ ﻫ ﻞ اﻟ ﺴﻨ ﺔ ﻣ ﺸﺒ ﻬ ﺔ‬

“Di antara tanda ahlul bid’ah adalah berbagai tuduhan keliru yang mereka sematkan
pada Ahlus Sunnah. Tanda Jahmiyah adalah mereka menyebut Ahlus Sunnah dengan
musyabbihah (orang yang menyerupakan Allah dengan makhluk).” [Lihat Al ‘Uluw, hal.
189-190 dan Mukhtashor Al ‘Uluw, hal. 206-207].

61. Yahya bin Mu’adz Ar Rozi [meninggal dunia tahun 258 H].

‫ﻗﺎ ل أ ﺑ ﻮ إ ﺳ ﻤﺎ ﻋ ﯿ ﻞ ا ﻷ ﻧ ﺼﺎ ر ي ﻓ ﻲ ا ﻟﻔﺎ ر و ق ﺑﺈ ﺳ ﻨﺎد إ ﻟ ﻰ ﻣ ﺤ ﻤﺪ ﺑ ﻦ ﻣ ﺤ ﻤ ﻮد ﺳ ﻤ ﻌ ﺖ ﯾ ﺤ ﯿ ﻰ ﺑ ﻦ ﻣ ﻌﺎذ ﯾﻘ ﻮ ل إ ن ا ﷲ ﻋ ﻠ ﻰ ا ﻟ ﻌ ﺮ ش ﺑﺎ ﺋ ﻦ ﻣ ﻦ‬


‫ﺧ ﻠﻘ ﻪ أ ﺣﺎ ط ﺑ ﻜ ﻞ ﺷ ﻲ ء ﻋ ﻠ ﻤﺎ ﻻ ﯾ ﺸﺬ ﻋ ﻦ ﻫﺬ ه ا ﻟ ﻤﻘﺎ ﻟ ﺔ إ ﻻ ﺟ ﻬ ﻤ ﻲ ﯾ ﻤ ﺰ ج ا ﷲ ﺑ ﺨ ﻠﻘ ﻪ‬

Abu Isma’il Al Anshori berkata dalam Al Faruq dengan sanad sampai ke Muhammad
bin Mahmud, aku mendengar Yahya bin Mu’adz berkata, “Sesungguhnya Allah di atas
‘Arsy, terpisah dari makhluk-Nya. Namun ilmu Allah meliputi segala sesuatu. Tidak ada
yang memiliki perkataan nyleneh selain Jahmiyah. Jahmiyah meyakini bahwa Allah
bercampur dengan makhluk-Nya.” [Lihat Al ‘Uluw, hal. 190 dan Mukhtashor Al ‘Uluw,
hal. 207-208].

62. Imam ‘Utsman bin Sa’id Ad-Darimi [meninggal tahun 280 H] berkata :

‫ﻗﺪ ا ﺗﻔﻘ ﺖ ا ﻟ ﻜ ﻠ ﻤ ﺔ ﻣ ﻦ ا ﻟ ﻤ ﺴ ﻠ ﻤ ﯿ ﻦ أ ن ا ﷲ ﻓ ﻮ ق ﻋ ﺮ ﺷ ﻪ ﻓ ﻮ ق ﺳ ﻤﺎ و ا ﺗ ﺔ‬

“Sungguh kaum muslimin telah bersepakat terhadap satu kalimat bahwasannya Allah
berada di atas ‘Arsy-Nya, di atas langit-langit-Nya”. [Al-Arba’iin fii Shifaati
Rabbil-‘Aalamiin oleh Adz-Dzahabiy, tahqiq ‘Abdul-Qaadir Athaa, hal. 43 no. 17;
Maktabah Al-‘Uluum wal-Hikam, Cet. 1/1413].

21/33
63. Imam ‘Utsman bin Sa’id ad-Darimi berkata: “Hadits ini (tentang hadits
nuzul) sangat pahit bagi kelompok Jahmiyah dan mematahkan faham mereka bahwa
Allah tidak di atas arsy tetapi di bumi sebagaimana Dia juga di langit. Lantas
bagaimanakah Allah turun ke bumi kalau memang Dia sendiri sudah di atas bumi?
Sungguh lafazh hadits ini membantah faham mereka dan mematahkan argumen
mereka”. [Naqdhu Utsman bin Sa’id ‘ala Al-Mirrisi Al-Jahmi Al-Anid hal. 285].

64. Imam ‘Utsman ad-Darimi berkata: “Dalam hadits ini (tentang budak jariyah)
terdapat dalil bahwa seorang apabila tidak mengetahui kalau Allah itu di atas langit
bukan di bumi maka dia bukan seorang mukmin. Apakah anda tidak tahu bahwa Nabi
menjadikan tanda keimanannya adalah pengetahuannya bahwa Allah di atas langit?!!
Dan dalam pertanyaan Nabi ‘Di mana Allah?’ terdapat bantahan ucapan sebagian
kalangan yang mengatakan bahwa Allah berada di setiap tempat, tidak disifati dengan
‘di mana?’, sebab sesuatu yang ada di mana-mana tidak mungkin disifati ‘dimana?’.
Seandainya Allah ada dimana-mana sebagaimana anggapan para penyimpang, tentu
Nabi akan mengingkari jawabannya.”. [Ar-Radd ala Jahmiyyah hal. 46-47].

65. Imam Utsman ad-Darimi berkata: “Dan telah sepakat perkataan kaum
muslimin dan orang-orang kafir bahwasanya Allah berada di langit, dan mereka telah
menjelaskan Allah dengan hal itu (yaitu bahwasanya Allah berada di atas langit -pent)
kecuali Bisyr Al-Marrisi yang sesat dan para sahabatnya. Bahkan anak-anak yang belum
dewasa merekapun mengetahui hal ini, jika seorang anak kecil tersusahkan dengan
sesuatu perkara maka ia mengangkat kedua tangannya ke Robb-Nya berdoa kepadaNya
di langit, dan tidak mengarahkan tangannya ke arah selain langit. Maka setiap orang
lebih menetahui tentang Allah dan dimana Allah daripada Jahmiyah.” [Rod Ad-Darimi
Utsmaan bin Sa’iid alaa Bisyr Al-Mariisi Al-’Aniid Hal 25].

66. Abu Ja’far Ibnu Abi Syaibah, Ulama Hadits di Negeri Kufah [meninggal tahun
297 H].

Al Hafizh Abu Ja’far Muhammad bin ‘Utsman bin Muhammad bin Abi Syaibah Al
‘Abasi, muhaddits Kufah di masanya, di mana beliau telah menulis tentang masalah
‘Arsy dalam seribu kitab, beliau berkata,

‫ذ ﻛ ﺮ و ا أ ن ا ﻟ ﺠ ﻬ ﻤ ﯿ ﺔ ﯾﻘ ﻮ ﻟ ﻮ ن ﻟ ﯿ ﺲ ﺑ ﯿ ﻦ ا ﷲ و ﺑ ﯿ ﻦ ﺧ ﻠﻘ ﻪ ﺣ ﺠﺎ ب و أ ﻧ ﻜ ﺮ و ا ا ﻟ ﻌ ﺮ ش و أ ن ﯾ ﻜ ﻮ ن ا ﷲ ﻓ ﻮ ﻗ ﻪ و ﻗﺎ ﻟ ﻮ ا إ ﻧ ﻪ ﻓ ﻲ ﻛ ﻞ ﻣ ﻜﺎ ن ﻓﻔ ﺴ ﺮ ت‬
‫ا ﻟ ﻌ ﻠ ﻤﺎ ء و ﻫ ﻮ ﻣ ﻌ ﻜ ﻢ ﯾ ﻌ ﻨ ﻲ ﻋ ﻠ ﻤ ﻪ ﺛ ﻢ ﺗ ﻮ ا ﺗ ﺮ ت ا ﻷ ﺧ ﺒﺎ ر أ ن ا ﷲ ﺗ ﻌﺎ ﻟ ﻰ ﺧ ﻠ ﻖ ا ﻟ ﻌ ﺮ ش ﻓﺎ ﺳ ﺘ ﻮ ى ﻋ ﻠ ﯿ ﻪ ﻓ ﻬ ﻮ ﻓ ﻮ ق ا ﻟ ﻌ ﺮ ش ﻣ ﺘ ﺨ ﻠ ﺼﺎ ﻣ ﻦ ﺧ ﻠﻘ ﻪ ﺑﺎ ﺋ ﻨﺎ‬
‫ﻣﻨﻬ ﻢ‬

Jahmiyah berkata bahwa antara Allah dan makhluk-Nya sama sekali tidak ada
pembatas. Jahmiyah mengingkari ‘Arsy dan mengingkari keberadaan Allah di atas
‘Arsy. Jahmiyah katakan bahwa Allah berada di setiap tempat. Padahal para ulama
menafsirkan ayat (‫)وﻫﻮﻣﻌﻜﻢ‬, Allah bersama kalian, yang dimaksud adalah dengan ilmu
Allah. Kemudian juga telah ada berbagai berita mutawatir (yang melalui jalan yang
amat banyak) bahwa Allah menciptakan ‘Arsy, lalu beristiwa’ (menetap tinggi) di

22/33
atasnya. Allah benar-benar di atas ‘Arsy, namun Allah terpisah atau tidak menyatu
dengan makhluk-Nya. [Lihat Al ‘Uluw, hal. 220 dan Mukhtashor Al ‘Uluw, hal. 220-
221].

67. Zakariyaa As-Saaji (wafat tahun 307 H).

Beliau berkata :

‫ا ﻟﻘ ﻮ ل ﻓ ﻲ ا ﻟ ﺴ ﻨ ﺔ ا ﻟ ﺘ ﻲ ر أ ﯾ ﺖ ﻋ ﻠ ﯿ ﻬﺎ أ ﺻ ﺤﺎ ﺑ ﻨﺎ أ ﻫ ﻞ ا ﻟ ﺤﺪ ﯾ ﺚ ا ﻟﺬ ﯾ ﻦ ﻟﻘ ﯿ ﻨﺎ ﻫ ﻢ أ ن ا ﷲ ﺗ ﻌﺎ ﻟ ﻰ ﻋ ﻠ ﻰ ﻋ ﺮ ﺷ ﻪ ﻓ ﻲ ﺳ ﻤﺎ ﺋ ﻪ ﯾﻘ ﺮ ب ﻣ ﻦ ﺧ ﻠﻘ ﻪ ﻛ ﯿ ﻒ‬
‫”ﺷﺎء‬.

“Perkataan tentang sunnah yang aku lihat merupakan perkataan para sahabat kami –
dari kalangan Ahlul Hadits yang kami jumpai- bahwasanya Allah ta’aala di atas ‘arsyNya
di langit, Ia dekat dengan makhluknya sesuai dengan yang dikehendakiNya.”

(Al-’Uluw li Al-’Aliy Al-’Adziim li Adz-Dzahabi 2/1203 no 482).

Adz-Dzahabi berkata : As-Saji adalah syaikh dan hafizhnya kota Al-Bashroh dan Abul
Hasan Al-Asy’ari mengambil ilmu hadits dan aqidah Ahlus Sunnah darinya (Al-’Uluw li
Al-’Aliy Al-’Adziim li Adz-Dzahabi 2/1203 dan Ijtimaa’ Al-Juyuusy Al-Islaamiyah li
Ibnil Qoyyim hal 185).

68. Abu Bakr Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah (223 H-311 H).

Beliau berkata dalam kitabnya At-Tauhiid :

“Bab : Penyebutan penjelasan bahwasanya Allah Azza wa Jalla di langit:

Sebagaimana Allah kabarkan kepada kita dalam Al-Qur’an dan melalui lisan NabiNya
–’alaihis salaam- dan sebagaimana hal ini dipahami pada fitroh kaum muslimin, dari
kalangan para ulama mereka dan orang-orang jahilnya mereka, orang-orang merdeka
dan budak-budak mereka, para lelaki dan para wanita, orang-orang dewasa dan anak-
anak kecil mereka. Seluruh orang yang berdoa kepada Allah jalla wa ‘alaa hanyalah
mengangkat kepalanya ke langit dan menjulurkan kedua tangannya kepada Allah, ke
arah atas dan bukan kearah bawah” [At-Tauhiid 1/254].

69. Berkata Muhammad bin Ishaq ibnu Khuzaimah: “Barangsiapa yang tidak
mengatakan bahwa Allah Azza wa Jalla di atas ‘Arsy-Nya, tinggi di atas tujuh lapis
langit, maka dia kafir kepada Rabb-nya; halal darahnya, diminta taubat kalau mau
bertaubat; kalau tidak mau bertaubat, maka dipenggal lehernya, dibuang jasadnya ke
tempat-tempat pembuangan sampah agar tidak mengganggu kaum muslimin dan para
mu’ahad dengan busuknya bau bangkai mereka. Hartanya menjadi fa’i (rampasan
perang untuk baitul maal). Tidak boleh mewarisinya seorang pun dari kaum muslimin,
karena seorang muslim tidak mewarisi dari seorang kafir sebagaimana ucapan Nabi
yang diriwayatkan dari Usamah bin Zaid :

23/33
“Orang muslim tidak mewarisi dari orang kafir dan orang kafir tidak mewarisi dari
orang muslim”. (HR. Bukhari Muslim). [Aqidatus Salaf Ashabul Hadits, tahqiq Abul
Yamin al-Manshuri, hal. 47].

70. Imam Abu Ja’far Ahmad bin Muhammad Ath Thahawi rahimahullah
[wafat tahun 321 H].

Beliau berkata: “Allah tidak membutuhkan ‘Arsy dan apa yang ada dibawahnya. Allah
menguasai segala sesuatu dan apa yang ada diatasnya. Dan Dia tidak memberi
kemampuan kepada makhluk-Nya untuk mengetahui segala sesuatu.” Beliau
menjelaskan bahwa Allah menciptakan ‘Arsy dan bersemayam di atasnya, bukanlah
karena Allah membutuhkan ‘Arsy tetapi Allah memiliki hikmah tersendiri tentang hal
itu. Bahkan sebaliknya, sekalian makhluk termasuk ‘Arsy bergantung kepada Allah Jalla
wa ‘Ala.” [Lihat Imam al-Qadhi ‘Ali bin ‘Ali bin Muhammad bin ‘Abdil ‘Izz ad-Dimasyqi
dalam Syarh ‘Aqidah at-Thahâwiyah, (hal. 372)].

71. Imam Abul Hasan Al-’Asy’ari rahimahullah [lahir tahun 260 H dan wafat pada
tahun 324 H].

Beliau berkata dalam kitabnya Risaalah ila Ahli Ats-Tsagr:

Ijmak kesembilan :

Dan mereka (para salaf) berkonsensus (ijmak) … bahwasanya Allah ta’aala di atas
langit, diatas arsyNya bukan di bumi. Hal ini telah ditunjukan oleh firman Allah,

َ ‫أَأَِﻣْﻨُﺘْﻢ َﻣْﻦ ِﻓﻲ اﻟﱠﺴَﻤﺎِء أَْن َﯾْﺨِﺴَﻒ ِﺑُﻜُﻢ اﻷْر‬


‫ض‬

Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit bahwa Dia akan menjungkir
balikkan bumi bersama kamu (QS Al-Mulk : 16).

Dan Allah berfirman

‫ِإﻟَْﯿِﻪ َﯾْﺼَﻌُﺪ اْﻟَﻜﻠُِﻢ اﻟﱠﻄﱡِﯿﺐ َواْﻟَﻌَﻤُﻞ اﻟﱠﺼﺎﻟُِﺢ َﯾْﺮَﻓُﻌُﻪ‬

kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya
(QS Faathir : 10).

Dan Allah berfirman

ِ ‫اﻟﱠﺮْﺣﻤُﻦ َﻋﻠَﻰ اْﻟَﻌْﺮ‬


‫ش اْﺳَﺘﻮى‬

“(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang ber-istiwa di atas Arasy.” (QS. Thâhâ;5).

Dan bukanlah istiwaa’nya di atas arsy maknanya istiilaa’ (menguasai) sebagaimana


yang dikatakan oleh qodariah (Mu’tazilah-pent), karena Allah Azza wa Jalla selalu
menguasai segala sesuatu. Dan Allah mengetahui yang tersembunyi dan yang lebih

24/33
samar dari yang tersembunyi, tidak ada sesuatupun di langit maupun di bumi yang
tersembunyi bagi Allah, hingga seakan-akan Allah senantiasa hadir bersama segala
sesuatu. Hal ini telah ditunjukan oleh Allah Azza wa Jalla dengan firmanNya,

‫َوُﻫَﻮ َﻣَﻌُﻜْﻢ أَْﯾَﻦ َﻣﺎ ُﻛْﻨُﺘْﻢ‬

Dia bersama kamu dimana saja kamu berada (QS Al-Hadiid : 4).

Para ahlul ilmi menafsirkan hal ini dengan ta’wil yaitu bahwasanya ilmu Allah meliputi
mereka di mana saja mereka berada” [Risaalah ilaa Ahli Ats-Tsagr 231-234].

72. Al-Imam Abul-Hasan Al-Asy’ariy malah bersaksi bahwa ciri ahlussunnah


adalah sebagai berikut: “Berkata Ahlussunnah dan Ashhab al-Hadits: “Dia bukan jisim,
tidak menyerupai apapun, Dia ada di atas Arsy seperti yang Dia kabarkan (Thaha: 5).
Kita tidak melancangi Allah dalam ucapan, tetapi kita katakan: istawa tanpa kaif. Dia
adalah Nur (pemberi cahaya) sebagaimana firmann-Nya (an-Nur: 35), Dia memiliki
wajah sebagaimana firman-Nya (al-Rahman: 27), Dia memiliki Yadain (dua tangan)
sebagaimana firman-Nya (Shad: 75), dia memiliki dua ‘ain (mata) sebagaimana
firmanNya (al-Qamar: 14), Dia akan datang pada hari kiamat Dia dan para malaikat-
Nya sebagaiman firman-Nya (al-Fajr: 22), dia turun ke langit terendah sebagaimana
dalam hadits. Mereka tidak mengatakan apapun kecuali apa yang mereka dapatkan
dalam al-Qur`an atau yang datang keterangannya dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wasallam.” [Al Maqalat: 136].

73. Al-Imam Abul-Hasan Al-Asy’ariy rahimahullah berkomentar tentang ‘aqidah


Jahmiyyah yang satu ini dengan perkataannya :

‫ و ﺟ ﺤﺪ و ا أ ن‬، ‫ و أ ﻧ ﻪ ﺗ ﻌﺎ ﻟ ﻰ ﻓ ﻲ ﻛ ﻞ ﻣ ﻜﺎ ن‬، ‫ إ ن ﻣ ﻌ ﻨ ﻰ ا ﺳ ﺘ ﻮ ى إ ﺳ ﺘ ﻮ ﻟ ﻰ و ﻣ ﻠ ﻚ و ﻗ ﻬ ﺮ‬: ‫و ﻗﺪ ﻗﺎ ل ﻗﺎ ﺋ ﻠ ﻮ ن ﻣ ﻦ ا ﻟ ﻤ ﻌ ﺘ ﺰ ﻟ ﺔ و ا ﻟ ﺠ ﻬ ﻤ ﯿ ﺔ و ا ﻟ ﺤ ﺮ و ر ﯾ ﺔ‬


‫ ﻓ ﻠ ﻮ ﻛﺎ ن ﻛ ﻤﺎ ﻗﺎ ﻟ ﻮ ا ﻛﺎ ن ﻻ ﻓ ﺮ ق ﺑ ﯿ ﻦ ا ﻟ ﻌ ﺮ ش و ﺑ ﯿ ﻦ ا ﻷ ر ض‬، ‫ وذ ﻫ ﺒ ﻮ ا ﻓ ﻲ ا ﻹ ﺳ ﺘ ﻮ ا ء إ ﻟ ﻰ ا ﻟﻘﺪ ر ة‬، ‫ ﻛ ﻤﺎ ﻗﺎ ل أ ﻫ ﻞ ا ﻟ ﺤ ﻖ‬، ‫ﯾ ﻜ ﻮ ن ﻋ ﻠ ﻰ ﻋ ﺮ ﺷ ﻪ‬
‫ ﻓﺎﷲ ﻗﺎدر ﻋﻠﯿﻬﺎ وﻋﻠﻰ اﻟﺤﺸﻮش‬،‫ واﻷرض ﺷﻲء‬،‫اﻟﺴﺎﺑﻌﺔ ﻷﻧﻪ ﻗﺎدر ﻋﻠﻰ ﻛﻞ ﺷﻲء‬.

‫ ﻫ ﻮ ﻣ ﺴ ﺘ ﻮ ﻋ ﻠ ﻰ ا ﻷ ﺷ ﯿﺎ ء ﻛ ﻠ ﻬﺎ و ﻟ ﻢ ﯾ ﺠ ﺰ ﻋ ﻨﺪ أ ﺣﺪ ﻣ ﻦ ا ﻟ ﻤ ﺴ ﻠ ﻤ ﯿ ﻦ‬: ‫ ﻟ ﺠﺎ ز أ ن ﯾﻘﺎ ل‬، ‫و ﻛﺬ ا ﻟ ﻮ ﻛﺎ ن ﻣ ﺴ ﺘ ﻮ ﯾﺎ ﻋ ﻠ ﻰ ا ﻟ ﻌ ﺮ ش ﺑ ﻤ ﻌ ﻨ ﻰ ا ﻹ ﺳ ﺘ ﯿ ﻼ ء‬


‫ اﻹﺳﺘﯿﻼء‬: [‫ ﻓﺒﻄﻞ أن ﯾﻜﻮن اﻹﺳﺘﻮاء ]ﻋﻠﻰ اﻟﻌﺮش‬،‫ إن اﷲ ﻣﺴﺘﻮ ﻋﻠﻰ اﻷﺧﻠﯿﺔ واﻟﺤﺸﻮش‬: ‫أن ﯾﻘﻮل‬.

“Dan telah berkata orang-orang dari kalangan Mu’tazillah, Jahmiyyah, dan Haruriyyah
(Khawarij) : ‘Sesungguhnya makna istiwaa’ adalah menguasai (istilaa’), memiliki, dan
mengalahkan. Allah ta’ala berada di setiap tempat’. Mereka mengingkari keberadaan
Allah di atas ‘Arsy-Nya, sebagaimana yang dikatakan oleh Ahlul-Haq (Ahlus-Sunnah).
Mereka (Mu’tazillah, Jahmiyyah, dan Haruriyyah) memalingkan (mena’wilkan) makna
istiwaa’ kepada kekuasaan/kemampuan (al-qudrah). Jika saja hal itu seperti yang
mereka katakan, maka tidak akan ada bedanya antara ‘Arsy dan bumi yang tujuh,
karena Allah berkuasa atas segala sesuatu. Bumi adalah sesuatu, dimana Allah berkuasa
atasnya dan atas rerumputan.

Begitu juga apabila istiwaa’ di atas ‘Arsy itu bermakna menguasai (istilaa’), maka akan
berkonsekuensi untuk membolehkan perkataan : ‘Allah ber-istiwaa’ di atas segala
sesuatu’. Namun tidak ada seorang pun dari kaum muslimin yang membolehkan untuk
25/33
berkata : ‘Sesungguhnya Allah ber-istiwaa’ di tanah-tanah kosong dan rerumputan’.
Oleh karena itu, terbuktilah kebathilan perkataan bahwa makna istiwaa’ (di atas ‘Arsy)
adalah istilaa’ (menguasai)” [selengkapnya, silakan lihat Al-Ibaanah, hal. 34-37 –
melalui perantaraan Mukhtashar Al-‘Ulluw lidz-Dzahabiy oleh Al-Albaaniy, hal. 239;
Al-Maktab Al-Islamiy, Cet. 1/1401 H].

74. Al Imam Abul Hasan Al-Asy’ari berkata dalam Al-Ibanah fi Ushul Diyanah hal.
69-76 : “Dan kita melihat seluruh kaum muslimin apabila mereka berdoa, mereka
mengangkat tangannya ke arah langit, karena memang Allah tinggi di atas arsy dan arsy
di atas langit. Seandainya Allah tidak berada di atas arsy, tentu mereka tidak akan
mengangkat tangannya ke arah arsy.”

75. Al-Qaadhiy Abu Bakr Al-Baqillaniy (beliau adalah seorang ulama madzhab
Asy’ariyyah generasi awal yang terkemuka dan banyak dipuji, wafat pada tahun 403 H
di Baghdad).

Beliau berkata dalam kitabnya Al-Ibaanah :

“Jika dikatakan : Apakah kalian mengatakan bahwa Allah berada dimana-mana?,


dikatakan : Kita berlindung kepada Allah (dari perkataan ini-pent). Akan tetapi Allah
beristiwa di atas ‘arsy-Nya sebagaimana Allah kabarkan dalam kitabNya “ArRahman di
atas ‘arsy beristiwaa”, dan Allah berfirman “Kepada-Nyalah naik perkatan-perkataan
yang baik”, dan Allah berfirman “Apakah kalian merasa aman dari Allah yang berada di
atas?”

Beliau berkata, “Kalau seandainya Allah di mana-mana maka Allah akan berada di
perut manusia, di mulutnya, …”

[Sebagaimana dinukil oleh Imam Adz-Dzahabi dalam kitabnya Al-’Uluw 2/1298


(Mukhtsor Al-’Uluw 258)].

76. Al-Qaadhiy Abu Bakr Al-Baqillaniy berkata :

Bab : Apabila ada seseorang yang bertanya : “Dimanakah Allah ?”. Dikatakan
kepadanya : “Pertanyaan ‘dimana’ adalah pertanyaan yang menyangkut tempat, dan
Dia tidak boleh dilingkupi oleh satu tempat. Tidak pula satu tempat bisa meliputi-Nya.
Namun, kita hanya boleh mengatakan (atas pertanyaan itu) : ‘Dia berada di atas ‘Arsy-
Nya’, dimana hal itu tidak berkonsekuensi makna wujud badan (jism) yang bersentuhan
dan berbatasan/berdekatan. Maha Tinggi (Allah) dari atas semua itu dengan setinggi-
tinggi dan seagung-agung-Nya !” [At-Tamhiid, hal. 300-301].

77. Ibnu Kullab [241 H] sendiri mengatakan: “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam,
yang dia itu adalah orang pilihan Allah, dan yang terbaik, paling alim secara
keseluruhan membolehkan untuk bertanya dengan “Dimana Allah”, dan
mengatakannya serta membenarkan ucapan orang yang mengatakan: Di langit, dan
pada saat itu bersaksi bahwa orang itu mukmin. Sedangkan Jahm ibn Abi Shafwan dan
pengikutnya tidak membolehkan pertanyaan “Dimana“, mereka melarang
26/33
mengucapkan itu. seandainya salah tentu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam lebih
berhak untuk mengingkari. Seharusnya beliau mengatakan kepada jariyah itu: jangan
berkata begitu nanti kamu mengesankan bahwa Allah itu dibatasi, atau di satu tempat
tidak di tempat lain, tetapi ucapkanlah ada di setiap tempat, karena itu yang benar,
bukan yang tadi kamu katakan. Tidak, sekali kali tidak. Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wasallam telah membolehkannya dengan segenap pengetahuan beliau tentang
kandungannya, dan dia adalah ucapan yang paling benar, sesuatu yang wajib adanya
iman bagi pengucapnya, karena itu rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menyaksikan
keimanannya saat ia mengucapkannya. Lalu bagaimana kebenaran ada pada selainnya,
sementara al-Qur`an mengatakan itu dan bersaksi untuk itu.” [Dar` at-Ta’arud: 6/193-
194; Mawqif ibn taimiah minal asyairah, Dr. Abdurrahman al-Mahmud: 1/443].

78. Al-Imam Ibnu Baththoh (304 H-387 H).

Beliau berkata dalam kitabnya Al-Ibaanah ‘an Syarii’at Al-Firqoh An-Naajiyah :

“ ‫”ﺑﺎب اﻹﯾﻤﺎن ﺑﺄن اﷲ ﻋﻠﻰ ﻋﺮﺷﻪ ﺑﺎﺋﻦ ﻣﻦ ﺧﻠﻘﻪ وﻋﻠﻤﻪ ﻣﺤﯿﻂ ﺑﺨﻠﻘﻪ‬

‫أ ﺟ ﻤ ﻊ ا ﻟ ﻤ ﺴ ﻠ ﻤ ﻮ ن ﻣ ﻦ ا ﻟ ﺼ ﺤﺎ ﺑ ﺔ و ا ﻟ ﺘﺎ ﺑ ﻌ ﯿ ﻦ و ﺟ ﻤ ﯿ ﻊ أ ﻫ ﻞ ا ﻟ ﻌ ﻠ ﻢ ﻣ ﻦ ا ﻟ ﻤ ﺆ ﻣ ﻨ ﯿ ﻦ أ ن ا ﷲ ﺗ ﺒﺎ ر ك و ﺗ ﻌﺎ ﻟ ﻰ ﻋ ﻠ ﻰ ﻋ ﺮ ﺷ ﻪ ﻓ ﻮ ق ﺳ ﻤ ﻮ ا ﺗ ﻪ ﺑﺎ ﺋ ﻦ ﻣ ﻦ‬
‫ﺧﻠﻘ ﻪ و ﻋﻠ ﻤ ﻪ ﻣ ﺤﯿ ﻂ ﺑ ﺠ ﻤﯿ ﻊ ﺧﻠﻘ ﻪ‬

‫ إ ن‬: ‫و ﻻ ﯾﺄ ﺑ ﻰ ذ ﻟ ﻚ و ﻻ ﯾ ﻨ ﻜ ﺮ ه إ ﻻ ﻣ ﻦ ا ﻧ ﺘ ﺤ ﻞ ﻣﺬ ا ﻫ ﺐ ا ﻟ ﺤ ﻠ ﻮ ﻟ ﯿ ﺔ و ﻫ ﻢ ﻗ ﻮ م ز ا ﻏ ﺖ ﻗ ﻠ ﻮ ﺑ ﻬ ﻢ و ا ﺳ ﺘ ﻬ ﻮ ﺗ ﻬ ﻢ ا ﻟ ﺸ ﯿﺎ ﻃ ﯿ ﻦ ﻓ ﻤ ﺮ ﻗ ﻮ ا ﻣ ﻦ ا ﻟﺪ ﯾ ﻦ و ﻗﺎ ﻟ ﻮ ا‬
‫ ا ﻧ ﺘ ﻬ ﻰ‬. ” ‫ا ﷲ ذ ا ﺗ ﻪ ﻻ ﯾ ﺨ ﻠ ﻮ ﻣ ﻨ ﻪ ﻣ ﻜﺎ ن‬

“Bab Beriman Bahwa Allah di atas ‘Arsy, ‘Arsy adalah makhluk-Nya, dan Ilmu-Nya
meliputi Makhluk-Nya”

Kaum muslimin dari para sahabat, tabiin dan seluruh ulama kaum mukminin telah
bersepakat bahwa Allah -tabaraka wa ta’ala- di atas ‘arsy-Nya di atas langit-langit-Nya
yang mana ‘arsy merupakan Makhluk-Nya, dan Ilmu-Nya meliputi seluruh
makhluknya. Tidaklah menolak dan mengingkari hal ini kecuali penganut aliran
hululiyah, mereka itu adalah kaum yang hatinya telah melenceng dan setan telah
menarik mereka sehingga mereka keluar dari agama, mereka mengatakan,
“Sesungguhnya Dzat Allah Berada dimana-mana.” (al-Ibaanah 3/136).

Adz Dzahabi berkata, “Ibnu Baththoh termasuk Pembesarnya Para Imam, Seorang yang
Zuhud, Faqih, pengikut sunnah.” (Al-’uluw li Adz-Dzahabi 2/1284).

79. Imam Abu Umar At-Tholamanki Al Andalusi (339-429H).

Beliau berkata di dalam kitabnya: Al Wushul ila Ma’rifatil Ushul,

” ‫ و أ ن ا ﷲ ﺗ ﻌﺎ ﻟ ﻰ‬، ‫ أ ﻧ ﻪ ﻋ ﻠ ﻤ ﻪ‬: ‫ و ﻧ ﺤ ﻮ ذ ﻟ ﻚ ﻣ ﻦ ا ﻟﻘ ﺮ آ ن‬. ” ‫ “ و ﻫ ﻮ ﻣ ﻌ ﻜ ﻢ أ ﯾ ﻨ ﻤﺎ ﻛ ﻨ ﺘ ﻢ‬: ‫أ ﺟ ﻤ ﻊ ا ﻟ ﻤ ﺴ ﻠ ﻤ ﻮ ن ﻣ ﻦ أ ﻫ ﻞ ا ﻟ ﺴ ﻨ ﺔ ﻋ ﻠ ﻰ أ ن ﻣ ﻌ ﻨ ﻰ ﻗ ﻮ ﻟ ﻪ‬


‫”ﻓﻮق اﻟﺴﻤﻮات ﺑﺬاﺗـﻪ ﻣﺴﺘﻮ ﻋﻠﻰ ﻋﺮﺷﻪ ﻛﯿﻒ ﺷﺎء‬

‫إن اﻻﺳﺘﻮاء ﻣﻦ اﷲ ﻋﻠﻰ ﻋﺮﺷﻪ ﻋﻠﻰ اﻟﺤﻘﯿﻘﺔ ﻻ ﻋﻠﻰ اﻟﻤﺠﺎز‬:‫اﻟﺮﺣﻤﻦ ﻋﻠﻰ اﻟﻌﺮش اﺳﺘﻮى‬: ‫ ﻗﺎل أﻫﻞ اﻟﺴﻨﺔ ﻓﻲ ﻗﻮﻟﻪ‬:‫وﻗﺎل‬.”.

27/33
“Kaum Muslimin dari kalangan Ahlus Sunnah telah bersepakat (ijmak) bahwa makna
firman-Nya: “Dan Dia bersama kalian di manapun kalian berada” (QS. Al Hadid 4) dan
ayat-ayat Al Qur’an yg semisal itu adalah Ilmu-Nya. Allah ta’ala di atas langit dengan
Dzat-Nya, ber-istiwa di atas ‘arsy-Nya sesuai kehendak-Nya”

80. Imam Abu Umar At-Tholamanki Al Andalusi juga mengatakan, “Ahlussunah


berkata tentang firman Allah, “Tuhan yang Maha Pemurah, yang ber-istiwa di atas
‘Arsy” (QS Thoohaa : 5), bahwasanya ber-istiwa-nya Allah di atas Arsy adalah benar
adanya bukan majaz.” (Sebagaimana dinukil oleh Ad-Dzahabi dalam Al-’Uluw 2/1315).

Imam Adz Dzahabi berkata, “At-Tholamanki termasuk pembesar para Huffazh dan
para imam dari para qurroo` di Andalusia” (Al-’Uluw 2/1315).

81. Syaikhul Islam Abu Utsman Ash Shabuni (372 – 449H).

Beliau berkata, “Para Ahli Hadits berkeyakinan dan bersaksi bahwa Allah di atas langit
yang tujuh di atas ‘arsy-Nya sebagaimana tertuang dalam Al Kitab(Al Qur’an)….

Para ulama dan pemuka umat dari generasi salaf tidak berselisih bahwasanya Allah di
atas ‘arsy-Nya dan ‘arsy-Nya berada di atas langit-Nya.” (Aqidatus Salaf wa Ashaabil
hadiits hal 44).

Adz Dzahabi berkata, “Syaikhul Islam Ash Shabuni adalah seorang yang faqih, ahli
hadits, dan sufi pemberi wejangan. Beliau adalah Syaikhnya kota Naisaburi di
zamannya” (Al-’Uluw 2/1317).

82. Imam Abu Nashr As-Sijzi (meninggal pada tahun 444 H).

Berkata Adz-Dzahabi (Siyar A’laam An-Nubalaa’ 17/656) : Berkata Abu Nashr As-Sijzi
di kitab al-Ibaanah, “Adapun para imam kita seperti Sufyan Ats Tsauri, Malik, Sufyan
Ibnu Uyainah, Hammaad bin Salamah, Hammaad bin Zaid, Abdullah bin Mubaarak,
Fudhoil Ibnu ‘Iyyaadh, Ahmad bin Hambal dan Ishaq bin Ibrahim al Handzoli
bersepakat (ijmak) bahwa Allah -Yang Maha Suci- dengan Dzat-Nya berada di atas
‘Arsy dan ilmu-Nya meliputi setiap ruang, dan Dia di atas ‘arsy kelak akan dilihat pada
hari kiamat oleh pandangan, Dia akan turun ke langit dunia, Dia murka dan ridho dan
berbicara sesuai dengan kehendak-Nya”. Adz-Dzahabi juga menukil perkataan ini
dalam Al-’Uluw 2/1321.

83. Imam Abu Nu’aim -Pengarang Kitab al Hilyah-(336-430 H).

Beliau berkata di kitabnya al I’tiqod :

“Jalan kami adalah jalannya para salaf yaitu pengikut al Kitab dan As Sunnah serta
ijmak ummat. Di antara hal-hal yang menjadi keyakinan mereka adalah Allah
senantiasa Maha Sempurna dengan seluruh sifat-Nya yang qodiimah…

dan mereka menyatakan dan menetapkan hadits-hadits yang telah valid (yang
menyebutkan) tentang ‘arsy dan istiwa`nya Allah diatasnya tanpa melakukan takyif
28/33
(membagaimanakan) dan tamtsil (memisalkan Allah dengan makhluk), Allah terpisah
dengan makhluk-Nya dan para makhluk terpisah dari-Nya, Allah tidak menempati
mereka serta tidak bercampur dengan mereka dan Dia ber-istiwa di atas ‘arsy-Nya di
langit bukan di bumi.” (Al-’Uluw karya Adz-Dzahabi 2/1305 atau mukhtashor Al-’Uluw
261).

Adz Dzahabi berkata, “Beliau (Imam Abu Nu’aim) telah menukil adanya ijmak tentang
perkataan ini -dan segala puji hanya bagi Allah-, beliau adalah hafizhnya orang-orang
‘ajam (non Arab) di zamannya tanpa ada perselisihan. Beliau telah mengumpulkan
antara ilmu riwayat dan ilmu diroyah. Ibnu Asaakir al Haafizh menyebutkan bahwa dia
termasuk sahabat dari Abu Hasan al Asy’ari.” (Al-’Uluw 2/1306).

84. Imam Ibnu Abdil Barr (meninggal tahun 463H).

Beliau berkata: “Dalam hadits ini (tentang hadits nuzul) terdapat dalil bahwasanya
Allah berada di atas langit, di atas arsy sebagaimana dikatakan oleh para ulama. Hadits
ini termasuk salah satu hujjah Ahli Sunnah terhadap kelompok Mu’tazilah dan
Jahmiyah yang berpendapat bahwa Allah ada dimana-mana, bukan di atas arsy”. [At-
Tamhid 3/338. Lihat pula Kitab At-Tauhid hal. 126 oleh Imam Ibnu Khuzaimah, Dar’u
Ta’arudzil Aqli wa Naqli 7/7 oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah].

85. Imam Ibnu Abdil Barr juga berkata :

“Dan kaum muslimin di setiap masa masih senantiasa mengangkat wajah mereka dan
tangan mereka ke langit jika mereka ditimpa kesempitan, berharap agar Allah
menghilangkan kesempitan tersebut.” [Fathul Barr fi at Tartiib al Fiqhi li at Tamhiid li
Ibni Abdil Barr 2/47].

86. Al-Imam Juwaini (ayahnya Imam Al-Haramain rahimahumallah, penulis kitab


Al-Jauharah, tahun 438 H) berkata:

‫ا ﺳ ﺘ ﻮ ى ﻋ ﻠ ﻰ ﻋ ﺮ ﺷ ﻪ ﻓ ﺒﺎ ن ﻣ ﻦ ﺧ ﻠﻔ ﻪ ﻻ ﯾ ﺨﻔ ﻰ ﻋ ﻠ ﯿ ﻪ ﻣ ﻨ ﻬ ﻢ ﺧﺎ ﻓ ﯿ ﺔ ﻋ ﻠ ﻤ ﻪ ﺑ ﻬ ﻢ ﻣ ﺤ ﯿ ﻂ و ﺑ ﺼ ﺮ ه ﺑ ﻬ ﻢ ﻧﺎ ﻓﺬ و ﻫ ﻮ ﻓ ﻲ ذ ا ﺗ ﻪ و ﺻﻔﺎ ﺗ ﻪ ﻻ ﯾ ﺸ ﺒ ﻬ ﻪ‬
‫ ﻫ ﻲ ﺻﻔﺎ ت ﻻ ﺋﻘ ﺔ ﺑ ﺠ ﻼ ﻟ ﻪ و ﻋ ﻈ ﻤ ﺘ ﻪ ﻻ ﺗ ﺘ ﺨ ﯿ ﻞ ﻛ ﯿﻔ ﯿ ﺘ ﻬﺎ ا ﻟ ﻈ ﻨ ﻮ ن و ﻻ ﺗ ﺮ ﻫﺎ‬. ‫ﺷ ﻲ ء ﻣ ﻦ ﻣ ﺨ ﻠ ﻮ ﻗﺎ ﺗ ﻪ و ﻻ ﯾ ﻤ ﺜ ﻞ ﺑ ﺸ ﻲ ء ﻣ ﻦ ﺟ ﻮ ا ر ح ﻣ ﺒ ﺘﺪ ﻋﺎ ﺗ ﻪ‬
‫ ﺑ ﻞ ﻧ ﺆ ﻣ ﻦ ﺑ ﺤﻘﺎ ﺋﻘ ﻬﺎ و ﺛ ﺒ ﻮ ﺗ ﻬﺎ و ا ﺗ ﺼﺎ ف ا ﻟ ﺮ ب ﺗ ﻌﺎ ﻟ ﻰ ﺑ ﻬﺎ و ﻧ ﻨﻔ ﻲ ﻋ ﻨ ﻬﺎ ﺗﺄ و ﯾ ﻞ ا ﻟ ﻤ ﺘﺄ و ﻟ ﯿ ﻦ و ﺗ ﻌ ﻄ ﯿ ﻞ ا ﻟ ﺠﺎ ﺣﺪ ﯾ ﻦ و ﺗ ﻤ ﺜ ﯿ ﻞ‬. ‫ﻓ ﻲ ا ﻟﺪ ﻧ ﯿﺎ ا ﻟ ﻌ ﯿ ﻮ ن‬
‫ ﻓ ﻤ ﻦ ﻗ ﺼﺪ ﺑ ﻌ ﺒﺎد ﺗ ﻪ إ ﻟ ﻰ إ ﻟ ﻪ ﻟ ﯿ ﺴ ﺖ ﻟ ﻪ ﻫﺬ ه‬. ‫ا ﻟ ﻤ ﺸ ﺒ ﻬ ﯿ ﻦ ﺗ ﺒﺎ ر ك ا ﷲ أ ﺣ ﺴ ﻦ ا ﻟ ﺨﺎ ﻟﻘ ﯿ ﻦ ﻓ ﺒ ﻬﺬ ا ا ﻟ ﺮ ب ﻧ ﺆ ﻣ ﻦ و إ ﯾﺎ ه ﻧ ﻌ ﺒﺪ و ﻟ ﻪ ﻧ ﺼ ﻠ ﻲ و ﻧ ﺴ ﺠﺪ‬
‫ا ﻟ ﺼﻔﺎ ت ﻓﺈ ﻧ ﻤﺎ ﯾ ﻌ ﺒﺪ ﻏ ﯿ ﺮ ا ﷲ و ﻟ ﯿ ﺲ ﻣ ﻌ ﺒ ﻮد ه ذ ﻟ ﻚ ﺑﺈ ﻟ ﻪ‬

“Dia (Allah) bersemayam di atas ‘Arsy-Nya, terpisah dengan makhluk-Nya, tidak ada
yang tersembunyi dari-Nya, ilmu-Nya melingkupi mereka, dan penglihatan terhadap
mereka terbukti. Dalam Dzat dan sifat-Nya, Dia tidak menyerupai makhluk-Nya. Tidak
juga dimisalkan dengan sesuatu dari anggota-anggota badan makhluk-Nya. Ini adalah
sifat-sifat yang sesuai dengan keagungan dan keluhuran-Nya. Bagaimananya tidak bisa
dibayangkan, dan tidak ada mata yang dapat melihat-Nya di dunia. Tapi kita harus
meyakini kebenaran dan ketetapannya, serta menyifati Tuhan dengan sifat-sifat
tersebut. Kita (harus) menafikkan penakwilan dari orang-orang muta’awwiliin,
penolakan dari orang-orang yang ingkar, dan permisalan dari orang-orang
musyabbihiin. Maha Suci Allah dan Ia adalah sebaik-baik pencipta. Kepada Tuhan ini
29/33
kita beriman, menyembah, shalat, dan bersujud. Oleh karena itu, orang yang sengaja
beribadah kepada Tuhan yang tidak memiliki sifat-sifat ini, maka sesungguhnya ia
menyembah kepada selain Allah, karena yang disembahnya itu bukanlah Tuhan.”
[Mukhtashar Al-‘Ulluw, hal. 56-57].

87. Imam ‘Abdul Malik al Juwaini [Imam Al-Haramain, tahun 478 H].

Pernah dikisahkan bahwa suatu hari Imam ‘Abdul Malik al Juwaini mengatakan dalam
majelisnya, “Allah tidak dimana-mana, sekarang Ia berada di mana pun Dia berada.”
Lantas bangkitlah seorang yang bernama Abu Ja’far al Hamdhani seraya berkata,
“Wahai ustadz! Kabarkanlah kepada kami tentang ketinggian Allah yang sudah
mengakar di hati kami ini, bagaimana kami menghilangkannya?” Abdul Malik al
Juwaini berteriak dan menampar kepalanya seraya mengatakan, “Al Hamdhani telah
membuat diriku bingung, al Hamdhani telah membuat diriku bingung.” [Lihat Siyar
A’lamin Nubala 18/475, al ‘Uluw hal. 276-277 oleh Adz Dzahabi].

Akhirnya Imam Juwaini pun mendapat hidayah Allah dan kembali ke jalan yang benar.
Semoga saudara-saudara kita yang tersesat bisa mengikuti jejak beliau. Amiin.

88. Imam Isma’il bin Muhammad at Taimi berkata, “Kaum muslimin bersepakat
bahwa Allah tinggi sebagaimana ditegaskan dalam Al Qur’an.” [Ijtima’ Juyusy
Islamiyyah hal. 182].

89. Ahmad bin Abdul Halim Al Haroni berkata:


َ
. ‫ ﺗَُﺪﱡل َﻋﻠَﻰ أَﱠن اﱠﷲ ﺗََﻌﺎﻟَﻰ َﻋﺎٍل َﻋﻠَﻰ اْﻟَﺨْﻠِﻖ َوأَﱠﻧُﻪ َﻓْﻮَق ِﻋَﺒﺎِدِه‬: ‫ ِﻓﻲ اْﻟُﻘْﺮآِن ” أَْﻟُﻒ َدﻟِﯿٍﻞ ” أَْو أَْزَﯾُﺪ‬: ‫ﺾ أََﻛﺎِﺑِﺮ أَْﺻَﺤﺎِب اﻟﱠﺸﺎِﻓِﻌﱢﻲ‬ُ ‫َﻗﺎَل َﺑْﻌ‬
‫ ِﻓﯿِﻪ ” َﺛَﻼُﺛِﻤﺎَﺋِﺔ ” َدﻟِﯿٍﻞ َﺗُﺪﱡل َﻋﻠَﻰ َذﻟَِﻚ‬: ‫َوَﻗﺎَل َﻏْﯿُﺮُه‬

“Sebagian ulama besar Syafi’iyah mengatakan bahwa dalam Al Qur’an ada 1000 dalil
atau lebih yang menunjukkan Allah itu berada di ketinggian di atas seluruh makhluk-
Nya. Dan sebagian mereka lagi mengatakan ada 300 dalil yang menunjukkan hal ini.”
[Lihat Majmu’ Al Fatawa, Ahmad bin Abdul Halim Al Haroni, 5/121, Darul Wafa’,
cetakan ketiga, tahun 1426 H. Lihat pula Bayanu Talbisil Jahmiyah, Ahmad bin Abdul
Halim Al Haroni, 1/555, Mathba’atul Hukumah, cetakan pertama, tahun 1392 H].

90. Imam Al-Baihaqi (wafat 458 H).

Beliau berkata dalam kitabnya Al-I’tiqood wal Hidaayah ilaa Sabiil Ar-Rosyaad : “Dan
maksud Allah adalah Allah di atas langit, sebagaimana firman-Nya, “Dan sungguh aku
akan menyalib kalian di pangkal korma”, yaitu di atas pangkal korma. Dan Allah
berfirman “Berjalanlah kalian di bumi”, maksudnya adalah di atas muka bumi. Dan
setiap yang di atas maka dia adalah samaa’. Dan ‘Arsy adalah yang tertinggi dari benda-
benda yang di atas. Maka makna ayat –wallahu a’lam- adalah “Apakah kalian merasa
aman dari Dzat yang berada di atas ‘arsy?” [Al-I’tiqood wal Hidaayah ilaa Sabiil Ar-
Rosyaad, tahqiq : Abul ‘Ainain, Daar Al-Fadhiilah, cetakan pertama bab Al-Qoul fi Al-
Istiwaaa’ (hal 116)].

30/33
91. Syaikh Abdul Qadir Jailani [470 H].

Beliau berkata: “Allah, menggenggam, membuka tangan, mencintai, senang, tidak suka,
membenci, ridha, marah, dan murka. Dia memiliki dua tangan, dan kedua tangan itu
kanan, dan bahwa hati para hamba berada di antara dua jari dari jemari-Nya. Dia
berada di atas, beristiwa’ di atas Arsy, meliputi segala kerajaan-Nya. Nabi shalallahu
‘alaihi wasallam telah menyaksikan keIslâman budak wanita ketika beliau bertanya
kepadanya: “Di mana Allah?” Maka dia menunjuk ke atas. Dan bahwasanya Arsy Allah
itu di atas air. Allah beristiwa’ di atasnya, sebelumnya (di bawahnya) adalah 70.000
hijab dari cahaya dan kegelapan. Dan bahwa arsy itu memiliki batasan yang diketahui
oleh Allah.”

Beliau juga berkata: “Seyogyanya menyebutkan sifat istiwa’ tanpa ta`wil. Bahwasanya
ia adalah istiwa’nya Dzat di atas Arsy, bukan bermakna duduk dan bersentuhan
sebagaimana yang dikatakan oleh kelompok Mujassimah Karromiyah; juga dalam arti
ketinggian (kedudukan) seperti yang dikatakan oleh Asy’arîyyah, juga bukan beristila’
(menguasai) sebagaimana ucapan Mu’tazilah.”

“Allah juga turun ke langit terendah dengan cara yang Dia kehendaki, bukan bermakna
turun rahmat-Nya atau pahala-Nya sebagaimana yang dikatakan oleh Mu’tazilah dan
Asya’irah.” [‘Abdul Qadir al-Jailani, al-Ghunyah Li Thalibi `l-Haq, 56-57].

92. Al Imam Ibnu Qudamah [wafat pada tahun 629 H].

Beliau mengatakan, “Amma ba’du: Sesungguhnya Allah mensifati diri-Nya bahwa Dia
tinggi diatas langit, demikian juga Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam –
penutup para Nabi- mensifati Allah dengan ketinggian juga, dan hal itu disepakati oleh
seluruh para ulama dari kalangan shahabat yang bertaqwa dan para imam yang
mendalam ilmunya, hadits-hadits tentangnya juga mutawatir sehingga mencapai
derajat yakin, demikian pula Allah menyatukan semua hati kaum muslimin dan
menjadikannya sebagai fithrah semua makhluk.” [Itsbat Shifatul Uluw hal. 12].

93. Al Imam Al Qurthubi [Abu ‘Abdillah, Muhammad bin Ahmad bin Farh al-
Anshariy al-Khazrajiy al-Andalusiy al-Qurthubiy. Wafat tahun 671 H].

Beliau berkata dalam tafsirnya, “Tiada satupun dari kalangan Salafush Shalih yang
ingkar bahwa Allah istiwa di atas ‘Arsy secara hakiki.” [Tafsir Qurthubi 7219].

94. Al Imam an-Nawawi rahimahullah [al-Imam al-Hafizh, Syaikhul Islam,


Muhyiddin Abu Zakaria Yahya bin Syaraf bin Mury bin Hasan bin Husain bin
Muhammad bin Jum’ah bin Hizam an-Nawawi ad-Dimasyqi asy-Syafi’i . Lahir tahun
631 H, wafat tahun 676 H].

Beliau mengatakan dalam kitabnya “Juz Fi Dzikri I’tiqod Salaf fil Huruf wal Ashwath” :
“Kami mengimani bahwa Allah berada di atas Arsy-Nya, sebagaimana telah diberitakan
di dalam Kitab-Nya yang mulia. Kami tidak mengatakan bahwa Dia berada di setiap
tempat. Akan tetapi Dia berada di atas langit, sedangkan ilmu-Nya di setiap tempat.
31/33
Tidak ada satu tempat pun yang lutput dari ilmu-Nya. Sebagaimana firman Allah (yang
artinya), ‘Apakah kalian merasa aman dari hukuman Tuhan yang berada di atas langit?’
(Qs. al-Mulk: 16)…” [ad-Dala’il al-Wafiyah fi Tahqiq ‘Aqidati an-Nawawi a Salafiyah am
Khalafiyah, transkrip ceramah Syaikh Masyhur Hasan Salman, hal. 42-43].

Imam Nawawi juga menegaskan ketinggian Allah dalam kitabnya Thobaqot Fuqoha
Syafi’iyyah 1/470 dan Roudhoh Tholibin 10/85, dan beliau juga menulis kitab Al-
Ibanah karya Abul Hasan al-Asya’ari sebagaimana dalam Majmu Fatawa 3/224 yang di
dalamnya terdapat ketegasan tentang ketinggian Allah.

95. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu [wafat tahun 728 H].

Beliau berkata: “Dan termasuk dalam hal yang kami sebutkan dari iman kepada
Allah,yaitu beriman kepada apa yang Allah beritakan dalam kitabNya dan dengan apa
yang telah diriwayatkan dari RasulNya secara mutawatir serta disepakati oleh Salafus
Sholih,bahwa Allah itu berada diatas langit diatas Arsy-Nya. Allah Maha Tinggi diatas
mahlukNya dan Allah Subhanahu wa ta’ala bersama mereka dimana saja mereka
berada dan Allah mengetahui apa yang mereka kerjakan. “ [Syarh Aqidah Al
Wasithiyyah].

96. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu juga berkata: “Masalah ini luas
sekali, karena orang-orang yang menukil ijma’ Ahlis Sunnah atau ijma’ Shahabat dan
Tabi’in bahwa Allah di atas ‘Arsy, berpisah dari makhluk-Nya tidak bisa dihitung
jumlahnya kecuali hanya Allah saja yang mampu…” [Bayanu Talbis Jahmiyyah 3/531].

97. Al Imam Adz Dzahabi rahimahullah [Abdillah Muhammad bin Ahmad bin
Utsman bin Qaimaz bin Abdullah adz-Dzahabi al-Fariqi. Tahun 673 H – 748 H].

Beliau berkata mengomentari hadits budak jariyah,

“Demikianlah kita melihat setiap orang yang ditanya: Dimana Allah? Niscaya dia akan
menjawab dengan fitrahnya: Allah diatas langit. Dalam hadits ini terdapat dua
masalah:

Pertama, disyariatkannya pertanyaan kepada seorang muslim: Dimana Allah?

Kedua, jawaban orang yang ditanya pertanyaan tersebut: Di atas langit. Barangsiapa
yang mengingkari dua masalah ini, maka berarti dia mengingkari Nabi shalallahu
‘alaihi wasallam.” [Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Azhim, (Mukhtasar al ‘Uluw, Albani, hal. 81)].

98. Al Imam Ibnu Katsir rahimahullah [Imad ad-Dien, Abu al-Fida`, Isma’il bin
‘Umar bin Katsir ad-Dimasyqiy asy-Syafi’iy, seorang Imam, Hafizh dan juga
sejarawan.Wafat tahun 774 H].

Beliau berkata dalam menafsirkan surat Al Hadiid: 4,

“…Dia bersama kamu…” ialah ilmu-Nya, pengawasan-Nya, penjagaan-Nya bersama


kamu, sedang Dzat Allah di atas arsy di langit.” [Lihat Tafsir Qur`anil Azhim: 4/317].
32/33
99. Al Imam Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah [wafat 751 H].

Beliau juga berkata: “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertanya: ‘Di mana
Allah?’ Lalu dijawab oleh yang ditanya bahwa Allah berada di atas langit. Nabi pun
kemudian ridha akan jawabannya dan mengetahui bahwa itulah hakekat iman kepada
Allah dan beliau juga tidak mengingkari pertanyaan ini atasnya. Adapun kelompok
Jahmiyyah, mereka menganggap bahwa pertanyaan ‘Dimana Allah?’ seperti halnya
pertanyaan: Apa warnanya, apa rasanya, apa jenisnya dan apa asalnya dan lain
sebagainnya dari pertanyaan yang mustahil dan batil!?”. [I’lamul Muwaqqi’in (3/521)].

100. Al-Hafizh Ibnu Abil Izzi al-Hanafi [wafat tahun 792 H].

Beliau mengatakan: “Dalam hadits Mi’raj ini terdapat dalil tentag ketinggian Allah
ditinjau dari beberapa segi bagi orang yang menceramatinya”. [Syarh Aqidah ath-
Thahawiyyah 1/277].

101. Al-Hafizh Ibnu Abil Izzi al-Hanafi juga mengatakan, “Dalil-dalil yang
muhkam (yang begitu jelas) menunjukkan ketinggian Allah di atas seluruh makhluk-
Nya. Dalil-dalil ini hampir mendekati 20 macam dalil”. [Syarh Al ‘Aqidah Ath
Thohawiyah, 2/437].

Oleh Abu Fahd Negara Tauhid, dengan menukil dari berbagai macam sumber.

sumber : http://gizanherbal.wordpress.com/2011/06/12/101-perkataan-ulama-salaf-
tentang-allah-di-atas-arsy-seri-allah-di-atas-arsy/

33/33

Anda mungkin juga menyukai